3. MEMPERBAIKI LINGKUNGAN USAHA 3.1 Analisis lingkungan usaha (BE) secara tradisional berfokus pada kebijakan-kebijakan yang mengatur bagaimana sektor swasta dapat berhasil berkembang dan menggerakkan pertumbuhan yang diperlukan untuk menciptakan pekerjaan serta peluang-peluang sumber penghasilan yang dapat dengan mudah diakses. Ini mencakup lingkungan hukum dan peraturan di mana suatu usaha beroperasi, infrastruktur fisik yang padanya lingkungan tersebut bergantung untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, ketersediaan jasa-jasa usaha seperti akuntansi, keuangan, asuransi, pelayanan hukum dan logistik, serta kualitas modal manusia. Bab ini berfokus pada dua faktor yang pertama dari faktor- faktor di atas. Jasa-jasa usaha diharapkan akan berkembang seraya aktivitas swasta berekspansi. Peranan langsung pemerintah belum terlihat, meskipun lingkungan peraturan akhirnya harus dikembangkan. Persoalan modal manusia dikupas dalam Bab 5. Anugrah sumber daya alam juga disinggung tetapi hanya sebagai faktor yang menentukan potensi pertumbuhan dan bukan sebagai sesuatu yang dapat secara langsung dipengaruhi oleh kebijakan. Kondisi-Kondisi Awal 3.2 Timor Lorosae menghadapi beberapa tantangan dalam membangun suatu lingkungan usaha yang kokoh terutama karena kondisi-kond isi awal yang unik yang terkait dengan putusnya ikatan dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia telah melakukan investasi yang cukup besar dalam beberapa bentuk infrastruktur. Jaringan yang terdiri dari jalan raya sepanjang 1200 km, distrik 2000 km dan jalan pembantu 1800 km, sangat penting bagi penduduk dan penghasilan per kapita Timor Lorosae. Jalan-jalan ini telah memburuk dengan tajam selama periode sejak referendum 1999. Infrastruktur yang lain rusak parah dalam tindak kekerasan tahun 1999. Pembangkitan tenaga listrik benar-benar telah lumpuh, meskipun kapasitas operasi sejak itu telah meningkat menjadi 22 MW pada akhir tahun 2000 dibandingkan dengan 26.5 MW sebelum referendum. Diperkirakan penduduk yang memiliki akses ke listrik mencapai 38 persen pada tahun 2001 dibandingkan 46 persen pada tahun 1997. Sebagian infrastruktur telekomunikasi mengalami kehancuran pada tahun 1999. Saat ini di Dili terdapat pelayanan telepon bergerak yang cukup lumayan tetapi pelayanannya masih terbatas dan digilir di ibukota-ibukota distrik yang lain. Umumnya, perlu digunakan telepon satelit untuk usaha-usaha di luar Dili. 3.3 Setelah referendum, hubungan ke seluruh sistem hukum dan peraturan Indonesia terputus. Pengesahan undang- undang yang baru bergerak lamban, sehingga menimbulkan risiko dan ketidakpastian bagi investor domestik dan asing. Penyelesaian masalah ini bukan sematamata soal menyetujui peraturan perundang- undangan pengganti. Meskipun undang-undang Indonesia yang tidak bertentangan dengan peraturan UNTAET tetap dipertahankan, perangkat kelembagaan berbasis lokal yang lengkap harus dibentuk dan dilengkapi dengan staf agar undang-undang dapat mempunyai kekuatan dan arti penting. Ini merupakan biaya yang mahal bagi suatu negara merdeka yang memerlukan waktu untuk menerapkannya. 3.4 Jasa-jasa usaha mengalami kemacetan akibat eksodus orang-orang Indonesia dan Tionghoa, penutupan permanen badan usaha Indonesia yang bergerak dalam bidang jasa-jasa usaha dan pemusnahan arsip-arsip. Kebanyakan jasa keuangan saat ini hanya ditawarkan melalui cabang-cabang perusahaan asing yang berkantor di Dili. Jasa akuntansi dan audit sangat terbatas 25
dan tidak ada fasilitas asuransi setempat. Pemulihan jasa-jasa ini bergantung pada penetapan kembali kerangka hukum, program pelatihan untuk meningkatkan modal manusia dan jangka waktu pembuktian stabilitas yang akan menarik investasi- investasi baru. Keterbatasan-keterbatasan 3.5 Pilihan-pilihan kebijakan yang sulit perlu dibuat dalam memutuskan seberapa jauh dan seberapa cepat pembangunan kembali dapat dilakukan. Kebutuhan infrastruktur Timor Lorosae dalam jangka menengah harus diukur menurut tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai negara ini. Misalnya, pemeliharaan jaringan jalan ekstensif yang ditetapkan di bawah pemerintahan Indonesia mungkin tidak ekonomis mengingat terbatasnya sumber daya publik bahkan meskipun renovasi awal dilakukan dengan hibah. Sebelum referendum, Timor Lorosae mendapatkan transfer fiskal netto dari Indonesia. Tetapi bahkan dengan sumber daya keuangan tambahan pun, masih saja terdapat keterbatasan realisasi sumber daya dalam renovasi maupun pemeliharaan. Dalam sektor kelistrikan misalnya, semua staf manajemen tingkat menengah dan atas di bagian utilitas listrik adalah orang Indonesia, yang pergi setelah referendum. Staf tinggal 70 persen dari tingkat pra-referendum dan posisi-posisi teknis dan manajerial yang penting masih belum terisi. Kapasitas untuk mengoperasikan sistem yang ada telah menjadi genting. Keterbatasan keuangan dan realisasi terjadi juga dalam penyediaan jasa-jasa usaha kepada masyarakat. Kantor pembuatan sertifikat tanah, jasa penyuluhan dan pengadilan niaga sangat penting bagi usaha dan pertanian, tetapi hal-hal ini memerlukan gedung dan perlengkapan dengan implikasi pengulangan biaya yang cukup besar bagi anggaran maupun permintaan akan staf yang memenuhi syarat, yang mungkin sudah langka. Singkat kata, ada biaya untuk membentuk suatu lingkungan usaha yang menguntungkan. Meskipun lingkungan usaha turut menentukan investasi dan pertumbuhan, pertumbuhan yang ditargetkan harus sepadan dengan biaya dan keterbatasan penawaran yang tersangkut dalam menciptakan lingkungan usaha yang diperlukan dan bersifat mendukung itu. INFRASTRUKTUR Transportasi 3.6 Jaringan jalan mempengaruhi beberapa aspek dari lingkungan usaha. Pertama, jaringan jalan sangat penting bagi pendistribusian barang-barang pertanian dan pengeksporan kopi. Kedua, di daerah terdekat dari ibukota, jaringan jalan menjadi penghubung ke pelabuhan dan bandara sehingga menentukan daya tarik dari lokasi- lokasi yang paling memungkinkan bagi pembangunan industri manufaktur ringan dan berorientasi ekspor. Ketiga, jaringan internal menjadi saluran-saluran distribusi dan menyumbang kepada pembangunan pasar untuk produkproduk setempat. Jaringan internal juga memungkinkan pergerakan masyarakat. Ini mempengaruhi pola pemukiman, waktu dan uang serta biaya pulang-pergi ke pekerjaan atau lokasi kerja dan kemudahan dalam menyediakan pelayanan publik seperti pendidikan yang menurut luasnya mempengaruhi kualitas jangka menengah tenaga kerja. Tantangan-tantangan utama dalam sektor transportasi ini berhubungan dengan bagian ketiga dan termahal dari jaringan jalan. 3.7 Jaringan jalan yang ekstensif di bawah pemerintahan Indonesia dibangun dengan standar rancangan dan bahan yang relatif rendah. Keadaan ini yang dikombinasikan dengan iklim dan kondisi-kondisi geologis yang sulit membentuk sistem pemeliharaan yang mahal, yang 26
