VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI
Berdasarkan tujuan penelitian pertama, dalam bab ini akan dibahas besarnya biaya transaksi berdasarkan usaha ternak sapi – jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi – kelapa di Bolaang Mongondow. Kemudian dikaji rasio biaya transaksi dan total biaya
produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan pendapatan serta biaya transaksi dan harga ternak sapi pada usaha ternak sapi, usaha jagung dan usaha kelapa.
6.1. Biaya Transaksi dalam Usaha Ternak Sapi Biaya transaksi dalam usaha ternak sapi baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow adalah biaya yang dikeluarkan rumahtangga mulai aktivitas pembelian input, aktivitas proses produksi sampai distribusi ternak. Masing-masing biaya transaksi tersebut dihitung per volume penjualan atau per kg ternak sapi. Dalam penelitian ini, biaya transaksi yang dianalisis untuk usaha ternak sapi
adalah biaya transaksi pada saat penjualan ternak sapi. Hal ini disebabkan usaha ternak yang ada merupakan usaha turun temurun sehingga rumahtangga tidak membeli bibit ternak. Komponen biaya transaksi dalam usaha ternak sapi diantaranya biaya perantara penjualan sapi, biaya transpor penjualan sapi, biaya retribusi penjualan sapi dan biaya administrasi penjualan sapi. Besarnya komponen biaya transaksi tergantung lokasi penjualan ternak sapi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa rumahtangga di Minahasa sebagian besar menjual ternak di pasar blantik. Sedangkan sebagian besar rumahtangga di Bolaang Mongondow menjual ternak dengan didatangi
196
pedagang. Lokasi penjualan ternak sapi dan jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Jumlah Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Tanaman Menurut Lokasi Penjualan Sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007 Lokasi Penjualan
Jumlah Rumahtangga (Unit) (%)
A. Minahasa 1. Pasar Blantik 2. Dirumah Petani Peternak Total B. Bolaang Mongondow 1. Pasar Blantik 2. Dirumah Petani Peternak 3. Di Pelabuhan Total
165 29 194
85.50 14.50 100.00
25 190 18 233
10.73 81.55 7.72 100.00
Berdasarkan data Tabel di atas menunjukkan, rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa 85.50 persen (165 rumahtangga) menjual ternaknya di pasar blantik, sisanya 14.50 persen menjual dirumah petani peternak atau didatangi pedagang. Sebaliknya rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow 81.55 persen (190 rumahtangga) menjual di rumah atau didatangi pedagang. Sekitar 10.74 persen menjual di pasar blantik dan sisanya 7.72 persen menjual keluar daerah yaitu di pelabuhan Boroko. Hal ini disebabkan, pertama, lokasi penelitian di Minahasa berdekatan dengan pasar blantik, sehingga ternak sapi dapat digiring tanpa menggunakan kendaraan. Sedangkan lokasi penelitian di Bolaang Mongondow sebagian besar jauh dari pasar blantik. Kedua, sudah menjadi tradisi di Minahasa untuk menjual ternak di pasar blantik yang pada awalnya pasar blantik tersebut berfungsi sebagai tempat pertukaran ternak (barter).
197
Rumahtangga menjual ternak baik di pasar blantik maupun dirumah petani peternak menanggung biaya transpor, biaya retribusi dan biaya administrasi. Namun penjualan ternak sapi di pasar blantik maupun dirumah atau didatangi pedagang menanggung biaya perantara. Biaya-biaya yang terjadi pada saat transaksi dilakukan baik di Minahasa maupun di Bolaang Mongondow dinyatakan sebagai variabel transaction cost. Menurut Benham and Benham (2001) bahwa ada dua tipe biaya transaksi yang dikenal yaitu : (1) fixed transaction cost; dan (2) variable transaction cost. Fixed transaction cost adalah investasi spesifik yang dinyatakan dalam menentukan susunan kelembagaan, sedangkan variable transaction cost adalah biaya yang tergantung pada jumlah atau volume transaksi. Rata-rata biaya transaksi penjualan ternak sapi per kg dan komponennya sesuai hasil penelitian di Minahasa dan Bolaang Mongondow dapat dilihat pada tabel 32.
