ANALISIS STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA MIKRO DAN KECIL BIDANG INDUSTRI PENGOLAHAN DI KABUPATEN BOGOR
NABILAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil Bidang Industri Pengolahan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Nabilah NIM H14100072
ABSTRAK NABILAH. Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil Bidang Industri Pengolahan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ALLA ASMARA Tingginya jumlah UMK menyebabkan persaingan yang semakin besar diantara UMK yang ada. Persaingan ini mengharuskan para pelaku UMK untuk semakin meningkatkan efisiensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji profil UMK, menganalisis struktur biaya, dan pendapatan masing-masing UMK pengolahan di Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan yaitu struktur biaya dan analisis pendapatan. Hasil menunjukkan bahwa UMK di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari sisi jumlah UMK dan penyerapan tenaga kerja tiap tahunnya. Karakteristik UMK Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga yaitu karakteristik pelaku, karakterisik usaha, dan kendala yang dihadapi. Dari analisis struktur biaya, bahan baku dan upah tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar. Pada analisis pendapatan, semua UMK pengolahan di Kabupaten Bogor merupakan usaha yang efisien, hal ini dikarenakan besarnya nilai R/C ratio atas biaya total yang diperoleh lebih dari 1.
Kata kunci: UMK Pengolahan, Analisis Struktur Biaya, Pendapatan, Kabupaten Bogor
ABSTRACT NABILAH. Cost Structure Analysis of Small and Micro Enterprises Income on Manufacturing Industry in Bogor Regency. Supervised by ALLA ASMARA. High number of SMEs causes an increasing competition among the existing SMEs. This competition forces the SMEs to enhance its efficiency. This study aims to analyze the profile of SME, the cost structure, and the income of each manufacturing SME in Bogor district. The methods of analysis used are cost structure and income analysis. The results of this study show SMEs in Bogor district experience an increase in number of SME and employment each year. The characteristic of SME in Bogor district is devided into three, namely the characteristic of enterpreneur, the characteristic of the enterprise, and the existing obstacles. Based on cost structure analysis, the raw material and labor wage are the biggest component of cost. Based on income analysis, all the manufacturing SMEs in Bogor district are considered as efficient enterprises due to the high value of R/C ratio over the total cost obtained which is higher than one. Keywords: SMEs manufacturing, Cost structure analysis, Income, Bogor Regency
ANALISIS STRUKTUR BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA MIKRO DAN KECIL BIDANG INDUSTRI PENGOLAHAN DI KABUPATEN BOGOR
NABILAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil Bidang Industri Pengolahan di Kabupaten Bogor. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menganalisis struktur biaya dan pendapatan UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Hibah Strategis Nasional dengan Judul “Strategi Penguatan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus: UMK di Kabupaten Bogor). Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Dr. Ir. Sugeng Budiharsono, Ibu Yulita Budiharsono, serta adik dari penulis yaitu Gina Marisa, Saif Alhaq, Faiqah Sherena, dan Sammy Elfahri Yusuf, atas segala doa, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Ibu Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, Agr selaku dosen penguji utama dan Bapak Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini. 3. Para dosen, staff, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 4. Teman-teman satu bimbingan Yola, Dian, Trisa, dan Adit yang telah menjadi partner diskusi dan teman berbagi suka duka dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dhimas Setiadi yang senantiasa setia menemani dan memotivasi. 6. Sahabat penulis Achmad Alfian, Hamzah Badegeish, Muhammad Nassa Ridwansyah, Uais MSJA, Rahayu Aisah P, Hardyani Sasikirana, Penny Septina, Qinthara, Cynthia Prameswari, Nindya Ulfilianjani, Ajeng Febrina, Raissa R.R, Dhanty Rais, Aviera, Jazaul Aufa, Debby Oktavira, Masyitho, Yosep Andrew, Bramastyo, serta teman-teman Ilmu Ekonomi 47 yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada penulis. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Nabilah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Struktur Biaya Analisis Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis, Sumber, dan Pengumpulan Data Metode Penentuan Sampel Metode Pengolahan Data PROFIL UMK PENGOLAHAN DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pelaku UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Usaha UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor Kendala yang Dihadapi UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor Struktur Biaya UMK Pengolahan Makanan Minuman Struktur Biaya UMK Pengolahan Logam/Kayu/Bambu Struktur Biaya UMK Pengolahan Bahan Dasar Kulit Struktur Biaya UMK Pengolahan Konveksi Analisis Pendapatan UMK Pengolahan di Kabupaten Bogor Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Makanan Minuman Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Logam/Kayu/Bambu Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Bahan Dasar Kulit Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Konveksi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 4 4 4 4 4 5 5 7 9 10 10 10 10 11 12 12 14 17 22 24 25 25 29 34 36 39 39 39 40 40 41 41 41 43 45 52
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4.
Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Indonesia tahun 2010-2012 1 Statistik UMK pengolahan Kabupaten Bogor 2 Perubahan harga bahan baku pada tahun 2011-2013 3 Perbedaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 dan World Bank 6 5. Jumlah responden pelaku UMK pengolahan 10 6. Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor 2010-2012 14 7. Persentase distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dan pendapatan UMK pengolahan Kabupaten Bogor 15 8. Persentase distribusi responden berdasarkan umur pengusaha dan pengalaman menjalankan usaha UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 15 9. Persentase distribusi responden berdasarkan pengalaman menjalankan usaha dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 15 10. Persentase distribusi responden berdasarkan kepemilikan izin usaha dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 17 11. Persentase distribusi responden berdasarkan kemitraan dan pendapatan 18 UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 12. Persentase distribusi responden berdasarkan program pemerintah dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 20 13. Persentase distribusi responden berdasarkan jumlah dan sumber tenaga kerja UMK pengolahan di Kabupaten Bogor 20 14. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK 25 pengolahan makanan minuman per tahun 15. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan makanan minuman per tahun 26 16. Struktur biaya produksi UMK pengolahan makanan minuman per tahun 27 17. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun 30 18. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun 31 19. Struktur biaya produksi UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun 31 20. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun 34 21. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun 35 22. Struktur biaya produksi UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun 35 23. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun 37 24. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun 37 25. Struktur biaya produksi UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun 38 26. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman 39 27. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu 40
28. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar kulit 29. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar konveksi
40 41
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran 2. Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor 3. Lama pendidikan pengusaha UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 4. Umur pengusaha UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 5. Pengalaman menjalankan UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 6. Kepemilikan izin usaha pada UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 7. Kemitraan pada UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 8. Bentuk kemitraan UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 9. Adanya program pemerintah UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 10. Sumber tenaga kerja pada UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 11. Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 12. Alur pemasaran UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 13. Sumber modal awal UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 14. Kendala permodalan UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 15. Kendala produksi UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 16. Kendala pemasaran UMK pengolahan di Kabupeten Bogor 17. Siklus produksi usaha kerupuk kulit 18. Kerupuk kulit usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor 19. Siklus produksi usaha kue 20. Kue usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor 21. Siklus produksi usaha manisan pala 22. Manisan pala usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor 23. Siklus produksi usaha golok 24. Golok usaha logam Kabupaten Bogor 25. Siklus produksi usaha furniture kayu 26. Furniture kayu usaha kayu Kabupaten Bogor 27. Siklus produksi usaha kandang burung 28. Kandang burung usaha bambu Kabupaten Bogor 29. Siklus produksi usaha tas 30. Tas usaha pengolahan bahan dasar kulit Kabupaten Bogor 31. Siklus produksi usaha jaket 32. Jaket usaha pengolahan bahan dasar konveksi Kabupaten Bogor
9 13 14 16 16 17 18 19 19 21 21 21 22 23 23 24 27 28 28 28 29 29 32 32 32 33 33 34 36 36 38 38
DAFTAR LAMPIRAN 1. Rekapitulasi daftar UMK per kecamatan Kabupaten Bogor tahun 20102013 2. Jenis produk unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Bogor
45 46
3. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun 4. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman tiap produk per tahun 5. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun 6. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu tiap produk per tahun 7. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun 8. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun
47 48 49 50 50 51
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peran dan potensi penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi, yaitu sebagai sumber pendapatan masyarakat kelompok menengah ke bawah dan juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Tambunan, 2009). Perkembangan jumlah usaha mikro dan kecil yang pesat sangat berperan dalam membuka lapangan pekerjaan. Jumlah usaha mikro yang mencapai 55.856.176 unit pada 2012 dapat menyerap tenaga kerja pada sektor usaha mikro mencapai 99.859.517 atau 95,65 persen dari keseluruhan total angkatan kerja yang mampu diserap UMK. Pada usaha kecil tahun 2012 dapat menyerap tenaga kerja mencapai 4.535.970 atau 4,34 persen dengan jumlah usaha kecil mencapai 629.418 unit. Dengan demikian UMK sangat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja (Kementerian Koperasi dan UKM, 2013). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Indonesia tahun 2010-2012 Tahun No
Indikator
2010 Jumlah
2011 %
Jumlah
2012 %
Jumlah
%
1
Usaha Mikro
93.014.753
96,247
94.957.797
96,036
99.859.517
95,655
2
Usaha Kecil
3.627.164
3,753
3.919.992
3,964
4.535.970
4,345
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 (diolah).
Kabupaten Bogor memiliki jumlah UMK terbesar kedua di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Sukabumi. Jumlah UMK di Kabupaten Bogor mencapai 1.155 unit atau sekitar 7,71 persen dari total jumlah UMK di Provinsi Jawa Barat. Jumlah tenaga kerja yang diserap UMK di Kabupaten Bogor merupakan jumlah yang terbesar di Provinsi Jawa Barat, jumlahnya mencapai 21.172 orang atau 6,25 persen dari total tenaga kerja yang diserap UMK di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat, 2013). Jumlah ini berperan penting dalam upaya mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor. Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor terdiri dari beberapa jenis usaha, antara lain adalah perdagangan (warung, rumah makan, kelontong, PKL) dan pengolahan (konveksi, makanan-minuman, pengolahan bahan dasar kulit, dan pengolahan dasar logam/kayu/bambu). UMK bidang pengolahan merupakan jenis UMK yang banyak ditemukan di Kabupaten Bogor. Jumlah UMK bidang perdagangan sebesar 483 unit atau 41,81 persen keseluruhan jumlah UMK sedangkan UMK pengolahan pada tahun 2012 mencapai 672 unit atau 58,18 persen dari total jumlah UMK (BPS Kabupaten Bogor 2013). Kemudahan memperoleh bahan baku dan harga bahan baku yang murah menjadi sebab UMK jenis makanan-minuman merupakan UMK bidang pengolahan dengan jumlah tertinggi yaitu 282 unit atau 41,93 persen dari total keseluruhan (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
2 Tabel 2. Statistik UMK pengolahan Kabupaten Bogor 2012 No 1
Kelompok/komoditas UMK pengolahan makanan-minuman
2
UMK pengolahan logam/kayu/bambu
3 4
Unit
% 282
41,93
208
31,04
UMK pengolahan kulit
87
12,90
UMK pengolahan konveksi
95
14,11
Total Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2013 (diolah).
672
100,00
Tingginya jumlah UMK menyebabkan persaingan yang semakin besar diantara UMK yang ada, persaingan ini mengaharuskan para pelaku UMK untuk semakin meningkatkan efisiensi. Efisiensi ini yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Efisiensi suatu usaha dapat diketahui dari struktur biaya dan pendapatan. Dengan mengetahui struktur biaya dan pendapatan maka pelaku usaha dapat melihat biaya yang harus diefisiensikan, sehingga pada akhirnya akan meperoleh pendapatan yang lebih maksimal. Oleh karena itu, struktur biaya dan pendapatan perlu diketahui dengan baik. Perumusan Masalah Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2002). Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan sebuah usaha berbeda dengan usaha lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh skala usaha yang dijalankan. Mulyadi (2005) mengelompokkan biaya berdasarkan fungsi pokok perusahaan menjadi tiga kategori yaitu biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum, dan biaya produksi. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak berubah ketika jumlah produk yang dihasilkan berubah. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan (Effendi, 2012). Biaya tetap dan biaya variabel terdiri dari beberapa komponen biaya. Komponen–komponen biaya tetap pada UMK bidang pengolahan yaitu listrik, penyusutan, PBB, dan telefon. Di sisi lain, komponen–komponen biaya variabelnya yaitu bahan baku, bahan penunjang, upah tenaga kerja, plastik atau biaya kemasan, biaya angkutan dan biaya bahan bakar. Besarnya komponen biaya tidaklah sama untuk setiap jenis usaha. Perbedaan besarnya komponen biaya ini dipengaruhi oleh jenis usaha yang dijalankan. Penelitian Irfani (2011) menjelaskan bahwa komponen biaya tetap pada usaha ransel laptop di Kabupaten Bogor terdiri dari gaji pembelian, listrik, telefon, transportasi, konsumsi dan PBB, sedangkan untuk komponen biaya variabelnya adalah bahan baku dan upah tenaga kerja. Komponen biaya terbesar yang dikeluarkan adalah komponen bahan baku sebesar 64,73 persen dari total biaya. Di sisi lain, pada C.V. Tristar di Madiun, menurut Kusumawardani (2013) komponen biaya terbesar untuk usaha almari rak piring adalah komponen bahan baku sebesar 70,15 persen dari keseluruhan biaya. Untuk usaha etalase komponen
3 biaya bahan baku sebesar 77,48 persen dari total biaya menjadi komponen biaya terbesar. Komponen biaya terbesar dari UMK bidang pengolahan diatas adalah komponen biaya bahan baku, namun besar persentasinya berbeda-beda. Komponen biaya bahan baku menjadi penting karena besarnya sangat mempengaruhi jumlah biaya produksi. Harga bahan baku pada UMK bidang pengolahan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Perubahan harga bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan harga bahan baku pada tahun 2011-2013 Bahan baku Makanan minuman Kulit sapi (Rp/buah)
2011
2012
Perubahan 2012-2011 (%)
2013
Perubahan 2013-2012 (%)
27.000
29.000
30.000
7,41
3,45
Pala (Rp/kg)
3.000
4.000
4.000
33,33
0
Gula (Rp/kg)
11.100
12.000
12.300
8,11
2,50
7.500
7.600
7.800
1,33
2,63
12,55
2,14
Tepung (Rp/kg) Total Logam/kayu/bambu Kayu (Rp/m3)
500.000
500.000
520.000
0
4,00
Bambu (Rp/batang)
110.000
115.000
125.000
4,55
8,70
65.000
67.000
67.000
3,08
0
2,54
4,23
2,86
0
2,86
0
0
8,70
0
8,70
Besi (Rp/batang) Total Kulit Kulit sintetis (Rp/rol)
1.750.000
1.800.000
1.800.000
Total Konveksi Kain (Rp/cm2) Total Sumber: data primer diolah.
