VI ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TEMPE
Setiap kegiatan produksi tidak terlepas dari biaya, begitu pula kegiatan produksi tempe. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tempe meliputi biaya pembelian kedelai, ragi, kayu bakar, plastik, daun pisang, tenaga kerja, listrik untuk penerangan dan mesin pemecah kedelai, serta biaya penyusutan peralatan produksi. Dengan demikian, biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan pengrajin tempe untuk memperoleh bahan baku produksi yang akan digunakan untuk memproduksi tempe. Biaya tersebut terbagi lagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya produksi yang merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel akan tergantung pada banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan. Dengan demikian pengrajin tempe skala besar cenderung mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pengrajin skala kecil dan menengah. Untuk mengetahui gambaran alokasi biaya usaha, penting untuk mengetahui besarnya biaya tetap dan biaya variabel. Diketahuinya biaya tetap dan biaya variabel juga dapat membantu kontrol biaya yang akan dikeluarkan. Apabila diketahui terjadi pemborosan pada penggunaan komponen biaya variabel, maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan komponen tersebut. Di samping biaya tetap dan biaya variabel, biaya produksi juga dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya non tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan pengrajin tempe berupa pembayaran dengan uang untuk memperoleh bahan baku, seperti biaya pembelian kedelai, ragi, daun pisang, dan plastik. Adapun biaya non tunai atau biaya yang diperhitungkan yaitu biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung oleh pengrajin tempe dalam berproduksi, misalnya biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan produksi tempe.
6.1. Biaya Tetap Usaha Tempe Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), listrik untuk penerangan, dan penyusutan peralatan produksi. Jumlah biaya tetap yang dikeluarkan tidak tergantung pada besar kecilnya volume
produksi. Pengrajin harus tetap membayarnya berapa pun jumlah produksi tempe yang dihasilkan. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak semua dibayarkan secara tunai, tetapi tetap diperhitungkan seperti perhitungan biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Biaya listrik untuk penerangan termasuk ke dalam biaya tetap karena jumlah pemakaian listrik tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi tempe yang dihasilkan pengrajin. Dengan demikian bila pengrajin menambah atau mengurangi jumlah penggunaan kedelainya, yang nanti akan meningkatkan jumlah produksi tempe tidak akan mempengaruhi besarnya biaya penerangan yang dibayarkan pengrajin tempe. Penyusutan peralatan dilakukan dengan metode garis lurus (straight line method). Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha. Rincian penyusutan peralatan masing-masing pengrajin dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun jenis biaya tetap pada masing-masing skala produksi pengrajin tempe dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Komponen Biaya Tetap Usaha Tempe di Sentra Industri Tempe Pada Skala Produksi Kecil, Menengah, dan Besar Per Bulan Tahun 2010 Uraian
Penyusutan peralatan Penerangan TKDK
Skala I (skala kecil) Rp/pengrajin %
Skala II (skala menengah) Rp/pengrajin %
Skala III (skala besar) Rp/pengrajin %
21.083
0,5
39.166 0,25
70.875 0,25
15.000
0,3
20.000 0,13
30.000 0,10
500.000
11,9
787.500 5,12
700.000 2,42
536.083
12,8
846.666 5,51
800.875 2,77
Total biaya tetap
Rata-rata
21.443
8.467
4.004
biaya tetap
62
