STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE ANGGOTA DAN NON ANGGOTA PRIMER KOPERASI PRODUSEN TEMPE TAHU INDONESIA KOTA BOGOR (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)
KURNIA SAFITRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahun Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Kurnia Safitri NIM H44110046
ABSTRAK KURNIA SAFITRI. Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN. Tempe merupakan pangan bernilai gizi tinggi yang digemari masyarakat Indonesia. Banyaknya usaha tempe di Kota Bogor membuat Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) Kota Bogor hadir untuk menghimpun serta membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe tahu beserta keluarganya. Tidak seluruh pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tergabung menjadi anggota dan penggunaan kedelai yang bervariasi dapat menyebabkan perbedaan struktur biaya, pendapatan, dan titik impas. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis struktur biaya, pendapatan, dan titik impas usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti pada tiap skala usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya terbesar adalah biaya bahan baku utama, yaitu kedelai, baik anggota maupun non anggota pada tiap skala usaha. Total biaya per kg tempe anggota lebih rendah dibanding non anggota. Total biaya per kg tempe terendah terdapat pada usaha tempe skala II. Pendapatan dan rasio R/C atas biaya total per kg tempe anggota lebih tinggi dibanding non anggota. Pendapatan dan rasio R/C atas biaya total per kg tempe tertinggi terdapat pada usaha tempe skala II. Usaha tempe yang paling efisien dari segi biaya dan pendapatan adalah usaha tempe pengrajin anggota pada skala II karena memiliki total biaya per kg tempe terendah yaitu Rp 7 367/hari/kg tempe serta pendapatan dan rasio R/C atas biaya total per kg tempe tertinggi yaitu Rp 1 489/hari/kg tempe dan 1.2. Usaha tempe anggota cenderung memiliki nilai BEP yang lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengrajin tempe disarankan untuk lebih meningkatkan peran aktif terhadap koperasi produsen seperti Primkopti Kota Bogor. Kata kunci: usaha tempe, skala usaha, struktur biaya, pendapatan, titik impas
ABSTRACT KURNIA SAFITRI. Cost Structure and Income of Tempe Business for Members and Non Members of Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Bogor City (Case Study of Kedung Badak, Tanah Sareal Sub-district, Bogor City). Supervised by UJANG SEHABUDIN. Tempe (soycake) is a food contained of high nutrition that favored by people in Indonesia. Numerous tempe producers in Bogor make Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) Kota Bogor comes for business coaching intended to maximize welfare of the producers. Membership is not universal among producers in Kelurahan Kedung Badak and the varying nature of soybean used by each producer affects the cost structure, income, and break-even point of the business. The purpose of this research is to analyze the cost structure, income, and break-even point of tempe business faced by both members and non members of the cooperative across every business scale. The results showed that soybean is the highest of cost components for both members and non members of the cooperative for every business scale. Total cost per kg of tempe faced by members is lower than total cost per kg faced by non members. The lowest total cost per kg is identified in business scale II. Income and R/C ratio of total cost faced by members were found to be higher than those of non members. Highest income and R/C ratio of total cost found in business scale II. Business scale II found to be the most cost-and-income efficient tempe business with lowest cost per kg Rp 7 367/day/kg, income 1 489/day/kg and, R/C ratio of total cost per kg 1.2. There is tendency that cooperative members face shorter BEP too. Result concluded tempe business willing to increase its active role within the cooperative (Primkopti Kota Bogor) will obtain benefit. Keywords: tempe business, business scale, cost structure, income, break-even point
STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA TEMPE ANGGOTA DAN NON ANGGOTA PRIMER KOPERASI PRODUSEN TEMPE TAHU INDONESIA KOTA BOGOR (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor)
KURNIA SAFITRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah ekonomi usaha dengan judul Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Kota Bogor (Studi Kasus Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor). Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada: 1. Ayahanda tercinta (H. Saifullah), Ibunda tercinta (Hafifa), Kakak tersayang (Nurbaity dan Hadana Izzaty), Asmawi, S.H, serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan doa kepada penulis. 2. Ir. Ujang Sehabudin, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, ilmu, dan dukungan dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A sebagai dosen penguji utama dan Osmaleli, S.E, M.Si sebagai dosen penguji perwakilan departemen yang telah memberikan ilmu, saran, dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 5. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) atas dukungan selama masa studi. 6. Kepala dan Sekretaris Primkopti Kota Bogor, Kepala dan Sekretaris Kelurahan Kedung Badak, serta seluruh responden pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak yang telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini. 7. Seluruh rekan ESL 48 atas kerjasama, bantuan, semangat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. 8. Saktyo Toerhutomo atas segala doa, dukungan, semangat, kritik, saran, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai. 9. Sahabat (Sahabat SMA, Widya, Fara, Sintya, Arizca, Astari, Rani, Vyatra, Deanty, Susilo, Nindya, Fuji, dan Ricka) serta teman satu bimbingan (Deni, Dyah, Inggit, Novia, Sara, Eka, Adilla, Agustin, Sri, dan Rendy) atas dukungan, bantuan, dan semangat yang diberikan kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2015
Kurnia Safitri
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv I.
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 6 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 11 2.1. Karakteristik Kedelai dan Tempe ...................................................... 11 2.2. Usaha Pembuatan Tempe ................................................................... 13 2.3. Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pembuatan Tempe ................ 15 2.4. Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) ........ 15 2.5. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 23 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 23 3.1.1. Analisis Struktur Biaya Usaha .................................................. 23 3.1.2. Analisis Pendapatan Usaha........................................................ 25 3.1.3. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Usaha ..................... 26 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... 28 IV. METODE PENELITIAN .......................................................................... 31 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 31 4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 31 4.3. Metode Pengambilan Sampel............................................................. 32 4.4. Analisis Data ...................................................................................... 33 4.4.1. Analisis Struktur Biaya .............................................................. 34 4.4.2. Analisis Pendapatan ................................................................... 35 4.4.3. Analisis Rasio R/C ..................................................................... 36 4.4.4. Analisis Titik Impas (Break Even Point) ................................. 37 4.4.5. Uji Beda Total Biaya, Pendapatan, Rasio R/C, dan BEP Berdasarkan Keanggotaan ........................................................ 38 4.4.6. Uji Beda Total Biaya, Pendapatan, Rasio R/C, dan BEP Berdasarkan Skala Usaha .......................................................... 39 4.5. Definisi Operasional .......................................................................... 40 V.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN ...................................................... 41 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 41 5.1.1. Sumberdaya Alam ...................................................................... 41 5.1.2. Sumberdaya Manusia ................................................................. 41 5.2. Gambaran Umum Responden ............................................................ 42 5.2.1. Karakteristik Umum Responden Pengrajin Tempe ................ 42
5.2.2.
Karakteristik Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Pengrajin Tempe Terhadap Primkopti Kota Bogor dan Skala Usaha ................................................................................. 46 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 55 6.1. Analisis Struktur Biaya Usaha Tempe............................................... 55 6.1.1. Analisis Struktur Biaya Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha ....................................................... 57 6.1.2. Uji Beda Terhadap Struktur Biaya Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha ........ 61 6.2. Analisis Pendapatan Usaha Tempe.................................................... 63 6.2.1. Analisis Pendapatan Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha.......................................................................... 64 6.2.2. Uji Beda Terhadap Pendapatan dan Rasio R/C Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha ............................................................................................ 67 6.3. Analisis Titik Impas (Break Even Point, BEP) Usaha Tempe .......... 71 6.3.1. Analisis Titik Impas (Break Even Point, BEP) Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha ........ 71 6.3.2. Uji Beda Terhadap Titik Impas (BEP) Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha ........ 72 VII. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 77 7.1. Simpulan ............................................................................................ 77 7.2. Saran .................................................................................................. 78 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79 LAMPIRAN ......................................................................................................... 81 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 129
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.1
Perkembangan Penyediaan dan Penggunaan Kedelai di Indonesia Tahun 20102013 ....................................................................................................... 2
1.2
Perkembangan Konsumsi Bahan Makanan Berbahan Baku Kedelai di Rumah Tangga di Indonesia Tahun 20022013 (Kg/Kapita/Tahun) .............. 3
1.3
Jumlah Pengrajin Tempe dan Tahu Anggota dan Non Anggota Primkopti Kota Bogor per Desember 2014 ...................................................................... 5
2.1
Komposisi Zat Gizi Kedelai dan Tempe dalam 100 gram Bahan Kering ..... 12
2.2
Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 19
4.1
Pembagian Tiga Skala Usaha Tempe dan Jumlah Sampel yang Diambil Untuk Pengrajin Anggota dan Non Anggota Pada Masing-Masing Skala Usaha ............................................................................................................. 32
4.2
Matriks Metode Analisis Data ....................................................................... 33
4.3
Metode Perhitungan Struktur Biaya Berdasarkan Biaya Tetap dan Biaya Variabel (Rp/Hari/Kg Tempe)....................................................................... 34
4.4
Metode Perhitungan Struktur Biaya Biaya Berdasarkan Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe) ...................................................... 35
4.5
Metode Perhitungan Pendapatan dan Rasio R/C Harian Usaha Tempe ........ 37
5.1
Jumlah Penduduk Kelurahan Kedung Badak Menurut Kelompok Usia Tahun 2015 .................................................................................................... 42
5.2
Karakteristik Umum Responden Pengrajin Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................................................................................................... 43
5.3
Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Jumlah/Satuan/Hari) ................................................................ 49
5.4
Rata-Rata Berat dan Jumlah Kemasan Tempe yang Dihasilkan Pada Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Per Hari) ............. 52
5.5
Rata-Rata Input Kedelai, Produksi Tempe, dan Produktivitas Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................................................................................................... 53
6.1
Rincian Biaya Pada Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............................................................................................................... 55
6.2
Struktur Biaya Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Rp/Hari) ................ 58
6.3
Struktur Biaya Usaha Tempe per Unit Output Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Rp/Kg Tempe).............................................................................................. 59
xv
6.4
Hasil Uji Beda Total Biaya Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............... 61
6.5
Hasil Uji Beda Total Biaya Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ........................................... 62
6.6
Rata-Rata Pendapatan dan Rasio R/C Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................................................................................................... 65
6.7
Hasil Uji Beda Pendapatan dan Rasio R/C Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015................................................................................................................ 68
6.8
Hasil Uji Beda Pendapatan Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...... 69
6.9
Hasil Uji Beda Rasio R/C Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................. 70
6.10 Nilai Titik Impas Rata-Rata Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ......... 72 6.11 Hasil Uji Beda Titik Impas (BEP) Usaha Tempe Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ..................................... 73 6.12 Hasil Uji Beda BEP Unit Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ........................................... 74 6.13 Hasil Uji Beda BEP Rupiah Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ........................................... 75
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
3.1
Kurva Titik Impas (BEP) ............................................................................. 27
3.2
Skema Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 30
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1
Kuesioner Penelitian .................................................................................... 83
2
Komponen Biaya Penyusutan Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Rp/Hari/Orang) ........................................................... 89
3
Komponen Biaya Tetap Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................................................................................................. 93
4
Komponen Biaya Variabel Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .................................................................................................. 97
xvi
5
Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai Usaha Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ........................................................................ 101
6
Komponen Penerimaan dari Penjualan Tempe di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...................................................................................... 105
7
Hasil Uji Beda Total Biaya Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............ 109
8
Hasil Uji Beda Total Biaya per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............ 109
9
Hasil Uji Beda Total Biaya per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Non Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .... 110
10
Hasil Uji Beda Total Biaya Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ....................................... 111
11
Hasil Uji Beda Pendapatan Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................................................................................. 112
12
Hasil Uji Beda Rasio R/C Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................................................................................. 113
13
Hasil Uji Beda Pendapatan Atas Biaya Total per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................................................................................. 113
14
Hasil Uji Beda Pendapatan Atas Biaya Total per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Non Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...................................................................................... 114
15
Hasil Uji Beda Pendapatan Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .. 115
16
Hasil Uji Beda Rasio R/C Atas Biaya Total per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................................................................................. 116
17
Hasil Uji Beda Rasio R/C Atas Biaya Total per Kg Output Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Non Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...................................................................................... 117
18
Hasil Uji Beda Rasio R/C Atas Biaya Total Usaha Tempe per Kg Output Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 .. 118
19
Hasil Uji Beda BEP Unit Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............ 119
20
Hasil Uji Beda BEP Rupiah Usaha Tempe per Kg Output Menurut Keanggotaan Pengrajin di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ............ 120
21
Hasil Uji Beda BEP Unit Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................... 120
xvii
22
Hasil Uji Beda BEP Unit Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Non Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................... 121
23
Hasil Uji Beda BEP Unit Usaha Tempe Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...................................................... 122
24
Hasil Uji Beda BEP Rupiah Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ................................... 123
25
Hasil Uji Beda BEP Rupiah Menurut Skala Usaha pada Usaha Tempe Non Anggota di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ........................... 124
26
Hasil Uji Beda BEP Rupiah Usaha Tempe Menurut Skala Usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 ...................................................... 125
27
Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 126
I. 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pertanian memiliki peran yang sangat penting guna menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan berkelanjutan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menghasilkan bahan pangan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Ketersediaan pangan yang cukup dan bernilai gizi tinggi sangat diperlukan dalam menunjang kesehatan bagi masyarakat sebagai aktor pembangunan. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan adalah segala sesuatu yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air. Pangan juga meliputi bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Salah satu subsektor pertanian yang menghasilkan pangan bergizi tinggi adalah subsektor tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan produk pertanian yang strategis dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Indonesia. Komoditas yang termasuk ke dalam tanaman pangan adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Kedelai merupakan komoditas pertanian strategis dalam tanaman pangan selain padi dan jagung. Kedelai juga merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Selain sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi, Kementerian Pertanian menggolongkan penggunaan kedelai untuk pakan, bibit, diolah untuk bukan makanan, dan tercecer. Penyediaan kedelai belum dipenuhi seluruhnya dari produksi dalam negeri sehingga impor kedelai masih diperlukan karena tingginya penggunaan dari pada produksi. Data penyediaan dan penggunaan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.1. Penyediaan kedelai diperoleh dari produksi kedelai dalam negeri ditambah impor, dikurangi ekspor, dan dikurangi perubahan stok. Impor memiliki proporsi terbesar dalam penyediaan kedelai di Indonesia dari tahun 20102013.
2
Tabel 1.1 Perkembangan penyediaan dan penggunaan kedelai di Indonesia tahun 20102013 No.
Uraian
A.
Penyediaan (000 ton) 1. Produksi i. Masukan ii. Keluaran 2. Impor 3. Ekspor 4. Perubahan Stok B. Penggunaan (000 ton) 1. Pakan 2. Bibit 3. Diolah untuk: i. Makanan ii. Bukan Makanan 4. Tercecer 5. Bahan Makanan Keterangan: *) Angka Sementara Sumber: Kementerian Pertanian, 2014
2010 2 652
Tahun 2011 2 944
2012 2 764
2013*) 1 887
907 1 745 0.4 2 652 9 39
851 2 093 1 2 944 10 36
843 1 923 2 2 764 9 34
780 1 108 1 1 887 6 23
113 133 2 358
111 147 2 640
141 138 2 442
100 94 1 663
Berdasarkan Tabel 1.1, pada tahun 20102013 rata-rata lebih dari 65 persen total penyediaan kedelai dipenuhi dari impor. Pada tahun 2010, total penyediaan kedelai mencapai 2 652 ribu ton dan berfluktuasi namun cenderung menurun hingga menjadi 1 887 ribu ton pada tahun 2013 atau turun sebesar 6.71 persen. Meskipun penyediaan kedelai cenderung menurun namun proporsi impor tetap tinggi dalam penyediaan tersebut menunjukkan tingginya penggunaan kedelai. Penggunaan kedelai untuk pakan, yang tercecer, bibit, dan yang terserap ke industri bukan makanan dari tahun ke tahun dalam kuantitas yang relatif kecil, sehingga kuantitas yang cukup besar digunakan untuk bahan makanan dari tahun 20102013. Penggunaan kedelai untuk bahan makanan secara rata-rata lebih dari 88 persen. Tingginya impor kedelai disebabkan kapasitas produksi nasional yang belum mencukupi dan tingginya konsumsi produk industri rumahan olahan kedelai seperti tahu dan/atau tempe. Terdapat berbagai macam olahan kedelai seperti tauco, oncom, dan kecap selain tempe dan tahu. Perkembangan konsumsi bahan makanan berbahan baku kedelai di rumah tangga di Indonesia tahun 20022013 dapat dilihat pada Tabel 1.2.
3
Tabel 1.2 Perkembangan konsumsi bahan makanan berbahan baku kedelai di rumah tangga di Indonesia tahun 20022013 (kg/kapita/tahun) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-Rata
Kedelai Segar
Tahu
Tempe
Tauco
Oncom
Kecap
0.1043 0.0521 0.0521 0.0521 0.0521 0.1043 0.0521 0.0521 0.0521 0.0521 0.0521 0.0521
7.7171 7.4564 6.7264 6.8829 7.1957 8.4993 7.1436 7.0393 6.9871 7.4043 6.9871 7.0393
8.2907 8.2386 7.3000 7.5607 8.7079 7.9779 7.2479 7.0393 6.9350 7.3000 7.0914 7.0914
0.0365 0.0365 0.0365 0.0469 0.0469 0.0313 0.0209 0.0209 0.0209 0.0313 0.0261 0.0261
0.1043 0.0782 0.0730 0.1095 0.0834 0.1095 0.1043 0.0626 0.0469 0.0730 0.0626 0.0574
0.6059 0.5694 0.5694 0.6643 0.7008 0.6789 0.6497 0.6205 0.6643 0.6716 0.5694 0.6205
0.0608
7.2565
7.5651
0.0322
0.0804
0.6321
Sumber: Kementerian Pertanian, 2014
Berdasarkan Tabel 1.2, besarnya konsumsi kedelai segar di rumah tangga di Indonesia selama tahun 20022013 sangat rendah dan relatif stabil, yaitu ratarata sebesar 0.06 kg/kapita/tahun. Tempe dan tahu adalah olahan utama dari kedelai. Besarnya konsumsi tempe dan tahu ini jauh berada di atas konsumsi kedelai segar pada periode yang sama. Tahun 20022013 rata-rata konsumsi tempe sebesar 7.57 kg/kapita/tahun lebih tinggi dibanding rata-rata konsumsi tahu sebesar 7.26 kg/kapita/tahun. Konsumsi per kapita tauco, oncom, dan kecap jauh berada di bawah konsumsi tempe dan tahu. Selama periode tahun 2002–2013, rata-rata konsumsi tauco sebesar 0.032 kg/kapita/tahun, oncom sebesar 0.08 kg/kapita/tahun, dan kecap sebesar 0.63 kg/kapita/tahun. Tempe adalah produk kedelai yang paling dikenal oleh masyarakat. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 persen konsumsi kedelai Indonesia dalam bentuk tempe, 40 persen dalam bentuk tahu, dan 10 persen dalam bentuk produk lain (tauco, kecap, dll.) (Kementerian Pertanian, 2013). Tingginya konsumsi tempe tersebut menunjukkan bahwa banyak terdapat usaha pembuatan tempe di Indonesia. Usaha pembuatan tempe di Indonesia mencapai sekitar 81 000 usaha yang memproduksi 2.4 juta ton tempe per tahun pada tahun 2012. Usaha pembuatan tempe ini menghasilkan sekitar Rp 37 Triliun nilai tambah. Usaha pembuatan tempe cukup memberi nilai bagi perekonomian rakyat (Badan Standardisasi
4
Nasional, 2012). Umumnya usaha pembuatan tempe di Indonesia dalam skala usaha rumah tangga, yaitu sebagai pengrajin tempe. Pengrajin tempe tersebar di seluruh kota di Indonesia. Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia atau yang disingkat dengan nama Primkopti merupakan koperasi yang menghimpun dan membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe tahu beserta keluarganya. Tingginya konsumsi tempe tahu menjadi menu makanan sehari-hari seluruh lapisan masyarakat, khususnya tempe, maka usaha pembuatan tempe pun merambah dengan jumlah yang cukup banyak tersebar di pelosok kota dan pedesaan. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang cukup banyak memiliki pengrajin tempe pada rumah tangga. Oleh karena itu, di Kota Bogor juga terdapat Primkopti Kota Bogor yang mewadahi para pengrajin tempe tahu di Kota Bogor. Data yang dimiliki Primkopti Kota Bogor hingga Desember 2014 jumlah pengrajin tempe dan tahu di Kota Bogor berjumlah 455 pengrajin. Dari total pengrajin tersebut, sebanyak 409 pengrajin (89.89 persen) merupakan pengrajin tempe dan sisanya sebanyak 46 pengrajin (10.11 persen) merupakan pengrajin tahu. Di Kota Bogor pengrajin tempe lebih banyak dibanding pengrajin tahu. Hal tersebut dikarenakan usaha pembuatan tahu membutuhkan modal yang lebih besar dan di Kota Bogor tidak terdapat lahan yang cukup untuk mengelola limbah dari pembuatan tahu. Tidak semua pengrajin tempe tergabung menjadi anggota Primkopti Kota Bogor. Sebagian besar pengrajin tempe masih belum tergabung menjadi anggota Primkopti. Sebagian pengrajin tempe masih merupakan non anggota Primkopti Kota Bogor, padahal peran dari Primkopti Kota Bogor ini adalah untuk menyejahterakan pengrajin tempe dan tahu beserta keluarganya di Kota Bogor. Jumlah pengrajin tempe yang cukup banyak di Kota Bogor, maka kebutuhan akan kedelai untuk menghasilkan tempe pun tinggi. Para pengrajin harus membeli kedelai dari toko di pasar bebas dengan harga yang tidak terkendali. Oleh karena itu, Primkopti khususnya Primkopti Kota Bogor menyediakan kedelai dengan harga yang terkendali. Primkopti Kota Bogor seperti koperasi pada umumnya juga terdapat fasilitas simpan pinjam dan Sisa Hasil
5
Usaha (SHU) yang dapat dinikmati oleh para pengrajin yang dapat memengaruhi biaya dan pendapatan serta kesejahteraan para pengrajin. Besarnya jumlah pengrajin tempe dan tahu anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Jumlah pengrajin tempe dan tahu anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor per Desember 2014 Pengrajin
Tempe
Share (%)
Anggota 90 Non Anggota 319 Total 409 Sumber: Primkopti Kota Bogor, 20151
22 78 100
Tahu 40 6 46
Share (%)
Total
Share (%)
86.96 13.04 100
130 325 455
28.57 71.43 100
Berdasarkan Tabel 1.3, jumlah pengrajin non anggota Primkopti Kota Bogor, yaitu sebanyak 325 pengrajin (71.43 persen) dibandingkan dengan pengrajin anggota, yaitu sebanyak 130 pengrajin (28.57 persen). Jumlah pengrajin tempe anggota Primkopti Kota Bogor sebanyak 90 pengrajin (22 persen) dan mayoritas sebagai pengrajin non anggota sebanyak 319 pengrajin (78 persen). Sementara untuk tahu, jumlah pengrajin anggota Primkopti lebih banyak dibanding pengrajin non anggota, yaitu sebanyak 40 pengrajin (86.96 persen) dan 6 pengrajin (13.04 persen). Jumlah pengrajin tempe di Kota Bogor tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan. Jumlah pengrajin tempe cukup banyak terdapat di Kecamatan Tanah Sareal, maka terbentuk suatu kelompok pengrajin tempe yang dibentuk sebagai sarana untuk meningkatkan rasa kekeluargaan antar sesama pengrajin. Kelompok tersebut bernama Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor yang terdiri dari para pengrajin yang terdapat di Kecamatan Tanah Sareal dan paling banyak adalah pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak. Menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015, jumlah pengrajin tempe hingga saat ini paling banyak berada di Kelurahan Kedung Badak yaitu berjumlah 127 pengrajin tempe (31.05 persen) dibanding Kelurahan Tegal Lega 46 pengrajin tempe (11.25 persen), Kelurahan Cilendek Barat 33 pengrajin tempe (8.07 persen), Kelurahan Mulya Harja 28 pengrajin tempe (6.85 persen), dan Kelurahan Kebon Pedes 26 pengrajin tempe (6.36 persen).
1
Hasil Wawancara dengan Sekretaris Primkopti Kota Bogor [4 Februari 2015].
6
Kelurahan Kedung Badak merupakan salah satu dari 68 kelurahan yang terdapat di Kota Bogor. Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak yang berjumlah 127 pengrajin tersebut menunjukkan bahwa dalam satu dari kelurahan saja, yaitu Kelurahan Kedung Badak, sudah mencakup 31.05 persen dari total pengrajin tempe di Kota Bogor tersebar di 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Potensi inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak karena dianggap mewakili keragaan usaha tempe yang ada di Kota Bogor. Adanya perbedaan karakteristik pengrajin usaha tempe berdasarkan status keanggotaan Primkopti Kota Bogor dan bervariasinya penggunaan kedelai per hari antar pengrajin di Kelurahan Kedung Badak yang dapat menimbulkan perbedaan struktur biaya dan pendapatan usaha tempe, maka perlu dilakukan penelitian mengenai struktur biaya dan pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak.
1.2.
Perumusan Masalah
Tempe menjadi makanan sehari-hari untuk semua kalangan masyarakat Indonesia karena mengandung sumber utama protein nabati, sehingga keberadaan usaha pembuatan tempe tersebar di seluruh kota dan pedesaan. Usaha pembuatan tempe umumnya dilakukan oleh perorangan rumah tangga, yang disebut sebagai pengrajin tempe. Oleh karena banyaknya pengrajin tempe di Kota Bogor, Primkopti juga hadir di Kota Bogor dengan tujuan menjadi wadah untuk menghimpun dan membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe tahu beserta keluarganya. Kelembagaan seperti koperasi memiliki peran yang penting dalam pengembangan usaha rumah tangga yang dijalani. Peran tersebut yaitu menjembatani akses pelaku usaha terhadap pembiayaan, bantuan teknis, dan pasar. Keberadaan Primkopti Kota Bogor ini belum dimanfaatkan oleh para pengrajin tempe sepenuhnya. Masih banyak pengrajin tempe yang belum tergabung menjadi anggota Primkopti Kota Bogor. Penyebab masih banyaknya pengrajin tempe yang belum tergabung sebagai anggota Primkopti Kota Bogor karena kesadaran para pengrajin tempe non anggota yang masih rendah.
7
Para pengrajin anggota mendapatkan bahan baku utama pembuatan tempe yaitu kedelai dari Primkopti Kota Bogor. Selain itu, para pengrajin tempe anggota juga dapat melakukan simpan pinjam di Primkopti Kota Bogor. Mereka dapat melakukan simpanan yang dapat diambil ketika membutuhkannya atau untuk tambahan biaya produksi dan mendapat SHU setiap tahun yang juga dapat digunakan untuk menambah biaya produksi dan menambah pendapatan. Selain simpanan mereka juga dapat melakukan pinjaman dengan bunga yang tidak terlalu tinggi dan masih bersahabat dengan para pengrajin tempe. Jika terdapat subsidi kedelai dari pemerintah melalui Primkopti, maka pengrajin tempe anggota dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi. Sementara para pengrajin non anggota masih belum memanfaatkan fasilitas Primkopti Kota Bogor masih mencari sendiri kedelai di pasar bebas, sehingga tidak se-mudah dan se-murah para pengrajin anggota dalam mendapatkan kedelai. Tidak sedikit para pengrajin non anggota terjerat utang piutang dengan lembaga keuangan non formal seperti rentenir dengan bunga pengembalian yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan biaya produksi yang tinggi. Perbedaan pengrajin anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor tersebut dapat menimbulkan perbedaan struktur biaya produksi, sehingga dapat menimbulkan perbedaan juga pada pendapatan yang diterima dan titik impas (BEP) atau minimal yang harus diproduksi atau dijual dari usaha pembuatan tempe yang dijalani. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang mengkaji struktur biaya, pendapatan, dan bagaimana titik impas (BEP) dari usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang dibedakan berdasarkan skala usaha yang dilihat dari jumlah kebutuhan kedelai per hari. Hal tersebut dikarenakan skala usaha yang berbeda juga akan mengakibatkan struktur biaya, pendapatan, dan titik impas (BEP) yang berbeda-beda. Nantinya dapat ditentukan mana skala usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang efisien sehingga dapat dijadikan masukkan saran untuk dapat meningkatkan pendapatan. Skala usaha tempe yang efisien dilihat dari nilai rasio R/C yang terbesar. Tipe usaha pada setiap skala usaha dan pada setiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain. Terdapat perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki oleh usaha yang bersangkutan. Usaha pada skala usaha yang besar umumnya memiliki modal
8
yang besar, teknologi tinggi, dan bersifat komersial, sementara usaha skala kecil umumnya memiliki modal kecil, teknologi tradisional, serta bersifat usaha sederhana, subsisten, dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Pengkajian mengenai struktur biaya, pendapatan, dan titik impas (BEP) ini dapat dilakukan pada usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang terdapat di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Pasalnya, Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal merupakan kelurahan yang terdapat pengrajin tempe yang cukup banyak di Kota Bogor. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana struktur biaya usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha?
2.
Bagaimana pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha?
3.
Bagaimana titik impas (break even point) usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Menganalisis struktur biaya usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masingmasing skala usaha.
2.
Menganalisis pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha.
9
3.
Menganalisis titik impas (break even point) usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak menurut masing-masing skala usaha.
1.4.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini diharapkan dapat menjawab, memberikan informasi, dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain: 1.
Bagi pengrajin tempe anggota maupun non anggota Primkopti Kota Bogor sebagai informasi apakah usaha ini mampu memberikan pendapatan besar terkait skala usaha yang dijalankan serta sebagai masukan agar dapat menentukan pemilihan skala usaha mana yang lebih menguntungkan.
2.
Bagi masyarakat yang ingin mendirikan usaha pembuatan tempe sebagai informasi bagaimana usaha sebaiknya usaha tempe yang akan dijalankan agar efisien dan menguntungkan.
3.
Bagi pemerintah setempat sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan untuk pengembangan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor agar usaha rumah tangga ini dapat bertahan dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan hidupnya.
4.
Bagi peneliti sebagai penerarapan ilmu dan teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan yang terjadi di masyarakat serta dapat memberikan alternatif pemecahannya.
5.
Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1.
Analisis struktur biaya dan pendapatan usaha tempe dilakukan pada periode produksi terakhir yang dilakukan pengrajin tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.
10
2.
Skala usaha tempe dibagi berdasarkan jumlah kebutuhan kedelai per proses produksi yang dilakukan setiap hari oleh pengrajin karena mampu mencerminkan produksi, produktivitas, biaya produksi, pendapatan, dan titik impas (BEP) dari usaha pembuatan tempe yang dijalankan.
3.
Struktur biaya yang dikaji meliputi biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan tidak tunai. Pendapatan usaha tempe dalam penelitian ini menggunakan biaya tunai dan tidak tunai, serta titik impas (BEP) menggunakan biaya tetap dan biaya variabel.