23.000
23.000
25.000
Berdasarkan tabel diatas, harga bahan baku untuk semua bidang pada UMK pengolahan mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Adanya peningkatan harga bahan baku dalam kurun waktu dua tahun terakhir akan mengakibatkan perubahan pada struktur biaya UMK. Perubahan struktur biaya ini pula yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan yang diterima. Sehingga perlu adanya pengkajian terhadap struktur biaya UMK agar dapat meningkatkan pendapatan. Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana profil UMK pengolahan di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana struktur biaya masing-masing usaha mikro dan kecil bidang pengolahan? 3. Bagaimana pendapatan masing-masing usaha mikro dan kecil bidang pengolahan?
4
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji profil UMK pengolahan di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis struktur biaya masing-masing usaha mikro dan kecil bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis pendapatan masing-masing usaha mikro dan kecil bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah memberikan informasi kepada penulis, pelaku UMK, dan Dinas Koperasi dan UMK setempat mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan struktur biaya dan pendapatan UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi untuk mengetahui skala usaha yang paling efisien berdasarkan struktur biaya dan pendapatan pada UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. Responden yang diteliti adalah pelaku UMK bidang pengolahan seperti pengolahan bahan dasar kulit, konveksi, pengolahan makanan-minuman, pengolahan logam/kayu/bambu, di daerah Dramaga, Cibinong, dan Ciampea dengan 55 responden. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2013.
TINJAUAN PUSTAKA Struktur Biaya Menurut Sugiarto et al (2005), secara ekonomi biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam perolehan input. Biaya input tercermin dari balas jasa dari input tersebut terhadap pemakaian terbaiknya yang tercermin dari biaya korbanan (opportunity cost). Sukirno (2003), biaya total produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktorfaktor produksi dan membeli bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Biaya total (total cost/TC) terbagi atas dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost/FC) dan biaya tidak tetap (variable cost/VC). Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003), biaya total adalah total pengeluaran terendah yang diperlukan untuk memproduksi setiap tingkat output q, TC meningkat saat q meningkat. Biaya tetap adalah total pengeluaran yang dibayarkan meskipun tidak ada output yang diproduksi; biaya tetap tidak terpengaruh oleh berbagai variasi dalam jumlah output. Biaya tetap terdiri dari biaya listrik, penyusutan, telefon, dan pajak bumi
5 dan bangunan. Biaya variabel adalah pengeluaran yang berubah bersama dengan tingkat output seperti biaya bahan baku, upah tenaga kerja, bahan bakar, plastik atau kemasan, biaya tambahan, dan biaya angkutan termasuk semua biaya yang tidak tetap. Berdasarkan definisi tersebut, biaya total di tulis secara matematis : TC = TFC + TVC
Analisis Pendapatan Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan UMK dengan total pengeluaran UMK. Penerimaan UMK merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual satuan, sedangkan pengeluaran atau biaya UMK adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu UMK yaitu berupa nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dikeluarkan selama proses produksi. Biaya total atau pengeluaran tersebut dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel (Soekartawi 2002). Pengukuran pendapatan selain dengan nilai mutlak dapat dilakukan dengan mengukur efisiennya. Salah satu cara mengukur efisiensi UMK adalah dengan membandingkan penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif suatu cabang usaha dengan cabang usaha lainnya berdasarkan keuntungan finansial. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan (Soeharjo dan Patong, 1973 dalam Rahmi, 2011). Menurut Damayanti (2011) analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang mungkin dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio dapat digunakan sebagai tolak ukur efisiensi dari suatu aktifitas kegiatan usaha sebagai berikut : 1. R/C rasio > 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut efisien. 2. R/C rasio < 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu. Dengan kata lain usaha tersebut tidak efisien. 3. R/C rasio = 1, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan satu. Dengan kata lain penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya yang dikeluarkan. Usaha Mikro dan Kecil Menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2008) kriteria usaha mikro dan kecil memiliki pengertian yang berbeda menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah dan World Bank. Usaha mikro menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, diartikan sebagai usaha ekonomi produktif yang dimiliki
6 oleh orang perseorangan ataupun badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro. Kriteria usaha mikro tersebut adalah usaha yang memiliki asset bersih paling banyak sebesar Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan yang dijadikan tempat usaha. Selain itu, sebuah usaha bisa dikatakan sebagai usaha mikro apabila hasil penjualan dari usahanya tersebut tidak lebih dari Rp 300 juta per tahun. Menurut World Bank, kriteria usaha mikro dapat dilihat dari tenaga kerjanya dimana berjumlah kurang dari 10 orang dan tidak lebih. Dari sisi pendapatannya kurang dari Rp 1,2 milyar dan memiliki asset bersih paling banyak Rp 1,2 milyar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha kecil. Kriteria usaha kecil tercatat memiliki asset bersih lebih dari Rp 50 juta namun kurang dari Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan yang dijadikan tempat usaha. Sebuah usaha dikatakan sebagai usaha kecil apabila hasil penjualan dari usahanya lebih dari Rp 300 juta namun tidak lebih dari Rp 2,5 milyar per tahun. Usaha kecil menurut World Bank adalah usaha yang tenaga kerjanya maksimal berjumlah 30 orang. Usaha ini memiliki asset bersih paling banyak Rp 3,6 milyar dan pendapatannya tidak lebih dari Rp 36 milyar. Perbedaan kriteria usaha mikro dan kecil ini dapat dilihat pada Tabel 4. Pada penelitian ini, peneliti mengacu Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 untuk perbedaan usaha mikro dan usaha kecil. Tabel 4. Perbedaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 dan World Bank No
Jenis Usaha
1
Usaha Mikro
2 3
Usaha Kecil Usaha Menengah
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Assetnya maks. 50 juta/tahun Omset maks. 300 juta/tahun Assetnya > 50 juta-500 juta/tahun Omsetnya > 300 juta-2,5 milyar/tahun Assetnya > 500 juta-10 milyar/tahun Omsetnya> 2,5 milyar-50 milyar/tahun
Menurut World Bank Tenaga kerja < 10 orang/tahun Pendapatan < Rp 1,2 milyar/tahun Asset < Rp 1,2 milyar/tahun Tenaga kerja < 30 orang/tahun Pendapatan < Rp 36 milyar/tahun Asset < Rp 36 milyar/tahun Tenaga kerja maks.300 orang/tahun Pendapatan < Rp 180 milyar/tahun Asset < Rp 180 milyar/tahun
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2008.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMK berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1 hingga 5 orang. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 6 hingga 19 orang (Rahmana, 2009). Di sisi lain, usaha kecil menurut BI memiliki ciri-ciri nilai asset yang tidak lebih dari Rp 200 juta dan omset per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berperan dalam menumbuhkan
7 iklim usaha yang dimaksud adalah peningkatan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, serta kemitraan. Usaha mikro dan kecil bidang pengolahan di Kabupaten Bogor, memiliki karakteristik yang berbeda. Pada usaha sepatu maju bersama (Nastiti 2012) karakteristiknya adalah tenaga kerja yang berjumlah 25 orang. Hasil produksinya dalam satu proses bisa mencapai 100 kodi. Usaha ini juga menjadi supplier untuk beberapa merek terkenal. Kendala usaha yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan keterbatasan kapasitas produksi tenaga kerja sehingga menyulitkan pelaku usaha untuk memproduksi sepatu sesuai jumlah permintaan. Pada usaha Lifera hand bag collection menurut Widiyastuti (2007) karakteristiknya antara lain tenaga kerja tetap yang berjumlah 25 orang, tenaga kerja yang dimiki merupakan lulusan SD hingga SLTA, memiliki pembagian kerja yang cukup jelas serta struktur organisasi. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani (2013) mengenai perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode Job Order Costing (Studi Kasus UMKM C.V. TRISTAR Alumunium) melakukan penelitian dengan menggunakan analisis kuantitatif (harga pokok produksi) dan kualitatif (membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode perusahaan dan metode Job Order Costing). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan C.V. TRISTAR untuk 3 produk alumunium standar sudah menggunakan Job Order Costing tapi masih belum tepat. Kesalahan dilakukan pada perhitungan biaya bahan baku yang tidak dipisahkan dengan biaya penunjang dan biaya aksesoris, harga bahan baku yang menggunakan tarif awal pembelian, perhitungan biaya tenaga kerja langsung yang hanya memakai satu tarif pekerja, dan biaya overhead belum dibebankan seluruhnya Irfani (2011) mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha ransel laptop di UMKM Yogi Tas Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan analisis kriteria investasi dan analisis sensitivitas. Hasilnya adalah pengembangan usaha Yogi Tas layak dijalankan dengan umur proyek selama lima tahun pada tingkat discount rate sebesar 6 persen. Analisis kriteria investasi menghasilkan Net Present Value sebesar Rp 251.207.000, Internal Rate of Return sebesar 28,46 persen, Net Benefit Cost Ratio sebesar 1,79, Gross Benefit Cost Ratio sebesar 1,23, Profitability Index sebesar 2,52, dan Payback Period selama 2 tahun 10 bulan 27 hari. Penelitian lainnya, Retnangsih (2013) dengan judul analisis biaya dan profitabilitas usaha roti pada “Ganep Bakery” di Surakarta. Metode yang digunakan adalah metode full costing. Hasil kesimpulannya adalah struktur biaya produksi, biaya variabel mencapai 65 persen dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan oleh “Ganep Bakery” setiap bulannya, sedangkan biaya tetap sebesar 35 persen. Dari keseluruhan struktur biaya, biaya bahan baku merupakan biaya terbesar yaitu mencapai 37 persen kemudian tenaga kerja langsung mencapai 24 persen. Pada total pendapatan secara keseluruhan didominasi dari hasil penjualan jenis roti basah yaitu sebesar 99 persen sedangkan sisanya berasal dari hasil penjualan roti kering, yaitu sebesar 1 persen. Ratio profitabilitas usaha sebesar 42
8 persen hal ini menunjukkan bahwa “Ganep Bakery” menghasilkan laba atau keuntungan usaha cukup tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Putriyana (2008) mengenai analisis biaya dan profitabilitas produksi roti pada Bella Bakery di Pondok Gede, Bekasi. Metode yang digunakan metode full costing. Hasil kesimpulannya adalah peningkatan harga pokok roti tawar dan roti manis berturut-turut disebabkan oleh peningkatan harga bahan baku terutama tepung terigu. Namun dapat diatasinya dengan meningkatkan harga jual sehingga marjin yang diperoleh juga meningkat. Bella Bakery memproduksi roti tawar dan roti manis di atas titik impas. Secara keseluruhan tingkat profitabilitas Bella Bakery masih tergolong besar. Wanty (2006) mengenai analisis produksi batik cap dari UKM batik Kota Pekalongan (studi pada sentra batik Kota Pekalongan-Jawa Tengah). Metode yang digunakan analisis deskriptif dan model Cobb Douglass. Hasil penelitiannya adalah (1) faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap produksi batik adalah faktor tenaga kerja, diikuti obat pewarna, lilin batik, tempat dan kain. (2) faktor yang berpengaruh paling besar terhadap produksi batik adalah faktor tenaga kerja. (3) hasil produksi batik cap di Pekalongan mengalami increasing return to scale, hal ini ditunjukkan dari nilai elastisitas produksi yaitu 1,184 > 1. Dengan demikian outputnya dapat diperbesar lagi. Hasil penelitian Korawijayanti (2013) mengenai analisis perhitungan harga pokok produksi dengan metode Activity-Based Costing System pada UKM Torakur di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Metode yang digunakan adalah Activity-Based Costing System. Hasil kesimpulannya adalah metode Activity Based Costing jika diterapkan pada UKM Torakur memperlihatkan harga pokok yang berbeda antara torakur dan jenang tomat. Torakur memiliki harga pokok Rp 8.402,11 dan jenang tomat memiliki harga pokok Rp 9.210,54. Terdapat selisih perbedaan Rp 808,43 lebih besar pada jenang tomat karena jenang tomat menggunakan biji wijen dalam salah satu aktivitas produksinya. Damayanti (2011) mengenai analisis struktur biaya usaha budidaya anggek di Taman Anggrek Ragunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan, penerimaan yang diperoleh, pendapatan usaha tani dengan menggunakan rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) dan perhitungan titik impas (break even point) dengan menggunakan program aplikasi komputer seperti Microsoft Excel, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk melihat keragaan usaha petani anggrek serta menjelaskan hasil perhitungan yang akan diuraikan secara deskriptif. Hasil kesimpulannya adalah berdasarkan struktur biaya anggrek dendrobium dengan meningkatnya skala usaha maka akan menghasilkan biaya produksi per pot yang lebih efisien. Perbedaan struktur biaya yang dihasilkan masing-masing usaha pada setiap jenis anggrek disebabkan perbedaan biaya perolehan bibit yang besar. Semakin kecil biaya bibit yang dikeluarkan usaha maka biaya produksi per potnya akan semakin efisien karena lebih dari 50 persen dari total biaya per pot berasal dari biaya bibit. Hasil penelitian Suripatty (2011) mengenai analisis struktur biaya produksi dan kontribusi pendapatan komoditi kakao (Theobroma Cacao L) di Desa Latu menggunakan metode struktur biaya dan analisis kontribusi. Hasil analisis menunjukkan komponen biaya terbesar dari struktur total biaya produksi adalah
9 biaya tenaga kerja. Kontribusi pendapatan usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga sebesar 15 persen.
