ANALISIS PENGARUH MODAL USAHA TERHADAP OMZET USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KONVEKSI PAKAIAN JADI DI KABUPATEN BOGOR
ASEP KUSNAEDI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha Mikro Kecil dan Menengah Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016 Asep Kusnaedi NIM H14120021
ABSTRAK ASEP KUSNAEDI. Analisis Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha Mikro Kecil dan Menengah Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Perkembangan jumlah pelaku usaha UMKM tekstil di Kabupaten Bogor menurun hingga 11.67 persen sejak tahun 2012 (dari 377 pelaku usaha hingga 333 pelaku usaha) sampai dengan tahun 2013. Salah satu hambatan yang dihadapi oleh industri tekstil termasuk UMKM dibidang konveksi pakaian jadi adalah sulitnya mendapat akses permodalan dari perbankan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh modal usaha (modal tetap dan modal kerja) dan faktorfaktor lainnya terhadap omzet usaha mikro, kecil, dan menengah konveksi pakaian jadi. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan model regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal tetap, modal kerja, dan jumlah produksi perusahaan berpengaruh terhadap omzet UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Sementara variabel sumber modal tetap, lama usaha, dan tingkat pendidikan pemilik tidak berpengaruh terhadap omzet UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Kata kunci: modal kerja, modal tetap, omzet usaha, umkm
ABSTRACT ASEP KUSNAEDI. Analysis the Effect of Venture Capital on Revenue of Convection Apparel Micro, Small and Medium Enterprises in Bogor Regency. Supervised by TANTI NOVIANTI. The total number of Textile MSMEs in Bogor Regency has decreased by 11.67 percent since 2012 (from 377 to 333 Enterprises in 2013). One of the obstacles faced by the Textile industry, including Convection Apparel MSMEs is the difficulty of accessing financial capital or bank loan. The objective of this research was to analyze the effect of venture capital (fixed capital and circulate capital) and other factors on revenue of Convection Apparel Micro, Small and Medium Enterprises. The effect was analyzed using Ordinary Least Square (OLS) method with linear regression models. The results showed that fixed capital, circulate capital, and production quantity have the effect on revenue of Convection Apparel MSMEs in Bogor Regency. While the sources of fixed capital, business duration, and owners education level did not have effect on revenue of Convection Apparel MSMEs in Bogor Regency. Keywords: circulate capital, fixed capital, MSMEs, revenue
ANALISIS PENGARUH MODAL USAHA TERHADAP OMZET USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH KONVEKSI PAKAIAN JADI DI KABUPATEN BOGOR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ASEP KUSNAEDI
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah permodalan UMKM, dengan judul Analisis Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha Mikro Kecil dan Menengah Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah Mahpudin, Ibu Nunung Lestari dan Adik Neneng Titianing Haningrum dan Nova Liana Aryanti atas doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis. Rizka Pratiwi SE yang telah memberikan bantuan, saran, kritik, doa, kasih sayang dan dukungannya pada penulis dalam penyelesaian skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada: 1. Ibu Dr.Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran yang membangun demi kebaikan skripsi ini. 2. Ibu Ranti Wiliasih, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan terkait tata cara penulisan yang baik. 3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. 4. Bapak Samsu Panta dan Bapak Heri Hepriadi selaku Kepala Bidang UKM dan Perindustrian Kabupaten Bogor serta jajarannya yang telah memberikan arahan kepada penulis. 5. Sahabat-sahabat terdekat Teguh Aditya, Bayu Trinugraha, Irman Ramdani, Indra Adji Proyogo, Garan Paruta, Robby Indra Wijaya yang telah memberikan dukungan, saran, canda tawa dan semangat kepada penulis. 6. Keluarga Besar Tim Futsal ESP 49 dan Tim Voli ESP 49 atas pengalaman dan pembelajaran kepada penulis. 7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 49 dan teman-teman satu bimbingan, yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam penyelesaian skripsi. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016 Asep Kusnaedi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Konsep dan Teori
5
Tinjauan Empiris
11
Kerangka Pemikiran
12
Hipotesis Penelitian
13
METODE
14
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
14
Metode Pengambilan Sampel
14
Metode Pengolahan dan Analisis Data
14
Model dan Definisi Variabel
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
Karakteristik UMKM Konveksi Pakaian Jadi
17
Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha
30
Pengaruh Faktor-faktor lain terhadap Omzet Usaha
33
SIMPULAN DAN SARAN
34
Simpulan
34
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
38
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 Jumlah Unit UMKM, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013 di Indonesia 1 2 Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha dan Skala Usaha, Kabupaten Bogor Tahun 2013 2 3 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor Tahun 2013 2 4 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah 5 5 Skala Usaha Konveksi Pakaian Jadi di Berbagai Kecamatan Kabupaten Bogor Tahun 2016 19 6 Jumlah Tenaga Kerja Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 21 7 Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah) 25 8 Modal Kerja UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah/bulan) 26 9 Omzet Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah) 27 10 Jumlah Produksi UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (unit/bulan) 30 11 Hasil Pengujian Statistik Regresi Linear Berganda 31
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pikiran 13 2 Sebaran UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 18 3 Persentase Proporsi Skala UMKM Konveksi Pakaian Jadi dalam Penelitian 18 4 Upah Pekerja pada Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 21 5 Persentase Status Kepemilikan Tempat Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 22 6 Persentase Usia Pemilik Perusahaan UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 23 7 Persentase Jenis Kelamin Pemilik Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 23 8 Sumber Awal Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor 24 9 Sumber Tambahan Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor 24 10 Persentase Pendidikan Pemilik Perusahaan UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 29 11 Persentase Lamanya Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas Kuesioner Penelitian
38 38 38 39
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan suatu usaha tergantung pada tingkat omzet usaha yang diperoleh oleh perusahaan. Untuk meningkatkan omzet usaha dibutuhkan modal yang cukup dan dapat menunjang aktivitas usaha yaitu produksi maupun operasional. Omzet usaha yang rendah dapat disebabkan oleh terbatasnya modal usaha yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Kusumawardani (2014) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha, berhasil membuktikan bahwa modal usaha berpengaruh terhadap omzet usaha. Di Indonesia, penelitian mengenai modal usaha yang dikaitkan dengan omzet usaha telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2014), Saputri (2015), dan Artaman (2015), menyatakan bahwa modal usaha berpengaruh positif terhadap omzet usaha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa modal usaha memiliki peran penting terhadap omzet suatu usaha. Tabel 1 Jumlah Unit UMKM, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013 di Indonesia Indikator Jumlah Pangsa (%) Unit Usaha (Unit) 57 900 787 100 Usaha Mikro Kecil dan Menengah 57 895 721 99.99 Usaha Besar 5 066 0.01 Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) 117 681 244 100 Usaha Mikro Kecil dan Menengah 114 144 082 96.99 Usaha Besar 3 537 162 3.01 Pendapatan Domestik Broto (Rp.Miliar) 9 014 951.20 100 Usaha Mikro Kecil dan Menengah 5 440 007.90 60.34 Usaha Besar 3 574 943.30 39.66 Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 (diolah) Berdasarkan Tabel 1, pelaku usaha di Indonesia didominasi oleh perusahaan berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan jumlah 57 895 721 unit usaha atau 99.99 persen. Kontribusi UMKM terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 5 440 007.9 miliar rupiah atau 60.34 persen dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 114 144 082 jiwa atau 96.99 persen. Kabupaten Bogor memiliki kondisi pelaku UMKM dan usaha besar dan unik, dimana 99.84 persen didominasi oleh perusahaan berskala mikro, kecil, dan menengah (Tabel 2). Akan tetapi, kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Bogor masih sangat rendah yaitu 28 887 778.70 juta rupiah atau 26.34 persen (Tabel 3). Sementara jumlah perusahaan berskala besar hanya 0.16 persen dari total pelaku usaha di Kabupaten Bogor mampu berkontribusi sangat besar yaitu 80 782 956.27 juta rupiah atau 73.66 persen (Tabel 3).
2 Tabel 2 Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha dan Skala Usaha, Kabupaten Bogor Tahun 2013 Lapangan Usaha Jumlah Unit Jumlah Tenaga Kerja (Unit) (Jiwa) UMKM Besar UMKM Besar Pertanian, Peternakan, Kehutanan 204 625 11 255 969 523 dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian 19 932 57 42 925 10 947 Industri Pengolahan 40 470 285 283 923 261 972 Listrik, Gas, dan Air 139 13 760 2 672 Bangunan 30 791 142 115 815 4 017 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 232 166 226 566 692 12 925 Pengangkutan dan Komunikasi 96 430 18 121 624 1 235 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 3 872 198 48 542 233 Perusahaan Jasa-Jasa 44 126 127 388 081 9 371 Total 672 551 1 077 1 824 331 303 895 Persentase (%) 99.84 0.16 85.79 14.21 Sumber : Dinas UKM Perindagkop Kab. Bogor, 2016 (diolah) Berdasarkan Tabel 2, perusahaan berskala mikro, kecil, dan menengah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1 824 331 jiwa atau 85.79 persen. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM mampu menyerap tenaga kerja yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaaan berskala besar yang hanya 14.21 persen (303 895 jiwa). UMKM yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor perdagangan, hotel, sektor jasa-jas dan restoran dan sektor industri pengolahan. Tabel 3 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bogor Tahun 2013 PDRB (Rp.Juta) Lapangan Usaha Pangsa UMKM (%) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 4 166 761.13 3.80 Pertambangan dan Penggalian 325 745.35 0.30 Industri Pengolahan 10 096 644.24 9.21 Listrik, Gas, dan Air 132 691.98 0.12 Bangunan 1 856 074.71 1.69 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7 319 337.36 6.67 Pengangkutan dan Komunikasi 3 947 691.39 3.60 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 114 912.91 Perusahaan 0.10 Jasa-Jasa 927 910.63 0.85 Total PDRB (UMKM) 28 887 778.70 26.34 Usaha Besar (UB) 80 782 956.27 73.66 Total PDRB (UMKM + UB) 100 109 670 735.50 Sumber : Dinas UKM Perindagkop Kab. Bogor, 2016 (diolah)
3 Pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sektor Industri pengolahan memiliki kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bogor yang cukup besar dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan Tabel 3, UMKM pada Industri pengolahan berkontribusi terhadap PDRB Kabupaten Bogor sebesar 9.21 persen (10 096 644.24 juta rupiah) . Hal tersebut menggambarkan bahwa industri pengolahan memiliki kinerja dan prospek usaha yang lebih baik dibandingkan yang lainnya. Komoditi dari industri alas kaki dan kulit dan industri tekstil merupakan industri yang memiliki kualitas dan kontinuitas produk yang baik dan mampu bersaing di pasar. Salah satu jenis usaha tekstil yang memiliki prospek peluang usaha yang baik adalah usaha konveksi pakaian jadi. Hal tersebut didukung oleh permintaan pasar yang tidak pernah berhenti, karena pakaian merupakan bagian dari kebutuhan pokok manusia. Menurut Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2014), perbankan menganggap bahwa usaha sektor tekstil termasuk konveksi pakaian jadi masih berisiko tinggi, sehingga terjadi kesulitan akses permodalan dari pihak perbankan. Anggapan tersebut berawal dari krisis ekonomi indonesia pada tahun 1998 yaitu colapsnya industri manufaktur termasuk sektor tekstil. Padahal, modal usaha merupakan faktor penting dalam peningkatan omzet usaha. Hal inilah yang menyebabkan perlunya penelitian tentang pengaruh modal usaha terhadap omzet usaha UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah Keterbatasannya modal usaha memiliki dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup usaha di berbagai skala dan bidang usaha, salah satunya adalah skala usaha kecil dan menengah pada usaha konveksi pakaian jadi. Rendahnya modal usaha akan menghambat proses produksi dan operasional perusahaan, sehingga akan berdampak pada omzet perusahaan. Omzet bagi perusahaan merupakan sebuah kunci utama untuk mengembangkan usaha. Meningkatnya omzet di dalam suatu usaha merupakan parameter suksesnya suatu usaha. Omzet usaha merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraaan bagi perusahaan mikro, kecil, dan menengah. Rendahnya omzet usaha akan beresiko colapsnya suatu usaha termasuk pada usaha konveksi pakaian jadi. Hal tersebut terlihat bahwa perkembangan usaha sektor tekstil mengalami penurunan 11.67 persen dari 377 unit usaha pada tahun 2012 dan 333 unit usaha pada tahun 2013. Sementara jumlah pengusaha pada bidang tekstil tahun 2013 masih tergolong rendah yaitu 0.82 persen terhadap jumlah UMKM pada sektor industri pengolahan, padahal produk tekstil merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Bogor (Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM Kabupaten Bogor 2014). Dari hasil observasi (2016), jumlah usaha konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor masih sangat sedikit yaitu sekitar 57 pelaku usaha atau 17.12 persen dari total UMKM di bidang tekstil. Keragaman omzet usaha sering kali berkaitan dengan variabel-variabel selain dari modal usaha. Beberapa variabel yang sering dikaitkan dengan omzet usaha adalah lama usaha, tingkat pendidikan, dan jumlah produksi. Variabel tersebut digunakan oleh Ramamarta (2013) dan Kusumawardani (2014) untuk melihat
4 bagaimana hubungan dan pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap omzet usaha. Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana pengaruh jumlah modal usaha terhadap omzet usaha mikro, kecil, dan menengah konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana faktor-faktor lain (lama usaha, tingkat pendidikan, dan jumlah produksi) dapat mempengaruhi omzet UMKM konveksi pakaian jadi?