11
II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Kedelai dan Tempe
Sejak zaman Kerajaan Demak beberapa pedagang Cina melakukan perdagangan di pesisir Pulau Jawa dan meminta kepada para petani setempat untuk menanam dan mengusahakan kedelai di sawah dan ladang mereka. Sejak itu kedelai menjadi tanaman pangan yang cukup populer di Indonesia. Oleh orang Belanda, kedelai banyak dibawa ke negerinya dan diberi nama latin Cadelium. Oleh para taksonomis lainnya, kedelai diberi nama Soja max, Glycine max, dan Glycine soja (Cahyadi, 2007). Dunia internasional lebih mengenal soy atau soybean atau soya.Kedelai termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, famili Fabaceae, genus Glycine, dan spesies Glycine max (L) Merill (Warisno dan Dahana, 2010). Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, yaitu diperlukan kedelai dalam jumlah yang kecil untuk memperoleh jumlah protein yang cukup. Nilai protein kedelai jika difermentasi dan dimasak akan memiliki mutu yang lebih baik dari jenis kacang-kacangan lain (Cahyadi, 2007). Kedelai memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu rata-rata 35 persen atau 4044 persen pada varietas unggul, lemak sekitar 1820 persen, 85 persen di antaranya merupakan asam lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan, vitamin (terutama vitamin A, B kompleks, dan E), serta mineral (kasium, fosfor, dan zat besi) (Astawan, 2009). Warisno dan Dahana (2010) mengelompokkan manfaat kedelai menjadi tiga aspek, Aspek ekonomi yaitu dapat menghasilkan pendapatan dari proses budi daya hingga pengolahan kedelai. Aspek lingkungan dan argoekosistem yaitu tanaman kedelai dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan cara bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen di dalam tanah. Gizi yang terkandung dalam kedelai sangat tinggi, terutama protein, karbohidrat, dan lemak, sehingga dalam aspek gizi dan kesehatan memiliki manfaat dalam menyediakan energi bagi tubuh, menurunkan kolesterol jahat, mencegah penyakit jantung koroner, obesitas, darah tinggi, serta penyakit kanker. Selain kaya akan kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh, kedelai juga mengandung senyawa pengganggu dan senyawa antigizi, namun senyawa pengganggu dan antigizi tersebut dapat dihilangkan dengan cara
12
mengolah kedelai melalui pemanasan atau fermentasi. Pengolahan kedelai dengan proses fermentasi di antaranya tempe, kecap, dan tauco. Tempe merupakan salah satu olahan kedelai yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Selain rasanya enak dan harganya lebih murah dari sumber protein asal hewani (daging, susu, dan telur), kandungan gizinya juga tinggi. Kandungan gizi tempe lebih baik dibandingkan dengan kedelai. Hal tersebut dikarenakan proses fermentasi dengan ragi atau kapang golongan Rhizopus yang menyebabkan gizi dalam kedelai yang awalnya tidak dapat diurai dan diserap menjadi dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Berikut ini adalah perbandingan komposisi zat gizi kedelai dan tempe yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering Zat Gizi Abu Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Riboflavin Niasin Asam Pantotenat Piridoksin Vitamin B12 Biotin Asam Amino Esensial Sumber: Astawan, 2009
Satuan g g g g g mg mg mg mg mg mg mkg mkg mkg mkg g
Kedelai
Tempe 6.1 46.2 19.1 28.2 3.7 254 781 11 0.48 0.15 0.67 430 180 0.2 35 17.7
3.6 46.5 19.7 30.2 7.2 347 724 9 0.28 0.65 2.52 520 100 3.9 53 18.9
Berdasarkan Tabel 2.1, sebagian besar kandungan gizi yang terkandung dalam kedelai meningkat setelah diolah menjadi tempe dengan proses fermentasi. Hanya beberapa kandungan gizi yang menurun dan penurunannya tidak terlalu besar, di antaranya abu menurun sebesar 2.5 g (41 persen), fosfor 57 mg (7 persen), besi 2 mg (18 persen), vitamin B1 0.2 mg (42 persen), piridoksin 80 mkg (44 persen), dan sisanya mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada vitamin B12 yaitu hingga 19 kali lipat dari sebelumnya. Astawan (2009) juga menyebutkan bahwa tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin B12 yang potensial dari bahan pangan nabati. Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani, tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian. Oleh karena itu,
13
tempe sebagai sumber protein nabati setara dengan sumber protein hewani dan dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti protein hewani. Tempe sebagai sumber protein dan mengandung zat besi yang diperlukan dalam pembentukan kadar hemoglobin (Astuti, Aminah, dan Syamsianah, 2014). Oleh karena itu, jika tempe dikonsumsi secara teratur, maka seseorang dapat terhindar dari anemia akibat kekurangan zat besi, mencegah terbentuknya radikal bebas dan proses penuaan secara dini karena terdapat kandungan antioksidan, serta serat pada tempe dapat mencegah penyakit-penyakit saluran pencernaan.
2.2.
Usaha Pembuatan Tempe
Berbagai macam olahan kedelai, terutama tempe, kini sudah banyak tersedia, baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Hotel/restoran juga telah menyajikan tempe sebagai salah satu menu utama. Tempe sudah banyak diolah menjadi makanan cepat saji seperti burger tempe dan camilan seperti keripik tempe. Banyaknya olahan tempe tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat Indonesia yang bergelut di bidang usaha pembuatan tempe. Pembuatan tempe tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di rumah tangga, sehingga usaha pembuatan tempe banyak dilakukan dengan skala kecil atau rumah tangga. Usaha kecil di Indonesia berkembang karena adanya latar belakang ekonomi yang menjadi alasan utama dalam melakukan usaha, yaitu untuk memperoleh perbaikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Selain itu juga karena melihat prospek usaha ke depan dengan adanya peluang usaha dan pangsa pasar yang aman dengan kendala modal yang terbatas. Beberapa pengusaha kecil berusaha dengan alasan utamanya karena faktor keturunan/warisan, dibekali keahlian, dan membuka lapangan kerja baru bagi warga setempat (Tambunan, 2009). Tempe yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri berwarna putih bersih dan merata pada permukaannya, struktur yang homogen dan kompak, serta memiliki rasa, bau, dan aroma khas tempe. Sementara tempe yang berkualitas buruk memiliki ciri-ciri permukaan basah, struktur tidak kompak, terdapat bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol, serta beracun. Menurut Warisno dan Dahana
14
(2010) cara pembuatan tempe untuk menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik sebagai berikut: 1.
Perebusan dan perendaman Rebus kedelai hingga mendidih. Setelah mendidih, angkat kedelai dan rendam dalam air bersih hingga air menjadi berlendir. Buang air rendaman dan cuci kedelai hingga bersih dan lendirnya hilang.
2.
Pembelahan biji dan pembuangan kulit Biji kedelai dimasukkan ke dalam karung goni lalu injak-injak hingga biji kedelai terbelah. Selain itu dapat juga dilakukan dengan mesin pembelah biji. Tahap selanjutnya rendam biji kedelai di dalam air sambil diremas hingga kulit terlepas, buang kulit biji kedelai tersebut.
3.
Pencucian dan perebusan biji tanpa kulit Cuci biji yang telah terlepas dari kulitnya hingga bersih, lalu rebus kembali biji kedelai hingga lunak atau selama 2030 menit.
4.
Pemberian ragi tempe (inokulasi) dengan cara menaburkan ragi tempe. Jumlah ragi yang digunakan tergantung pada jenis ragi yang digunakan.
5.
Pembungkusan biji kedelai dengan plastik atau daun pisang. Masingmasing pengrajin biasanya memiliki cara membungkus yang berbeda-beda dengan berbagai ukuran.
6.
Fermentasi dilakukan dengan meletakkan bakal tempe di rak kayu atau bambu selama 1.52 hari. Salah satu faktor pendukung berhasilnya suatu usaha kecil atau rumah
tangga dalam pembuatan tempe adalah pemasaran yang dilaksanakan dengan baik. Pemasaran yang baik akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh. Pemasaran yang baik dan efisien terjadi apabila tepat guna, waktu, bentuk, dan kepemilikan, serta biaya pemasaran yang rendah (Ramadhani, 2012). Menurut Sarwono (2002), dalam hal pemasaran, usaha tempe pada skala kecil atau rumah tangga memungkinkan terjadinya pemasaran secara langsung. Pasalnya usaha ini berada di sekitar lingkungan warga sehingga warga dapat membeli tempe langsung ke tempat pengrajin atau pengrajin dapat menjualnya dari rumah ke rumah dengan sepeda/sepeda motor. Selain itu, pengrajin dapat langsung menjualnya ke pasar tradisional ke para pedagang pengecer atau
15
membuka kios sendiri. Pengrajin juga dapat menjalin kerja sama dengan warung yang ada di sekitar tempat produksi.
2.3.
Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pembuatan Tempe
Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tempe umumnya meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya bangunan, drum besi, drum plastik, ember, alat pengupas kulit kedelai, bak air, tampah, pompa air listrik, sumur pantek atau sumur bor, dan kompor gas, serta biaya penyusutan peralatan yang termasuk dalam biaya tetap. Sementara biaya variabel terdiri dari kedelai sebagai bahan baku utama, ragi tempe, plastik, daun pisang, tabung gas, tenaga kerja, dan listrik. Penerimaan dari produksi tempe per bulan didapatkan dari hasil penjualan tempe (dalam satuan bungkus atau kilogram) dikali dengan harga per satuannya. Keuntungan dari usaha pembuatan tempe ini didapatkan setelah total penerimaan dikurang total biaya. Setelah itu dapat ditentukan rasio R/C, BEP harga produksi, dan BEP volume produksi (Warisno dan Dahana, 2010). Menurut Anggraeny, Husinsyah, dan Maryam (2011), permasalahan yang terjadi pasa usaha tempe adalah kurangnya pengetahuan pengrajin mengenai pengelolaan dan penggunaan modalnya, sehingga pengrajin kurang mengetahui apakah mendapatkan keuntungan atau kerugian. Oleh karena itu, perlu diketahui usaha tempe yang dijalankan mendapat keuntungan, kerugian, atau tidak mengalami kerugian (impas) dengan analisis titik impas (break even point).
2.4.
Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti)
Koperasi didefinisikan sebagai organisasi yang didirikan dengan tujuan utama untuk menunjang kepentingan ekonomi para anggotanya melalui suatu perusahaan bersama. Sejarah berdirinya koperasi di Indonesia dimulai pada masa penjajahan saat diberlakukan culture stelsel yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama para petani dan golongan bawah, menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto, yaitu Raden Ario Wiraatmadja untuk menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan Hulpen Spaaren Landbouwcrediet serta rumah-rumah gadai, lumbung desa, dan bank-bank desa. Pada tahun 1908
16
lahir perkumpulan Budi Utomo yang dalam programnya memanfaatkan sektor perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat miskin dimulai dengan koperasi industri kecil dan kerajinan. Kemudian berdiri Toko Adil sebagai langkah pertama pembentukan koperasi konsumsi (Partomo dan Soejoedono, 2002). Partomo dan Soejoedono (2002) juga menjelaskan mengenai tugas, fungsi, tujuan, dan jenis koperasi. Tugas koperasi adalah menunjang kegiatan usaha para anggotanya melalui pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan dengan harga, mutu, dan syarat-syarat yang lebih menguntungkan. Fungsi koperasi adalah sebagai alat perjuangan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan alat pembina masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi Indonesia. Tujuan koperasi adalah keuntungan dan manfaat dirasakan oleh para anggotanya yang bekerja secara bersama-sama memperbaiki keadaan ekonomi. Jenis koperasi yang dibahas dalam penelitian ini adalah jenis koperasi berdasarkan tipe kehidupan ekonomi para anggotanya dan jenis koperasi berdasarkan keanggotaannya. Jenis koperasi berdasarkan tipe kehidupan ekonomi para anggotanya dibedakan menjadi koperasi konsumen, yaitu koperasi yang bertugas meningkatkan kepentingan ekonomi dari rumah tangga anggotanya, dan koperasi produsen, yaitu koperasi yang bertugas meningkatkan kemampuan ekonomi dari usaha para anggotanya. Jenis koperasi berdasarkan keanggotaannya terbagi menjadi koperasi primer, koperasi sekunder, dan koperasi tersier. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang perorangan paling sedikit 20 orang. Koperasi sekunder adalah koperasi yang beranggotakan badan hukum koperasi atau koperasi primer paling sedikit beranggotakan tiga koperasi primer. Koperasi terserier adalah koperasi yang beranggotakan koperasi-koperasi sekunder. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki koperasi dalam jumlah yang cukup banyak. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor mencacat pada tahun 2014 terdapat 750 koperasi di Kota Bogor dan telah menentukan beberapa koperasi berprestasi, yaitu salah satunya adalah Primer Koperasi Produsen Tempe Tahun Indonesia (Primkopti) Kota Bogor. Aspek penilaian tersebut adalah aspek organisasi, aspek manajemen dan tatalaksana, aspek produktivitas, serta aspek dampak dan manfaat. Salah satu staff Dinas Koperasi
17
dan UMKM Kota Bogor bagian Koperasi juga menuturkan bahwa penilaian koperasi tersebut salah satunya dilihat berdasarkan Rapat Akhir Tahun (RAT) yang dilaksanakan rutin setiap tahun dan tepat waktu pada bulan januari hingga maret. Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) Kota Bogor adalah salah satu koperasi berprestasi tingkat Kota Bogor tahun 2014. Primkopti adalah koperasi produsen dan koperasi primer yang bergerak pada bidang produksi tempe tahu dengan kedelai sebagai bahan baku utamanya. Menurut Danoe2 (1995), Primkopti didirikan pada tanggal 1979. Latar belakang berdirinya Primkopti adalah karena tingginya konsumsi tempe sehingga menjadi menu makanan sehari-hari dalam masyarakat tetapi kurang memberikan dampak positif untuk kemajuan usaha dan kesejahteraan pengrajin beserta anggota keluarganya. Mereka harus membeli bakan baku utamanya yaitu kedelai dari toko di pasar bebas dengan harga yang tidak terkendali. Terdapat tokoh masyarakat yang menaruh kepedulian kepada para pengrajin tersebut karena melihat usaha dan kehidupan sehari-hari para pengrajin tempe tahu yang jumlahnya cukup banyak dan tersebar di pelosok perkotaan dan pedesaan. Tokoh masyarakat tersebut yaitu Abdul Hanan, Djajang Murdjana, Suryana Hanafie, Ezrim Jamil, BA., dan Agung Soetrisno. Kelima orang tersebut mencetuskan gagasan membentuk suatu wadah untuk menghimpun dan membina para pengrajin tempe dan tahu yang kemudian diberi nama KOPTI singkatan dari Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia. Primkopti tersebar pada tingkat provinsi serta kota dan kabupaten. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki Primkopti untuk mewadahi para pengrajin tempe tahu yang terdapat di Kota Bogor.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis struktur biaya dan pendapatan, komoditas tempe, serta yang berkaitan dengan membedakan berdasarkan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu
2
Ketua Dewan Pengurus Primkopti Kota Bogor Periode 19871995
18
kelembagaan, baik anggota dan non anggota koperasi, anggota dan non anggota kelompok tani, maupun pola kemitraan dan pola mandiri. Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah penelitian Bantani (2004), Setiawan (2011), Ruswan (2012), Rachmatia (2013), Arroyan (2011), Utomo (2014), Aulani (2014), dan Lestari (2010). Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu antara lain memiliki kesamaan metode dalam menganalisis struktur biaya dan pendapatan dengan rasio R/C dengan penelitian Bantani (2004), Rachmatia (2013), dan Arroyan (2011). Penelitian ini juga memiliki kesamaan dalam membedakan pelaku usaha terhadap status keanggotaan suatu kelembagaan dengan penelitian Lestari (2010), Ruswan (2012), dan Utomo (2014) yang membedakan berdasarkan anggota dan non anggota kelompok tani, serta Rachmatia (2013) dan Aulani (2014) berdasarkan pola mandiri dan pola kemitraan. Penelitian ini juga memiliki kesamaan berdasarkan komoditas yang diteliti, yaitu tempe dengan penelitian Ruswan (2012), Aulani (2014), dan Setiawan (2011). Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini antara lain perbedaan komoditas yang diteliti, perbedaan dalam membedakan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu kelembagaan dalam menganalisis struktur biaya dan pendapatan, serta perbedaan kriteria analisis struktur biaya dan pendapatan, serta terdapat analisis titik impas (BEP). Penelitian ini menggunakan usaha tempe dan tempe sebagai komoditas penelitian, sedangkan pada penelitian terdahulu, komoditas yang dianalisis adalah usaha tani kangkung oleh Lestari (2010), usaha tani sayuran organik dan non organik oleh Arroyan (2011), usaha pemotongan ayam oleh Bantani (2004), usaha ternak ayam ras pedaging oleh Rachmatia (2013), serta usaha tani padi oleh Utomo (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Arroyan (2011) dan Bantani (2004) tidak membedakan status keanggotaan pelaku usaha terhadap suatu kelembagaan. Analisis struktur biaya dan pendapatan pada penelitian ini membagi analisis menjadi dua kategori berdasarkan status keanggotaan Primkopti Kota Bogor. Status keanggotaan tersebut dibagi lagi berdasarkan skala usaha tempe yang dijalankan. Penjelasan terhadap penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu
19
No. Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Agus Taofik 1. Menganalisis struktur biaya 1. Analisis struktur biaya dilakukan 1. Komponen biaya terbesar adalah biaya pembelian ayam Bantani (2004) / berdasarkan keragaman skala dengan mengelompokkan biaya- hidup. Biaya total per kg Pemotong I semakin kecil pada Analisis Struktur usaha pemotongan ayam biaya yang terjadi, yaitu biaya tetap setiap peningkatan skala usaha, sedangkan Pemotong II, Biaya dan tradisional. dan biaya variabel. peningkatan skala usaha tidak berpengaruh nyata pada Pendapatan Usaha 2. Menganalisis pendapatan usaha 2. Analisis pendapatan dilakukan perubahan biaya total per kg. Hal tersebut terjadi karena Pemotongan Ayam pemotongan ayam tradisional dengan pendapatan atas biaya tunai harga beli ayam hidup pada Pemotong II lebih mahal dari Tradisional di berdasarkan keragaman skala dan pendapatan atas biaya total pada Pemotong I, sedangkan harga jual hasil produksi Kelurahan Kebon usaha pemotongan ayam serta dilanjutkan dengan analisis sama. Pedes, Bogor, Jawa tradisional. rasio R/C. 2. Pendapatan cenderung lebih besar seiring dengan Barat. 3. Menganalisis keragaman skala 3. Analisis keragaman skala usaha peningkatan jumlah ayam yang dipotong. Pada Pemotong usaha pemotongan ayam pemotongan ayam tradisional I, pendapatan yang diperoleh lebih besar karena jumlah tradisional, sehingga dapat menggunakan statistik deskriptif ayam yang dipotong lebih banyak dan harga pembelian berdampingan antar skala usaha. dengan menggunakan tabel-tabel ayam hidup lebih murah dari pada Pemotong II. analisis. 3. Harga jual hasil produk dijual dengan tingkat harga yang sama. Oleh karena itu, tidak terjadi persaingan harga antara pengusaha pemotongan ayam di Kebon Pedes, sehingga usaha tersebut dapat berdampingan dan bertahan pada tingkat skala usaha yang beragam dari skala kecil sampai besar. 2. Indra Setiawan 1. Menganalisis karakteristik 1. Analisis karakteristik konsumen 1. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga. (2011) / Faktor- konsumen tempe di Kota Bogor. tempe di Kota Bogor dilakukan Pengeluaran konsumsi tempe untuk semua kelas terbesar Faktor yang 2. Menganalisis faktor-faktor yang dengan analisis deskriptif dengan adalah di atas Rp 60 000. Lokasi pembelian tempe kelas Mempengaruhi mempengaruhi konsumsi tempe tabulasi sederhana. ekonomi atas 56 persen di pasar, kelas ekonomi Konsumsi Tempe di di Kota Bogor. 2. Analisis faktor-faktor yang menengah 38 persen di pedagang keliling, dan kelas Kota Bogor. mempengaruhi konsumsi tempe ekonomi bawah 50 persen di pedagang sayur keliling. dengan regresi linier berganda 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi tempe beserta ujinya. adalah harga tempe (X1), harga tahu (X2), harga telur (X3), jumlah anggota keluarga (X4), pendidikan terakhir (X5), kelas ekonomi bawah (D1), dan kelas ekonomi menengah (D2) berpengaruh nyata dengan taraf nyata 5 persen.
No. Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 3. Ade Ruswan (2012) / 1. Menganalisis tingkat pendapatan 1. Analisis tingkat pendapatan 1. Usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Analisis Pendapatan dan usaha tempe anggota Primkopti dilakukan dengan analisis memiliki pendapatan lebih besar adalah usaha Produksi Usaha tempe dan non anggota Primkopti di pendapatan. tempe yang mengguanakan kedelai kualitas A. Anggota dan Non Anggota Tebet Barat Jakarta Selatan. 2. Analisis faktor-faktor yang penggunaan kedelai kualitas A memiliki pendapatan Primer Koperasi Produsen 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukan lebih besar pada usaha tempe non anggota, Tempe Tahu Indonesia Tebet mempengaruhi produksi usaha dengan model regresi sedangkan penggunaan kedelai kualitas B memiliki Barat Jakarta Selatan. tempe anggota dan non anggota berganda (fungsi Cobb- pendapatan lebih besar pada usaha tempe anggota Primkopti di tebet Barat Jakarta Douglas). Primkopti. Selatan. 3. Analisis tingkat efisiensi 2. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata 3. Menganalisis tingkat efisiensi faktor-faktor produksi terhadap peningkatan produksi tempe untuk usaha penggunaan faktor-faktor produksi dilakukan dengan analisis nilai tempe anggota Primkopti adalah kedelai dan tenaga dalam usaha tempe anggota dan produk marjinal (NPM). kerja, sedangkan usaha tempe non anggota adalah non anggota primkopti di tebet kedelai dan ragi. Barat Jakarta Selatan. 3. Penggunaan faktor-faktor produksi usaha tempe anggota dan non anggota belum efisien, ditunjukkan dengan rasio nilai NPM-BKM tidak sama dengan satu. 4.
Nur Rizky Rachmatia (2013) 1. Menganalisis struktur biaya dan 1. Analisis struktur biaya 1. Struktur biaya terbesar dalam usahaternak ayam / Struktur Biaya dan unit cost usahaternak ayam ras dilakukan dengan yaitu biaya pakan dan DOC. Unit cost peternak Pendapatan Usahaternak pedaging menurut tipe usahaternak mengelompokkan biaya-biaya mandiri lebih kecil dibandingkan peternak plasma. Ayam Ras Pedaging Pola dan skala ushaternak di Kecamatan yang terjadi, yaitu biaya tetap, Unit cost peternak skala II (populasi 5000 ekor) Mandiri dan Kemitraan Pamijahan. biaya tunai, dan tidak tunai. lebih kecil dibandingkan skala I (populasi 5000 Perusahaan Inti Rakyat di 2. Menganalisis pendapatan 2. Analisis pendapatan dilakukan ekor). Kecamatan Pamijahan usahaternak ayam ras pedaging dengan analisis pendapatan, 2. Pendapatan dan rasio R/C atas biaya tunai dan biaya Kabupaten Bogor. menurut tipe usahaternak dan skala rasio R/C, dan uji beda total lebih besar peternak mandiri dibandingkan usahaternak di Kecamatan pendapatan. peternak plasma, dan lebih besar peternak mandiri Pamijahan. skala II dibandingkan peternak plasma skala I. Peternak mandiri skala II paling baik karena pendapatan terbesar dan unit cost terkecil.
20 20
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu (lanjutan)
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu (lanjutan) No. 5.
Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Raihani Arroyan 1. Mengkaji struktur biaya 1. Analisis struktur biaya 1. Total biaya usahatani sayuran organik lebih tinggi (2011) / Analisis usahatani sayuran organik dilakukan dengan dibandingkan non organik. Komponen biaya usahatani Struktur Biaya dan dibandingkan dengan usahatani mengelompokkan biaya-biaya sayuran organik dan non organik tertinggi adalah tenaga Pendapatan sayuran non organik. yang terjadi pada sayuran, kerja dan pupuk. Usahatani Sayuran 2. Menganalisis pendapatan yaitu biaya tetap dan biaya 2. Pendapatan usahatani sayuran organik lebih tinggi Organik dan Non usahatani sayuran organik variabel. dibandingkan non organik. Komoditas yang memiliki Organik. dibandingkan dengan usahatani 2. Analisis pendapatan dilakukan pendapatan tertinggi per kg output pada usahatani sayuran sayuran non organik. dengan analisis pendapatan. organik dan non organik adalah cabai. Pendapatan usahatani sayuran organik dan non organik terdapat perbedaan nyata pada satuan per hektar dan perbedaan tidak nyata pada satuan per petani.
6.
Kusaeri Aulani 1. Mengidentifikasi karakteristik 1. Identifikasi pengusaha tempe 1. Karakteristik sosial dilihat dari tingkat usia, tingkat (2014) / Analisis pengusaha tempe pola dilakukan dengan analisis pendidikan, dan pengalaman usaha pengusaha tempe. Pendapatan dan kemitraan dan pola mandiri di deskriptif. Pengusaha pola kemitraan mendapatkan kedelai dari Fungsi Produksi Desa Cimanggu I. 2. Analisis faktor-faktor yang koperasi sedangkan pengusaha pola mandiri dari luar Tempe Pada 2. Menganalisis faktor-faktor berpengaruh dengan regresi koperasi. Cara pengolahannya pengusaha pola kemitraan Industri Pola yang berpengaruh terhadap linier berganda dari fungsi menggunakan cara tradisional sedangkan pengusaha pola Kemitraan dan produksi tempe pola mandiri di produksi Cobb-Douglas mandiri menggunakan cara yang disosialisasikan oleh Pola Mandiri. Desa Cimanggu I. beserta ujinya. KOPTI Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis perbandingan 3. Analisis struktur biaya 2. Output produksi tempe pengusaha pola kemitraan struktur biaya dan pendapatan dilakukan dengan dipengaruhi oleh kedelai, ragi, dan air. Sedangkan output industri tempe pola kemitraan mengelompokkan biaya yang produksi tempe pengusaha pola mandiri dipengaruhi kedelai dan pola mandiri di Desa terjadi dan analisis pendapatan saja. Skala usaha tempe pengusaha pola kemitraan dan pola Cimanggu I. dilakukan dengan analisis mandiri berada pada kondisi decreasing return to scale. pendapatan. 3. Pendapatan total pengusaha tempe pola kemitraan sebesar Rp 105 982 805.97 per tahun, sedangkan pendapatan total pengusaha pola mandiri sebesar Rp 123 524 163.33 per tahun. Selisihnya sebesar Rp 17 541 357.36 per tahun.
21
No. 7.
Peneliti / Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Agung Prasetio Utomo 1. Menganalisis faktor-faktor yang 1. Analisis faktor-faktor yang 1. Terdapat lima variabel yang berpengaruh nyata pada taraf (2014) / Produksi dan mempengaruhi produksi padi mempengaruhi dilakukan nyata 10 persen yaitu benih, pupuk kandang, tenaga kerja Pendapatan Usahatani petani anggota dan non anggota dengan metode OLS dari wanita dalam keluarga, tenaga kerja wanita luar keluarga dan Padi Petani Anggota dan kelompok tani di Desa Kopo. fungsi produksi Cobb- keanggotaan kelompok tani. Non anggota Kelompok 2. Membandingkan tingkat Douglas. 2. Berdasarkan keanggotaan, petani anggota kelompok tani Tani di Desa Kopo pendapatan petani padi anggota 2. Analisis pendapatan memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Cisarua dan non anggota kelompok tani dilakukan dengan analisis petani non anggota. Berdasarkan status kepemilikan lahan Kabupaten Bogor. di Desa Kopo. pendapatan dan rasio R/C. usahatani, petani penyewa lahan memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan petani pemilik lahan. Berdasarkan keanggotaan dan status kepemilikan lahan usahatani, petani anggota kelompok tani dan penyewa lahan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan karakteristik responden lainnya.
8.
Fuji Lestari (2010) / 1. Mengkaji keragaan usahatani 1. Analisis keragaan 1. Keragaan usahatani dilihat dari luas lahan dan status Analisis Produksi dan kangkung anggota dan non usahatani dilakukan dengan kepemilikan lahan anggota dan non anggota kelompok tani. Pendapatan Usahatani anggota kelompok tani di Desa statistik deskriptif. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kangkung Kangkung Anggota dan Bantarsari. 2. Analisis faktor-faktor yang anggota kelompok tani terdapat dua variabel yang Non Anggota Kelompok 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, yaitu TKLK dan luas Tani di Desa Bantarsari mempengaruhi produksi kangkung menggunakan lahan, sedangkan non anggota kelompok tani yang Kecamatan Rancabungur kangkung di Desa Bantarsari. model regresi berganda berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, yaitu benih dan luas Kabupaten Bogor. 3. Membandingkan pendapatan fungsi Cobb-Douglas. lahan. petani kangkung anggota dan 3. Analisis pendapatan 3. Pendapatan usahatani kangkung anggota dan non anggota non anggota kelompok tani di menggunakan uji statistik kelompok tani secara rata-rata berbeda, yaitu sebesar Rp 698 Desa Bantarsari. berupa uji-t. 615.42 per usahatani atau Rp 3 870 441.41 per ha. Perbedaan pendapatan tersebut sangat dipengaruhi oleh produksi kangkung yang dihasilkan dan harga yang didapat anggota kelompok tani lebih tinggi dan harga input yang digunakan lebih rendah dibandingkan non anggota kelompok tani.
22 22
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu (lanjutan)
23
III. 3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis ini akan memberikan gambaran tentang teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian struktur biaya dan pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal terdiri dari struktur biaya, skala usaha, pendapatan, dan titik impas (BEP). Kerangka penelitian teoritis ini akan dibahas secara rinci sebagai berikut.
3.1.1. Analisis Struktur Biaya Usaha Usaha rumah tangga atau usaha kecil layaknya usaha tani yang memiliki struktur biaya seperti yang diklasifikasikan oleh Soekartawi (1995), yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap ini tidak bergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh, contohnya sewa tempat usaha, pajak, penyusutan alat, dan sebagainya. Biaya-biaya tersebut akan tetap dibayar walaupun hasil usaha itu besar atau gagal sekalipun. Biaya variabel umumnya diartikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika produksi yang diinginkan tinggi, maka faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan sebagainya perlu ditambah, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar-kecilnya produksi yang dinginkan. Penjumlahan antara total biaya tetap (Total Fixed Cost, TFC) dengan total biaya variabel (Total Variable Cost, TVC) menghasilkan total biaya (Total Cost, TC). Soekartawi (1995) merumuskan biaya total (TC) sebagai berikut:
Selain total biaya, total biaya tetap, dan total biaya variabel, masingmasing biaya tersebut dapat ditentukan biaya rata-ratanya. Menurut Shinta (2011), rata-rata biaya tetap (Average Fixed Cost, AFC) adalah biaya tetap untuk satuan
24
produksi atau output yang dihasilkan. Rata-rata biaya variabel (Average Variable Cost, AVC) adalah biaya variabel untuk satuan produksi atau output yang dihasilkan. Sama halnya dengan total biaya, rata-rata total biaya (Average Total Cost, ATC) merupakan penjumlahan antara AFC dengan AVC. Hernanto (1990) merumuskan AFC, AVC, dan ATC secara matematis sebagai berikut:
Hernanto (1990) juga mengklasifikasikan struktur biaya menjadi biaya tetap dan biaya variabel seperti Soekartawi (1995) yang telah diuraikan sebelumnya, serta biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Dua kategori biaya menurut Hernanto (1990), sebagai berikut: 1.
Biaya berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel: a. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, antara lain pajak tanah, pajak air, serta penyusutan alat dan bangunan. b. Biaya variabel adalah biaya yang besar-kecilnya sangat tergantung pada skala produksi, antara lain biaya untuk pupuk, bibit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang berupa kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.
2.
Biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai: a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap antara lain air dan pajak tanah, sedangkan biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya tetap dan variabel yang tidak dibayar tunai tetapi diperhitungkan. Biaya tetap antara lain biaya untuk tenaga kerja keluarga dan biaya penyusutan. Biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai. Biaya produksi berdasarkan biaya tunai dan tidak tunai secara matematis
dapat dirumuskan sebagaimana biaya total (TC) yang dirumuskan Soekartawi (1995) sebagai berikut:
25
3.1.2. Analisis Pendapatan Usaha Menurut Rahim dan Hastuti (2007), pendapatan suatu usaha merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dengan kata lain, pendapatan ini meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Penerimaan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi secara keseluruhan sebelum dikurangi total biaya produksi atau disebut juga dengan total penerimaan (Total Revenue, TR). Total penerimaan (TR) adalah hasil perkalian harga jual (Rp/unit) dengan produksi atau output yang diperoleh (unit). Pendapatan bersih adalah nilai produksi secara keseluruhan sesudah dikurangi total biaya produksi (Total Cost, TC) yang disimbolkan dengan ∏. Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usaha ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sering kali perhitungan pendapatan suatu usaha, terutama usaha kecil atau rumah tangga, tidak memasukkan biaya tenaga kerja keluarga dan penyusutan alat-alat yang digunakan untuk berproduksi. Hal tersebut membuat pendapatan yang diperoleh dapat lebih besar yang pada kenyataannya masih terdapat biaya lain yang belum dihitung dalam usaha tersebut. Menurut Soekartawi (1995), perhitungan analisis pendapatan ini lebih baik dengan menggunakan biaya tunai dan tidak tunai. Pendapatan atas biaya tunai dan biaya tidak tunai dapat secara matematis dapat dirumuskan sebagaimana pendapatan usaha tani yang dirumuskan oleh Soekartawi (1995) sebagai berikut:
Selain analisis pendapatan yang dapat menunjukkan besar pendapatan yang diperoleh dari usaha yang dijalalankan, maka terdapat rasio R/C yang juga dapat menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan menguntungkan, merugikan, atau impas. Semakin besar nilai rasio R/C, maka keuntungan yang diperoleh pengrajin tempe akan semakin besar. Menurut Rahmi dan Hastuti (2007) rasio R/C atau R/C Ratio adalah perbandingan (ratio) antara penerimaan (revenue) dan
26
biaya (cost). Seperti pendapatan, perhitungan rasio R/C juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rasio R/C atas biaya total dan rasio R/C atas biaya tunai. Menurut Soekartawi (1995), rasio R/C secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dengan kriteria: 1.
Rasio R/C 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tersebut akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Dengan kata lain, usaha tersebut menguntungkan atau lebih efisien.
2.
Rasio R/C = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tersebut akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, usaha tersebut dalam kondisi break even point (BEP), yaitu tidak untung dan tidak rugi.
3.
Rasio R/C 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tersebut akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Dengan kata lain, usaha tersebut merugikan atau tidak efisien.
3.1.3. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Usaha Suatu usaha rumah tangga atau usaha kecil dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, sehingga dalam merencanakan sesuatu diperlukan suatu analisis yang bisa memberikan dasar pada volume produksi atau hasil produksi dalam rupiah berapakah yang harus dihasilkan agar diperoleh pendapatan yang dapat menutupi biaya totalnya agar terhindar dari kerugian (Shinta, 2011). Alat analisis yang digunakan dalam hal ini adalah analisis titik impas atau break even point (BEP). Analisis BEP adalah suatu teknik atau pendekatan perencanaan
27
keuntungan yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dengan penerimaan (revenue). Salah satu syarat perhitungan analisis BEP adalah bahwa semua biaya yang terkait dengan proses produksi mulai dari setiap jenis barang atau jasa yang dihasilkan, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Shinta (2011), asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis BEP ini adalah sebagai berikut: 1.
Biaya dalam usaha dibagi dalam golongan biaya variabel dan biaya tetap.
2.
Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
3.
Besarnya total biaya tetap tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume produksi.
4.
Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisis.
5.
Usaha tersebut hanya memproduksi satu macam produk, apabila diproduksi lebih dari satu macam produk pertimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah tetap konstan. Kurva BEP menggambarkan keterkaitan antara biaya dan pendapatan.
Kondisi BEP dapat ditentukan pada titik perpotongan antara garis penerimaan dengan garis biaya total. Soekartawi (1995) menggambarkan kurva BEP sebagaimana yang dapat dilihat dalam Gambar 3.1.
Penerimaan dan Biaya (Rp)
Y
TR TC TVC
BEP
TFC
X Volume Produksi (kg) Sumber: Soekartawi, 1995
Gambar 3.1 Kurva Titik Impas (BEP)
28
Berdasarkan Gambar 3.1, BEP terletak pada perpotongan garis penerimaan (TR) dan garis biaya total (TC). Kurva ini juga dapat menunjukkan laba atau rugi yang dihasilkan pada berbagai tingkat keluaran. Daerah rugi karena hasil penjualan lebih rendah dari biaya total ditunjukkan pada daerah di sebelah kiri titik BEP, yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis penerimaan. Sementara, daerah laba karena hasil penjualan lebih tinggi dari biaya total ditunjukkan pada daerah di sebelah kanan titik BEP, yaitu bidang antara garis biaya total dengan garis penerimaan. Analisis BEP bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan pada saat titik balik modal, yaitu yang menunjukkan bahwa suatu usaha tidak dapat mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Menurut Soekartawi (1995), BEP dapat dihitung dengan dua cara, yaitu: 1.
BEP dalam satuan unit produksi
2.
BEP dalam satuan rupiah
Keterangan: TFC
= Total biaya tetap (Rp)
AVC = Biaya variabel per unit (Rp/unit) P
= Harga jual per unit (Rp/unit) Hasil dari perhitungan tersebut akan diketahui suatu unit produksi atau
suatu hasil penjualan tertentu yang merupakan nilai penjualan minimal yang harus dicapai agar usaha tidak mengalami kerugian.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional
Kedelai adalah tanaman pangan yang kaya akan kandungan gizinya. Kedelai dapat diolah menjadi bahan makanan melalui fermentasi dan pemanasan. Salah satu olahan tempe melalui fermentasi yang banyak digemari masyarakat adalah tempe. Tempe merupakan makanan populer khas Indonesia. Konsumen tempe kini merambah hingga ke semua kalangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan tempe mengandung sumber protein nabati yang tinggi yang setara dengan sumber protein asal hewani seperti daging, susu, dan telur. Selain itu,
29
tempe memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan makanan sumber protein hewani tersebut. Tempe dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari dan dapat menunjung investasi kesehatan guna menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai aktor pembangunan. Tingginya konsumsi tempe menyebabkan usaha tempe pun ikut merambah di kota dan pedesaan. Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal salah kelurahan di Kota Bogor yang paling banyak terdapat usaha tempe, yaitu sebanyak 31.05 persen dari total pengrajin di Kota Bogor terdapat di Kelurahan Kedung Badak. Banyaknya usaha tempe tersebut mengakibatkan ketersediaan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe dan kesejahteraan para pengrajin tempe selaku pelaku usaha menjadi sangat penting. Oleh karena itu, Primkopti Kota Bogor hadir guna menghimpun dan membina usaha dan kesejahteraan para pengrajin tempe tahu beserta keluarganya di Kota Bogor. Adanya Primkopti Kota Bogor ini, para pengrajin tempe dapat bergabung menjadi anggota dan dapat menggunakan fasilitas yang disediakan oleh Primkopti Kota Bogor. Fasilitas yang disediakan antara lain dapat memperoleh kedelai dengan mudah dan murah karena harga yang ditetapkan sudah termasuk simpanan Rp 50 per kg, namun harga yang ditetapkan sama dengan harga kedelai di pasaran, dapat melakukan simpanan dan pinjaman, serta mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) di setiap tahunnya. Adanya Primkopti Kota Bogor tersebut masih terdapat pengrajin tempe yang belum menjadi anggota. hal tersebut dikarenakan sudah tidak ada insentif untuk bergabung menjadi anggota, seperti subsidi harga kedelai. Terdapat perbedaan status keanggotaan tersebut dapat menimbulkan perbedaan struktur biaya produksi sehingga dapat menimbulkan perbedaan juga pada pendapatan yang diterima pengrajin dan titik impas (BEP) atau minimal yang harus diproduksi atau dijual dari usaha pembuatan tempe yang dijalani. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai struktur biaya, pendapatan, dan bagaimana titik impas (BEP) baik dalam unit (kg) maupun dalam nilai (Rp) dari usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal.
30
Pengkajian terhadap struktur biaya, pendapatan, dan titik impas (BEP) tersebut dibedakan berdasarkan skala usaha yang dilihat dari penggunaan kedelai per hari. Hal tersebut dikarenakan skala usaha yang berbeda juga akan mengakibatkan struktur biaya, pendapatan, dan titik impas (BEP) yang berbedabeda. Pada akhirnya dapat ditentukan mana skala usaha tempe anggota dan nonanggota Primkopti Kota Bogor yang efisien dari segi biaya dan pendapatan sehingga dapat dijadikan masukkan saran untuk dapat meningkatkan pendapatan. Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2. Tempe yang bernilai gizi tinggi menyebabkan semakin merambahnya konsumsi dan usaha tempe. Ketersediaan bahan baku kedelai dan kesejahteraan para pengrajin tempe menjadi sangat penting.
Kelurahan Kedung Badak merupakan kelurahan di Kota Bogor yang terdapat pengrajin tempe dalam jumlah yang cukup banyak di Kota Bogor.
Primkopti Kota Bogor
Anggota
Non Anggota
Skala usaha
Skala usaha
Analisis struktur biaya, pendapatan, rasio R/C, dan titik impas (BEP)
Peningkatan pendapatan usaha tempe
Gambar 3.2 Skema Kerangka Pemikiran Operasional
IV.
METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) karena usaha tempe di Kota Bogor paling banyak, yaitu 31.05 persen usaha tempe di Kota Bogor terdapat di Kelurahan Kedung Badak menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor. Pengumpulan data untuk keperluan penelitian dilakukan bulan MaretApril 2015. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari para pengrajin tempe sebagai responden dan semua pihak yang terkait.
4.2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung di tempat lapangan yang bertujuan untuk melihat aktivitas dan keragaan usaha tempe. Selain itu, pengumpulan informasi juga dilakukan melalui wawancara dengan pengrajin tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan sebelumnya, mencakup keadaan usaha tempe, seperti jumlah produksi, harga jual tempe, biaya operasional usaha tempe. Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari pihak atau instansi yang terkait seperti Kementarian Pertanian, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Primkopti Kota Bogor, Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor, serta Kelurahan Kedung Badak. Data sekunder mencakup data penyediaan dan penggunaan kedelai, konsumsi kedelai dan produk olahannya, jumlah pengrajin tempe di Kota Bogor, serta keadaan wilayah Kelurahan Kedung Badak. Selain itu juga dilakukan penelusuran melalui internet, buku-buku yang menunjang teori, serta penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan yang berkaitan dengan penelitian ini.
32
4.3.
Metode Pengambilan Sampel
Sampel dalam penelitian ini terbagi ke dalam tiga skala usaha yang terdiri dari pengrajin anggota dan pengrajin non anggota. Pembagian ke dalam tiga skala tersebut menggunakan statistik deskriptif dari data penggunaan kedelai per hari per proses produksi untuk populasi usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015. Pembagian skala usaha tersebut dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Menurut Umar (1996) stratified random sampling digunakan ketika populasi dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu. Terlebih dahulu dikelompokkan dalam beberapa subpopulasi, lalu dari tiap subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya. Penentuan jumlah sampel pengrajin anggota adalah dengan cara menggunakan sensus karena total jumlah pengrajin hanya 29 pengrajin. Penentuan jumlah sampel pengrajin non anggota dilakukan secara acak. Penentuan sampel pengrajin anggota dan non anggota tersebut berdasarkan populasi pengrajin di Kelurahan Kedung Badak menurut data dari Paguyuban Pengrajin Tempe Kota Bogor tahun 2015. Statistik deskriptif yang digunakan untuk membagi tiga skala usaha yaitu nilai rata-rata (mean) sebesar 66.54, nilai maksimum sebesar 230, nilai minimum sebesar 25, rentangan (range) sebesar 205, dan standar deviasi sebesar 35.94. Hasil pembagian ke dalam tiga skala dan jumlah sampel yang diambil untuk masing-masing skala usaha anggota dan non anggota dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi populasi dan sampel usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Skala Skala I Skala II Skala III
Rumus Pembagian Penggunaan Kedelai Skala Usaha per Hari (Kg) ̅ 67 ̅ ̅ 67103 103 ̅ Total
Anggota Ni ni 15 15 12 12 2 2 29 29
Keterangan: = Jumlah kebutuhan kedelai per proses produksi (kg) ̅ = Nilai rata-rata (mean) penggunaan kedelai per hari (kg) = Standar deviasi penggunaan kedelai per hari (kg) Ni = Populasi pengrajin tempe tiap strata ni = Sampel pengrajin tempe tiap strata Sumber: Data Primer, 2015
Non Anggota Ni ni 67 15 20 8 9 8 98 31
Total Ni ni 84 30 32 20 11 10 127 60
33
Berdasarkan Tabel 4.1, mayoritas pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 terdapat pada skala I (66.14 persen). Pengrajin tempe paling sedikit terdapat pada skala III (8.66 persen). Sampel dalam setiap skala usaha diambil secara disproporsional. Hal tersebut dikarenakan semakin besar skala usaha, jumlah pengrajin tempe semakin sedikit sementara penggunaan kedelai per hari semakin bervariasi. Oleh karena itu, semakin besar skala usaha, proporsi jumlah sampel yang diambil semakin besar.
4.4.
Analisis Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis statistik inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menghitung struktur biaya, pendapatan, dan titik impas (BEP) dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows. Metode analisis statistik inferensia digunakan untuk pendugaaan parameter, membuat hipotesis, dan melakukan pengujian hipotesis yaitu uji beda terhadap total biaya, pendapatan atas biaya total, rasio R/C atas biaya total, BEP unit, serta BEP rupiah antar pengrajin anggota non anggota dan antar skala usaha dengan menggunakan IBM SPSS Statistics 20 for Windows. Berikut ini adalah matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian. Tabel 4.2 Matriks metode analisis data No. 1.
2.
Tujuan Penelitian Menganalisis struktur biaya usaha tempe anggota dan non anggota menurut masing-masing skala usaha.
Menganalisis pendapatan usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti menurut masing-masing skala usaha. 3. Menganalisis titik impas (break even point) usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti menurut masing-masing skala usaha. Sumber: Data Primer, 2015
Sumber Data Data primer melalui kuesioner dan wawancara dengan pengrajin tempe yang menjadi responden. Data primer melalui kuesioner dan wawancara dengan pengrajin tempe yang menjadi responden. Data primer melalui kuesioner dan wawancara dengan pengrajin tempe yang menjadi responden.
Metode Analisis Data Analisis struktur biaya dilakukan dengan mengelompokkan biayabiaya yang terjadi, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai. Analisis pendapatan dilakukan dengan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total serta dilanjutkan dengan analisis rasio R/C. Analisis titik impas (BEP) dilakukan dengan analisis BEP dalam jumlah unit produksi dan BEP dalam hasil penjualan dalam rupiah.
34
4.4.1. Analisis Struktur Biaya Analisis struktur biaya dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tetap dan biaya variabel digunakan untuk analisis titik impas (BEP) serta biaya tunai dan biaya tidak tunai digunakan untuk analisis pendapatan untuk memudahkan perhitungan dalam penelitian ini. Metode perhitungan struktur biaya berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel pada tiap skala usaha tempe anggota dan non anggota dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Metode perhitungan struktur biaya berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel (Rp/hari/kg tempe) Komponen Biaya
Skala I
Anggota Skala II Skala III
Skala I
Non Anggota Skala II Skala III
A. Biaya Tetap 1. Penyusutan alat pemecah kacang kedelai 2. Penyusutan rak 3. Penyusutan kompor 4. Penyusutan drum 5. Penyusutan ember 6. Penyusutan ayakan 7. Penyusutan keranjang 8. Penyusutan pompa air 9. Penyusutaan bangunan 10. PBB 11. Sewa bangunan 12. Penyusutan kendaraan 13. Sewa kendaraan 14. Pemeliharaan pemecah kacang kedelai 15. Pemeliharaan pompa air 16. Tenaga kerja dalam keluarga Total Biaya Tetap B. Biaya Variabel 1. Kedelai 2. Ragi 3. Pembungkus tempe (plastik/daun pisang) 4. Listrik 5. Kayu bakar 6. Tenaga kerja luar keluarga 7. Tabung gas Total Biaya Variabel Total Biaya Sumber: Data Primer, 2015
Metode perhitungan struktur biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai pada tiap skala usaha tempe anggota dan non anggota dapat dilihat pada Tabel 4.4.
35
Tabel 4.4 Metode perhitungan struktur biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai (Rp/hari/kg tempe) Komponen Biaya
Skala I
Anggota Non Anggota Skala II Skala III Skala I Skala II Skala III
A. Biaya Tunai 1. PBB 2. Sewa bangunan 3. Kendaraan 4. Sewa kendaraan 5. Pemeliharaan alat pemecah kacang kedelai 6. Pemeliharaan pompa air 7. Penyusutan alat pemecah kacang kedelai 8. Penyusutan rak 9. Penyusutan kompor 10. Penyusutan drum 11. Penyusutan ember 12. Penyusutan ayakan 13. Penyusutan keranjang 14. Penyusutan pompa air 15. Penyusutan bangunan 16. Kedelai 17. Ragi 18. Pembungkus tempe (plastik/daun pisang) 19. Listrik 20. Kayu bakar 21. Tenaga kerja luar keluarga 22. Tabung gas Total Biaya Tunai B. Biaya Tidak Tunai 1. Tenaga kerja dalam keluarga Total Biaya Tidak Tunai Total Biaya Sunber: Data Primer, 2015
Biaya penyusutan secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
4.4.2. Analisis Pendapatan Analisis pendapatan dilakukan pada usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal pada masing-masing skala usaha untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh dari usaha rumah tangga yang dijalankan. Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Rumus pendapatan atas biaya tunai menggunakan komponen total penerimaan dan total biaya tunai serta pendapatan atas biaya total menggunakan
36
komponen total penerimaan dan total biaya secara keseluruhan pada usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor yang dijabarkan sebagai berikut:
4.4.3. Analisis Rasio R/C Analisis rasio R/C dilakukan pada usaha tempe anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor di Kelurahan Kedung Badak pada masing-masing skala usaha untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan menguntungkan, merugikan, atau impas. Semakin besar nilai rasio R/C, maka keuntungan yang diperoleh pengrajin tempe akan semakin besar. Sama halnya dengan analisis pendapatan, analisis rasio R/C ini dibedakan menjadi dua, yaitu rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total. Secara matematis rasio R/C dirumuskan sebagai berikut:
Dengan kriteria: 1.
Rasio R/C 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tempe tersebut akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Dengan kata lain, usaha tersebut menguntungkan atau lebih efisien.
2.
Rasio R/C = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tempe tersebut akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain, usaha tersebut dalam kondisi break even point (BEP), yaitu tidak untung dan tidak rugi.
3.
Rasio R/C 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tempe tersebut akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Dengan kata lain, usaha tersebut merugikan atau tidak efisien.
37
Metode perhitungan pendapatan dan rasio R/C yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Metode perhitungan pendapatan dan rasio R/C harian usaha tempe Penerimaan 1. Produksi tempe (kg) 2. Harga satuan tempe (Rp/kg) Total penerimaan dari penjualan tempe 3. Sisa Hasil Usaha (SHU)* (Rp/hari) 4. Jasa simpanan* (Rp/hari) Total penerimaan dari keanggotaan Primkopti 5. Ampas kulit kedelai (Rp/hari) Total penerimaan lain Total Penerimaan Biaya Tunai 1. Biaya tetap (Rp/hari) 2. Biaya variabel (Rp/hari) Total biaya tunai Biaya Tidak Tunai 1. Biaya tetap (Rp/hari) 2. Biaya variabel (Rp/hari) Total biaya tidak tunai Total Biaya Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total Rasio R/C Atas Biaya Tunai Rasio R/C Atas Biaya Total Keterangan: * khusus anggota Primkopti Sumber: Data Primer, 2015
(1) (2) (3) = (1)*(2) (4) (5) (6) = (4)+(5) (7) (7) (8) = (3)+(6)+(7) (9) (10) (11) = (9)+(10) (12) (13) (14) = (12)+(13) (15) = (11)+(14) (16) = (8)(11) (17) = (8)(15) (18) = (8)/(11) (19) = (8)/(15)
4.4.4. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas (break even point) dilakukan untuk melihat produksi tempe anggota dan non anggota pada masing-masing skala usaha agar tidak mengalami kerugian. Dengan analisis BEP dapat diketahui pada tingkat produksi berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya dan pada tingkat penerimaan berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh laba atau rugi. Perlu dilakukan pemisahan biaya tetap dengan biaya variabel secara jelas dan benar. Pendekatan untuk perhitungan BEP dalam penelitian ini adalah BEP dalam jumlah unit produksi (kg) dan BEP dalam hasil penjualan dalam nilai (rupiah). Untuk menentukan titik impas (BEP) dapat dilakukan dengan dua rumus sebagai berikut: 1.
BEP dalam satuan unit produksi (kg)
38
2.
BEP dalam satuan rupiah
Keterangan: TFC
= Total biaya tetap (Rp)
AVC = Biaya variabel per unit (Rp/kg) P
= Harga jual per unit (Rp/kg) Hasil dari perhitungan tersebut akan diketahui suatu volume tempe atau
suatu hasil penjualan tempe tertentu yang merupakan nilai penjualan minimal yang harus dicapai pengrajin tempe anggota dan non anggota agar usaha tempenya tidak mengalami kerugian.
4.4.5. Uji Beda Total Biaya, Pendapatan, Rasio R/C, dan BEP Berdasarkan Keanggotaan Uji beda berdasarkan keanggotaan menggunakan uji beda dua sampel bebas yang merupakan salah satu jenis perbedaan dua nilai tengah (mean) yang digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya perbedaan (kesamaan) rata-rata dari dua sampel yang saling bebas (independent) atau tidak berkaitan (Walpole, 1993). Salah satu teknik analisis statistik untuk menguji kesamaan dua rata-rata ini adalah uji t (t test). Rumus untuk mencari t hitung sendiri banyak ragamnya dan pemakaiannya disesuaikan dengan karakteristik kedua data yang akan dibedakan (Usman dan Akbar, 2006). Uji t digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah total biaya per unit output, BEP unit, dan BEP rupiah anggota lebih rendah dibanding non anggota serta pendapatan atas biaya total per unit output dan rasio R/C atas biaya total anggota lebih tinggi dibanding non anggota. Hipotesis statistik untuk total biaya, BEP unit, dan BEP rupiah adalah: H0
: μanggota = μnon anggota
H1
: μanggota μnon anggota, dengan keputusan tolak H0 jika Sig. (1-tailed) < . Hipotesis statistik untuk pendapatan dan rasio R/C atas biaya total adalah:
H0
: μanggota = μnon anggota
H1
: μanggota μnon anggota, dengan keputusan tolak H0 jika Sig. (1-tailed) < .
39
Nilai Sig. (1-tailed) didapatkan dari nilai Sig. (2-tailed) pada output IBM SPSS Statistics 20 for Windows dibagi dua atau menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows dengan fungsi =TDIST(ABS(
),df,1), atau nilai P(T<=t)
one-tail dari output t-test:two-sample.
4.4.6. Uji Beda Total Biaya, Pendapatan, Rasio R/C, dan BEP Berdasarkan Skala Usaha Uji perbedaan (kesamaan) terhadap dua rata-rata menggunakan uji t untuk mencari perbedaan atau persamaan dua rata-rata. Menurut Walpole (1993), maka untuk menguji perbedaan (kesamaan) berdasarkan skala usaha menggunakan beberapa rara-rata secara sekaligus dengan uji beda beberapa rata-rata yang disebut dengan analysis of variance (anova atau anava). Menurut Walpole (1993), terdapat dua macam anova, yaitu anova satu jalur dan anova dua jalur. Anova satu jalur adalah anova yang menguji perbedaan antara satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Anova dua jalur adalah anova yang menguji perbedaan antara beberapa variabel bebas dengan sebuah variabel terikatnya dan masing-masing variabel mempunyai dua subvariabel atau lebih. Uji perbedaan terhadap total biaya per unit output, pendapatan atas biaya total per unit output, rasio R/C atas biaya total, BEP unit, dan BEP rupiah antar skala usaha, yaitu skala I, skala II, dan skala III, menggunakan uji anova satu jalur (One-Way Anova). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: H0
: Tidak terdapat perbedaan rata-rata total biaya, pendapatan atas biaya total, rasio R/C atas biaya total, BEP unit, BEP rupiah yang signifikan antara usaha tempe skala I, skala II, dan skala III
H1
: Terdapat perbedaan rata-rata total biaya, pendapatan atas biaya total, rasio R/C atas biaya total, BEP unit, BEP rupiah yang signifikan antara usaha skala I, skala II, dan skala III Uji anova satu jalur ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi komputer
IBM SPSS Statistics 20 for Windows, maka pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi (sig.) pada tabel anova dengan taraf nyata (α). Hipotesis H0 akan ditolak apabila sig. α.
40
Setelah hasil uji anova diketahui dengan menggunakan tabel anova, selanjutnya untuk mengetahui lebih lanjut perbandingan antara ketiga skala usaha tempe dilihat dari hasil post hoc test. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah semakin besar skala usaha maka total biaya per unit output semakin rendah serta pendapatan dan rasio R/C atas biaya total semakin tinggi yang dilihat dari nilai mean difference pada masing-masing perbandingan skala usaha.
4.5.
Definisi Operasional
1.
Pengrajin tempe adalah pelaku usaha atau yang memiliki usaha tempe.
2.
Usaha tempe adalah industri rumah tangga dengan proses produksi dan teknologi yang sederhana.
3.
Proses produksi tempe adalah proses yang diperlukan untuk mengubah faktor input menjadi output berupa tempe. Satu kali proses produksi untuk membuat tempe memerlukan waktu tiga hari. Sebagian besar pengrajin di Kelurahan Kedung Badak dan seluruh responden dalam penelitian ini melakukan proses produksi setiap hari.
4.
Skala usaha tempe adalah ukuran yang menentukan besar atau kecilnya suatu usaha pembuatan tempe yang ditentukan oleh besar kecilnya penggunaan kedelai dalam pembuatan tempe per hari.
5.
Jumlah kedelai per proses produksi adalah jumlah kedelai (kg) yang diperlukan untuk membuat tempe untuk satu kali proses produksi.
6.
Jumlah ragi per proses produksi adalah jumlah ragi (gr) yang diperlukan untuk membuat tempe untuk satu kali proses produksi.
7.
Jumlah tenaga kerja per proses produksi adalah jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk membuat tempe untuk satu kali proses produksi. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja dalam keluarga atau tenaga kerja luar keluarga maupun kombinasi keduanya.
V.
GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1. Sumberdaya Alam Kelurahan Kedung Badak merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas Kelurahan Kedung Badak adalah 200 Ha. Kelurahan kedung badak memiliki ketinggian sekitar 350450 m di atas permukaan laut (mdpl) dan memiliki curah hujan sekitar 35004000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata Kelurahan Kedung Badak adalah 3538°C. Jarak pusat pemerintahan
Kelurahan
Kedung
Badak dengan beberapa pusat
pemerintahan lainnya, yaitu: a.
Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan
: 0.5 km
b.
Jarak dari Pemerintahan Kota
: 2 km
c.
Jarak dari Ibukota Provinsi
: 60 km
d.
Jarak dari Ibukota Negara
: 30 km
Kelurahan Kedung Badak secara administratif terdiri dari 99 Rukun Tetangga (RT) dan 14 Rukun Warga (RW). Kelurahan Kedung Badak berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu: a.
Sebelah Utara
: Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Sukadamai
b.
Sebelah Selatan
: Kelurahan Kebon Pedes
c.
Sebelah Barat
: Kelurahan Kedung Jaya
d.
Sebelah Timur
: Kelurahan Cibuluh
5.1.2. Sumberdaya Manusia Kelurahan Kedung Badak memiliki penduduk sebanyak 24 705 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 12 379 jiwa (50.11 persen) dan perempuan sebanyak 12 326 jiwa (49.89 persen) dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 6 586 KK. Jumlah penduduk menurut kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 5.1. Berdasarkan tabel tersebut, jumlah penduduk paling banyak terdapat pada kelompok usia 09 tahun, yaitu sebanyak 5 845 jiwa (23.66 persen) dan jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada kelompok usia 5059 tahun, yaitu sebanyak 1 652 jiwa (6.69 persen).
42
Tabel 5.1 Jumlah penduduk Kelurahan Kedung Badak menurut kelompok usia tahun 2014 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kelompok Usia Jumlah Penduduk (Jiwa) 5 845 09 Tahun 4 797 1019 Tahun 2 089 2029 Tahun 4 128 3039 Tahun 3 373 4049 Tahun 1 652 5059 tahun 2 821 60 Tahun Jumlah 24705 Sumber: Data Monografi Kelurahan Kedung Badak, 2014
5.2.
Persentase (%) 23.66 19.42 8.46 16.7 13.65 6.69 11.42 100
Gambaran Umum Responden
5.2.1. Karakteristik Umum Responden Pengrajin Tempe Karakteristik umum responden dalam suatu penelitian diperlukan guna menggambarkan situasi dan kondisi dari responden yang diteliti. Karakteristik umum responden pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 dilihat dari beberapa komponen karakteristik. Komponen-komponen tersebut adalah jenis kelamin, tingkat usia, tingkat pendidikan formal, lama pengalaman berusaha tempe, pengetahuan awal membuat tempe, lama keanggotaan pengrajin anggota Primkopti Kota Bogor, jumlah tanggungan keluarga, dan status pekerjaan usaha tempe. Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak bersifat heterogen. Oleh karena itu, karakteristik pengrajin tempe anggota dan non anggota pada tiap skala dapat berbeda, sehingga diperlukan penjabaran tentang karakteristik responden pengrajin tempe baik anggota maupun non anggota Primkopti Kota Bogor pada tiap skala usaha. Karakteristik responden pengrajin tempe untuk pengrajin anggota dan non anggota Primkopti Kota Bogor pada setiap skala usaha disajikan dalam Tabel 5.2. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa mayoritas yang menjalankan usaha tempe adalah laki-laki. Hal tersebut menggambarkan bahwa usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 mayoritas dijalankan oleh laki-laki karena sebagai kepala keluarga yang merupakan pekerjaan utamanya. perempuan yang menjalankan usaha tempe pada umumnya karena mengikuti suami untuk menambah penghasilan keluarga.
43
Tabel 5.2 Karakteristik umum responden pengrajin tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No.
Karakteristik
SI
Anggota SII SIII
Total
Jenis Kelamin (%) Laki-Laki 100 100 100 100 Perempuan 0 0 0 0 2. Usia (Tahun) Rata-Rata 41 41 32 40 Maksimum 53 50 37 55 Minimum 28 28 27 27 3. Pendidikan (%) Tidak Pernah Sekolah 13 17 0 14 Tidak Tamat SD 27 8 0 17 SD 33 42 0 35 SMP 13 25 50 21 SMA 7 8 50 10 Diploma 7 0 0 3 4. Lama Pengalaman Berusaha Tempe (Tahun) Rata-Rata 18 18 14 18 Maksimum 33 30 15 33 Minimum 6 10 13 6 5. Pengetahuan Awal Membuat Tempe (%) Turun Temurun 47 75 0 55 Dari Orang Lain 53 25 100 45 (Bekerja) 6. Lama Keanggotaan Primkopti Kota Bogor (Tahun) Rata-Rata 14 20 10 16 Maksimum 30 35 12 35 Minimum 5 10 8 5 7. Jumlah Tanggungan Keluarga (Jiwa) Rata-Rata 3 3 2 3 Maksimum 4 4 3 4 Minimum 0 2 0 0 8. Status Pekerjaan Usaha Tempe (%) Pekerjaan Utama 100 100 100 100 Pekerjaan Sampingan 0 0 0 0 Keterangan: SI=Skala I, SII=Skala II, SIII=Skala III Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
SI
Non Anggota SII SIII Total
Total
1.
