VI ANALISIS LINGKUNGAN USAHA Analisis lingkungan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan perusahaan. Pada umumnya lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal. 6.1. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal dibagi menjadi lima kategori besar, yaitu (1) Kekuatan ekonomi, (2) Kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan, (3) Kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum, (4) Kekuatan teknologi, dan (5) Kekuatan kompetitif 6.1.1. Kekuatan Ekonomi Kekuatan ekonomi yang mempengaruhi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sebagai berikut : 1.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2008) menyatakan bahwa PDRB per kapita dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008 PDRB Per Kapita (Rupiah) Kabupaten/Kota 2006 2007*) 2008**) Kabupaten Pandeglang 3.266.088,69 3.380.023,45 3.500.793,00 Lebak 2.834.636,15 2.940.986,61 3.000.233,30 Tangerang 5.221.193,99 5.409.729,70 5.584.230,20 Serang 3.415.383,75 3.532.116,50 4.981.558,32 Kota Tangerang 15.478.362,71 16.245.618,25 17.018.718,52 Cilegon 30.068.855,05 31.118.636.47 32.151.783,44 Serang Keterangan : *)
: Angka Perbaikan **) : Angka Sementara Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Tangerang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami peningkatan jumlah PDRB per kapita. Kota Cilegon memiliki PDRB per kapita paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Banten. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Cilegon memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten. Selain itu besarnya PDRB per kapita Kota Cilegon pun meningkat sejak tahun 2006 sampai tahun 2008. Peningkatan jumlah PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada tahun 2008, yakni sebesar 42,90 persen, memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2008, yakni sebesar 1,93 persen. Hal ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon mengalami peningkatan yang berimplikasi pada peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli dapat dilihat dari peningkatan rata-rata pengeluaran konsumsi makanan per kapita per bulan yang terjadi di Kota Cilegon seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Pengeluaran Makanan Per Kapita Per Bulan Kota Cilegon Tahun 2006-2008 Tahun Jumlah Pengeluaran (Rupiah) Perubahan (%) 2006 215.000,00 2007 241.961,00 12,54 2008 313.362,00 29,51 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
2.
Laju Inflasi Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Perkembangan laju inflasi Indonesia pada Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 14. Pada tahun 2005, inflasi di Indonesia mencapai 17,11 persen. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang sangat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 6,40 persen. Laju inflasi yang sangat tinggi ini diakibatkan karena naiknya harga BBM pada Maret dan Oktober 2005. Kenaikan harga BBM secara langsung akan mempengaruhi 59
kenaikan harga-harga barang lain karena BBM merupakan bagian dari faktor input. Tabel 14. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-2009 Tahun Tingkat Inflasi (%) 2004 6,40 2005 17,11 2006 6,60 2007 6,59 2008 11,06 2009 2,78 Sumber : www.bi.go.id [Diakses tanggal 25 Maret 2010]
Pada tahun 2006 perekonomian Indonesia mulai membaik, terlihat dari penurunan tingkat inflasi yang cukup signifikan menjadi 6,60 persen, sedangkan pada tahun 2007 inflasinya sebesar 6,59 persen. Sejak awal tahun 2008, tingkat inflasi terus meningkat dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada Mei 2008, dimana inflasinya sebesar 10,38 persen. Hal ini seiring dengan kenaikan harga BBM pada saat itu, dimana harga premium mencapai harga tertinggi yaitu Rp 6.000,00, solar Rp 5.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Pada akhir tahun 2008 inflasi Indonesia mencapai 11,06 persen. Pada tahun 2009 inflasi Indonesia sebesar 2,78 persen. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya peraturan menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2009 yang menurunkan harga eceran BBM, premium Rp 4.500,00, solar Rp 4.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Penurunan tingkat inflasi tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 menyebabkan penurunan harga barang atau jasa. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan biaya produksi suatu usaha dan peningkatan daya beli masyarakat. 6.1.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Gaya hidup super sibuk membuat orang-orang lebih memilih makanan yang cepat saji, mudah diperoleh, mudah dikemas, dan sesuai selera. Istilah kangen pada makanan rumah kini tampaknya akan semakin jarang diucapkan, sebab kebiasaan makan di luar rumah saat ini semakin menjadi-jadi. Paling tidak hal itu terlihat dari hasil penelitian perusahaan riset Nielsen dan tren itu memang sudah mendunia.
