54
V. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH OLEH DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA PONTIANAK
5.1 Gambaran Manajemen dan Organisasi Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak
Pengelolaan sampah di Kota Pontianak merupakan tanggungjawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang mencakup pelayanan sampah dengan jumlah penduduk Kota Pontianak saat ini lebih dari 500 juta jiwa dengan jumlah timbunan sampah yang harus dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah sekitar 1.400 m3 setiap harinya. Dari pelayanan persampahan di Kota Pontianak meliputi 5 kecamatan yaitu: 1. Kecamatan Pontianak Kota 2. Kecamatan Pontianak Barat 3. Kecamatan Pontianak Selatan 4. Kecamatan Pontianak Timar 5. Kecamatan Pontinaak Utara Cakupan pelayanan persampahan khususnya pelayanan angkutan baru mencapai 60 persen pada daerah pemukiman dari total jumlah penduduk. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah dalam memberikan pelayanan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah : 1. Sumberdaya manusia yang kurang memahami untuk mengikutsertakan masyarakat dalam menerapkan 3RC. Hal ini karena pemerintah belum melaksanakan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah secara swadaya untuk masyarakat yang belum mengetahui pengelolaan sampah secara swadaya. 2. Sedikitnya intensitas penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk memberikan pengarahan masyarakat dalam
mengelola
sampah. Setiap tahun penyuluhan dilakukan 24 kali dengan jumlah kelurahan
55
sebanyak 24 sehingga setahun sekali satu kelurahan mendapatkan penyuluhan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. 3. Adanya ego sektoral dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh instansi terkait. Instansi terkait tidak melibatkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam melakukan pengelolaan sampah. Hal ini menyebabkan penanganan sampah masih bersifat parsial. Pengelolaan sampah memerlukan pelibatan seluruh instansi terkait yang saling berhubungan satu sama lain yang membutuhkan integrasi sehingga tercapai lingkungan yang bersih. 4. Kurangnya tenaga teknis yang ikut dalam pelatihan untuk mengorganisasikan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal ini yang menyebabkan kegiatan yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan masih mengandalkan teknologi. Masyarakat belum digerakkan dalam pengelolaan sampah. 5. Bantuan pengelolaan sampah akan diberikan kepada pemerintah jika masyarakat sudah melaksanakan pengelolaan sampah secara swadaya terlebih dahulu. 6. Belum diterapkannya paradigma pengembangan masyarakat dalam mengelola sampah dengan memberdayakan masyarakat yang belum mampu melakukan pengelolaan sampah. 7. Kurang disiplin pegawai melaksanakan tugas pelayanan sampah untuk menempati jadwal pengangkutan sampah yang telah ditentukan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu mengelola sampah seluruh Kota Pontianak.
5.2 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Tahun 2005 - 2009
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak akhir-akhir ini menjadi sorotan oleh masyarakat kota dalam pelayanan publik terutama tentang pelayanan kebersihan yang masih dianggap kurang memuaskan. Masyarakat mulai mempertanyakan akan nilai yang diperolah atas pelayanan yang dilakukan baik kualitas maupun kuantitas. Dalam era otonomi daerah sekarang ini sasaran yang diperlukan adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat umum sekaligus menampung aspirasi masyarakat itu sendiri. Adapun rencana strategi tahun 2005 – 2009 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak sebagai berikut:
56
VISI Mewujudkan Kota Pontianak yang Bersih, Hijau, Teduh didukung Peran Serta Masyarakat
MISI Meningkatkan pengelolaan pelayanan kebersihan dan sanitasi pada masyarakat Meningkatkan peran serta masyarakat instansi pemerintah dan swasta dalam pengelolaan kebersihan lingkungan Meningkatkan peran serta masyarakat, instansi pemerintah dan swasta dalam pengelolaan 1. Terbentuknya kelompok kebersihan di masyarakat 2. Tersedianya sarana kebersihan swadaya masyarakat 3. Jumlah kemitraan masyarakat pengelolaan sampah 4. Jumlah kemitraan instansi
Meningkatkan peran serta dan kemitraan dalam pengelolaan persampahan/kebersihan
TUJUAN
SASARAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
Meningkatkan pengelolaan pemusnahan sampah (insenerasi) agar kualitas lingkungan hidup terjaga Tercapainya desentralisasi pembuangan sampah akhir dengan alat insenerator
1. Jumlah SDM yang memadai 2. Luas insenerasi yang memadai 3. Jumlah sampah yang dapat dimusnahkan
Menempatkan personil sesuai dengan bidang kegiatannya dan penguasaan management pengelolaan insenerasi untuk menunjang kelancaran alat pemusnah sampah
PROGRAM Peningkatan dan pemeliharaan kebersihan
Peningkatan dan pemeliharaan kebersihan
Peningkatan sarana dan prasarana kebersihan
Peningkatan peralatan kebersihan
KEGIATAN 1. Operasional Pengendalian TPA 2. Kerjasama operasional swakelola dan mitra kerja
1. Operasional pengendalian kegiatan pemusnah sampah (insenerasi) 2. Operasional pemusnah sampah dengan alat insenerator
1. Pembangunan dan pengadaan insenerator 2. Pembangunan jalam masuk insenerator 3. Pembangunan pagar insenerator
Gambar 5.1 Rencana Strategi Pengelolaan Sampah Kota Pontianak
1. Pengadaan kendaraan operasional 2. Pengadaan Genset 5000wat 3. Pengadaan karung plastik
57