memburuk dengan cepat selama ke-tiga tahun sebelum referendum ketika pengeluaran berulang yang diperlukan tidak dapat dinaikkan. Proyek Rehabilitasi Infrastruktur Darurat (EIRP) ADB dilaksanakan untuk melakukan perbaikan-perbaikan sehingga bantuan kemanusiaan dapat mengalir, dan untuk menyediakan drainase jalan, perbaikan jembatan, pemeliharaan yang tertunda, perbaikan administratif dan pelatihan. 1 3.8 Biaya-biaya berulang yang sedang berjalan untuk jaringan ini akan menjadi tinggi dan dianggarkan sebesar $16.4 juta dalam tahun fiskal 2001/02, meskipun biaya tahunan sebesar $25 juta telah diperhitungkan sebagai biaya peme liharaan rutin jaringan jalan raya sepanjang 1200 km. 3.9 Pembentukan sistem manajemen aset sangat penting untuk memastikan bahwa jaringan jalan dipelihara secara efisien. Menurut ADB, analisa organisasi saat ini menunjukkan kebutuhan untuk 90 orang sekalipun kontraktor swasta setempat dapat cukup diandalkan untuk melakukan pekerjaan sipil. Tetapi, departemen jalan sangat kekurangan tenaga yang memenuhi syarat dan baru dapat mempekerjakan empat orang staf setempat. Program-program pelatihan, pembentukan administrasi jalan dan pengadopsian prosedur perekrutan dan kontrak yang lebih fleksibel diharapkan akan dapat sedikit memperbaiki situasi ini. Tetapi keterbatasan penawaran yang mengharuskan penggunaan staf asing jelas akan tetap bertahan. 3.10 Sebelum referendum, pengiriman barang dan penumpang merupakan perpanjangan dari sistem pengiriman pesisir tambahan Indonesia. Tidak ada ekspor atau impor internasional langsung dari Dili karena semua muatan melalui pelabuhan Indonesia yang lain. Setelah peristiwa tindak kekerasan, bongkar muat barang di Dili terhenti sampai datangnya operasi pasukan pemelihara perdamaian. Jadi, pelabuhan mengalami masalah kemacetan sampai tersedia US$5 juta di bawah EIRP untuk perbaikan dermaga ketiga dan galangan peluncuran kapal serta peningkatan galangan peti kemas. Saat ini, pelabuhan menangani unit-unit yang berbobot sekitar 2.000 ton dan muatan curah 8.000 ton. Seperti halnya ketika zaman Indonesia, dan seperti pulaupulau kecil di seluruh Pasifik pada umumnya, kapal-kapal sepenuhnya mengandalkan peralatan mereka sendiri untuk melakukan bongkar muat barang. Alat-alat bantu navigasi sedang dipugar dengan dana Jepang. Kemacetan bukan menjadi masalah lagi: waktu antrian menjadi kurang dari 24 jam, waktu tunggu di dermaga kurang dari enam jam dan bongkar muat peti kemas cukup lancar. Memang ruang penyimpanan peti kemas masih kurang, tetapi masalah ini sedang dipecahkan. 3.11 Biaya operasi pelabuhan berulang untuk tahun fiskal 2001/02 diperkirakan sebesar US$1.3 juta. Dalam tiga tahun, anggaran pelabuhan diperkirakan akan berimbang, melalui pemungutan iuran pemakai dan pelatihan staf lokal untuk menggantikan staf asing. 3.12 Untuk jangka waktu singkat, operasi pelabuhan di Dili tidak menjadi penghalang yang serius bagi pengembangan usaha. Tetapi, tidak tersedia tempat untuk perluasan pelabuhan dan dalam jangka menengah, perlu dibuat rencana untuk pengembangan lebih lanjut fasilitas- fasilitas di pelabuhan Hera 14 km dari Dili maupun untuk tempat penampungan peti kemas yang lebih luas. Pembangunan pelabuhan alami oleh swasta di Com mungkin diperlukan untuk mendukung pengembangan sumber daya Laut Timor, jika memang akan ada cukup banyak kegiatan.
1
DFID dan PKF juga banyak terlibat dalam permulaan rehabilitasi jalan.
27
Tenaga Listrik 3.13 Sebagai masalah lingkungan usaha, ketersediaan dan biaya listrik menjadi pertimbangan yang penting. Pemadaman listrik sering terjadi dan para investor yang memerlukan kontinuitas persediaan listrik mungkin tidak berminat untuk menetap di Timor Lorosae tanpa instalasi dengan kapasitas mereka sendiri. Kebanyakan usaha berapapun ukurannya memiliki generator sendiri seperti halnya dengan semua hotel dan sebagian besar operasi manufaktur. Bahkan untuk usaha- usaha yang tidak terlalu bergantung pada persediaan listrik yang terus- menerus, biayanya masih tinggi. Walaupun demikian, tujuan kebijakan yang ada sekarang untuk sektor ini sudah tepat. Tujuan kebijakan tersebut mencakup pencapaian kemandirian keuangan Otoritas Kelistrikan melalui penetapan tarif yang cermat, upaya pengidentifikasian pelanggan, peningkatan pencatatan meter dan penurunan ambang tagihan. Program pelatihan staf dan perumusan strategi pengembangan sektor kelistrikan untuk jangka yang lebih panjang di bawah Otoritas Kelistrikan yang baru, termasuk alternatif pembangkitan diesel, hendaknya menyumbang kepada pengurangan biaya. 3.14 Pokok persoalan utama dalam sektor kelistrikan ini adalah renovasi dan peningkatan kapasitas terpasang, kekurangan staf teknik dan manajerial dan pembentukan dasar keuangan yang berkelanjutan untuk operasi Otoritas Kelistrikan. EIRP sepenuhnya menggunakan pembangkit listrik diesel dan biaya-biaya telah naik dengan tajam mengikuti harga minyak internasional2 . Enam puluh persen biaya yang berulang adalah untuk bahan bakar. Pada bulan Agustus 2000, tarif baru ditetapkan sebesar 12,3 sen per kWh. Untuk memfasilitasi pemulihan biaya, UNTAET/ETTA untuk pertama kalinya di Dili telah mengadakan pemasangan meter listrik di seluruh tempat tinggal dan tempat usaha. Tugas ini barangkali sudah rampung 70 persen. Pembebanan tagihan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2001 dengan tagihan pertama yang diterbitkan kepada pemakai pada bulan Oktober. Jadi, pemulihan biaya sebelumnya minim. Tarif yang baru adalah 24,9 sen per kw/jam untuk usaha dan $1 per bulan untuk 25 kw/jam pertama, ditambah 24,9 sen untuk setiap kw/jam tambahan untuk pemakai residensial, dan dapat berubah. Tarif ini tinggi menurut standar internasional tetapi mencerminkan biaya satuan yang tinggi serta sifat penawaran. Banyaknya penerapan internasional yang bersifat sementara serta tidak adanya pengaturan penagihan di luar Dili menciptakan distorsi yang akan dengan efektif menyebabkan beberapa redistribusi sebagai berikut: • •
Konsumen di Dili akan mensubsidi konsumen di daerah-daerah lain di negeri ini, setidaknya dalam jangka waktu yang singkat (sampai pengaturan pemulihan biaya yang dilokalisasi terpasang di luar Dili.) Tarif per kw/jam jauh lebih tinggi daripada tarif yang dikenakan di bawah pemerintahan Indonesia (ketika harga bahan bakar diberikan subsidi yang besar). Jadi tarif baru ini telah diatur pada rentang yang lebih rendah dari kemungkinan opsi-opsi penetapan harga—mengingat bahwa permintaan di masa mendatang masih belum pasti sehingga perubahan harga listrik dari periode pra-UNTAET tidak terlalu besar.