60
Catherine Eddy, direktur eksekutif penelitian konsumen menyebutkan sekitar 44 persen masyarakat dunia, termasuk Indonesia, makan di luar rumah satu hingga tiga kali dalam seminggu dan sekitar 38 persen melakukannya sebulan sekali bahkan kurang. Dalam hal memilih tempat, sebanyak 44 persen responden di Indonesia mempertimbangkan jenis makanannya. Setelah itu, pertimbangan harga sebesar 25 persen. Masakan lokal menjadi favorit (59 persen), diikuti makanan Cina (23 persen) dan sisanya Jepang (18 persen). Berkumpul untuk menikmati makanan di luar rumah tak hanya dengan keluarga, tapi juga teman-teman. Ada juga yang lebih sering dengan pasangannya. Pengamat gaya hidup Muara Bagja menyebutkan, makan di luar rumah ini memang bagian dari gaya hidup5). Jumlah
penduduk
Indonesia
tahun
2009
diperkirakan
mencapai
230.975.120 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk sekitar 29 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya mencapai 202.649.482 jiwa6). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia, Kota Cilegon juga mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 1,93 persen dari tahun 2000-2008. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pasar meningkat. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh tren makan di luar rumah yang berkembang di Kota Cilegon, dapat dilihat pada banyaknya usaha/rumah makan di Kota Cilegon dengan kondisi jumlah penduduk yang sedikit dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten. Hal tersebut dapat menjadi peluang bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk terus bertahan dan bersaing dalam industri. 6.1.3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga liquefied petroleum gas (LPG) tabung tiga kilogram, menyebutkan bahwa pemerintah menjamin penyediaan dan pengadaan bahan bakar di dalam negeri dan mengurangi subsidi BBM guna meringankan beban keuangan negara, sehingga perlu dilakukan subtitusi penggunaan minyak tanah ke liquefied petroleum gas. Dengan dikeluarkannya 5) 6)
Hadriani . Op.cit. Hlm 3 Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2004-2009. Op.cit. Hlm 1
61
peraturan ini, maka pemerintah mulai mengurangi subsidi terhadap BBM dan harga BBM pun mulai meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Perkembangan Harga BBM Tahun 2008-2009 Berlaku Harga (rupiah per liter) Tahun Tanggal Premium Minyak Tanah Minyak Solar 2007 1 Desember 4.500,00 2.000,00 4.300,00 2008 24 Mei 6.000,00 2.500,00 5.500,00 2008 1 Desember 5.500,00 2.500,00 5.500,00 2008 15 Desember 5.000,00 2.500,00 4.800,00 2009 15 Januari 4.500,00 2.500,00 4.500,00 Sumber : www.esdm.go.id [Diakses Tanggal 5 April 2010]
Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa harga minyak tanah sejak tahun 20082009 adalah Rp 2.500,00. Harga tersebut berbeda dengan harga yang ada di pasaran saat ini. Menurut hasil wawancara dengan penanggung jawab bagian produksi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dan berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis di Kota Cilegon, harga minyak tanah pada bulan Maret 2010 berkisar antara Rp 7.5000,00-8.000,00 per liter. Harga minyak tanah di agen adalah Rp 7.500,00 per liter, sedangkan harga eceran minyak tanah di warung mencapai Rp 8.000,00 per liter. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sangat bergantung pada pasokan minyak tanah, karena kompor yang mereka gunakan untuk produksi merupakan kompor semawar yang berbahan bakar minyak tanah. Menurut pernyataan mantan Presiden RI Jusuf Kalla, subsidi untuk minyak tanah pada tahun 2010 akan dihapuskan, terkait dengan dilakukannya konversi penggunaan minyak tanah ke gas yang akan selesai dilakukan pada tahun 2010, khususnya di Pulau Jawa. Pemerintah akan menarik penyebaran minyak tanah hingga 90 persen dan yang menjadi target utama adalah Pulau Jawa7). Hal tersebut akan menyebabkan sulitnya perolehan minyak tanah yang diikuti oleh harganya yang tinggi. Terbatasnya pasokan minyak tanah dan harganya yang relatif mahal dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang lain dapat menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