Hal yang tersirat dalam visi Kota Pontianak bahwa pengelolaan lingkungan dilakukan dengan peranserta masyarakat. Untuk membangun peranserta masyarakat perlunya pengembangan masyarakat yang tertuang dalam misi. Dalam rangka mencapai misi tersebut Kota Pontianak memiliki tujuan yang benar dengan membangun jejaring, partisipasi masyarakat tetapi untuk tujuan menggunakan insenerasi kurang tepat karena penggunaan insenerator tidak mengubah perilaku masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah dengan cara memilah sampah organik dan anorganik. Dengan mengubah kebiasaan masyarakat memilah sampah akan lebih mudah mendaur ulang sampah. Dengan daur ulang sampah, akan menghasilkan nilai ekonomi. Hal ini akan membuka lapangan kerja baru dan memberdayakan masyarakat. Kelemahan menggunakan insenerator adalah pengelolaan sampah tergantung kepada teknologi. Pada saat teknologi rusak maka sampah akan bertumpuk. Selain itu biaya perawatan dan perbaikan mesin lebih besar daripada memberdayakan masyarakat untuk mengelola sampah. Adanya ketidaksesuaian antara indikator yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu terbentuknya kelompok kebersihan di masyarakat dengan realisasi program. Program yang ada masih sebatas kerjasama pihak ketiga dan operasional di TPA. Hal ini tidak mengarah kepada pembentukan kelompok sampah di masyarakat. Kebijakan pemerintah meningkatkan peran serta dan kemitraan dalam pengelolaan persampahan/kebersihan dapat dilakukan dengan program kolaborasi antara stakeholder yaitu dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dan dana dari LSM yang dapat dikombinasikan dengan dana pemerintah untuk mewujudkan visi Kota Pontianak. Sedangkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dapat
dilakukan
dengan
pengembangan
masyarakat
seperti
pembentukan kelompok sampah. Selain itu kebijakan untuk menempatkan personil sesuai dengan kegiatannya dan penguasaan manajemen pengelolaan insenerator untuk menunjang kelancaran
alat pemusnah sampah sebaiknya
dengan menempatkan personil dengan kegiatan pengorganisasian masyarakat untuk
menunjang
pengelolaan
sampah
berbasis
masyarakat.
Dengan
menggerakkan masyarakat dalam mengelola sampah akan meringankan beban pemerintah untuk melakukan perencanaan, pengawasan dan pengevaluasian karena masyarakat dapat melakukan hal tersebut secara mandiri.
58
Program yang dilakukan pemerintah kurang tepat karena belum mengedepankan tujuan Kota Pontianak yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Adanya program peningkatan dan pemeliharaan kebersihan dengan kegiatan operasional pengendalian TPA dan kerjasama operasional swakelola dan mitra kerja, masih menunjukkan
kepada
pola kerjasama
dengan
pihak
ketiga dan
tidak
menggerakkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Sedangkan untuk program peningkatan dan pemeliharaan kebersihan, peningkatan sarana dan prasarana kebersihan dan peningkatan peralatan kebersihan sudah benar tetapi program tersebut sebaiknya tidak melalui kegiatan insenerasi tetapi dengan kekuatan masyarakat dalam mengelola sampah yang difasilitasi oleh program tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa rencana strategisbelum mengarah kepada basis komunitas – pengembangan masyarakat – CSR.
5.3 Teknik Operasionalisasi Pengelolaan Sampah Pasar Pengelolaan sampah yang diserahkan kepada swasta pertama kali pada Pasar Flamboyan dan Pasar Mawar yang menjadi pengelolaan sampah oleh swasta. Hal ini dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2000 yang dilaksanakan selama enam bulan dimulai dari Agustus sampai Januari 2001. Kerjasama ini diteruskan sampai tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban Pemerintah Daerah Kota Pontianak dalam penanganan sampah. Adapun kerjasama operasional Pasar Mawar dan Pasar Flamboyan dengan kegiatan: 1. Melakukan penyapuan pada lorong-lorong dan bawah meja pedagang. 2. Melakukan pengangkutan sampah hasil penyapuan ke TPS. 3. Melakukan pembersihan saluran dalam lingkungan pasar. 4. Melakukan penyapuan pada lingkungan luar pasar/tempat parkir. 5. Memelihara sarana operasional kebersihan pasar. Sedangkan untuk pengumpulan sampah pada pasar-pasar tradisional dilakukan tenaga dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Pengumpulan sampah dilakukan setiap hari. Kegiatan dimulai dari penyapuan los-los, meja-meja jualan, lapak
59
halaman trotoar jalan sampai dengan sampah saluran got. Kegiatan ini dilakukan setiap hari oleh pekerja yang dikoordinir oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan mulai pukul 08.00 – 13.00 Wib. Sampah tersebut diangkut dengan gerobak sampah untuk dimasukkan kedalam dump truk/kontainer dan ada pula yang ditampung pada TPS yang di bangun disekitar pasar tersebut. Kemudian sampahsampah tersebut diangkut dengan dump truk/kontainer untuk dibawa ke TPA Batu Layang. Sampah pasar volumenya relatif meningkat pada saat tiba hari-hari besar, seperti Tahun Baru Masehi, Imlek, Cap Goh Me, Idhul Adha, Idul Firti, Hari Natal, Momentum Hari Nasional, Kegiatan Besar Propinsi dan Kota. Demikian pula pada musim buah, pada musim ini Kota Pontianak akan dibanjiri berbagai jenis buah sesuai dengan musimnya, terutama buah durian. Oleh karena itu, jika musim buah ini tiba maka timbunan volume sampah meningkat. Pada umumnya pada pada hari-hari besar volume sampah meningkat mencapai 100 persen -200 persen. Jenis buah-buah yang datang dari daerah adalah durian, rambutan, langsat, rambai, jambu, semagka, jeruk, melon dan mangga. Data volume sampah pada pasar-pasar sebagai berikut: Tabel 5.1 Data Volume Sampah di Pasar Kota Pontianak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Pasar Flamboyan Dahlia Mawar Kemuning Teratai Siantan Kenanga Puring Nipah Kuning Pasar Tengah Jumlah
Vol.sampah (M3)
Ritasi/hari 8 4 4 4 4 4 2 1 1 4 36
48 32 32 32 32 32 12 6 6 24 256
Sumber : Diolah Tim DKP, 2007.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di pasar adalah sebagai berikut:
60
1.