3.15 Pengenaan tarif ini akan membawa keringanan finansial bagi pemerintahan UNTAET/ETTA dari beban untuk menyediakan listrik gratis, sebagaimana yang terjadi sejak 2
Lihat “Ikhtisar Tinjauan Sektor di Timor Lorosae” (ADB, ETTA), untuk cakupan yang lebih saksama dari permasalahan infrastruktur. EIRP berarti: Proyek Rehabilitasi Infrastruktur Darurat (Emergency Infrastructure Rehabilitation Project).
28
tahun 1999. Tarif ini akan meningkatkan derajat kelestarian, dan menyediakan listrik dengan biaya yang wajar bagi konsumen berpenghasilan rendah. Tetapi sejak penagihan dimulai, angka pembayaran tagihan masih rendah. 3.16 Generator bertenaga diesel, dengan berbagai kekuatan, saat ini melayani Dili dan distrikdistrik yang terpencil. Tidak ada jaringan listrik nasional. Ini berarti bahwa semua sumber tenaga listrik perlu dilokalisasi. Suatu strategi energi jangka panjang diperlukan dan upaya-upaya, dengan dukungan bantuan teknis yang didanai oleh ADB, sedang berlangsung untuk menentukan pendekatan terbaik dari segi efisiensi ekonomi dan lingkungan hidup. Telekomunikasi 3.17 Tindak kekerasan pada bulan September 1999 telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur telekomunikasi di Timor Lorosae. Ketika Interfet tiba, Telstra dari Australia diundang oleh PBB untuk menyelenggarakan pelayanan telekomunikasi dasar kepada masyarakat berdasarkan kontrak jangka pendek bergulir. Selama masa transisi yang terus menerus, UNTAET menggunakan fasilitas telekomunikasinya sendiri yang terpisah. Saat ini, Dili memiliki pelayanan telepon bergerak publik yang cukup lumayan. Walaupun masih terbatas, jangkauan pelayanan diperluas ke ibukota distrik Oecussi, Baucau, Kovalima dan Bobonaro. Telstra memiliki sebuah warnet (Internet café) di Dili. Transmisi data dari Dili melalui telepon bergerak tertentu dapat dilakukan walaupun masih lambat. Telepon satelit juga umum digunakan, khususnya oleh perusahaan dan organisasi yang beroperasi di luar Dili. 3.18 Divisi Informasi, Teknologi, Pos dan Telekomunikasi (ITPT) Timor Lorosae bertugas untuk menyusun kebijakan telekomunikasi, peraturan pendukung dan rencana operasional untuk menetapkan kesepakatan tingkat kapasitas dan pelayanan telekomunikasi di Timor Lorosae. Sebuah kebijakan telekomunikasi nasional disetujui pada bulan Mei 2001 yang meletakkan dasar untuk diberlakukannya undang- undang telekomunikasi nasional (Peraturan UNTAET 2001/15) pada bulan Juli 2001. Akhirnya, undang- undang ini memberi kuasa kepada ITPT untuk mengadakan tender jaringan telekomunikasi yang komprehensif dan terpadu, melalui suatu penawaran terbuka internasional. Proses tender ini sekarang sedang berlangsung dengan baik. 3.19 Setelah pengkajian eksternal dan debat internal yang alot, pemerintah memutuskan bahwa pendekatan terbaik adalah menggabungkan unsur-unsur sistem yang diperlukan menjadi sebuah kontrak termasuk pembuatan dan pemeliharaan jaringan untuk menyelenggarakan pengoperasian telepon bergerak dan terestrial, gerbang internasional, serta Internet, penyiaran dan akses jaringan swasta nasional. Oleh karena itu pemenangnya akan mendapatkan pasar telepon bergerak yang menguntungkan, tetapi juga wajib menyediakan jasa lain yang diperlukan namun kurang menguntungkan. Sambungan bergerak dan terestrial akan tersedia di semua ibukota distrik. Pengaturan yang diusulkan memerlukan akses universal ke jaringan oleh semua penduduk Timor Lorosae dan akan menyediakan kapasitas yang memadai untuk mendukung permintaan pemerintah Timor Lorosae di masa mendatang. 3.20 Jaringan yang diusulkan diperkirakan memerlukan biaya pendirian $15 juta dan kontraktor yang berhasil akan mendapatkan kepemilikan atas jaringan tersebut, setelah melakukan transfer ke pemerintah, untuk periode yang masih akan dirundingkan (tetapi berkisar antara 10 sampai 12 tahun). Suatu prinsip umum yang berdasarkan orientasi pemulihan biaya telah disetujui, meskipun pemerintah masih harus menyelesaikan kebijakan penetapan harga yang definitif, dan hal ini memerlukan negosiasi lebih lanjut dengan penyedia yang dikontrak. 29
Surat pernyataan minat dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi internasional telah diminta dan diterima. Surat penawaran dari para calon pra-kualifikasi telah diminta, dengan maksud akan diimplementasikan pada akhir tahun 2002. Meskipun ruang lingkup saat ini dari jaringan yang diusulkan tidak menjangkau tingkat sub-distrik, jaringan tersebut harus cocok (compatible), misalnya, dengan kemungkinan hubungan telepon radio di masa mendatang sehingga menjadi jaringan telekomunikasi induk bagi 482 desa di Timor Lorosae. 3.21 Beberapa negara kepulauan Pasifik dan Karibia dengan penduduk yang bahkan lebih kecil daripada Timor Lorosae mendapati bahwa penggunaan kontrak monopoli eksklusif 10tahunan gabungan menimbulkan harga-harga yang relatif tinggi—dan beberapa negara sekarang memilih untuk keluar dari kontrak. Tetapi, keadaan ini mungkin agak berbeda, yaitu bahwa negara-negara ini secara umum telah memiliki sistem sebelumnya yang memerlukan tambahan tertentu dan peningkatan. Sedangkan Timor Lorosae pada dasarnya harus mengembangkan suatu sistem yang lengkap sejak awal. Selain itu, kontrak eksklusif yang diusulkan di Timor Lorosae memfasilitasi penyediaan kewajiban pelayanan kepada masyarakat. Walaupun demikian, pengalaman dari negara-negara lain menjadi peringatan akan perlunya berhati- hati. 3.22 Jelaslah pemerintah sekarang mengakui pentingnya sistem telekomunikasi yang efektif dan efisie n bagi pengembangan perekonomian Timor Lorosae di masa mendatang. Penting sekali agar peralihan yang akan datang dari pengaturan telekomunikasi dukungan UNTAET saat ini kepada struktur privatisasi yang baru dilakukan dengan sedikit mungkin gangguan terhadap usaha swasta dan publik. Juga penting bagi Timor Lorosae untuk merealisasikan potensi sistem yang diusulkan guna membantu maksud tujuan pembangunan yang lebih luas. LINGKUNGAN H UKUM 3.23 Menurut Peraturan 1999/1, undang-undang yang berlaku di Timor Lorosae sebelum tanggal 25 Oktober 1999 akan terus berlaku. Ada beberapa perkecualian eksplisit tertentu untuk ketentuan umum ini. Misalnya, undang-undang yang mengatur pokok-pokok persoalan seperti hukuman mati dan pertahanan nasional telah dicabut. Tetapi sejauh menyangkut lingkungan kegiatan usaha, kerangka hukum masih tetap seperti yang ditentukan di bawah undang-undang Indonesia. Sebagai tindakan sementara, peraturan ini mungkin masuk akal. Tetapi kesulitan operasional dengan pengaturan tersebut segera muncul. Masalah utama adalah bahwa undangundang Indonesia mencantumkan acuan yang eksplisit kepada badan-badan administratif Indonesia yang sekarang tidak lagi berwewenang atau hadir di Timor Lorosae. Misalnya, BKPM (badan investasi Indonesia) tidak dapat lagi memberikan keputusan mengenai investasi asing di Timor Lorosae. Sebagai gantinya, undang-undang tersebut dapat diubah untuk menggantikan acuan ke lembaga- lembaga Indonesia dengan lembaga- lembaga Timor Lorosae. Tetapi hal ini mengasumsikan bahwa lembaga- lembaga lokal tersebut sudah ada dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan fungsi- fungsi yang sebelumnya dilaksanakan oleh badan-badan Indonesia. Jadi, ada sejumlah kesenjangan di sini. 3.24 Dalam beberapa bidang, ada kebutuhan untuk perundang- undangan baru di ma na kebutuhan tersebut saat ini sebagian besar telah terpenuhi. Undang-undang perpajakan, misalnya, telah disusun kembali, disetujui dan diundangkan, dan lembaga- lembaga pelaksana telah dibentuk dan dioperasikan. Penyempurnaan selanjutnya atas undang- undang tersebut mungkin diperlukan dan pengaturan dibuat untuk memastikan peralihan yang mulus kepada pemerintahan baru diakhir mandat ETTA. 30
3.25 Tetapi dalam bidang-bidang lain, jelas ada kebutuhan untuk undang-undang baru di mana kebutuhan tersebut belum terpenuhi. Alasannya sebagian karena persepsi bahwa lebih baik menunggu sampai diadakannya pemilihan dan terbentuknya Majelis Konstituante dan Dewan Menteri yang baru untuk memberi badan-badan perwakilan baru ini tanggung jawab untuk mengesahkan perundang-undangan fundamental tersebut. Tetapi, kemungkinan besar untuk waktu dekat Majelis Konstituante akan sibuk mengembangkan undang-undang dasar, dan kemajuannya akan lambat karena masalah- masalah yang sama seperti sebelum pemilihan, yaitu: • • •
Perundang- undangan yang baru diperlukan dan disusun, tetapi tidak disahkan, misalnya Undang- undang perusahaan, Undang-undang investasi. Perundang- undangan yang baru diperlukan tetapi tidak ada arah kebijakan yang diberikan oleh Kabinet, draft-draft tidak disusun dan pekerjaan tidak mengalami kemajuan, misalnya Undang-Undang Asuransi, Kepailitan, Niaga (kontrak). Perundang- undang yang baru diperlukan, draft-draft disusun tetapi masalah- masalah politik merintangi pengesahan misalnya Undang-Undang Pertanahan.