Dari Tabel 12 memperlihatkan bahwa biaya penyusutan peralatan yang paling rendah dialami pada pengrajin skala kecil. Hal ini dikarenakan dalam produksi tempe skala kecil memerlukan jumlah peralatan yang lebih sedikit. Sehingga semakin banyak kedelai yang diolah menjadi tempe, semakin banyak pula peralatan yang dibutuhkan. Dengan demikian, pengrajin skala besar mengeluarkan biaya penyusutan terbesar yaitu Rp 70.875 dibandingkan dengan dua skala lainnya. Komponen biaya tetap tertinggi pada semua skala pengrajin ada pada pengeluaran biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Pengrajin tempe skala kecil dalam berproduksi hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga saja, berbeda dengan pengrajin tempe skala menengah dan besar yang tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, juga menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Pada pengrajin skala kecil jumlah jam penggunaan tenaga kerja keluarganya sebanyak sepuluh jam setiap harinya dengan perkiraan upah sebesar Rp 2.000 per jamnya. Pengrajin tempe skala menengah dalam setiap harinya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga sebanyak sembilan jam dengan perkiraan upah Rp 3.500. Adapun pengrajin skala besar setiap harinya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga sebanyak delapan jam setiap harinya dengan perkiraan upah Rp 4.200. Perkiraan upah tenaga kerja dalam keluarga pada masing-masing skala produksi pengrajin mengikuti besarnya upah tenaga kerja luar keluarga jika bekerja pada pengrajin skala kecil, menengah, maupun besar.pada masing-masing. Banyaknya jumlah jam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada pengrajin skala kecil, membuat pengrajin skala kecil cenderung memiliki biaya tenaga kerja dalam keluarga paling besar dibandingkan pengrajin tempe skala menengah dan besar, walaupun dari segi upah tenaga kerja dalam keluarga pada pengrajin skala kecil paling rendah dibandingkan upah tenaga kerja dalam keluarga pada pengrajin skala menengah dan besar. Secara berurutan pengeluaran pengrajin skala kecil, menengah, dan besar untuk tenaga kerja keluarga dalam persentase yaitu 11,9 ; 5,12 ; dan 2,42 persen. Perhitungan biaya tenaga kerja dalam keluarga pada masing-masing skala merupakan komponen biaya yang pada kenyataannya tidak dibayarkan secara
63
tunai. Dengan demikian besarnya biaya tenaga kerja dalam keluarga pada pengrajin skala kecil belum tentu mengindikasikan bahwa pengrajin skala kecil tidak efisien dalam menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Bahkan biaya tenaga kerja dalam keluarga yang relatif besar pada pengrajin tempe skala kecil dibandingkan dengan pengrajin tempe skala menengah dan besar, membuat pengrajin tempe skala kecil tetap mau bertahan dengan penggunaan jumlah tenaga kerja dalam keluarga sebanyak sepuluh jam setiap harinya. Hal ini disebabkan biaya tenaga kerja dalam keluarga merupakan biaya yang diperhitungkan dan sebenarnya menjadi pemasukan atau pendapatan bagi pengrajin tempe atas tenaga kerja dalam keluarga yang telah dikeluarkannya. Apabila biaya tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan tetap diperhitungkan pada struktur biaya tetap pengrajin tempe, maka total biaya tetap untuk masing-masing skala usaha adalah Rp 536.083, Rp 846.666, dan Rp 800.875. Untuk mengetahui skala produksi yang paling rendah atau efisien dalam mengeluarkan biaya tetap, yaitu dengan membagi total biaya tetap yang dikeluarkan masing-masing pengrajin pada tiap skala dengan jumlah kedelai yang digunakan masing-masing skala pengrajin tempe. Sehingga di dapat biaya tetap rata-rata per kilogram kedelai. Berdasarkan Tabel 12 terlihat biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan pengrajin, cenderung semakin rendah seiring dengan bertambahnya skala produksi pengrajin tempe.
6.2. Biaya Variabel Usaha Tempe Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya kedelai, ragi, plastik, daun pisang, kayu bakar, listrik untuk mesin pemecah kedelai, dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan sangat tergantung pada besar kecilnya jumlah kedelai yang digunakan atau tempe yang dihasilkan. Perhitungan biaya variabel seluruhnya merupakan biaya variabel yang tunai. Secara rinci biaya variabel yang dikeluarkan pengrajin pada masing-masing skala, dapat dilihat pada Tabel 13.