100 0
75 25
62.5 37.5
84 16
92 8
34 60 22
36 42 30
46 60 35
38 60 22
39 60 22
20 20 27 27 6 0
25 25 37.5 12.5 0 0
12.5 12.5 12.5 37.5 25 0
19 19 26 26 10 0
17 18 30 23 10 2
14 40 5
14 20 10
21 32 10
16 40 5
17 40 5
60
87.5
75
71
63
40
12.5
25
29
37
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
2 6 0
3 3 3
4 6 3
3 6 0
3 6 0
100 0
100 0
100 0
100 0
100 0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa pengrajin tempe pada skala I baik anggota maupun non anggota memiliki karakteristik yang sama, yakni 100 persen pengrajin merupakan laki-laki. Responden perempuan terdapat pada skala II dan III karena mengikuti suaminya yang juga berada pada skala II dan III. Mereka saling memanfaatkan alat produksi yang dapat digunakan secara bersama, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk alat produksi tidak besar seperti pengrajin yang memulai usaha dari awal. Oleh karena itu, pengrajin perempuan tersebut dapat berada pada skala yang lebih besar, yakni skala II dan III.
44
Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata usia pengrajin anggota lebih besar dibandingkan rata-rata usia pengrajin non anggota. Pengrajin non anggota memiliki tingkat usia yang lebih beragam dibanding pengrajin anggota karena usia maksimum dan minimum terdapat pada pengrajin non anggota. Semakin besar skala usaha tempe, maka pengrajin yang berada pada skala tersebut rata-rata memiliki tingkat usia yang lebih rendah pada pengrajin anggota. Hal tersebut menunjukkan tingkat usia yang ideal bahwa semakin besar skala usaha membutuhkan tenaga yang lebih besar yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas. Tingkatan usia ini berpengaruh dalam kemampuan pengrajin dalam menjalankan usaha tempe baik kemampuan dalam menggunakan faktor produksi, kemampuan berpikir secara matang, maupun kemampuan tenaga yang dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa mayoritas pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak memiliki pendidikan formal terakhir hanya sampai SD, sementara pengrajin dengan pendidikan terakhir diploma hanya terdapat 1 orang. Rendahnya tingkat pendidikan para pengrajin tempe tersebut disebabkan karena mereka merupakan penduduk pendatang yang di tempat asal mereka belum terdapat fasilitas pendidikan yang mendukung dan terdapat kendala tempat tinggal yang jauh dari gedung sekolah. Pengrajin dengan pendidikan formal terakhir SMA terbanyak terdapat pada pengrajin anggota skala III dan pendidikan formal terakhir diploma terdapat pada pengrajin anggota skala I. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata lama pengalaman berusaha tempe pengrajin anggota lebih lama dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Rata-rata lama pengalaman berusaha tempe ini berkaitan dengan rata-rata usia pengrajin tempe, baik anggota maupun non anggota. Pengrajin anggota memiliki rata-rata usia yang semakin rendah setiap skala usaha, sehingga berkaitan dengan rata-rata lama pengalaman berusaha tempe yang juga semakin rendah setiap skala usaha. Pengrajin anggota memiliki rata-rata usia yang semakin tinggi setiap skala usaha, sehingga berkaitan dengan rata-rata lama pengalaman berusaha tempe yang juga semakin tinggi setiap skala usaha. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa mayoritas pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak dalam menjalankan usaha tempe pengetahuan awal
45
membuat tempe didapatkan secara turun temurun, yaitu dengan cara membantu orang tua atau keluarga yang sebelumnya juga sebagai pengrajin tempe. Hal tersebut mengindikasikan bahwa usaha tempe merupakan usaha rumah tangga sehingga banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Selain itu juga terdapat usaha tempe yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga tersebut pada akhirnya memiliki pengetahuan awal membuat tempe sehingga dapat menghasilkan tempe yang berkualitas baik. Pengetahuan awal membuat tempe yang dimiliki pengrajin anggota dan non anggota pada tiap skala pada umumnya lebih banyak didapatkan secara turun temurun. Seluruh responden pengrajin tempe anggota skala III mendapatkan pengetahuan awal membuat tempe dari bekerja dengan pengrajin lain. Pengrajin anggota membeli bahan baku utama seperti kacang kedelai dan ragi di Primkopti serta melakukan simpanan di Primkopti. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata pengrajin sudah menjadi anggota Primkopti Kota Bogor selama 16 tahun. Rata-rata terbesar, nilai maksimum, dan nilai minimum dari lama keanggotaan pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 terdapat pada skala II. Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga pengrajin sebanyak 3 orang, yang terdiri dari satu orang istri dan dua orang anak. Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak pada umumnya telah menyadari pentingnya program Keluarga Berencana mengingat biaya hidup yang tinggi saat ini. Mereka menyadari bahwa pendapatan dari usaha tempe tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jika memiliki banyak tanggungan keluarga. Pengrajin anggota dari skala I hingga skala III rata-rata jumlah tanggungan keluarga semakin sedikit. Berbeda dengan pengrajin anggota, pada usaha tempe pengrajin non anggota semakin sebesar skala usaha, jumlah tanggungan keluarga semakin banyak. Jumlah tanggungan keluarga terbanyak terdapat pada pengrajin non anggota skala III. Secara keseluruhan, usaha tempe yang dijalankan oleh pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak merupakan pekerjaan utama. Mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain usaha tempe. Hal tersebut dikarenakan memproduksi tempe setiap harinya sudah cukup menyita waktu dan tenaga, sehingga tidak dapat
46
melakukan pekerjaan lain yang juga menyita waktu sehari-hari. Pekerjaan lain selain usaha tempe yang dijalankan seperti membuka warung makan atau warung jajanan dilakukan oleh istri untuk menambah pendapatan keluarga.
5.2.2. Karakteristik Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Pengrajin Tempe Terhadap Primkopti Kota Bogor dan Skala Usaha 5.2.2.1.Karakteristik Bangunan Proses produksi tempe pada usaha tempe rumah tangga di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 dilakukan di bangunan yang menyatu dengan tempat tinggal sehari-hari. Pengrajin tidak mengeluarkan biaya untuk bangunan yang secara khusus hanya diperuntukan untk proses produksi tempe, namun jika tidak memiliki tempat tinggal pun pengrajin tidak dapat memproduksi tempe. Oleh karena itu, pengrajin tetap membutuhkan bangunan untuk tempat tinggal sekaligus untuk produksi tempe baik milik sendiri maupun sewa (kontrak rumah). Tempat produksi tempe yang menyatu dengan bangunan tempat tinggal menjadikan luas tempat produksi tempe di dalam rumah tersebut hanya membutuhkan sekitar ¼ bagian dari bangunan rumah. Bentuk bangunan tersebut merupakan bangunan permanen dengan dinding tembok, lantai semen atau keramik, dan atap genteng. Oleh karena bangunan permanen tidak memiliki umur ekonomis atau dengan kata lain dapat selalu digunakan, maka biaya yang dihitung dari bangunan pada usaha tempe ini adalah biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi pengrajin yang memiliki rumah sendiri atau biaya sewa bangunan bagi pengrajin yang tidak memiliki rumah sendiri. Biaya yang dikeluarkan untuk bangunan ini yakni biaya PBB atau biaya sewa termasuk ke dalam biaya tetap dan biaya tunai. Rincian dari biaya PBB atau biaya sewa bangunan per pengrajin disajikan dalam Lampiran 3.
5.2.2.2.Karakteristik Peralatan Produksi Berbagai macam peralatan produksi digunakan oleh pengrajin di Kelurahan Kedung Badak untuk menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik. peralatan produksi tersebut adalah alat pemecah kacang, rak, kompor, ember,
47
pompa air, drum, ayakan, serta keranjang dan kendaraan bermotor untuk memasarkan hasil produksi yaitu tempe itu sendiri. Alat pemecah kacang digunakan untuk memecahkan kacang kedelai sekaligus mengupas kulitnya. Kacang kedelai yang telah pecah atau terbelah membuat kulit kacang pun mudah lepas, sehingga memudahkan para pengrajin dalam mengupas kacang kedelai karena dalam memproduksi tempe kulit kacang kedelai harus terkelupas seluruhnya. Di sisi lain tidak semua pengrajin tempe menggunakan alat pemecah kacang mengingat harganya yang mahal, yakni Rp 2 500 000 Rp 4 500 000. Umumnya pengrajin skala I yang tidak memiliki alat pemecah kacang, pemecahan kacang dilakukan dengan memasukkan kacang kedelai ke karung goni kemudian diinjak dengan kaki secara manual. Pengrajin II dan III mayoritas menggunakan alat pemecah kacang karena banyaknya kedelai yang digunakan sehingga memudahkan dan dapat menghemat tenaga pengrajin. Rak digunakan dalam proses fermentasi yang berlangsung selama dua malam. Setelah kedelai diberi ragi kemudian dimasukan ke dalam plastik pembungkus. Lalu kedelai yang telah dibungkus tersebut ditata di rak fermentasi. Semakin banyak kedelai yang digunakan dalam proses produksi, maka semakin banyak pula rak yang digunakan. Kompor digunakan oleh pengrajin yang menggunakan tabung gas dalam proses perebusan kacang kedelai. Hal tersebut disebabkan terdapat pengrajin yang masih menggunakan kayu bakar, sehingga tidak menggunakan kompor. Pengrajin yang menggunakan kayu bakar tersebut menggunakan drum logam sebagai wadah kacang kedelai untuk direbus. Sementara pengrajin yang menggunakan kompor dan tabung gas menggunakan drum stainless steel yang harganya lebih mahal dari drum logam dan mayoritas digunakan oleh pengrajin skala II dan III. Selain itu juga terdapat drum plastik yang digunakan oleh semua pengrajin untuk mencuci kacang kedelai. Air yang digunakan oleh pengrajin untuk mencuci dan merebus kacang kedelai adalah air sumur, maka pengrajin menggunakan pompa air untuk mendapatkan air tersebut. Oleh karena itu, dalam biaya produksi tempe terdapat biaya untuk listrik. Pengrajin mencuci kedelai dan memastikan seluruh kulit kedelai terbuang pengrajin menggunakan ayakan.
48
Dalam memasarkan tempe yang siap dijual, pengrajin menggunakan keranjang yang dibawa dengan menggunakan kendaraan bermotor. Terdapat dua macam keranjang yang digunakan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015, yaitu keranjang bambu dan keranjang container. Keranjang bambu umumnya digunakan oleh pengrajin skala I dan sebagain skala II yang menggunakan motor dalam memasarkan tempe yang dihasilkan. Keranjang container digunakan oleh sebagian pengrajin skala II dan pengrajin skala III. Oleh karena banyaknya tempe yang dihasilkan oleh sebagian pengrajin skala II dan III, maka tidak cukup jika menggunakan keranjang bambu dan motor, sehingga sebagian pengrajin skala II dan III menggunakan keranjang container dan mobil pick up. Biaya untuk peralatan produksi tersebut termasuk ke dalam biaya penyusutan dalam usaha tempe yang bersifat tetap dan tunai. Biaya penyusutan tersebut disajikan secara rinci dalam Lampiran 2. Gambar peralatan produksi yang digunakan oleh pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak sebagian dapat dilihat pada Lampiran 27.
5.2.2.3.Input Produksi Input produksi yang digunakan dalam usaha tempe ini adalah kacang kedelai, ragi, plastik, daun pisang, listrik untuk mendapatkan air dengan menggunakan pompa air, gas atau kayu bakar, tenaga kerja baik dalam keluarga maupun luar keluarga, dan bahan bakar untuk transportasi mengangkut tempe untuk dijual. Rata-rata penggunaan input produksi yang digunakan per hari dalam usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 ini dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan input produksi pada pengrajin anggota maupun non anggota Primkopti pada setiap skala usaha bervariasi Jumlah input produksi yang digunakan setiap harinya berbeda antar skala usaha. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah kedelai yang digunakan. Semakin banyak kedelai yang digunakan, maka semakin banyak jumlah input produksi yang digunakan setiap harinya.
49
Tabel 5.3 Rata-rata penggunaan input produksi usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (jumlah/satuan/hari) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Input Produksi
Anggota Non Anggota Skala I Skala II Skala III Skala I Skala II Skala III Kg 47.7 80.8 110 47 93.8 176.3 Gr 71.2 119.6 166.3 69.3 133.4 235.2 Kg 1.0 1.7 2 1.0 1.9 2.9 Ikat 2.1 4.0 5 2 4 6.5 Tabung 1.5 2.4 3.4 1.4 2.9 4.5 HOK 1.1 1.3 1 1.1 1.4 1 Satuan
Kedelai Ragi Plastik Daun Pisang Listrik Gas (3 Kg) Kayu Bakar 7. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 8. Tenaga Kerja Luar HOK 0 Keluarga 9. Bahan Bakar Liter 1.8 Transportasi Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
1
1
0
1
1.38
3.7
6
2
4.4
10.38
Penggunaan kedelai pada pengrajin anggota dan non anggota skala I tidak berbeda jauh, namun pada skala II dan III sedikit jauh berbeda. Hal tersebut dikarenakan rata-rata penggunaan kedelai pada pengrajin non anggota lebih besar dibandingkan pengrajin anggota. Pengrajin anggota ada yang hingga 230 kg kedelai tiap kali memproduksi tempe, sementara pengrajin anggota penggunaan kedelai paling besar sebanyak 110 kg. Input produksi yang lain seperti ragi, plastik, daun pisang, listrik, kayu bakar atau tabung gas, TKDK, TKLK, dan bahan bakar transportasi banyak atau tidak penggunaannya mengikuti banyak atau tidaknya penggunaan kedelai. Terdapat perbedaan dalam hal bahan pembungkus kedelai hingga menjadi tempe. Terdapat pengrajin yang dari proses fermentasi hingga menjadi tempe siap jual menggunakan plastik saja, namun ada juga pengrajin yang mengganti plastik dengan daun pisang pada saat tempe masih setengah jadi. Selain itu juga terdapat perbedaan dalam bahan bakar untuk merebus kedelai. Ada pengrajin yang menggunakan kayu bakar, namun ada juga pengrajin yang menggunakan gas 3 kg. Oleh karena itu, perhitungan rata-rata total biaya input produksi yang dikeluarkan per pengrajin tidak dapat dilakukan dengan menjumlahkan biaya rata-rata dari masing-masing input produksi yang digunakan, namun dihitung berdasarkan total biaya input produksi yang dikeluarkan oleh setiap pengrajin kemudian dirataratakan seperti yang disajikan dalam Lampiran 4.
50
5.2.2.4.Karakteristik Produksi Karakteristik produksi dari usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 ini homogen, yakni produksi yang dilakukan dengan cara tradisional. Pengrajin anggota dan non anggota memiliki proses produksi tempe yang sama, yaitu sebagai berikut: 1.
Proses sortasi Proses sortasi ini dilakukan dengan membersihkan kedelai kering dari sampah-sampah ringan seperti kulit kedelai, ranting-ranting, bebatuan, biji jagung, atau kedelai busuk yang kering. Proses ini penting karena sampahsampah ringan tersebut akan mengganggu hasil akhir tempe.
2.
Proses pencucian Proses pencucian ini bertujuan untuk kembali membersihkan kedelai dari sampah kering yang masih tersisa. Kedelai dicuci dengan menggunakan air bersih, kemudian dilakukan pengadukan dengan tangan sehingga sampah-sampah kering yang masih bersisa tersebut akan timbul atau terapung. Sisa-sisa sampah kering yang telah terapung tersebut diambil dengan cara disaring dengan ayakan.
3.
Proses perebusan Proses perebusan ini bertujuan agar kedelai lebih lunak dan kulit kedelai mudah terlepas, serta untuk menghilangkan bau langu dari kedelai. Proses perebusan dilakukan dengan air mendidih selama kurang lebih 45 menit.
4.
Proses perendaman Proses perendaman ini berlangsung selama kurang lebih 24 jam setelah proses perebusan selesai dan didiamkan pada suhu ruangan. Air rendaman akan terlihat seperti berbuih dan sedikit kental setelah 24 jam.
5.
Proses pengupasan kulit kedelai Kedelai yang telah direbus dan direndam akan menyebabkan kulit kedelai lebih mudah untuk dilepaskan. Oleh karena itu, proses pengupasan ini dapat dilakukan dengan tangan dengan cara diremas-remas sebelum air rendaman dibuang. Mayoritas pengrajin menggunakan alat pemecah dan pengupas kulit kedelai atau dengan cara menginjakkan kaki ke atas kedelai
51
yang dimasukan ke dalam karung goni. Tujuannya sama yaitu agar kulit kedelai terlepas. 6.
Proses pencucian Proses ini dilakukan untuk membuang kulit kedelai yang sudah terlepas. Proses pencucian dan penyaringan kulit kedelai ini harus dilakukan dengan baik karena kulit kedelai yang tidak terbuang akan memengaruhi rasa dan tekstur tempe yang dihasilkan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan ayakan dengan cara diputar-putar agar kulit kedelai yang telah terlepas tersebut, terapung sehingga mudah untuk diambil kemudian dibuang.
7.
Proses peragian Sebelum diberi ragi, kedelai yang telah dicuci dan dibuang seluruh kulitnya dilakukan penirisan terlebih dahulu agar air yang masih tersisa pada kedelai tidak mengganggu proses fermentasi, sehingga tempe yang dihasilkan berkualitas baik. Ragi yang diberikan pada proses peragian ini harus dilakukan secara merata dengan cara diaduk dengan baik.
8.
Proses pembungkusan Setelah kedelai diberi ragi secara merata kemudian dilakukan proses pembungkusan dengan menggunakan plastik PE (polietilen) yang tebal. Masing-masing pengrajin memiliki cara membungkus yang berbeda-beda dengan berbagai bentuk dan ukuran.
9.
Proses fermentasi Kedelai yang telah dibungkus diletakkan dengan rapi di rak untuk proses fermentasi. Proses fermentasi ini berlangsung selama kurang lebih 48 jam hingga tempe siap untuk dijual. Perbedaan produksi tempe ini adalah pada proses pengemasan kedelai
hingga menjadi tempe yang siap untuk dijual. Terdapat pengrajin yang hanya menggunakan plastik hingga tempe dijual ke konsumen dan ada juga pengrajin yang mengganti dari plastik ke daun pisang kurang lebih setelah 24 jam proses fermentasi, atau saat tempe masih setengah jadi. Perbedaan kemasan tempe tersebut tetap menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik.
52
5.2.2.5.Output Output usaha tempe adalah tempe itu sendiri yang telah mengalami proses pengolahan dan proses fermentasi sebelumnya serta siap dijual. Selain tempe yang menjadi sumber pendapatan utama guna memenuhi kebutuhan usaha dan keluarga, terdapat produk lain yang dapat dijual, yaitu ampas kulit kedelai. Tempe yang dihasilkan tersebut dijual secara berkeliling ke konsumen rumah tangga, pedagang sayur keliling, pedagang sayur di warung, dan pedagang gorengan yang menggunakan tempe sebagai bahan bakunya, serta dijual secara langsung ke pasar kepada para pedagang tempe di pasar, sementara ampas kulit kedelai dijual kepada para peternak sapi sebagai tambahan pakan untuk ternaknya. Tempe yang dihasilkan dijual dalam beberapa bentuk kemasan. Kemasankemasan tersebut memiliki berat yang berbeda, sehingga memiliki harga jual yang berbeda, serta dijual dalam jumlah kemasan yang berbeda pula. Dengan menggunakan informasi dari hasil penelitian berupa harga, berat, dan jumlah kemasan dari masing-masing harga per kemasan untuk setiap pengrajin responden, maka dapat diketahui kilogram tempe yang dihasilkan setiap harinya, harga jual per kilogram tempe, dan produktivitas setiap satu kilogram kedelai menghasilkan sekian kilogram tempe seperti yang disajikan dalam Tabel 5.4. Rata-rata jumlah kemasan tempe dan berat tempe per kemasan secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 5.4. Tabel 5.4 Rata-rata berat dan jumlah kemasan tempe yang dihasilkan pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (per hari) No. Harga (Rp/Kemasan) 1. 2 000 2. 3 000 3. 4 000 4. 5 000 5. 6 000 6. 7 000 7. 8 000 8. 10 000 Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Berat (Kg/Kemasan) 0.222 0.366 0.495 0.555 0.646 0.824 0.969 1.074
Jumlah Kemasan 51.05 47.12 43.39 47.78 50.34 40.19 41.48 42.29
Berdasarkan Tabel 5.4, para pengrajin memberikan harga yang berbeda yang ditentukan berdasarkan takaran yang berbeda untuk setiap kemasan. Namun, setiap pengrajin tidak menjual semua kemasan dari harga Rp 2 000 sampai Rp 10 000. Para pengrajin hanya menjual beberapa jenis kemasan tertentu sesuai sasaran pasarnya. Informasi harga per kemasan, berat per kemasan, dan jumlah kemasan
53
yang dihasilkan oleh setiap pengrajin dapat dihitung setiap hari setiap pengrajin menghasilkan sekian kilogram tempe yang didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah kemasan dengan berat per kemasan. Kemudian total produksi tempe dalam kilogram tersebut dibagi dengan total kilogram kedelai yang digunakan untuk mendapatkan produktivitas kedelai dalam menghasilkan tempe seperti yang disajikan dalam Tabel 5.5. Tabel 5.5 Rata-rata input kedelai, produksi tempe, dan produktivitas berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Uraian
Skala I 47.67
A. Input Kedelai (Kg/Hari) B. Produksi Tempe 65.87 (Kg/Hari) C. Produktivitas (Kg 1.39 Tempe/Kg Kedelai) Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Anggota Skala II Skala III 80.83 110
Skala I 47
Non Anggota Skala II Skala III 93.75 176.25
114.45
151.52
63.30
132.67
230.37
1.41
1.38
1.35
1.42
1.31
Berdasarkan Tabel 5.5, besar kecilnya produksi tempe per hari dan produktivitas baik pengrajin anggota maupun pengrajin non anggota sangat ditentukan oleh penggunaan input kedelai setiap harinya, dengan asumsi penggunaan ragi yang cukup, serta proses mengolah, proses fermentasi, dan cara membungkus tempe dilakukan dengan baik. Tempe yang dihasilkan dengan kualitas baik dan siap untuk dijual harus segera dijual ke konsumen mengingat para pengrajin tidak menggunakan bahan pengawet karena mereka menyadari dampak buruk bahan pengawet terhadap kesehatan. Produktivitas usaha tempe ini rata-rata menghasilkan 1.39 kilogram tempe untuk setiap satu kilogram kedelai yang digunakan oleh pengrajin anggota dan 1.36 kilogram tempe untuk setiap satu kilogram kedelai yang digunakan oleh pengrajin non anggota. Produktivitas kedelai dalam menghasilkan tempe ditentukan oleh kualitas input produksi serta cara dan proses pengolahan, fermentasi, dan pengemasan.
VI.
6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Struktur Biaya Usaha Tempe
Struktur biaya pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak Kota Bogor terdiri dari komponen biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tetap dan biaya variabel dapat terdiri dari komponen biaya tunai dan biaya tidak tunai seperti data pada Tabel 6.1, namun dapat juga sebaliknya, biaya tunai dan tidak tunai dapat terdiri dari komponen biaya tetap dan biaya variabel. Keduanya menghasilkan total biaya yang sama. Tabel 6.1 Rincian biaya pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Komponen Biaya
Jumlah/ Hari
A. Biaya Tetap a) Biaya Tunai 1. Pemeliharaan alat pemecah kacang 2. Pemeliharaan pompa air 3. PBB, atau Sewa bangunan 4. Pajak kendaraan bermotor, atau Sewa kendaraan bermotor 5. Penyusutan peralatan b) Biaya Tidak Tunai 1. Tenaga kerja dalam 1.2 keluarga (HOK) B. Biaya Variabel a) Biaya Tunai 1. Kedelai (kg) 65.7 2. Ragi (gr) 98 3. Plastik (kg) 1.4 4. Daun pisang (ikat) 3.3 5. Listrik 6. Gas 3 kg (tabung), atau 2.4 Kayu bakar 7. Tenaga kerja luar keluarga 1 (HOK) 8. Bahan bakar transportasi 2.9 (liter) b) Biaya Tidak Tunai Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Anggota Non Anggota Harga Rp/Hari/ Jumlah/ Harga Rp/Hari/ Satuan Orang Hari Satuan Orang
-
118
-
-
163
-
127 441 7 291 765
-
-
147 516 7 476 756
-
10 769 5 461
-
-
13 462 6 152
50 000
58 621
1.1
50 000
56 452
7 797 9.7 15 276 7 580 19 083 50 000
512 241 945 20 943 24 745 1 981 46 292 7 382 50 000
92.4 129 1.8 4.1 3.3 1.3
7 802 9.9 15 516 7 800 19 237 50 000
724 177 1 289 27 589 32 010 2 039 63 592 6 875 62 500
6 900
19 748
4.8
6 900
32 942
-
-
-
-
-
Tabel 6.1 menunjukkan bahwa struktur biaya pada usaha tempe mengunakan komponen biaya tunai dan biaya tidak tunai yang termasuk ke dalam biaya tetap, serta komponen biaya tunai dan biaya tidak tunai yang termasuk ke
56
dalam biaya variabel. Biaya tunai pada biaya tetap terdiri dari biaya pemeliharaan alat pemecah kacang kedelai, biaya pemeliharaan pompa air, biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi pengrajin yang telah memiliki tempat tinggal sendiri atau biaya sewa bangunan bagi pengrajin yang belum memiliki tempat tinggal sendiri, biaya pajak kendaraan bermotor atau biaya sewa kendaraan bermotor, dan biaya penyusutan peralatan per hari per pengrajin yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya tidak tunai pada biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja dalam keluarga yang pada umumnya tidak dihitung sebagai biaya produksi oleh para pengrajin tempe. Biaya tunai yang termasuk kedalam biaya variabel terdiri dari biaya untuk input produksi yang dibayar tunai seperti kedelai, ragi, plastik, daun pisang, listrik untuk menggunakan air sumur, gas atau kayu bakar, tenaga kerja luar keluarga (TKLK), dan bahan bakar untuk transportasi pemasaran tempe. Pada usaha tempe ini tidak terdapat biaya variabel yang bersifat tidak tunai. Komponen biaya tetap terbesar pada usaha tempe per hari per pengrajin adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga yang mencapai Rp 58 621 untuk pengrajin anggota dan Rp 56 452 untuk pengrajin non anggota. Hal tersebut dikarenakan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak merupakan usaha rumah tangga sehingga masih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tetap terkecil adalah biaya pemeliharaan alat pemecah kacang. Komponen biaya variabel terbesar pada usaha tempe per hari per pengrajin adalah biaya untuk bahan baku utama yaitu kacang kedelai yang mencapai Rp 512 241 untuk pengrajin anggota dan Rp 724 177 untuk pengrajin non anggota. Besar kecilnya biaya kedelai untuk pengrajin anggota maupun non anggota ditentukan oleh besar kecilnya rata-rata penggunaan kedelai untuk sekali produksi tempe. Sementara biaya variabel terkecil adalah biaya untuk ragi. Ragi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Jika ragi terlalu banyak dapat membuat kedelai yang diproduksi gagal menjadi tempe. Harga bahan baku utama yaitu kedelai rata-rata pengrajin anggota lebih murah dalam membeli kedelai yaitu Rp 7 797 per kg dibandingkan pengrajin non anggota yaitu Rp 7 802 per kg. Sama halnya dengan kedelai, anggota mendapatkan ragi dengan harga yang lebih murah, yaitu Rp 9.7 per gram
57
dibandingkan pengrajin non anggota yaitu Rp 9.9 per gram. Hal tersebut dikarenakan pengrajin anggota membeli kedelai dan ragi di Primkopti sedangkan pengrajin non anggota membeli di toko lain.