Tabel 32. Rata-rata Biaya Transaksi Usaha Ternak Sapi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi - Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007 Komponen Biaya Transaksi 1. Biaya Transpor 2. Biaya Perantara 3. Biaya Administrasi 4. Biaya Retribusi Total
Minahasa (Rp/Kg) (%) 805.98 13.49 5 065.11 84.80 85.25 1.43 16.64 0.28 5 972.98 100.00
Bolaang Mongondow (Rp/Kg) (%) 861.79 13.88 5 194.75 83.64 97.71 1.57 56.79 0.91 6 211.04 100.00
Data pada Tabel 32 menunjukkan bahwa total biaya transaksi (Rp/kg) di Minahasa lebih kecil dibanding di Bolaang Mongondow. Hal ini disebabkan di pasar blantik Minahasa terdapat perantara yang cukup banyak sehingga rumahtangga petani peternak sapi dapat memilih perantaranya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
198
sebagian besar rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa menjual ternaknya di pasar blantik. Perantara menentukan harga ternak sapi sesuai berat badan dan tidak diketahui oleh petani peternak. Dalam hal ini baik di pasar blantik maupun di lokasi peternak tidak tersedia fasilitas timbangan ternak sapi, sehingga proses tawar menawar yang terjadi berdasarkan berat badan ternak sapi yang tidak diketahui rumahtangga petani peternak sapi. Berapa besar berat ternak sapi ditentukan oleh perantara. Hal ini yang menyebabkan harga jual yang diterima rumahtangga lebih kecil. Biaya perantara sudah ditentukan perantara sekitar 10-20 persen dari harga ternak yang terjual. Selanjutnya persentase komponen biaya transaksi yang terbesar baik di Minahasa maupun Bolaang Mongondow adalah biaya perantara penjualan ternak sapi yaitu masing-masing sebesar 84.80 persen dan 83.64 persen, walaupun biaya perantara yang ditanggung rumahtangga di Minahasa lebih kecil dibanding petani peternak sapi di Bolaang Mongondow. Biaya perantara merupakan biaya yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi terhadap jasa perantara dalam penjualan ternak sapi. Besarnya biaya perantara di Minahasa dan Bolaang Mongondow disebabkan perantara yang berperan untuk menghubungkan antara rumahtangga dan pedagang. Dalam hal ini, rumahtangga petani peternak sapi tidak mempunyai informasi pembeli atau pedagang dan khususnya di Bolaang Mongondow juga tidak mempunyai informasi harga per ekor ternak sapi. Fenomena ini menunjukkan rumahtangga petani peternak sapi berada pada posisi tawar yang lemah. Walaupun rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa masih bisa memilih perantara mana yang bisa diterima sebagai
199
penghubung. Berdasarkan kondisi tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa rumahtangga petani peternak sapi menghadapi struktur pasar tidak sempurna (imperfect competition). Biaya perantara penjualan sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding di Minahasa. Hal ini disebabkan bahwa sebagian besar rumahtangga di Bolaang Mongondow didatangi pedagang, sehingga rumahtangga tidak mempunyai pilihan lain untuk menjual ternaknya. Berdasarkan Tabel 32 juga menunjukkan biaya transpor yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding rumahtangga di Minahasa yaitu masing-masing sekitar 13.88 persen dan 13.49 persen. Biaya transpor rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa terdiri dari biaya transpor ke pasar blantik dan biaya transpor pedagang ke rumah petani. Sedangkan biaya transpor rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow terdiri dari biaya transpor ke pasar blantik, biaya transpor ke rumah petani dan biaya transpor ke pelabuhan (Tabel 33).