Penempatan posisi antara pedagang belum tertib sehingga lorong-lorong tertutup menyebabkan kebersihan di los-los dan kios-kios disepanjang jalan masuk sulit dilakukan karena tempat estela dagangan tidak dirapikan kembali (banyak menggunakan meja permanen yang tidak bisa dipindahkan).
2.
Para pedagang membuang sampah tidak menggunakan kantong atau keranjang sampah. Sampah dibiarkan berserakan di tempat jualan sehingga memperlama kerja petugas mengumpulkan sampah untuk dibuang ke TPS.
3.
Banyak pedagang yang berjualan disepanjang jalan masuk pasar serta dilingkungan tempat parkir sehingga menyulitkan dalam penyapuan jalan luar/tempat parkir.
4.
Pasar di sapu pada pukul 08.00 – 13.00 Wib dan pasar tutup pada pukul 15.00 Wib sehingga pasar tidak bersih.
5.
Operasional pengangkutan sampah dari TPS pasar dilakukan dengan dua mobil. Pengangkutan sampah dapat diatasi dengan dua mobil pengangkutan. Pada saat satu mobil rusak maka sampah di TPS tidak dapat terangkut dan sampah menumpuk di TPS.
Tindakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan kerjasama kepada pihak ke tiga. Hal ini tidak membuat perubahan yang signifikan untuk merubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Pelaksanaan pelayanan yang dilakukan masih sebatas membersihkan sehingga hal tersebut tidak mendapatkan perubahan perilaku masyarakat untuk membuang sampah pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Hal ini dibuktikan dengan ketidaktahuan pedagang tentang pengelolaan sampah yang dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan sehingga tidak mungkin menumbuhkan partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah untuk mengatasi masalah sampah di pasar. Masalah sampah adalah masalah perilaku manusia dalam mengelola sampah yang dihasilkan jika pelayanan yang dilakukan hanya sebatas pada pelayanan membersihkan maka Kota Pontianak tidak akan pernah bersih. Pertumbuhan sampah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Kegiatan membersihkan bukan merupakan tanggungjawab dari pemerintah tetapi tanggungjawab masyarakat juga. Tetapi pelayanan yang dilakukan pemerintah belum pada tahap pemberi kesadaran masalah sampah merupakan masalah bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih. Berikut ini gambar adalah operasionalisasi pengangkutan sampah pasar, sebagai berikut:
61
Sampah
1. Buang sampah tidak pada tempatnya. 2. Wadah sampah tidak sesuai dengan volume sampah. 3. Pedagang tidak mengetahui pengelolaan sampah.
Pedagang membuang pada tempat sampah
Petugas mengangkut sampah di tempat sampah
1. Tidak ada ketentuan waktu pengangkutan sampah untuk pedagang. 2. Penyapuan dilakukan pada saat aktivitas pasar berlangsung. 3. Tidak ada sangsi atas kelalaian membuang sampah. 4. Tidak ada sosialisasi partisipasi untuk serta dalam pengelolaan sampah.
Pengangkutan ke kendaraan pengangkutan sampah
1. Petugas pasar dengan mobil angkutan tidak ada ketentuan waktu pengangkutan 2. Pengangkutan sampah dilakukan pada saat masih aktivitas pasar berlangsung.
Mengangkut sampah ke TPA
1. Sampah tidak ditutup dengan terpal. 2. Diangkut pada saat siang hari, masyarakat sedang beraktivitas menimbulkan pencemaran udara.