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dicapai tujuan yang diinginkan yaitu: 1. Mendeskripsikan karakteristik UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor 2. Menganalisis pengaruh jumlah modal usaha terhadap omzet usaha mikro, kecil, dan menengah konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi omzet usaha konveksi pakaian jadi.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor, penelitian ini menambah informasi dan menjelaskan kondisi modal usaha dan omzet usaha UMKM konveksi di Kabupaten Bogor sehingga dapat membantu dalam mengembangkan usaha mikro kecil menengah yang nantinya akan meningkatkan PDRB Kabupaten Bogor. 2. Bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah di bidang tekstil khususnya pada jenis usaha konveksi di Kabupaten Bogor, penelitian ini memberikan gambaran seberapa besar pengaruh modal usaha terhadap omzet usahanya. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi tentang masalah permodalan dalam usaha mikro kecil menengah secara mendalam. 4. Bagi penulis penelitian ini dapat menambah wawasan tentang keadaan UMKM konveksi di Kabupaten Bogor dan pembelajaran dalam modal usaha mikro kecil menengah.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada UMKM konveksi pakaian jadi yang berada pada 11 Kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Cibinong,
5 Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Tajur Halang, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kecamatan Cigombong, dan Kecamatan Parung. Jumlah data yang dapat dijadikan sampel sebanyak 30 pelaku usaha. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan, seperti penolakan responden dalam melakukan wawancara.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Teori Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki definisi yang bervariasi. Hal tersebut bergantung pada konsep yang digunakan di berbagai negara. Di negara Indonesia, definisi UMKM tercantum dalam pasal 1 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berdasarkan undang-undang tersebut definisi UMKM dibagi menjadi tiga bagian diantaranya: a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pada kriteria UMKM yang digunakan dalam penelitian adalah jumlah omzet menurut Kementerian Koperasi dan UKM di Indonesia. Hal tersebut digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh antara modal usaha dengan omzet usaha yang diperoleh. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di atur dalam pasal 6 pada UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Kriteria usaha mikro, kecil dan menengah tersebut dapatr dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah Jenis Usaha Omzet Pertahun (rupiah) Usaha Mikro Maksimal 300 Juta Usaha Kecil > 300 Juta – 2.5 Miliar Usaha Menengah > 2.5 Miliar - 50 Miliar Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM 2016 (diolah)
6 Industri Tekstil dan Konveksi Pakaian Jadi Tekstil merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang saat ini mengalami perluasan makna menjadi kebutuhan sekunder maupun tersier. Hal ini dikarenakan diferensiasi produk yang dimiliki oleh produk-produk dari sektor tekstil adalah tinggi dan secara fleksibel mampu memenuhi permintaan setiap kelas pasar, baik untuk masyarakat ekonomi kelas bawah, menengah maupun atas. Industri Tesktil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia secara teknis dan struktur terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap, vertikal dan terintegrasi dari hulu sampai hilir, yaitu: (Industri ... 2011). 1. Sektor Industri Hulu (upstream), adalah industri yang memproduksi serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja relatif kecil dan output pertenagakerjanya besar. 2. Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman (interlacing) benang menjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya semi padat modal, teknologi madya dan modern – berkembang terus, dan jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu. 3. Sektor Industri Hilir (downstream), adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya. Objek kajian yang diteliti adalah sektor industri hilir. Hal tersebut dikarenakan, rata-rata pelaku usaha pada industri tekstil di Kabupaten Bogor berada pada sektor hilir atau downstream. Usaha Konveksi memiliki kesamaan dengan usaha garment yaitu menciptakan pakaian jadi yang siap pakai dan proses produksi memotong, menjahit dan merapikan. Namun, terdapat perbedaan diantara keduanya. Perbedaanya terdapat dalam skala produksi, luas wilayah, serta jumlah barang produksi. Pada proses produksi garment dan konveksi seragam. Pada garment, proses produksi dilakukan berdasarkan jenis prosesnya dengan memfokuskan satu kegiatan untuk dikerjakan banyak tenaga kerja. Misalnya, ketika sedang menjahit lengan baju, maka seluruh pekerja akan mengerjakan (menjahit) lengan baju. Kemudian ketika proses memasuki tahapan membuat body baju, maka seluruh pekerja juga akan membuat body baju tersebut dan seterusnya. Pada usaha konveksi, proses produksi dilakukan keseluruhan oleh setiap pekerja berbeda-beda. Satu tenaga kerjaakan menjahit satu baju mulai dari lengan hingga body baju, dan seterusnya hingga menghasilkan satu pakaian jadi. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa terdapat spesialisasi pada usaha garment dalam pembuatan potongan-potongan pakaian, sedangkan pada usaha konveksi potongan-potongan pakaian tersebut diproduksi oleh satu orang tenaga kerja (Antara ... 2014). Usaha konveksi di Indonesia semakin berkembang dan memiliki banyak jenis. Konveksi terbagi menjadi dua bagian yaitu konveksi berbahan baku kain dan
7 konveksi berbahan baku kulit. Konveksi berbahan baku kain dapat memproduksi kaos, kemeja, sweter, celana, jas, kebaya, topi, dasi, dan tas. Jenis konveksi tersebut termasuk ke dalam industri tekstil. Konveksi berbahan baku kulit dapat mengahasilkan jaket kulit, dompet, dan tas kulit, dan sepatu. Konveksi ini tergolong ke dalam industri alas kaki dan kulit. Definisi Modal Usaha Istilah capital (modal usaha) merupakan konsep yang memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hal tersebut bergantung pada konteks penggunaan dari suatu perusahaan. Smith (1789), menjelaskan bahwa istilah capital dibagi menjadi dua bagian yaitu fixed capital dan circulating capital. Perbedaan istilah tersebut didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal usaha itu terkonsumsi dalam jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Suatu unsur modal usaha dalam jangka waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian atau hanya sebagian (kecil) nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut fixed capital (misalnya adalah mesin, lahan, bangunan, dan sebagainya). Unsur modal usaha yang terkonsumsi secara total, maka dapat disebut circulating capital (misalnya upah tenaga kerja, bahan mentah, dan sarana produksi). Mubyarto (1989) memberikan definisi modal usaha sebagai barang atau uang, yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barangbarang baru. Modal mengacu kepada asset yang dimiliki seseorang sebagai kekayaan (wealth) yang tidak segera dikonsumsi melainkan disimpan atau dipakai untuk menghasilkan barang atau jasa baru (investasi), dengan demikian modal dapat berwujud barang dan uang. Modal usaha yang berupa barang (capital goods), mencakup durable (fixed) capital dalam bentuk bangunan pabrik, mesin-mesin, peralatan transportasi, kemudahan distribusi, dan barang-barang lainnya yang dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Non-durable (circulating) capital, dalam bentuk barang jadi ataupun setengah jadi yang berada dalam proses untuk diolah menjadi barang jadi. Modal usaha bukan hanya uang saja yang dapat dipergunakan untuk proses produksi, tetapi juga terdapat modal yang menunjang proses produksi seperti tanah, mesin, bangunan, peralatan kantor dan lain-lain. Sitio (2011), modal usaha dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Modal usaha terdiri dari modal investasi dan modal kerja. 1. Modal investasi adalah sejumlah uang yang ditanam atau dipergunakan untuk pengadaan secara operasional suatu perusahaan, yang bersifat tidak mudah diuangkan (unliquid) seperti tanah, mesin, bangunan, peralatan kantor dan lain-lain. 2. Modal kerja adalah sejumlah uang yang tertanam dalam aktiva lancar perusahaan atau yang dipergunakan untuk membiayai operasional jangka pendek perusahaan seperti pengadaan bahan baku, tenaga kerja, pajak, biaya listrik, dan lain-lain. Modal fisik sebagai sumber ekonomi yang dikuasi oleh entitas dipandang sebagai kapasitas produksi fisik yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. Modal fisik terdiri dari aset lancar dan aset tetap. Secara umum, dibutuhkan aset lancar yang teratur dan permanen untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Begitu pula dengan aset tetap, aset ini juga begitu penting
8 bagi kegiatan produksi karena tanpa adanya peralatan, mesin, bangunan, kendaraan dan tanah, tidak akan ada kegiatan produksi. Tersedianya modal fisik pada industri berfungsi untuk menyelenggarakan luas produksi normal sehingga kontinuitas usaha akan terjamin (Ekowati et al. 2012). Setiap perusahaan akan memerlukan modal usaha untuk mendirikan usahanya, menjalankan operasinya dan mengembangkan kegiatannya dari waktu ke waktu. Sebagian modal usaha tersebut datang dari pengusaha atau dari dalam perusahaan dan sebagian lainnya diperoleh dari luar perusahaan. Pada awal pendiriannya, pendanaan kegiatan perusahaan terutama harus bergantung dari modal usaha yang dimiliki oleh para pendirinya. Tetapi, setelah perusahaan berkembang, operasinya telah berjalan dengan lancar dan kegiatan perusahaan sudah lebih dikenal, permodalan dari luar untuk menjalankan operasinya menjadi bertambah penting peranannya (Sukirno et al. 2004). Berdasarkan teori diatas, dapat ditarik kesimpulan modal memiliki pengertian ganda dimana modal dapat berbentuk uang yang menghasilkan capital good yang bersifat fixed capital atau unliquid dan uang atau capital good yang bersifat circulating capital yang dipergunakan untuk membiayai operasional jangka pendek. Definisi fixed capital sama artinya dengan modal investasi atau modal fisik (aset tetap), sedangkan circulate capital memiliki makna yang sama dengan modal kerja atau modal fisik (aset lancar). Definisi Omzet Usaha Motif perusahaaan dalam menjalankan usaha adalah memperoleh omzet usaha, dimana hasil omzet usaha tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha. Omzet usaha yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang merupakan alat pembayaran atau alat pertukaran. Omzet usaha sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan, semakin besar omzet usaha yang diperoleh maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membiayai pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), omzet jumlah uang hasil penjualan barang (dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Menurut Chaniago (1998) omzet usaha adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang didapat dari hasil penjualan suatu barang/jasa dalam kurun waktu tertentu. Omzet penjualan adalah akumulasi dari kegiatan penjualan suatu produk barang barang dan jasa yang dihitung secara keseluruhan selama kurun waktu tertentu secara terus menerus atau dalam satu proses akuntansi (Swastha 1993). Pakar mikroekonomi yaitu (Rubinfeld dan Pindyck 2014), menjelaskan bahwa total penerimaan (TR) adalah omzet usaha yang hasilkan dari perkalian antara harga produk P dengan jumlah unit yang terjual (Q), sehingga secara matematis dapat dilusliskan TR = P x Q. Berdasarkan konsep diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa omzet usaha pada tingkat produsen merupakan pendapatan dalam bentuk uang yang dihasilkan dari penjualan output. Omzet usaha adalah keseluruhan jumlah penjualan barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan dari perkalian antara harga produk dengan jumlah unit yang terjual.