7)
Digo. 2008. Tahun 2010 Subsidi Minyak Tanah Akan di Hapus http://www.berita8.com/news.php?cat=3&id=6915 [Diakses tanggal 21 April 2010]
62
6.1.4. Kekuatan Teknologi Perkembangan teknologi dapat memberikan kemudahan bagi siapa saja termasuk para pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya. Suatu usaha dapat mengambil keuntungan dari teknologi yang berkembang, misalnya mereka dapat mempercepat proses produksi ataupun menciptakan inovasi produk dan jasa. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menggunakan teknologi baik di bagian produksi maupun pemasaran. Teknologi produksi yang digunakan yaitu freezer dan telepon. Freezer digunakan untuk menyimpan sate-sate yang telah dibumbui hari ini untuk dijual keesokan harinya, sedangkan telepon digunakan usaha ini untuk menghubungi pemasok terkait dengan supply bahan baku. Teknologi pemasaran yang digunakan adalah internet dan telepon. Teknologi internet digunakan untuk mempromosikan usaha mereka melalui situs jejaring sosial facebook, sedangkan telepon digunakan untuk menerima pesanan dari konsumen. Kedua bidang tersebut, yaitu produksi dan pemasaran juga dibantu oleh teknologi transportasi berupa motor dan mobil, sehingga penggunaan teknologi ini semakin mempermudah usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dalam menjalankan usahanya. 6.1.5. Kekuatan Kompetitif Menurut Porter (1991) hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu ancaman masuknya pendatang baru, kekuatan tawar-menawar pemasok, ancaman produk atau jasa pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, dan persaingan antara perusahaan yang ada. 1) Ancaman Masuknya Pendatang Baru Terdapat enam faktor hambatan masuk bagi pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke saluran distribusi, dan biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala. a. Skala Ekonomis Untuk mendirikan usaha rumah makan sate bebek tidak harus beroperasi pada skala usaha besar. Hal ini karena siapa saja dapat memulai usaha sate bebek mulai dari skala kecil yang disesuaikan dengan kemampuan
63
kapasitas produksi yang dimiliki tanpa harus mengikuti skala usaha usaha sate bebek yang telah ada. b. Diferensiasi produk Pada umumnya sate bebek yang diproduksi oleh rumah makan hampir sama secara fisik. Perbedaan yang terjadi antar usaha dapat dilihat dari kualitas rasa sate bebek, variasi ukuran sate bebek, pelayanan, promosi, suasana ruangan dan lokasi usaha. c. Kebutuhan Modal Usaha rumah makan sate bebek dapat dibangun mulai dari skala kecil hingga skala besar yang tentunya akan berdampak pada modal yang dibutuhkan. Modal yang diperlukan misalnya untuk pengadaan peralatan produksi, peralatan makan ataupun biaya sewa tempat. d. Biaya Beralih Pemasok Biaya beralih pemasok yang harus dikeluarkan oleh pendatang baru cukup besar agar pelaku usaha sate bebek yang telah ada mau berpindah dari pemasok tetapnya. Hal ini karena hubungan antara pelaku usaha (pembeli) dengan pemasok telah terjalin cukup baik sehingga pendatang baru akan merasa kesulitan untuk membuat pelaku usaha sate bebek yang telah ada pindah dari pemasok yang lama. Namun banyaknya jumlah pemasok memungkinkan pendatang baru untuk menjalin kerjasama dengan pemasok lainnya. e. Akses ke Saluran Distribusi Usaha-usaha yang telah mapan biasanya telah memiliki saluran distribusi sendiri untuk pemasaran produknya sehingga perusahaan pendatang baru sulit memasuki saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun saluran sendiri. Pada usaha rumah makan sate bebek, pada umumnya saluran yang digunakan yaitu saluran distribusi langsung, produsen langsung menyampaikan produknya kepada konsumen atau konsumen langsung datang ke tempat produsen untuk memperoleh produk atau jasa. Pendatang baru harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk menarik perhatian konsumen, sehingga konsumen mau berpindah dari rumah makan sate bebek yang biasa mereka kunjungi.