Gambar 5.2 Operasionalisasi Pengelolaan Sampah di Pasar
5.4 Pengelolaan Sampah Di Wilayah Pemukiman Penduduk Kota Pontianak
Operasionalisasi pengangkutan sampah di pemukiman Kota Pontianak dengan sistem Angkut - Kumpul – Buang. Pelayanan angkutan dilakukan di TPS yang akan diangkut oleh mobil angkutan sampah untuk diangkut ke TPA. Berdasarkan kemampuan operasional sarana angkutan yang ada diperkirakan yang terangkut ke TPA sebanyak 1600 m3/hari atau 534,40 ton/hari, sedangkan sisanya 496,04 m3/hari atau 165,35 ton/hari oleh masyarakat ada yang dibakar, ditimbun, dibuang ke sungai, dan tempat lainnya. Volume sampah kota yang terangkut dari TPS ke TPA tahun 2006 sebanyak 1.404 m3/hari atau 512.460 m3/tahun. Karakteristik pola pemindahan yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah menggunakan pola pemindahan berupa kontainer berkapasitas sembilan m3/hari, sehingga termasuk dalam jenis transfer depo yaitu pemindahan berkapasitas
62
delapan sampai 16 m3/hari. TPS ini digunakan untuk melayani 5.000 – 10.000 jiwa/unit dengan radius standar + 500 m, sedangkan umur teknisnya adalah sepuluh tahun pemakaian. Transportasi angkutan sampah yang tersedia adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 Daftar Armada Pengangkutan Sampah Untuk Pemukiman Kota Pontianak No
Jenis
Jumlah (unit)
Kondisi
1
Amr Roll Truck
9
Baik
2
Dump Truck Tipper
22
Baik
3
Compacktor
1
Baik
Sumber: Kondisi Bulan Nopember 2007, Diolah Tim DKP, 2007.
Cara pelayanan yang dilakukan dengan pengangkutan sampah adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Pengangkutan dengan Dump Truk Tipper Proses pengangkutan menggunakan dump truk tiper dengan kapasitas enam m3 dilakukan oleh pekerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dump truk ini berjumlah 31 unit dengan rata-rata ritasi perhari tiga sampai lima rit/unit. Jadi ritasi yang terjadi dalam satu hari bisa mencapai 69 rit. Satu unit truk diwakili oleh satu orang supir disertai kru pengangkut sebanyak lima orang. Masingmasing truk yang ada dibagi tugas mengangkut beberapa TPS dan depo sesuai dengan kapasitas truk dan disesuaikan dengan hasil survey timbunan sampah oleh tim survey. Prakteknya dua orang pekerja berada diatas truk dan tiga orang lainnya dibawah (dua orang menaikkan keranjang dan satu menyusun sampah di dalam dump truk). Setelah sampah di dalam bak dan depo selesai dikerjakan maka lokasi tempat sampah tersebut juga dibersihkan dengan cara disapu. Peralatan standar digunakan adalah: keranjang rotan besar, sekop, penggaruk besar dan kecil dan sapu lidi ikat besar. Truk melakukan pengangkutan tiga kali dengan waktu: pagi, siang dan sore hari. Sampahsampah tersebut langsung diangkut ke TPA melalui jalur darat melewati dua
63
buah jembatan setiap hari non stop sepanjang tahun. Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengangkutan ini adalah: a. Pengangkutan sampah hanya akan dilakukan di daerah yang telah tersedia TPS. Bagi wilayah yang tidak tersedia TPS, tidak mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah. b. Kerusakan satu mobil akan mengakibatkan penumpukan sampah di TPS; c. Pelayanan pengangkutan ini tidak menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah setelah pengangkutan
sampah agar menjaga
keindahan Kota Pontianak dari tumpukan sampah di TPS. d. Menimbulkan pencemaran udara pada saat mobil angkutan sampah lewat karena bak truk tidak ditutup dengan terpal. e. Air sampah dari mobil angkutan berceceran di sepanjang jalan menuju ke TPA. 2. Pelayanan Angkutan Sampah dengan Arm Roll Kendaraan arm roll mengangkut kontainer setiap hari sebanyak tiga rit yaitu pagi, siang dan sore hari. Pagi sekitar pukul 05.00, siang pukul 13.00 dan sore pukul 15.00. Dalam satu hari, satu unit arm roll dapat mengangkut sebanyak dua sampai tiga rit. Kendaraan ini difungsikan untuk mengangkut kontainer yang terbuat dari plat besi tebal dengan kapasitas rata-rata sembilan m3 dan dibuat tertutup rapat serta dikunci. Sekaligus kedap/tidak tembus air. Truk arm roll ini beroperasi sesuai dengan pembagian lokasi kontainer. Jumlah pekerja sebanyak tiga orang terdiri: satu orang supir dan dua orang kru pengangkut. Tugas dua orang ini membantu pada saat naik turunnya kontainer ke truk arm roll dan membersihkan lokasi atau landasan kontainer dari sampah dan cairan/kotoran lain. Kontainer pada umumnya ditempatkan pada kawasan perdagangan dan jalur jalan protokol dalam rangka mewujudkan dan menuju kondisi keindahan jalan. Pada umumnya satu unit truk arm roll melayani dua sampai tiga kontainer setiap hari non stop sepanjang tahun. Permasalahan yang dihadapi dalam pengangkutan sampah ini adalah: a. Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk.