9 Hubungan antara Modal Usaha dengan Omzet Usaha Pengertian modal usaha dari berbagai teori dan pendapat, modal usaha adalah jumlah uang atau jumlah barang seperti tanah, bangunan, bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi yang diinvestasikan, baik langsung maupun tidak langsung. Bentuk dari modal usaha dapat digunakan sekali pakai ataupun dipakai berulang-ulang untuk memproduksikan barang-barang dan jasa-jasa yang bernilai ekonomi. Menurut Kusumawardani (2014), semakin besar modal usaha yang digunakan akan diikuti dengan meningkatnya omzet usaha. Asumsinya bahwa dengan modal usaha yang besar, maka akan berpengaruh pada kuantitas dan variasi produk yang dihasilkan. Modal usaha yang digunakan untuk investasi pada bada barang-barang jangka panjang contohnya adalah teknologi memberikan dampak positif terhadap omzet usaha. Hasil tersebut telah dibuktikan oleh Fitrianingsing (2014), dengan hasil modal usaha yang digunakan untuk penggunaan teknologi memberikan dampak positif terhadap omzet usaha. Peningkatan kualitas produk akan dihasilkan oleh modal usaha yang digunakan untuk teknologi. Sementara modal usaha yang digunakan untuk operasional jangka pendek, seperti pembelian bahan baku, upah tenaga kerja dan lainnya memberikan dampak positif terhadap omzet usaha. Hasil tersebut telah dibuktikan oleh Lamia (2013), dimana jumlah modal usaha memiliki pengaruh positif terhadap omzet usaha. Modal usaha yang tinggi akan dapat meningkatkan hasil produksi yang berkaitan dengan peningkatan jumlah output yang dijual. Pada kegiatan usaha diperlukan modal usaha untuk pembelian bahan baku, menggaji karyawan serta membeli atau memperbaharui peralatan. Bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar modal usaha merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang dapat menentukan tingkat produksi dan juga omzet usaha (Putra dan Sudirman 2015). Berdasarkan hasil pemaparan di atas menunjukkan bahwa suatu perusahaan dapat mengubah input menjadi output dengan berbagai cara, yaitu dengan menggunakan kombinasi modal usaha dengan faktor produksi lainnya. Menurut Rubinfeld dan Pindyck (2014) fungsi produksi dapat disederhanakan dengan berfokus pada dua input, yaitu tanaga kerja L dan modal K. Kemudian dapat dituliskan fungsi produksi tersebut sebagai berikut. q = f (K, L)...............................................................................................(1) Keterangan: q = Output (hasil produksi) K = Capital atau modal (faktor produksi) L = Labor atau tenaga kerja (faktor Produksi) Persamaan tersebut memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa dihasilkan dengan menggunakan berbagai altenatif kombinasi dari modal usaha (K) dan tenaga kerja (L). Kombinasi faktor produksi tenaga kerja dan modal usaha dapat menghasilkan satu satuan produk secara teknik efisien. Modal usaha yang besar diharapkan dapat meningkatkan kuantitas produk dan mampu menghasilkan pendapatan usaha yang optimal. Pada kegiatan produksi, produsen termasuk UMKM bertujuan untuk optimalisasi pendapatan. 𝜋(𝑞)
10 merupakan pendapatan bersih yang sudah dikurangi dengan biaya-biaya, sedangkan R (q) adalah pendapatan kotor (omzet usaha) yang belum dikurangi dengan biayabiaya. Omzet usaha ini sama dengan harga produk P dikalikan jumlah unit yang terjual: R = Pq. Biaya produksi C bergantung pada tingkat output (Rubinfeld dan Pindyck 2014). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. π(q) = R (q) − C(q) ......................................................................................(2) (secara eksplisit bahwa π, R, dan C bergantung pada tingkat output) Struktur permodalan, pengusaha kecil di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan modal usaha dari luar sebanyak 77 persen, sedangkan pengusaha mikro di Kabupaten Bogor hanya mencapai 17 persen. Hal ini mengidikasikan bahwa pengusaha mikro sangat rendah aksesibilitasnya terhadap lembaga pembiayaan. Alasan tidak menggunakan modal usaha dari luar adalah modal terbatas, sulit mengakses pinjaman ke bank, tidak memerlukan/tidak ingin, tidak memiliki informasi pinjaman modal dan bunga pinjaman tinggi. Pemanfaatan modal usaha dari luar oleh pengusaha UMK berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha (Prameswari 2014). Pemaparan di atas menunjukkan bahwa modal usaha yang bersifat fixed ataupun circulate memberikan dampak positif terhadap omzet usaha. Selain itu, modal usaha yang berasal dari luar perusahaan berpengaruh positif terhadap omzet usaha. Hal tersebut mengindikasikan bahwa modal usaha memiliki peran penting dalam perkembangan usaha yaitu peningkatan omzet usaha. Hubungan antara Faktor-faktor lain dengan Omzet Usaha a. Lamanya Usaha Pengalaman suatu usaha akan ditentukan oleh lama usaha yang dapat menentukan banyaknya langganan atau konsumen yang dimiliki. Jika konsumen yang dimiliki banyak dan permintaan konsumen dapat dipenuhi maka omzet usaha juga akan maksimum (Putra dan Sudirman 2015). Sementara itu, menurut Kusumawardani (2014) pengusaha yang memiliki jam terbang tinggi di dalam usahanya akan memiliki pengalaman, pengetahuan, serta mampu mengambil keputusan dalam setiap kondisi dan keadaan. Selain itu, pengusaha dengan pengalaman dan lama usaha yang lebih banyak, secara tidak langsung akan mendapatkan jaringan atau koneksi yang luas yang berguna dalam memasarkan produknya. Lama usaha memberikan pengaruh terhadap merek dan nama perusahaan, sehingga akan berdampak pada pertimbangan konsumen untuk membeli produk dari perusahaan tersebut (Saputri 2015). Kesimpulan dari pemaparan yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya, lama usaha akan menentukan banyaknya pengalaman, pengetahuan, dan pelanggan. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan omzet usaha yang di peroleh perusahaan. b. Jumlah Produksi Suatu perusahaan akan menghasilkan ouput yang dihasilkan dari proses produksi. Ramamarta (2013), membuktikan bahwa jumlah produksi suatu perusahaan akan meningkatkan omzet usaha yang diterima oleh perusahaan. Hasil
11 tersebut sesuai dengan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Asruni (2012), faktor produksi berpengaruh positif terhadap omzet usaha. Kesimpulan dari pemaparan yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, jumlah produksi akan menentukan banyaknya output yang siap dijual. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan omzet usaha yang di peroleh perusahaan. c. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan investasi dalam diri manusia. Pendidikan diyakini sangat berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, dan hal ini semestinya terkait dengan tingkat pandapatan seseorang. Artinya, secara ratarata makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin memungkinkan orang tersebut memperoleh hasil yang lebih tinggi (Tarigan 2006). Juwita dan Lestari (2013), berhasil membuktikan hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan. Hubungan yang terjadi pada tingkat pendidikan dan pendapatan adalah positif, dimana dengan adanya peningkatan pendidikan akan meningkatkan pendapatan yang diterima. Peningkatan pendidikan akan menciptakan peningkatan kemampuan kerja dan keahlian dalam bekerja (Wulandari 2015). Kesimpulan dari pemaparan yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, tingkat pendidikan akan menentukan kecakapan, kemampuan kerja, dan keahlian dalam menjalankan usaha. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan omzet yang di peroleh perusahaan.
Tinjauan Empiris Asruni (2012) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil dari penelitian ini adalah faktor pemasaran, finansial, SDM, produksi, teknologi, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap omzet UKM Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Selain itu, peneliti menemukan bahwa variabel finansial merupakan variabel yang memiliki kontribusi paling besar dibandingkan terhadap omzet usaha kecil dan menengah. Hal ini dilihat dari nilai t-hitung yang paling besar dengan variabel bebas lainnya. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Prisatya (2014), dengan menggunakan metode OLS mendapatkan hasil bahwa modal usaha memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap omzet usaha industri kecil dan menengah makanan ringan di Desa Talok. Para pemilik usaha Industri Kecil dan Menengah (IKM) makanan ringan menggunakan modal usaha yang bervariasi dalam menjalankan usahanya sesuai dengan kebutuhan produksi makanan ringan masing-masing industri. Pemilik usaha IKM yang menggunakan modal usaha dengan nilai besar memperoleh tingkat omzet usaha yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan modal usaha yang lebih kecil. Berdasarkan data primer yang diperoleh melalui kuisioner yang telah disebar ke 32 responden yaitu pengusaha keramik Kelurahan Dinoyo Kota Malang menunjukkan bahwa modal usaha memberikan pengaruh positif terhadap omzet usaha. Semakin besar modal usaha yang digunakan maka omzet usaha akan meningkat. Modal usaha merupakan input (faktor produksi) yang sangat penting
12 dalam menentukan tinggi rendahnya omzet usaha. Dari hasil ini disimpulkan bahwa besar kecilnya omzet maka akan mempengaruhi modal usaha yang akan digunakan selanjutnya (Wulandari 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Candora (2013), menunjukkan bahwa modal usaha berpengaruh positif dan signifikan, sehingga dapat meningkatkan tingkat omzet pengrajin batik kayu didusun Krebet. Semakin tinggi tingkat modal usaha yang dimiliki pengrajin maka semakin tinggi pula omzet yang diterima pengrajin, hal ini berarti bahwa apabila faktor modal usaha yang kurang atau tidak terpenuhi maka akan menyebabkan proses produksi tidak berjalan semestinya sehingga hasil yang ingin dicapai tidak terlaksana secara maksimal. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fitanto (2009) mengenai analisis pendapatan dan posisi bersaing pada klaster usaha kecil menengah (UKM) sepatu Kota Mojokerto. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah omzet UKM sepatu di Mojokerjo dipengaruhi oleh variabel jumlah tenaga kerja, modal usaha, dan keunggulan jaringan usaha. Modal usaha memiliki pengaruh positif terhadap omzet usaha sepatu di Kota Mojokerko. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penggunaan jenis modal usaha yang digunakan. Variabel modal usaha yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu fixed capital (modal tetap) dan circulate capital (modal kerja). Selanjutnya perbedaan pada objek kajian, dimana sektor yang menjadi kajian penelitian adalah sektor tekstil dengan subsektor konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor.
Kerangka Pemikiran Pembangunan sektor perekonomian di Indonesia melalui pengembangan UMKM merupakan hal utama yang perlu diprioritaskan agar membuat UMKM menjadi sektor yang unggul dan menjadi tumpuan bagi pembangunan. Pada perekonomian wilayah, kondisi UMKM di Kabupaten Bogor mulai menunjukkan adanya penyerapan tenaga kerja yang sangat besar dibandingkan dengan usaha berskala besar. Namun, UMKM tidak terlepas dari berbagai permasalahan, salah satu kendala yang sering dihadapi oleh pengusaha usaha mikro, kecil, dan menengah adalah masalah akses permodalan. Permasalahan modal usaha ini menjadi perhatian bagi pemerintah untuk melakukan bantuan pembiayaan, salah satunya dengan memberikan kemudahan akses pinjaman atau kredit bagi para UMKM. Pengembangan usaha yang dilaksanakan oleh UMKM membutuhkan modal usaha yang tidak sedikit dan dalam jangka waktu pendek ataupun panjang. Permodalan akan memengaruhi ukuran skala usaha dan kelancaran aktivitas kegiatan usaha yang nantinya akan mempengaruhi omzet usaha. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah modal usaha dapat berpengaruh terhadap omzet usaha. Pengaruh tersebut dapat dilihat dengan melakukan analisis regresi linear berganda. Rangkaian kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
13
Rekomendasi
UMKM Konveksi Pakaian Jadi
Kebutuhan Modal
Fixed Capital
Circulate Capital
Omzet Usaha
Faktor-faktor lain
Lama Usaha
Jumlah Produksi
Pendidikan
Gambar 1 Kerangka Pikiran
Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh permodalan dan faktor lain yang mempengaruhi omzet usaha, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut antara lain. 1. Jumlah modal usaha (fixed capital dan circulate capital) dan sumber modal usaha berpengaruh positif dan siginifkan terhadap peningkatan omzet usaha UMKM. 2. Faktor-faktor lain berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan omzet usaha UMKM. Faktor-faktor lain tersebut adalah lama usaha, tingkat pendidikan dan jumlah produksi.
14
METODE Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data Jenis data pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui wawancara dengan mengajukan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah di siapkan dan wawancara secara langsung mencakup karakteristik usaha dan pemilik perusahaan, omzet usaha dan permodalan usaha. Sasaran responden adalah para pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah yang bergerak di bidang konveksi pakain jadi di Kabupaten Bogor. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria skala usaha yaitu mikro, kecil, dan menengah. Penggunaan metode nonprobability sampling dikarenakan tidak adanya sampel frame dalam penelitian, sedangkan purposive sampling digunakan untuk mewakili skala usaha pada usaha UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Jumlah usaha mikro diwakilkan oleh 12 pelaku usaha, kecil 16 pelaku usaha, dan menengah sebanyak 2 pelaku usaha. Jumlah sampel yang dijadikan penelitian sebesar 30 responden dari jumlah populasi sebanyak 57 pelaku usaha. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 3 Februari 2016 sampai dengan 7 Maret 2016.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Model Regresi Linear Berganda Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode ordinary least square (OLS) dengan model regresi linear berganda. Pengolahan dilakukan dengan software eviews.9 dan bantuan Microsoft Excel 2013. Regresi linear berganda adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara dua atau lebih peubah bebas (X₁,X₂,....,Xn , independent variables) dan satu peubah tak bebas (Y, dependen variable). Jenis data yang akan di olah dalam penelitian adalah jenis data cross section. Persamaan model regresi linear berganda secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑋1𝑖 + 𝛽2𝑖 𝑋2𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑘 𝑋𝑘𝑖 + 𝜀𝑖 .........................................(3) Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai n untuk data contoh (sampel). Xki merupakan pengamatan kei untuk peubah bebas Xk . Koefisien β0 dapat dikatakan sebagai intersep model regresi sedangkan β1 , β2 , sampai β k merupakan kemiringan (slope) untuk setiap peubah bebas.