64
Tabel 13. Komponen Biaya Variabel Usaha Tempe di Sentra Industri Tempe pada Skala Produksi Kecil, Menengah Per Bulan Tahun 2010 Uraian
Kedelai Ragi Plastik Daun pisang Kayu bakar TKLK
Skala I Skala II Skala III (skala kecil) (skala menengah) (skala besar) Rata-rata % Rata-rata % Rata-rata % Rp/pengrajin Rp/pengrajin Rp/pengrajin 3.250.000 77,5 12.500.000 81,29 24.000.000 83,01 9.375
0,2
30.000
0,20
84.000
0,29
250.000
6,0
700.000
4,55
1.400.000
4,84
84.150
2,0
220.000
1,43
660.000
2,28
38.400
0,9
60.000
0,39
200.000
0,69
0
0,0
875.000
5,69
1.575.000
5,45
0
0,0
50.000
0,33
100.000
0,35
24.000
0,6
96.000
0,62
192.000
0,66
3.655.925
87,2
Listrik untuk mesin Air Total biaya variabel Biaya variabel per kg kedelai
146.237
14.531.000 94,49
145.310
28.211.000 97,58
141.055
Tabel 13 memperlihatkan bahwa biaya pembelian kedelai merupakan komponen biaya variabel yang terbesar di setiap skala pengusahaan tempe. Dari data tersebut terlihat bahwa pengrajin skala besar mengeluarkan biaya pembelian kedelai yang terbesar, karena jumlah kedelai yang dibutuhkan oleh skala tersebut memang lebih besar dibandingkan dengan dua skala lainnya. Berdasarkan Tabel 13 nampak bahwa skala kecil cenderung tidak mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dikarenakan kegiatan produksi pada skala kecil masih relatif sedikit dan pengrajin skala kecil tidak memiliki modal yang cukup untuk menyewa tenaga kerja luar keluarga, maka kegiatan produksi pada pengrajin skala kecil seluruhnya menggunakan
65
sumberdaya tenaga kerja dalam keluarga saja. Berbeda dengan pengrajin skala menengah dan besar, karena memiliki kemampuan untuk menyewa tenaga kerja luar keluarga maka kegiatan produksi tetap menggunakan tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Melalui Tabel 13 pula terlihat biaya listrik untuk penggunaan mesin pada pengrajin skala kecil tidak ada nilainya, atau pengrajin skala kecil tidak menggunakan mesin pemecah kedelai yang sudah digerakkan dengan dinamo listrik, melainkan menggunakan mesin pemecah kedelai yang digerakkan dengan cara manual yaitu dengan cara diputar. Berbeda pada pengrajin skala menengah dan besar sudah menggunakan mesin yang digerakkan dengan tenaga listrik. Pengrajin skala besar lebih banyak mengeluarkan biaya listrik dibandingkan dengan pengrajin skala menengah. Walaupun jumlah mesin yang dimiliki pengrajin skala menengah dan besar adalah sama sebanyak satu unit. Namun jumlah kedelai yang digunakan berbeda, sehingga pengrajin skala besar, frekuensi penggunaan mesinnya lebih banyak dibandingkan dengan pengrajin skala menengah. Pengrajin skala kecil, menengah, dan besar memiliki struktur biaya variabel tertinggi yang sama yakni biaya pembelian kedelai, dengan persentase lebih dari tujuh puluh persen, dari total biaya variabel. Pada pengrajin skala kecil komponen biaya variabel yang menempati urutan kedua terbesar adalah biaya untuk pembelian plastik. Adapun komponen biaya variabel tertinggi kedua pada pengrajin skala menengah dan besar yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga menempati biaya variabel tertinggi kedua pada pengrajin skala menengah dan besar karena jumlah kebutuhan tenaga kerja pada kedua skala produksi tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja pada pengrajin skala kecil. Setiap proses produksi kebutuhan rata-rata tenaga kerja pada skala besar adalah dua puluh tiga sampai dua puluh lima jam dengan besarnya upah Rp 4.200 per jamnya, sedangkan pada produksi skala menengah antara delapan belas sampai dua puluh jam dengan upah Rp 3.500 per jamnya.
66
Walaupun jumlah penggunaan kedelai pada pengrajin skala kecil paling rendah dibandingkan dengan jumlah penggunaan kedelai pada pengrajin skala menengah dan besar, namun biaya untuk pembelian kayu bakar untuk setiap kilogram kedelai pada pengrajin skala kecil lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian kayu bakar untuk setiap kilogram kedelai pada pengrajin tempe skala menengah dan besar. Biaya pembelian kayu bakar yang relatif tinggi pada pengrajin skala kecil, disebabkan pengrajin skala kecil merebus kedelainya lebih lama dibandingkan dengan pengrajin skala menengah dan besar. Bilasetiap satu kilogram kedelai pada pengrajin skala menengah dan besar membutuhkan waktu 30 menit untuk merebusnya, maka pengrajin skala kecil membutuhkan waktu 4560 menit untuk merebus kedelai agar diperoleh kedelai yang teksturnya lebih empuk. Hal ini disebabkan jenis mesin pemecah kedelai yang digunakan pengrajin skala kecil masih berupa mesin sederhana yang digerakkan secara manual, sehingga kedelai yang ingin diproses dengan menggunakan mesin ini, sebaiknya kedelai dengan tekstur yang lebih empuk agar proses pemecahan keping biji dan pengupasan kulit kedelai lebih cepat. Berdasarkan hasil analisis biaya variabel, diketahui bahwa skala pengrajin yang paling ekonomis adalah skala besar relatif terhadap skala produksi lainnya. Sebaliknya skala pengrajin yang paling tidak ekonomis relatif terhadap biaya variabel yang dikeluarkan adalah pengrajin dengan skala kecil.