6.1.1. Analisis Struktur Biaya Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Struktur biaya usaha tempe diklasifikasikan berdasarkan komponen biaya tetap dan biaya variabel serta biaya tunai dan biaya tidak tunai mempunyai tujuan tertentu. Biaya tetap dan biaya variabel digunakan untuk analisis titik impas (break even point, BEP). Pada analisis titik impas (BEP) data yang digunakan dari struktur biaya adalah total biaya tetap dan biaya variabel rata-rata. Total biaya tetap adalah penjumlahan semua komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya tetap. Biaya variabel rata-rata adalah hasil penjumlahan semua komponen biaya variabel kemudian dibagi dengan total kilogram tempe yang dihasilkan per hari, sehingga didapatkan nilai biaya variabel rata-rata. Biaya tunai dan biaya tidak tunai digunakan untuk analisis pendapatan. Pada analisis pendapatan data yang digunakan dari struktur biaya adalah total biaya tunai dan total biaya secara keseluruhan. Total biaya tunai adalah penjumlahan semua komponen biaya yang langsung dibayar tunai, baik bersifat tetap maupun variabel. Total biaya secara keseluruhan adalah penjumlahan komponen biaya tunai ditambah biaya tidak tunai, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga. Analisis pendapatan menggunakan biaya tunai dan total biaya secara keseluruhan bertujuan agar nilai pendapatan yang didapatkan benar-benar menggambarkan pendapatan yang diperoleh pengrajin tempe dengan telah memperhitungkan biaya yang sering kali diabaikan, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga. Jika menghitung pendapatan hanya menggunakan biaya tunai, maka pendapatan tersebut terlihat lebih besar dari pendapatan yang dihitung dengan dengan total biaya. Di sisi lain, pendapatan yang diperoleh tersebut masih terdapat biaya yang seharusnya dikeluarkan tiap kali berproduksi tempe. Setiap pengrajin dalam memproduksi tempe dapat menggunakan input dan alat produksi yang berbeda-beda. Untuk input produksi yang digunakan, masih terdapat pengrajin yang menggunakan kayu bakar untuk merebus kedelai, namun
58
ada juga pengrajin yang sudah menggunakan gas dalam proses perebusan. Untuk alat produksi, terdapat pengrajin yang menggunakan drum logam, tetapi ada juga pengrajin yang menggunakan drum stainless steel. Perbedaan itulah yang menyebabkan perhitungan biaya pada usaha tempe ini tidak dapat dilakukan terhadap masing-masing alat dan bahan produksi yang digunakan. Jika dilakukan seperti itu, maka akan menyebabkan perhitungan biaya menjadi double counting. Oleh karena itu, perhitungan biaya pada usaha tempe ini dilakukan terhadap masing-masing pengrajin atas total biaya yang dikeluarkan. Struktur biaya pada usaha tempe seperti yang disajikan pada Tabel 6.2 didapat dari hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Tabel 6.2 menyajikan hasil perhitungan biaya yang dikeluarkan per hari oleh masing-masing pengrajin dan dihitung secara rata-rata baik untuk biaya tetap dan biaya variabel maupun biaya tunai dan biaya tidak tunai. Perhitungan beberapa komponen biaya tersebut dibedakan berdasarkan keanggotaan pengrajin terhadap Primkopti Kota Bogor dan berdasarkan skala usaha. Pembagian skala usaha pada penelitian ini dibagi berdasarkan jumlah kebutuhan kedelai per proses produksi yang dilakukan setiap hari. Tabel 6.2 Struktur biaya usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari) Anggota Skala I Skala II Skala III A. Berdasarkan Biaya Tetap dan Biaya Variabel 1. Biaya Tetap 65 085 82 084 67 670 Komponen Biaya
Skala I
Non Anggota Skala II Skala III
63 844
86 346
74 730
(13.3*)
(9.7*)
(5.8*)
(13.2*)
(8.8*)
(4.2*)
422 944
761 726
1 092 337
418 883
900 191
1 723 168
(86.7*)
(90.3*)
(94.2*)
(86.8*)
(91.2*)
(95.8*)
488 029
843 810
1 160 007
482 727
986 537
1 797 898
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
B. Berdasarkan Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai 1. Biaya Tunai 434 696 777 143 1 110 007
2. Biaya Variabel Total Biaya
2. Biaya Tidak Tunai Total Biaya
429 394
917 787
1 747 898
(89.1*)
(92.1*)
(95.7*)
(89*)
(93*)
(97.2*)
53 333
66 667
50 000
53 333
68 750
50 000
(10.9*)
(7.9*)
(4.3*)
(11*)
(7*)
(2.8*)
488 029
843 810
1 160 007
482 727
986 537
1 797 898
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
*
Keterangan: ( ) Persentase terhadap total biaya Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 6.2, baik pada usaha tempe anggota maupun non anggota, biaya tidak tunai meningkat dari skala I ke skala II, karena pada skala II semakin banyak tenaga dalam keluarga yang digunakan. Skala II ke skala III
59
biaya tidak tunai menurun, karena pada skala III lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Secara keseluruhan selain biaya tidak tunai, semakin besar skala usaha maka semua komponen biaya semakin besar, kecuali biaya tidak tunai. Hal tersebut dikarenakan besaran biaya yang disajikan dihitung berdasarkan total biaya dari masing-masing komponen biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu, tidak terlihat usaha tempe manakah yang paling efisien dari segi biaya. Struktur biaya per unit output yang dihasilkan yang lebih menggambarkan usaha tempe mana yang memiliki total biaya terkecil atau yang paling efisien dari segi biaya. Struktur biaya per kilogram tempe yang dihasilkan didapatkan dari besaran masing-masing komponen biaya per pengrajin dibagi oleh jumlah kilogram tempe yang dihasilkan oleh masing-masing pengrajin tersebut kemudian dirata-ratakan. Oleh karena itu, didapatkan besaran biaya usaha tempe per kilogram tempe yang dihasilkan pada usaha tempe pengrajin anggota dan non anggota pada tiap skala usaha. Besaran biaya tersebut disajikan dalam Tabel 6.3. Tabel 6.3 Struktur biaya usaha tempe per unit output berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak Tahun 2015 (Rp/kg tempe) Anggota Skala I Skala II Skala III A. Berdasarkan Biaya Tetap dan Biaya Variabel 1. Biaya Tetap 1 015 715 447 Komponen Biaya
(13.7*)
2. Biaya Variabel Total Biaya
(9.7*)
1 028
650
333
(13.5*)
(8.8*)
(4.3*)
6 396
6 652
7 209
6 581
6 775
7 452
(90.3*)
(94.2*)
(86.5*)
(91.2*)
(95.7*)
7 411
7 367
7 656
7 609
7 425
7 785
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(88.8*)
Total Biaya
Non Anggota Skala II Skala III
(86.3*)
B. Berdasarkan Biaya Tunai dan Biaya Tidak Tunai 1. Biaya Tunai 6 581 6 789 2. Biaya Tidak Tunai
(5.8*)
Skala I
(92.2*)
7 326
6 753
6 909
7 560
(95.7*)
(88.8*)
(93.1*)
(97.1*)
830
578
330
856
516
225
(11.2*)
(7.8*)
(4.3*)
(11.2*)
(6.9*)
(2.9*)
7 411
7 367
7 656
7 609
7 425
7 785
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
(100*)
*
Keterangan: ( ) Persentase terhadap total biaya Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 6.3, baik untuk pengrajin anggota maupun non anggota Primkopti, semakin besar skala usaha maka semakin kecil biaya tetap yang harus dikeluarkan per kilogram tempe yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang bersifat tetap tersebut dapat digunakan untuk memproduksi tempe yang lebih banyak tanpa perlu menambah peralatan yang digunakan, seperti alat pemecah
60
kacang kedelai, dan pompa air. Semakin besar skala usaha juga tidak menambah biaya-biaya lain seperti biaya PBB atau sewa bangunan dan biaya pajak kendaraan atau sewa kendaraan. Berbeda halnya dengan biaya tetap, semakin besar skala usaha, maka biaya variabel yang harus dikeluarkan cenderung semakin besar untuk per kilogram tempe yang dihasilkan. Hal tersebut jelas terlihat bahwa semakin banyak kedelai yang digunakan maka semakin banyak pula ragi, plastik, daun pisang, listrik, dan tenaga yang digunakan untuk menghasilkan tempe. Biaya tetap memiliki proporsi yang kecil terhadap total biaya. Hal tersebut dikarenakan komponen penyusun biaya tetap dikeluarkan per tahun. Selain itu sebagian peralatan yang digunakan untuk memproduksi tempe memiliki umur ekonomi yang panjang, seperti alat pemecah kacang, rak, keranjang, dan motor, sehingga jika dihitung biaya per hari akan menghasilkan biaya yang relatif kecil. Biaya tidak tunai memiliki proporsi antara 2.9 persen hingga 11.2 persen terhadap total biaya, sementara biaya tunai memiliki proporsi antara 88.8 persen hingga 97.1 persen. Baik pengrajin anggota maupun non anggota, proporsi biaya tidak tunai terbesar terdapat pada skala I. Hal tersebut dikarenakan pada skala I tenaga kerja yang digunakan masih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga agar tetap memperoleh pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan, sementara proporsi biaya tunai terkecil dimiliki oleh pengrajin skala III. Hal tersebut dikarenakan pengrajin skala III menggunakan kedelai dalam jumlah banyak, sehingga perlu menggunakan tenaga kerja tambahan dan memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar tenaga kerja dari luar keluarga. Struktur biaya pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 baik berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel maupun berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai menghasilkan total biaya yang sama. Secara keseluruhan, pengrajin anggota memiliki total biaya yang lebih kecil untuk setiap skala usaha baik skala I, II, dan III dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Hal tersebut dikarenakan pengrajin anggota mendapatkan bahan baku kedelai dan ragi yang lebih murah dan mudah dibandingkan pengrajin non anggota. Perbedaan besaran biaya saja tidak cukup dalam analisis struktur biaya ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik yaitu uji beda dua sampel bebas dan
61
uji beda beberapa sampel bebas agar terlihat apakah perbedaan biaya antar keanggotaan dan antar skala usaha berbeda secara signifikan dengan menggunakan taraf nyata (α) 5 persen.
6.1.2. Uji Beda Terhadap Struktur Biaya Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Analisis struktur biaya usaha tempe juga dilakukan uji beda terhadap total biaya antara pengrajin anggota dan non anggota yang terdiri dari total biaya menurut keanggotaan pengrajin dan skala usaha. Hasil uji beda total biaya usaha tempe menurut keanggotaan pengrajin dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 Hasil uji beda total biaya usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No.
Keanggotaan
Mean
Std. Deviation
1. Total Biaya Anggota 7 407.55 173.543 2. Total Biaya Non Anggota 7 607.16 228.524 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Sig. (2tailed)
Sig. (1tailed)
Mean Difference
0.000*
0.000*
-199.610
Data pada Tabel 6.4 secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Berdasarkan Tabel 6.4, total biaya per kilogram tempe pengrajin anggota lebih rendah dibanding pengrajin non anggota dapat dilihat dari nilai sig. (1-tailed) sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hal ini berarti secara statistik total biaya per kilogram tempe pengrajin anggota signifikan lebih rendah dibanding pengrajin non anggota pada taraf nyata (α) 1 persen. Perbedaan rata-rata (mean difference) antara pengrajin anggota dan non anggota tersebut sebesar Rp 199.61 per kilogram tempe. Dengan kata lain, ratarata total biaya pengrajin anggota lebih rendah Rp 199.61 per kilogram tempe dibanding pengrajin non anggota. Uji beda total biaya usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha menggunakan metode One-Way ANOVA karena memiliki lebih dari dua sampel bebas. Pada Lampiran 8, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata total biaya per kilogram tempe menurut skala usaha secara berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hasil uji beda total biaya usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.5.
62
Tabel 6.5 Hasil uji beda total biaya usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference Total Biaya Anggota Skala II Skala I -42.933 Skala III -287.833 Skala III Skala I 244.900 Total Biaya Non Anggota Skala II Skala I -184.908 Skala III -360.625 Skala III Skala I 175.717 Total Biaya Secara Keseluruhan Skala II Skala I -120.438 Skala III -363.294 Skala III Skala I 242.856 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 10 persen ** signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Std. Error
Sig.
63.619 39.834 50.011
0.780 0.000** 0.001**
78.632 76.481 80.695
0.072* 0.001** 0.100*
52.481 58.326 64.647
0.066* 0.000** 0.003**
Berdasarkan Tabel 6.5, total biaya per kilogram tempe pada usaha tempe anggota skala I dengan skala III dan skala II dengan skala III berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01), sementara skala I dengan skala II tidak berbeda signifikan secara statistik. Total biaya per kilogram tempe pada usaha tempe non anggota skala II dengan skala III berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01), sementara skala I dengan skala II dan skala I dengan skala III berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen (sig. 0.1). Total biaya per kilogram tempe pada usaha tempe secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik. Nilai perbedaan rata-rata (mean difference) menunjukkan bahwa usaha tempe skala II memiliki rata-rata total biaya terkecil dibandingkan skala I dan III karena perbedaan rata-rata (mean difference) bertanda negatif saat dibandingkan dengan skala I dan skala III. Semakin besar skala usaha total biaya per kilogram tempe tidak semakin rendah. Hal tersebut disebabkan pada skala III terdapat biaya yang besar untuk kendaraan guna mengangkut tempe yang harus menggunakan mobil pick up dengan jumlah keranjang container yang lebih banyak dibanding skala II yang juga menggunakan pick up. Skala I dan sebagian skala II masih dapat menggunakan motor. Kapasitas kendaraan yang digunakan pada skala III belum optimal, sehingga menghasilkan biaya yang besar untuk sewa kendaraan per kilogram tempe yang dihasilkan. Biaya atas penggunaan kendaraan untuk
63
mengangkut tempe secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2 untuk motor dan Lampiran 3 untuk mobil pick up. Jika dilihat dari besaran biaya dan hasil uji beda statistik, usaha tempe pengrajin anggota pada skala II yang memiliki total biaya terkecil. Dengan kata lain, usaha tempe tersebut yang paling efisien dari besaran biaya yang dikelurarkan. Besaran biaya saja tidak cukup untuk menyimpulkan usaha tempe manakah yang paling efisien. Untuk itu, selain mengetahui struktur biaya, perlu juga menganalisis penerimaan dan pendapatan dari usaha tempe sehingga usaha rumah tangga yang dijalankan dapat menyejahterakan keluarga.
6.2.
Analisis Pendapatan Usaha Tempe
Struktur biaya usaha tempe telah diketahui, maka selanjutnya perlu diketahui komponen penerimaan sebelum menghitung dan menganalisis pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan. Pendapatan dihasilkan dari total penerimaan dikurangi total biaya. Penerimaan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak terdiri dari penerimaan dari produksi tempe, penerimaan dari keanggotaan pengrajin terhadap Primkopti Kota Bogor, dan penerimaan lain. Penerimaan dari produksi tempe terdiri dari hasil penjualan tempe itu sendiri. Penerimaan dari keanggotaan pengrajin terhadap Primkopti Kota Bogor terdiri dari SHU yang diterima pengrajin anggota Primkopti Kota Bogor setiap tahunnya dan simpanan pengrajin anggota Primkopti Kota Bogor yang melakukan simpanan dan simpanan tersebut diakumulasikan dalam satu tahun. Penerimaan lain terdiri dari penjualan ampas kulit kedelai yang masih dapat dijual kepada peternak untuk tambahan pakan ternaknya. Oleh karena terdapat komponen penerimaan berdasarkan keanggotaan pengrajin terhadap Primkopti Kota Bogor, sedangkan tidak semua pengrajin di Kelurahan Kedung Badak menjadi anggota Primkopti Kota Bogor, maka penerimaan antara pengrajin anggota dan pengrajin non anggota berbeda. Pengrajin anggota Primkopti Kota Bogor memiliki tambahan penerimaan dari keanggotaannya terhadap Primkopti, yaitu SHU dan simpanan. Penerimaan pengrajin non anggota Primkopti hanya dari penjualan tempe dan penjualan
64
ampas kulit kedelai. Oleh karena itu, pengrajin anggota dengan pengrajin non anggota memiliki rata-rata pendapatan yang berbeda. Selain analisis pendapatan, dengan menggunakan besaran biaya dan penerimaan, dapat juga dilakukan perhitungan rasio R/C untuk mengetahui apakah usaha tempe yang dijalankan menguntungkan, merugikan, atau dalam kondisi impas, yaitu tidak untung tidak rugi. Selain itu rasio R/C juga dapat digunakan untuk menentukan usaha tempe manakah yang paling efisien dari segi biaya dan pendapatan sehingga penelitian ini dapat memberikan rekomendasi usaha tempe yang sebaliknya dijalankan.
6.2.1. Analisis Pendapatan Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Analisis pendapatan usaha tempe dalam penelitian ini menggunakan komponen total penerimaan, total biaya tunai, dan biaya total secara keseluruhan. Besaran yang digunakan untuk ketiga komponen tersebut adalah besaran per hari per kilogram tempe yang dihasilkan. Besarnya pendapatan dihitung dengan dua cara, yaitu mengurangi total penerimaan dengan total biaya tunai dan mengurangi total penerimaan dengan biaya total secara keseluruhan. Oleh karena itu, akan didapatkan dua nilai pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Tentunya kedua jenis pendapatan tersebut akan menghasilkan nilai yang berbeda. Sama halnya dengan perhitungan pendapatan, rasio R/C juga dihitung dengan dua cara, yaitu membagi total penerimaan dengan total biaya tunai dan membagi total penerimaan dengan biaya total secara keseluruhan. Nilai rasio R/C yang didapatkan terdapat dua besaran nilai, yaitu rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total. Kedua jenis rasio R/C tersebut akan menghasilkan nilai yang berbeda. Setiap pengrajin memproduksi tempe dengan takaran dan jumlah kemasan yang berbeda, sehingga perhitungan penerimaan tempe, terutama penerimaan dari penjualan tempe, dilakukan dengan menghitung penerimaan masing-masing pengrajin per skala usaha kemudian dirata-ratakan. Penerimaan dari penjualan tempe per hari per pengrajin secara rinci terdapat pada Lampiran 6.
65
Tabel 6.6 menyajikan data penerimaan, biaya tunai, dan biaya total ratarata per kilogram tempe yang dihasilkan per pengrajin anggota maupun non anggota untuk setiap skala usaha. Nilai-nilai tersebut kemudian digunakan untuk menghitung pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, rasio R/C atas biaya tunai, dan rasio R/C atas biaya total. Tabel 6.6 Rata-rata pendapatan dan rasio R/C usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Uraian
Skala I
Penerimaan* a. Penjualan Tempe 8 673 b. Sisa Hasil Usaha 5 c. Jasa Simpanan 9 d. Penjualan Ampas Kulit 68 Kedelai Total Penerimaan 8 755 Biaya* a. Tunai 6 581 b. Tidak Tunai 830 Total Biaya 7 411 Pendapatan* a. Atas Biaya Tunai 2 174 b. Atas Biaya Total 1 345 Rasio R/C a. Atas Biaya Tunai 1.33 b. Atas Biaya Total 1.18 Keterangan: * Rp/Hari/Kg Tempe Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Anggota Skala II
Skala III
8 783 6 13 55
8 712 7 15 38
8 800 0 0 72
8 750 0 0 47
8 721 0 0 27
8 857
8 772
8 872
8 797
8 748
6 789 578 7 367
7 329 330 7 659
6 753 856 7 609
6 909 516 7 425
7 560 225 7 785
2 068 1 489
1 443 1 113
2 119 1 262
1 888 1 372
1 187 962
1.31 1.2
1.2 1.15
1.32 1.17
1.27 1.19
1.16 1.12
Skala I
Non Anggota Skala II Skala III
Berdasarkan Tabel 6.6, total penerimaan per kilogram tempe yang dihasilkan pada skala I lebih besar pada pengrajin non anggota yaitu sebesar Rp 8 872 per hari dibandingkan pengrajin anggota yaitu sebesar Rp 8 755 per hari. Skala II dan III total penerimaan lebih besar pada pengrajin anggota yaitu sebesar Rp 8 857 per hari dan Rp 8 772 per hari dibandingkan pengrajin non anggota yaitu sebesar Rp 8 797 per hari dan Rp 8 748 per hari. Berbeda dengan biaya, pada total penerimaan per kilogram tempe ini, semakin besar skala usaha total penerimaan tidak semakin besar. Hal tersebut dikarenakan total penerimaan per kilogram tempe ditentukan dari bagaimana pengrajin memberikan harga jual terhadap tempe yang dihasilkan yang dikemas dalam berbagai ukuran kemasan. Perbedaan total peneriman per kilogram tempe yang dihasilkan antara pengrajin anggota dan non anggota dipengraruhi oleh adanya tambahan penerimaan yang dirterima oleh pengrajin anggota yang berasal
66
dari simpanan dan SHU yang diterima dari Primkopti. Oleh karena itu, pada skala II dan III total penerimaan pengrajin anggota lebih besar dari pada pengrajin non anggota. Tabel 6.6 juga menyajikan besaran pendapatan dan nilai rasio R/C untuk pengrajin anggota dan non anggota di setiap skala usaha. Terlihat bahwa pendapatan dan rasio R/C atas biaya tunai lebih besar dibanding pendapatan dan rasio R/C atas biaya total. Pada umumnya pengrajin hanya menghitung pendapatan dari usaha tempe yang dijalankan atas biaya tunai. Pendapatan atas biaya tunai tersebut terlihat lebih besar, namun pada kenyataannya terdapat biayabiaya yang tidak secara langsung dikeluarkan tetapi sebaiknya dihitung ke dalam total biaya. Pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total per kilogram tempe pada skala I, II, dan III lebih besar pada pengrajin anggota dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Hal tersebut disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan pengrajin anggota pada tiap skala lebih kecil dibandingkan pengrajin non anggota. Selain itu, penerimaan yang diperoleh juga cenderung lebih besar pengrajin anggota dibandingkan pengrajin non anggota. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengrajin anggota mengeluarkan total biaya yang lebih rendah untuk setiap kilogram tempe yang dihasilkan karena kedelai dan ragi yang dibeli di Primkopti lebih murah dan mudah mendapatkannya serta terdapat tambahan penerimaan dari keanggotaan terhadap Primkopti sehingga total pendapatan pengrajin anggota jika dibandingkan antar skala usaha lebih besar jika dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Pendapatan atas biaya tunai paling besar secara keseluruhan terdapat pada usaha tempe anggota skala I, karena pada skala I biaya tunai yang dikeluarkan cenderung lebih kecil karena masih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Pendapatan atas biaya total secara keseluruhan terbesar terdapat pada usaha tempe anggota skala II. Hal tersebut dikarenakan total biaya paling kecil juga terdapat pada pengrajin anggota skala II. Oleh karena itu, usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan skala usaha dari skala I ke skala II dapat menurunkan total biaya dan meningkatkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe, namun jika
67
meningkatkan hingga skala III dapat meningkatkan total biaya dan menurunkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe. Usaha tempe dari skala I hingga III baik anggota maupun non anggota memiliki nilai rasio R/C lebih dari satu jika dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total secara keseluruhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak menguntungkan, yang artinya bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan lebih dari satu rupiah. Nilai rasio R/C atas biaya tunai jika dilihat dari masing-masing skala, skala I, skala II, dan skala III pada usaha tempe pengrajin anggota secara berurutan memiliki nilai rasio R/C atas biaya tunai yang lebih besar, yaitu 1.33, 1.31, dan 1.2 dibandingkan dengan pengrajin non anggota, yaitu sebesar 1.32, 1.27, 1.16. Berbeda halnya dengan rasio R/C atas biaya tunai, nilai rasio R/C atas biaya total terbesar secara berurutan terdapat pada usaha tempe anggota dengan skala II, I, dan III, yaitu sebesar 1.2, 1.18, dan 1.15. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap tambahan satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usaha tempe pengrajin anggota akan menghasilkan tambahan penerimaan 1.2 rupiah untuk skala II, 1.18 rupiah untuk skala I, dan 1.15 rupiah untuk skala III. Dengan kata lain, usaha tempe anggota tersebut lebih efisien karena memiliki nilai rasio R/C atas biaya total yang lebih besar dibandingkan dengan pengrajin non anggota. Perbedaan besaran pendapatan dan rasio R/C saja tidak cukup dalam analisis pendapatan ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik yaitu uji beda dua sampel bebas dan uji beda beberapa sampel bebas agar terlihat apakah perbedaan pendapatan dan rasio R/C antar keanggotaan dan antar skala usaha berbeda secara signifikan dengan menggunakan taraf nyata (α) 5 persen.
6.2.2. Uji Beda Terhadap Pendapatan dan Rasio R/C Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Analisis pendapatan usaha tempe juga dilakukan uji beda terhadap pendapatan dan rasio R/C antara pengrajin anggota dan non anggota yang terdiri dari pendapatan atas biaya total dan rasio R/C atas biaya total menurut
68
keanggotaan pengrajin dan skala usaha. Hasil uji beda total biaya usaha tempe menurut keanggotaan pengrajin dapat dilihat pada Tabel 6.7. Tabel 6.7 Hasil uji beda pendapatan dan rasio R/C usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No.
Keanggotaan
Mean
Std. Deviation
Pendapatan Atas Biaya Total 1 390.93 Anggota Pendapatan Atas Biaya Total 2. 1 213.19 Non Anggota Rasio R/C Atas Biaya Total 3. 1.1879 Anggota Rasio R/C Atas Biaya Total 4. 1.1601 Non Anggota * Keterangan: signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah) 1.
Sig. (2tailed)
Sig. (1Mean tailed) Difference
185.988 0.001* 0.0005*
177.737
0.000*
0.02773
207.863 0.02586 0.000*
0.03086
Data pada Tabel 6.7 secara rinci terdapat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12. Berdasarkan Tabel 6.7, pendapatan atas biaya total per kilogram tempe pengrajin anggota lebih besar dibanding pengrajin non anggota dapat dilihat dari nilai sig. (1-tailed) sebesar 0.0005 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hal ini berarti secara statistik pendapatan atas biaya total per kilogram tempe pengrajin anggota signifikan lebih besar dibanding pengrajin non anggota pada taraf nyata (α) 1 persen. Perbedaan rata-rata (mean difference) antara pengrajin anggota dan non anggota tersebut sebesar Rp 177.737 per kilogram tempe. Dengan kata lain, rata-rata pendapatan atas biaya total pengrajin anggota lebih besar Rp 177.737 per kilogram tempe dibanding pengrajin non anggota. Berdasarkan Tabel 6.7, rasio R/C pengrajin anggota dan non anggota menghasilkan nilai sig. (1-tailed) sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hal ini berarti secara statistik rasio R/C atas biaya total pengrajin anggota signifikan lebih besar dibanding pengrajin non anggota pada taraf nyata (α) 1 persen. Perbedaan rata-rata (mean difference) antara pengrajin anggota dan non anggota tersebut sebesar 0.02773. Dengan kata lain, rata-rata rasio R/C atas biaya total pengrajin anggota lebih besar 0.02773 dibanding pengrajin non anggota. Uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha menggunakan metode One-Way ANOVA karena memiliki lebih dari
69
dua sampel bebas. Pada Lampiran 15, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata pendapatan atas biaya total menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.8. Tabel 6.8 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference Pendapatan Atas Biaya Total Anggota Skala II Skala I 144.667 Skala III 373.333 Skala III Skala I -228.667 Pendapatan Atas Biaya Total Non Anggota Skala II Skala I 109.475 Skala III 409.625 Skala III Skala I -300.150 Pendapatan Atas Biaya Secara Keseluruhan Skala II Skala I 139.668 Skala III 443.764 Skala III Skala I -304.096 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 20 persen ** signifikan pada taraf nyata (α) 10 persen *** signifikan pada taraf nyata (α) 5 persen **** signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Std. Error
Sig.
63.033 124.302 122.514
0.090** 0.018*** 0.200*
55.940 42.989 54.916
0.148* 0.000**** 0.000****
45.670 61.273 57.769
0.010*** 0.000**** 0.000****
Berdasarkan Tabel 6.8, perbandingan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe antar skala baik anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata masing-masing. Nilai perbedaan rata-rata (mean difference), baik pada perbandingan antar skala usaha pada usaha tempe anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa usaha tempe skala II memiliki rata-rata pendapatan atas biaya total terbesar dibandingkan skala I dan III karena perbedaan rata-rata (mean difference) bertanda positif saat dibandingkan dengan skala I dan skala III. Semakin besar skala usaha pendapatan atas biaya total per kilogram tempe tidak semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan besaran total biaya per kilogram tempe yang tidak semakin rendah akibat besarnya biaya peralatan untuk mengangkut tempe pada skala III dan penggunaan kapasitas kendaraan tersebut belum optimal. Uji beda rasio R/C atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha pada Lampiran 18, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata rasio R/C atas biaya total menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik
70
karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 yang sehingga menunjukkan tolak H0. Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.9. Tabel 6.9 Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference Rasio R/C Atas Biaya Total Anggota Skala II Skala I 0.020 Skala III 0.057 Skala III Skala I -0.036 Rasio R/C Atas Biaya Total Non Anggota Skala II Skala I 0.019 Skala III 0.061 Skala III Skala I -0.043 Rasio R/C Atas Biaya Total Secara Keseluruhan Skala II Skala I 0.021 Skala III 0.066 Skala III Skala I -0.045 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 20 persen ** signifikan pada taraf nyata (α) 10 persen *** signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Std. Error
Sig.
0.009 0.017 0.017
0.072** 0.007*** 0.118*
0.009 0.011 0.009
0.165* 0.000*** 0.000***
0.007 0.009 0.008
0.006*** 0.000*** 0.000***
Berdasarkan Tabel 6.9, perbandingan rasio R/C atas biaya total per kilogram tempe antar skala baik anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata masing-masing. Nilai perbedaan rata-rata (mean difference), baik pada perbandingan antar skala usaha pada usaha tempe anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan menunjukkan bahwa usaha tempe skala II memiliki rata-rata rasio R/C atas biaya total terbesar dibandingkan skala I dan III karena perbedaan rata-rata (mean difference) bertanda positif saat dibandingkan dengan skala I dan skala III. Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total, semakin besar skala usaha rasio R/C atas biaya total tidak semakin tinggi. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh besaran total biaya per kilogram tempe yang tidak semakin rendah akibat besarnya biaya peralatan untuk mengangkut tempe pada skala III dan penggunaan kapasitas kendaraan tersebut belum optimal. Artinya bahwa mobil pick up yang digunakan guna mengangkut tempe untuk dijual masih dapat digunakan untuk hasil tempe yang lebih banyak lagi, sehingga biaya atas penggunaan kendaraan per kilogram tempe menjadi lebih rendah. Secara keseluruhan, usaha tempe pengrajin anggota dengan skala II yang paling efisien dari segi biaya dan pendapatan karena memiliki nilai rasio R/C atas
71
biaya total yang paling besar di antara yang lain dan terbukti secara statistik. Hal tersebut dikarenakan dengan meningkatkan skala usaha dari skala I ke skala II dapat menurunkan total biaya dan meningkatkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe, namun jika meningkatkan hingga skala III dapat meningkatkan total biaya dan menurunkan pendapatan atas biaya total per kilogram tempe. Oleh karena itu, usaha tempe anggota pada skala II yang paling ideal dan efisien untuk dijalankan.
6.3.
Analisis Titik Impas (Break Even Point, BEP) Usaha Tempe
Titik impas atau break even point (BEP) adalah suatu keadaan dimana pendapatan sama dengan nol, atau dengan kata lain penerimaan sama dengan biaya. Perhitungan titik impas (BEP) pada usaha tempe ini diperlukan agar pengrajin mengetahui volume produksi atau hasil produksi dalam rupiah berapakah yang harus dihasilkan agar diperoleh pendapatan yang dapat menutupi biaya totalnya agar terhindar dari kerugian. Analisis dan perhitungan titik impas (BEP) ini dilakukan pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak baik yang anggota maupun non anggota pada setiap skala usaha dari skala I hingga skala III.
6.3.1. Analisis Titik Impas (Break Even Point, BEP) Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Komponen perhitungan titik impas (BEP) terdiri dari total biaya tetap per hari per pengrajin, biaya variabel rata-rata per hari per pengrajin, dan harga jual tempe rata-rata per kilogram per hari per pengrajin. Untuk biaya variabel rata-rata didapatkan dari total biaya variabel per pengrajin dibagi jumlah output kilogram tempe yang dihasilkan oleh pengrajin itu sendiri. Tabel 6.10 menunjukkan perhitungan nilai titik impas (BEP) baik dalam unit maupun dalam rupiah yang harus dicapai oleh pengrajin agar terhindar dari kerugian. Berdasarkan Tabel 6.10, BEP unit atau kilogram tempe per hari yang minimal harus dihasilkan oleh pengrajin anggota adalah sebanyak 28.88 kg untuk skala I, 38.44 kg untuk skala II, dan 45.16 kg untuk skala III. BEP rupiah atau penerimaan per hari yang minimal harus didapat adalah sebesar Rp 249 832 untuk skala I, Rp 337 174 untuk skala II, dan Rp 393 263 untuk skala III. Untuk usaha tempe pengrajin non anggota, kilogram tempe per hari yang minimal harus
72
dihasilkan adalah sebanyak 29.27 kg untuk skala I, 43.16 kg untuk skala II, dan 59.36 kg untuk skala III, sementara penerimaan per hari yang minimal harus didapat adalah sebesar Rp 257 203 untuk skala I, Rp 377 933 untuk skala II, dan Rp 517 888 untuk skala III. Tabel 6.10 Nilai titik impas rata-rata usaha tempe berdasarkan keanggotaan Primkopti dan skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No.
Uraian
1. 2.
Skala I 65 085 6 396
Anggota Skala II 82 084 6 652
Skala III 67 670 7 209
Total Biaya Tetap Biaya Variabel Rata-Rata (Rp/Kg Tempe/Hari) 3. Harga Jual Tempe 8 673 8 783 8 712 Rata-Rata (Rp/Kg Tempe/Hari) 4. BEP Unit (Kg 28.88 38.44 45.16 Tempe/Hari) 5. BEP Rupiah 249 832 337 174 393 263 (Rp/Hari) 6. Volume Produksi 65.87 114.45 151.52 Aktual (Kg Tempe/Hari) 7. Penerimaan 575 744 1 012 531 1 328 974 Aktual (Rp/ Hari) Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Skala I 63 844 6 581
Non Anggota Skala II Skala III 86 346 74 730 6 775 7 452
8 800
8 750
8 721
29.27
43.16
59.36
257 203
377 933
517 888
63.30
132.67
230.37
561 179 1 167 943
2 018 248
Tabel 6.10 menunjukkan bahwa BEP unit dan BEP rupiah pada skala I lebih rendah pada pengrajin non anggota dibanding pengrajin anggota. Pada skala II dan skala III BEP unit dan BEP rupiah lebih rendah pada pengrajin anggota dibanding pengrajin non anggota. Perbedaan anggota dan non anggota tersebut perlu diuji secara statistik apakah terdapat perbedaan BEP yang signifikan antar keanggotaan dan antar skala usaha dengan melakukan uji beda dua sampel bebas dan uji beberapa sampel bebas dengan taraf nyata (α) 5 persen.