64
f. Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala Para pelaku usaha sate bebek yang telah mapan mungkin memiliki keunggulan biaya yang mungkin tidak dapat ditiru pendatang baru yang akan masuk ke dalam industri sate bebek, misalnya dalam hal pengalaman, teknologi, penguasaan terhadap sumber daya produksi, atau lokasi yang menguntungkan. Meskipun demikian pendatang baru masih berpotensi masuk ke dalam industri usaha sate bebek karena bahan baku dan peralatan yang digunakan untuk mendirikan usaha sate bebek cukup banyak tersedia. 2) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok Analisis kekuatan tawar-menawar pemasok ditujukan untuk melihat kemampuan
pemasok
dalam
mempengaruhi
suatu
industri
melalui
kemampuan mereka untuk menaikkan harga dan mengurangi kualitas produk. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menggunakan bebek sebagai bahan baku utamanya. Dalam pembelian bebek, biasanya usaha ini membeli di Pasar Hewan Kalodran Serang setiap Selasa dan Sabtu. Usaha ini biasanya membeli di penjual bebek langganannya, namun jika pemasok tersebut tidak mampu menyediakan bebek dengan harga yang bersaing dalam jumlah yang banyak, usaha ini dapat mencari bebek di penjual yang lainnya, karena penjual bebek banyak terdapat di pasar hewan tersebut. Selain itu, usaha ini pun mendapat pasokan bebek dari Labuan dan Desa Teratai Kabupaten Serang, namun waktu pengirimannya tidak pasti. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009), populasi bebek/itik di Provinsi Banten menempati urutan ke dua setelah populasi ayam. Pada tahun 2008, populasi bebek/itik mencapai 1.247.062 ekor, diikuti oleh populasi kambing, domba, kerbau, sapi potong, babi, kuda, dan sapi perah. Sedangkan rumah tangga yang mengusahakan itik berjumlah 47.951. Jumlah tersebut sebagian besar tersebar di Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Pandeglang. Jumlah rumah tangga yang mengusahakan itik merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang mengusahakan ternak lainnya. Rumah tangga yang mengusahakan ayam berjumlah 11.711, kerbau sebanyak 45.713, kambing sebanyak 33.175, domba sebanyak 13.412, sapi sebanyak 1.635, dan
65
babi sebanyak 536. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemasok bebek/itik di Provinsi Banten memiliki jumlah yang banyak. Usaha ini biasanya melakukan pembelian bumbu-bumbu di Pasar Rau Serang ataupun di Pasar Baru dan Pasar Kelapa Cilegon. Sedangkan tusuk sate, arang, dan minyak tanah diperoleh dari pemasok yang datang langsung ke lokasi usaha untuk mengantarnya. Kekuatan tawar-menawar pemasok terhadap usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dikatakan lemah. Hal ini disebabkan karena jumlah pemasoknya banyak dan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber melakukan pembelian dalam jumlah banyak. Selain itu produk dari pemasok tidak terdiferensiasi serta pemasok tidak mampu menciptakan produk yang dihasilkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 3) Ancaman Produk Subtitusi Produk subtitusi adalah produk lain yang berbeda namun dapat memberikan kepuasan yang sama seperti produk yang diproduksi oleh suatu usaha. Keberadaan produk subtitusi tersebut menjadi ancaman bagi suatu usaha jika produk subtitusi tersebut mempunyai harga yang lebih murah namun memiliki kualitas yang sama dengan produk yang ditawarkan oleh suatu usaha. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tidak terlepas dari adanya produk subtitusi. Produk subtitusi dari usaha rumah makan sate bebek adalah rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing, sate sapi, dan berbagai jenis sate lainnya. Rumah makan yang menawarkan sate ayam dan sate kambing mudah ditemukan di Kota Cilegon. Harga sate bebek pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan sate ayam dan sate kambing. Adanya produk subtitusi dengan jumlah yang banyak dan harga yang lebih murah menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 4) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Kekuatan tawar menawar pembeli dalam usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tergolong kuat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah rumah makan sate bebek yang disertai tidak adanya diferensiasi produk dari usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Selain itu harga yang ditawarkan oleh usaha lain relatif sama
66
sehingga biaya peralihan yang dihadapi konsumen kecil dan konsumen memiliki kebebasan dalam memilih rumah makan mana yang akan dikunjungi. 5) Persaingan antara Perusahaan yang Ada Sate bebek merupakan salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon. Usaha rumah makan yang menjual sate bebek mudah ditemui di kota ini. Jumlah rumah makan yang menjual sate bebek tidak terhitung secara pasti. Tidak adanya data pasti jumlah usaha ini dikarenakan banyak dari usaha tersebut yang tidak dikenakan pajak, sehingga tidak ada kewajiban bagi pengusaha rumah makan sate bebek untuk melaporkan usahanya kepada dinas terkait. Secara umum persaingan yang terjadi dalam industri rumah makan sate bebek ini yaitu mutu produk, lokasi usaha, pelayanan, promosi, dan suasana ruangan. Persaingan mutu produk ini meliputi kualitas rasa sate bebek serta variasi ukuran satenya. Hal ini dilakukan dalam upaya memasarkan produknya agar diterima oleh konsumen, sehingga pelaku usaha harus mampu melihat selera konsumen tentang sate bebek seperti apa yang diminati. Selanjutnya juga terdapat persaingan lokasi usaha. Lokasi usaha ini berkaitan dengan kemudahan tempat usaha tersebut dilihat dan diakses oleh konsumen. Selain itu karyawan pun harus memiliki sikap yang ramah dan cepat tanggap terhadap keinginan konsumen. Promosi pun menjadi bagian yang penting dari suatu rumah makan sehingga konsumen mengetahui keberadaannya. Suasana ruangan dalam sebuah usaha rumah makan menjadi salah satu nilai jualnya. Suasana rumah makan ini juga terkait dengan tata ruang dan fasilitas yang dimiliki oleh rumah makan tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari grup usaha sate bebek Kota Cilegon, rumah makan sate bebek di Kota Cilegon terdiri dari sate bebek H. Syafe’i Cibeber, sate bebek Cindelaras, sate bebek Bang Hazin PCI, sate bebek Abu Faisal, sate bebek Banyu Milli Kang Zukky, sate bebek Nong Inul, warung sate bebek Cibeber dan sate bebek Bung Hatta. Persaingan tersebut mempengaruhi besarnya pangsa pasar usaha dalam industri. Semakin
67
banyaknya jumlah pesaing, maka pangsa pasar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber semakin berkurang. 6.2. Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada di dalam perusahaan serta berpengaruh langsung terhadap arah dan tindakan perusahaan. Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Aspek-aspek lingkungan internal
yang
dianalisis
meliputi
aspek
manajemen,
pemasaran,
keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen. 6.2.1. Manajemen Aspek manajemen yang di analisis dalam usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terdiri dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, penempatan staf, dan aspek pengendalian/kontrol. 1) Perencanaan Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki perencanaan tertulis baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari belum adanya visi dan misi usaha secara tertulis. Usaha ini hanya memiliki perencanaan usaha secara umum dan tidak dituangkan dalam tulisan, sehingga pelaksanaannya tidak terarah. Usaha sate bebek H Syafe’i Cibeber berencana untuk membuka cabang usaha di kota-kota lain selain Kota Cilegon. Dalam waktu dekat usaha ini berencana untuk membuka cabang di Kota Serang. Namun hal tersebut tidak diikuti oleh adanya perencanaan usaha secara jelas. 2) Pengorganisasian Struktur organisasi suatu usaha menggambarkan pembagian kerja dalam usaha tersebut yang berkaitan dengan tanggung jawab dan wewenang berdasarkan posisinya masing-masing. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki struktur organisasi secara tertulis, namun secara umum gambaran mengenai struktur organisasi usaha tersebut telah tersirat dalam wawancara dengan penanggung
68
jawab bagian pemasaran. Struktur organisasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Gambar 6.