6.3. Total Biaya Produksi Usaha Tempe Biaya produksi usaha tempe merupakan penjumlahan dari total biaya tetap dan total biaya variabel (Tabel 14). Semakin besar skala pengrajin tempe, kecenderungannya semakin besar pula biaya produksi yang dikeluarkan pengrajin.
67
Tabel 14. Struktur Biaya Usaha Tempe di Sentra Industri Tempe pada Skala Produksi Kecil, Menengah, dan Besar Per Bulan Tahun 2010
Uraian
Skala I (skala kecil) Rp/pengrajin %
Skala II (skala menengah) Rp/pengrajin %
Skala III (skala besar) Rp/pengrajin %
Biaya Tetap
536.083
12,8
846.666
800.875
3.655.925
87,2
14.531.000 94,49
28.211.000 97,58
4.192.008
100
15.377.666
28.911.000
Biaya Variabel Total Biaya Biaya per kg kedelai
167.680
5,51
100
153.777
2,77
100
144.555
Berdasarkan Tabel 14 pula dapat ditentukan besarnya biaya produksi usaha tempe per kg kedelai atau total biaya total rata-rata untuk masing-masing skala pengrajin tempe. Dari tabel tersebut terlihat kecenderungan bahwa semakin besar skala pengrajin, maka akan menurunkan biaya total rata-rata yang dikeluarkan pengrajin. Jika mengacu pada kurva amplop skala usaha (kurva LAC), maka bentuk kurva LAC industri tempe adalah kurva yang pada awalnya meningkat, kemudian semakin menurun seiring dengan besar skala pengrajin. Bentuk kurva amplop skala usaha di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan, Jakarta Barat seperti yang telihat pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12, pengrajin dengan skala kecil cenderung menunjukkan skala yang paling mahal dalam mengeluarkan biaya produksi relatif terhadap pengrajin skala menengah dan besar. Hal ini dikarenakan, biaya tetap yang dikeluarkan pengrajin skala kecil paling besar (11,9 persen dari total biaya produksi) sedangkan biaya tetap yang dikeluarkan pengrajin skala menengah dan besar secara berurutan sebesar 5,12 persen dan 2,42 persen. Bila seluruh biaya, baik biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun biaya non tunai (biaya yang diperhitungkan), maka skala pengrajin yang paling murah biayanya dalam berproduksi adalah pengrajin tempe skala besar.
68
Biaya (Rp/Kg) 170,000 165,000 160,000 155,000 150,000 145,000 140,000 0
50
100
150
200
250 Kedelai (Kg)
Gambar 12. Bentuk Kurva Skala Usaha Tempe di Sentra Industri Tempe, Kelurahan Semanan, Jakarta Barat Pengrajin yang berada pada skala besar, cenderung memperlihatkan skala yang paling rendah biaya produksinya atau paling ekonomis dibandingkan dengan dua skala lainnya. Hal ini disebabkan telah adanya kecenderungan untuk melakukan spesialisasi pekerjaan dalam proses produksi. Adanya spesialisasi pekerjaan, membuat setiap pekerja diharuskan melakukan suatu pekerjaan tertentu saja, dan ini menambah keterampilan mereka. Produktivitas bertambah tinggi dan akan menurunkan ongkos produksi. Faktor lain yang membuat pengrajin skala besar paling efisien dalam berproduksi adalah harga kedelai yang diterima pengrajin skala ini lebih murah dibandingkan dengan pengrajin skala kecil dan menengah. Pengrajin skala besar cenderung mendapatkan harga kedelai yang lebih murah dari agen, karena membeli dalam jumlah yang banyak dan setia untuk membeli di satu agen tertentu saja. Kondisi ini seperti ada kontrak tidak tertulis atau adanya hubungan kepercayaan yang membuat pengrajin tidak membeli kedelai di agen lainnya. Dengan kata lain pengrajin besar cenderung loyal dengan salah satu agen kedelai tertentu. Berbeda dengan pengrajin skala kecil dan menengah, yang bebas untuk membeli kedelai di agen penyuplai kedelai manapun.
69