Kerangka Pemikiran Usaha mikro dan kecil di Kabupaten Bogor memiliki tingkat skala usaha yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut berdasarkan jumlah modal dan tenaga kerja yang di gunakan. Hal ini akan berdampak pada tingkat efisiensi yang berbeda antara skala usaha yang satu dengan yang lainnya. Efisiensi suatu jenis usaha akan sangat dipengaruhi oleh tingginya tingkat persaingan. Besarnya efisiensi dapat dihitung dengan menggunakan analisis struktur biaya dan pendapatan. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, maka akan semakin efisien. Analisis struktur biaya dan pendapatan usaha mikro dan kecil dikelompokkan berdasarkan produk pengolahan yaitu pengolahan makananminuman, pengolahan konveksi, pengolahan bahan dasar kulit, dan pengolahan dasar logam/kayu/bambu. Analisis struktur biaya digunakan untuk menghitung semua biaya yang digunakan selama proses produksi, sedangkan analisis pendapatan digunakan untuk menghitung keuntungan yang diperoleh suatu jenis usaha. Keuntungan tersebut nantinya akan berdampak pada efisiensi suatu jenis usaha. Pada Gambar 1 disajikan kerangka pemikiran.
Usaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Bogor
Pengelompokkan usaha mikro dan kecil berdasarkan sektor pengolahan
Makanan-Minuman
Bahan dasar logam/kayu/bambu
Bahan dasar kulit
Analisis struktur biaya Analisis pendapatan
Usaha Mikro dan Kecil yang efisien Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Konveksi
10 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Dramaga, Ciampea, dan Cibinong. Ketiga kecamatan ini dipilih karena merupakan sentra UMK yang ada di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2013. Jenis, Sumber, dan Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik pelaku, karakteristik usaha, kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha, biaya yang digunakan dan omset yang diperoleh. Sedangkan data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer dalam penelitian ini. Data sekunder mencakup jumlah UMK di Kabupaten Bogor, jumlah tenaga kerja, dan harga bahan baku. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi yang berasal dari berbagai pihak atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Kementerian Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, jurnal, dan skripsi. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan produk utama dari usaha tersebut. Peneliti memilih UMK bidang pengolahan karena UMK jenis ini paling banyak ditemui di Kabupaten Bogor. Sampel yang digunakan sebanyak 55 orang responden pelaku UMK bidang pengolahan. Sampel ini terdiri dari 19 responden UMK pengolahan makanan-minuman, 16 UMK pengolahan logam/kayu/bambu, 5 responden UMK bahan dasar kulit, dan 15 responden UMK konveksi. Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel UMK pengolahan makanan minuman paling banyak karena sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor bahwa UMK jenis makanan minuman paling banyak ditemukan di Kabupaten Bogor. Jumlah responden pelaku dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah responden pelaku UMK pengolahan Jenis UMK
Jumlah responden
UMK pengolahan makanan-minuman
19
UMK pengolahan logam/kayu/bambu
16
UMK pengolahan bahan dasar kulit UMK pengolahan konveksi
5 15
Jumlah
55
11
Metode Pengolahan Data Analisis Struktur Biaya Pada penelitian ini, penulis menganalisis struktur biaya UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Effendi, 2012): TC = TFC + TVC Keterangan: TC = Total Cost UMK pengolahan TFC = Total Fixed Cost UMK pengolahan TVC = Total Variabel Cost UMK pengolahan Komponen biaya tetap pada UMK sampel di Kabupaten Bogor yaitu biaya listrik, biaya telefon, biaya pajak bumi dan bangunan, dan biaya penyusutan. Biaya listrik digunakan pada UMK yang menggunakan alat untuk melakukan produksi seperti mesin jahit dan mixer. Biaya telefon digunakan oleh para pelaku usaha untuk mempermudah dalam hal pemasaran produk. Biaya pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pelaku yang memiliki lahan usaha. Biaya penyusutan untuk menunjukkan berapa besar penurunan nilai asset (Soekartawi 1995 dalam Damayanti 2011). TFC
= Biaya listrik + Biaya telefon penyusutan
+ Biaya PBB + Biaya
Biaya penyusutan = Komponen biaya variabel pada UMK sampel adalah biaya bahan baku, biaya upah tenaga kerja, biaya tambahan, biaya kemasan, biaya bahan bakar dan biaya angkutan. Biaya bahan baku digunakan untuk membeli bahan baku dalam produksi. Biaya tambahan untuk mendapatkan bahan tambahan atau pelengkap bahan baku. Biaya kemasan adalah biaya yang digunakan dalam mengemas produk. Biaya bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk transportasi selama proses produksi. Biaya angkutan adalah biaya untuk angkutan ketika memasarkan produk. Upah tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja. TVC
= Biaya bahan baku + Biaya upah tenaga kerja + Biaya tambahan + Biaya kemasan + Biaya bahan bakar + Biaya angkutan
Analisis Pendapatan Analisis pendapatan usaha melihat penerimaan yang dapat diperoleh setelah total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan.
12 Perhitungan pendapatan usaha dilakukan dengan persamaan (Djamin, 1984 dalam Ritonga 2012) Pd = TR – TC Keterangan: Pd = Pendapatan total TR = Total revenue/penerimaan TC = Total cost/ biaya TR = Omset UMK TC = TFC + TVC Dengan kaidah keputusan sebagai berikut : TR > TC, UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor mendapat keuntungan; TR = TC, UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor dalam titik impas; TR < TC, UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor merugi. Selain itu dilakukan pula analisis rasio penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan dan biaya merupakan perbandingan antara penerimaan yang diterima dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam satu proses produksi. Tujuan menganalisis nilai R/C rasio untuk melihat efisiensi suatu usaha. Usaha dikatakan efisien apabila memiliki nilai R/C rasio > 1. Semakin besar nilai R/C rasio maka usaha tersebut semakin efisien. Rumus yang digunakan dalam perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut: R/C rasio atas biaya total = TR / TC PROFIL UMK PENGOLAHAN DI KABUPATEN BOGOR
Perkembangan UMK di Kabupaten Bogor UMK di Kabupaten Bogor tersebar di 40 kecamatan pada waktu 4 tahun terakhir, jumlah UMK terendah dalam kurun waktu tersebut adalah pada tahun 2010 dengan jumah 1.138 UMK. Kecamatan Caringin merupakan kecamatan dengan jumlah UMK tertinggi di tahun 2010 dengan jumlah mencapai 71 UMK, sedangkan Kecamatan Rumpin menjadi kecamatan terendah dengan jumlah 3 UMK. Jumlah UMK di Kabupaten Bogor meningkat pesat di tahun 2013 sebanyak 1.621 UMK. Jumlah ini merupakan jumlah tertinggi dibandingkan tahun–tahun sebelumnya. Kecamatan di Kabupaten Bogor dengan jumlah UMK tertinggi adalah Kecamatan Cibinong dengan jumlah 95 UMK, sedangkan kecamatan dengan jumlah UMK terendah adalah Kecamatan Suka Makmur dengan jumlah 8 UMK. Kondisi ini dapat dilihat pada Lampiran 1. UMK banyak berkembang di Kabupaten Bogor. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMK yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah UMK di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 adalah 1.138 unit, jumlah UMK mengalami peningkatan pada tahun 2011, yakni berjumlah 1.239 unit atau sebesar 8,33 persen dari tahun 2010. Jumlah UMK berkurang sebesar 6,48 persen di tahun 2012, ketika jumlah UMK di Kabupaten Bogor berjumlah 1.157 unit, dan puncaknya di
13
Jumlah UMK (unit)
tahun 2013 jumlah UMK di Kabupaten Bogor mencapai 1621 unit atau sekitar 39,82 persen dari tahun 2012 (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 2. 2000 1157
1000 500
1621
1239
1500 1138
0 2010
2011
2012
2013
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2013.
Gambar 2. Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor 2010-2013 Perkembangan UMK tidak hanya dapat dilihat dari jumlahnya saja tapi dapat dilihat dari jenis produk yang dihasilkan UMK di Kabupaten Bogor yang beraneka ragam, antara lain tas, sepatu, manisan, anyaman, konveksi, olahan daging kelinci, logam, dan produk lainnya. Setiap kecamatan memiliki produk yang berbeda dengan kecamatan lainnya atau memiliki ciri khas tersendiri yang menjadi produk unggulan di tiap kecamatan, contohnya tas (Ciampea, Cariu, dan Tanjungsari), sirup pala (Dramaga), sepatu (Ciomas dan Tamansari), konveksi (Cibungbulang), jeans (Sukamakmur), bunga kering (Tenlojaya dan Leuwi Sadeng), bolu talas (Cibinong), olahan daging kelinci (Cisarua), dan logam (Citeureup). Produk Unggulan di Kabupaten Bogor adalah tas, dimana terdapat beberapa kecamatan yang memproduksi tas dalam skala besar seperti yaitu Ciampea, Cariu, dan Tanjungsari. Ketiga kecamatan tersebut unggul dalam persaingan memproduksi tas dibandingkan kecamatan lainnya karena mudahnya proses dalam memperoleh bahan baku serta lancarnya pemasaran sehingga tas menjadi produk unggulan di ketiga kecamatan tersebut. Jenis produk unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat di Lampiran 2. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa, selain tas terdapat produk unik lainnya, yakni bolu talas yang dihasilkan di kecamatan Cibinong. Dengan menggunakan talas bogor sebagai bahan dasarnya bolu talas yang dihasilkan menjadi produk ciri khas Kabupaten Bogor yang banyak diminati. Tingginya respon masyarakat baik dalam Kabupaten Bogor maupun luar Kabupaten Bogor atas produk bolu talas ini menyumbang cukup besar bagi pemasukan Kabupaten Bogor. Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 tenaga kerja di bidang UMK mencapai 19.789 orang, jumlah ini meningkat 4,70 persen di tahun 2011 dengan jumlah tenaga kerja mencapai 20.721 orang. Pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja di bidang UMK mencapai 21.172 orang atau mengalami peningkatan sebesar 2,17 persen (BPS Kabupaten Bogor, 2013). Dengan adanya peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja disetiap tahunnya maka akan mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Data ini disajikan pada Tabel 6.
14 Tabel 6. Perkembangan jumlah tenaga kerja UMK di Kabupaten Bogor 20102012 Tahun
Jumlah tenaga kerja UMK
2010
19.789
2011
20.721
2012 Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2012.
21.172
Karakteristik Pelaku UMK Bidang Pengolahan Karakteristik pelaku UMK bidang pengolahan pada penelitian ini dibagi berdasarkan tiga kriteria yaitu, lama pendidikan, umur pengusaha UMK, dan pengalaman menjalankan usaha. Lama pendidikan dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu 1 hingga 6 tahun, 7 hingga 9 tahun, 10 hingga 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun. Umur para pengusaha dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kelompok umur dibawah 26 tahun, 26 hingga 45 tahun, dan diatas 45 tahun.Pengalaman menjalankan usaha dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kurang dari tiga tahun, tiga hingga 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Pelaku UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor mayoritas memiliki pendidikan 10-12 tahun, dengan jumlah 29 UMK atau sebesar 53% dari total keseluruhan. Para pelaku UMK dengan tingkat pendidikan minimal SMA memiliki pengetahuan yang lebih baik dalam menerima hal baru, inovasi, pelatihan dan penyuluhan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
5%
24% 1-6 tahun
53%
18%
7-9 tahun 10-12 tahun >12 tahun
Gambar 3. Lama pendidikan pengusaha UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan karena dengan pendidikan yang tinggi maka kualitas tenaga kerjanya akan semakin baik, sehingga produk yang dihasilkan semakin baik, hal ini yang akan menyebabkan pendapatan yang diterima meningkat. Persentase distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 7.
15 Tabel 7. Persentase distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dan pendapatan UMK pengolahan Kabupaten Bogor Karakteristik Pendapatan (juta) 0-100 juta 100-500 juta >500 juta Total
Tingkat pendidikan (tahun) 1-6 tahun 21,82 1,82 0,00 23,64
7-9 tahun 12,73 5,45 0,00 18,18
10-12 tahun 3,64 32,73 16,36 52,73
>12 tahun 0,00 0,00 5,45 5,45
Total 38,18 40,00 21,82 100,00
Pelaku usaha dengan tingkat pendidikan 1-6 tahun dan 7-9 tahun sebagian besar berpenghasilan kurang dari Rp 100 juta. Sedangkan pelaku dengan tingkat pendidikan lebih dari 12 tahun semuanya berpendapatan lebih dari Rp 500 juta. UMK dengan pendapatan kurang dari Rp 100 juta, sebagian besar pelaku usahanya memiliki tingkat pendidikan dibawah 10 tahun. Sedangkan UMK dengan pendapatan lebih dari Rp 100 juta, sebagian besar pelaku usahanya memiliki tingkat pendidikan lebih dari 10 tahun. Artinya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima. Karakteristik umur pengusaha dapat dikaitkan dengan karateristik pengalaman menjalankan usaha. Kelompok pelaku UMK yang telah memiliki pengalaman usaha lebih dari 10 tahun, merupakan yang terbanyak yaitu 56,36 persen, sementara para pelaku usaha paling banyak berusia 26-45 tahun sebesar 65,45 persen. Semua pelaku yang menjalankan usaha kurang dari tiga tahun berusia di bawah 26 tahun, artinya para pelaku usaha muda ini masih butuh waktu untuk terus menambah pengalaman dalam menjalankan usahanya. UMK di Kabupaten Bogor dapat berkembang dengan baik, karena usia pelaku UMK yang masih produktif (26-45 tahun) dan pengalaman menjalankan usahanya sudah lebih dari 10 tahun. Sehingga para pelaku dapat meningkatkan produktivitas, kinerja dan memperluas jaringan untuk mengembangkan usahanya. Tabel 8 memperlihatkan pengalaman menjalankan usaha dan umur pengusaha. Tabel 8. Persentase distribusi responden berdasarkan umur pengusaha dan pengalaman menjalankan usaha UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pengalaman (tahun)
Umur pengusaha (tahun) <26 tahun
26-45 tahun
>45 tahun
<3 tahun
7,27
0,00
3-10 tahun
0,00
>10 tahun
0,00
Total
7,27
Total
0,00
7,27
30,91
5,45
36,36
34,55
21,82
56,36
65,45
27,27
100,00
Pada pengambilan sampel 55 UMK di Kabupaten Bogor, sebesar 65,45 persen atau 36 UMK dijalankan oleh pengusaha dengan kelompok umur 26-45 tahun. Mayoritas UMK dijalankan oleh pelaku usaha dengan kelompok umur produktif (sesuai data dari BPS umur produktif 15-50 tahun). Sehingga usaha yang dijalankan bisa lebih berkembang atau produktif. Persentase umur pengusaha UMK pengolahan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.