PEMILIK
BAGIAN KEUANGAN
BAGIAN PRODUKSI
BAGIAN PEMASARAN
Gambar 6. Struktur Organisasi Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Gambar 6 menunjukkan bahwa pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membawahi tiga bagian dalam usahanya, yaitu bagian keuangan, bagian produksi, dan bagian pemasaran. Setiap bagian memiliki penanggung jawab, dimana penanggung jawab tersebut merupakan anak dan cucu dari pemilik. Mereka memberi laporan secara lisan tiap harinya kepada pemilik usaha. Pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber saat ini adalah Ibu Hj. Junenah. Pada awalnya pemilik usaha ini adalah almarhum H. Syafe’i. Namun setelah beliau wafat pada tahun 2008, usaha ini diambil alih oleh istrinya, yaitu Hj. Junenah. Karena usia yang sudah tua, beliau mengelola usaha sate bebek ini dibantu oleh anak dan cucunya. Beliau hanya mengawasi serta menerima laporan mengenai keuangan dan jalannya usaha setiap hari dari para penanggung jawab bagian. Bagian keuangan berada di bawah tanggung jawab Hj. Unwanah. Hj. Unwanah bertindak sebagai kasir dan membantu Hj. Junenah untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan keuangan dalam menjalankan usaha sate bebek ini, baik dalam hal pembayaran upah karyawan, biaya pengadaan bahan baku dan keperluan operasional lainnya. Hj. Hasanah merupakan penanggung jawab bagian produksi. Tugas bagian produksi meliputi pengadaan bahan baku, pemeliharaan bebek, serta pembuatan sate dan sop bebek. Bagian pemasaran berada di bawah tanggung jawab Bapak Rustomyani. Bagian pemasaran ini bertanggung jawab dalam hal pelayanan kepada konsumen, baik konsumen yang datang langsung ke lokasi usaha maupun 69
konsumen yang melakukan pemesanan lewat telepon. Selain itu, bagian pemasaran juga bertugas untuk merumuskan ide-ide pengembangan usaha agar usaha tersebut tetap dapat bersaing dalam industri. 3) Pemberian Motivasi Pengelola usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yakni para penanggung jawab tiap bagian, tidak memandang karyawan lainnya sebagai bawahan, melainkan memandangnya sebagai rekan kerja. Hal tersebut dilakukan agar para karyawan merasa nyaman dalam bekerja terkait dengan kelancaran usaha, sehingga tercipta hubungan kerjasama yang harmonis. Pengelola usaha tidak menunjukkan adanya jurang pemisah dengan karyawan, hal tersebut terlihat dari tindakan mereka yang melibatkan diri dalam kegiatan operasional rumah makan, seperti turut serta dalam proses produksi dan proses pelayanan kepada konsumen. Hal tersebut dilakukan para penanggung jawab untuk memotivasi karyawan lainnya agar selalu bekerja dengan baik. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja karyawan, usaha ini juga memberi makan siang dan makan malam karyawan secara gratis. 4) Penempatan Staf Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pengorganisasian, pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membawahi tiga bagian, yaitu bagian keuangan, produksi, dan pemasaran. Bagian keuangan hanya dikelola oleh satu orang, yaitu putri dari pemilik usaha. Bagian produksi memiliki empat orang karyawan dengan satu orang penanggung jawab yang juga merupakan salah satu anak dari pemilik usaha. Sedangkan bagian pemasaran memiliki enam orang karyawan dengan satu orang penanggung jawab yang merupakan cucu dari pemilik usaha. Dua orang karyawan bagian pemasaran membantu di lokasi usaha yang beralamat di jalan K.H. Mabruk, sedangkan empat orang lainnya mengelola cabang usaha. Pembagian gaji karyawan, dilakukan oleh pemilik dan bagian keuangan. Gaji dapat diberi per hari, per minggu, dan per bulan, tergantung permintaan dari karyawan. Untuk karyawan produksi, yang bekerja dari jam 08.00-15.00 WIB, gaji per harinya sebesar Rp 27.000,00 ditambah dengan makan siang. Sedangkan untuk karyawan pemasaran, yang bertugas untuk melayani
70
konsumen, dimana hanya bekerja dari jam 16.00-23.00 WIB, gaji per harinya yaitu Rp 20.000,00 ditambah dengan makan malam. Namun jika karyawan produksi membantu pekerjaan para karyawan pemasaran pada malam harinya, maka mereka mendapat upah berupa makan malam. Untuk para penanggung jawab di tiap bagian, mereka memperoleh gaji sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan. Menjelang Idul Fitri, karyawan mendapat insentif berupa uang dan satu ekor bebek. Karyawan yang bekerja di rumah makan ini merupakan orang-orang yang kurang mampu dan berasal dari lingkungan sekitar rumah pemilik. Karyawan bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, namun mereka dapat mengajukan izin apabila sakit atau ada urusan keluarga. Untuk karyawan baru, biasanya mereka mendapat pelatihan terlebih dahulu selama satu hari. 5) Pengendalian/Kontrol Pada umumnya pengendalian pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dilakukan pada bagian produksi dan pemasaran kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga loyalitas konsumen pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Pengendalian pada bagian produksi terkait dengan pengadaan bahan baku dan proses pengolahan. Pengendalian pengadaan bahan baku sangat penting dilakukan karena terkait langsung dengan proses produksi pembuatan sate dan sop bebek sehingga kontinuitas pembuatannya tetap terjaga. Sama halnya dengan pengendalian pengadaan bahan baku, pengendalian pada proses pengolahan juga penting dilakukan karena terkait dengan kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan, penanggung jawab bagian produksi selalu mengingatkan dan mengontol para karyawannya agar membuat produk mereka sesuai dengan takaran penggunaan bahannya masing-masing. Pengendalian pada bagian pemasaran juga penting dilakukan. usaha ini melakukan kontrol pada pelayanan. Pengelola usaha selalu mengingatkan dan mengontrol karyawannya agar memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen, baik dalam bentuk kecepatan penyajian pesanan, transaksi, komunikasi yang baik dengan konsumen maupun kebersihan tempat dan
71