Undang -Undang Perusahaan 3.26 Di kebanyakan negara, investor yang ingin mendirikan suatu badan usaha dapat melakukannya dengan menggunakan salah satu dari beberapa kemungkinan struktur hukum: perusahaan perorangan, kemitraan atau perusahaan berbadan hukum publik atau swasta. Struktur perusahaan berbadan hukum memiliki beberapa keuntungan. Struktur ini dapat dipergunakan untuk membatasi kewajiban para pemegang saham. Struktur ini memberi para pemegang saham hak untuk mengeluarkan suara dan mengganti direktur jika mereka tidak puas dengan pengelolaan dan rentabilitas badan usaha. Struktur ini juga menyediakan suatu kerangka bagi para kreditor untuk mengklaim agunan ketika suatu perusahaan gagal melakukan pembayaran yang dijanjikan. Ketentuan-ketentuan ini mendorong investor untuk menyediakan modal dan kreditor untuk menyediakan kredit. Di Timor Lorosae masih belum ada Undang-Undang Perusahaan yang berlaku saat ini sehingga investor tidak dapat mendirikan suatu sarana berbadan hukum untuk melaksanakan usaha meskipun struktur ini merupakan bentuk yang lebih disukai bagi sebagian besar badan usaha dan bagi para investor asing. 3.27 Perundang- undangan yang baru, yang mencantumkan standar-standar yang diterima dunia internasional berikut ini, telah disusun draftnya tetapi masih dalam pertimbangan: • • • • • •
Suatu perusahaan memiliki kewajiban tak terbatas atas utang- utangnya sedangkan kewajiban pemegang saham terbatas pada perkiraan nilai saham mereka. Perusahaan adalah badan hukum yang terpisah dari para pemegang sahamnya dan direktur adalah pelaksana dari perusahaan, yang tidak akan menanggung kewajiban sepanjang mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan atau melampaui wewenang mereka. Suatu perusahaan tetap ada sampai perusahaan itu ditutup, dan terus bertahan terhadap adanya perubahan kepemilikan saham dan direktur. Suatu perusahaan dapat memiliki properti. Aset-aset menjadi milik perusahaan dan bukan milik pemegang saham karena kepentingan finansial pemegang saham ditunjukkan oleh kepemilikan saham. Suatu perusahaan dapat mengadakan kontrak. Diberlakukan standar rapat umum dan pelaporan yang lazim.
31
•
Kebutuhan modal minimum yang berbeda ditetapkan bagi perusahaan yang 100% dimiliki Timor Lorosae ($2,000) dan perusahaan yang tidak 100% dimiliki Timor Lorosae ($10,000).
3.28 Selain itu, dua bidang yang paling disoroti dalam undang-undang Indonesia—yaitu keharusan untuk memiliki Anggaran Dasar yang disusun oleh notaris dan jangka waktu peninjauan kembali setelah 60 hari—telah diubah. Tidak ada acuan kepada penggunaan seorang notaris dan jangka waktu 60 hari tersebut telah dikurangi menjadi 7 hari. Kedua perubahan ini menjadikan peraturan tersebut jauh lebih kompetitif tanpa mengurangi keefektifannya. 3.29 Meskipun demikian masih ada beberapa kemungkinan kesulitan. Undang-undang saat ini tidak memperlihatkan adanya hukuman atas pelanggaran undang-undang. Hal ini membuat pengadilan menjadi tidak penting yang diperlemah oleh beban-beban kasus yang berat dan kurangnya hakim- hakim yang terlatih. Pelaksanaan undang-undang ini akan menimbulkan pengeluaran-pengeluaran berulang tertentu. Secara khusus, ketentuan harus dibuat untuk melacak dan memonitor ketaatan perusahaan terhadap persyaratan pengarsipan termasuk laporan rugi laba tahunan dan neraca. Undang-undang yang baik akan sia-sia kalau tidak ada mekanisme dukungan kelembagaan. Undang- undang perusahaan bermanfaat (seperti kewajiban yang terbatas) bagi perusahaan dan pemegang sahamnya. Negara tidak dapat mempengaruhi substansi kewajiban perusahaan untuk berperilaku sesuai dengan undang-undang kecuali perusahaan memiliki sarana peme riksaan, misalnya, bahwa anggota direksi tidak pailit atau bahwa kontrak tidak ditandatangani oleh perusahaan yang sudah pailit. 3.30 Peraturan 2000/4 mengharuskan setiap orang dan badan hukum yang bermaksud ingin menjalankan suatu usaha di Timor Lorosae untuk mendaftarkan diri kepada Unit Pendaftaran Usaha UNTAET. Tetapi peraturan ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan Undang-Undang Perusahaan. Di banyak negara, Kantor Pendaftaran Perusahaan mengadakan sebuah Register Klaim yang mencatat digunakannya agunan oleh peminjam dan menghubungkan klaim dengan aset-aset yang tercantum dalam neraca perusahaan. Tanpa register yang terus diperbaharui, maka sulit untuk melaksanakan pinjaman yang beragunan. Klaim dalam hal cedera janji sulit untuk dilaksanakan dan tanpa register pusat, tidak ada pemeriksaan terhadap pengajuan ganda aset sebagai agunan oleh peminjam. Unit Pendaftaran Usaha yang ada dapat ditingkatkan untuk menjalankan fungsi- fungsi ini atau suatu badan lain dapat dibentuk untuk tujuan ini, dengan ketentuan bahwa anggaran dapat disediakan dan staf dilatih. Pendaftaran dilakukan dengan sederhana dan biayanya rendah sehingga hal ini tidak akan menjadi rintangan bagi pelaksanaan usaha. Tetapi sebagaimana yang saat ini sudah ditetapkan, Unit Pendaftaran Usaha memberikan cukup kesempatan bagi suatu badan usaha untuk mendaftarkan namanya. Banyak nama telah didaftarkan oleh pengusaha-pengusaha tamu yang hanya sedang mencari peluang usaha di Timor Lorosae tetapi sebenarnya belum pasti melakukan investasi. Jadi pendaftaran tidak dapat digunakan sebagai indikasi terhadap tingkat kegiatan usaha yang sebenarnya atau sebagai instrumen perencanaan. Undang -Undang Investasi Asing 3.31 Kebanyakan negara berkembang memiliki undang- undang investasi asing (FIL) yang mengatur prinsip-prinsip. Menurut prinsip-prinsip inilah maka perusahaan dan orang-orang asing dapat memiliki properti dan menjalankan usaha di negara yang bersangkutan. Hak dan kewajiban mereka harus jelas dan adil guna meminimalkan risiko dan ketidakpastian yang mereka hadapi 32