16 7.27% 27.27%
< 26 tahun 26 - 45 tahun
65.45%
> 45 tahun
Gambar 4. Umur pengusaha UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Pelaku UMK pada umumnya menjalankan usahanya lebih dari 10 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara saat penelitian yang menunjukkan bahwa 56,36 persen atau 31 pelaku UMK sudah menjalankan usahanya lebih dari 10 tahun. Rentang waktu tersebut berdampak positif pada pelaku usaha karena pengalaman yang dimiliki oleh para pelaku usaha dapat membuat mereka lebih mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya. Data ini disajikan pada Gambar 5. 7.27% < 3 tahun
36.36%
56.36%
3-10 tahun > 10 tahun
Gambar 5. Pengalaman menjalankan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Pengalaman menjalankan usaha membuat para pelaku usaha sanggup menjalankan usaha dan menyelesaikan persoalan dengan baik. Selain itu, dengan adanya pengalaman selama menjalankan usaha, para pelaku usaha sudah mengetahui segala sesuatu usahanya, sehingga dapat membuat usaha yang dijalankannya menjadi lebih baik lagi. Persentase distribusi responden berdasarkan pengalaman menjalankan usaha dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Persentase distribusi responden berdasarkan pengalaman menjalankan usaha dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pendapatan (juta) 0-100 juta 100-500 juta >500 juta Total
Pengalaman menjalankan usaha (tahun) < 3 tahun
3-10 tahun 7,27 0,00 0,00 7,27
>10 tahun 16,36 20,00 0,00 36,36
Total 14,54 20,00 21,82 56,36
38,18 40,00 21,82 100,00
Pelaku UMK dengan pengalaman kurang dari 3 tahun semuanya berpendapatan kurang dari 100 juta. Pelaku dengan pengalaman 3-10 tahun paling
17 banyak berpendapatan 100-500 juta. Pengalaman diatas 10 tahun paling banyak berpendapatan lebih dari 500 juta. Artinya, UMK yang pendapatannya lebih dari 500 juta pelakunya sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun, sedangkan yang pendapatannya kurang dari 100 juta pengalamannya kurang dari 3 tahun. Hal ini berarti pengalaman untuk menjalankan usaha sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima.
Karakteristik Usaha UMK Bidang Pengolahan Karakteristik usaha UMK bidang pengolahan dibagi berdasarkan kepemilikan izin, kemitraan, bentuk kemitraan, program pemerintah, sumber tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, sumber modal awal, dan alur pemasaran. Bentuk kemitraan dibagi menjadi lima kategori yaitu pendampingan, pelatihan, pemasaran, pinjaman modal, dan pengadaan bahan baku. Sumber tenaga kerja dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu berasal dari keluarga, luar keluarga, serta gabungan dari keluarga dan luar keluarga. Sumber modal dikelompokkan menjadi modal pribadi, pinjaman selain bank, dan modal pribadi dan pinjaman bank. UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor sebanyak 69,09 persen diantaranya memiliki izin usaha atau berjumlah 38 UMK dari total 55 UMK bidang pengolahan yang ada. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan UMK bidang pengolahan yang tidak memiliki izin usaha sebanyak 30,91 persen atau 17 UMK. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. 30.91%
Ya 69.09%
Tidak
Gambar 6. Kepemilikan izin usaha pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Kepemilikan izin usaha sangat erat kaitannya dengan legalitas usaha, izin untuk produk, serta pendataan pada dinas terkait. Namun pada kenyataannya, masih terdapat UMK yang tidak memiliki izin usaha. UMK dengan penghasilan tinggi seharusnya sudah memiliki izin usaha. Persentase distribusi responden kepemilikan izin usaha dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Persentase distribusi responden kepemilikan izin usaha dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pendapatan (juta) 0-100 juta 100-500 juta >500 juta Total
Izin usaha Ya
Tidak 20,00 27,27 21,82 69,09
Total 18,18 12,73 0,00 30,91
38,18 40,00 21,82 100,00
18 UMK yang memiliki izin usaha paling banyak berpenghasilan 100-500 juta yaitu 27,27 persen, sedangkan yang tidak memiliki izin berpenghasilan 0-100 juta sebesar 18,18 persen. UMK yang berpenghasilan diatas 500 juta semuanya memiliki izin usaha. Artinya, UMK yang berpenghasilan tinggi sudah memiliki izin usaha dan yang berpenghasilan rendah tidak memiliki izin usaha. Dari 55 responden pelaku usaha 25,45 persen diantaranya memilih untuk bermitra dengan UKM maupun perusahaan manapun tetapi 74,55 persen para UMK memilih untuk tidak bermitra. Hal ini membuktikan bahwa di Kabupaten Bogor para pelaku usaha belum mendapatkan dukungan dari pemerintah. Para pelaku UMK yang memilih bermitra agar memperoleh kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku, meningkatkan kualitas pelaku usaha, dan untuk mendapatkan modal usaha. Dengan adanya kemitraan ini, para pelaku usaha berharap usaha yang dijalankan dapat lebih berkembang. Persentase adanya kemitraan disajikan pada Gambar 7. 25.45% 74.55%
Ya Tidak
Gambar 7. Kemitraan pada UMK pengolahan Kabupaten Bogor Kemitraan merupakan jalinan kerja sama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar, dan saling menguntungkan. Adanya kemitraan pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor diharapkan dapat meningkatkan pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha. Persentase distribusi responden berdasarkan kemitraan dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase distribusi responden berdasarkan kemitraan dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pendapatan (juta) 0-100 juta 100-500 juta >500 juta Total
Kemitraan Tidak
Ya 0,00 3,63 21,82 25,45
Total 38,18 36,36 0,00 74,55
38,18 40,00 21,82 100,00
UMK yang berpendapatan dibawah 100 juta semuanya tidak bermitra, sedangkan yang berpendapatan diatas 500 juta semuanya bermitra artinya kemitraan dapat meningkatkan pendapatan yang diterima oleh pelaku UMK. Bentuk kemitraan yang dilakukan oleh para pelaku UMK di Kabupaten Bogor adalah dalam hal pemasaran. Sehingga para pelaku lebih mudah memasarkan produknya yang berdampak pada meningkatnya pendapatan yang diterima.
19 Dari 25,45 persen pelaku usaha yang bermitra ternyata bentuk kerjasama dengan perusahaan atau UMK lain paling dominan pada sisi pemasaran, sebesar 57,14 persen dari total keseluruhan, dengan tujuan untuk memperluas pasar. Adapun bentuk kemitraan lainnya seperti pendampingan, pelatihan, peminjaman modal, serta pengadaan bahan baku. Bentuk kemitraan UMK pengolahan disajikan pada Gambar 8. 7.14% 14.29%
14.29% 7.14%
Pendampingan Pelatihan Pemasaran
57.14%
Pinjaman modal Pengadaan bahan baku
Gambar 8. Bentuk kemitraan UMK pengolahan Kabupaten Bogor Pada UMK pengolahan 81,82 persen diantaranya tidak mendapatkan bantuan program dari pemerintah sedangkan sisanya sebesar 18,18 persen atau 10 UMK mendapatkan bantuan dari pemerintah. Keenam UMK tersebut mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa program penyuluhan. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya partisipasi pemerintah dalam upaya pengembangan UMK yang ada di Kabupaten Bogor. Sementara dalam pelaksanaan usaha, sangat diperlukan bantuan dari pemerintah dalam segala hal, terutama bantuan modal untuk para pelaku usaha. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. 18.18% Ya 81.82%
Tidak
Gambar 9. Adanya program pemerintah pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Program pemerintah yang diberikan kepada UMK pengolahan berupa penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelaku usaha. Peningkatan kualitas akan mempengaruhi produk yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha. Persentase distribusi responden berdasarkan program pemerintah dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 12.
20 Tabel 12. Persentase distribusi responden berdasarkan program pemerintah dan pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Pendapatan (juta) 0-100 juta 100-500 juta >500 juta Total
Program pemerintah Tidak Total 38,18 38,18 5,45 81,82
Ya 0,00 1,82 16,36 18,18
38,18 40,00 21,82 100,00
UMK yang berpendapatan dibawah 100 juta semuanya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah sedangkan yang memiliki pendapatan diatas 500 juta sebesar 16,36 persen. Program pemerintah yang diberikan kepada pelaku UMK dalam bentuk penyuluhan. Penyuluhan dapat meningkatkan kualitas para pelaku untuk dapat mengembangkan usahanya sehingga pendapatan yang diterima akan semakin bertambah. Jumlah tenaga paling banyak yang bekerja pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor adalah lebih dari empat orang, sementara untuk sumber tenaga kerja paling banyak berasal dari luar keluarga. UMK pengolahan di Kabupaten Bogor sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMK yang memiliki tenaga kerja lebih dari empat orang yaitu 52,73 persen dengan 43,64 persen diantaranya berasal dari luar keluarga, artinya keberadaan UMK berpengaruh positif bagi masyarakat, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja. Fakta ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Persentase distribusi responden berdasarkan jumlah dan sumber tenaga kerja UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Karakteristik Jumlah
Sumber tenaga kerja Dalam keluarga
Luar keluarga
1-2 orang
5,45
9,09
0,00
14,55
3-4 orang
14,55
16,36
1,82
32,73
>4 orang
5,45
43,64
3,64
52,73
25,45
69,09
5,45
100,00
Total
Dalam dan luar keluarga
Total
Tenaga kerja yang bekerja pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor mayoritas berasal dari luar keluarga sebesar 69,09 persen dari total keseluruhannya. Hal ini menunjukkan UMK di Kabupaten Bogor sudah dapat membuka lapangan kerja walaupun kecil untuk orang-orang di luar keluarga sehingga berdampak positif untuk mengurangi jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor. Sebesar 25,45 persen para pelaku UMK menggunakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga mereka sendiri. Tenaga kerja gabungan yang berasal dari keluarga dan luar keluarga sebesar 5,45 persen. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
21 5.45% Keluarga 25.45% Luar Keluarga 69.09% Keluarga dan Luar Keluarga
Gambar 10. Sumber tenaga kerja pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor UMK bidang pengolahan sudah sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Dari 55 UMK sampel jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 518 orang. Hal ini tentunya sangat membantu dalam pengurangan jumlah pengangguran yang ada di Kabupaten Bogor. UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor, 52,73 persen atau 29 UMK menggunakan lebih dari empat pekerja. Sedangkan 32,73 persen atau 18 UMK menggunakan tiga sampai empat orang pekerja. Sisanya sebesar 14,55 persen hanya menggunakan satu sampai dua orang. Fakta ini dapat dilihat pada Gambar 11. 14.55% 1-2 orang 52.73%
32.73%
3-4 orang > 4 orang
Gambar 11. Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada UMK pengolahan di Kabupaten Bogor UMK bidang pengolahan ini sebesar 84,31 persen atau 45 UMK tujuan pemasarannya langsung kepada konsumen akhir, sedangkan sisanya sebesar 15,69 persen atau 10 UMK dalam pemasarannya melalui pedagang perantara terlebih dahulu kemudian konsumen akhir. UMK cenderung memasarkan produknya langsung ke konsumen akhir karena usaha yang dijalankan merupakan usaha dengan skala kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12. 15.69% Konsumen akhir 84.31%
Pedagang perantara dan konsumen akhir
Gambar 12. Alur pemasaran UMK pengolahan di Kabupaten Bogor
22 Pada UMK bidang pengolahan, sumber modal awal yang digunakan oleh para pelaku UMK sebesar 80 persen atau 44 UMK diantaranya berasal dari modal pribadi. Hal ini dikarenakan para pelaku usaha mikro dan kecil hanya sedikit yang bermitra sehingga bantuan modal tidak ada dari luar maka dari itu modal berasal dari pribadi. Di sisi lain, pelaku usaha menggunakan modal pribadi karena jumlah modal yang diperlukan cenderung kecil, sesuai dengan kriteria usaha yang dijalankan sedangkan 7 UMK atau sebesar 12,73 persen modal berasal dari pinjaman selain bank. Sisanya sebesar 4 UMK atau sebesar 7,27 persen modal berasal dari gabungan dari pribadi dan pinjaman bank. Hal ini dapat disajikan pada Gambar 13.