Tabel 33. Rata-Rata Biaya Transpor Usaha Ternak Sapi Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi - Tanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 2006-2007 Biaya Transpor 1. Ke Pasar Blantik 2. Ke Rumah Petani 3. Ke Pelabuhan Total
Minahasa (Rp/Kg) (%) 680.35 84.41 125.63 15.59 805.98 100.00
Bolaang Mongondow (Rp/Kg) (%) 164.59 19.10 569.73 66.11 127.47 14.79 861.79 100.00
Tabel 33 menunjukkan biaya transpor rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding di Minahasa. Biaya transpor yang
200
ditanggung rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow adalah biaya transpor ke pasar blantik sebesar 19.10 persen, biaya transpor pedagang yang datang ke rumah petani peternak yaitu sebesar 66.11 persen dan biaya transpor ke pelabuhan sebesar 14.79 persen. Biaya transpor pedagang ke rumah petani peternak sapi adalah terbesar menyebabkan biaya transaksi yang ditanggung rumahtangga di Bolaang Mongondow lebih tinggi dan tidak diketahui rumahtangga. Dalam hal ini pedagang menentukan harga lebih murah karena biaya transpor pedagang dikurangi dari harga beli pedagang tersebut. Akibatnya harga per ekor ternak sapi yang diterima rumahtangga di Bolaang Mongondow lebih rendah. Sebagian rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow juga menanggung biaya transpor pada saat menjual ternak di pelabuhan Boroko, dalam hal ini tidak dilakukan oleh rumahtangga di Minahasa. Biaya transpor pedagang yang datang ke rumah ditanggung rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa lebih kecil (15.59 persen) bila dibandingkan biaya transpor ke pasar blantik (84.41 persen). Hal ini disebabkan pedagang yang datang ke rumah petani adalah pedagang yang berdomisili di desa tersebut dan desa lain sekitar lokasi peternakan dan tidak menggunakan kendaraan. Sebaliknya, biaya transpor yang ditanggung rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow adalah biaya transpor pedagang yaitu sebesar 66.11 persen yang ditentukan pedagang. Pedagang tersebut menggunakan kendaraan dari tempat asal pedagang yaitu berasal dari kota Manado dan Minahasa. Biaya administrasi adalah biaya yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi pada saat ternaknya terjual. Biaya administrasi yang ditanggung
201
rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa yaitu masing-masing sebesar 1.57 persen dan 1.43 persen. Hal ini disebabkan rumahtangga di Bolaang Mongondow membayar administrasi di desa lebih besar yaitu sekitar Rp 10 000 sampai Rp 15 000 per ekor. Sedangkan rumahtangga di Minahasa membayar administrasi di pasar blantik sebesar Rp 10 000 per ekor. Di pasar blantik kabupaten Minahasa terdapat petugas dinas pasar dan dinas kehewanan, sehingga setiap terjadi transaksi maka rumahtangga langsung membayar biaya administrasi. Biaya transaksi tersebut sudah ditentukan oleh pemerintah. Berarti setiap terjadi transaksi ada kontrol dari pemerintah. Namun biaya administrasi tersebut belum sesuai PERDA. Biaya administrasi sesuai PERDA di Sulawesi Utara Rp 50 000 per ekor untuk pengeluaran ternak sapi potong. Biaya retribusi merupakan biaya yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi pada saat masuk di pasar blantik dan biaya retribusi yang dibayar ke desa. Besarnya biaya retribusi yang ditanggung rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih besar dibanding rumahtangga di Minahasa yaitu masingmasing sebesar 0.91 persen dan 0.28 persen. Hal ini disebabkan sebagian rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow membayar retribusi di desa yang ditentukan lebih tinggi yaitu sekitar Rp 5 000 sampai Rp 10 000 per ekor. Sedangkan rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa membayar retribusi di pasar blantik sekitar Rp 2 000 per ekor. Namun biaya retribusi tersebut belum sesuai PERDA. Biaya retribusi sesuai PERDA di Sulawesi Utara Rp 25000 per ekor untuk ternak sapi potong.
202
6.2. Biaya Transaksi dalam Usaha Jagung Biaya transaksi yang terjadi pada usaha jagung mulai pembelian input sampai pada distribusi produk jagung. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, biaya transaksi pada usaha jagung terdiri dari biaya transpor penjualan jagung, biaya transpor pembelian benih dan biaya transpor pembelian pupuk (Tabel 34).
Tabel 34. Rata-Rata Biaya Transaksi Usaha Jagung Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Jagung di Minahasa, Tahun 2006-2007 Komponen Biaya Transaksi 1. Biaya Transpor Penjualan Jagung 2. Biaya Transpor Pembelian Benih 3. Biaya Transpor Pembelian Pupuk Total
Biaya (Rp/Kg)
(%) 8.73 5.59 33.13
18.40 11.78 69.82
47.45
100.00
Tabel 34 menunjukkan biaya transpor pembelian pupuk merupakan biaya transaksi terbesar yaitu sekitar 69.82 persen dari total biaya transaksi per kg jagung. Kemudian diikuti dengan biaya transaksi penjualan jagung sekitar 18.40 persen dan yang terkecil adalah biaya pembelian benih sebesar 11.78 persen. Besarnya biaya transpor pembelian pupuk merupakan biaya terbesar disebabkan harga pupuk ditentukan oleh pedagang, selain itu pupuk diantar oleh pedagang sehingga harga pupuk ditambah dengan biaya transpor. Fenomena seperti dijelaskan di atas menunjukkan rumahtangga menghadapi struktur pasar tidak sempurna.