15 Menurut Juanda (2009), asumsi model regresi linear berganda sangat mirip dengan asumsi model regresi linear sederhana, yaitu. i. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan (5). ii. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas Xk (multikolinearitas). iii. a. komponen siaan 𝜀𝑖 mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(𝜀𝑖 ) = 0 dan Var(𝜀𝑖 ) = σ² (tidak mengalami heteroskedastisitas). b. tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar Siahaan 𝜀𝑖 sehingga Cov(𝜀𝑖 ,𝜀𝑗 ) = 0, untuk i≠j (tidak mengalami otokorelasi). c. komponen sisaan menyebar normal. Berdasarkan dalil Gauss-Markov, jika asumsi (i), (ii), dan (iiia) dan (iiib) terpenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS (ordinary least square) akan menghasilkan penduga tak bias linear terbaik (BLUE, Best Lienar Unbiased Estimator). Pengujian Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data kita memliki error term telah terdistribusi secara normal atau tidak. Uji ini dapat dilihat dari nilai probabilitas yang diperoleh pada uji normalitas jika menggunakan software eviews 9. Jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka dapat dinyatakan bahwa data menyebar normal. b. Uji t-statistik Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui apakah peubah bebas berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Apabila β ≠ 0 maka ketika nilai peubah bebas berubah maka nilai peubah tak bebas juga akan berubah, sedangkan β = 0 maka setiap perubahan nilai peubah bebas tidak akan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Secara umum hipotesis t-statistik dapat dituliskan sebagai berikut. H0 : β = 0 H1 : β ≠ 0 Suatu peubah bebas dikatakan tolak H0 apabila │t-hitung│ lebih besar dari pada t-tabel atau probabilitas (t-statistik) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka dinyatakan bahwa peubah bebas memengaruhi peubah terikat. c. Uji F-statistik Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui apakah peubah-peubah bebas yang digunakan dalam penelitian secara keseluruhan berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Secara umum hipotesis F-statistik dapat dituliskan sebagai berikut. H0 : σR2 = σe² (atau σR2 ≤ σe2 ) atau β = 0 2 2 atau β ≠ 0 H0 : σR > σe² (atau σR /σe2 > 1) Suatu peubah-peubah bebas dikatakan tolak H0 apabila F-hitung lebih besar dari pada F-tabel atau probabilitas (F-statistik) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka dinyatakan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas memengaruhi peubah terikat.
16
d. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah terbebasnya dari asumsi klasik yaitu masalah multikolinearitas. Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model regresi. Menurut Juanda (2009) suatu model yang memiliki peubah yang berkorelasi tinggi, dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS masih dapat diperoleh, akan tetapi interpretasi menjadi sulit. Hal itu dikarenakan, koefisien regresi dari peubah bebas (yang berkorelasi tersebut) diinterpretasi untuk mengukur peubah tak bebas karena perubahan peubah bebas tersebut, dengan asumsi nilai peubah bebas lainnya sama. Ketika perubahan terjadi pada suatu peubah bebas yang berkolinearitas, maka pengamatan peubah lainnya yang berpasangan kemungkinan akan berubah sesuai arah kolinearitasnya. e. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah terbebasnya dari asumsi klasik yaitu masalah heteroskedastisitas. Pada model regresi linear, ragam sisaan (εt ) sama atau homogen. Dengan pengertian lain, E(εi ²) = Var(εi ) = σ² untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Jika ragam sisaan tidak tidak sama atau E(εi ²) = 0 Var(εi ) = σi ² untuk tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam model regresi, maka model tersebut memiliki masalah heteroskedastisitas. Implikasi dari adanya heteroskedastisitas, pertama akan menyebabkan dugaan parameter koefisien regresi dengan metode OLS tetap tidak bias, dan masih konsisten, akan tetapi standar errornya bias ke bawah (underestimate) sehingga nilai t-statistik akan mengalami overestimate dan selang kepercayaan bagi parameter koefisien menjadi tidak benar, dan kedua adalah penduga OLS tidak efisien lagi.
Model dan Definisi Variabel Model Penelitian Penelitian ini menggunakan suatu model untuk melihat apakah peubahpeubah bebas (independen) akan mempengaruhi peubah tak bebas (dependen). Secara matematis, model regresi linear barganda pada penelitian ini sebagai berikut. LnYi = β0 + β1 LnFci + β2 LnCci + β3 LnQi + β4 LnTi + β5 LnEdui + β6 𝐷𝑢𝑚𝑚𝑦i + εi ............................................................................(4) Definisi Variabel 1. yi Pendapatan kotor atau omzet usaha per bulan yang diterima oleh produsen dalam bentuk uang (rupiah). Penelitian ini menggunakan omzet usaha untuk mengetahui apakah perusahaan tersebut tergolong pada skala usaha mikro, kecil, ataupun menengah. Selain itu, omzet usaha dapat melihat bagaimana perusahaan mampu memenuhi kebutuhan hidup (pemilik ataupun faktor-faktor produksi contohnya tenaga kerja) dan kelangsungan hidup usaha.
17
2.
Variabel modal usaha dibagi menjadi dua yaitu modal tetap dan modal kerja. Fci Modal usaha (modal tetap) yang bersifat unliquid yang digunakan perusahaan dalam menjalankan operasional jangka panjang minimal satu tahun. Contoh dari modal usaha ini adalah tanah, bangunan, mesin produksi, alat transportasi, peralatan kantor, dan lain-lain (dalam satuan rupiah). Cci
Modal usaha berupa uang yang digunakan sebagai biaya operasional jangka pendek kurang dari satu tahun. Modal ini dapat dikatakan sebagai circulating capital atau modal kerja (misal upah tenaga kerja, bahan mentah, dan sarana produksi) (dalam satuan rupiah per bulan).
3.
𝐷𝑢𝑚𝑚𝑦𝑖
Sumber modal pada capital fixed, dimananilai 1 untuk sumber modal yang berasal dari luar perusahaan (pinjaman lembaga keuangan/hibah Pemerintah). Nilai 0 untuk sumber modal yang berasal dari dalam perusahaan.
4.
Qi
Jumlah total output yang dihasilkan oleh suatu perusahaan per bulan yang berkaitan langsung dengan produksi pakaian (dalam satuan unit).
5.
Ti
Lama Usaha yang telah dilalui oleh perusahaan dihitung dari awal berdirinya perusahaan di tempat tersebut (dalam satuan tahun).
6.
Edui
Pendidikan formal yang telah dilalui oleh pemilik perusahaan. Dalam hal ini, waktu yang digunakan untuk menempuh pendidikan tersebut (dalam satuan tahun).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik UMKM Konveksi Pakaian Jadi Gambaran Umum Lokasi Usaha Usaha konveksi yang ada di Kabupaten Bogor tersebar di berbagai wilayah kecamatan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, usaha konveksi berjumlah sekitar 57 perusahaan yang tersebar di 19 kecamatan (Gambar 2). Berdasarkan Gambar 2, jumlah konveksi pakaian jadi terbanyak adalah Kecamatan Cibinong yaitu 12 perusahaan. Banyaknya jumlah usaha konveksi pakaian jadi tersebut dapat disebabkan oleh wilayah Kecamatan Cibinong merupakan pusat perbelanjaan, dan pusat pemerintahan. Selain itu, Kecamatan Cibinong dapat dilalui oleh lintas transportasi menuju Jakarta, Bekasi, Tengerang, dan Depok, sehingga jumlah usaha konveksi lebih banyak dibandingkan dengan wilayah lainnya.
18 Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Dramaga memiliki jumlah UMKM konveksi pakaian jadi di urutan ke-2 dan ke-3 dengan jumlah masing-masing 9 dan 6 pelaku usaha. Jumlah tersebut didukung oleh dekatnya perusahaan dengan institusi pendidikan, salah satunya adalah Institut Pertanian Bogor. Pemilik usaha menyakini bahwa membangun perusahaan dekat dengan institusi pendidikan lebih memiliki peluang yang tinggi untuk mendapatkan konsumen dibandingkan dengan wilayah lainya. 12 10 8 6
12 9
4
6 2
4 2
3
2
2
2
2
1
0
1
2
3 1
1
1
1
2
Gambar 2 Sebaran UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Skala Usaha Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, dari 30 responden UMKM yang berhasil diwawancara, UMKM yang memiliki karakteristik skala usaha terbanyak adalah berskala usaha kecil yaitu 57 persen atau 16 pelaku usaha, dimana usaha kecil memiliki omzet usaha yang diperoleh lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan 2,5 miliar rupiah per tahun. Perusahaan skala usaha mikro dengan omzet usaha kurang dari 300 juta rupiah per tahun sebanyak 12 pelaku usaha atau 40 persen. Perusahaan berskala menengah dengan omzet usaha lebih dari 2,5 miliar rupiah per tahun hanya 7 persen atau 2 pelaku usaha. Karakteristik tersebut digolongkan berdasarkan omzet usaha yang diterima oleh perusahaan selama satu tahun. 7% 40% 53%
Mikro
Kecil
Menengah
Gambar 3 Persentase Proporsi Skala UMKM Konveksi Pakaian Jadi dalam Penelitian
19 Berdasarkan Tabel 5, dari 30 responden yang dijadikan sampel dalam penelitian, Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Ciampea memiliki 3 skala usaha pada usaha konveksi pakaian jadi yaitu mikro, kecil, dan menengah dengan jumlah masing-masing 9 pelaku usaha dan 6 pelaku usaha. Kecamatan Cibinong memiliki jumlah usaha mikro dan kecil yang lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu sebanyak 8 pelaku usaha. Kecamatan Tajur Halang, Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Parung, dan Kecamatan Cigombong hanya memiliki usaha konveksi pakaian jadi berskala mikro. Hal tersebut menunjukkan bahwa omzet yang diterima oleh masing-masing perusahaan kurang dari 300 juta rupiah per tahun. Sementara pelaku usaha konveksi pakaian jadi di Kecamatan Bojong Gede sudah mencapai skala usaha kecil dengan omzet lebih dari 300 juta rupiah dan kurang dari 2.5 miliar rupiah dengan jumlah 3 pelaku usaha. Tabel 5 Skala Usaha Konveksi Pakaian Jadi di Berbagai Kecamatan Kabupaten Bogor Tahun 2016 Kecamatan Mikro Kecil Menengah Total Cibinong 3 5 1 9 Ciampea 2 3 1 6 Dramaga 1 2 0 3 Sukaraja 1 1 0 2 Tajur Halang 1 0 0 1 Babakan Madang 1 0 0 1 Cibungbulang 1 1 0 2 Leuwi Sadeng 0 1 0 1 Cigombong 1 0 0 1 Parung 1 0 0 1 Bojong Gede 0 3 0 3 Total 12 16 2 30 Sumber: Data Primer (diolah 2016) Model Bisnis Usaha Konveksi Pakaian Jadi Konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor memiliki dua model bisnis usaha. Model yang pertama adalah perusahaan memproduksi pakaian secara langsung dan menjualnya kepada konsumen atau distributor. Model yang kedua, perusahaan memproduksi pakaian berdasarkan order dari konsumen. Perusahaan tersebut hanya akan berproduksi ketika order dari konsumen masuk pada perusahaan. Model yang kedua lebih banyak digunakan pada usaha konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor yaitu 86.67 persen atau 26 pelaku usaha. Sementara 13.33 persen atau 4 pelaku usaha memiliki kedua model usaha tersebut dimana perusahaan memproduksi pakaian setiap bulannya dan menerima order dari konsumen. Produk pakaian yang dihasilkan dari usaha konveksi pakaian jadi sangat beragam yaitu, seragam kantor atau sekolah, kaos, kemeja, jaket, jas, sweter, topi, busana muslimah, celana jeans. Rata-rata konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor menerima order dan memproduksi pakaian seragam kantor dan sekolah, kaos olahraga atau kaos partai, jaket, dan sweter. Hal tersebut disebabkan oleh permintaan produk tersebut lebih tinggi dibandingkan produk pakaian lainnya. Perusahaan-perusahan konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor sebagian besar memiliki mitra kerja dengan penyedia bahan baku. Hanya saja sifat dari mitra