dan guna memaksimalkan arus masuk investasi asing secara langsung. Jika tidak, potensi pertumbuhan menjadi terbatas karena berkurangnya akses negara ke modal keuangan maupun tertutupnya saluran alih teknologi. Akibatnya, investasi asing cenderung menjadi kecil dan terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa yang bernilai tambah lebih rendah di mana para investor mempertaruhkan asetnya dalam jumlah yang relatif sedikit dan siklus pembayaran kembali cukup singkat. Kotak 3.1. Pengadilan Timor Lorosae memiliki sistem pengadilan dua tingkat. Ada empat pengadilan negeri tingkat pertama. Pengadilan-pengadilan ini tidak dispesialisasikan. Tidak ada urutan atau klasifikasi kasus. Jadi setiap pengadilan tingkat pertama dapat mengadili semua jenis kasus, apakah kasus pidana atau perdata dan apakah kasus yang berhubungan dengan kerugian, hukum keluarga atau perkara-perkara lain. Hanya ada satu pengadilan tinggi, yaitu pengadilan tingkat banding. Pengadilan ini terdiri dari suatu majelis dengan tiga orang hakim, yang meliputi satu orang Timor Lorosae dan dua orang hakim asing. Secara keseluruhan, ada 25 hakim untuk sistem pengadilan tinggi maupun tingkat pertama. Beban kasus sangat berat dan banyak yang masih belum terselesaikan. Tindak kekerasan sehubungan dengan kemerdekaan menimbulkan sejumlah besar kasus pidana. Prioritas utama diberikan kepada penyelesaian kasus-kasus ini guna membantu memelihara perdamaian dan stabilitas. Hal ini juga berarti bahwa kasus-kasus perdata dan khususnya sengketa komersial masih belum terselesaikan. Hukum pidana didasarkan atas undang-undang Indonesia. UNTAET telah melakukan perubahan atas Hukum pidana maupun hukum acara pidana guna menyesuaikannya dengan adat istiadat dan lembaga- lembaga Timor. Hukum dan hukum acara perdata yang didasarkan atas hukum Indonesia pada dasarnya tetap tidak berubah.
3.32 Contoh perundang-undangan untuk FIL dapat dengan mudah tersedia dari berbagai sumber dan secara khusus mencakup beberapa prinsip dasar seperti perlakuan nasional dan hak pengembalian dividen dan laba. Sektor/industri yang memenuhi syarat didefinisikan, demikian pula dengan pengaturan usaha patungan, prinsip-prinsip perpajakan, dan sebagainya. Penekanannya adalah untuk membuat aturan menjadi sederhana, transparan, didasarkan atas kriteria yang eksplisit dan bukan bersandar pada keputusan-keputusan pemerintah yang bersifat sesukanya atau tafsiran, dan sangat dibatasi dalam hal pemberian insentif pajak khusus atau insentif lainnya di luar yang diperlukan untuk membatasi terjadinya prasangka anti-ekspor. 3.33 Penyusunan draft Undang-Undang Investasi Asing untuk Timor Lorosae dimulai pada akhir tahun 2000 dan beberapa draft telah diedarkan. Draft-draft ini telah diulas oleh Badan Pertimbangan Investasi Asing (FIAS) dari Grup Bank Dunia serta badan-badan lain. Sejumlah keberatan telah diungkapkan mengenai penggunaan daftar cadangan dan daftar terbatas dan mengenai proses-proses penawaran tertentu, tetapi secara umum draft-draft tersebut tampaknya hampir mendekati praktek terbaik. Rancangan undang-undang dan kebijakan pendukung masih harus terus direvisi dan disusun kembali. 3.34 Karena secara terus menerus tidak ada FIL, dan meskipun ada pernyataan umum dari prinsipal untuk menyambut dan mendorong investasi asing di Timor Lorosae (yang pada umumnya telah diperkuat melalui keputusan-keputusan dari hari ke hari), masih belum terdapat kerangka hukum yang komprehensif untuk FDI. Sejauh ini, tingkat investasi asing masih kecil. 33
Tetapi, konsekuensi dari kesenjangan perundang-undangan ini hendaknya tidak terlalu dilebihlebihkan. Pernyataan minat oleh para investor asing masih belum terlalu banyak. Investasi terbesar tampaknya terdapat di sektor minyak dan gas bumi. Dan di Timor Lorosae, sebagaimana juga di kebanyakan negeri lain yang memiliki industri- industri yang berbasis pada sumber daya, investasi asing di sektor ini mungkin harus dilaksanakan melalui pengaturan negosiasi khusus daripada melalui undang-undang investasi asing generik. Akhirnya, FIL menjadi semacam wadah perundang-undangan yang menjembatani undang-undang perpajakan, undang- undang bea cukai, undang-undang perusahaan dan berbagai jenis perundang-undangan lain. Untuk bekerja secara efektif, bagian-bagian lain juga harus diberlakukan. Pengesahan FIL yang tepat penting bagi pembangunan Timor Lorosae dalam jangka waktu yang lebih panjang. Tetapi pengajuan FIL tidak akan memicu peningkatan FDI yang besar dan cepat. Perundang-undangan Sektor Perbankan dan Keuangan 3.35 Kerangka hukum yang mengatur bank dan lembaga- lembaga keuangan non-bank lebih maju daripada bidang-bidang lain. Tiga peraturan utama disahkan pada tahun 2000. • • •
Peraturan 2000/5 mengenai Perizinan Biro Penukaran Mata Uang Peraturan 2000/6 mengenai Pendirian Kantor Pembayaran Pusat (CPO) Peraturan 2000/8 mengenai Perizinan dan Pengawasan Bank
3.36 Selain itu, CPO (sekarang berubah menjadi Otoritas Perbankan dan Pembayaran (BPA)), telah mengeluarkan serangkaian instruksi yang memerinci praktek-praktek perbankan yang dapat diterima mengenai likuiditas, kecukupan modal, kualifikasi administratur, penjelasan kredit dalam jumlah besar, transaksi dengan orang-orang terkait dan audit. Catatan-catatan pelaporan dan neraca bank harus sesuai dengan Standar Akuntansi Internasional (IAS). 3.37 Draft sebuah peraturan perundang-undangan lanjutan yang mencakup lembaga- lembaga penerima setoran non-bank telah disusun dan diharapkan akan menjadi undang- undang dalam waktu dekat. 3.38 Tetapi lingkungan perundang-undangan yang menguntungkan ini tidak berarti bahwa para perantara keuangan telah memenuhi kebutuhan masyarakat usaha. Salah satu persoalan utama adalah ketidakmampuan lembaga- lembaga keuangan untuk menggunakan aset sebagai agunan. Ada beberapa masalah yang mendasarinya. Pertama adalah kurang berfungsinya Undang-Undang Perusahaan yang berarti bahwa, sebagaimana diuraikan di atas, kreditor tidak dapat melaksanakan klaim terhadap aset-aset perusahaan. Seperti juga di negara-negara lain, kadangkala perjanjian pinjaman finansial dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah ini. Daripada meminjam untuk membiayai pembelian aset, kreditor membeli aset tersebut secara tunai lalu menyewakannya kepada perusahaan yang sedang berjalan. Jika terjadi cedera janji, tidak ada masalah dalam melaksanakan klaim. Kreditor dapat memiliki kembali aset tersebut dengan mudah karena jelas ia berhak atas asetnya. Pengadilan dapat diandalkan untuk mendukung klaim tersebut bila perlu. Hal ini dapat cukup berhasil untuk aset-aset bergerak tetapi menjadi lebih sulit untuk aset-aset tetap. 3 3
Pembiayaan kadangkala masih dapat diatur bahkan atas aset tetap dan modal kerja melalui kesepakatan beli dan sewa kembali. Misalnya, suatu perusahaan yang ingin membeli suatu aset tetap dapat membiayainya dengan menjual aset-aset bergerak yang berbeda (khususnya mobil) kepada bank. Bank menyewakan kembali mobil tersebut ke perusahaan dan perusahaan menggunakan hasil penjualan mobil itu untuk membeli mesin.