12.73%
7.27% Pribadi
80.00%
Pinjaman selain bank Pribadi dan Pinjaman bank
Gambar 13. Sumber modal awal UMK pengolahan di Kabupaten Bogor Kendala yang Dihadapi UMK Bidang Pengolahan Kendala yang dihadapi oleh UMK pengolahan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kendala permodalan, kendala produksi, dan kendala pemasaran. Kendala permodalan dibagi menjadi empat kategori yaitu keterbatasan modal, tidak memiliki informasi pinjaman modal, sulit mengakses pinjaman ke bank, dan bunga pinjaman yang tinggi. Pada kendala produksi dibagi menjadi enam kategori yaitu bahan baku yang terbatas, pasokan bahan baku yang tidak kontinu, harga bahan baku yang meningkat, alat produksi yang kurang memadai, alat produksi yang rusak, dan permasalahan terkait tenaga kerja. Pada kendala pemasaran yang dihadapi oleh UMK dibagi menjadi penundaan pembayaran oleh pembeli, pemutusan hubungan dengan pelanggan, selera pelanggan yang berubah, harga jual berfluktuasi, permintaan produk yang menurun, persaingan dengan pelaku usaha lain, dan sarana transportasi yang kurang memadai. Kendala terbesar yang dihadapi oleh UMK pengolahan di Kabupaten Bogor yaitu keterbatasan modal sebesar 38,18 persen atau 21 UMK dari total keseluruhannya. Hal ini membuat para pelaku usaha mengalami kesulitan untuk menjalankan usahanya, karena modal sangat diperlukan untuk menjalankan sebuah usaha. Kendala permodalan merupakan kendala tersulit diantara kendala lainnya.Selain itu kendala modal yang dihadapi adalah kesulitan untuk mengakses pinjaman ke bank karena birokrasi yang sulit sebesar 27,27 persen atau sebesar 15 UMK. Birokrasi yang sulit tentunya sudah sering dialami oleh para pelaku usaha, karena untuk dapat menerima pinjaman dari pihak bank diperlukan berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi oleh para pelaku usaha. Kemudian bunga pinjaman yang tinggi sebesar 25,45 persen atau 14 UMK dari total keseluruhan. Para pelaku usaha akan semakin kesulitan dalam menjalankan usahanya, karena bunga pinjaman yang tinggi akan menyebabkan
23 para pelaku usaha kesulitan untuk mengembalikan pinjaman. Kendala terakhir yang dihadapi adalah tidak memiliki informasi untuk pinjaman modal sebesar 9,09 persen atau 5 UMK. Kendala permodalan UMK pengolahan dapat dilihat pada Gambar 14. Modal terbatas 38.18%
25.45%
27.27%
Tdk memiliki informasi pinjaman modal Sulit mengakses pinjaman ke bank Bunga pinjaman tinggi 9.09%
Gambar 14. Kendala permodalan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor UMK bidang pengolahan menghadapi beberapa kendala pada proses produksi. Kendala terbesar yang dihadapi adalah harga bahan baku yang meningkat, sebesar 27,27 persen dari total UMK bidang pengolahan memilih faktor ini sebagai faktor yang paling mempengaruhi produksi. Kenaikan harga bahan baku secara langsung akan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usaha ikut meningkat. Hal ini juga yang pada akhirnya menyebabkan harga jual produk yang dihasilkan ikut meningkat, sehingga konsumen menjadi enggan untuk membeli. Kendala yang dihadapi berikutnya adalah kesulitan memperoleh bahan baku, pasokan bahan baku yang tidak menentu. Sangat penting bagi para pelaku usaha untuk dapat memiliki pasokan bahan baku dalam jumlah yang tetap, karena pasokan bahan baku yang tidak menentu akan menyebabkan jumlah produk yang dihasilkan menjadi tidak menentu yang pada akhirnya akan mengakibatkan harga jual produk menjadi tidak menentu. Usaha mikro dan kecil di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat sehingga kendala yang dihadapinya yaitu dan permasalahan terkait tenaga kerja. Fakta ini dapat dilihat pada Gambar 15. 16.36% 12.73%
9.09%
20.00%
27.27% 14.55%
Bahan baku/penolong terbatas/sulit diperoleh Pasokan bahan baku/penolong tidak kontinu Harga bahan baku yang meningkat Alat/mesin produksi kurang memadai Alat/mesin produksi rusak/usang Permasalahan terkait tenaga kerja
Gambar 15. Kendala produksi UMK pengolahan di Kabupaten Bogor
24 Kendala dalam pemasaran terbesar yang dihadapi oleh UMK adalah adanya persaingan dengan pelaku usaha atau produk lain sebesar 29,09 persen atau 16 UMK dari total keseluruhan UMK. Hal ini mendorong para pelaku usaha untuk terus melakukan inovasi agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik. Kemudian harga jual yang berfluktuasi sebesar 11 UMK atau 20 persen. Kendala lainnya adalah adanya selera pelanggan yang berubah sebesar 16,36 persen atau 9 UMK. Selera pelanggan yang berubah tentunya harus diperhatikan oleh para pelaku usaha. Para pelaku usaha harus lebih kreatif, berusaha menghasilkan produk yang sesuai dengan selera pelanggan. Kendala lain yang dihadapi dalam masalah pemasaran yaitu permintaan produk yang menurun, sarana dan prasarana transportasi yang kurang memadai, penundaan pembayaran oleh pembeli, dan yang terakhir adanya pemutusan hubungan dengan pelanggan. Hal ini disajikan pada Gambar 16. Penundaan pembayaran oleh pembeli
29.09%
Pemutusan hubungan dengan pelanggan
7.27% 5.45% 16.36%
14.55%
7.27% 20.00%
Selera pelanggan berubah Sarana dan prasarana transportasi kurang memadai Harga jual berfluktuasi Permintaan produk menurun Persaingan dengan pelaku usaha/produk lainnya
Gambar 16. Kendala pemasaran UMK pengolahan di Kabupaten Bogor
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan UMK Kabupaten Bogor
Analisis terhadap UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor dilakukan untuk mengetahui efisiensi usaha berdasarkan struktur biaya. Berdasarkan struktur biaya, dapat diketahui komponen-komponen biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, efisiensi suatu usaha dan keuntungan yang diperoleh selama produksi. Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui besarnya pengeluaran dan pendapatan selama produksi. Analisis pendapatan juga dilakukan untuk mengetahui keefisienan sebuah usaha.
25
Analisis Struktur Biaya Usaha Mikro dan Kecil Bidang Pengolahan di Kabupaten Bogor
Analisis struktur biaya diperlukan untuk mengetahui alokasi biaya sehingga dapat mengontrol biaya tersebut. Apabila diketahui terjadi pemborosan pada penggunaan salah satu atau beberapa komponen biaya variabel, maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan komponen tersebut atau bahkan komponen tersebut tidak dipergunakan lagi. Begitu juga halnya pada biaya tetap, apabila komponen tersebut bisa dihilangkan atau dikurangi (Damayanti, 2011). Struktur Biaya UMK Pengolahan Makanan Minuman Dari hasil penelitian, biaya tetap dari UMK pengolahan makanan minuman meliputi biaya listrik, telefon, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan penyusutan. UMK pengolahan makanan minuman dibagi menjadi tiga produk, yaitu kerupuk kulit, kue, dan manisan pala. Biaya penyusutan UMK pengolahan makanan minuman per tahun sebesar Rp 1.421.053 atau 0,417 persen dari biaya total yang merupakan komponen biaya tertinggi, begitupun pada masing-masing produk UMK pengolahan makanan minuman seperti kerupuk kulit, pengolahan kue, dan manisan pala biaya penyusutan merupakan biaya yang tertinggi dengan nilai 6,188 persen, 4,014 persen, dan 0,133 persen dari total biaya produksi. Biaya penyusutan pada UMK bidang pengolahan makanan-minuman meliputi biaya penyusutan aset berupa kios dan oven. Besarnya biaya penyusutan ini dipengaruhi oleh penggunaan dan umur teknis aset. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan makanan-minuman per tahun Besar biaya Besar biaya UMK UMK pengolahan pengolahan manisan kue per tahun pala per tahun (Rp) (Rp) 0,000 171.429 0,000 Listrik (0,000*) (0,268*) (0,000*) 0,000 14.286 10.000 Telefon (0,000*) (0,022*) (0,002*) 0,000 571.429 32.500 PBB (0,000*) (0,892*) (0,005*) 500.000 2.571.429 800.000 Penyusutan (6,188*) (4,014*) (0,133*) 500.000 3.328.571 842.500 Total biaya tetap (6,188*) (5,197*) (0,140*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%) Komponen biaya tetap
Besar biaya UMK pengolahan kerupuk kulit per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan makanan minuman per tahun (Rp) 63.158 (0,019*) 10.526 (0,003*) 227.632 (0,067*) 1.421.053 (0,417*) 1.722.369 (0,505*)
Pada tabel diatas, besarnya biaya PBB UMK pengolahan makanan minuman Rp 227.632 atau memberikan kontribusi 0,067 persen dari total biaya produksi. Secara umum biaya PBB merupakan komponen biaya tetap tertinggi
26 kedua, tetapi tidak untuk masing-masing usaha. Hanya pada usaha pengolahan kue, biaya PBB sebesar Rp 571.429 atau 0,892 persen dari total biaya produksi menjadi komponen biaya tetap tertinggi setelah biaya penyusutan. Hal ini dikarenakan beberapa UMK yang menjalankan usaha tidak memiliki bangunan yang tetap untuk menjalankan usahanya sehingga tidak perlu membayar PBB. Biaya variabel meliputi: biaya bahan baku, upah tenaga kerja, bahan tambahan, plastik/kemasan, bahan bakar dan biaya angkutan. Biaya ini menyumbang 99,495 persen dari total biaya produksi dan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biaya tetap. Perincian presentase tiap komponen dapat dilihat pada Tabel 15. Bahan baku memegang peranan yang cukup dominan didalam struktur biaya produksi UMK pengolahan makanan minuman. Keadaan ini ditunjukkan oleh kontribusi yang diberikannya terhadap total biaya produksi sebesar 43,951 persen, begitupun pada kerupuk kulit dan manisan pala dengan masing-masing nilai 55,693 persen dan 46,471 persen terhadap total biaya produksi. Besarnya biaya bahan baku disebabkan oleh kebutuhan bahan baku setiap produksinya yang berjumlah besar. Selain itu, harga kebutuhan bahan baku yang tinggi. Pada pengolahan kue, upah tenaga kerja merupakan komponen biaya tertinggi pada biaya variabel yaitu sebesar 75,339 persen terhadap total biaya produksi. Biaya variabel terbesar kedua pada UMK pengolahan makanan minuman yaitu biaya bahan tambahan atau penunjang sebesar Rp 101.468.421 atau 29,746 persen dari total biaya produksi. Contoh bahan penunjang untuk UMK makanan minuman yaitu gula. Tingginya biaya ini disebabkan harga yang mahal. Selain itu, bahan penunjang atau tambahan sangat berpengaruh terhadap produksi sehingga dapat meningkatkan harga jual produk, contohnya pada usaha manisan pala, bahan penunjang atau tambahan yaitu gula memiliki harga yang tinggi dibanding kebutuhan lainnya. Hal ini menyebabkan biaya produksinya semakin tinggi dan menyebabkan struktur biaya meningkat. Tabel 15. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan makanan-minuman per tahun Besar biaya UMK Besar biaya pengolahan UMK kerupuk kulit per pengolahan kue tahun (Rp) per tahun (Rp) 4.500.000 6.221.143 Bahan Baku Utama (55,693*) (9,712*) 2.700.000 48.257.143 Upah Tenaga Kerja (33,416*) (75,339*) 0,000 4.200.000 Bahan Tambahan (0,000*) (6,557*) 380.000 1.594.286 Plastik/Kemasan (4,703*) (2,489*) 0,000 452.571 Bahan Bakar (0,000*) (0,707*) 0,000 0,000 Biaya Angkutan (0,000*) (0,000*) 7.580.000 60.725.143 Total biaya variabel (93,812*) (94,803*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%) Komponen biaya variabel
Besar biaya UMK pengolahan manisan pala per tahun (Rp) 279.600.000 (46,471*) 115.464.000 (19,191*) 189.850.000 (31,554*) 14.952.000 (2,485*) 0,000 (0,000*) 960.000 (0,160*) 600.826.000 (99,860*)
Besar biaya UMK pengolahan makanan minuman per tahun (Rp) 149.923.579 (43,951*) 78.833.684 (23,110*) 101.468.421 (29,746*) 8.496.842 (2,491*) 166.737 (0,049*) 505.263 (0,148*) 339.394.526 (99,495*)
27 Dari hasil penelitian, total biaya produksi UMK pengolahan makanan minuman sebesar Rp 341.116.895. Tingginya biaya produksi dikarenakan biaya variabel yang tinggi yang disebabkan dari tingginya biaya bahan baku. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Struktur biaya produksi UMK pengolahan makanan-minuman per tahun
500.000
Besar biaya UMK pengolahan kue per tahun (Rp) 3.328.571
Besar biaya UMK pengolahan manisan pala per tahun (Rp) 842.500
Besar biaya UMK pengolahan makanan minuman per tahun (Rp) 1.722.369
(6,188*)
(5,197*)
(0,140*)
(0,505*)
TVC (Rp)/tahun
7.580.000
60.725.143
600.826.000
339.394.526
(93,812*)
(94,803*)
(99,860*)
(99,495*)
TC per tahun (Rp)
8.080.000
64.053.714
601.668.500
341.116.895
(100,000*)
(100,000*)
Uraian
Besar biaya UMK pengolahan kerupuk kulit per tahun (Rp)
TFC (Rp)/tahun
(100,000*) (100,000*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
UMK pengolahan makanan minuman dibagi menjadi tiga produk, yaitu kerupuk kulit, kue, dan manisan pala. UMK kerupuk kulit menggunakan bahan baku berupa kulit sapi yang berjumlah 300 buah tiap tahunnya dengan harga Rp 30.000 per buah. Produk yang dihasilkan adalah kerupuk kulit dengan jumlah 12.720 bungkus/tahun dengan harga jual Rp 6.000/bungkus. Berat masing-masing kerupuk kulit tiap bungkusnya berkisar 100 hingga 250 gram. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 37.500.000 per tahun, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.080.000, sehingga akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 29.420.000 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 17. Pendapatan per tahun Rp 29.420.000
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 8.080.000
Kerupuk kulit 12.720 bungkus Kulit sapi 300 buah Gambar 17. Siklus produksi usaha kerupuk kulit per tahun Usaha kerupuk kulit terdiri dari 2 UMK yang mempunyai omset sebesar Rp 45.000.000 dan Rp 30.000.000. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, UMK kerupuk kulit termasuk ke dalam usaha mikro. Kendala yang dihadapi selama menjalankan usaha kerupuk kulit dari sisi permodalan yaitu adanya modal yang terbatas, tidak memiliki informasi pinjaman modal, dan bunga pinjaman yang tinggi. Pada kendala produksi adanya harga bahan baku yang meningkat dan mesin produksi yang kurang memadai. Pada kendala pemasaran terdapat harga jual berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan
28 dengan pelaku atau usaha lain. Produk usaha kerupuk kulit dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Kerupuk kulit usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor Usaha kue menggunakan bahan baku berupa tepung terigu sebanyak 1.740 kg. Pada usaha kue juga memerlukan bahan tambahan seperti gula pasir sebanyak 1.200 kg tiap tahunnya. Produk yang dihasilkan berupa 949.680 kue per tahun dengan harga jual Rp 3.000 per kue. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 316.794.286 per tahun, sementara total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 64.053.714 sehingga UMK ini mengalami pendapatan yang positif sebesar Rp 252.740.571 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 19. Pendapatan per tahun Rp 252.740.571