64
b. Terbatasnya angkutan ini membuat pemerintah menjaga pencemaran akibat sampah hanya sebatas pada daerah protokol. Sedangkan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah tanpa pencemaran udara dan air sampah di jalan. 3. Pelayanan Angkutan dengan Truk Compactor Kendaraan angkutan jenis ini berfungsi sebagai pengangkut juga berfungsi sebagai pemadat sampah. Jumlah pekerja sebanyak tiga orang terdiri dari: satu orang supir dan dua orang kru pengangkut. Proses kerja yang dilakukan adalah sampah pada kawasan perdagangan yang terdiri dari plastik dan kertas biasanya memakan volume pewadahan yang relatif besar. Sampah ini sebelum masuk pada bak pewadahan dilakukan pemadatan atau pengepresan agar padat dan menghemat ruang bak pewadahan. Setelah sampah menjadi padat, lalu didorong masuk kedalam bak truk sampah dan diangkut ke TPA atau dilakukan proses pemusnahan (insenerasi). Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengangkutan ini adalah: a. Proses pengangkutan ini tidak menimbulkan nilai ekonomi bagi masyarakat dengan melakukan pembakaran kertas dan plastik di TPA. Padahal plastik dan kertas bekas memiliki harga jual yang tinggi jika di pilah dan di jual ke lapak. b. Pelayanan ini tidak menimbulkan persepsi masyarakat untuk berperanserta melaksanakan 3RC dalam mengelola sampah yang memiliki nilai ekonomi. Hal ini membuat tidak tercapainya visi Kota Pontianak untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. c. Kerusakan angkutan akan menyebabkan sampah bertumpuk. Untuk melakukan pelayanan pengumpulan sampah harus memperhatikan beberapa syarat yaitu: 1. Ritasi sampah antara satu sampai empat per hari. Pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah telah melewati standar yang sebaiknya dilakukan untuk menjaga pelayanan pengumpulan sampah karena pengangkutan sampah dalam
65
sehari dapat dilakukan sampai lima ritasi. Hal ini menunjukkan pemerintah memiliki beban pelayanan yang terlalu besar. Sehingga perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 2. Periodisasi pelayanan maksimal satu hari. Pelayanan yang dilakukan Pemerintah Kota Pontianak telah memenuhi standar dengan periodisasi pelayanan satu hari. Hal ini dilakukan karena luasnya pelayanan pewadahan sampah yang menjadi tanggungjawab pemerintah. 3. Kapasitas kerja. Kapasitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah kota mencakup seluruh Kota Pontianak. Dengan jumlah armada yang tersedia tidak memungkinkan dapat mencapai 100 persen pelayanan dan menciptakan kota bersih dari sampah. Oleh karena itu perlunya kerjasama dengan pihak lain untuk mengurangi beban pengangkutan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. 4. Desain peralatan. Peralatan yang digunakan oleh pemerintah masih kurang memperhatikan pencemaran yang terjadi dalam proses pengangkutan sampah menuju ke TPA seperti bak sampah terbuka dan air sampah berceceran. Pemerintah belum merancang peralatan yang dapat melayani pengangkutan sampah untuk daerah gang yang sulit dilewati dengan angkutan mobil. 5. Kualitas pelayanan. Pemerintah belum memiliki standar pelayanan dalam hal pengangkutan sampah dilihat dari ketepatan jam pengangkutan sampah. Selain itu masih banyak sampah yang tidak dapat diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Sedangkan standar untuk pemindahan dan pengangkutan sampah harus memenuhi standar yaitu: 1. Alat pengangkutan sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal dengan jaring. Mobil angkutan yang dimiliki Kota Pontianak belum memenuhi standar penutup sampah. Mobil angkutan masih menggunakan bak terbuka. Hal ini membuat pencemaran udara.
66
2. Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan yang akan dilalui. Pelayanan pengangkutan sampah belum tersedia untuk daerah dalam gang sehingga semua kendaraan yang dilalui oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah jalan besar. Pelayanan pengangkuatan sampah yang tersedia hanya berupa mobil angkutan. 3. Bak/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi dengan pengaman air sampah. Kontainer yang tersedia di Kota Pontianak tidak menggunakan pengaman air sampah sehingga air sampah berserakan di jalan. Permasalahan yang timbul selama tahun 2000 – 2007 dengan pelayanan yang mengandalkan transportasi sebagai berikut: Box 1. Kapasitas Armada Pengangkutan Sampah yang Mengandalkan Transportasi di Kota Pontianak Tahun 2000 – 2007 Harian Pontianak Post, 15 Agustus 2000, Untuk saat ini armada angkutan sampah yang dimiliki hanya 28 kendaraan diantara tiga armada rusak berat. Sementara untuk menambah rit, memang tidak memungkinkan karena terbentur masalah dana. Karena kalau tambah rit tetap akan menambah biaya perharinya. Setiap hari per mobil hanya mampu mengangkut sampah dari TPS ke TPA hanya empat rit, per rit rata-rata memakan waktu dua jam. Sedangkan pada Harian Pontianak Post, 7 Desember 2001, Dari 27 kendaraan operasi yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk sekarang ini hanya tinggal 23 kendaraan yang dapat dioperasikan, sedangkan empat kendaraan mengalami kerusakan pada mesinnya. Musibah banjir yang melanda Pontianak beberapa pekan lalu mengakibatkan TPA tersumbat dan mobil angkutan sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengalami kerusakan. Ini otomatis akan mengakibatkan bertambahnya volume sampah yang terangkut dari TPS-TPS. Banyak perusahaan yang ada di Pontianak yang membuang sampahnya di TPS. Padahal menurut perda sampah perusahaan tersebut harus di buang di TPA. Dan Harian Equator, 13 Januari 2007, Adapun volume sampah mencapai 300 ribu ton, menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, sampah-sampah ini terangkut setiap harinya dengan menggunakan 22 dump truk dan sembilan arm roll.