6.3. Biaya Transaksi dalam Usaha Kelapa Biaya transaksi yang terjadi pada usaha kelapa tidak seperti pada usaha jagung. Biaya transaksi pada usaha kelapa terdiri dari biaya transpor penjualan kopra dan biaya penyimpanan kopra (Tabel 35). Brithal et al. (2006) mengkuantitatifkan biaya transaksi
203
pada tingkat produsen termasuk biaya penyimpanan dan penurunan kualitas suatu produk. Biaya penyimpanan dihitung berdasarkan biaya kadar air kopra menurut istilah pedagang. Kopra yang kadar airnya tinggi berarti biayanya lebih tinggi lagi. Cara mengatasinya yaitu kopra disimpan atau dijemur.
Tabel 35. Rata-Rata Biaya Transaksi Usaha Kelapa Rumahtangga Petani Usaha Ternak Sapi-Kelapa di Bolaang Mongondow, Tahun 20062007 Komponen Biaya Transaksi 1. Biaya Transpor Penjualan Kopra 2. Biaya Penyimpanan Total
Biaya (Rp/Kg) 26.33 90.61 116.94
(%) 22.52 77.48 100.00
Tabel 35 menunjukkan bahwa biaya penyimpanan merupakan biaya terbesar yaitu 77.48 persen, kemudian diikuti biaya transpor penjualan kopra sebesar 22.52 persen per kg kopra. Walaupun biaya transpor lebih kecil dibanding biaya penyimpanan namun biaya tersebut dapat mempengaruhi penerimaan pada usaha kelapa. Harga penjualan kopra ditentukan oleh pedagang. Kemudian harga yang diterima rumahtangga adalah harga yang sudah dikurangi biaya penyimpanan dan biaya transpor penjualan kopra. Dalam hal ini rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow menghadapi struktur pasar tidak sempurna (imperfect competition) dalam penjualan kopra. 6.4. Efisiensi Usaha Efisiensi usaha dalam penelitian ini diukur berdasarkan usaha ternak sapi, usaha ternak sapi - jagung dan usaha ternak sapi - kelapa. Kriteria untuk melihat
204
efisiensi diantaranya rasio biaya transaksi/penerimaan, rasio biaya transaksi/biaya dan rasio biaya transaksi/pendapatan. Biaya transaksi dapat menentukan efisiensi usaha ternak sapi per kg ternak sapi, usaha ternak sapi - jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi - kelapa di Bolaang Mongondow (Tabel 36).
Tabel 36. Rasio Biaya Transaksi terhadap Penerimaan, Total Biaya dan Pendapatan pada Rumahtangga Petani Usaha Ternak SapiTanaman di Minahasa dan Bolaang Mongondow, Tahun 20062007 Uraian
Minahasa (Rp/Kg) Rasio
Bolaang Mongondow (Rp/Kg) Rasio
A. Ternak Sapi 1. Biaya Transaksi1 5 972.98 6 211.04 2. Penerimaan 1 35 000.00 0.17 35 000.00 0.18 1 3. Total Biaya 22 347.43 0.27 25 949.52 0.24 4. Pendapatan1 12 652.57 0.47 9 050.48 0.69 2 B. Usaha Sapi-Tanaman 1. Biaya Transaksi 6 020.43 6 327.98 2. Penerimaan3 79 368.67 0.08 274 801.75 0.02 3 3. Total Biaya 57 428.41 0.10 181 352.29 0.03 4. Pendapatan3 21 940.26 0.27 93 449.46 0.07 Keterangan: 1 = Dihitung untuk ternak sapi terjual 2 = Usaha ternak sapi-jagung di Minahasa; Usaha ternak sapi-kelapa di Bolaang Mongondow 3 = Termasuk penerimaan, biaya dan pendapatan yang diperhitungkan Biaya transaksi ternak sapi menunjukkan biaya yang ditanggung rumahtangga petani peternak sapi pada saat melakukan transaksi penjualan ternak sapi yang dihitung per kg ternak sapi. Penerimaan adalah harga yang diterima rumahtangga per kg ternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow. Total biaya adalah biaya ternak sapi terjual per kg yang dikeluarkan rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow, terdiri dari biaya rumput (Rp/kg), biaya tenaga kerja (Rp/kg), biaya obat (Rp/kg) dan biaya transaksi (Rp/kg). Sedangkan pendapatan
205