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 64.053.714
Kue 949.680 buah Tepung terigu 1.740 kg Gambar 19. Siklus produksi usaha kue per tahun Usaha kue terdiri dari 7 UMK pengolahan kue, berdasarkan omset yang diterimanya menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, sebanyak 5 UMK termasuk kategori usaha mikro dan 2 UMK lainnya termasuk ke dalam usaha kecil. Kendala yang dihadapi oleh usaha kue pada permodalan yaitu keterbatasan modal, sulit mengakses pinjaman ke bank, dan bunga pinjaman yang tinggi. Pada kendala produksi yang dihadapi yaitu bahan baku atau tambahan yang sulit diperoleh, pasokan bahan baku atau tambahan tidak kontinu, harga bahan baku yang meningkat, alat produksi yang rusak, dan permasalahan dengan tenaga kerja. Dari kendala pemasaran yaitu adanya persaingan dengan produk atau pelaku usaha lain. Produk usaha kue dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Kue usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor
29 Buah pala digunakan sebagai bahan baku pada UMK manisan pala. Jumlah buah pala yang digunakan adalah 456 ton dengan harga Rp 5.000.000/ton, selain itu terdapat pula bahan tambahan yaitu gula sebanyak 425,16 ton dengan harga Rp 11.000.000 per ton. Setiap tahunnya, jumlah manisan pala yang dihasilkan adalah 645.600 kg yang dijual dengan harga Rp 25.000/kg. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 868.000.000 per tahun dengan pendapatan Rp 266.331.500 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 21. Pendapatan per tahun Rp 266.331.000
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 601.668.500
Manisan pala 645.600 kg Pala 456 ton Gambar 21. Siklus produksi usaha manisan pala per tahun Manisan pala terdiri dari 10 UMK. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2008, semua usaha manisan pala ini termasuk ke dalam usaha kecil. Pada usaha manisan pala kendala yang dihadapi yaitu dari sisi produksi karena harga bahan baku atau tambahan yang terbatas, harga bahan baku meningkat, dan permasalahan terkait tenaga kerja. Produk usaha manisan pala dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Manisan pala usaha pengolahan makanan minuman Kabupaten Bogor Struktur Biaya UMK Pengolahan Logam/Kayu/Bambu UMK pengolahan logam/kayu/bambu dibagi menjadi tiga produk, yaitu usaha logam, usaha kayu, dan usaha bambu. Berdasarkan Tabel 17, komponen biaya penyusutan merupakan komponen biaya tetap tertinggi yang dikeluarkan dari total biaya UMK pengolahan logam/kayu/bambu. Besarnya biaya penyusutan Rp 3.440.625 memberikan kontribusi 1,362 persen dari total biaya produksi, begitupun dengan ketiga produknya yaitu golok, kandang burung, dan furniture kayu dengan masing-masing nilai 0,542 persen, 0,719 persen, dan 1,605 persen terhadap total biaya produksi. Biaya penyusutan pada UMK bidang pengolahan
30 logam/kayu/bambu meliputi biaya penyusutan aset berupa kios, alat pemotong, blower, mesin bobok, dan plener. Tabel 17. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu per tahun Komponen biaya tetap
Besar biaya UMK pengolahan golok per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan kandang burung per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan furniture kayu per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (Rp)
2.100.000
0,000
296.250
558.750
(0,471*)
(0,000*)
(0,152*)
(0,221*)
0,000
0,000
791.250
791.250
(0,000*)
(0,000*)
(0,407*)
(0,313*)
0,000
0,000
1.562.500
1.562.500
(0,000*)
(0,000*)
(0,804*)
(0,618*)
2.416.667
300.000
3.119.792
3.440.625
(0,542*)
(0,719*)
(1,605*)
(1,362*)
4.516.667
300.000
5.769.792
6.353.125
(1,014*)
(0,719*)
(2,968*)
(2,514*)
Listrik
Telefon
PBB
Penyusutan
Total biaya tetap
Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Berdasarkan Tabel 17, biaya tetap tertinggi kedua secara umum adalah biaya PBB sebesar 0,618 persen dari total biaya produksi. Hal ini dikarenakan pelaku usaha sudah memiliki tempat usaha yang tetap. Tempat usaha yang digunakan juga berukuran besar sehingga pajak bumi dan bangunan yang harus dikeluarkan besar. Biaya variabel pada UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu berkontribusi sebesar 97,486 persen dari total biaya produksi. Biaya bahan baku memegang peranan yang dominan dalam struktur biaya produksi, memegang bagian 69,761 persen dari total biaya produksi. Pada produk furniture kayu bahan baku dominan terhadap total biaya produksi dengan nilai 81,169 persen. Hal ini disebabkan karena tingginya harga kayu, logam, dan bambu. Contohnya untuk harga kayu Rp 500.000/m3, harga bambu Rp 125.000/batang, dan harga logam Rp 7.500/kg. Biaya terbesar berikutnya pada UMK pengolahan logam/kayu/bambu adalah upah tenaga kerja sebesar 19,084 persen dari total biaya produksi. Pada pengolahan golok, upah tenaga kerja merupakan biaya tertinggi pertama pada komponen biaya variabel yaitu sebesar 54,529 persen terhadap total biaya produksi. UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu termasuk padat karya atau usaha yang menggunakan tenaga kerja sebagai faktor penting dalam proses produksi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 18.
31 Tabel 18. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu per tahun
Bahan Baku Utama
139.020.000
Besar biaya UMK pengolahan kandang burung per tahun (Rp) 18.000.000
(31,196*)
Upah Tenaga Kerja
Komponen biaya variabel
Bahan Tambahan Plastik/Kemasan Bahan Bakar Biaya Angkutan Total biaya variabel
Besar biaya UMK pengolahan golok per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan furniture kayu per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (Rp)
157.781.250
176.283.750
(43,165*)
(81,169*)
(69,761*)
243.000.000
1.800.000
17.737.500
48.225.000
(54,529*)
(4,317*)
(9,125*)
(19,084*)
900.000
0,000
2.343.750
2.456.250
(0,202*)
(0,000*)
(1,206*)
(0,972*)
0,000
0,000
7.500
7.500
(0,000*)
(0,000*)
(0,004*)
(0,003*)
21.600.000
0,000
546.000
3.246.000
(4,847*)
(0,000*)
(0,281*)
(1,285*)
36.600.000
21.600.000
10.200.000
16.125.000
(8,213*)
(51,799*)
(5,247*)
(6,381*)
441.120.000
41.400.000
188.616.000
246.343.500
(97,032*)
(97,486*)
(98,986*) (99,281*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Besarnya biaya produksi pada UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu sebesar Rp 252.696.625. Tingginya biaya produksi dikarenakan tingginya bahan baku utama. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel
19.
Struktur biaya produksi UMK logam/kayu/bambu per tahun
Uraian
Besar biaya UMK pengolahan golok per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan kandang burung per tahun (Rp)
pengolahan
bahan
dasar
Besar biaya UMK pengolahan furniture kayu per tahun (Rp)
Besar biaya UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (Rp)
4.516.667
300.000
5.769.792
6.353.125
(1,014*)
(0,719*)
(2,968*)
(2,514*)
441.120.000
41.400.000
188.616.000
246.343.500
(98,986*)
(99,281*)
(97,032*)
(97,486*)
445.636.667
41.700.000
194.385.792
252.696.625
(100,000*) (100,000*) (100,000*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
(100,000*)
TFC (Rp)/tahun
TVC (Rp)/tahun TC per tahun (Rp)
UMK pengolahan logam/kayu/bambu dibagi menjadi tiga produk, yaitu usaha logam, usaha kayu, dan usaha bambu. Usaha logam menggunakan bahan baku berupa 240 batang besi tiap tahunnya dengan harga per batang sebesar Rp
32 71.000. Produk yang dihasilkan adalah golok 21.840 buah/tahun dan dijual dengan harga Rp 84.000 per buah. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 922.000.000 per tahun, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam setahun sebesar Rp 445.636.667, sehingga akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 476.363.333 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 23. Pendapatan per tahun Rp 476.363.333
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 445.636.667
Golok 21.840 buah 240 batang besi Gambar 23. Siklus produksi usaha golok per tahun UMK pengolahan logam terdiri dari 2 UMK. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, semua usaha logam termasuk ke dalam usaha kecil. Kendala yang dihadapi pada usaha golok pada produksi yaitu harga bahan baku yang meningkat dan permasalahan terkait tenaga kerja. Pada kendala pemasaran yaitu penundaan pembayaran oleh pembeli, pemutusan hubungan dengan pelanggan, selera pelanggan yang berubah, sarana transportasi kurang memadai, harga jual berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan dengan pelaku usaha lain. Produk usaha logam dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Golok usaha logam Kabupaten Bogor Usaha kayu menggunakan 1.215/m3 kayu per tahun. Produk yang dihasilkan berupa 134.860 buah kayu dengan harga jual Rp 62.000 per buah selama setahun. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 503.911.250 per tahun, sementara total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 194.385.792 dan pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 309.525.458 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 25.
Pendapatan per tahun Rp 309.525.458
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 194.385.792
Kayu 1.215 m3 Furniture kayu 134.860 buah Gambar 25. Siklus produksi usaha furniture kayu per tahun
33 Usaha kayu terdiri dari 13 UMK pengolahan kayu. Berdasarkan Undangundang Nomor 20 Tahun 2008, sebanyak 8 UMK pengolahan kayu merupakan usaha kecil, sisanya sebanyak 5 UMK pengolahan kayu merupakan usaha mikro. Kendala yang dihadapi pada usaha furniture kayu dari sisi permodalan yaitu adanya keterbatasan modal, sulit mengakses pinjaman ke bank, dan bunga pinjaman yang tinggi. Pada kendala produksi yaitu bahan baku yang sulit diperoleh, pasokan bahan baku tidak kontinu, harga bahan baku meningkat, alat yang kurang memadai, mesin produksi yang rusak, dan permasalahan terkait tenaga kerja. Pada kendala pemasaran untuk usaha furniture yaitu selera pelanggan yang berubah, sarana transportasi yang kurang memadai, harga jual yang berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan dengan pelaku atau usaha lain. Produk usaha kayu dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Furniture kayu usaha kayu Kabupaten Bogor UMK bambu menggunakan 144 batang dengan harga Rp 125.000 per batang dalam setahun. Jumlah output yang dihasilkan per tahun pada usaha bambu adalah 1.680 kandang burung dengan harga jual Rp 200.000 per buah. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 100.000.000 per tahun dengan pendapatan yang diperoleh mencapai Rp 58.300.000. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 27. Pendapatan per tahun Rp 58.300.000
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 41.700.000
Kandang burung 1.680 buah Bambu 144 batang Gambar 27. Siklus produksi usaha kandang burung per tahun UMK pengolahan bambu hanya terdiri dari 1 UMK. Berdasarkan Undangundang Nomor 20 Tahun 2008, usaha kayu termasuk ke dalam usaha mikro. Kendala yang dihadapi oleh usaha kandang burung pada kendala permodalan yaitu modal yang terbatas dan tidak memiliki informasi pinjaman modal. Pada kendala pemasaran sarana transportasi yang kurang memadai, harga jual
34 berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan dengan pelaku usaha lainnya. Produk usaha bambu dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Kandang burung usaha bambu Kabupaten Bogor Struktur Biaya UMK Pengolahan Bahan Dasar Kulit Komponen biaya tetap UMK pengolahan bahan dasar kulit sama dengan komponen biaya UMK makanan minuman. Biaya listrik merupakan biaya tetap yang tertinggi sebesar 9,140 persen dari total biaya produksi. Listrik yang digunakan yaitu untuk mesin jahit sebagai alat untuk pembuatan berbagai macam tas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun Komponen biaya tetap
Besar biaya UMK pengolahan kuit per tahun (Rp)
Listrik Telefon PBB Penyusutan Total biaya tetap
55.710.000 (9,140*) 0,000 (0,000*) 71.000 (0,012*) 778.000 (0,128*) 56.559.000 (9,280*)
Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya tetap tertinggi kedua merupakan biaya penyusutan. Biaya penyusutan sebesar Rp 778.000 atau 0,128 persen dari total biaya produksi. Biaya penyusutan pada UMK bidang pengolahan bahan dasar kulit meliputi biaya penyusutan aset berupa mesin jahit, mesin seset, dan mesin bordir. Pada biaya variabel UMK pengolahan kulit, komponen bahan baku utama menjadi komponen biaya terbesar. Besarnya komponen bahan baku utama mencapai Rp 283.680.000 atau 46,544 persen dari total biaya produksi. Jumlah ini sangat besar jika dibandingkan komponen biaya variabel tertinggi kedua yaitu upah tenaga kerja sebesar Rp 199.120.000 atau 32,670 persen dari total biaya produksi.
35 Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku dikarenakan harga kulit yang sangat mahal, harga per rolnya mencapai Rp 1.300.000. UMK bidang pengolahan kulit ini merupakan jenis usaha yang padat karya atau menggunakan banyak tenaga kerja sehingga menyebabkan upah yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar. Data biaya variabel UMK pengolahan kulit dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun Komponen biaya variabel
Besar biaya UMK pengolahan kuit per tahun (Rp) 283.680.000 Bahan Baku Utama (46,544*) 199.120.000 Upah Tenaga Kerja (32,670*) 40.800.000 Bahan Tambahan (6,694*) 29.328.000 Plastik/Kemasan (4,812*) 0,000 Bahan Bakar (0,000*) 0,000 Biaya Angkutan (0,000*) 552.928.000 Total biaya variabel (90,720*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Dari hasil penelitian, total biaya produksi UMK pengolahan bahan dasar kulit sebesar Rp 609.487.000. Tingginya biaya produksi dikarenakan biaya variabel yang tinggi yang disebabkan dari tingginya biaya bahan baku. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Struktur biaya produksi UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun Uraian
Besar biaya UMK pengolahan kuit per tahun (Rp)
TFC (Rp)/tahun
56.559.000 (9,280*)
TVC (Rp)/tahun
552.928.000 (90,720*)
TC per tahun (Rp)
609.487.000 (100,000*)
Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Pada UMK pengolahan bahan dasar kulit difokuskan pada usaha tas. Tas terbuat dari 2.694 per rol kulit sintetis per tahun dengan harga Rp 1.300.000 per rol. Jumlah output yang dihasilkan dalam setahun pada usaha tas sebanyak 808.768 buah dengan harga jual Rp 75.000 per buah. Omset yang dihasilkan sebesar Rp 695.448.000 per tahun dengan pendapatan mencapai Rp 85.961.000 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 29.