20 tersebut tidak secara sah tertulis dan berbadan hukum. Mitra tersebut hanya berstatus sebagai langganan saat akan melakukan proses produksi. Selain bermitra dengan penyedia bahan baku, mereka juga memiliki mitra kerja kepada perusahaanperusahaan yang bergerak di bidang fashion maupun non-fashion dan lembaga pendidikan atau lembaga kesehatan. Penggunaan Mesin Produksi pada Usaha Konveksi Pakaian Jadi Penggunaan mesin produksi pada usaha mikro, kecil, dan menengah konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor sudah menggunakan mesin jahit berbasis listrik. Sementara kepemilikan mesin-mesin pendukung produksi lainnya bergantung pada tingkat kemampuan perusahaan untuk memiliki mesin tersebut contohnya adalah mesin obras, neci, lubang kancing dan pemasang kancing, potong, overdeck, bordir, sablon, dan mesin lainnya. Pada perusahaan yang memiliki umur yang cukup tua yaitu lebih dari 12 tahun, rata-rata mereka masih menggunakan mesin pendukung yang tradisional, sedangkan perusahaan yang tergolong muda sudah menggunakan mesin pendukung yang berteknologi komputer. Mesin-mesin yang memiliki peningkatan teknologi adalah mesin bordir dan sablon berbasis komputer. Mesinmesin tersebut akan menciptakan efisiensi dalam proses produksi serta peningkatan kualitas. Rata-rata usaha konveksi pakaian jadi memiliki mesin produksi dan mesin pendukung produksi sebanyak 14 unit, sedangkan untuk minimal mesin yang dimiliki adalah 3 unit dan maksimal 51 unit. Kepemilikan jumlah mesin bergantung pada tingkat kemampuan perusahaan dan kebutuhan perusahaan terhadap mesinmesin tersebut. Umur perusahaan akan mempengaruhi umur mesin produksi dan mesin pendukung produksi, sehingga perusahaan yang cukup tua harus memperbaharui mesin-mesin tersebut agar produktivitas dan kualitas output tidak menurun. Pada hasil observasi, perusahaan yang memiliki usia yang cukup tua tidak memperbaharui mesin-mesin tersebut. Perusahaan-perusahaan yang tergolong dewasa kurang dari 12 tahun lebih memilih untuk memperbaharui serta menambah mesin-mesin terutama pada mesin pendukung produksi. Mesin-mesin pendukung tersebut digunakan untuk meningkatkan variasi dan kualitas produk. Jam Kerja, Tenaga Kerja, dan Upah Tenaga Kerja Pada usaha mikro, kecil, dan menengah memiliki jam kerja yang relatif sama setiap perusahaannya dengan rata-rata 9.5 jam per hari dan bekerja dalam satu bulan 26 hari kerja. Jam kerja tersebut hanya menggambarkan seberapa lama perusahaan membuka hingga menutup usahanya dalam satu hari. Jam kerja secara rill tidak dapat dipastikan karena jam kerja tersebut masih bergantung pada tingkat order konsumen. Jam kerja tersebut bersifat flexible, dimana perusahaan tersebut dapat memperpanjang jam kerja (lembur) jika terdapat peningkatan jumlah order konsumen. Sementara ketika order konsumen sedang mengalami penurunan, maka jam kerja rill akan semakin berkurang dan jam kerja nominal akan tetap. Pada suatu usaha termasuk usaha konveksi pakaian jadi tentunya memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja dibutuhkan untuk menjalankan mesinmesin produksi dan operasional. Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa ratarata penggunaan tenaga kerja pada skala mikro usaha konveksi pakaian jadi sebanyak 3 orang pekerja, dengan minimal tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 1 orang pekerja. Skala usaha kecil memiliki rata-rata jumlah pekerja sebanyak 12
21 orang pekerja dan minimal tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 4 orang pekerja. Sementara untuk skala usaha menengah memiliki rata-rata jumlah pekerja sebanyak 30 orang pekerja, dengan minimal jumlah tenaga kerja yang tersedia sebanyak 30 orang pekerja. Tabel 6 Jumlah Tenaga Kerja Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Tenaga Kerja (Jiwa) Nilai Mikro Kecil Menengah Nilai Minimum 1 4 30 4 Nilai Maksimum 50 30 Rata-rata 3 12 30 Sumber: Data Primer (diolah) Berdasarkan Tabel 6, meskipun jumlah tenaga kerja yang digunakan relatif besar tetapi tidak menentukan bahwa usaha tersebut tergolong pada skala usaha yang lebih tinggi. Hal tersebut terlihat pada jumlah maksimum tenaga kerja yang digunakan pada skala usaha kecil lebih banyak dibandingkan dengan jumlah maksimum tenaga kerja skala usaha menengah dengan perbandingan 5 : 3. Perbedaan tersebut disebabkan oleh produktivitas tenaga kerja pada skala usaha menengah lebih unggul dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja pada skala usaha kecil. Perbedaan produktivitas disebabkan oleh management controlling dan reward berupa upah pekerja pada skala usaha menengah lebih baik dari skala usaha kecil yang menggunakan tenaga kerja sebanyak 50 orang pekerja. Kontrol manajemen pada UMKM konveksi pakaian jadi yang baik adalah pemilik usaha secara langsung mengawasi kinerja pekerja perusahaannya sehingga produktivitas tenaga kerja lebih terjaga. 7%
13%
20%
7% 10%
43%
W < Rp1 Juta Rp2 Juta > W ≥ Rp1 Juta Rp2.6 Juta > W ≥ Rp2 Juta Rp3 Juta > W ≥ Rp2.6 Juta Rp4 Juta > W ≥ Rp3 Juta Rp5 Juta > W ≥ Rp4 Juta
Gambar 4 Upah Pekerja pada Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Pada usaha UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor, tingkat upah pekerja relatif berbeda di setiap perusahaan. Berdasarkan Gambar 4, upah pekerja (W) yang diterima masih berada di bawah 2 juta rupiah per bulan yaitu sebesar 57 persen atau 17 responden. Jika mengacu pada upah minimum regional (UMR) Kabupaten Bogor, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadinsosnakertrans) Kabupaten Bogor yaitu Yos Sudrajat menjelaskan bahwa upah pada sektor tekstil khususnya untuk industri garment berada pada tingkat 2.6
22 juta rupiah per bulan (Ningsih 2015). Hal ini menunjukkan bahwa upah UMKM konveksi masih berada di bawah upah minimum regional Kabupaten Bogor pada industri garment yang telah di tetapkan yaitu sebanyak 20 perusahaan atau 66 persen. Sementara 27 persen (8 perusahaan) konveksi pakaian jadi sudah mampu memberikan upah pekerja lebih dari 3 juta rupiah per bulan. Kepemilikan Tempat dan Surat Izin Usaha Berdasarkan Gambar 5, kepemilikan bangunan tempat usaha perusahaan mikro, kecil, dan menengah usaha konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor mayoritas adalah berstatus sewa dengan jumlah 18 responden atau 60 persen dengan rata-rata nilai sewa Rp950 000 per bulan. Sementara 30 persen sudah berstatus pribadi yang di bangun berdekatan dengan tempat rumah tinggal pemilik usaha. Sisanya 10 persen pemilik usaha membeli bangunan tempat usaha tersebut dengan cara angsuran dengan rata-rata nilai angsuran Rp7 250 000 per bulan. 10% 30% 60%
Membeli Milik Sendiri Sewa
Gambar 5 Persentase Status Kepemilikan Tempat Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Usaha mikro, kecil, dan menengah konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor secara rata-rata sudah memiliki surat izin usaha. Surat izin usaha tersebut secara sah tertulis dikeluarkan oleh pihak kecamatan. Sebanyak 19 perusahaan atau 63.33 persen sudah memiliki izin usaha dan 11 atau 36.67 belum memiliki surat izin usaha. Sementara 23.33 persen (7 perusahaan) sudah berbadan usaha yaitu Commanditaire Vennootschaap (CV) atau perseroan komanditer. Usia Pemilik Usaha Berdasarkan usia, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 6, usia pemilik usaha konveksi mayoritas berusia 36 sampai dengan 42 tahun dengan jumlah 8 responden (27 persen). Pemilik perusahaan yang paling sedikit berusia 57 tahun sampai dengan 63 tahun sebanyak 1 responden (3 persen). Menurut pemilik usaha konveksi, mereka belum pernah mendapatkan sebuah pelatihan kewirausaan baik dari pemerintah maupun lembaga lainnya. Namun, tujuh responden pernah mendapatkan pelatihan kewirausahaan ketika mereka sedang melakukan pembelajaran di sekolah, lembaga, maupun dari pihak pemerintah. Sementara pekerja usaha konveksi pakaian jadi belum pernah mendapatkan pelatihan apapun dari pemerintah ataupun pihak-pihak terkait, tetapi mereka sudah memiliki kemampuan dalam bidang menjahit pakaian.
23
3% 20%
22-28
20%
29-35 17%
13%
36-42 43-49 50-56
27%
57-63
Gambar 6 Persentase Usia Pemilik Perusahaan UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Jenis Kelamin Pemilik Usaha Berdasarkan jenis kelamin (Gambar 7), pemilik usaha konveksi didominasi oleh pemilik usaha berjenis kelamin laki-laki yaitu 87 persen atau 26 responden. Pemilik perusahaan berjenis kelamin perempuan hanya 13 persen atau 4 responden. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kemampuan dalam mengelola perusahaan di bidang fashion (busana). Pemilik perusahaan rata-rata sudah memiliki kemampuan di bidang tekstil khususnya kemampuan dalam menjahit.
13%
87%
Laki-laki
Perempuan
Gambar 7 Persentase Jenis Kelamin Pemilik Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 Kondisi Modal Usaha dan Omzet Usaha Konveksi Pakaian Jadi 1. Kondisi Modal Tetap Pada awal pendirian modal tetap (fixed capital) perusahaan bergantung pada kemampuan yang dimiliki oleh para pendirinya. Tetapi, tidak menutup kemungkin modal awal tetap dapat bersumber dari pinjaman baik dari lembaga keuangan, kerabat, dan investor. Modal awal tetap digunakan untuk membeli peralatan produksi contohnya adalah mesin produksi, lahan, dan bangunan perusahaan. Sebanyak 24 pemilik perusahaan usaha konveksi memiliki modal awal tetap murni bersumber dari modal pribadinya. Sementara itu, sisanya 6 pemilik usaha bersumber dari kombinasi antara modal pribadi dengan modal pinjaman. Pinjaman tersebut berasal dari lembaga keuangan, kerabat, dan investor.
24 24 25 20 15 10
3
2
5
1
0 Pribadi
Kerabat
Lembaga keuangan
Investor
Gambar 8 Sumber Awal Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Setelah perusahaan berkembang, kegiatan operasi telah berjalan dengan lancar dan perusahaan sudah lebih dikenal, peningkatan modal tetap sangat penting dalam menjalankan operasinya. Berdasarkan hasil observasi, 22 responden melakukan peningkatan modal tetap yang digunakan untuk meningkatkan kapasitas perusahaan (Perluasan bangunan perusahaan dan peningkatan jumlah mesin produksi), pembelian alat distribusi contohnya kendaraan bermotor (mobil dan motor), dan peralatan kantor (komputer/laptop). Delapan responden belum meningkatkan modal tetapnya, dikarenakan masih tergolong usaha baru atau terbatasnya kemampuan perusahaan dalam peningkatan modal tetap. Tiga belas responden mendapatkan tambahan modal tetap dari luar yaitu dari lembaga keuangan dan hibah dari pemerintah. Sembilan responden menggunakan modal perusahaan secara berkala untuk melakukan pengembangan usaha. 11
12 10
9 8
8 6 4
2
2 0 Pribadi
Lembaga keuangan
Pemerintah
Tanpa Peningkatan
Gambar 9 Sumber Tambahan Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Berbagai keterangan dikemukakan oleh para pemilik usaha yang telah mendapat pinjaman maupun oleh perusahaan yang belum mendapatkan pinjaman. Menurut para pelaku usaha, mereka mendapatkan modal pinjaman dari lembaga keuangan perbankan dikarenakan kinerja karyawan, siklus produksi, dan memiliki proposal pengajuan pinjaman yang baik. Selain itu, alasan lainnya adalah memiliki jaminan yang tinggi sehingga lembaga perbankan dapat memberikan pinjaman tersebut. Lembaga keuangan non-perbankan secara langsung menawarkan kepada
25 pemilik usaha konveksi. Hibah dari pemerintah merupakan apresiasi kepada pemilik usaha muda mandiri. Alasan perusahaan konveksi yang tidak mendapatkan atau tidak mengajukan pinjaman dikarenakan mereka belum memiliki rencana untuk meminjam. Selain itu, mereka khawatir pinjaman tersebut tidak mampu untuk dikembalikan dan mereka tidak memiliki jaminan yang kuat untuk meminjam. Sementara perusahaan yang tidak meningkatkan modal tetapnya dikarenakan usaha mereka masih tergolong baru dan tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan modal tetapnya serta tidak memiliki akses terhadap lembaga keuangan. Berdasarkan Tabel 7, modal tetap dalam menjalankan usaha konveksi pakaian jadi sangatlah beragam. Rata-rata modal tetap pada usaha konveksi berskala mikro sebesar 18.6 juta rupiah. Pada usaha kecil dan menengah memiliki rata-rata modal tetap sebesar 277.7 juta rupiah dan 1 miliar rupiah. Pada skala usaha mikro minimal modal tetap (fixed capital) yang di investasikan pada operasional jangka panjang sebesar 8 juta rupiah dan maksimum 30 juta rupiah. Pada usaha konveksi berskala kecil minimal modal tetap yang digunakan adalah 20 juta rupiah dan maksimum 900 juta rupiah. Pada skala usaha menengah, minimal modal tetap yang digunakan adalah 1 miliar rupiah dan maksimum 1.1 miliar rupiah. Perbedaaan modal tetap bergantung pada kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kapasitas perusahaan serta akses kepada lembaga keuangan. Perusahaan yang memiliki akses kepada lembaga keuangan akan lebih mudah untuk meningkatkan modal tetapnya. Perusahaan yang tidak memiliki akses kepada lembaga keuangan akan sulit untuk meningkatkan modal tetap secara cepat karena hanya mengandalkan uang dari dalam perusahaan. Tabel 7 Modal Tetap UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah) Skala Usaha Mikro Nilai Modal Tetap Nilai Minimum 8 000 000 30 000 000 Nilai Maksimum Rata-rata