peralatan makan konsumen sehingga kualitas produk yang disajikan tetap terjaga. Usaha ini membersihkan ruangan setiap hari, sebelum dan setelah usaha ini buka. Hal-hal tersebut dilakukan agar konsumen merasa nyaman ketika menikmati produk dan jasa yang ditawarkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 6.2.2. Pemasaran Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber termasuk dalam kategori rumah makan, sehingga untuk pemasarannya terkait dengan tujuh bauran pemasaran, yaitu produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik. 1) Produk Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menawarkan menu sate bebek, sop bebek, nasi, lontong, dan aneka minuman. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada 30 orang konsumen, sebanyak sepuluh orang konsumen (33,33%) menyarankan agar usaha ini menambah variasi menunya. Sate bebek dapat disajikan bersama nasi atau lontong, tergantung permintaan dari konsumen. Tampilan sate bebek berbeda dengan sate ayam ataupun sate kambing pada umumnya. Sate bebek tidak menggunakan bumbu kacang ataupun kecap. Sate ini disajikan tanpa campuran apapun, karena telah dibumbui sebelum sate bebek dibakar. Namun jika konsumen ingin menambah bumbu kecap atau kacang, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber juga menyediakannya. Sate ini biasanya disajikan berdampingan dengan potongan bawang dan tomat. Kemasan yang digunakan untuk membungkus sate bebek yang dipesan konsumen untuk dibawa pulang menggunakan kertas nasi, sedangkan sopnya menggunakan plastik transparan. Namun untuk pembelian 50 sate atau lebih, usaha ini menyediakan kotak kardus untuk membungkus sate bebek yang dipesan. 2) Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2007) penetapan harga yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada umumnya didasarkan oleh tiga pendekatan, yaitu (1) Berdasarkan biaya, yang terdiri dari penetapan harga berdasarkan biaya-plus (cost-plus pricing) dan pendekatan harga titik impas (penetapan harga laba72
sasaran). Cost-plus pricing yaitu menambahkan bagian laba (mark up) standar ke biaya produk, sedangkan pendekatan harga titik impas yaitu menetapkan harga pada titik impas atau biaya pembuatan dan pemasaran sebuah produk, atau menetapkan harga untuk menghasilkan laba sasaran; (2) Berdasarkan nilai (persepsi pembeli), yaitu melakukan survei untuk harga barang yang sama oleh beberapa penjual yang ditanyakan langsung kepada konsumen; dan (3) Berdasarkan persaingan, yaitu penetapan harga yang dilakukan setelah meneliti harga yang ditetapkan oleh para pesaing dekatnya. Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab bagian pemasaran, diketahui bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i melakukan penetapan harga produk berdasarkan pendekatan biaya (cost-plus pricing), yaitu usaha ini menambahkan ‘mark up’ ke biaya produk. Selain melayani pembelian langsung, usaha ini juga melayani pemesanan dalam jumlah banyak yang dilakukan melalui telepon. Walaupun konsumen memesan dalam jumlah banyak, namun usaha ini tidak memberikan potongan harga jual. Hanya saja jika konsumen memesan sate bebek sebanyak 1000 tusuk atau lebih, maka usaha ini akan mengantarkan pesanan tersebut langsung kepada konsumen. Namun jika konsumen memesan kurang dari 1000 tusuk, maka konsumen sendiri yang mengambilnya ke lokasi usaha ini. Harga untuk menu yang ditawarkan di rumah makan ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Daftar Harga Menu Pada Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber No Produk Harga (Rupiah) 1 Sate bebek/10 tusuk 10.000,00 2 Sop Bebek/mangkuk 5.000,00 3 Nasi/porsi 3.000,00 4 Lontong/porsi 3.000,00 5 Aneka minuman 2.000,00 - 4.000,00 Tabel 16 menunjukkan bahwa harga sate bebek per porsinya (10 tusuk) adalah Rp 10.000,00. Sedangkan harga untuk semangkuk sop bebek yaitu Rp 5.000,00. Konsumen juga dapat memesan nasi atau lontong dengan harga Rp 3.000,00 untuk melengkapi menu mereka dalam menyantap sate ataupun sop bebek. Harga minuman yang ditawarkan berkisar antara Rp 2.000,004.000,00. 73
3) Tempat Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber buka sejak pukul 17.00-23.00 WIB dan hanya memiliki satu saluran distribusi, yaitu distribusi langsung, produk yang dihasilkan diterima langsung oleh konsumen dari produsen. Konsumen dapat menikmati sate ataupun sop bebek dengan cara langsung mendatangi lokasi usaha. Lokasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dikatakan kurang strategis karena terletak di dalam perkampungan yang padat penduduk (sekitar 100 m dari jalan raya Cilegon) dengan kondisi jalan yang rusak dimana konsumen sulit untuk melihat serta menjangkaunya dengan angkutan umum. Hal ini juga dapat menyebabkan saluran distribusi terganggu. 4) Promosi Usaha ini telah berdiri sejak tahun 1977. Pada awal berdirinya, usaha ini hanya melakukan promosi dengan cara word of mouth (WOM). Cara ini dilakukan karena keterbatasan modal yang dimiliki. Namun karena usaha ini merupakan pionir usaha sate bebek, promosi dengan WOM dianggap mampu memperkenalkan usaha ini kepada masyarakat. Pada umumnya konsumen mengetahui mengenai usaha ini dari teman atau saudaranya yang sudah terlebih dahulu mengunjungi dan menikmati sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Sampai saat ini tidak ada papan nama usaha yang dapat menunjang kegiatan promosi dan dapat menunjukkan lokasi usaha. Berdasarkan kuesioner, sebanyak empat orang konsumen (13,33%) menyarankan agar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuat papan nama usaha yang diletakkan di depan jalan masuk usaha, sehingga konsumen menyadari keberadaan usaha, mengetahui arah menuju lokasi usaha dan menu apa saja yang ditawarkan. Pada saat membuka cabang usaha yang pertama, mereka melakukan promosi melalui radio dan penyebaran pamflet. Namun promosi dengan cara seperti itu sudah tidak dilakukan lagi. Saat ini mereka hanya menggunakan teknik promosi word of mouth dan melalui situs pertemanan facebook. 5) Orang Pelayanan kepada konsumen merupakan kunci membuat konsumen untuk datang
dan
menggunakan
atau
membeli
produk
kembali.