34
3.39 Masalah kedua adalah tidak lengkapnya undang- undang kepailitan. Ketentuan umum dari Peraturan 1999/1 yang menyatakan bahwa undang- undang Indonesia sebelum tahun 1999 tetap berlaku di Timor Lorosae, tidak menyediakan kerangka hukum yang dapat dilaksanakan untuk kepailitan mengingat lembaga lokal yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak ada. Hal ini menghalangi pemberian pinjaman mengingat tidak ada mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan klaim kreditor bila terjadi ketidakmampuan membayar. Ini merupakan rintangan terbesar dalam memberikan pinjaman kepada orang-perorangan dan usaha-usaha yang tidak berbadan hukum. Saat ini, belum ada kebijakan kabinet yang dikeluarkan untuk mulai menggarap peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan. 3.40 Masalah ketiga berasal dari kesulitan-kesulitan sehubungan dengan kepemilikan tanah. Persoalan ini dibahas dalam konteks yang lebih luas di bawah ini. Tetapi sepanjang menyangkut keuangan, kurangnya kejelasan mengenai kepemilikan bidang tanah yang luas serta aset-aset bangunan (real estate), khususnya di daerah perkotaan, menyebabkan diabaikannya sumber agunan yang penting. 3.41 Di kebanyakan negara, sistem untuk saling membagikan informasi mengenai riwayat kredit peminjam telah berkembang di antara lembaga- lembaga keuangan termasuk bank, koperasi simpan pinjam dan perusahaan-perusahaan pemberi pinjaman (leasing). Sistem-sistem ini mengimbangi informasi asimetris antara peminjam dengan pemberi pinjaman dan membuat seluruh pinjaman lebih efisien dengan menyaring akses kredit para peminjam yang memiliki masalah kredit yang kronis. Sistem saling bagi informasi kredit ini dapat dijalankan secara pribadi, oleh lembaga keuangan itu sendiri atau oleh penyedia jasa khusus, atau oleh sektor publik. Pengaturan-pengaturan demikian sampai saat ini belum ada di Timor Lorosae, tetapi salah satu di antaranya perlu dibentuk guna mendukung pengembangan sektor keuangan. 3.42 Dengan kepergian bank-bank Indonesia, sekarang tinggal dua bank yang beroperasi di Timor Lorosae. BNU sudah ada sejak tahun 1999 tetapi belum banyak pinjaman yang diberikan dengan risikonya sendiri, dengan kegiatan-kegiatan utamanya yang terbatas pada jasa-jasa bank dasar seperti kliring dan transfer. ANZ didirikan belum lama ini dan memiliki kegiatan yang sangat terbatas. 3.43 Kedua bank ini beroperasi sebagai cabang dari kantor pusatnya di luar negeri dan karena itu tunduk kepada rezim peraturan dari otoritas di negeri asal bank-bank tersebut. BPA mengadakan korespondensi yang erat dengan otoritas pengawas Portugis dan Australia sehubungan dengan kegiatan-kegiatan di cabang setempat. 3.44 Telah diadakan pembahasan untuk mendirikan bank-bank yang berbadan hukum setempat, tetapi, sehubungan dengan perbankan komersial, sikap hati- hati harus diambil mengingat kurangnya kapasitas pengawasan dan ketidakmampuan untuk menjamin setoran atau bertanggung jawab atas penyelenggaraan perbankan. Jawaban yang tepat untuk kurangnya pemberian pinjaman komersial adalah mengatasi kekurangan yang disebutkan di atas yang, jika dibiarkan tidak teratasi, sama-sama akan menghambat pemberian pinjaman yang hati- hati oleh bank-bank setempat. Seraya permintaan bertambah, patut dipertimbangkan untuk menarik minat bank-bank komersial asing yang berkualitas tinggi lainnya yang berada di bawah pengawasan dan mendapatkan dukungan keuangan dari otoritas pengaturan mereka sendiri. 3.45 Sebaliknya, program-program keuangan mikro mungkin memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan sektor swasta maupun pedesaan. Untuk itu, beberapa proyek 35
telah dibentuk termasuk Proyek Pembangunan Keuangan Mikro ADB dan sejumlah operasi keuangan mikro independen. Proyek Pemberdayaan Masyarakat (CEP) Bank Dunia telah meluncurkan kredit dan hibah kepada proyek-proyek tingkat desa. Proyek Badan Usaha Kecil (SEP) telah meluncurkan pinjaman kepada badan-badan usaha kecil dan menengah di seluruh ibukota distrik. SEP II, sebagai lanjutan dari SEP I, juga akan berupaya untuk memberikan peningkatan kredit kepada usaha- usaha yang layak sampai ke tingkat sub-distrik. 3.46 Awalnya, yang menjadi fokus adalah sektor usaha umum karena sektor ini mengalami kerugian modal fisik yang relatif lebih besar setelah tindak perusakan tahun 1999. Tetapi program-program ini dijalankan dengan lambat. Selain itu, pinjaman dan kredit yang sekarang sedang diberikan hampir selalu ditujukan untuk usaha-usaha hilir dari kegiatan-kegiatan pedesaan tradisional. Meskipun terciptanya permintaan hilir secara tidak langsung bermanfaat bagi para petani, tidak satupun dari program kredit yang ada saat ini benar-benar memperuntukkan pemberian pinjaman kepada masyarakat pedesaan, dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus para petani. Sejak tahun 1999 sektor pertanian telah benar-benar pulih dan kembali kepada pola produksi musiman. Perlu dipastikan bahwa petani dan badan-badan usaha yang berbasis di pedesaan mendapatkan akses yang memadai ke kredit yang diberikan bersamasama dengan inisiatif dan pelatihan teknik pertanian para petani dalam mempertanggungjawabkan penggunaan kredit. K ERANGKA H UKUM UNTUK K EPEMILIKAN TANAH 3.47 Pemerintahan kolonial Portugis yang diikuti oleh rezim Indonesia dan tindak perusakan yang meluas atas bangunan dan arsip tanah pada tahun 1999, telah menimbulkan serangkaian klaim sengketa tanah yang kompleks. Klaim-klaim ini perlu diselesaikan dengan mendesak. Kegiatan komersial dan investasi dalam konstruksi yang baru serta peningkatan permodalan maupun konstruksi dan pemugaran rumah tinggal mengalami hambatan tanpa mekanisme yang sesuai untuk menetapkan kepemilikan dan memberikan jaminan terhadap kemungkinan tindakan pengusiran. Pendudukan tanah secara tidak sah meningkat, begitu pula dengan penipuan tanah termasuk klaim-klaim palsu dan kejadian-kejadian mengenai orang-orang yang menyewakan dan menjual properti yang atasnya mereka tidak memiliki hak yang jelas. Ketidakpuasan masyarakat muncul akibat tekanan-tekanan ini masih belum terselesaikan. 3.48 Oleh karena itu, Unit Pertanahan dan Properti (LPU) Kementerian Infrastruktur mengembangkan seperangkat proposal mengenai hak- hak tanah dan pendudukan yang tidak sah. Sub Komite Kabinet bidang Pertanahan dan Properti mempertimbangkan perkara-perkara ini dan pada bulan Oktober 2000, kebijakan ETTA mengenai pertanahan ditetapkan oleh Kabinet dengan fungsi- fungsi yang diserahkan kepada LPU sebagai berikut. • • • • • •
36
Menetapkan persetujuan penggunaan sementara untuk menguatkan penggunaan properti Menyelesaikan sengketa yang terkait dengan penggunaan sementara Mendaftarkan klaim-klaim tanah, bukan hak atas tanah Menentukan suatu periode untuk mengajukan klaim-klaim tanah tepat hingga saat kemerdekaan yang dirangkaikan dengan kampanye penerangan publik Mengembangkan database nasional tunggal untuk klaim-klaim tanah Mengembangkan suatu mekanisme untuk memberikan kepercayaan kepada para investor seperti suatu peraturan yang mengatur persetujuan penggunaan sementara untuk jangka
• •
waktu yang lebih panjang (misalnya 20 tahun) di mana kepemilikan tanah dengan jelas tidak perlu dipersoalkan (misalnya properti pemerintah) Memprakarsai suatu debat nasional mengenai persoalan tanah Memperkuat kapasitas penyelesaian sengketa tanah di tingkat masyarakat.