adalah penerimaan penjualan ternak sapi (Rp/kg) dikurangi total biaya ternak sapi terjual (Rp/kg). Tabel 36 menunjukkan bahwa rasio biaya transaksi dan penerimaan per kg ternak sapi hidup pada usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih kecil dibanding di Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.17 dan 0.18. Artinya dengan penerimaan usaha ternak sapi sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow masing-masing akan menanggung biaya transaksi sebesar Rp 0.17 dan Rp 0.18. Hasil ini lebih kecil dibanding hasil penelitian Anggraini untuk nelayan kincang (sebesar 0.24) (Anggraini, 2005). Rasio biaya transaksi dan total biaya ternak sapi per kg pada usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih besar dibanding rumahtangga di Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.27 dan 0.24. Artinya dengan total biaya ternak sapi per kg sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan di Bolaang Mongondow akan menanggung biaya transaksi masingmasing sebesar Rp 0.27 dan Rp 0.24. Nilai rasio biaya transaksi dan pendapatan per kg ternak sapi rumahtangga petani peternak di Minahasa lebih kecil dibanding Bolaang Mongondow yaitu masing-masing sebesar 0.47 dan 0.69. Artinya dengan pendapatan per kg ternak sapi sebesar Rp 1 maka rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa dan Bolaang Mongondow masing-masing akan menanggung biaya transaksi sebesar Rp 0.47 dan Rp 0.69. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa lebih efisien. Hal ini disebabkan kualitas ternak sapi untuk
206
jenis dan umur yang sama di Minahasa lebih baik. Selain itu, rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow tidak mempunyai informasi harga sehingga penerimaan per ekor ternak sapi lebih kecil disebabkan biaya transaksi yang ditanggung mereka lebih tinggi. Efisiensi dapat ditingkatkan bila informasi lebih baik. Rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow juga menanggung biaya transpor pedagang yang datang ke rumah peternak dan ditentukan oleh pedagang. Rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow menanggung biaya sarana produksi lebih besar yang disebabkan harga rumput lebih tinggi. Kondisi di atas akan berbeda apabila rasio biaya transaksi/penerimaan, biaya transaksi/biaya dan biaya transaksi/pendapatan dihitung berdasarkan integrasi usaha. Seperti terlihat pada Tabel 36, penerimaan, biaya dan pendapatan per kg usaha ternak sapi yang dihitung adalah penerimaan, biaya dan pendapatan yang dibayar dan diperhitungkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa integrasi usaha ternak sapi-jagung rumahtangga petani peternak sapi di Minahasa lebih efisien dibanding apabila usaha ternak sapi tanpa integrasi. Demikian pula integrasi usaha ternak sapi-kelapa rumahtangga petani peternak sapi di Bolaang Mongondow lebih efisien dibanding apabila usaha ternak sapi tanpa integrasi. Menurut Bamualim, et al (2004), keuntungan langsung integrasi usaha ternak sapi-tanaman pangan adalah peningkatan pendapatan dari penjualan ternak dan jagung. Sedangkan keuntungan tidak langsung adalah perbaikan kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang pada lahan sawah tadah hujan. Selanjutnya menurut Kariyasa dan Kasryno (2004) bahwa usaha ternak sapi akan efisien jika manajemen pemeliharaan diintegrasikan dengan tanaman
207
sebagai sumber pakan bagi ternak itu sendiri. Integrasi usaha ternak sapi-tanaman juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalkan biaya transaksi (Whinston, 2003 dan Williamson, 2008). Dalam hal ini dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan penyuluhan, agar rumahtangga petani peternak sapi mengembangkan pola usaha ternak sapi terintegrasi dengan tanaman. Perlu pembentukan kelompokkelompok usaha ternak sapi, sebagai salah satu upaya memperbaiki kelembagaan penjualan ternak sapi. Usaha ternak sapi dilakukan dengan berkelompok memiliki keuntungan diantaranya memperkuat posisi tawar petani dalam penjualan ternak (Fagi, et al. 2004; Fagi dan Kartaatmadja, 2004).