Dalam
74
pelayanannya kepada konsumen, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber selalu berusaha untuk bersikap ramah dan sopan. Hal tersebut dapat dilihat dari pakaian para karyawannya yang sopan, walaupun mereka tidak menggunakan seragam dalam kesehariannya. Namun untuk pesanan yang diantar ke tempat konsumen, karyawan usaha ini menggunakan seragam sebagai identitas usaha. Sikap yang ramah dalam melayani konsumen juga merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan oleh para karyawannya. Hal ini dilakukan agar konsumen merasa nyaman berkomunikasi dengan para karyawan dan terciptanya loyalitas konsumen. 6) Proses Aspek proses ini dapat dilihat dari sistem pemesanan menu yang dilakukan di rumah makan ini. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berupaya untuk memberikan pelayanan dengan proses yang cepat tapi tetap mengutamakan kualitas. Rumah makan ini menerapkan sistem first order first served, dimana konsumen yang datang terlebih dahulu dipastikan mendapat prioritas untuk dilayani. 7) Bukti fisik Bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan dimana layanan diciptakan, penyediaan jasa dan pelanggan berinteraksi, ditambah unsur-unsur berwujud yang ada dan dipakai untuk berkomunikasi atau mendukung peran jasa. Bukti fisik pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat dari layout bangunan dan fasilitas di dalamnya. Usaha ini memiliki kapasitas kursi untuk 50 orang pengunjung, baik untuk pengunjung yang menggunakan kursi dan meja makan maupun pengunjung yang ingin lesehan. Selain itu terdapat juga wastafel, televisi, mushola, toilet, dapur bersih, dapur kotor, meja kasir, tempat pembakaran sate dan lahan parkir. Usaha ini berdiri di atas tanah seluas 200 m2 dengan luas bangunan 120 m2. Berdasarkan hasil kuesioner, 16 orang konsumen (53,33%) menyarankan bahwa usaha ini perlu melakukan perbaikan pada kondisi ruangan, sehingga terlihat lebih rapi, bersih, dan menarik. Pada bulan Ramadhan, usaha ini menyewa tempat yang berada di depannya untuk menambah kapasitas ruangan, karena ruangan yang ada tidak mampu
75
untuk menampung banyaknya jumlah konsumen yang datang. Pada hari-hari biasa pun, konsumen kadang harus menunggu antrian tempat duduk untuk dapat menikmati menu sate ataupun sop bebek yang ada di rumah makan ini. Kondisi lahan parkir yang ada pun kurang memadai karena konsumen sering kali harus memarkir kendaraannya di depan halaman rumah warga sekitar. Tata ruang usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Gambar 7.
Toilet
mushola
Dapur bersih
Dapur kotor Wastafel
Meja kasir TV
Lesehan
Tidak Lesehan
Tempat Parkir
Tempat pembakaran sate
Pintu masuk
Gambar 7. Tata Ruang Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber 6.2.3. Keuangan/Akuntansi Untuk mendirikan sebuah perusahaan diperlukan sejumlah modal. Modal tersebut tidak hanya dalam bentuk uang, tapi juga termasuk lahan, bangunan dan alat-alat produksi yang dimiliki perusahaan. Modal yang digunakan pun dapat berasal dari modal pribadi atau modal pinjaman. Pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, modal awal yang digunakan berasal dari modal pribadi. Hal tersebut dilakukan karena pada awalnya produk yang dihasilkan oleh usaha ini tidak dalam jumlah yang banyak. Namun sampai saat ini, ketika jumlah produksinya bertambah, usaha ini tetap mengandalkan modal pribadinya tersebut tanpa melakukan pinjaman pada pihak manapun. Pengelolaan keuangan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber masih sederhana. Pencatatan keuangan belum dilakukan dengan baik. Mereka menghitung pendapatan harian dengan menggunakan kalkulator dan belajar dari pengalaman sebelumnya dalam hal pengalokasian dana yang dikeluarkan untuk 76
keperluan usaha. Biasanya transaksi yang terjadi hanya dicatat dalam bentuk nota ataupun catatan-catatan kecil dan itu pun tidak disimpan dengan baik. Pemisahan antara dana pribadi dan dana usaha pun belum dilakukan. Hal-hal tersebut mengakibatkan pengelola usaha mengalami kesulitan untuk dapat mengetahui secara pasti berapa banyak dana yang dimiliki usaha saat ini. Meskipun pengelolaan keuangan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber masih sederhana dan belum rapi, namun dalam yang berkaitan dengan absensi karyawan biasanya dicatat oleh penanggung jawab keuangan, yaitu H. Unwanah yang digunakan sebagai kontrol dalam pemberian upah kepada karyawan tiap harinya. 6.2.4. Produksi/Operasi Ketersediaan bahan baku secara kontinyu merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan produk tertentu. Dalam pembuatan produk usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, khususnya bahan baku pembuatan sate bebek sebagai menu utamanya, yaitu daging bebek, bawang merah, cabe merah, garam, gula putih, dan ketumbar. Daging bebek adalah bahan baku utamanya. Bebek yang digunakan bisa bebek lokal maupun bebek peking, bebek dengan tubuh gemuk lebih diutamakan. Bagian produksi menyebutkan bahwa bebek yang gemuk memiliki daging yang lebih empuk. Sebagian dari tulang bebek yang ada diproduksi untuk membuat sop bebek. Bahan baku utamanya yaitu tulang bebek, sedangkan bahan baku pendukungnya yaitu bawang merah, bawang putih, merica, pala, cengkih, garam, dan penyedap rasa. Akses bahan baku sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan suatu produksi tertentu. Terkait dengan hal tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memiliki pemasok yang berbeda untuk masing-masing bahan baku. Bagian produksi membeli bebek dalam keadaan hidup di Pasar Kalodran, setiap hari Selasa dan Sabtu. Bebek yang dibeli sebanyak 150 ekor bebek setiap kali melakukan pembelian di pasar. Bebek yang dibeli tersebut, tidak semuanya langsung dipotong untuk diolah, bagian produksi hanya memotong 30 ekor bebek per hari. Sisanya mereka pelihara untuk dapat diolah di hari berikutnya. Kadangkadang usaha ini pun mendapat kiriman bebek dari Panimbang, Labuan dan Desa Teratai Kabupaten Serang. Untuk tusuk sate, usaha ini memiliki pemasok di 77