3.49 Meskipun kebijakan Kabinet memberikan klarifikasi tanggung jawab yang menggembirakan, sebenarnya LPU sudah melakukan beberapa dari fungsi- fungsi ini. Penetapan hak-hak guna tanah oleh LPU telah menjadi cara yang efektif dalam membebaskan aset-aset untuk penggunaan yang produktif. Praktek pendelegasian keputusan-keputusan LPU mengenai penggunaan tanah kepada Administratur Distrik telah mempercepat prosesnya dan, untuk tahun fiskal ini, lebih dari $1 juta telah diajukan melalui penjualan hak- hak guna atas tanah publik dan tanah yang ditinggalkan. Tetapi penyewaan sementara rata-rata kurang dari satu tahun dan investasi oleh pemegang hak sewa masih terbatas mengingat persepsi risiko kedua belah pihak dalam lingkungan yang tidak pasti saat ini. Ketentuan-ketentuan sewa dengan hak guna sementara 20 tahun masih belum diimplementasikan. Selain itu, wewenang LPU hanya sampai pada tanah publik dan tanah yang ditinggalkan, sedangkan sebagian besar bidang tanah yang semakin luas dalam sengketa pihak swasta tidak tercakup. Oleh karena itu, penjualan hak guna tanah hanyalah strategi sementara sehingga diperlukan solusi yang lebih permanen. 3.50 Ini akan menjadi usaha yang besar. Bahkan sebelum dihancurkannya hampir semua arsip tanah pada tahun 1999, kurang dari 25 persen tanah telah terdaftar, sedangkan sebagian besar wilayah negera ini merupakan tanah tak terdaftar yang terdiri dari lahan hutan, perkebunan, tanah Negara dan tanah milik adat atau yang berada di bawah hak kepemilikan tradisional termasuk tanah yang diduduki oleh penduduk liar dan pengungsi. Pembentukan sistem administrasi tanah secara formal bukan hanya akan menghasilkan peneguhan atas kepemilikan tanah yang terdaftar melainkan juga pencatatan perincian semua tanah lainnya. Prioritas tertinggi hendaknya diberikan kepada daerah-daerah perkotaan di mana klaim-klaim persengketaan dan kepemilikan yang dipersengketakan adalah yang terparah dan tekanan-tekanan atas jaminan hak guna tanah adalah yang terberat. Di kebanyakan daerah pedesaan, bentuk-bentuk tradisional hak guna tanah untuk sementara ini masih akan dapat bertahan secara memuaskan, meskipun perincian tanah ini harus dikumpulkan dan dicatat dalam suatu database guna mendukung administrasi tanah di distrik-distrik. 3.51 Investigasi tanah dan tindakan pendaftaran sementara akan bergantung pada sistem pendaftaran dan pencatatan tanah yang diterapkan untuk tanah-tanah yang belum didaftarkan. Pendaftaran tanah hendaknya mencakup pencatatan hak-hak dan kepemilikan tanah yang didaftarkan sebelumnya di bawah sistem Portugis dan/atau Indonesia maup un pendaftaran baru dan transaksi-transaksi berikutnya yang mungkin terjadi. Sistem pencatatan tanah diperlukan untuk mencatat kepemilikan, penghuni dan keterangan lainnya untuk tanah-tanah yang tidak didaftarkan. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, lebih disukai jika sistem pendafaran dapat mencakup semua tanah, suatu proses yang memerlukan rancangan dan implementasi suatu program pendaftaran yang sistematis dan membuat ketentuan khusus untuk mengatur tanah milik adat. Sistem pengukuran batas-batas tana h juga harus ditetapkan kembali untuk mendefinisikan tata ruang lokasi dari tanah yang terdaftar/tercatat. Suatu proses penyelesaian sengketa diperlukan untuk menyelesaikan konflik-konflik mengenai kepemilikan, hak-hak dan batas-batas dari tanah yang terdaftar atau tidak terdaftar.