18 616 567 Skala Usaha Kecil Nilai
Modal Tetap
Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata
20 000 000 900 000 000 277 725 000 Skala Usaha Menengah
Nilai Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Sumber : Data Primer (diolah)
Modal tetap 1 000 000 000 1 100 350 000 1 050 175 000
26 2. Kondisi Modal Kerja Kondisi modal kerja (circulate capital) suatu perusahaan konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor relatif beragam. Berdasarkan Tabel 8, rata-rata modal kerja yang harus disediakan oleh pemilik usaha untuk membiayai atau investasi operasional jangka pendek pada skala usaha mikro adalah 8 juta rupiah. Rata-rata modal kerja untuk skala usaha kecil dan menengah adalah 57.8 juta rupiah dan 297.6 juta rupiah. Pada usaha konveksi berskala mikro, minimal modal kerja yang digunakan sebesar 1.1 juta rupiah dan maksimum 16.7 juta rupiah. Pada usaha berskala kecil minimal modal kerja sebesar 25.2 juta rupiah dan maksimal 150 juta rupiah. Pada skala usaha menengah, minimal modal kerja yang digunakan sebesar 260.5 juta rupiah dan maksimum 334.8 juta rupiah. Modal kerja yang diinvestasikan pada operasional jangka pendek pada usaha konveksi adalah pengadaan bahan baku, bahan penolong, tenaga kerja, listrik, sewa bangunan (bagi perusahaan yang sewa tempat usaha), transportasi, dan operasional jangka pendek lainnya. Sebagian modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh uang muka yang diterima dari konsumen, khususnya modal kerja yang digunakan untuk membeli bahan baku. Perusahaan akan bekerja setelah mereka mendapatkan uang muka yang didapatkan dari konsumen. Uang muka tersebut bervariasi tergantung dari kesepakan antara pemilik perusahaan dengan konsumen. Rata-rata konsumen membayarkan uang muka sebesar 50 persen sampai dengan 70 persen kepada pemilik usaha. Tabel 8 Modal Kerja UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah/bulan) Skala Usaha Mikro Nilai
Modal Kerja
Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata
1 100 000 16 782 000 8 034 917 Skala Usaha Kecil Nilai
Modal Kerja
Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata
25 260 000 150 000 000 57 850 813 Skala Usaha Menengah Nilai
Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Sumber: Data primer (diolah)
Modal Kerja 260 500 000 334 800 000 297 650 000
Konsumen yang tidak memberikan uang muka kepada produsen konveksi dapat memberikan dalam bentuk bahan baku, sehingga perusahaan konveksi akan langsung mengolahnya menjadi pakaian jadi. Akan tetapi, ada saja konsumen yang tidak memberikan uang muka ataupun bahan baku, sehingga perusahaan harus menyediakan modal kerja yang sangat besar untuk menghasilkan pakaian tersebut. Perusahaan yang memiliki modal usaha (fixed capital dan circulate capital) yang kecil sulit untuk mendapatkan proyek dari konsumen berskala yang besar. Hal
27 tersebut dikarenakan kapasitas produksi yang masih kecil, sehingga proses produksi akan semakin lama. Perusahaan tersebut hanya akan mendapatkan sisa-sisa proyek yang tidak dapat dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki modal yang lebih besar dari mereka. Modal tetap dan modal kerja memiliki peran yang berbeda dalam suatu perusahaan. Peranan modal kerja atau circulate capital dalam perusahaan konveksi pakaian jadi adalah sebagai faktor produksi yang dapat merubah input produksi menjadi barang jadi atau output dan kelancaran operasional. Sementara, peranan modal tetap (fixed capital) adalah sebagai media pendukung dalam proses produksi. Tujuan akhir dari kedua modal tersebut menciptakan suatu output yang maksimal yang nantinya akan menciptakan omzet usaha optimal. 3. Kondisi Omzet Usaha Omzet usaha pada perusahaan konveksi pakaian jadi sangat beragam. Ratarata omzet usaha pada skala usaha mikro sebesar 8 juta rupiah per bulan, skala kecil sebesar 70.5 juta rupiah per bulan, dan skala menengah sebesar 375 juta rupiah per bulan. Pada usaha konveksi berskala mikro, minimal omzet usaha yang diperoleh sebesar 2 juta rupiah dan maksimum 16.7 juta rupiah. Pada usaha berskala kecil minimal omzet usaha sebesar 28 juta rupiah dan maksimal 160 juta rupiah. Pada skala usaha menengah, minimal omzet usaha yang diperoleh sebesar 350 juta rupiah dan maksimum 375 juta rupiah. Omzet usaha bergantung pada kemampuan perusahaan dapat berproduksi secara efisien. Jika perusahaan mampu menciptakan efisiensi, perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Perusahaan tersebut dapat menawarkan dengan harga yang murah kepada konsumen jika efisiensi dapat tercapai. Tabel 9 Omzet Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor (rupiah) Skala Usaha Mikro Nilai Omzet per bulan Omzet pertahun Nilai Minimum 2 000 000 24 000 000 Nilai Maksimum 16 782 000 201 384 000 Rata-rata 8 034 917 96 419 000 Skala Usaha Kecil Nilai Omzet per bulan Omzet pertahun Nilai Minimum 28 000 000 336 000 000 Nilai Maksimum 160 000 000 1 920 000 000 Rata-rata 70 559 375 846 712 500 Skala Usaha Menengah Nilai Omzet per bulan Omzet pertahun Nilai Minimum 350 000 000 4 200 000 000 Nilai Maksimum 400 000 000 4 800 000 000 Rata-rata 375 000 000 4 500 000 000 Sumber : Data primer (diolah) Sistem produksi pada usaha konveksi pakaian jadi adalah made by order atau dibuat berdasarkan pesanan konsumen yang masuk kepada perusahaan, setelah itu
28 baru produsen akan melakukan proses produksi. Sebagian besar konsumen merupakan konsumen menengah, dimana konsumen tersebut akan menjual kembali kepada konsumen akhir. Secara rata-rata konsumen menengah adalah institusi (lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan lainnya) dan perusahaan fashion atau non-fashion yang menjual kembali produk tersebut kepada konsumen akhir (murid, guru, mahasiswa, dan pekerja perusahaan fashion atau non-fashion). Sebagian kecil perusahaan akan tetap memproduksi pakaian meskipun tidak ada order yang masuk kepada perusahaan. Pakaian tersebut akan dijual melalui media sosial dan outlet perusahaannya. Pada proses pendistribusian, perusahaan dan konsumen akan membuat kesepakatan untuk pengiriman produk. Jika jumlah order tergolong sedikit, konsumen akan mengambil secara langsung ke perusahaan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jika jumlah order banyak, konsumen tetap mengambil secara langsung ke perusahaan konveksi. Sementara perusahaan yang mendapat order dari luar pulau Jawa dapat memalui jasa pengiriman barang. Salah satu strategi pemasaran produk pada usaha konveksi pakaian jadi yaitu strategi pemasaran “mulut ke mulut”. Dalam hal ini melalui konsumen yang pernah melakukan order dengan produsen. Konsumen yang merasa puas dengan hasil produk yang dihasilkan oleh produsen konveksi pakaian jadi akan menyampaikan kembali kepada teman, kerabat, atau keluarga terdekatnya. Selain itu, pegawai yang bekerja di perusahaan maupun keluarga terdekat pemilik perusahaan ikut serta dalam mempromosikan produk perusahaan kepada konsumen terdekatnya. Sedikit dari mereka yaitu 7 responden telah memasarkan produk melalui media sosial dan media online berbayar. Pada aspek pemasaran, perusahaan-perusahaan konveksi di Kabupaten Bogor memiliki jangkauan yang cukup luas yaitu wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sedikitnya dari mereka yaitu 5 perusahaan sudah mampu memasarkan produknya ke luar Jawa yaitu wilayah Papua, Sumatera, Kalimantan dan 1 perusahaan ekspor ke luar Indonesia seperti Hongkong, Singapura, dan Jepang. Mereka memasarkan produknya melalui kerabat atau teman dekat mereka yang tinggal di wilayah luar Jawa dan luar Indonesia. Kondisi Faktor Lainnya 1. Kondisi Tingkat Pendidikan Pemilik Usaha Pemilik usaha merupakan orang yang memiliki peran penting dalam penentuan target perusahaan. Pemilik usaha bertugas dalam proses hubungan transaksi dengan para konsumen. Berdasarkan tingkat pendidikan, pemilik usaha konveksi di Kabupaten Bogor berada pada tingkat sekolah dasar dan sekolah mengengah atas atau sederajat dengan jumlah masing-masing 9 responden atau 30 persen. Lulusan sarjana berada hanya 20 persen atau 6 responden. Pendidikan pemilik usaha terendah adalah pendidikan tingkat sekolah dasar, akan tetapi berhenti sekolah pada saat kelas tiga karena keterbatasan dana. Pemilik usaha dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung memilih untuk mendirikan sebuah usaha konveksi pakaian jadi. Pemilik usaha tersebut memiliki keahlian usaha dibidang tekstil yang berawal dari pekerjaan di sebuah perusahaan garment. Pemilik usaha dengan tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sekolah menengah atas sampai dengan perguruan tinggi memulai usaha konveksi pakaian jadi disebabkan oleh ketertarikannya dalam produk fashion yang selalu berkembang.
29
20%
3% 30%
Tidak tamat SD Lulusan SD Lulusan SMP
30% 17%
Lulusan SMA Lulusan Sarjana
Gambar 10 Persentase Pendidikan Pemilik Perusahaan UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 2. Kondisi Lamanya Usaha Lamanya usaha responden dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut hasil observasi, rata-rata lama usaha responden adalah 7.8 tahun. Lamanya usaha responden yang paling baru telah berjalan selama 0.25 tahun, sedangkan usaha yang sudah lama berdiri telah berjalan selama 35 tahun. Pada usia perusahaan yang lebih dari rata-rata mereka merupakan perusahaan-perusahaan berskala mikro. Namun, seiringnya waktu mereka yang mampu bertahan dan berkembang hingga saat ini. Secara rata-rata, perusahaan-perusahaan tersebut mampu meningkatkan level usahanya hingga tahap skala usaha kecil dan menengah. 7.8 <
43% 57%
> 7.8
Min = 0.25 Max = 35 Average = 7.8
Gambar 11 Persentase Lamanya Usaha UMKM Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor Tahun 2016 3. Kondisi Jumlah Produksi Jumlah produksi pakaian per bulan setiap perusahaan relatif beragam. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan kapasitas perusahaan dalam menghasilkan suatu output. Selain itu, jumlah produksi yang dihasilkan per bulan akan setara dengan jumlah pakaian yang terjual. Berdasarkan Tabel 10, rata-rata jumlah produksi pada skala usaha mikro sebesar 357 unit pakaian. Pada usaha kecil dan menengah rata-rata jumlah produksi sebesar 1 774 unit pakaian dan 12 084 unit pakaian per bulan. Pada usaha mikro, produksi minimum sebesar 70 unit pakaian per bulan dan maksimum 600 unit pakaian per bulan. Pada usaha konveksi berskala kecil, produksi minimum yang dihasilkan sebesar 540 unit pakaian per bulan dan maksimum 10 000 unit pakaian per bulan. Pada usaha berskala menengah, produksi minimum per bulan sebesar 4 667 unit pakaian dan maksimum 19 500 unit pakaian per bulan.
30 Tabel 10 Jumlah Produksi UMKM Konveksi Pakaian (unit/bulan) Skala Usaha Mikro Nilai Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Skala Usaha Kecil Nilai Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Skala Usaha Menengah Nilai Nilai Minimum Nilai Maksimum Rata-rata Sumber: Data Primer (diolah)
Jadi di Kabupaten Bogor
Produksi 70 600 357 Produksi 540 10 000 1 774 Produksi 4 667 19 500 12 084
Berdasarkan Tabel 10, perusahaan yang memproduksi banyak pakaian setiap bulannya tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan masuk dalam kategori usaha yang tinggi. Hal tersebut terlihat pada nilai maksimum output pada skala usaha mikro yaitu 600 unit memiliki kategori usaha yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai minimum skala usaha kecil yaitu 540 unit. Hal tersebut disebabkan oleh faktor harga dimana harga satuan produk pada usaha mikro lebih kecil di bandingkan pada skala usaha kecil.
Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha Menurut Juanda (2009), sebelum melakukan pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dan pengujian masing-masing koefisien regresi (uji-t) harus melakukan pengujian asumsi-asumsi model regresi tersebut. Pengujian tersebut meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat nilai p-value pada uji normalitas. Berdasarkan lampiran 1, nilai p-value lebih besar dari α (0.05) yaitu 0.80. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data memiliki error term yang terdistribusi secara normal. Selain itu, asumsi sampel dapat mewakili populasi dapat terpenuhi, sehingga hasil dapat digeneralisasikan pada populasi dan dapat dilanjutkan pada tahap uji-t dan uji-F. Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat peubah-peubah bebas tidak memiliki korelasi yang tinggi. Uji multikolinearitas dapat menggunakan uji Variance Inflation Factors (VIF). Multikolinearitas terjadi jika variabel bebas memiliki nilai VIF lebih dari 5. Berdasarkan Lampiran 2, nilai VIF peubah bebas tidak ada yang memiliki nilai yang lebih besar dari 5. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas. Pengujian yang terakhir yang dilakukan adalah uji heteroskedastisitas. Pengujian asumsi ini dilakuakan dengan uji White. Berdasarkan lampiran 3, nilai prob-Chi-Square lebih
31 besar dari α (0.05) yaitu 0.90 atau terima H0 . Hal tersebut berimplikasi ragam sisaan bersifat homogen atau tidak terjadinya heteroskedastisitas. Nilai t-statistik tidakakan mengalami overestimate dan selang kepercayaan bagi parameter koefisien menjadi benar, dan penduga OLS menjadi efisien. Setelah terpenuhinya asumsi-asumsi pada analisis regresi linear berganda. Analisis tersebut dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh modal usaha dan faktor lainnya terhadap omzet usaha UMKM konveksi di Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 11, nilai F-statistic lebih besar dari nilai F-tabel (dbr,dbe) yaitu 131.33 > 2.46 atau Prob(F-statistic) dengan nilai 0.00 lebih kecil dari α (5 persen) yang menandakan uji F tolak H0 . Dari uji F tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel independen mempunyai pengaruh secara bersamaan terhadap variabel dependen. Nilai R² atau koefisien determinasi (Goodness of Fit) sebesar 0.9716 menunjukkan bahwa proporsi keragaman omzet usaha dapat dijelaskan oleh viabel-variabel bebas yaitu jumlah fixed capital, jumlah circulate capital, sumber fixed Capital perusahaan, lamanya usaha, tingkat pendidikan pemilik usaha, dan jumlah produksi sebesar 97.16 persen. Sisanya dapat dijelaskan oleh variabelvariabel lain di luar model sebesar 2.84 persen. Tabel 11 Hasil Pengujian Statistik Regresi Linear Berganda Variabel Koefisien t-statistik Konstanta 1.844 2.534 Ln FC (Fixed Capital) 0.129 2.082 Ln CC (Circulate Capital) 0.706 10.749 Dummy₁ (Sumber Fixed 0.180 1.615 Capital) Ln T (Lama Usaha) -0.002 -0.046 Ln Q (Jumlah Produksi) 0.132 2.161 Ln Edu (Pendidikan 0.409 0.392 Pemilik Usaha) R² = 0.9716 : *** Taraf nyata 1%
F (Statistic) = 131.336
P-Value 0.0185 0.04** 0.0*** 0.1199 0.9631 0.04** 0.6986 Prob = 0.0000
: ** Taraf nyata 5%
Pengaruh Modal Tetap terhadap Omzet Usaha Berdasarkan Tabel 11, nilai koefisien regresi modal tetap atau fixed capital (Ln FC) sebesar 0.219. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah modal tetap sebesar 1 persen akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.219 persen dengan asumsi cateris paribus. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel modal tetap berpengaruh positif terhadap omzet usaha konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai prob-t statistic kurang dari α (5 persen). Perusahaan-perusahaan yang memiliki modal tetap yang besar akan memperoleh omzet usaha yang besar pula. Modal tetap yang digunakan untuk pengadaan operasional jangka panjang suatu perusahaan yang bersifat unliquid seperti tanah, mesin, bangunan, komputer/laptop, kendaraan dan lain-lain. Penambahan modal tetap akan meningkatkan kapasitas perusahaan, kapasitas produksi, kecepatan produksi, dan variasi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Konsumen biasanya memilih produsen yang dapat mengerjakan berbagai
32 model pakaian. Selain itu konsumen menginginkan kecepatan dan kualitas yang baik. Bagi perusahaan dengan modal tetap yang kecil, hal tersebut merupakan kelemahan karena terbatasnya kemampuan produksi dan teknologi yang mendukung. Selain itu, konsumen akan melihat kondisi fisik perusahaan (seperti bangunan dan mesin) yang menjadi tujuan pemesanan. Adanya pengaruh jumlah modal tetap terhadap omzet usaha sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kusumawardani (2014), yaitu modal tetap memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap omzet usaha. Pengaruh Modal Kerja terhadap Omzet Usaha Berdasarkan Tabel 11, nilai koefisien regresi modal kerja atau circulate capital (Ln CC) sebesar 0.706. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah modal kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.709 persen dengan asumsi cateris paribus. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel modal kerja berpengaruh positif terhadap omzet usaha konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai prob t-statistic kurang dari α (1 persen). Modal kerja (circulate capital) memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan modal tetap atau fixed capital. Hal tersebut dikarenakan modal kerja merupakan modal yang berputar dalam proses produksi maupun operasional, sehingga dengan adanya tambahan modal kerja dapat memperlancar proses produksi. Sementara modal tetap merupakan modal pendukung dalam aktivitas produksi. Perusahaan dengan modal kerja yang besar akan memiliki dampak positif terhadap omzet usaha yang diterimanya. Modal kerja yang diinvestasikan pada bahan baku, tangga kerja, sewa bangunan, listrik dan lainnya akan memberikan kemampuan perusahaan dalam memproduksi output disaat konsumen akan melakukan pemesanan pakaian. Pada saat konsumen memesan pakaian dengan jumlah yang banyak, perusahaan sudah siap dengan modal kerja yang dimilikinya. Meskipun konsumen tidak memberikan uang muka di awal kesepakatan, dan keterlambatan pemabayaran oleh konsumen perusahaan tersebut tetap dapat berproduksi dan memenuhi pemesanan konsumen tanpa adanya hambatan modal kerja. Adanya pengaruh jumlah modal kerja terhadap omzet usaha sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Supriadi dan Puspitasari (2012), yaitu modal kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap omzet usaha. Pengaruh Sumber Modal Tetap terhadap Omzet Usaha Sumber modal tetap tidak memberikan pengaruh nyata terhadap omzet usaha pada taraf nyata 5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan omzet usaha antara perusahaan yang memiliki modal tetap dari luar perusahaan dengan modal tetap dari dalam perusahaan. Nilai koefisien pada sumber modal tetap memiliki arah positif. Nilai tersebut menunjukkan bahwa modal tetap yang berasal dari luar perusahaan yaitu pihak lembaga keuangan dan pemerintah digunakan dengan baik oleh perusahaan sehingga omzet usaha bernilai positif. Modal tetap yang berasal dari luar maupun dalam perusahaan memberikan motivasi terhadap perusahaan untuk mendapatkan omzet usaha yang tinggi. Perusahaan tidak mempersoalkan dari mana sumber modal tetap itu berasal, tetapi lebih mempertimbangkan seberapa besar jumlah modal tetap tersebut. Tidak adanya pengaruh sumber modal usaha terhadap omzet usaha, sesuai dengan
33 penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arinda (2014), dimana sumber modal usaha yang berasal dari luar perusahaan tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap omzet usaha.
Pengaruh Faktor-faktor lain terhadap Omzet Usaha Pengaruh Jumlah Produksi terhadap Omzet Usaha Berdasarkan Tabel 11, Uji-t pada jumlah produksi berpengaruh nyata terhadap omzet usaha. Uji-t menolak hipotesis H0 , pada tingkat taraf nyata 5 persen. Nilai t-statistic 2.161 lebih besar dari nilai t-tabel 1.714. Setiap peningkatan jumlah produksi 1 persen maka akan meningkatkan jumlah omzet usaha sebesar 0.41 persen dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap atau cateris paribus. Pada kondisi lapang jumlah produksi menggambarkan seberapa besar jumlah permintaan dan stock products yang dihasilkan oleh setiap perusahaan per bulannya. Pada perusahaan konveksi jumlah produksi setara dengan jumlah output yang terjual (𝑄𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ≈ 𝑄𝑗𝑢𝑎𝑙 ). Hal tersebut di karenakan perusahaan konveksi sebagian besar akan memproduksi saat mereka menerima order dari konsumen. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ramamarta (2013), jumlah produksi berpengaruh positif terhadap omzet usaha. Pengaruh Lama Usaha terhadap Omzet Usaha Lamanya usaha tidak memberikan pengaruh nyata terhadap omzet usaha UMKM konveksi. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai prob t-statistic 0.96 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin lama usaha tidak menjamin omzet usaha akan terus meningkat. Nilai koefisien menunjukkan arah negatif yang mengindikasikan bahwa meningkatnya lama usaha 1 persen akan menurunkan omzet usaha sebesar 0.002 persen dengan asumsi cateris paribus. Perusahaan yang cukup tua kurang mampu bersaing dengan perusahaan yang memiliki usia lebih muda. Perusahaan-perusahaan tersebut sulit mencapai efisiensi. Hal tersebut disebabkan oleh umur mesin produksi dan penggunaan mesin pendukung produksi masih tradisional, sehingga kualitas dan kuantitas pakaian akan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Herdarni (2003), yaitu lama usaha tidak memberikan pengaruh nyata terhadap omzet usaha. Pengaruh Pendidikan terhadap Omzet Usaha Tingkat pendidikan pemilik usaha tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini dapat di buktikan dengan hasil uji prob t-statistic lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Dilihat dari nilai koefisiennya, tingkat pendidikan memiliki hubungan positif terhadap omzet usaha, dimana meningkatnya pendidikan pemilik usaha 1 persen akan meningkatkan omzet usaha sebesar 0.4 persen (cateris paribus). Pemilik usaha memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tetapi pengalaman dalam bidang tekstil masih sedikit, maka kemampuannya dalam mengelola usaha masih rendah sehingga peluang untuk memperoleh omzet usaha pun rendah. Meskipun tingkat pendidikan pemilik rendah, tetapi memiliki banyak pengalaman dalam bidang tekstil, maka kemampuan dalam mengelola dan mengontrol usaha akan lebih baik. Hal tersebut didukung oleh pemilik usaha yang memiliki tingkat
34 pendidikan sekolah dasar mampu menghasilkan omzet mencapai skala usaha menengah yaitu lebih dari 2.5 miliar rupiah. Pemilik usaha memiliki kemampuan di bidang tekstil dan secara langsung mengontrol kinerja karyawan, sedangkan pemilik usaha dengan pendidikan sarjana hanya menunggu pelanggan di outlet perusahaan. Rata-rata pemilik perusahaan berpendidikan rendah memiliki pengalaman dan keahlian dalam bidang tekstil khususnya dalam menjahit. Pemilik mendapatkan kemampuan tersebut dari pengalaman saat bekerja di perusahaan-perusahaan garment. Hasil yang tidak signifikan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani (2014), yaitu faktor pendidikan tidak memengaruhi secara nyata terhadap omzet usaha.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Usaha Mikro Kecil dan Menengah konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor tersebar di 19 Kecamatan. Model bisnis usaha konveksi pakaian jadi memiliki dua tipe model bisnis usaha. Model yang pertama adalah perusahaan memproduksi pakaian tanpa menunggu order dari konsumen. Model yang kedua, perusahaan memproduksi pakaian berdasarkan order dari konsumen. UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor sudah memiliki surat izin usaha sebesar 63.33 persen (19 perusahaan). Rata-rata pemilik usaha konveksi pakaian jadi berjenis kelamin lakilaki dan didominasi oleh pemilik usaha berusia 36 sampai dengan 42 tahun. Pemilik usaha mayoritas memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Jumlah perusahaan yang memiliki modal dari luar perusahaan mencapai kurang dari 50 persen (13 responden) dan masih ada perusahaan yang belum mampu meningkatkan modal tetap usaha yaitu 8 responden. Hasil Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara jumlah modal tetap dan jumlah modal kerja dengan omzet usaha UMKM konveksi pakaian jadi di Kabupaten Bogor. Variabel jumlah modal kerja merupakan variabel independen yang paling berpengaruh terhadap omzet usaha. Faktor-faktor lainnya yaitu jumlah produksi memberikan pengaruh positif terhadap omzet usaha, sedangkan lama usaha dan tingkat pendidikan pemilik usaha tidak memiliki pengaruh terhadap omzet usaha.
Saran Bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya peningkatan modal usaha (modal tetap dan modal kerja) yang digunakan untuk usaha dapat meningkatkan omzet usaha. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara pelaku usaha dengan pihak lembaga keuangan perbankan ataupun non-perbankan. Lembaga keuangan dapat memberikan bantuan modal usaha kepada pelaku UMKM konveksi pakaian jadi, sedangkan pelaku UMKM konveksi pakaian jadi dapat menunjukkan prospek usaha yang baik di masa yang akan datang dan memberikan gambaran laporan keuangan
35 usaha yang telah dicapai. Hal tersebut akan memberikan kepercayaan kepada pihak lembaga keuangan perbankan ataupun non-perbankan untuk memberikan bantuan permodalan kepada pelaku UMKM konveksi pakaian jadi. Kerjasama lainnya yang dapat dibentuk oleh pemilik perusahaan dengan lembaga keuangan adalah menjaminkan surat kontrak yang dibuat antara pemilik perusahaan dengan konsumen. Hal tersebut bertujuan untuk memperkuat modal kerja dan modal tetap ketika sedang mengalami peningkatan order dari konsumen, sehingga perusahaan mampu memenuhi order dari konsumen dalam jumlah yang besar. Bagi lembaga keuangan khususnya kepada perbankan, tidak perlu khawatir akan pemberian pinjaman kepada UMKM konveksi pakaian jadi karena dengan adanya penambahan modal usaha (modal tetap dan modal kerja) memberikan dampak positif terhadap omzet usaha. Akan tetapi, perbankan harus tetap mengawasi aktivitas penggunaan modal usaha yang telah diberikan agar tidak terjadinya moral hazard. Bagi pemerintah Kabupaten Bogor, UMKM konveksi harus tetap diberikan bantuan modal usaha sebagai apresiasi atas usaha yang telah dilakukannnya. Apresiasi tersebut akan meningkatkan motivasi dalam bekerja. Sementara untuk peneliti selanjutnya, disarankan menggunakan sampel yang lebih besar dari sebelumnnya dan menggunakan dummy skala usaha untuk melihat perbedaan omzet usaha yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA Antara Konveksi Dan Garment. Usaha Kecil dan Menengah. 2014. [internet]. [diunduh 2016 Maret 13]. Tersedia pada: http://bersosial.com. Arinda RR. 2014. Analisis pengaruh modal awal terhadap omset usaha mikro di Dramaga Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Artaman DMA. 2015. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang pasar seni sukawati di Kabupaten Giayar [Tesis]. Denpasar (ID): Universitas Udayana. Asruni. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha kecil danmenengah (UKM) Di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Kindai. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 8 No 4. 362-380. Tersedia pada: http://stiepancasetia.ac.id/sia/download-jurnal.php?id=17. Candora. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengrajin batik kayu (kasus pada sentra industri kerajinan batik kayu di dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013) [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Chaniago AA. 1998. Ekonomi 2. Bandung (ID): Angkasa. Dewi PM, Utari T. 2014. Pengaruh modal, tingkat pendidikan, dan teknologi terhadap pendapatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kawasan Imam Bonjol Denpasar Barat. E-Jurnal EP Unud. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 3 No 12. 576-585. Tersedia pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eep/article/viewFile/9916/7957.