36
Pendapatan per tahun Rp 85.961.000
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 609.487.000
Tas 808.768 buah Kulit sintetis 2.694 rol Gambar 29. Siklus produksi usaha tas per tahun Usaha tas terdiri dari 5 UMK. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, sebanyak 1 UMK termasuk kategori usaha mikro, sedangkan 4 UMK termasuk ke dalam usaha kecil. Kendala permodalan pada usaha tas yaitu adanya modal yang terbatas. Kendala produksi yang dihadapi oleh usaha tas adalah bahan baku atau penolong yang sulit diperoleh, pasokan bahan baku yang tidak kontinu, harga bahan baku meningkat, dan alat produksi yang rusak atau using. Pada sisi pemasaran, kendala yang dihadapinya yaitu penundaan pembayaran oleh pembeli, pemutusan hubungan dengan pelanggan, selera pelanggan yang berubah, harga jual yang berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan dengan pelaku atau usaha lain. Produk usaha tas dapat dilihat pada Gambar 30.
Gambar 30. Tas usaha pengolahan bahan dasar kulit Kabupaten Bogor Struktur Biaya UMK Pengolahan Konveksi Biaya listrik menjadi komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan pada biaya tetap total UMK pengolahan konveksi. Besarnya biaya listrik mencapai Rp 5.598.667, jumlah ini sama dengan 2,495 persen dari total biaya produksi. Pada UMK bidang pengolahan bahan dasar konveksi, para pelaku usaha menggunakan listrik untuk mesin jahit untuk pembuatan jaket. Besarnya komponen biaya tetap pada UMK pengolahan bahan dasar konveksi dapat dilihat pada Tabel 23.
37 Tabel 23. Struktur biaya tetap dan persentase tiap komponen biaya tetap, UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun Komponen biaya tetap
Besar biaya UMK pengolahan konveksi per tahun (Rp)
Listrik Telefon PBB Penyusutan Total biaya tetap
5.598.667 (2,495*) 123.333 (0,055*) 705.467 (0,314*) 1.459.778 (0,650*) 7.887.244 (3,514*)
Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Pada biaya variabel, upah tenaga kerja sebesar Rp 119.600.000 merupakan komponen biaya terbesar yang dikeluarkan. Jumlah ini mencapai 53,292 persen dari total biaya produksi. Tingginya upah tenaga kerja tidak lepas dari banyaknya jumah tenaga kerja yang diserap oleh UMK bahan dasar konveksi. Hal ini dikarenakan usaha konveksi pada umumnya membutuhkan banyak tenaga kerja dibandingkan teknologi. Bahan baku juga merupakan komponen biaya terbesar kedua setelah upah tenaga kerja. Hal ini dikarenakan harga bahan baku yang digunakan mahal yaitu sebesar Rp 700.000 per rol dimana para pelaku usaha konveksi menggunakan kain lebih dari 20 rol untuk per bulannya. Biaya bahan baku mencapai Rp 86.288.000 atau 38,449 persen dari total biaya produksi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Struktur biaya variabel dan persentase tiap komponen biaya variabel, UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun Komponen biaya variabel
Besar biaya UMK pengolahan konveksi per tahun (Rp) 86.288.000 Bahan Baku Utama (38,449*) 119.600.000 Upah Tenaga Kerja (53,292*) 9.160.000 Bahan Tambahan (4,082*) 1.161.333 Plastik/Kemasan (0,517*) 166.400 Bahan Bakar (0,074*) 160.000 Biaya Angkutan (0,071*) 216.535.733 Total biaya variabel (96,486*) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
Pada UMK pengolahan bahan dasar konveksi, besarnya biaya produksi sebesar Rp 224.422.977. Tingginya biaya produksi dikarenakan biaya variabel total yang tinggi. Biaya variabel yang tinggi disebabkan oleh besarnya biaya upah
38 tenaga kerja. Hanya pada UMK konveksi lah yang menyebabkan biaya variebel total tinggi dikarenakan oleh biaya upah tenaga kerja. Struktur biaya produksi UMK pengolahan konveksi dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Struktur biaya produksi UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun Uraian
Besar biaya UMK pengolahan konveksi per tahun (Rp) 7.887.244 (3,514*) 216.535.733 (96,486*) 224.422.977 (100,000*)
TFC (Rp)/tahun TVC (Rp)/tahun TC per tahun (Rp) Keterangan: (*) = Persentase terhadap total biaya produksi (%)
UMK pengolahan bahan dasar konveksi hanya meliputi usaha jaket. Jaket ini dihasilkan sebanyak 165.065 buah dalam setahun dan dijual dengan harga Rp 55,000 per buah. Omset yang didapatkan selama setahun sebesar Rp 658.740.000 dengan total biaya konveksi sebesar Rp 224.422.978. Pendapatan yang diperoleh pada usaha konveksi sebesar Rp 434.317.022 per tahun. Siklus produksi dapat dilihat pada Gambar 31. Pendapatan per tahun Rp 434.317.022
Siklus
produksi
Total biaya per tahun Rp 224.422.978
Jaket 165.065 buah Kain 5.136 cm2 Gambar 31. Siklus produksi usaha jaket per tahun Usaha jaket terdiri dari 15 UMK. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, sebanyak 6 UMK termasuk kategori usaha mikro dan 9 UMK termasuk ke dalam usaha kecil. Kendala yang dihadapi pada usaha jaket dari sisi permodalan yaitu adanya keterbatasan modal, sulit mengakses pinjaman ke bank, dan bunga pinjaman yang tinggi. Kendala terkait produksi yaitu harga bahan baku meningkat, alat produksi rusak, dan permasalahan terkait tenaga kerja. Pada sisi pemasaran, kendala yang dihadapinya yaitu penundaan pembayaran oleh pembeli, selera pelanggan yang berubah, harga jual yang berfluktuasi, permintaan produk menurun, dan persaingan dengan pelaku atau usaha lain. Produk usaha konveksi dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Jaket usaha pengolahan konveksi Kabupaten Bogor
39 Analisis Pendapatan Usaha Mikro dan Kecil Pengolahan di Kabupaten Bogor Analisis pendapatan ini dilakukan untuk melihat apakah usaha yang telah dilakukan ini berhasil atau tidak. Dapat dilihat pula analisis R/C biaya untuk mengetahui apakah usaha tersebut efisien atau tidak dengan mempertimbangkan komponen penerimaan dan total biaya (Damayanti, 2011). Analisis pendapatan UMK pengolahan di Kabupaten Bogor pada lokasi penelitian dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari 55 pelaku usaha. Penerimaan UMK pengolahan diperoleh dari hasil kali jumlah produksi dengan harga produk yang diterima oleh pelau usaha, sedangkan pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan total biaya UMK yang dikeluarkan. Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Makanan Minuman Pada UMK pengolahan makanan minuman, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 236.386.263 hal ini menunjukkan bahwa UMK yang telah dijalankan mengalami pendapatan yang bernilai positif atau untung. Penerimaan dan pendapatan UMK pengolahan makanan minuman disajikan pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil analisis R/C Ratio terhadap biaya produksi diperoleh sebesar 1,69. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan pada UMK pengolahan makanan minuman maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 169. Kondisi UMK makanan minuman berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun Uraian
Kerupuk kulit
Kue
Manisan Pala
UMK pengolahan makanan minuman
Penerimaan
37.500.000
316.794.286
868.000.000
577.503.158
Total Biaya
8.080.000
64.053.714
601.668.500
341.116.895
Pendapatan
29.420.000
252.740.571
266.331.500
236.386.263
4,641
4,946
1,443
1,693
R/C atas biaya total
Pada ketiga produk UMK makanan minuman seperti kerupuk kulit, kue, dan manisan pala pun mengalami pendapatan yang positif, dari sisi R/C ratio ketiga produk tersebut merupakan usaha yang efisien karena nilai R/C rationya masing-masing 4,64, 4,94, dan 1,44 (Lampiran 4). Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Logam/Kayu/Bambu Dari hasil penelitian, pada UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 372.714.625 hal ini menunjukkan bahwa UMK yang telah dijalankan mengalami keuntungan karena bernilai positif. Penerimaan dan pendapatan UMK pengolahan bahan dasar logam/kayu/bambu dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis R/C Ratio terhadap biaya produksi diperoleh sebesar 2,47. Nilai tersebut berarti setiap
40 tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan pada UMK pengolahan logam/kayu/bambu maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 247. Kondisi UMK pengolahan logam/kayu/bambu berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Berikut disajikan mengenai analisis pendapatan UMK logam/kayu/bambu pada Tabel 27. Tabel 27. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun Golok
Kandang burung
Penerimaan
922.000.000
100.000.000
503.911.250
625.411.250
Total Biaya
445.636.667
41.700.000
194.385.792
252.696.625
Pendapatan
476.363.333
58.300.000
309.525.458
372.714.625
2,069
2,398
2,592
2,475
Uraian
R/C atas biaya total
Furniture kayu
UMK pengolahan logam/kayu/bambu
Pada ketiga produk UMK pengolahan logam/kayu/bambu seperti golok, kandang burung, dan furniture kayu mengalami pendapatan yang positif, dari sisi R/C ratio keiga produk tersebut merupakan usaha yang efisien karena nilai R/C rationya masing-masing 2,06, 2,38, dan 2,59 (Lampiran 6). Analisis Pendapatan UMK Pengolahan Bahan Dasar Kulit UMK pengolahan bahan dasar kulit memperoleh pendapatan sebesar Rp 85.961.000 sehingga menunjukkan bahwa UMK mengalami pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan dan pendapatan UMK pengolahan bahan dasar kulit disajikan pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil analisis R/C Ratio terhadap biaya produksi diperoleh sebesar 1,14. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan pada UMK pengolahan bahan dasar kulit maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 141. Kondisi UMK pengolahan kulit berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar kulit per tahun Uraian Penerimaan Total Biaya Pendapatan R/C atas biaya total
UMK pengolahan bahan dasar kulit 695.448.000 609.487.000 85.961.000 1,141
Analisis Pendapatan UMK bidang pengolahan bahan dasar konveksi Pada UMK pengolahan bahan dasar konveksi, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 434.317.002, karena nilai pendapatan yang positif maka usaha mengalami keuntungan. Penerimaan dan pendapatan UMK pengolahan bahan dasar konveksi dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis R/C Ratio terhadap biaya produksi diperoleh sebesar 2,93. Nilai tersebut berarti setiap tambahan Rp 100 biaya yang dikeluarkan pada UMK pengolahan bahan dasar konveksi maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 293. Kondisi UMK
41 pengolahan konveksi berada pada keadaan memperoleh laba karena penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar konveksi dapat disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Analisis pendapatan UMK pengolahan bahan dasar konveksi per tahun Uraian
UMK pengolahan konveksi
Penerimaan
658.740.000
Total Biaya
224.422.978
Pendapatan
434.317.002
R/C atas biaya total
2,935
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. UMK di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan dari sisi jumlah UMK dan penyerapan tenaga kerja tiap tahunnya. Karakteristik UMK Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga yaitu karakteristik pelaku, karakterisik usaha, dan kendala yang dihadapi. Karakteristik pelaku UMK adalah berumur 26-45 tahun, memiliki tingkat pendidikan 10-12 tahun dan berpengalaman lebih dari 10 tahun menjalankan usahanya. Karakteristik usaha adalah memiliki izin usaha, belum bermitra, belum mendapatkan program pemerintah, sumber tenaga kerja berasal dari luar keluarga dan modal berasal dari pribadi. Kendala yang dihadapi yaitu modal yang terbatas, harga bahan baku yang semakin meningkat dan persaingan dengan usaha lain. 2. Biaya variabel menjadi komponen biaya terbesar untuk setiap struktur total biaya produksi UMK pengolahan yang ada di Kabupaten Bogor. Bahan baku dan tenaga kerja menjadi komponen biaya variabel terbesar dalam struktur biaya UMK pengolahan di Kabupaten Bogor. 3. Berdasarkan analisis pendapatan, semua UMK bidang pengolahan di Kabupaten Bogor merupakan usaha yang efisien, hal ini dikarenakan besarnya nilai R/C ratio atas biaya total yang diperoleh lebih dari 1 yaitu 1,69 untuk UMK pengolahan makanan minuman, 2,47 untuk UMK pengolahan logam/kayu/bambu, 1,14 untuk UMK pengolahan bahan dasar kulit, dan 2,93 untuk UMK bidang konveksi. Saran Beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor perlu memfasilitasi dalam bentuk modal karena keterbatasan modal menjadi penghambat bagi para pelaku UMK untuk mengembangkan usahanya. 2. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor perlu memberikan subsidi harga untuk mengatasi peningkatan harga bahan baku di setiap tahunnya.
42 3. Pemerintah daerah Kabupaten Bogor perlu mengadakan pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan kemampuan para pelaku UMK dan kualitas tenaga kerja. 4. Pelaku UMK Kabupaten Bogor harus aktif dalam menggali informasi untuk memperluas pasar.