6.3.2. Uji Beda Terhadap Titik Impas (BEP) Usaha Tempe Berdasarkan Keanggotaan Primkopti dan Skala Usaha Analisis titik impas (BEP) usaha tempe juga dilakukan uji beda terhadap titik impas (BEP) antara pengrajin anggota dan non anggota yang terdiri dari BEP unit dan BEP rupiah menurut keanggotaan pengrajin dan skala usaha. Hasil uji beda total biaya usaha tempe menurut keanggotaan pengrajin dapat dilihat pada Tabel 6.11.
73
Tabel 6.11 Hasil uji beda titik impas (BEP) usaha tempe menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 No.
Keanggotaan
Mean
Std. Deviation
1. BEP Unit Anggota 33.958 9.382 2. BEP Unit Non Anggota 40.617 14.707 3. BEP Rupiah Anggota 295 865.17 81 720.16 4. BEP Rupiah Non Anggota 355 632.94 127 967.98 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 5 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Sig. (2tailed)
Sig. (1tailed)
Mean Difference
0.040*
0.020*
-6.659
0.035*
0.018*
-59 767.76
Data pada Tabel 6.11 secara rinci terdapat pada Lampiran 19 dan Lampiran 20. Berdasarkan Tabel 6.11, BEP unit pengrajin anggota lebih rendah dibanding pengrajin non anggota dapat dilihat dari nilai sig. (1-tailed) sebesar 0.020 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.05 sehingga menunjukkan tolak H0. Hal ini berarti secara statistik BEP unit pengrajin anggota signifikan lebih rendah dibanding pengrajin non anggota pada taraf nyata (α) 5 persen. Perbedaan ratarata (mean difference) antara pengrajin anggota dan non anggota tersebut sebesar 6.659 kilogram tempe. Dengan kata lain, rata-rata BEP unit pengrajin anggota lebih rendah 6.659 kilogram tempe dibanding pengrajin non anggota. Untuk BEP rupiah, berdasarkan Tabel 6.11, BEP rupiah pengrajin anggota lebih rendah dibanding pengrajin non anggota dapat dilihat dari nilai sig. (1tailed) sebesar 0.018 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.05 sehingga menunjukkan tolak H0. Hal ini berarti secara statistik BEP rupiah pengrajin anggota signifikan lebih rendah dibanding pengrajin non anggota pada taraf nyata (α) 5 persen. Perbedaan rata-rata (mean difference) antara pengrajin anggota dan non anggota tersebut sebesar Rp 59 767.76. Dengan kata lain, rata-rata BEP rupiah pengrajin anggota lebih rendah Rp 59 767.76 dibanding pengrajin non anggota. Uji beda BEP unit usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha menggunakan metode One-Way ANOVA karena memiliki lebih dari dua sampel bebas. Pada Lampiran 23, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata BEP unit menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hasil uji beda BEP unit usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 6.12.
74
Tabel 6.12 Hasil uji beda BEP unit usaha tempe menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference BEP Unit Anggota Skala I Skala II -9.552 Skala III -16.278 Skala II Skala III -6.726 BEP Unit Non Anggota Skala I Skala II -13.894 Skala III -30.100 Skala II Skala III -16.202 BEP Unit Anggota Secara Keseluruhan Skala I Skala II -11.250 Skala III -27.447 Skala II Skala III -16.196 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 10 persen ** signifikan pada taraf nyata (α) 5 persen *** signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Std. Error
Sig.
3.301 2.820 3.941
0.029** 0.079* 0.289
3.405 3.405 3.888
0.001*** 0.000*** 0.001***
2.547 2.989 3.634
0.000*** 0.000*** 0.001***
Berdasarkan Tabel 6.12, BEP unit pada usaha tempe anggota skala I dengan skala II berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen (sig. 0.05), skala I dengan III berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen (sig. 0.1), sementara skala II dengan skala III tidak berbeda signifikan secara statistik. Perbandingan BEP unit antar skala usaha pada usaha tempe non anggota masing-masing berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01). Perbandingan BEP unit pada usaha tempe secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01). Nilai perbedaan rata-rata (mean difference) menunjukkan bahwa usaha tempe skala I memiliki rata-rata BEP unit terkecil dibandingkan skala II dan III karena memiliki nilai mean difference terkecil. Semakin kecil skala usaha, maka semakin rendah produksi dan rupiah yang harus didapatkan agar terhindar dari kerugian. Uji beda BEP rupiah usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha, pada Lampiran 26, tabel anova menunjukkan bahwa secara rata-rata BEP rupiah menurut skala usaha berbeda signifikan secara statistik karena nilai sig. sebesar 0.000 yang lebih kecil dari nilai alfa (α) 0.01 sehingga menunjukkan tolak H0. Hasil uji beda BEP rupiah usaha tempe terhadap masing-masing skala usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.13.
75
Tabel 6.13 Hasil uji beda BEP rupiah usaha tempe menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Perbandingan Skala Usaha Mean Difference BEP Rupiah Anggota Skala I Skala II -87 342.727 Skala III -143 431.467 Skala II Skala III -56 088.750 BEP Rupiah Non Anggota Skala I Skala II -120 729.283 Skala III -260 684.908 Skala II Skala III -139 955.625 BEP Rupiah Secara Keseluruhan Skala I Skala II -99 960.150 Skala III -239 445.800 Skala II Skala III -139 485.650 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata (α) 10 persen ** signifikan pada taraf nyata (α) 5 persen *** signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Std. Error
Sig.
28 442.490 20 999.833 32 205.229
0.021** 0.052* 0.258
29 986.028 29 986.028 34 246.457
0.001*** 0.000*** 0.001***
22 144.737 26 497.321 32 2225.500
0.000*** 0.000*** 0.001***
Berdasarkan Tabel 6.13, BEP rupiah pada usaha tempe anggota skala I dengan skala II berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen (sig. 0.05), skala I dengan III berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 10 persen (sig. 0.1), sementara skala II dengan skala III tidak berbeda signifikan secara statistik. Perbandingan BEP rupiah antar skala usaha pada usaha tempe non anggota masing-masing berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01). Perbandingan BEP rupiah pada usaha tempe secara keseluruhan berbeda signifikan secara statistik pada taraf nyata 1 persen (sig. 0.01). Nilai perbedaan rata-rata (mean difference) menunjukkan bahwa usaha tempe skala I memiliki rata-rata BEP rupiah terkecil dibandingkan skala II dan III karena memiliki nilai mean difference terkecil. Semakin kecil skala usaha, maka semakin rendah produksi dan rupiah yang harus didapatkan agar terhindar dari kerugian. Secara keseluruhan nilai titik impas (BEP) yang dihasilkan tersebut dapat terlihat dari volume produksi aktual dan penerimaan aktual per hari yang semakin jauh dari nilai BEP unit dan BEP rupiah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap pengrajin baik anggota maupun non anggota pada setiap skala usaha dapat terhindar dari kerugian dalam menjalankan usaha rumah tangganya.
VII.
SIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, simpulan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Komponen biaya terbesar dalam struktur biaya usaha tempe baik anggota maupun non anggota pada tiap skala usaha adalah biaya bahan baku utama, yaitu kedelai. Proporsi biaya kedelai pada usaha tempe anggota lebih rendah dibanding non anggota karena anggota memperoleh harga kedelai yang lebih rendah. Pada pengrajin anggota maupun pengrajin non anggota, semakin besar skala usaha maka biaya tetap dan biaya tidak tunai per kilogram tempe semakin kecil sementara biaya variabel dan biaya tunai per kilogram tempe semakin besar. Pengrajin anggota memiliki total biaya per kilogram tempe yang lebih kecil dibandingkan dengan pengrajin non anggota pada setiap skala usaha. Skala II memiliki total biaya per kilogram tempe yang paling kecil baik pada usaha tempe anggota, non anggota, maupun secara keseluruhan.
2.
Pendapatan dan rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total per kilogram tempe yang dihasilkan lebih besar pada pengrajin anggota dibandingkan dengan pengrajin non anggota pada setiap skala usaha serta lebih besar pada skala II pada usaha tempe anggota maupun non anggota. Secara keseluruhan, pendapatan dan rasio R/C atas biaya total per kilogram tempe terbesar terdapat pada usaha tempe pengrajin anggota skala II. Oleh karena itu, usaha tempe pengrajin anggota dengan skala II yang paling efisien dari segi biaya dan pendapatan.
3.
Nilai titik impas (BEP) yang dihasilkan dapat terlihat bahwa volume produksi aktual per hari dan penerimaan aktual per hari jauh dari nilai BEP unit dan BEP rupiah yang didapatkan. Dapat dikatakan bahwa setiap pengrajin baik anggota maupun non anggota pada setiap skala usaha dapat terhindar dari kerugian dalam menjalankan usaha rumah tangganya.
4.
Terdapat perbedaan signifikan secara statistik terhadap total biaya, pendapatan atas biaya total, rasio R/C atas biaya total, BEP unit, dan BEP
78
rupiah antar pengrajin anggota dan non anggota serta antar masing-masing skala usaha. Selain itu juga terbukti secara statistik bahwa total biaya per kilogram tempe, BEP unit dan BEP rupiah lebih rendah pada usaha tempe anggota serta pendapatan dan rasio R/C atas biaya total lebih tinggi pada usaha tempe anggota dibanding non anggota.
7.2.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan simpulan yang diperoleh, saran yang dapat disampaikan yaitu: 1.
Pengrajin tempe di Kelurahan Kedung Badak Kota Bogor lebih meningkatkan lagi peran aktif terhadap Primkopti Kota Bogor karena usaha tempe pengrajin anggota di Kelurahan Kedung Badak yang lebih efisien dilihat dari nilai rasio R/C yang didapatkan. Selain itu, meningkatkan peran aktif terhadap Primkopti tersebut agar pengrajin mudah dalam mendapatkan bahan baku kedelai dengan harga yang murah dan sudah termasuk simpanan yang dapat diambil kapan saja ketika dibutuhkan serta dapat melakukan pinjaman untuk pengembangan usaha.
2.
Usaha tempe skala III sebaiknya lebih mengoptimalkan lagi penggunaan kapasitas kendaraan yang digunakan guna mengangkut tempe untuk dijual karena jika digunakan secara optimal dapat menurunkan total biaya per kilogram tempe yang dihasilkan (unit cost).
3.
Pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan dan stabilitas harga harus mampu mengendalikan harga dan ketersediaan bahan baku kedelai. Melemahnya rupiah dalam beberapa waktu dekat ini turut memberikan dampak terhadap naiknya harga kedelai akibat kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor, sehingga pengrajin sering terkena dampak atas berfluktuasinya harga kedelai mengingat rasio R/C pada usaha tempe yang tidak terlalu tinggi.
4.
Saran untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai ekonomi rumah tangga pengusaha tempe karena usaha tempe yang dijalankan masih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Anggraeny, A. M. S., Husinsyah, dan S. Maryam. 2011. Analisis Rentabilitas Usaha Pembuatan Tempe di Kelurahan Sidodadi Kota Samarinda. EPP. 8(2):1-4. Arroyan, R. 2011. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Sayuran Organik dan Non Organik (Kasus Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astawan, M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Astuti, R., S. Aminah, dan A. Syamsianah. 2014. Komposisi Zat Gizi Tempe yang Diforsifikasi Zat Besi dan Vitamin A pada Tempe Mentah dan Matang. Agritech. 34(2):151-159. Aulani, K. A. 2014. Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Tempe Pada Industri Pola Kemitraan dan Pola Mandiri (Kasus Desa Cimanggu I Kec. Cibungbulang Kab. Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bantani, A. T. 2004. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk Dunia. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Cahyadi, W. 2007. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Danoe, R. Z. 1995. Analisis Manajemen Primkopti Kotamadya DT. II Bogor dengan Masalah dan Perkembangannya: Sebuah Memoar 19871995. Bogor (ID): Primkopti Kotamadya DT. II Bogor. Hernanto, F. 1990. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Kedelai. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Buletin Konsumsi Pangan Volume 5 Nomor 2 Tahun 2014. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian. Lestari, F. 2010. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Partomo, T. S. dan A. R. Soejoedono. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
80
Rachmatia, N. R. 2013. Struktur Biaya dan Pendapatan Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri danKemitraan Perusahaan Inti Rakyat Di Kecamatan PamijahanKabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian. Jakarta(ID): Penebar Swadaya. Ramadhani, D. S. 2012. Analisis Pemasaran Ayam Ras Pedaging (Broiler) di Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ruswan, A. 2012. Analisis Pendapatan dan Produksi Usaha tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Tebet Barat Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwono, B. 2002. Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta(ID): Penebar Swadaya. Setiawan, I. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Tempe di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shinta, A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press (UB Press). Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI-Press. Tambunan, T. T. H. 2009. UMKM di Indonesia. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Umar, H. 1996. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta (ID): RajaGrafindo Persada. Usman, H. dan P. S. Akbar. 2006. Pengantar Statistika Edisi Kedua. Jakarta (ID): Bumi Aksara Utomo, A. P. 2014. Produksi Dan Pendapatan Usahatani Padi Petani Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Kopo Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Gramedia Pusaka Utama Warisno dan K. Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
LAMPIRAN
83
Lampiran 1 Kuesioner penelitian Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti) Kota Bogor (Kelurahan Kedung Badak Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor) Oleh: Kurnia Safitri (H44110046) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
KUESIONER PENELITIAN
Tanggal Wawancara :
No. Responden
:
A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Jenis Kelamin/Umur
:
4. Tempat Lahir
:
5. Pendidikan Formal Terakhir : ( ) Tidak Sekolah
( ) SMA
(hingga kelas:
)
( ) SD
(hingga kelas:
)
( ) Universitas D3, S1
( ) SMP
(hingga kelas:
)
( )Lain-lain Sebutkan……………….
6. Pendidikan Non Formal Terakhir:
( ) Pernah
( ) Tidak Pernah
Jika Pernah, sebutkan: (i)........................................ : tahun.................. di................. (ii)....................................... : tahun.................. di.................. 7. Status pernikahan:
Menikah / Belum Menikah
8. Jumlah Tanggungan Keluarga: 9. Sejak kapan usaha tempe ini dimulai: Bulan.............. Tahun.................. 10. Keterampilan membuat tempe: ( ) Turun temurun ( ) Dari orang lain (bekerja) 11. Status pekerjaan di usaha tempe: a. Pekerjaan utama; pekerjaan sampingan: ……………………. (jika ada) b. Pekerjaan sampingan; pekerjaan utama: …………………
84
B. Karakteristik Usaha Tempe 1. Tergabung dalam kelompok usaha: ( ) Ya
( ) Tidak
Jika Ya, nama kelompok usaha:………………… Sejak tahun……… Peran dalam kelompok usaha: ( ) Ketua
( ) Anggota
2. Tergabung dalam Primkopti Kota Bogor:
( ) Lainnya: …
( ) Ya ( ) Tidak
Jika Ya, sejak tahun………………… Sebutkan alasan bergabung: -
……………………………………………………………..……………
-
…………………………………………………………………………..
-
…………………………………………………………………………..
-
…………………………………………………………………………..
3. Tempat usaha tempe: a. Milik sendiri b. Sewa (Rp …………………../…………) 4. Modal usaha tempe: a. Sendiri b. Pinjaman (Bank komersial / Kredit program / Pedagang input / Pedagang pengumpul / Pelepas uang / Saudara) c. Bantuan 5. Jika modal usaha berasal dari pinjaman: a. Kepada siapa........................................................................... b. Jenis pinjaman yang didapat................................................... c. Jumlah pinjaman yang didapat............................................... d. Tingkat bunga......................................................................... e. Jangka waktu pengembalian................................................... f. Besar angsuran pinjaman per bulannya.................................. g. Adakah perjanjian/ketentuan dengan pemberi pinjaman mengenai cara/aturan penjualan hasil tempe produksi saudara? ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, sebutkan............................................................................. h. Apakah kredit tersebut membuat penjualan saudara semakin meningkat? ( ) Ya
( ) Tidak
Jika Tidak, Mengapa?..........................................................................
85
6. Jika modal usaha berasal dari bantuan: a. Dari siapa...................................................................... b. Jenis bantuan yang didapat.......................................... c. Jumlah bantuan yang didapat...................................... d. Adakah perjanjian/ketentuan dengan pemberi bantuan mengenai cara/aturan penjualan hasil tempe produksi saudara? ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, sebutkan............................................................................... e. Apakah bantuan tersebut membuat penjualan saudara semakin meningkat? ( ) Ya
( ) Tidak
Jika Tidak, Mengapa?...........................................................................
C. Komponen Biaya 1. Biaya Investasi No. 1.
Komponen Harga Satuan Jumlah Biaya (Rp/Satuan) Alat pengupas kulit kedelai
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rak Kompor Ember Pompa air
8. 9. 10. 11. 12.
Karung Goni
Nilai Sisa Tahun Umur (Rp/Satuan) Beli Ekonomis
Total
Nilai Penyusutan
Drum plastik Baskom Bangunan
13.
2. Biaya Operasional No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Komponen Biaya Kedelai Ragi Plastik Daun pisang Listrik Tabung gas
Satuan
1
2
3
Jumlah 4 5
6
7
1
2
Harga (Rp/Satuan) 3 4 5 6
Ket. 7
86
3. Biaya Tenaga Kerja No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kegiatan
Jangka Waktu
Jumlah TKDK L P
Jumlah TKLK L P
Upah (Rp/HOK) L P
Ket.
Pengangkutan kedelai Pencucian kedelai Perebusan kedelai Pemberian ragi Pembungkusan Pemasaran
Total
4. Biaya Lainnya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Jenis Pengeluaran Biaya pemeliharaan alat Iuran RT/RW Simpanan Pokok Simpanan Wajib Simpanan Sukarela Pajak (PBB)
Biaya (Rp)
Ket.
Total
D. Produksi Tempe No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Kemasan
Berat (kg/kemasan)
Jumlah (kemasan)
Berat total (kg)
Harga (Rp)
Ket.
87
E. Komponen Penerimaan 1. Penerimaan dari produksi tempe No.
Jenis Kemasan
Jumlah (kemasan)
Harga (Rp/kemasan)
Total (Rp)
Ket.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
2. Penerimaan dari keanggotaan Primkopti Kota Bogor No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Penerimaan Sisa Hasil Usaha Simpanan
Besar Penerimaan/Tahun (Rp)
Ket.
Total
F. Pemasaran Hasil 1. Penjualan hasil produksi tempe saudara saat ini dilakukan oleh: ( ) Sendiri/Pengrajin ( ) Melalui Kelompok Pengrajin ( ) Melalui Koperasi ( ) Lainnya...................... 2. Apakah saudara mengalami kesulitan memasarkan hasil? ( ) Ya, Mengapa.................................................................................... ( ) Tidak, Mengapa............................................................................... 3. Apakah usaha tempe ini masih memiliki prospek? ( ) Ya, mengapa..................................................................................... ( ) Tidak, mengapa................................................................................. 4. Kegiatan penjualan Lembaga Pemasaran
Harga Jual
Jumlah Penjualan
Sistem Pembayaran
Pasar yang dituju
88
5. Apakah lembaga pemasaran yang menerima hasil dari pengrajin menerapkan suatu standarisasi mutu?
( ) Ya
( ) Tidak
Jika Ya, jelaskan................................................................................ 6. Bagaimana saudara menentukan harga jual tempe ini? ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………….. 7. Sebelum menjual apakah saudara melakukan penyortiran ? ( ) Ya ( ) Tidak Jika Ya, berdasarkan apa.............................................................................. 8. Sebutkan
jenis/mutu
tempe
yang saudara
produksi
dan
berapa
persentasenya dari hasil produksi tempe saudara per bulan? No.
Jenis/Mutu
Persyaratan
Harga Jual
Persentase
9. Selain tempe, adakah hasil sampingan lain yang dapat dijual? Jika Ada, sebutkan...............................................................................
Lampiran 2 Komponen biaya penyusutan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari/orang) Res- Jumlah Alat pon- Kedelai Pemecah den (Kg) Kacang Anggota Skala I 1
25
3 4
Rak
Kompor
Ember
Pompa Air
Drum Plastik
Drum Logam
78 000
141 667
16 500
Drum Stainless Ayakan Steel
Total Biaya Penyusutan (Per Hari)
Keranjang
Keranjang Container
160 000
0 192 000 11 000
0
710 000
3 815
Motor
0
30 000
0
40
0
40 000
0 144 000
91 667
15 000
150 000
0 240 000 10 000
0
700 000
3 962
40
136 667
29 318
0 132 000
118 333
12 727
160 000
0 216 000 10 000
0
750 000
4 459
5
40
0
30 000
0 168 000
50 000
15 000
110 000
0 240 000
8 250
0
725 000
3 835
10
50
0
50 000
0 180 000
91 667
15000
300 000
0 240 000 10 000
0
850 000
4 948
11
50
68 333
45 455
0 180 000
83 333
15 500
280 000
0 240 000
9000
0
812 500
4 941
12
50
46 667
49 350
0 180 000
88 333
16 000
280 000
0 240 000
8 500
0
750 000
4 726
13
50
0
45 100
100 000 180 000
91 667
15 500
280 000
0 240 000 10 000
0
800 000
5 021
14
50
0
41 667
83 333 180 000
84 167
19 375
280 000
0 240 000 10 000
0
712 500
4 704
15
50
0
40 000
0 180 000
91 667
16 000
280 000
0 240 000 10 000
0
650 000
4 295
16
50
0
41 667
0 180 000
75 000
16 500
280 000
0 144 000 10 000
0
650 000
3 981
17
50
143 333
41 667
0 180 000
87 500
15 500
280 000
0 240 000
7 750
0
769 231
5 028
18
50
68 333
54 546
0 192 000
83 333
15 500
280 000
0 240 000
9 000
0
750 000
4 823
27
60
0
87 500
0 432 000
150 000
15 500
360 000
0 144 000
9 000
0
687 500
5 372
28
60
0
87 500
0 192 000
133 333
17 000
300 000
0 120 000
7 500
0
695 833
4 425
Rata-Rata
92 667
47 585
91 667 185 200
97 444
15 774
252 000
0 214 400
9 333
0
734 171
4 556
Anggota Skala II 70
0 100 000
0 252 000
91 667
30 000
450 000
0 360 000 10 000
0
930 000
6 335
32
70
176 667 100 000
0 288 000
166 667
40 000
750 000
0 360 000
7 500
0
950 000
8 088
33
70
210 000 120 000
106 667 546 000
150 000
35 000
600 000
0 216 000
8 750
0
875 000
8 169
34
70
0 100 000
0 504 000
183 333
30 000
450 000
0 360 000
7 500
0 1 000 000
7 507
89
31
Responden 35
Jumlah Alat Kedelai Pemecah (Kg) Kacang 70 210 000
Rak
Kompor
Ember
120 000 118 333 546 000
Pompa Air
Drum Plastik
Drum Logam
66 667
35 000
570 000
Drum KeranStainless Ayakan jang Steel 0 360 000 7 500
90
Lampiran 2 Komponen biaya penyusutan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari/orang) (lanjutan)
0
675 000
Total Biaya Penyusutan (Per Hari) 7 717
Keranjang Container
Motor
37
80
54 444
132 500 120 000 312 000
83 333
33 000
675 000
0 396 000
9 000
0
797 500
7 444
38
80
200 000
132 500 130 000 576 000
150 000
32 000
600 000
0 432 000
8 750
0 1 000 000
9 291
39
80
0
157 500
93 333 336 000
112 500
33 000
0
125 000 378 000
7 750
0
550 000
5 109
40
80
136 667
157 500
0 546 000
68 333
40 000
750 000
0 216 000
0
21 667
0
5 516
42
100
0
43
100
210 000
44
100
Rata-Rata
163 636 150 000 384 000
49 167
52 000
0
166 667 480 000
0
35 000
0
4 218
88 333 384 000
112 500
74 000
190 000
0 480 000
0
32 500
0
4 904
0
150 000 103 333 384 000
84 167
66 000
0
154 167 480 000
0
35 000
0
4 150
171 111
131 970 113 750 421 500
109 861
41 667
559 444
148 611 376 500
8 344
31 042
847 188
6 537
150 000
Anggota Skala III 51
110
91 668 157 500
115 000 225 000
95 833
58 000
0
145 833 600 000
0
35 000
0
4 341
52
110
203 333 175 000
83 333 225 000
112 500
76 000
0
137 500 600 000
0
35 000
0
4 694
Rata-Rata
147 500 166 250
99 167 225 000
104 167
67 000
0
141 667 600 000
0
35 000
0
4 518
Non Anggota Skala I 2
25
200 000
25 000
0
72 000
275 000
15 000
150 000
0 120 000
8 250
0
725 000
4 531
6
40
0
48 000
0 156 000
133 333
13 000
180 000
0 240 000
7 500
0
708 333
4 234
7
40
0
48 750
47 500 144 000
84 167
13 000
180 000
0 264 000
9 000
0
650 000
4 104
8
40
0
46 667
0 135 000
61 111
15 000
140 000
0 144 000 10 000
0
550 000
3 139
9
40
0
47 727
62 500 144 000
151 667
11 500
150 000
0 240 000 10 500
0
670 000
4 239
19
50
86 667
41 667
76 667 180 000
75 000
18 125
280 000
0 240 000
8 500
0
708 333
4 886
20
50
86 667
36 667
0 180 000
83 333
15 000
260 000
0 240 000 10 000
0
650 000
4 449
21
50
66 667
41 667
0 360 000
55 556
15 500
450 000
0 240 000
0
797 917
5 801
9 000
Lampiran 2 Komponen biaya penyusutan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari/orang) (lanjutan) Responden 22
Jumlah Alat Kedelai Pemecah (Kg) Kacang 50 0
Rak
Kompor
Ember
Pompa Air
Drum Plastik
Drum Logam
41 667
215 000 180 000
135 000
16 364
280 000
Drum KeranStainless Ayakan jang Steel 0 240 000 8 250
0
687 500
Total Biaya Penyusutan (Per Hari) 5 139
Keranjang Container
Motor
23
50
0
41 667
86 667 180 000
78 750
21 000
280 000
0 144 000
9 250
0
845 833
4 807
24
50
82 222
42 000
0 360 000
57 778
21 000
300 000
0 240 000 10 000
0
733 333
5 260
25
50
82 222
40 000
0 360 000
57 778
20 833
280 000
0 144 000
8 500
0
750 000
4 967
26
50
76 667
42 000
0 168 000
90 000
16 500
560 000
0 240 000
8 750
0
727 083
5 496
29
60
0
87 500
95 000 180 000
84 167
21 500
380 000
0 144 000 10 000
0
791 667
5 111
30
60
106 667
75 000
0 180 000
102 500
19 500
400 000
0 144 000 10 000
0
770 833
5 152
Rata-Rata
98 472
47 065
97 222 198 600
101 676
16 855
284 667
0 201 600
9 167
0
717 722
4 754
Non Anggota Skala II 36
70
240 000
100 000
0 384 000
150 000
40 000
450 000
0 360 000 10 000
0
950 000
7 647
41
80
213 333
132 500 105 000 294 000
168 333
41 000
750 000
0 216 000 10 000
0
875 000
7 992
45
100
243 333
163 636 118 333 384 000
138 750
86 000
315 000
0 480 000 10 500
0
879 167
8 031
46
100
243 333
210 000 113 333 384 000
67 778
86 000
0
166 667 480 000
0
32 500
0
5 082
47
100
213 333
175 000
97 500
68 000
0
166 667 480 000
0
32 500
0
4 404
48
100
246 667
150 000 120 000 384 000
99 167
76 000
250 000
0 480 000 10 250
0
916 667
7 786
49
100
176 667
190 909 113 333 384 000
110 000
86 000
230 000
0 480 000
0
32 500
0
5 138
50
100
246 667
180 000 106 667 240 000
137 500
86 000
0
145 833 480 000
0
32 500
0
4 716
Rata-Rata
227 917
162 756 110 476 333 750
121 129
71 125
399 000
159 722 432 000
32 500
905 208
6 349
96 667 216 000
10 188
Non Anggota Skala III 150
146 667
233 333 125 000 630 000
133 333
77 500
0
200 000 720 000
0
43 750
0
6 580
54
150
173 333
330 000 108 333 630 000
116 667 112 500
0
150 000 720 000
0
43 750
0
6 794
55
150
210 000
233 333 150 000 648 000
100 000
0
166 667 864 000
0
50 000
0
7 176
96 875
91
53
Responden 56
Jumlah Alat Kedelai Pemecah (Kg) Kacang 150 163 333
Ember
Pompa Air
Drum Plastik
Drum Logam
250 000 125 000
630 000
133 333
80 000
0
Drum KeranStainless Ayakan jang Steel 200 000 720 000 0
Rak
Kompor
92
Lampiran 2 Komponen biaya penyusutan usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (Rp/hari/orang) (lanjutan)
37 500
0
Total Biaya Penyusutan (Per Hari) 6 664
Keranjang Container
Motor
57
150
233 333
233 333 125 000
630 000
112 500 102 500
0
166 667 864 000
0
43 750
0
7 154
58
200
270 000
437 500 300 000
912 000
187 500 119 000
0
181 818 576 000
0
68 182
0
8 695
59
230
280 000
612 500 600 000 1 440 000
375 000 165 000
0
390 000 720 000
0
108 000
0
13 363
60
230
263 333
513 333 325 000 1 440 000
350 000 172 000
0
390 000 720 000
0
100 000
0
12 176
188 542 115 672
0
230 644 738 000
0
61 867
0
8 575
Rata-Rata 217 500 355 417 232 292 Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
870 000
Lampiran 3 Komponen biaya tetap usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilkan den (Kg) (Kg) PBB
Tidak Tunai (Rp/Hari)
Tunai (Rp/Hari) Sewa Pajak Sewa Bangunan Kendaraan Kendaraan
Perawatan Alat Pemecah Kacang
Perawatan Pompa Air
Total Biaya Tetap Tunai
Biaya Penyusutan
TKDK
Total Biaya Tetap
(Rp/Hari)
Total Biaya Tetap (Rp/Hari/Kg Tempe)
Anggota Skala I 1
25
37.97
0
6 838
641
0
0
142
7 621
3 815
50 000
61 436
1 618
3
40
56.96
0
6 838
598
0
95
114
7 645
3 962
50 000
61 607
1 082
4
40
53.88
0
7 692
712
0
100
114
8 618
4 459
50 000
63 077
1 171
5
40
54.72
0
7 179
749
0
104
95
8 129
3 835
50 000
61 964
1 132
10
50
76.65
0
6 838
769
0
95
114
7 816
4 948
100 000
112 764
1 471
11
50
69.8
0
7 350
614
0
121
114
8 199
4 941
50 000
63 140
905
12
50
67.8
0
7 350
692
0
109
95
8 247
4 726
50 000
62 973
929
13
50
68.41
0
7 692
718
0
114
121
8 645
5 021
50 000
63 666
931
14
50
72.86
0
7 692
869
0
95
121
8 777
4 704
50 000
63 481
871
15
50
63.29
0
6 838
749
0
95
95
7 777
4 295
50 000
62 072
981
16
50
66.22
0
6 838
786
0
0
107
7 730
3 981
50 000
61 711
932
17
50
68.39
274
0
923
0
171
142
1 510
5 028
50 000
56 538
827
18
50
69.86
0
7 350
614
0
121
114
8 199
4 823
50 000
63 022
902
27
60
79.34
362
0
732
0
0
142
1 236
5 372
50 000
56 608