Kelemahan mengandalkan angkutan sebagai pusat pelayanan sampah, tidak merubah perilaku masyarakat membuang sampah. Diketahui bahwa masalah persampahan
berkaitan
dengan
pertumbuhan
penduduk
diiringi
dengan
pertumbuhan sampah, sehingga sampah dari tahun ke tahun akan terus meningkat. Oleh karena itu penanganan sampah ini dapat dilakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah ditingkat rumah tangga. Dengan jumlah TPS yang tiap tahun meningkat dan tetapnya jumlah armada angkutan yang ada untuk mengangkut sampah di TPS. Maka penambahan armada
67
belum cukup menutupi jumlah TPS yang ikut bertambah. Berikut ini adalah jumlah TPS yang tersedia dan jumlah TPS liar yang ada dimasyarakat. Tabel 5.3 Tempat Penampungan Sementara di Kota Pontianak Jenis TPS
No 1. 2. 3.
Container Batako,bak plat dari semen Transfer depo Jumlah
Tahun 2005
Tahun 2006
50 115 4 169
35 178 4 217
Sumber: Diolah Tim DKP, 2007.
Pertambahan TPS tiap tahun oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan diikuti dengan pertambahan TPS liar juga oleh masyarakat. Berikut ini adalah pertambahan TPS liar di Kota Pontianak. Tabel 5.4 Jumlah Tempat Penampungan Sementara Liar di Kota Pontianak No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah TPS Liar Pontianak Kota Pontianak Barat Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Utara Jumlah
Tahun 2005 (buah) 17 18 19 10 28 92
Sumber: Diolah Tim DKP, 2007.
Pertumbuhan TPS liar membuktikan masyarakat tidak ikut mengurangi beban pemerintah
dalam
memberikan
pelayanan
pengangkutan
sampah.
Hal
menyebabkan munculnya TPS liar yang dibuat oleh masyarakat karena: 1. Masyarakat menganggap sudah membayar uang retribusi sampah sehingga pengangkutan sampah merupakan tanggungjawab pemerintah. 2. Masyarakat tidak mau membuang sampah yang jauh dari tempat tinggal mereka. 3. Masyarakat memindahkan sampah ketempat lain tanpa memperdulikan pencemaran tempat penampungan sampah yang mereka buang. 4. Masyarakat kurang memahami pengelolaan sampah yang dapat dilakukan pada tingkat rumah tangga.
68
Permasalahan TPS liar telah terjadi sejak lama, berikut ini adalah contoh kasus yang terjadi dari tahun 2000 sampai 2007 yaitu: 1. Masyarakat yang selalu mengandalkan keberadaan TPS dekat dengan wilayah mereka. Sehingga masyarakat membuang sampah di sembarang tempat dengan harapan akan diangkut oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Oleh karena itu setiap wilayah yang tidak memiliki TPS akan dibuat sendiri oleh masyarakat dengan menumpukan sampah di sembarang tempat. Box 2. Permasalahan Keberadaan TPS di Kota Pontianak Harian Pontianak Post, 13 Juli 2001, Sejumlah warga di Jalan Paris mengeluhkan tidak tersedianya bak sampah yang memadai. Mereka mengeluh harus membuang sampah jauh dari rumah. Bahkan menurut pemantauan mereka bak sampah yang ada hanya satusatunya di kawasan mereka. Jarang dikunjungi petugas kebersihan. Sedangkan Harian Equator, 19 Juli 2006, Sebelumnya keberadaan TPS dikeluhkan oleh warga sekitar karena sering mengeluarkan bau tak sedap, mengganggu lalu lintas dan kenyamanan warga yang beribadah. Dan Harian Equator, 28 Desember 2007, Jika kita melintasi Jalan Veteran, sepanjang trotoar di ruas jalan tersebut menumpuk sampah. Minimnya bak sampah di jalur ini, dan kurangnya kesadaran masyarakat diperkirakan menjadi penyebab tumpukan sampah tersebut. Pemilik bengkel di Jalan Veteran, HR, merasa bahwa sampah di kawasan itu sangat mengganggunya. Letak tumpukan sampah yang tidak jauh dari bengkelnya selain merusak pemandangan, juga menimbulkan bau yang tak sedap.
2. Tidak memiliki TPS, maka parit dan sungai menjadi tempat pembuangan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan angkut – kumpul – buang membuat
masyarakat
menjadikan
parit
dan
sungai
sebagai
tempat
pembuangan sampah. Tanpa adanya kesadaran ikut menjaga parit dan sungai agar tidak terjadi banjir. Box 3. Sampah Berada di Parit dan Sungai Kota Pontianak Harian Pontianak Post, 5 September 2001, Gajah Mada kawasan ini menjadi tong sampah sehingga terjadi pendangkalan parit akibat endapan sampah tersebut. Setiap bulan, sedikitnya 10.000 karung sampah yang mengendap diangkut dari parit. Sedangkan sampah terapung, sekitar 200 truk sudah diangkut, tidak termasuk lumpur yang sudah mencapai sekitar 300 truk, dalam tiga bulan. Sedangkan Harian Pontianak Post, 5 Januari 2006, Peduli kebersihan parit dilakukan sejumlah warga termasuk di Jalan Alianyang ini. Menggunakan penyekat dari anyaman bambu, sampah bisa terkontrol. Jika diikuti oleh pihak-pihak lain, program bersihnya parit bakal terwujud.