43
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. Jawa Barat (ID). Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2013. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Damayanti, D. 2011. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Anggek di Taman Anggrek Ragunan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. 2013. Informasi Potensi Sentra Industri Kecil di Wilayah Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Effendi, M. 2012. Teori Biaya. [internet]. [diunduh pada 20 April 2014]. Tersedia pada: http://masud.lecture.ub.ac.id/files/2012/07/07-Teori-Biaya-1-R1.pdf. Irfani, R. 2011. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ransel Laptop di UMKM Yogi Tas Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2011. Laporan Tahunan. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi UKM. . 2012. Laporan Tahunan. Jakarta (ID): Pusat Data dan Informasi UKM. . 2008. Definisi dan Kriteria UKM Menurut Lembaga dan Negara Asing. [internet]. [diunduh pada 10 Maret 2014]. http://infoukm.depkop.com/2008/08/11/definisidan-kriteria-ukmmenurut-lembaga-dan-negara-asing/ . 2008. Kriteria UMKM Menurut Undang-Undang. [internet]. [diunduh pada 10 Maret 2014]. http://www.depkop.go.id/attachments/article/129/259_KRITERIA_UU_U MKM_Nomor_20_Tahun_2008.pdf. Korawijayanti, L. 2013. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Activity Based Costing pada UKM Torakur di Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. TEKNIS vol 8, No. 3, Desember 2013: 122-128 Kusumawardani, R. 2013. Perhitungan Harga Pokok Produksi Menggunakan Metode Job Order Costing (Studi Kasus UMKM C.V. TRISTAR Alumunium) [jurnal ilmiah]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Mulyadi, 2002. Akuntansi Biaya, Yogyakarta (ID): Aditya Media. Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya,edisi ke-6. Yogyakarta: STIE YKPN. Nastiti, FT. 2012. Pengaruh Penggunaan Biaya Standar Komponen Biaya Produksi Terhadap Peningkatan Laba (Studi Kasus : Usaha Mikro Pembuatan Sepatu Sandal Maju Bersama di Kampung Nambo, Desa Sukajaya, Ciapus, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putriyana, TD. 2008. Analisis Biaya dan Profitabilitas Produksi Roti Pada Bella Bakery Di Pondok Gede, Bekasi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
44 Rahmana, Arief, 2009. Peranan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta (ID): Universitas Widyatama. Rahmi, Y. 2011. Analisis Perbandingan Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Antara Kentang Konsusmsi dengan Kentang Bibit di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok [skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Retnaningsih, N. 2012. Analisis Biaya dan Profitabilitas Usaha Roti Pada “Ganep Bakery” di Surakarta. Widyatama No.2/Volume 21/2012. Ritonga BD. 2012. Analisis Sistem Usaha Perikanan Gillnet Millenium di Karangsong, Kabupaten Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Samuelson, P Dan Nordhaus, W. 2003. Ilmu Mikro Ekonomi Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta (ID): PT. Media Global Edukasi. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit UI-Press: Jakarta. Sugiarto, Tedy H, Brastoro, Sudjana R, Said K. 2005. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Sukirno S. 2003. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Suripatty, M.P. 2011. Analisis Struktur Biaya Produksi dan Kontribusi Pendapatan Komoditi Kakao (Theobroma Cacao L) di Desa Latu. Jurnal Agroforestri Volume VI No 2 Juni 2011. Wanty, EF. 2006. Analisis Produksi Batik Cap dari UKM Batik Kota Pekalongan (Studi Pada Sentra Batik Kota Pekalongan-Jawa Tengah). [tesis]. Semarangg (ID): Universitas Diponegoro. Widiyastuti S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tambunan, Tulus TH. 2009. UMKM Di Indonesia. Bogor (ID): Ghalia Indonesia
45 Lampiran 1. Rekapitulasi daftar UMK per kecamatan Kabupaten Bogor Tahun 2010-2013 2010 24 38 15 24 33 54 14 59 57 38 24 16 71 48 29 24 33 14 11 20 10 6 29 11 43 48 11 33 15 49 50 14 24 14 3 20 15 39 34 24
2011 2 7 14 3 23 213 18 53 76 46 30 7 7 5 33 13 18 4 8 16 5 21 8 7 7 24 42 28 4 19 4 20 12 81 37 55 8 124 4 133
2012 16 18 17 11 23 87 9 30 67 41 19 14 5 26 23 11 22 21 6 26 28 53 25 24 68 39 122 45 21 33 30 6 17 30 47 6 11 15 16 29
2013 10 33 38 29 33 76 19 52 76 57 24 29 33 43 57 48 76 29 8 43 43 24 48 48 38 57 95 76 57 38 38 48 38 29 24 24 17 29 18 19
Nanggung Leuwiliang Leuwi Sadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigommbong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Suka Makmur Cariu Tanjung Sari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Total 1138 1239 1157 1621 Sumber: Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor
46 Lampiran 2. Jenis Produk unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Bogor No 1 2 3 4
Nama Kecamatan Nanggung Leuwi Liang Leuwi Sadeng Pamijahan
Produk Unggulan
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Cibungbulang Ciampea Tenlojaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung
17 18
Fiber glas Kripik Belut
19 20 21 22 23 24 25 26 27
Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong
28 29
Bojong Gede Tajur Halang
Lukisan kulit telur Baju muslim anak, Mainan Edukasi, Bunga Plastik
Jamur Abon, Emping, Minuman Rasa Bunga Kering Biola, Keripik Jamur, Ukiran Kayu, Lemari, Hiasan bunga plastik Konveksi Tas Bunga Kering Sirup pala Sepatu Sepatu, kecap Sirup nanas, anyaman bambu Badeng, boneka, logam, bata Minyak asturi Abon, boneka, lele Olahan daging kelinci Molen, yoghurt, handy craft, jamur tiram, pupuk organic
Jeans Tas Tas Sodet, Kripik, Gagang Sandal, Kesed Bantal/kasur, Kerajinan pelepah pisang Boneka, Aksesoris wanita Logam Bambu, batik cibinong, bakery, bolu talas
30 Kemang Dodol 31 Rancabungur Dodol, makanan ringan 32 Parung Herbal, kopi luwak 33 Ciseeng Ikan Lele, Pembenihan 34 Gunung Sindur Tanaman hias, Lele dumbo 35 Rumpin Sepatu balita, kecap, kursi bambu 36 Cigudeg Anyaman, kripik 37 Sukajaya Jamur 38 Jasinga Bata merah, meja belajar 39 Tenjo Dodol 40 Parung Panjang Abon cabe, coklat Sumber: Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor:
47 Lampiran 3. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun No
Total Biaya
Penerimaan (Rp) TVC (Rp)
Pendapatan (Rp)
TFC (Rp)
TC (Rp)
1
45.000.000
9.380.000
500.000
9.880.000
35.120.000
2
30.000.000
5.780.000
500.000
6.280.000
23.720.000
3
90.000.000
7.728.000
4.550.000
12.278.000
77.722.000
4
96.000.000
18.216.000
6.150.000
24.366.000
71.634.000
5
365.000.000
13.752.000
7.600.000
21.352.000
343.648.000
6
680.000.000
578.100.000
75.000
578.175.000
101.825.000
7
1.000.000.000
636.000.000
70.000
636.070.000
363.930.000
8
500.000.000
474.440.000
180.000
474.620.000
25.380.000
9
1.000.000.000
879.840.000
8.000.000
887.840.000
112.160.000
10
1.260.000.000
302.400.000
3.000.000
305.400.000
954.600.000
11
134.400.000
27.900.000
1.000.000
28.900.000
105.500.000
12
201.600.000
32.040.000
1.000.000
33.040.000
168.560.000
13
70.560.000
23.040.000
-
23.040.000
47.520.000
14
1.000.000.000
561.600.000
-
561.600.000
438.400.000
15
1.000.000.000
652.800.000
-
652.800.000
347.200.000
16
800.000.000
519.840.000
-
519.840.000
280.160.000
17
900.000.000
563.080.000
-
563.080.000
336.920.000
18
1.000.000.000
567.120.000
-
567.120.000
432.880.000
19
800.000.000
575.440.000
100.000
575.540.000
224.460.000
48 Lampiran 4. Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman tiap produk per tahun Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun (kerupuk kulit) No
Penerimaan (Rp)
TVC (Rp)
Total Biaya TFC (Rp)
TC (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
45.000.000
9.380.000
500.000
9.880.000
35.120.000
2
30.000.000
5.780.000
500.000
6.280.000
23.720.000
Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun (kue) No
Penerimaan (Rp)
TVC (Rp)
Total Biaya TFC (Rp)
Pendapatan (Rp)
TC (Rp)
1
90.000.000
7.728.000
4.550.000
12.278.000
77.722.000
2
96.000.000
18.216.000
6.150.000
24.366.000
71.634.000
3
365.000.000
13.752.000
7.600.000
21.352.000
343.648.000
4
1.260.000.000
302.400.000
3.000.000
305.400.000
954.600.000
5
134.400.000
27.900.000
1.000.000
28.900.000
105.500.000
6
201.600.000
32.040.000
1.000.000
33.040.000
168.560.000
7
70.560.000
23.040.000
-
23.040.000
47.520.000
Analisis pendapatan UMK pengolahan makanan minuman per tahun (manisan pala) No
Total Biaya
Penerimaan (Rp) TVC (Rp)
TFC (Rp)
TC (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
680.000.000
578.100.000
75.000
578.175.000
101.825.000
2
1.000.000.000
636.000.000
70.000
636.070.000
363.930.000
3
500.000.000
474.440.000
180.000
474.620.000
25.380.000
4
1.000.000.000
879.840.000
8.000.000
887.840.000
112.160.000
5
1.000.000.000
561.600.000
-
561.600.000
438.400.000
6
1.000.000.000
652.800.000
-
652.800.000
347.200.000
7
800.000.000
519.840.000
-
519.840.000
280.160.000
8
900.000.000
563.080.000
-
563.080.000
336.920.000
9
1.000.000.000
567.120.000
-
567.120.000
432.880.000
10
800.000.000
575.440.000
100.000
575.540.000
224.460.000
49 Lampiran 5. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun No
Total Biaya
Penerimaan (Rp) TVC (Rp)
TFC (Rp)
Pendapatan (Rp) TC (Rp)
1
1.680.000.000
104.400.000
4.000.000
108.400.000
1.571.600.000
2
100.000.000
41.400.000
300.000
41.700.000
58.300.000
3
500.000.000
69.240.000
2.500.000
71.740.000
428.260.000
4
1.000.000.000
152.100.000
4.000.000
156.100.000
843.900.000
5
240.000.000
100.320.000
4.000.000
104.320.000
135.680.000
6
750.000.000
113.400.000
4.000.000
117.400.000
632.600.000
7
309.900.000
50.496.000
12.060.000
62.556.000
247.344.000
8
73.000.000
45.696.000
10.140.000
55.836.000
17.164.000
9
100.000.000
49.248.000
10.800.000
60.048.000
39.952.000
10
73.000.000
49.248.000
10.800.000
60.048.000
12.952.000
11
73.000.000
49.248.000
10.200.000
59.448.000
13.552.000
12
1.612.800.000
657.000.000
12.400.000
669.400.000
943.400.000
13
550.000.000
375.900.000
4.000.000
379.900.000
170.100.000
14
900.000.000
625.200.000
4.000.000
629.200.000
270.800.000
15
1.344.000.000
813.000.000
6.533.333
819.533.333
524.466.667
16
700.880.000
645.600.000
1.916.667
647.516.667
53.363.333
50 Lampiran 6. Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu tiap produk per tahun Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (logam) Total Biaya
Penerimaan (Rp)
No 1
500.000.000
TVC (Rp) 69.240.000
TFC (Rp) 2.500.000
TC (Rp) 71.740.000
2
1.344.000.000
813.000.000
6.533.333
819.533.333
Pendapatan (Rp) 428.260.000 524.466.667
Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (bambu) No 1
Penerimaan (Rp) 100.000.000
Total Biaya TVC (Rp) 41.400.000
TFC (Rp) 300.000
TC (Rp) 41.700.000
Pendapatan (Rp) 58.300.000
Analisis pendapatan UMK pengolahan logam/kayu/bambu per tahun (kayu) No
Penerimaan (Rp)
Total Biaya
Pendapatan (Rp)
1
1.680.000.000
TVC (Rp) 104.400.000
TFC (Rp) 4.000.000
TC (Rp) 108.400.000
1.571.600.000
2
1.000.000.000
152.100.000
4.000.000
156.100.000
843.900.000
3
240.000.000
100.320.000
4.000.000
104.320.000
135.680.000
4
750.000.000
113.400.000
4.000.000
117.400.000
632.600.000
5
309.900.000
50.496.000
12.060.000
62.556.000
247.344.000
6
73.000.000
45.696.000
10.140.000
55.836.000
17.164.000
7
100.000.000
49.248.000
10.800.000
60.048.000
39.952.000
8
73.000.000
49.248.000
10.800.000
60.048.000
12.952.000
9
73.000.000
49.248.000
10.200.000
59.448.000
13.552.000
10
1.612.800.000
657.000.000
12.400.000
669.400.000
943.400.000
11
550.000.000
375.900.000
4.000.000
379.900.000
170.100.000
12
900.000.000
625.200.000
4.000.000
629.200.000
270.800.000
13
700.880.000
645.600.000
1.916.667
647.516.667
53.363.333
Lampiran 7. Analisis pendapatan UMK bahan dasar kulit per tahun No
Penerimaan (Rp)
TVC (Rp)
Total Biaya TFC (Rp)
TC (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
201.600.000
138.000.000
61.851.000
199.851.000
1.749.000
2
1.356.600.000
1.264.640.000
33.571.000
1.298.211.000
58.389.000
3
400.800.000
262.560.000
68.822.000
331.382.000
69.418.000
4
308.640.000
196.800.000
70.712.500
267.512.500
41.127.500
5
1.209.600.000
902.640.000
47.838.500
950.478.500
259.121.500
51 Lampiran 8. Analisis pendapatan UMK pengolahan konveksi per tahun No
Penerimaan (Rp)
TVC (Rp)
Total Biaya TFC (Rp) TC (Rp)
Pendapatan (Rp)
1
1.008.000.000
57.120.000
7.300.000
64.420.000
943.580.000
2
150.000.000
80.520.000
10.500.000
91.020.000
58.980.000
3
228.000.000
96.840.000
8.000.000
104.840.000
123.160.000
4
55.000.000
45.720.000
9.000.000
54.720.000
280.000
5
100.000.000
82.320.000
10.000.000
92.320.000
7.680.000
6
60.000.000
43.580.000
11.500.000
55.080.000
4.920.000
7
328.500.000
168.600.000
8.240.000
176.840.000
151.660.000
8
1.008.000.000
7.200.000
11.500.000
18.700.000
989.300.000
9
432.000.000
4.800.000
3.138.000
7.938.000
424.062.000
10
90.000.000
45.696.000
7.140.000
52.836.000
37.164.000
11
960.000.000
123.000.000
9.125.000
132.125.000
827.875.000
12
1.001.600.000
427.200.000
9.240.000
436.440.000
565.160.000
13
1.500.000.000
99.840.000
2.044.000
101.884.000
1.398.116.000
14
960.000.000
115.200.000
5.195.000
120.395.000
839.605.000
15
2.000.000.000
1.850.400.000
6.386.667
1.856.786.667
143.213.333
52
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nabilah lahir pada tanggal 14 Februari 1992 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Sugeng Budiharsono dan Ibu Yulita Budiharsono. Pendidikan yang ditempuh penulis antara lain, Sekolah Dasar tahun 1998-2004 di SD Pertiwi Kota Bogor. Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2004-2007 di SMP Negeri 1 Bogor. Sekolah Menengah Atas tahun 2007-2010 di SMA Negeri 3 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2010 penulis diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif ikut berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh kampus, baik fakultas maupun departemen, yaitu Bogor Art Festival 2011, HIPOTESA Exhibition in Revolution 2012, Indonesian Youth Act 2012, Komisi Disiplin masa pengenalan fakultas dan departemen ekonomi 2012. Beberapa prestasi yang pernah diraih antara lain meraih juara 3 aerobik Sportakuler FEM IPB 2013.