713
28
60
81.89
0
6 838
764
0
95
95
7 791
4 425
50 000
62 216
760
Rata-Rata
65.87
318
7 179
729
0
110
115
7 196
4 556
53 333
65 085
1 015
91.44
0
6 838
926
0
95
114
7 973
6 335
50 000
64 308
703
8 088
50 000
66 065
696
8 169
50 000
59 742
603
Anggota Skala II 31 32
70 70
94.97 99.13
0 433
6 838 0
883 783
0 0
128 142
128 214
7 977 1 573
93
33
70
Res- Jumlah Tempe yang pon- Kedelai Dihasilkan den (Kg) (Kg)
Tidak Tunai (Rp/Hari)
Tunai (Rp/Hari) Sewa Pajak Sewa Bangunan Kendaraan Kendaraan 0 6 838 997 0
PBB
94
Lampiran 3 Komponen biaya tetap usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan)
Perawatan Alat Perawatan Pemecah Kacang Pompa Air 128 142
Total Biaya Tetap Tunai 8 105
Biaya Penyusutan 7 507
34
70
95.96
35
70
100.95
0
8 547
724
0
142
142
9 555
37
80
118.22
0
7 179
701
0
71
76
38
80
116.67
450
0
855
0
142
39
80
115.54
0
8 547
812
0
142
40
80
119.02
464
0
0
11 966
42
100
141.01
470
0
0
43
100
140.23
501
0
44
100
140.30
0
7 692
Rata-Rata
114.45
464
TKDK
Total Biaya Tetap
(Rp/Hari)
Total Biaya Tetap (Rp/Hari/Kg Tempe)
50 000
65 612
684
7 717
50 000
67 272
666
8 027
7 444
50 000
65 471
554
142
1 590
9 291
100 000
110 881
950
142
9 643
5 109
100 000
114 752
993
128
171
12 729
5 516
50 000
68 245
573
7 692
95
142
8 400
4 218
100 000
112 618
799
0
10 256
142
142
11 043
4 904
50 000
65 947
470
0
11 965
142
142
19 943
100 000
124 093
884
7 497
835
10 470
125
142
8 880
4 150 6 537
66 667
82 084
715
Anggota Skala III 51
110
150.16
520
0
0
12 821
107
107
1 489
4 341
50 000
67 896
452
52
110
152.88
499
0
0
11 966
142
142
12 749
67 443
441
151.52
509
0
0
12 393
125
125
7 119
4 694 4 518
50 000
Rata-Rata
50 000
67 670
447
6 838
564
0
142
171
7 715
4 531
50 000
62 246
1 626
Non Anggota Skala I 2
25
38.28
0
6
40
56.06
386
0
735
0
128
142
1 392
4 234
50 000
55 626
992
7
40
53.96
0
6 838
556
0
107
57
7 557
4 104
50 000
61 661
1 143
8
40
54.86
0
7 179
752
0
0
95
7 941
3 139
50 000
61 080
1 115
9
40
53.19
422
0
670
0
128
128
1 348
4 239
50 000
55 587
1 045
19
50
65.44
0
6 838
712
0
135
93
7 778
4 886
50 000
62 664
958
Lampiran 3 Komponen biaya tetap usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Responden 20
Tempe Jumlah yang Kedelai Dihasilkan (Kg) PBB (Kg) 50 65.90 356
Tidak Tunai (Rp/Hari)
Tunai (Rp/Hari) Sewa Pajak Sewa Perawatan Alat Perawatan Total Biaya Bangunan Kendaraan Kendaraan Pemecah Kacang Pompa Air Tetap Tunai 0 641 0 121 111 1 230
Biaya Penyusutan 4 449
50 000
55 679
Total Biaya Tetap (Rp/Hari/Kg Tempe) 845
TKDK
Total Biaya Tetap
(Rp/Hari)
21
50
67.95
0
6 838
715
0
95
90
7 738
5 801
50 000
63 539
935
22
50
68.64
0
7 179
689
0
0
142
8 011
5 139
50 000
63 150
920
23
50
63.56
390
0
897
0
128
142
1 558
4 807
50 000
56 365
887
24
50
67.58
0
7 179
755
0
104
95
8 134
5 260
50 000
63 394
938
25
50
64.33
0
7 179
729
0
104
95
8 108
4 967
50 000
63 075
981
26
50
65.69
0
6 838
724
0
142
128
7 832
5 496
50 000
63 328
964
29
60
80.89
0
7 350
752
0
157
142
8 401
5 111
50 000
63 512
785
30
60
83.16
467
0
726
0
171
157
1 522
100 000
106 674
1 283
Rata-Rata
63.30
404
7 026
708
0
128
114
5 757
5 152 4 754
53 333
63 844
1 028
Non Anggota Skala II 36
70
99.42
0
7 692
840
0
128
171
8 832
7 647
50 000
66 479
669
41
80
117.26
0
8 547
903
0
214
142
9 806
7 992
50 000
67 798
578
45
100
138.95
499
0
926
0
214
214
1 851
8 031
100 000
109 882
791
46
100
141.56
0
8 547
0
7 692
95
142
16 476
5 082
100 000
121 558
859
47
100
143.20
0
8 547
0
10 256
142
157
19 102
4 404
50 000
73 506
513
48
100
137.11
490
0
1 068
0
214
214
1 985
7 786
50 000
59 771
436
49
100
142.40
479
0
0
11 966
171
142
12 758
5 138
50 000
67 896
477
50
100
141.48
0
8 547
0
10 256
185
171
19 159
4 716
100 000
123 875
876
132.67
489
8 376
934
10 043
170
169
11 247
6 349
68 750
86 346
650
Rata-Rata
95
Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilkan den (Kg) PBB (Kg) Non Anggota Skala III
96
Lampiran 3 Komponen biaya tetap usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Tidak Tunai (Rp/Hari)
Tunai (Rp/Hari) Sewa Pajak Sewa Perawatan Alat Perawatan Total Biaya Bangunan Kendaraan Kendaraan Pemecah Kacang Pompa Air Tetap Tunai
Biaya Penyusutan
TKDK
Total Biaya Tetap
(Rp/Hari)
Total Biaya Tetap (Rp/Hari/Kg Tempe)
53
150
190.80
513
0
0
11 966
128
114
12 721
6 580
50 000
59 301
363
54
150
195.02
556
0
0
15 385
142
185
16 268
6 794
50 000
73 062
375
55
150
202.02
598
0
0
17 094
157
199
18 049
7 176
50 000
75 225
372
56
150
194.61
541
0
0
11 966
142
142
12 792
6 664
50 000
69 456
357
57
150
198.72
527
0
0
15 385
214
142
16 268
7 154
50 000
73 422
369
58
200
166.57
641
0
0
17 094
285
185
18 205
8 695
50 000
76 900
288
59
230
199.36
675
0
0
17 094
285
214
18 268
13 363
50 000
81 631
273
60
230
295.83
712
0
0
15 385
342
228
16 666
12 176
50 000
78 842
267
230.37
595
0
0
15 171
212
176
16 155
8 575
50 000
74 730
333
Rata-Rata
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 4 Komponen biaya variabel usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Jumlah Responden Kedelai (Kg)
Tempe yang Dihasilkan (Kg)
Tunai (Rp/Hari) Kedelai
Ragi
Plastik
Daun Pisang
Listrik
Kayu Bakar
Gas (3 Kg)
TKLK
Bahan Bakar
Total Biaya Variabel Tunai
Total Biaya Variabel (Rp/Hari)
Total Biaya Variabel (Rp/Hari/Kg Tempe)
Anggota Skala I 1
25
37.97
195 000
350
9 600
0
1 880
4 500
0
0
6 900
218 230
218 230
5 748
3
40
56.96
312 000
613
11 250
0
1 709
5 000
0
0
13 800
344 372
344 372
6 046
4
40
53.88
312 000
700
10 500
9000
1 880
5 000
0
0
6 900
345 980
345 980
6 421
5
40
54.72
308 000
630
14 000
0
2 222
6 000
0
0
6 900
337 752
337 752
6 172
10
50
76.65
390 000
700
15 000 16000
1 709
7 000
0
0
13 800
444 209
444 209
5 795
11
50
69.8
390 000
700
15 000 15000
1 778
7 000
0
0
13 800
443 278
443 278
6 351
12
50
67.8
390 000
630
15 000 16000
1 675
7 000
0
0
13 800
444 105
444 105
6 550
13
50
68.41
390 000
788
15 000 13125
1 812
0
28 500
0
13 800
463 024
463 024
6 769
14
50
72.86
390 000
700
15 000 14000
1 744
0
28 500
0
13 800
463 744
463 744
6 365
15
50
63.29
390 000
630
15 500
0
1 709
7 500
0
0
13 800
429 139
429 139
6 781
16
50
66.22
390 000
709
15 500 16000
1 778
7 000
0
0
13 800
444 787
444 787
6 717
17
50
68.39
390 000
700
16 000 16000
1 880
7 000
0
0
13 800
445 380
445 380
6 512
18
50
69.86
390 000
700
15 000 15000
1 778
7 000
0
0
13 800
443 278
443 278
6 345
27
60
79.34
468 000
875
23 250 24000
1 812
8 000
0
0
13 800
539 737
539 737
6 803
28
60
81.89
468 000
963
24 000 21000
1 880
7 500
0
0
13 800
537 143
537 143
6 560
65.87
371 533
692
15 307 15 920
1 817
6 577
28 500
0
12 420
422 944
422 944
6 396
Rata-Rata Anggota Skala II 31
70
91.44
546 000
1 050
22 500 30 000
1 709
10 000
0
0
13 800
625 059
625 059
6 836
32
70
94.97
546 000
1 050
23 250 30 000
2 222
10 000
0
0
34 500
647 022
647 022
6 813
97
98
Lampiran 4 Komponen biaya variabel usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Total Biaya Variabel
(Rp/Hari)
Total Biaya Variabel (Rp/Hari/Kg Tempe)
33
70
99.13
546 000
1 138
24 000
30 000
2 051
0
28 500
0
20 700
652 389
652 389
6 581
34
70
95.96
546 000
1 050
22 500
32 000
1 709
10 000
0
0
20 700
633 959
633 959
6 606
35
70
100.95
546 000
1 050
22 500
32 000
2 051
0
28 500
0
20 700
652 801
652 801
6 467
37
80
118.22
624 000
1 103
26 250
30 000
2 120
0
45 000
50 000
20 700
799 172
799 172
6 760
38
80
116.67
624 000
1 138
24 500
30 000
2 393
0
42 750
0
20 700
745 481
745 481
6 390
39
80
115.54
624 000
1 103
28 000
30 000
2 222
0
45 000
0
20 700
751 025
751 025
6 500
40
80
119.02
624 000
1 103
26 250
32 000
2 564
10 000
0
50 000
48 300
794 217
794 217
6 673
42
100
141.01
780 000
1 260
32 000
30 000
1 937
0
60 000
0
34 500
939 697
939 697
6 664
43
100
140.23
780 000
1 260
30 000
30 000
2 051
0
57 000
50 000
20 700
971 011
971 011
6 924
44
100
140.30
780 000
1 400
31 000
30 000
1 880
0
57 000
0
27 600
928 880
928 880
6 621
114.45
630 500
26 063
30 500
2 076
10 000
45 469
50 000
25 300
761 726
761 726
6 653
110
150 16
858 000
1 575
33 000
40 000
2 564
0
68 250
50 000
27 600
1 080 989
1 080 989
7 199
110
152.88
858 000
1 750
32 000
37 500
2 735
0
66 500
50 000
55 200
1 103 685
1 103 685
7 219
151.52
858 000
1 663
32 500
38 750
2 650
0
67 375
50 000
41 400
1 092 337
1 092 337
7 209
Jumlah Tempe yang Responden Kedelai (Kg) Dihasilkan (Kg) Kedelai
Rata-Rata
Tunai (Rp/Hari) Ragi
Plastik
Daun Pisang
1 142
Listrik
Kayu Bakar
Gas (3 Kg)
TKLK
Bahan Bakar
Total Biaya Variabel Tunai
Anggota Skala III 51 52
Rata-Rata Non Anggota Skala I 2
25
38.28
192 500
350
9 000
0
2 051
4 500
0
0
6 900
215 301
215 301
5 624
6
40
56.06
310 000
700
15 000
0
1 812
5 500
0
0
13 800
346 812
346 812
6 186
7
40
53.96
308 000
551
13 000
9 000
1 983
0
18 000
0
6 900
357 434
357 434
6 624
8
40
54.86
312 000
700
16 000
0
1 573
5 000
0
0
13 800
349 073
349 073
6 363
Lampiran 4 Komponen biaya variabel usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan)
9
40
53.19
308 000
613
16 000
12 750
1 880
5 500
0
0
6 900
351 643
351 643
Total Biaya Variabel (Rp/Hari/Kg Tempe) 6 611
19
50
65.44
390 000
700
15 000
17 000
1 880
7 500
0
0
13 800
445 880
445 880
6 814
20
50
65.90
392 500
700
16 500
0
1 641
8 000
0
0
20 700
440 041
440 041
6 677
21
50
67.95
390 000
675
16 000
15 000
1 709
7 000
0
0
20 700
451 084
451 084
6 638
22
50
68.64
390 000
700
14 500
16 000
1 778
0
27 000
0
13 800
463 778
463 778
6 757
23
50
63.56
390 000
700
15 000
0
1 538
0
28 500
0
13 800
449 538
449 538
7 073
24
50
67.58
385 000
700
15 000
14 000
1 709
7 000
0
0
13 800
437 209
437 209
6 470
25
50
64.33
390 000
700
16 500
17 000
1 880
7 500
0
0
13 800
447 380
447 380
6 955
26
50
65.69
390 000
700
15 000
0
1 709
7 000
0
0
13 800
428 209
428 209
6 519
29
60
80.89
468 000
963
24 000
17 000
2 051
0
29 250
0
20 700
561 964
561 964
6 947
30
60
83.16
468 000
875
22 500
22 500
2 222
8 000
0
0
13 800
537 897
537 897
6 468
63.30
365 600
688
15 933
15 583
1 828
6 591
25 688
0
13 800
418 883
418 883
6 582
Jumlah Responden Kedelai (Kg)
Rata-Rata
Tempe yang Dihasilkan (Kg)
Tunai (Rp/Hari) Kedelai
Ragi
Plastik
Daun Pisang
Listrik
Kayu Bakar
Gas (3 Kg)
TKLK
Bahan Bakar
Total Biaya Variabel Tunai
Total Biaya Variabel
(Rp/Hari)
Non Anggota Skala II 70
99.42
549 500
1 050
23 250
34 000
2 222
10 000
0
0
20 700
640 722
640 722
6 445
41
80
117.26
616 000
1 225
30 000
30 000
2 393
0
47 500
50 000
27 600
804 718
804 718
6 863
45
100
138.95
780 000
1 260
32 000
30 000
2 222
0
57 000
0
34 500
936 982
936 982
6 743
46
100
141.56
785 000
1 260
32 000
30 000
1 937
0
60 000
0
34 500
944 697
944 697
6 673
47
100
143.20
780 000
1 400
31 000
30 000
2 222
0
57 000
50 000
27 600
979 222
979 222
6 838
48
100
137.11
775 000
1 260
33 000
32 000
2 051
0
57 000
50 000
27 600
977 911
977 911
7 132
49
100
142.40
780 000
1 260
32 000
32 000
2 222
0
60 000
50 000
41 400
998 882
998 882
7 015
100
141.48
770 000
1 400
30 000
30 000
2 393
0
57 000
0
27 600
918 393
918 393
6 491
132.67
729 438
1 264
30 406
31 000
2 208
10 000
56 500
50 000
30 186
900 191
900 191
6 775
50
Rata-Rata
99
36
100
Lampiran 4 Komponen biaya variabel usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Responden
Jumlah Kedelai (Kg)
Tempe yang Dihasilkan (Kg)
Tunai (Rp/Hari) Kedelai
Ragi
Plastik
Daun Pisang
Listrik
Kayu Bakar
Gas (3 Kg)
TKLK
Bahan Bakar
Total Biaya Variabel Tunai
Total Biaya Variabel
(Rp/Hari)
Total Biaya Variabel (Rp/Hari/Kg Tempe)
Non Anggota Skala III 53
150
190.80 1 170 000
1 890
36 250
42 000
1 709
0
63 000
50 000
55 200
1 420 049
1 420 049
7 443
54
150
195.02 1 170 000
1 969
40 000
48 000
2 051
0
66 500
50 000
69 000
1 447 520
1 447 520
7 423
55
150
202.02 1 170 000
2 100
36 250
42 000
2 564
0
72 000
50 000
62 100
1 437 014
1 437 014
7 113
56
150
194.61 1 170 000
2 100
37 500
48 000
1 709
0
70 000
50 000
69 000
1 448 309
1 448 309
7442
57
150
198.72 1 170 000
2 048
40 000
45 000
2 222
0
66 500
50 000
69 000
1 444 770
1 444 770
7 270
58
200
166.57 1 600 000
2 695
51 000
51 000
2 564
0
126 000
100 000
82 800
2 016 059
2 016 059
7 563
59
230
199.36 1 840 000
3 360
66 000
68 000
2 393
0
126 000
100 000
82 800
2 288 553
2 288 553
7 645
230
295.83 1 840 000
3 360
66 000
68 000
2 906
0
120 000
100 000
82 800
2 283 066
2 283 066
7 717
230.37 1 391 250
2 440
46 625
51 500
2 265
0
88 750
68 750
71 588
1 723 168
1 723 168
7 452
60
Rata-Rata
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 5 Biaya tunai dan biaya tidak tunai pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Responden
Tempe Jumlah yang Kedelai Dihasilkan (Kg) (Kg)
Biaya Tetap Tunai
Biaya Tunai Total Biaya Total Biaya Tunai Biaya Variabel Tunai (Rp/Hari/Kg Tunai (Rp/Hari) Tempe)
Biaya Variabel Tidak Tunai
Biaya Tidak Tunai Total Biaya Biaya Tetap Tidak Tunai Tidak Tunai (Rp/Hari)
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe)
Anggota Skala I 1
25
37.97
11 436
218 230
229 667
6 049
0
50 000
50 000
1 317
3
40
56.96
11 607
344 372
355 979
6 250
0
50 000
50 000
878
4
40
53.88
13 077
345 980
359 057
6 664
0
50 000
50 000
928
5
40
54.72
11 964
337 752
349 716
6 391
0
50 000
50 000
914
10
50
76.65
12 764
444 209
456 973
5 962
0
100 000
100 000
1 305
11
50
69.8
13 140
443 278
456 418
6 539
0
50 000
50 000
716
12
50
67.8
12 973
444 105
457 078
6 742
0
50 000
50 000
737
13
50
68.41
13 666
463 024
476 690
6 969
0
50 000
50 000
731
14
50
72.86
13 481
463 744
477 225
6 550
0
50 000
50 000
686
15
50
63.29
12 072
429 139
441 212
6 971
0
50 000
50 000
790
16
50
66.22
11 711
444 787
456 498
6 894
0
50 000
50 000
755
17
50
68.39
6 538
445 380
451 919
6 608
0
50 000
50 000
731
18
50
69.86
13 022
443 278
456 300
6 532
0
50 000
50 000
716
27
60
79.34
6 608
539 737
546 345
6 886
0
50 000
50 000
630
28
60
81.89
12 216
537 143
549 359
6 709
0
50 000
50 000
611
Rata-Rata
65.87
11 752
422 944
434 696
6 581
0
53 333
53 333
830
Anggota Skala II 70
91.44
14 308
625 059
639 367
6 992
0
50 000
50 000
547
32
70
94.97
16 065
647 022
663 087
6 982
0
50 000
50 000
526
33
70
99.13
9 742
652 389
662 131
6 679
0
50 000
50 000
504
101
31
102
Lampiran 5 Biaya tunai dan biaya tidak tunai pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Tempe yang Biaya Total Biaya Biaya Total Biaya Tunai Biaya Tetap Dihasilkan Biaya Tetap Variabel Tunai Variabel Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe) Tidak Tunai (Kg) Tunai (Rp/Hari) Tidak Tunai 95.96 15 612 633 959 649 571 6 769 0 50 000
Responden
Jumlah Kedelai (Kg)
34
70
35
70
100.95
17 272
652 801
670 073
6 638
0
37
80
118.22
15 471
799 172
814 644
6 891
0
38
80
116.67
10 881
745 481
756 362
6 483
39
80
115.54
14 752
751 025
765 777
40
80
119.02
18 245
794 217
42
100
141.01
12 618
939 697
43
100
140.23
15 947
44
100
140.30
Rata-Rata
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari) 50 000
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe) 521
50 000
50 000
495
50 000
50 000
423
0
100 000
100 000
857
6 628
0
100 000
100 000
866
812 462
6 827
0
50 000
50 000
420
952 315
6 754
0
100 000
100 000
709
971 011
986 958
7 038
0
50 000
50 000
357
24 093
928 880
952 973
6 792
0
100 000
100 000
713
114.45
15 417
761 726
777 143
6 789
0
66 667
66 667
578
Anggota Skala III 51
110
150.16
8 379
1 080 989
1 098 885
7 318
0
50 000
50 000
333
52
110
152.88
17 443
1 103 685
1 121 129
7 333
0
50 000
50 000
327
151.52
12 911
1 092 337
1 110 007
7 326
0
50 000
50 000
330
Rata-Rata Non Anggota Skala I 2
25
38.28
12 246
215 301
227 547
5 944
0
50 000
50 000
1 306
6
40
56.06
5 626
346 812
352 438
6 287
0
50 000
50 000
892
7
40
53.96
11 661
357 434
369 095
6 840
0
50 000
50 000
927
8
40
54.86
11 080
349 073
360 238
6 567
0
50 000
50 000
911
9
40
53.19
5 587
351 643
357 229
6 716
0
50 000
50 000
940
19
50
65.44
12 664
445 880
458 544
7 007
0
50 000
50 000
754
Lampiran 5 Biaya tunai dan biaya tidak tunai pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Responden
Tempe Jumlah yang Kedelai (Kg) Dihasilka n (Kg)
Biaya Tunai Biaya Total Biaya Variabel Tunai Tunai (Rp/Hari) 440 041 445 720
Total Biaya Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe 6 764
Biaya Variabel Tidak Tunai 0
Biaya Tidak Tunai Total Biaya Biaya Tetap Tidak Tunai Tidak Tunai (Rp/Hari) 50 000 50 000
20
50
65.90
Biaya Tetap Tunai 5 679
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe) 759
21
50
67.95
13 539
451 084
464 624
6 838
0
50 000
50 000
736
22
50
68.64
13 150
463 778
476 928
6 948
0
50 000
50 000
728
23
50
63.56
6 365
449 538
455 904
7 173
0
50 000
50 000
787
24
50
67.58
13 394
437 209
450 604
6 668
0
50 000
50 000
740
25 26 29
50 50 60
64.33 65.69 80.89
13 075 13 328 13 512
447 380 428 209 561 964
460 455 441 537 575 476
7 158 6 722 7 114
0 0 0
50 000 50 000 50 000
50 000 50 000 50 000
777 761 618
30
60
83.16
6 674
537 897
544 571
6 548
0
50 000
50 000
1 203
Rata-Rata
63.30
10 511
418 883
429 394
6 753
0
53 333
53 333
857
Non Anggota Skala II 36
70
99.42
16 479
640 722
657 201
6 610
0
50 000
50 000
503
41
80
117.26
17 798
804 718
822 516
7 015
0
50 000
50 000
426
45
100
138.95
9 882
936 982
946 865
6 814
0
100 000
100 000
720
46
100
141.56
21 558
944 697
966 256
6 826
0
100 000
100 000
706
47
100
143.20
23 506
979 222
1 002 728
7 002
0
50 000
50 000
349
48
100
137.11
9 771
977 911
987 683
7 204
0
50 000
50 000
365
49
100
142.40
17 896
998 882
1 016 778
7 140
0
50 000
50 000
351
50
100
141.48
23 875
918 393
942 268
6 660
0
100 000
100 000
707
132.67
17 596
900 191
917 787
6 909
0
68 750
68 750
516
Rata-Rata
103
104
Lampiran 5 Biaya tunai dan biaya tidak tunai pada usaha tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Responden
Tempe Jumlah yang Kedelai Dihasilkan Biaya Tetap (Kg) Tunai (Kg)
Biaya Tunai Biaya Variabel Tunai
Total Biaya Tunai (Rp/Hari)
Biaya Tidak Tunai Total Biaya Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe
Biaya Variabel Tidak Tunai
Biaya Tetap Tidak Tunai
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari)
Total Biaya Tidak Tunai (Rp/Hari/Kg Tempe)
Non Anggota Skala III 53
150
190.80
19 301
1 420 049
1 439 350
7 544
0
50 000
50 000
262
54
150
195.02
23 062
1 447 520
1 470 582
7 541
0
50 000
50 000
256
55
150
202.02
25 225
1 437 014
1 462 239
7 238
0
50 000
50 000
248
56
150
194.61
19 456
1 448 309
1 467 766
7 542
0
50 000
50 000
257
57
150
198.72
23 422
1 444 770
1 468 192
7 388
0
50 000
50 000
252
58
200
266.57
26 900
2 016 059
2 042 959
7 664
0
50 000
50 000
188
59
230
299.36
31 631
2 288 553
2 320 184
7 750
0
50 000
50 000
167
60
230
295.83
28 842
2 283 066
2 311 908
7 815
0
50 000
50 000
169
Rata-Rata 230.37 24 730 Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
1 723 168
1 747 897
7 560
0
50 000
50 000
225
Lampiran 6 Komponen penerimaan dari penjualan tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Penjualan Tempe Per Harga Per Kemasan
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga
0
0
35
175 000
0
0
0
0
0
0
0
0
345 000
9 087
0
0
50
200 000
20
100 000
0
0
0
0
20
160 000
0
0
480 000
8 427
40 120 000
0
0
30
150 000
20
120 000
0
0
0
0
0
0
480 000
8 909
25
75 000
0
0
30
150 000
0
0
0
0
30
240 000
0
0
465 000
8 498
30
90 000
50
200 000
40
200 000
0
0
0
0
20
160 000
0
0
650 000
8 480
100 300 000
0
0
0
0
0
0
40
280 000
0
0
0
0
580 000
8 309
0
0
0
40
200 000
40
240 000
0
0
20
160 000
0
0
600 000
8 850
0
0
0
30
150 000
0
0
0
0
0
0
25 250 000
620 000
9 064
25
75 000
0
0
0
0
30
180 000
30
210 000
20
160 000
0
0
625 000
8 579
0
0
0
50
200 000
70
350 000
0
0
0
0
0
0
0
0
550 000
8 690
0
0
30
90 000
0
0
100
500 000
0
0
0
0
0
0
0
0
590 000
8 910
0
0
35 105 000
0
0
40
200 000
0
0
40
280 000
0
0
0
0
585 000
8 554
69.86
0
0
100 300 000
0
0
0
0
0
0
40
280 000
0
0
0
0
580 000
8 302
60
79.34
0
0
90 000
30
120 000
50
250 000
40
240 000
0
0
0
0
0
0
700 000
8 823
60
81.89
0
0
45 135 000
30
120 000
90
450 000
0
0
0
0
0
0
0
0
705 000
8 610
55 110 000
43,6 130 909
42
168 000
47,9
195 000 37,5
262 500
22
176 000
25 250 000
570 333
8 673
0
0
30
0
0
0
70 700 000
850 000
9 296
Jumlah Kemasan
60 000
Jumlah Kemasan
Jumlah Penjualan/ Harga
Total Total Penjualan Penjualan Tempe Tempe (Rp/Hari/ (Rp/Hari) Kg Tempe)
Jumlah Kemasan
10 000
Jumlah Penjualan/ Harga
8 000
20
Jumlah Kemasan
Jumlah Penjualan/ Harga
7 000
Jumlah Kemasan
6 000
Jumlah Penjualan/ Harga
5 000 Jumlah Kemasan
4 000 Jumlah Penjualan/ Harga
3 000
Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan
2 000 Jumlah Penjualan/ Harga
Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilden (Kg) kan (Kg) Anggota Skala I 1
25
37.97
55 110 000
3
40
56.96
10
20 000
4
40
53.88
45
90 000
5
40
54.72
0
0
10
50
76.65
0
0
11
50
69.8
0
0
12
50
67.8
0
0
0
13
50
68.41
110 220 000
0
14
50
72.86
0
0
15
50
63.29
0
16
50
66.22
17
50
68.39
18
50
27 28
Rata-rata
65.87
30
239 583 32,5
Anggota Skala II 70
91.44
0
0
0
0
150 000
0
0
0
105
31
106
Lampiran 6 Komponen penerimaan dari penjualan tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Penjualan Tempe Per Harga Per Kemasan
Jumlah Kemasan
30
150 000
0
0
30
210 000
0
0
50 100 000
45
135 000
0
0
0
0
50
300 000
0
0
40
320 000
0
0
0
40
160 000
0
0
0
0
40
280 000
0
0
0
0
0
40
160 000
0
0
50
300 000
0
0
50
400 000
0
0
0
0
60
240 000
0
0
45
270 000
0
0
40
116.67
20
40 000
0
0
30
120 000
20
100 000
0
0
30
210 000
80
115.54
0
0
60
180 000
0
0
0
0
50
300 000
0
80
119.02
0
0
0
0
65
260 000
50
250 000
40
240 000
40
42
100
141.01
0
0
45
135 000
0
0
50
250 000
75
450 000
0
43
100
140.23
60 120 000
50
150 000
0
0
50
250 000
50
300 000
44
100
140.30
45
90 000
50
150 000
0
0
50
250 000
0
114.45 43,8
87 500
50
150 000
47
188 000
40
200 000 51,4
70
99.13
34
70
95.96
0
35
70
100.95
0
37
80
118.22
38
80
39 40
Rata-Rata
860 000
9 055
0
855 000
8 625
40 400 000
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga
Jumlah Penjualan/ Harga
0
33
Jumlah Penjualan/ Harga
Jumlah Kemasan
0
0
Jumlah Kemasan
0
94.97
Total Penjualan Tempe (Rp/Hari/ Kg Tempe)
10 000
0
70
Total Penjualan Tempe (Rp/Hari)
8 000
0
32
Jumlah Penjualan/ Harga
7 000
Jumlah Kemasan
6 000
Jumlah Penjualan/ Harga
5 000 Jumlah Kemasan
4 000 Jumlah Penjualan/ Harga
3 000 Jumlah Penjualan/ Harga
2 000
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan
Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilden (Kg) kan (Kg)
50 500 000 0
840 000
8 754
0
860 000
8 519
320 000
20 200 000
1 030 000
8 713
30
240 000
30 300 000
1 010 000
8 657
0
30
240 000
30 300 000
1 020 000
8 828
280 000
0
0
0
0
1 030 000
8 654
0
50
400 000
0
0
1 235 000
8 759
0
0
50
400 000
0
0
1 220 000
8 700
0
50
350 000
0
0
40 400 000
1 240 000
8 838
308 571
38
266 000 41,4
331429
40 400 000
1 004 167
8 783
40 400 000
1 320 000
8 791
0
1 320 000
8 634
40 400 000
1 320 000
8 712
0
Anggota Skala III 51
110
150.16
0
0
0
0
40
160 000
40
200 000
40
240 000
0
0
40
320 000
52
110
152.88
0
0
0
0
40
160 000
40
200 000
60
360 000
40
280 000
40
320 000
Rata-Rata
151.52
0
0
0
0
40
160 000
40
200 000
50
300 000
40
280 000
40
320 000
50 100 000
30
90 000
0
0
30
150 000
0
0
0
0
0
0
0
0
340 000
8 882
40
120 000
50
200 000
30
150 000
0
0
0
0
0
0
0
0
470 000
8 384
0
Non Anggota Skala I 2
25
38.28
6
40
56.06
0
0
Lampiran 6 Komponen penerimaan dari penjualan tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Penjualan Tempe Per Harga Per Kemasan
0
0
0
0
0
40
200 000
0
0
40
280 000
8
40
54.86
30
60 000
0
0
20
80 000
0
0
30
180 000
0
0
9
40
53.19
50
100 000
0
0
0
0
0
0
40
240 000
20
140 000
0
0
19
50
65.44
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
280 000
0
0
20
50
65.90
40
80 000
0
0
50 200 000
0
0
50
300 000
0
0
0
0
0
0
21
50
67.95
0
0
30
90 000
0
50
250 000
0
0
0
0
30 240 000
0
22
50
68.64
30
60 000
0
0
40 160 000
0
0
65
390 000
0
0
0
23
50
63.56
0
0
0
0
24
50
67.58
0
0
25
75 000
25
50
64.33
0
0
20
60 000
26
50
65.69
40
80 000
0
29
60
80.89
0
0
30
60
83.16
35
70 000
Rata-Rata
63.30 39,3
0
0
0
480 000
8 895
20 160 000
0
0
480 000
8 750
0
0
480 000
9 024
30 300 000
580 000
8 863
580 000
8 801
0
580 000
8 536
0
610 000
8 887
40 400 000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
175 000
20
100 000
20
120 000
0
0
0
25
125 000
0
0
0
0
0
0
0
50 200 000
0
0
50
300 000
0
0
0
0
0
0
20
80 000
25
125 000
0
0
30
210 000
0
0
30
90 000
0
0
0
0
40
240 000
0
0
40 320 000
87 500 37,1 148 571
31,4
252 857 25,8
180 833
27,5 220 000
0
157 143 42,1
Total Total Penjualan Penjualan Tempe Tempe (Rp/Hari/ (Rp/Hari) Kg Tempe)
0
30 120 000
78 571 29,2
0
Jumlah Penjualan/ Harga
0
Jumlah Kemasan
53.96
Jumlah Kemasan
40
Jumlah Kemasan
7
0
Jumlah Penjualan/ Harga
10 000
Jumlah Penjualan/ Harga
8 000
Jumlah Kemasan
7 000
Jumlah Penjualan/ Harga
6 000 Jumlah Kemasan
5 000 Jumlah Penjualan/ Harga
4 000
Jumlah Kemasan
3 000
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga
2 000 Jumlah Penjualan/ Harga
Jumlah Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilden (Kg) kan (Kg)
20 160 000
575 000
9 047
0
575 000
8 508
40 400 000
585 000
9 094
0
580 000
8 829
30 300 000
0 0
715 000
8 839
0
720 000
8 658
35 350 000
556 667
8 800
850 000
8 550
0
Non Anggota Skala II 70
190.80
0
0
60 180 000
0
0
50
250 000
0
0
60
420 000
0
0
0
41
80
195.02
0
0
65 195 000
0
0
50
250 000
0
0
40
280 000
0
0
30 300 000 1 025 000
8 742
45
100
202.02
0
0
0
0
50 200 000
50
250 000
50
300 000
0
0
0
0
50 500 000 1 250 000
8 996
46
100
194.61
0
0
0
0
40 160 000
60
300 000
60
360000
60
420 000
0
0
0
0
0
1 240 000
8 760
107
36
108
Lampiran 6 Komponen penerimaan dari penjualan tempe di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 (lanjutan) Penjualan Tempe Per Harga Per Kemasan
100
137.11
49
100
50
100
Rata-Rata
Total Total Penjualan Penjualan Tempe Tempe (Rp/Hari/ (Rp/Hari) Kg Tempe)
210 000
40
320 000
0
0
1 230 000
8 589
60 360 000
0
0
0
0
40
400 000
1 210 000
8 825
0
40
280 000
0
0
30
300 000
1 260 000
8 848
0
40
280 000
30
240 000
40
400 000
1 230 000
8 694
61 183 000 47,5 190 000 55,7
278 571 56,7 340 000
45
315 000
35
280 000
38
380 000
1 161 875
8 750
0
30
225 000
50 300 000
50
350 000
50
400 000
30
300 000
1 665 000
8 726
65 390 000
0
0
70 210 000
142.40
50
100 000
60 180 000
141.48
0
0
132.67
75
150 000
0
0
0
0
0
70
350 000
60 240 000
0
0
0
80
400 000
0
40 160 000
30
150 000
0
0
0
Jumlah Penjualan/ Harga
10 000
30
50 150 000
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan
8 000
0
200 000
Jumlah Penjualan/ Harga
Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan Jumlah Penjualan/ Harga Jumlah Kemasan
7 000
Jumlah Kemasan
48
6 000
Jumlah Penjualan/ Harga
143.20 100
5 000
Jumlah Kemasan
100
4 000
Jumlah Penjualan/ Harga
47
3 000
Jumlah Penjualan/ Harga
2 000 Jumlah Kemasan
Jumlah Tempe Res- Jumlah yang pon- Kedelai Dihasilden (Kg) kan (Kg)
Non Anggota Skala III 53
150
190.80
54
150
195.02
0
0
40 120 000
55
150
202.02
60
120 000
60 180 000
56
150
194.61
0
0
0
57
150
198.72
80
160 000
0
58
200
266.57
0
0
75 225 000
59
230
299.36
40
80 000
40 120 000
60
230
295.83
0
0 100 300 000
Rata-Rata
230.37
60
120 000 57,5 172 500
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
90 000
0
0
50 200 000
45 0
0
0
60
300 000
0
70 280 000
0
0
0
80 320 000
80
400 000
0 100
500 000
0
0
40 160 000 100 0
0
70
48 192 000 75,8
60
420 000
0
0
60
600 000
1 730 000
8 871
0
80
560 000
70
560 000
0
0
1 720 000
8 514
60 360 000
0
0
70
560 000
50
500 000
1 700 000
8 735
0
0
0 100
800 000
0
0
1 680 000
8 454
60 360 000
50
350 000
50
400 000
50
500 000
2 335 000
8 760
500 000 100 600 000
40
280 000
50
400 000
50
500 000
2 640 000
8 819
70 420 000
0
0
70
560 000 100 1 000 000
2 630 000
8 890
379 167 67,5 405 000
56
392 000 65,7
525 714 56,7
2 012 500
8 721
350 000
0 0
566 667
109
Lampiran 7 Hasil uji beda total biaya usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Group Statistics Status Keanggotaan Total Biaya Per Kg Tempe
N
Anggota Non Anggota
Std. Deviation 173.543 228.524
Mean
29 31
7407.55 7607.16
Std. Error Mean 32.226 41.044
Independent Samples Test Total Biaya Per Kg Tempe Equal variances Equal variances assumed not assumed 2.212 .142
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
-3.790 58 .000 -199.610 52.661 -305.022 -94.197
Lower Upper
-3.825 55.707 .000 -199.610 52.184 -304.158 -95.061
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 8 Hasil uji beda total biaya per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Total Biaya Anggota Levene Statistic 4.167
df1
df2 2
Sig. 26
.027
ANOVA Total Biaya Anggota Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
142049.026 727802.767 869851.793
df
Mean Square 2 26 28
71024.513 27992.414
F 2.537
Sig. .098
110
Multiple Comparisons Dependent Variable: Total Biaya Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Difference Usaha Usaha (I-J)
Bonferroni
Skala I Skala II Skala III
GamesHowell
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Std. Error
42.93333 -244.90000 -42.93333 -287.83333 244.90000 287.83333
Lower Bound -122.8826 -567.1883 -208.7493 -614.8268 -77.3883 -39.1601
Upper Bound 208.7493 77.3883 122.8826 39.1601 567.1883 614.8268
63.61893
.780 -115.6427
201.5093
50.01143 63.61893 39.83371 50.01143 39.83371
.001 -375.5669 -114.2331 .780 -201.5093 115.6427 .000 -395.0442 -180.6225 .001 114.2331 375.5669 .000 180.6225 395.0442
64.79863 1.000 125.94589 .188 64.79863 1.000 127.78462 .099 125.94589 .188 127.78462 .099
42.93333
Skala III -244.90000(*) Skala I -42.93333 Skala III -287.83333(*) Skala III Skala I 244.90000(*) Skala II 287.83333(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah) Skala II
95% Confidence Interval
Sig.