36 [Disperindagkop UKM Kab Bogor] Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi UKM Kabupaten Bogor. 2014. Penyusunan Roadmap UMKM Kabupaten Bogor. Bogor (ID): PT. Dua Seribu Satu Pangripta. _______. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2012. Bogor (ID): Kabupaten Bogor. Ekowati S, Rusmana O, Mafudi. 2012. Pengaruh modal fisik, modal finansial, dan modal intelektual terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia. Universitas Jenderal Soedirman. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 1 No 1. Tersedia pada: http://jos.unsoed.ac.id/index.php/aom/article/download/324/162. Fitanto B. 2009. Analisis omset dan posisi bersaing pada klaster usaha kecil menengah (UKM) sepatu kota Mojokerto. Journal of Indonesian Applied Economics. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 3 No 1. 23-36. Tersedia pada: http://jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/viewFile/137/106. Fitrianingsih NK. 2014. Analisis faktor perkembangan UMKM batu permata martapura sebagai salah satu penggerak perekonomian Kalimantan Selatan. Universitas Brawijaya. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 2 No 1. Tersedia pada: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/download/999/915 Herdarni GE. 2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha kecil pengrajin batako di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur [Tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia. Tekstil. 2011. [Internet]. [diunduh 2016 Maret 13]. Tersedia pada: http://andalasclothing.com. Juanda B. 2009. Ekonometrika. Bogor (ID): IPB Press. Juanda B. 2009. Motodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Ed Ke-2. Bogor (ID): IPB Press. Juwita R, Lestari RB. 2013. Kontribusi tingkat pendidikan terhadap pendapatan sektoral di Kota Palembang. Jurnal Ilmiah STIE MDP. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 2 No 2. Tersedia pada: http://eprints.mdp.ac.id/1196/1/5.pdf Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2000. Jakarta (ID): Balai Pustaka. [Kemenkop UKM] Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2015. Data UMKM di Indonesia. [internet]. [diunduh 2016 Februari 21]. Tersedia dari: www.depkop.go.id. Kusumawardani. 2014. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang tekstil di Kabupaten Kepulauan Selayar [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Lamia KA. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA.[internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 1 No 4. 1748-1759. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/3371/2916. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID):Pustaka LP3ES. Ningsih A. 2015. Industri Garment di Bogor Colaps. [internet]. [diunduh 2016 Maret 13]. Tersedia pada: http:// jabar.pojoksatu.id Prameswari CP. 2014. Analisis Struktur Permodalan Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) dan Kaitannya Dengan Perkembangan Usaha Di Kabupaten Bogor [Skrpsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
37 Prisatya URD. 2014. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan pemilik usaha industri kecil-menengah(studi kasus industri kecil-menengah makanan ringan di Desa Talok Kecamatan Turen Kabupaten Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.[Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 2 No 2. Tersedia pada: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/viewFile/1383/1278. Putra IPD, Sudirman IW. 2015. Pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap pendapatan dengan lama usaha sebagai variabel moderating. E-Jurnal EP Unud. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 4 No 9. 2015 1111-1139. Tersedia pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/eep/article/viewFile/15384/10624. Ramamarta TD. 2013. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pemilik usaha dan tenaga kerja pada industri berskala kecil di Kota Kediri (studi kasus pada industri pengolahan tahu poo di Kota Kediri). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 1 No 2. Tersedia pada: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/viewFile/710/652. Rubinfeld DL, Pindyck RS. 2014. Mikroekonomi. Ed ke-8. Jakarta (ID): Erlangga. Saputri A. 2015. Pengaruh modal usaha, jumlah tenaga kerja, dan modal usaha terhadap pendapatan usaha industri kecil (Studi kasus pada industri mebel di Kelurahan Tunjung Sekar Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 3 No 2. Tersedia pada: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/viewFile/2097/1918. Sitio A. 2001. Koperasi Teori dan Praktik. Jakarta (ID): Erlangga. Smith A. 1789. An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. London (UK): A. Strahan and T. Cadell. Sukirno S, Husin WS, Indrianto D, Sianturi C, Kurniawan S. 2004. Pengantar Bisnis. Jakarta (ID): Prenada Media Group. Supriadi Y, Puspitasari R. 2012. Pengaruh modal kerja terhadap penjualan dan profitabilitas perusahaan pada PT Indocement Tunggal Prakarsa tbk (effect of working capital to sales and profitability. Jurnal Ilmiah Kesatuan. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 14 No 1. Tersedia pada: http://jurnal.stiekesatuan.ac.id/index.php/jik/article/download/280/305. Swastha B. 1993. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta (ID): Liberty. Tarigan R. 2006. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan perbandingan antara empat hasil penelitian. Jurnal Wawasan Universitas Sumatera Utara. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Vol 11 No 5. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../1/was-feb2006%20(3).pdf. Wulandari HR. 2015. Analisis pengaruh variabel-varaiabel yang mempengaruhi tingkat pendapatan sentra industri keramik (studi kasus sentra industri keramik kelurahan dinoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang). [Internet]. [diunduh 2016 Februari 21]; Tersedia pada: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/viewFile/1613/1479.
38
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Normalitas 8
Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30
7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.99e-15 -0.003010 0.439815 -0.479776 0.223428 0.021603 2.407092
Jarque-Bera Probability
0.441758 0.801814
2 1 0 -0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Lampiran 2 Uji Multikolinearitas Variable
Coefficient Variance
Uncentered VIF
Centered VIF
LN_FC LN_T LN_ Edu LN_ Q LN_ CC Dummy Sumber FC C
0.003848 0.003047 0.015661 0.003769 0.004316 0.012424 0.529647
602.6492 5.452628 37.64915 82.84642 598.2978 2.565958 252.4434
4.007964 1.597560 1.246639 2.306866 3.839638 1.454043 NA
Lampiran 3 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.294246 2.138631 0.884386
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/17/16 Time: 22:22 Sample: 1 30 Included observations: 30
Prob. F(6,23) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.9335 0.9065 0.9896
39 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LN_T^2 LN_Q^2 LN_FC^2 LN_EDU^2 LN_CC^2 DUMMY_SUMBERFC ^2
0.116467 -0.001346 0.000212 0.000251 -0.000792 -0.000511
0.090278 0.005019 0.001057 0.000445 0.007816 0.000485
1.290093 -0.268175 0.200588 0.564498 -0.101394 -1.052450
0.2098 0.7910 0.8428 0.5779 0.9201 0.3035
-0.006986
0.027583
-0.253272
0.8023
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.071288 -0.170985 0.063001 0.091291 44.35542 0.294246 0.933468
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.048256 0.058220 -2.490361 -2.163415 -2.385768 1.521503
40 Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENGARUH MODAL USAHA TERHADAP OMZET USAHA MIKRO KECIL MENENGAH KONVEKSI PAKAIAN JADI DI KABUPATEN BOGOR
Nomor Responden : ............................................................................................. Nama Responden : ............................................................................................. Nama Perusahaan : ............................................................................................. Alamat Responden : ............................................................................................. ............................................................................................. ............................................................................................. No Telp/HP : ............................................................................................. Email : .............................................................................................
ASEP KUSNAEDI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
41 Petunjuk Pengisian 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis dengan menjawab semua pertanyaan tertulis, baik dengan kalimat ataupun tanda check list. 2. Jawaban saudara/i merupakan jawaban sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pertanyaan A. Identitas Responden Pelaku Ekonomi Kegiatan Usaha di Bidang Tekstil : …………………………….......................... 1. Nomor responden 2. Nama Perusahaan : …………………………….......................... 3. Pemilik Perusahaan : …………………………….......................... 4. Alamat usaha : …………………………………………….. ...................................................................... ...................................................................... 5. Nomor Telepon/HP : …………………………….......................... 6. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 7. Usia : ...................................................................... 8. Pendidikan : a. Tidak sekolah b. SD (tamat/tidak tamat) c. SMP (tamat/tidak tamat) d. SMA (tamat/tidak tamat) e. SMK (tamat/tidak tamat) g. Perguruan Tinggi (tamat/tidak tamat) h. Lainnya, sebutkan……............................. 9. Status : a. Belum menikah b. Sudah menikah 10. Mengikuti Latihan : a. Pernah, Pemilik ................................... kali Karyawan ............................... kali b. Belum Pernah B. Karakteristik Usaha 1. Produk yang dihasilkan : …………………………………………….. ...................................................................... ...................................................................... 2. Sudah berapa tahun Anda menekuni usaha ini : ……….. tahun 3. Status Kepemilikan : a. Milik Sendiri, Lanjut Ke nomor 7 Bangunan Perusahaan b. Membeli c. Sewa ................../(Bulan/Tahun) Lanjut Ke nomor 7 4. Berapa harga bangunan perusahaan pada saat anda membeli? Rp. ………………............................................…, pada tahun …….........…
42 5. Bagaimana anda membeli bangunan pabrik tersebut? a. Membayar lunas b. Menyicil, sebesar Rp…………….................…./bln, selama…..…bulan 6. Apakah status pembayaran anda sekarang sudah lunas atau belum? : a. Belum b. Sudah 7. Jumlah Karyawan : ...................................................................... 8. Jumlah Mesin : ...................................................................... Sebutkan : ...................................................................... ...................................................................... ...................................................................... ...................................................................... 9. a. Kepemilikan Surat : a. Sudah Memiliki Ijin Usaha Usaha b. Belum Memiliki Ijin Usaha 10. Bagaimana Kondisi : (Baik/Normal/Menurun).............................. Keuangan/Pendapatan ........................................................................ Usaha anda ...................................................................... 11. Pendapatan Usaha : …………………………………..../Minggu Pendapatan Usaha : ……………………………………/Bulan Pendapatan Usaha : ……………………………………/Tahun 12. a. Mengajukan Pinjaman : a. Pernah tetapi ditolak Modal ke lembaga b. Pernah dan berhasil Keuangan/non-lembaga c. Belum Pernah keuanagan b. Alasan ditolak/ : ...................................................................... diterima/ belum pernah ...................................................................... ....................................................................... 13. a. Jumlah Modal awal : ...................................................................... Investasi b. Sumber Modal Awal : a. Modal Pribadi; .....................................% Investasi Rp................................................................... b. Lembaga Keuangan; ..............................% Rp................................................................... c. Lembaga Non-Keuangan; .....................% Rp................................................................... d. Kerabat; ..................................................% Rp................................................................... c. Tambahan Modal : ...................................................................... Investasi ...................................................................... ...................................................................... d. Sumber Tambahan : a. Modal Pribadi; .....................................% Modal Investasi Rp................................................................... b. Lembaga Keuangan; ............................% Rp................................................................... c. Lembaga Non-Keuangan; ....................% Rp................................................................... d. Kerabat; ................................................% Rp...................................................................
43 14. Jumlah Modal Kerja
: .........................................................../Bulan
> Gaji Karyawan
: .........................................................../Bulan .........................................................../Bulan .........................................................../Bulan > Perawatan Mesin : .........................................................../Bulan > Pembelian Input Produksi : .........................................................../Bulan > Pembelian Bahan Penolong : .........................................................../Bulan > Biaya pemasaran : .........................................................../Bulan > Biaya Transportasi/ : .........................................................../Bulan Distribusi > Listrik : .........................................................../Bulan > Beban Utang : ........................................................Bln/Thn > Lainnya : ...................................................................... 15. Kemitraan
: a. Memiliki mitra kerja dengan perusahaan/pelaku usaha lainnya. b. Tidak memiliki mitra kerja dengan perusahaan/pelaku usaha lainnya. 16. Bentuk Kemitraan : .................................................................................. .................................................................................... .................................................................................... : ..............................................., .............................% 17. Area Pemasaran ................................................, ............................% ................................................, ............................% ................................................, ............................% ................................................, ............................% ................................................, ............................% ................................................, ............................% 18. Jam Kerja : ........................................................................../hari : ......................................................................./Bulan 19. Produksi
: ......................................................................./Bulan
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1994. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Mahpudin dan Nunung Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Selaawi Kota Bogorpada tahun 2006 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2009 di SMP Negeri 15 Kota Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 8Bogor diselesaikan pada tahun 2012. Penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2012. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis tercatat aktif dalam kepanitiaan yang di adakan pada tingkat Universitas, Fakultas, dan juga Departemen. Kepanitiaan tersebut adalah “IPB Festival 2013”, “Olimpiade Mahasiswa IPB 2014”, “Extaravaganza 2014” dan “Masa Perkenalan Departemen Ilmu Ekonomi pada tahun 2015. Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di IPB, Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Modal Usaha terhadap Omzet Usaha Mikro Kecil dan Menengah Konveksi Pakaian Jadi di Kabupaten Bogor. Penulisan skripsi ini dibawah bimbingan Dr.Tanti Novianti, S.P,M.Si.