Masalah sampah merupakan masalah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Selama ini pemerintah tidak melakukan intervensi untuk merubah
69
persepsi masyarakat untuk mengelola sampah. Tetapi pelayanan yang dilakukan masih pada pelayanan membersihkan atau memindahkan sampah dari TPS ke TPA. Masalah sampah adalah masalah persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah. Sistem pelayanan selama ini tidak memuaskan karena pelayanan yang diberikan tidak memperhatikan hal sebagai berikut: 1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah. Mengubah persepsi masyarakat bahwa sampah bisa didaur ulang kembali. 2. Menumbuhkan perilaku membuang sampah pada tempatnya. 3. Menumbuhkan rasa tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan sampah bahwa masalah sampah bukan sepenuhnya tanggungjawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan membayar uang retribusi sampah. Berdasarkan uraian diatas berikut ini adalah operasional pengangkutan sampah di wilayah Kota Pontianak :
1. Banyak sampah yang tidak dapat diangkut 2. Biaya operasional yang besar sehingga pemerintah tidak mampu mengangkut seluruh sampah di Kota Pontianak 3. Sampah yang berada di gang-gang tidak dapat diangkut sampahnya oleh petugas sampah
Sampah Masyarakat membuang sampah di TPS Pemuatan ke dalam truk angkutan sampah Pengangkutan ke TPA
1. Bagi masyarakat yang jauh dari tempat TPS tidak membuang sampah di TPS tetapi membuang di parit atau membuka TPS baru 2. Sampah masih menghiasi Kota Pontianak 3. Tidak adanya kesadaran masyarakat ikutserta dalam pengelolaan sampah untuk kebersihan Kota Pontianak
Landfill Flaring
Gambar 5.3 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah di Wilayah Kota Pontianak
Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa belum terjalinnya pola hubungan kelembagaan lokal di tingkat RT dan kelembagaan pemerintah.
70
5.5 Pengelolaan Sampah Pola Insenerator di Kota Pontianak
Pengadaan insenerator berada di Gedung Olahraga Pangsuma Kota Pontianak. Penyediaan insenerator untuk mengatasi masalah sampah yang belum tertangani untuk di daerah yang belum memiliki TPS. Hal ini sesuai dengan tujuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan yaitu meningkatkan pengelolaan pemusnahan sampah (insenerator) agar kualitas lingkungan hidup terjaga. Pengerjaan insenerator ini dilakukan oleh petugas kebersihan dengan membakar sampah yang dibawa oleh petugas sampah yang mengambil sampah dari rumah warga. Insenerator akan dihidupkan jika ada petugas sampah dari warga yang membawa sampah dan siap untuk dibakar. Cara pembakaran insenerator ini dengan menumpukkan kayu di dalam tungku insenerator kemudian disiram dengan minyak tanah. Pengambilan sampah dilakukan oleh petugas sampah di sekitar daerah Jalan Purnama, Jalan Mekar, Jalan Suprapto dan sekitarnya dengan upah petugas sampah setiap rumah sebesar Rp. 10.000,-/bulan. Pembayaran gaji tukang sampah ada yang melalui ketua RT dan langsung dilakukan oleh petugas sampah. Untuk penarikan iuran sampah melalui RT, petugas sampah tidak mengetahui berapa iuran sampah setiap rumah yang dipungut oleh ketua RT untuk pengangkutan sampah. Pengadaan insenerator ini membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan petugas sampah membeli gerobak sampah dan gerobak dorong untuk mengambil sampah dari rumah ke rumah. Rata-rata petugas sampah yang mengangkut sampah sekitar 100 rumah. Kerusakan insenerator pernah terjadi pada tahun 2006 membuat sampah menumpuk di tempat penampungan sampah di insenerator. Berdasarkan hasil penelitian Pratama (2004) mengatakan bahwa perbaikan insenerator diasumsikan biaya perbaikan kurang lebih sama dengan biaya untuk membeli yang baru. Upaya perbaikan insenerator ini dengan mengganti alat blower. Akibat dari kerusakan tersebut menyebabkan asap menggumpal dan petugas yang membakar sampah ke insenerator mengalami penyakit kulit. Berdasarkan hasil penelitian dari Permana (2003) menunjukkan bahwa jika kondisi yang diharapkan mengharuskan
71
penentuan teknologi pengolahan sampah dititikberatkan kepada perhatian: membuka kesempatan kerja, meminimalkan potensi konflik yang mungkin terjadi, menciptakan peluang usaha bagi masyarakat, membuka peluang kepada sektor informal dan formal
untuk terlibat, serta dapat meningkatkan peran serta
masyarakat, maka teknologi pengkomposan adalah prioritas utama untuk diterapkan dibandingkan insenerator. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah menggunakan insenerator adalah sebagai berikut: 1. Besarnya biaya operasional dan perawatan mesin insenerator. 2. Pelayanan pengadaan insenerator hanya dapat dinikmati oleh masyarakat yang mampu membayar uang retribusi sampah untuk mengangkut sampah dari rumah ketempat insenerator. Sedangkan masyarakat masih sulit membuang sampah ke TPS yang jauh dari rumah. 3. Ketergantungan masyarakat dengan insenerator. Hal ini ditunjukkan dengan sampah menumpuk pada saat insenerator rusak. 4. Keberadaan insenerator tidak mengubah perilaku masyarakat dan persepsi masyarakat dalam pengelolaan sampah