Lampiran 9 Hasil uji beda total biaya per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe non anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Total Biaya Non Anggota Levene Statistic 1.624
df1
df2 2
Sig. .215
28
ANOVA Total Biaya Non Anggota Sum of Squares Between Groups 520365.085 Within Groups 1046331.108 Total 1566696.194
Mean Square
df 2 28 30
260182.543 37368.968
F
Sig. 6.963
.004
111
Multiple Comparisons Dependent Variable: Total Biaya Non Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Difference Usaha Usaha (I-J)
Bonferroni
Skala I
84.63088 84.63088 84.63088 96.65527 84.63088 96.65527
.112 .141 .112 .003 .141 .003
184.90833
78.63187
.072
Skala III -175.71667 Skala I -184.90833 Skala III -360.62500(*) Skala III Skala I 175.71667 Skala II 360.62500(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
80.69541 78.63187 76.48055 80.69541 76.48055
.101 .072 .001 .101 .001
Skala III GamesHowell
Skala I
Skala II
95% Confidence Interval
Sig.
184.90833 -175.71667 -184.90833 -360.62500(*) 175.71667 360.62500(*)
Skala II
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Std. Error
Lower Upper Bound Bound -30.6013 400.4179 -391.2263 39.7929 -400.4179 30.6013 -606.7543 -114.4957 -39.7929 391.2263 114.4957 606.7543 -14.1411
383.9578
-380.4781 29.0448 -383.9578 14.1411 -560.8683 -160.3817 -29.0448 380.4781 160.3817 560.8683
Lampiran 10 Hasil uji beda total biaya usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Total Biaya Per Kg Tempe Levene df1 Statistic 4.183 2
df2
Sig. 57
.020
ANOVA Total Biaya Per Kg Tempe
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 879891.209 2129045.313 3008936.522
df 2 57 59
Mean Square 439945.605 37351.672
F 11.778
Sig. .000
112
Multiple Comparisons Dependent Variable: Total Biaya Per Kg Tempe (I) Skala (J) Skala Mean Usaha Usaha Difference (I-J)
Bonferroni
Skala I Skala II Skala III
GamesHowell
Skala I Skala II Skala III
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II
Std. Error
120.438 -242.856(*) -120.438 -363.294(*) 242.856(*) 363.294(*) 120.438 -242.856(*) -120.438 -363.294(*) 242.856(*) 363.294(*)
Sig.
55.791 70.571 55.791 74.852 70.571 74.852 52.481 64.647 52.481 58.326 64.647 58.326
.105 .003 .105 .000 .003 .000 .066 .003 .066 .000 .003 .000
95% Confidence Interval Lower Bound -17.18 -416.93 -258.06 -547.93 68.78 178.66 -6.51 -404.69 -247.39 -513.29 81.03 213.30
Upper Bound 258.06 -68.78 17.18 -178.66 416.93 547.93 247.39 -81.03 6.51 -213.30 404.69 513.29
* The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 11 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Group Statistics Status Keanggotaan Pendapatan Atas Biaya Total Per Kg Tempe
Anggota Non Anggota
N 29 31
Mean 1390.93 1213.19
Std. Deviation 185.988 207.863
Std. Error Mean 34.537 37.333
Independent Samples Test Pendapatan Atas Biaya Total Per Kg Tempe
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Equal variances assumed 1.706 .197
Lower Upper
3.482 58 .001 177.737 51.050 75.550 279.925
Equal variances not assumed
3.495 57.892 .001 177.737 50.858 75.929 279.546
113
Lampiran 12 Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Group Statistics Status Keanggotaan Rasio R/C Atas Biaya Total
N
Anggota Non Anggota
Mean 29 31
Std. Deviation
1.1879 1.1601
.02586 .03086
Std. Error Mean .00480 .00554
Independent Samples Test Rasio R/C Atas Biaya Total
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
Equal variances assumed 2.784 .101
Equal variances not assumed
3.759 58 .000 .02773 .00738 .01296 .04250
3.781 57.331 .000 .02773 .00733 .01305 .04242
Lower Upper
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 13 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Pendapatan Atas Biaya Total Anggota Levene df1 df2 Statistic .287
2
Sig.
26
.753
ANOVA Pendapatan Atas Biaya Total Anggota Sum of Squares Between Groups 299339.310 Within Groups 688674.000 Total 988013.310
df
Mean Square 2 26 28
149669.655 26487.462
F 5.651
Sig. .009
114
Multiple Comparisons Dependent Variable: Pendapatan Atas Biaya Total Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Difference Std. Error Usaha Usaha (I-J)
Bonferroni
Skala I
Skala II -144.66667 Skala III 228.66667 Skala I 144.66667 Skala III 373.33333(*) Skala I -228.66667 Skala II -373.33333(*) Skala II -144.66667
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I
Skala III 228.66667 Skala I 144.66667 Skala III 373.33333 Skala III Skala I -228.66667 Skala II -373.33333 * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah) Skala II
95% Confidence Interval
Sig.
63.03268 122.51352 63.03268 124.30213 122.51352 124.30213
.090 .220 .090 .018 .220 .018
Lower Bound -305.9637 -84.8384 -16.6303 55.2513 -542.1717 -691.4153
Upper Bound 16.6303 542.1717 305.9637 691.4153 84.8384 -55.2513
61.53415
.067
-297.9660
8.6327
99.83361 61.53415 96.47643 99.83361 96.47643
.290 -516.1450 973.4783 .067 -8.6327 297.9660 .163 -505.9922 1252.6589 .290 -973.4783 516.1450 .163 -1252.6589 505.9922
Lampiran 14 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe non anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Pendapatan Atas Biaya Total Non Anggota Levene df1 df2 Sig. Statistic 2.134
2
28
.137
ANOVA Pendapatan Atas Biaya Total Non Anggota Sum of df Squares Between Groups 741538.864 Within Groups 554667.975 Total 1296206.839
Mean Square 2 28 30
370769.432 19809.571
F 18.717
Sig. .000
115
Multiple Comparisons Dependent Variable: Pendapatan Atas Biaya Total Non Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Std. Difference Sig. Usaha Usaha Error (I-J)
Bonferroni
Skala I Skala II Skala III
GamesHowell
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
95% Confidence Interval
-109.47500 300.15000(*) 109.47500 409.62500(*) -300.15000(*) -409.62500(*)
61.61846 61.61846 61.61846 70.37324 61.61846 70.37324
.259 .000 .259 .000 .000 .000
Lower Bound -266.3843 143.2407 -47.4343 230.4220 -457.0593 -588.8280
-109.47500
55.93976
.148
-250.4938
31.5438
54.91568 55.93976 42.98928 54.91568 42.98928
.000 .148 .000 .000 .000
161.6340 -31.5438 297.0615 -438.6660 -522.1885
438.6660 250.4938 522.1885 -161.6340 -297.0615
Skala III 300.15000(*) Skala I 109.47500 Skala III 409.62500(*) Skala III Skala I -300.15000(*) Skala II -409.62500(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah) Skala II
Upper Bound 47.4343 457.0593 266.3843 588.8280 -143.2407 -230.4220
Lampiran 15 Hasil uji beda pendapatan atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Pendapatan Atas Biaya Total Per Kg Tempe Levene Statistic 1.309
df1
df2 2
Sig. 57
.278
ANOVA Pendapatan Atas Biaya Total Per Kg Tempe Sum of df Squares Between Groups 1313867.710 Within Groups 1426672.796 Total 2740540.506
Mean Square 2 57 59
656933.855 25029.347
F 26.247
Sig. .000
116
Multiple Comparisons Dependent Variable: Pendapatan Atas Biaya Total Per Kg Tempe (I) Skala (J) Skala Mean Std. Sig. Usaha Usaha Difference (I-J) Error
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I Skala II Skala III
95% Confidence Interval
-139.66825(*) 304.09621(*) 139.66825(*) 443.76446(*) -304.09621(*) -443.76446(*) -139.66825(*) 304.09621(*) 139.66825(*) 443.76446(*) -304.09621(*)
45.67033 57.76890 45.67033 61.27318 57.76890 61.27318 44.37407 50.82552 44.37407 48.19330 50.82552
Lower Bound -252.3227 161.5984 27.0138 292.6227 -446.5940 -594.9062 -247.0070 177.0405 32.3296 321.5433 -431.1519
Upper Bound -27.0138 446.5940 252.3227 594.9062 -161.5984 -292.6227 -32.3296 431.1519 247.0070 565.9856 -177.0405
-443.76446(*)
48.19330 .000 -565.9856
-321.5433
.010 .000 .010 .000 .000 .000 .008 .000 .008 .000 .000
* The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 16 Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Rasio RC Atas Biaya Total Anggota Levene df1 df2 Statistic .243
2
Sig. 26
.786
ANOVA Rasio RC Atas Biaya Total Anggota Sum of Squares Between Groups .007 Within Groups .013 Total .019
df
Mean Square 2 26 28
.003 .000
F
Sig. 6.763
.004
117
Multiple Comparisons Dependent Variable: Rasio RC Atas Biaya Total Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Std. Difference Usaha Usaha Error (I-J)
Sig.
95% Confidence Interval
-.02047 .03603 .02047 .05650(*) -.03603 -.05650(*)
.00855 .01661 .00855 .01685 .01661 .01685
.072 .118 .072 .007 .118 .007
Lower Bound -.0423 -.0065 -.0014 .0134 -.0785 -.0996
-.02047
.00830
.053
-.0411
.0002
Skala III .03603 Skala I .02047 Skala III .05650 Skala III Skala I -.03603 Skala II -.05650 * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
.01322 .00830 .01260 .01322 .01260
.221 .053 .135 .221 .135
-.0562 -.0002 -.0589 -.1283 -.1719
.1283 .0411 .1719 .0562 .0589
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I
Skala II
Upper Bound .0014 .0785 .0423 .0996 .0065 -.0134
Lampiran 17 Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total per kg output menurut skala usaha pada usaha tempe non anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Rasio RC Atas Biaya Total Non Anggota Levene df1 df2 Statistic 2.692
2
Sig.
28
.085
ANOVA Rasio RC Atas Biaya Total Non Anggota
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .016 .013 .029
df 2 28 30
Mean Square .008 .000
F 17.972
Sig. .000
118
Multiple Comparisons Dependent Variable: Rasio RC Atas Biaya Total Non Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Std. Difference Usaha Usaha Error (I-J)
95% Confidence Interval
Sig.
-.01854 .04258(*) .01854 .06113(*) -.04258(*) -.06113(*)
.00926 .00926 .00926 .01057 .00926 .01057
.165 .000 .165 .000 .000 .000
Lower Bound -.0421 .0190 -.0050 .0342 -.0662 -.0880
-.01854
.00857
.101
-.0401
.0031
Skala III .04258(*) Skala I .01854 Skala III .06113(*) Skala III Skala I -.04258(*) Skala II -.06113(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
.00809 .00857 .00650 .00809 .00650
.000 .101 .000 .000 .000
.0222 -.0031 .0441 -.0630 -.0782
.0630 .0401 .0782 -.0222 -.0441
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I
Skala II
Upper Bound .0050 .0662 .0421 .0880 -.0190 -.0342
Lampiran 18 Hasil uji beda rasio R/C atas biaya total usaha tempe per kg output menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances Rasio R/C Atas Biaya Total Levene Statistic 1.269
df1
df2 2
Sig. 57
.289
ANOVA Rasio R/C Atas Biaya Total Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
.029 .030 .059
df
Mean Square 2 57 59
.015 .001
F 28.190
Sig. .000
119
Multiple Comparisons Dependent Variable: Rasio R/C Atas Biaya Total (I) Skala (J) Skala Mean Usaha Usaha Difference (I-J)
Std. Error
95% Confidence Interval
Sig.
-.02140(*) .04489(*) .02140(*) .06629(*) -.04489(*) -.06629(*)
.00658 .00832 .00658 .00883 .00832 .00883
.006 .000 .006 .000 .000 .000
Lower Bound -.0376 .0244 .0052 .0445 -.0654 -.0881
-.02140(*)
.00634
.004
-.0367
-.0061
.04489(*) .02140(*) .06629(*) Skala III -.04489(*) -.06629(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
.00731 .00634 .00678 .00731 .00678
.000 .004 .000 .000 .000
.0266 .0061 .0491 -.0631 -.0835
.0631 .0367 .0835 -.0266 -.0491
Bonferroni
Skala I Skala II Skala III
GamesHowell
Skala I
Skala II
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II
Upper Bound -.0052 .0654 .0376 .0881 -.0244 -.0445
Lampiran 19 Hasil uji beda BEP unit usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Group Statistics Status Keanggotaan BEP Unit
Anggota Non Anggota
N
Mean 29 31
Std. Error Mean 1.74225 2.64142
Std. Deviation
33.9580 40.6174
9.38231 14.70680
Independent Samples Test BEP Unit
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lower Upper
Equal variances assumed 12.572 .001
Equal variances not assumed
-2.075 58 .042 -6.65935 3.20980 -13.08446 -.23425
-2.105 51.365 .040 -6.65935 3.16426 -13.01077 -.30794
120
Lampiran 20 Hasil uji beda BEP rupiah usaha tempe per kg output menurut keanggotaan pengrajin di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Group Statistics Status Keanggotaan BEP Rupiah
N
Mean
Anggota Non Anggota
29 31
Std. Deviation
295865.17 355632.94
81720.164 127967.978
Std. Error Mean 15175.053 22983.727
Independent Samples Test BEP Rupiah Equal variances Equal variances assumed not assumed 12.057 .001
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
-2.139 58 .037 -59767.763 27937.075 -115689.895 -3845.631
-2.170 51.393 .035 -59767.763 27541.495 -115049.361 -4486.165
Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 21 Hasil uji beda BEP unit menurut skala usaha pada usaha tempe anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Unit Anggota Levene Statistic
df1
7.211
df2 2
Sig. 26
.003
ANOVA BEP Unit Anggota Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
877.884 1586.891 2464.775
df
Mean Square 2 26 28
438.942 61.034
F 7.192
Sig. .003
121
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Unit Anggota (I) Skala Usaha
Mean Difference (I-J)
(J) Skala Usaha
Std. Error
95% Confidence Interval
Sig.
-9.55203(*) -16.27820(*) 9.55203(*) -6.72617 16.27820(*) 6.72617
3.02575 5.88099 3.02575 5.96685 5.88099 5.96685
.012 .031 .012 .810 .031 .810
Lower Bound -17.2947 -31.3273 1.8093 -21.9950 1.2291 -8.5427
-9.55203(*)
3.30690
.029
-18.1440
-.9601
Skala III -16.27820 Skala I 9.55203(*) Skala III -6.72617 Skala III Skala I 16.27820 Skala II 6.72617 * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
2.82002 3.30690 3.94121 2.82002 3.94121
.079 .029 .289 .079 .289
-38.2170 .9601 -19.4479 -5.6606 -5.9955
5.6606 18.1440 5.9955 38.2170 19.4479
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I
Skala II
Upper Bound -1.8093 -1.2291 17.2947 8.5427 31.3273 21.9950
Lampiran 22 Hasil uji beda BEP unit menurut skala usaha pada usaha tempe non anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Unit Non Anggota Levene Statistic
df1
df2
2.561
2
Sig. 28
.095
ANOVA BEP Unit Non Anggota Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
4795.280 1693.419 6488.699
df
Mean Square 2 28 30
2397.640 60.479
F 39.644
Sig. .000
122
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Unit Non Anggota Mean (I) Skala (J) Skala Difference (IUsaha Usaha J)
Std. Error
95% Confidence Interval
Sig.
-13.89405(*) -30.09555(*) 13.89405(*) -16.20150(*) 30.09555(*) 16.20150(*)
3.40468 3.40468 3.40468 3.88842 3.40468 3.88842
.001 .000 .001 .001 .000 .001
Lower Bound -22.5640 -38.7655 5.2241 -26.1032 21.4256 6.2998
-13.89405(*)
3.95972
.014
-24.7022
-3.0859
Skala III -30.09555(*) Skala I 13.89405(*) Skala III -16.20150(*) Skala III Skala I 30.09555(*) Skala II 16.20150(*) * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
3.08054 3.95972 4.40161 3.08054 4.40161
.000 .014 .008 .000 .008
-38.2122 3.0859 -27.8573 21.9789 4.5457
-21.9789 24.7022 -4.5457 38.2122 27.8573
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I
Skala II
Upper Bound -5.2241 -21.4256 22.5640 -6.2998 38.7655 26.1032
Lampiran 23 Hasil uji beda BEP unit menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Unit Levene Statistic 9.175
df1
df2 2
Sig. 57
.000 ANOVA
BEP Unit Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
5906.784 3711.156 9617.940
df
Mean Square 2 57 59
2953.392 65.108
F 45.361
Sig. .000
123
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Unit (I) Skala (J) Skala Mean Usaha Usaha Difference (I-J)
Bonferroni
Skala I
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II
Skala II Skala III GamesHowell
Skala I Skala II Skala III
-11.25060(*) -27.44680(*) 11.25060(*) -16.19620(*) 27.44680(*) 16.19620(*) -11.25060(*) -27.44680(*) 11.25060(*) -16.19620(*) 27.44680(*) 16.19620(*)
Std. Error
2.32931 2.94637 2.32931 3.12509 2.94637 3.12509 2.54698 2.98855 2.54698 3.63421 2.98855 3.63421
Sig.
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .001
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
-16.9963 -34.7146 5.5049 -23.9048 20.1790 8.4876 -17.5674 -35.4522 4.9338 -25.3583 19.4414 7.0341
-5.5049 -20.1790 16.9963 -8.4876 34.7146 23.9048 -4.9338 -19.4414 17.5674 -7.0341 35.4522 25.3583
* The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 24 Hasil uji beda BEP rupiah menurut skala usaha pada usaha tempe anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Rupiah Anggota Levene df1 Statistic 9.142
df2 2
Sig. 26
.001
ANOVA BEP Rupiah Anggota Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
71236391234.155 115752794051.984 186989185286.138
df
Mean Square 2 26 28
35618195617.078 4452030540.461
F 8.000
Sig. .002
124
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Rupiah Anggota (I) (J) Mean Skala Skala Difference (IUsaha Usaha J)
Std. Error
Bonferroni Skala I
GamesHowell
Skala II -87342.717(*) Skala III -143431.467(*) Skala II Skala I 87342.717(*) Skala III -56088.750 Skala III Skala I 143431.467(*) Skala II 56088.750 Skala I Skala II -87342.717(*)
25841.915 50227.655 25841.915 50960.944 50227.655 50960.944
Sig.
.007 .025 .007 .843 .025 .843
95% Confidence Interval Lower Bound -153470.689 -271961.142 21214.745 -186494.870 14901.792 -74317.370
Upper Bound -21214.745 -14901.792 153470.689 74317.370 271961.142 186494.870
28442.490 .021 -161591.763 -13093.670
Skala III -143431.467 20999.833 Skala II Skala I 87342.717(*) 28442.490 Skala III -56088.750 32205.229 Skala III Skala I 143431.467 20999.833 Skala II 56088.750 32205.229 * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
.052 -290771.036 3908.103 .021 13093.670 161591.763 .258 -151410.608 39233.108 .052 -3908.103 290771.036 .258 -39233.108 151410.608
Lampiran 25 Hasil uji beda BEP rupiah menurut skala usaha pada usaha tempe non anggota di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Rupiah Non Anggota Levene df1 Statistic 3.015
2
df2
Sig. 28
.065
ANOVA BEP Rupiah Non Anggota Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
359918280014.763 131355822143.109 491274102157.871
df
Mean Square 2 28 30
179959140007.382 4691279362.254
F 38.360
Sig. .000
125
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Rupiah Non Anggota (I) (J) Mean Skala Skala Difference (IUsaha Usaha J)
Bonferroni Skala I
GamesHowell
Skala II Skala III Skala II Skala I Skala III Skala III Skala I Skala II Skala I Skala II
Std. Error
-120729.283(*) -260684.908(*) 120729.283(*) -139955.625(*) 260684.908(*) 139955.625(*)
29986.028 29986.028 29986.028 34246.457 29986.028 34246.457
Sig.
95% Confidence Interval
.001 .000 .001 .001 .000 .001
Lower Upper Bound Bound -197087.66 -44370.906 -337043.286 -184326.531 44370.906 197087.661 -227163.038 -52748.212 184326.531 337043.286 52748.212 227163.038
-120729.283(*) 34890.010 .015 -216345.603
Skala III -260684.908(*) 27561.081 Skala II Skala I 120729.283(*) 34890.010 Skala III -139955.625(*) 39440.321 Skala III Skala I 260684.908(*) 27561.081 Skala II 139955.625(*) 39440.321 * The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
-25112.964
.000 -333830.657 -187539.160 .015 25112.964 216345.603 .009 -244210.826 -35700.424 .000 187539.160 333830.657 .009 35700.424 244210.826
Lampiran 26 Hasil uji beda BEP rupiah menurut skala usaha di Kelurahan Kedung Badak tahun 2015 Test of Homogeneity of Variances BEP Rupiah Levene Statistic 10.329
df1
df2 2
Sig. 57
.000
ANOVA BEP Rupiah Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
451445926754.833 280340606800.150 731786533554.983
df 2 57 59
Mean Square 225722963377.417 4918256259.652
F 45.895
Sig. .000
126
Multiple Comparisons Dependent Variable: BEP Rupiah (I) (J) Skala Mean Skala Usaha Difference (I-J) Usaha
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Bonferroni
Skala I Skala II Skala III
GamesHowell
Skala I Skala II Skala III
Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II Skala II Skala III Skala I Skala III Skala I Skala II
-99960.15(*) -239445.80(*) 99960.150(*) -139485.65(*) 239445.80(*) 139485.65(*) -99960.15(*) -239445.80(*) 99960.15(*) -139485.65(*) 239445.80(*) 139485.65(*)
20244.868 25607.958 20244.868 27161.340 25607.958 27161.340 22144.737 26497.321 22144.737 32225.500 26497.321 32225.500
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .000 .001
-149897.903 -50022.397 -302612.617 -176278.984 50022.397 149897.903 -206484.176 -72487.124 176278.984 302612.617 72487.124 206484.176 -154969.434 -44950.866 -310730.192 -168161.408 44950.866 154969.434 -220836.815 -58134.485 168161.408 310730.192 58134.485 220836.815
* The mean difference is significant at the .05 level. Sumber: Data Primer, 2015 (Diolah)
Lampiran 27 Dokumentasi penelitian
Gambar 1 Bakal tempe
Gambar 2 Proses perendaman kedelai di drum plastik
Gambar 3Ragi tempe
Gambar 4 Proses penggantian kemasan tempe
127
Gambar 5 Rak untuk proses fermentasi
Gambar 6 Kendaraan untuk mengangkut tempe
Gambar 7 Tempe siap dijual
Gambar 8 Wawancara dengan salah satu responden
Gambar 9 Alat pemecah kedelai
Gambar 10 Drum stainless steel
129
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 1993 dari Ayah H. Saifullah dan Ibu Hafifa. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Republik Argentina (SD Negeri Gondangdia 01 Pagi Jakarta) tahun 19992001 dan SD Negeri Kedung Halang 1 Bogor tahun 20012005. Setelah itu penulis menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 8 Bogor tahun 20052008 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor tahun 20082011. Tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Ekonomi Umum dan Sosiologi Umum pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 dan aktif sebagai staff Entrepreneurship HIMPRO REESA tahun 20122013. Penulis juga menerima beasiswa selama perkuliahan yaitu Beasiswa Bank Indonesia pada tahun 2014.