37
3.52 Oleh karena itu, suatu Peraturan mengenai Pembentukan Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri dengan Yurisdiksi Eksklusif atas Sengketa Tanah (draft 21 November 2000) dan Peraturan mengenai Pembentukan Komisi Pertanahan (draft 24 Oktober 2000) telah disusun. Peraturan mengenai Sengketa Tanah menetapkan dibentuknya “majelis hakim Pengadilan Negeri Dili” untuk mengadili dan memutuskan sengketa-sengketa tanah. Peraturan tersebut juga menetapkan majelis hakim Pengadilan Tingkat Banding Timor Lorosae untuk mengadili dan memutuskan kasus-kasus banding yang berasal dari keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri. 3.53
Peraturan Komisi Pertanahan memberi Komisi Pertanahan wewenang atas: • • • •
Verifikasi dan pendaftaran hak-hak tanah Pemetaan kadaster dan pengukuran tanah Penyelesaian sengketa tanah Administrasi properti publik dan properti yang ditinggalkan
3.54 Kedua peraturan perundang- undangan ini masih belum disahkan oleh Kabinet/Dewan Menteri. Setelah peraturan perundang- undangan ini disahkan, penting sekali agar sumber daya anggaran yang diperlukan untuk membentuk badan-badan administratif bersangkutan disediakan dan agar pendanaan yang berulang untuk kelanjutan operasi badan-badan tersebut berada dalam ruang lingkup sumber daya fiskal yang diharapkan selama jangka menengah. 3.55 Konstitusi Nasional yang baru saja diadopsi melarang kepemilikan tanah oleh pihak asing. Sedangkan Pemerintah sedang menelusuri sarana-sarana alternatif untuk memfasilitasi investasi asing termasuk melalui penggunaan perjanjian sewa. Keabsahan hukum dari pengaturan-pengaturan sewa masih dirintangi oleh kekurangan-kekurangan kerangka hukum yang lain. Undang -Undang Niaga 3.56 Undang-undang niaga menetapkan aturan-aturan transaksi ekonomi di antara pihak-pihak termasuk struktur kontrak, pengalihan properti dan mekanisme penyelesaian sengketa. Undangundang ini menjadi dasar bagi terbentuknya suatu lingkungan usaha yang baik. Tetapi berbeda dengan undang- undang perusahaan Indonesia, yang menetapkan model yang cukup modern dan berpandangan ke depan bagi Timor Lorosae untuk menyesuaikan kebutuhannya sendiri, undangundang komersial Indonesia sudah tua sekali dan didasarkan atas kitab undang- undang Belanda tahun 1847. Selain itu, kitab undang-undang Indonesia merupakan kombinasi yang buruk dari undang-undang yang mengatur hukum warisan, hukum keluarga, hukum properti maupun apa yang biasanya dianggap sebagai hukum niaga modern dasar atau kontrak. Kementerian Kehakiman di Dili bahkan tidak memiliki kelengkapan kitab undang- undang Indonesia yang terkait dengan persoalan undang-undang niaga dan tampaknya tak satupun dari kitab undangundang ini ada di wilayah Timor Lorosae. Beberapa hakim mungkin memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai kitab undang-undang kuno tersebut, tetapi ini saja bukanlah dasar yang cukup untuk memberikan kepastian hukum dalam urusan bisnis. 3.57 Saat ini, tidak ada inisiatif untuk mengubah kitab undang-undang Indonesia atau mengajukan kitab undang- undang yang baru. Persoalan ini perlu diperhatikan. Mengadopsi undang-undang yang baru mungkin lebih disukai daripada mengadopsi undang-undang
38
Indonesia. Tetapi hal ini merupakan keputusan yang harus dibuat oleh pihak yang berwenang. Maka perlu segera dimulai pekerjaan menyusun dan mengesahkan perundang-undangan. Undang -Undang Perburuhan 3.58 Peraturan-peraturan perburuhan telah menjadi pokok bahasan publik yang aktif di Timor Lorosae, yang dimulai dengan Lokakarya Konsultasi Tripartit UNTAET/ILO yang pertama mengenai Undang-Undang Perburuhan dan Hak-Hak Mendapatkan Pekerjaan pada bulan April 2000 dan diteruskan dengan konsultasi usulan Peraturan Perburuhan untuk Timor Lorosae yang diadakan pada bulan Januari 2001 oleh Divisi Pelayanan Perburuhan dan Sosial di Departemen Sosial, yang bekerja sama dengan ILO. Draft perundang- undangan disusun pada bulan Juli 2001 tetapi masih belum disahkan. 3.59 Draft undang-undang ini membatasi dirinya terutama pada pendefinisian struktur administratif dan adjudikatif. Dan persoalan-persoalan seperti tingkat upah minimum harus diputuskan menurut peraturan-peraturan turunannya. Tetapi, ada sejumlah ketentuan kuantitatif yang eksplisit. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam membahas dan mungkin mengubah draft maupun dalam menyusun peraturan-peraturan turunannya, untuk memastikan bahwa Timor Lorosae dapat mengadakan perlindungan pekerja sebagaimana mestinya seraya menjaga fleksibilitas pasar buruh yang memadai untuk memastikan daya saing dan penciptaan kesempatan-kesempatan kerja. Faktor- faktor ini meliputi: • • • • • • • •
Tingkat upah lembur, durasi dan frekuensi Hak atas pesangon dan persyaratan pemberitahuan Tingkat upah minimum dan frekuensi penyesuaian Cuti hari libur Cuti sakit/kelurga/melahirkan Minggu kerja Perlakuan terhadap pekerja musiman Penggunaan pekerja asing
3.60 Ada suatu perimbangan antara tindakan perlindungan buruh seperti upah minimum dengan tingkat investasi dan penciptaan pekerjaan. Investasi swasta akan ditarik sesuai dengan daya saing Timor Lorosae, yang sebagian ditentukan oleh produktivitas pekerja dalam hubungannya dengan tingkat upah dasar dan tunjangan yang harus diberikan. Kedua, lingkungan unik Timor Lorosae sebagai suatu bangsa baru memperlihatkan bahwa suatu periode penilaian mungkin diperlukan agar daya saing perekonomian dapat dikalibrasikan sebelum parameter pengaturan ini ditetapkan. Juga penting untuk memastikan konsistensi dalam lingkungan peraturan agar para investor tidak secara tiba-tiba menghadapi aturan-aturan baru padahal mereka telah mempertaruhkan sumber daya. Ini berarti pendekatan go-slow: gunakan waktu yang cukup untuk menetapkan standar-standar buruh pada tingkat yang sepadan dengan tingkat produktivitas dan daya saing Timor Lorosae; memberikan waktu transisi yang wajar bagi perusahaan untuk memenuhinya; berfokus awalnya pada struktur dan proses penetapan standar (susunan badan-badan pengaturan, prosedur pertimbangan/konsultasi) tanpa perlu menentukan batas waktu yang ketat untuk pembentukan batasan-batasan peraturan kuantitatif. Akhirnya, persoalan-persoalan tertentu dalam bidang-bidang seperti pemecatan sewenang-wenang, keselamatan pekerja dan pelecehan seksual dikupas lebih lanjut dalam bagian hak-hak
39
pekerja/manusia dan terlepas dari persoalan produktivitas dan daya saing. Pengaturan dalam bidang-bidang ini hendaknya ditangani secara langsung. Undang -Undang Perpajakan 3.61 Undang-undang perpajakan telah disusun kembali secara komprehensif dengan menggunakan undang-undang Indonesia sebagai dasarnya. Tarif pajak atas penghasilan upah adalah sebagai berikut: Rentang penghasilan (US$/bulan) Kurang dari 100 100-650 650 ke atas
Tarif (persen) 0 10 30
3.62 Pajak harus dipotong, pada tarif antara 4 sampai 5 persen untuk penghasilan yang berasal dari jasa seperti konstruksi, transportasi dan pengeboran minyak, sampai 15 persen untuk bunga penghasilan dividen dan penghasilan dari properti. Selain itu, ada pajak jasa sebesar 10 persen yang berlaku bagi hotel, restoran, penyewaan kendaraan dan perusahaan telekomunikasi. Tarif pajak penghasilan untuk non-penduduk adalah 20 persen. 3.63 Impor dibebani bea masuk sebesar 5 persen dan pajak penjualan (khusus impor) sebesar 5 persen. Bea cukai harus dibayar atas sekelompok kecil barang mewah dan barang-barang “sin tax”. Ini paralel dengan sistem Indonesia dengan perkecualian bahwa sebenarnya tidak ada pembebasan pajak yang diberikan di Timor Lorosae sedangkan undang-undang Indonesia memiliki rezim pembebasan pajak yang kompleks. 3.64 Struktur perpajakan cukup sederhana dengan hanya tiga rentang tarif pajak upah yang secara umum bersih dari pembebasan pajak. Penggunaan pajak pertambahan nilai atas pajak tidak langsung pernah dipertimbangkan. Tetapi, hal ini ditolak dengan alasan bahwa pajak tersebut terlalu rumit dan akan memberikan sedikit saja tambahan pendapatan mengingat tipisnya nilai domestik yang ditambahkan dan tingginya proporsi impor. Dari segi transparansi, biaya ketaatan minimal dan kemudahan administrasi dan pelaporan, sistem perpajakan di Timor Lorosae masih cukup baik. Prioritas diberikan mulai dari tingkat tertinggi dalam penyusunan dan pengesahan draft perundang-undangan, penerapan unit wajib pajak yang besar dan penyusunan daftar wajib pajak. Aspek perpajakan ini telah ditangani dengan baik dan menyumbang kepada dikembangkannya suatu lingkungan usaha yang sehat. Insentif pajak, prioritas sektoral dan struktur perpajakan telah menjadi pokok yang diperdebatkan baru-baru ini dan dibahas dengan lebih rinci di bawah ini.
40