daerah Parung Panjang. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memesan tusuk sate setiap seminggu atau dua minggu sekali. Untuk semua bumbu, usaha ini melakukan pembelian di Pasar Rau setiap seminggu sekali ataupun di pasar Kelapa dan Pasar Baru Cilegon. Sedangkan untuk arang dan minyak tanah, usaha ini mendapatkannya dari pemasok yang datang langsung ke lokasi usaha. Satu ekor daging bebek dapat menghasilkan 80 – 100 tusuk sate bebek, sehingga dalam sehari usaha ini dapat membuat sate bebek mencapai 3000 tusuk. Namun jika usaha ini sedang tidak ramai dikunjungi konsumen, sate yang tersisa disimpan dalam freezer untuk dijadikan stok dan dijual di hari berikutnya. Penyimpanan dalam freezer ini dilakukan untuk menjaga kualitas sate agar tetap baik dan menggunakan sistem first in first out. Dalam mengolah produknya, usaha ini melakukannya secara manual. Namun usaha ini pun pernah menggunakan alat pencabut bulu bebek, tapi alat tersebut tidak berfungsi secara maksimal, karena masih ada bulu yang tidak tercabut. Sehingga mereka memutuskan untuk mengolah semuanya secara manual. Peralatan yang digunakan hampir sama dengan peralatan yang digunakan oleh rumah tangga. Hanya terdapat perbedaan pada kompor yang digunakan. Usaha ini menggunakan kompor semawar berbahan bakar minyak tanah untuk mengolah setiap produknya. Bagian produksi mengatakan bahwa kompor semawar memiliki api yang lebih besar dibandingkan dengan api pada kompor gas. Proses pembuatan sate bebek H. Syafe’i Cibeber diawali dengan pemotongan bebek, selain leher bebek yang dipotong, bagian produksi juga memotong berutu bebek. Pemotongan berutu adalah kunci agar daging bebek tidak amis. Setelah bebek tersebut dipotong dan dibersihkan darahnya, maka bebek yang sudah mati itu direndam dalam air panas kurang lebih selama tiga menit. Tujuannya agar bulu-bulunya mudah untuk dibersihkan. Cara tersebut hanya dilakukan untuk membersihkan bulu-bulu kasarnya saja, sedangkan untuk membersihkan bulu-bulu halusnya maka bagian produksi membakar bebek tersebut dalam waktu yang singkat, sehingga bulu-bulu halusnya tidak terasa lagi. Tahap selanjutnya yaitu daging bebek dipisahkan dari tulangnya. Setelah itu daging bebek dipotong-potong sesuai ukuran sate bebek yang akan disajikan.
78
Kemudian potongan daging tersebut diaduk dengan bumbu yang telah disiapkan, lalu ditusuk-tusuk dan siap untuk di bakar. Proses produksi mendapatkan perhatian yang besar dari manajemen usaha, khususnya bagian produksi, agar menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. 6.2.5. Penelitian dan Pengembangan Banyak
perusahaan
saat
ini
tidak
menjalankan
penelitian
dan
pengembangan (litbang), tetapi banyak juga perusahaan yang mengandalkan keberhasilan aktivitas litbang untuk bartahan hidup. Perusahaan yang menjalankan strategi pengembangan produk khususnya, harus memiliki orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tidak memiliki bagian penelitian dan pengembangan. Bagian ini dianggap belum terlalu penting untuk diadakan, karena untuk semua hal yang berhubungan dengan inovasi produk, bagian produksi masih bisa untuk melakukannya. Sebagai contohnya, pada saat bagian produksi tidak mampu memproduksi bubur bebek lagi, mereka mencoba untuk membuat sop bebek sebagai penggantinya, dan sampai saat ini, menu sop bebek tersebut masih bertahan di rumah makan ini. 6.2.6. Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen (SIM) menerima bahan mentah dari evaluasi internal dan eksternal suatu organisasi. SIM mengumpulkan data tentang pemasaran, keuangan, produksi, dan yang berhubungan dengan karyawan secara internal, serta faktor sosial, budaya, demografi, lingkungan, ekonomi, politik, peraturan pemerintah, teknologi, dan kompetitif secara eksternal. Data diintegrasikan dalam cara yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan manajerial. Saat ini usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki SIM. Informasi mengenai lingkungan internal maupun eksternalnya tidak dikelola dengan baik. Misalnya saja, usaha ini belum memiliki data-data yang dikelola dengan menggunakan sistem komputerisasi tentang karyawan, fasilitas usaha, ataupun pesaing-pesaingnya serta kondisi ekonomi yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajerialnya. Walaupun demikian SIM dianggap belum perlu diadakan dalam usaha karena skala usahanya belum 79
terlalu besar dan pengambilan keputusan manajerialnya dapat dilakukan tanpa harus mempertimbangkan keberadaan SIM.
80