di tingkat rumah tangga yaitu
pemilahan sampah dan mendaur ulang sampah. 5. Pencemaran yang menimbulkan penyakit bagi petugas. Berikut ini adalah gambar operasionalisasi pengambilan sampah dari rumah sampah ke insenerator sebagai berikut:
72
1. Masyarakat yang tidak mampu membayar tukang sampah harus membuang sampah ke insenerator 2. Pengadaan insenerator hanya bagi masyarakat yang bisa membawa sampah ke tempat insenerator 3. Sampah disekitar wilayah pengangkutan sampah tetap kotor karena masyarakat masih membuang sampah sembarangan
Sampah Pembuangan sampah di depan rumah Penjemputan oleh tukang
Masyarakat tidak berpatisipasi dalam pemilahan sampah
Penjemputan dengan gerobak sampah, sepeda motor Pengangkutan ke transfer depo
Pembongkaran muatan sampah Pemilahan oleh tukang sampah
Ya
Tidak Masih berguna
Penampungan ditempat khusus
Insenerator Debu
Pelapakan
Pemuatan ke dalam truk angkutan sampah
1. Petugas terkena penyakit kulit 2. Pencemaran udara 3. Sampah menumpuk jika insenerator rusak
Pengangkutan ke TPA
Pembuangan ke TPA
Gambar 5.4 Operasionalisasi Pengangkutan Sampah Untuk Insenerator
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa sumberdaya manusia yang rendah dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan teknologi. Penggunaan teknologi akan memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan dan perbaikan peralatan.
73
5.6 Anggaran Pengelolaan Sampah Kota
Pembiayaan dari dana APBD Kota Pontianak yang membiayai seluruh pekerjaan pengelolaan sampah di Kota Pontianak baik di pasar dan wilayah Kota Pontianak dengan sistem angkut – kumpul – buang dan operasional insenerator. Biaya operasional pengelolaan sampah melebihi pendapatan retribusi pengangkutan sampah oleh masyarakat. Biaya operasional yang dilakukan masih bertumpu kepada pelayanan pengangkutan sampah atau membersihkan sampah di TPS. Pemerintah belum mengembangkan kekuatan masyarakat dalam mengelola sampah. Permasalahan anggaran selalu menjadi faktor utama tidak dapat dilakukannya
kegiatan
menggerakkan
masyarakat
karena
semua
biaya
pengelolaan sampah diperuntukkan perawatan untuk kendaraan dan mesin insenerator juga biaya operasional pengangkutan sampah seperti upah tenaga harian lepas dan biaya bensin kendaraan pengangkutan sampah. Berikut ini adalah anggaran dalam pengelolaan persampahan Kota Pontianak: 1. Pengadan Conteiner ukuran 6 m3. Pengadaan Conteiner ini bertujuan untuk menampung serta memudahkan sistem pengangkutan sampah melalui amrroll truck ke TPA. Tahun 2007 alokasi dana APBDnya terealisasi sebesar Rp. 235.000.000,-. 2. Peningkatan sampah dengan sistem swakelola dari TPS ke TPA. Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkut sumber sampah dari masyarakat kota Pontianak yang ditampung ditempat penampungan sementara (TPS) kemudian dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), agar kota tetap bersih. Tahun 2007, alokasi dana APBD pada kegiatan ini terealisisr sebesar Rp. 4.115.193.300,-. 3. Operasional Penyapuan Kebersihan Pasar dan Jalan Kota. Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan agar kondisi pasar dan jalan yang ada di Kota Pontianak, agar terjaga, agar terpeliharan dan tetap dalam keadaan bersih. Pada tahun 2007, realiasasi alokasi dana pada kegiatan ini sebesar Rp. 1.931.516.000,-. 4. Operasional Pemeliharaan Kebersihan Hari-Hari Besar dan APEKSI.
74
Kegiatan ini bertujuan, agar setiap pelaksanaan peringatan hari-hari besar dan APEKSI yang dilaksanakan di Kota Pontianak sebelum dan sesudahnya kebersihan, keindahan dan kerapian tetap terjaga, terpeliharan dan terkelola dengan baik. Sampai berakhirnya tahun anggaran 2007, alokasi dana APBD pada kegiatan ini terealisir sebesar Rp. 44.574.300,-. 5. Operasional Pemeliharaan Kebersihan Hari-Hari Besar. Kegiatan ini dilakukan agar sebelum dan sesudah pelaksanaan kegiatan harihari besar di Kota Pontianak, agar tetap terkontrol terkelola kebersihan dan keindahan Kota Pontianak dengan baik. Pada tahun 2007 alokasi dana APBD yang terserap sampai berakhirnya kegiatan ini Desember sebesar Rp. 63.370.000,-. 6. Kerjasama Operasional, Swakelola dan Mitra Kerja. Kegiatan ini dilakukan, agar pengelolaan sampah dan sebagainya tempat pembuangan Akhir (TPA) tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pada Akhir tahun 2007, realisasi alokasi dana APBD Kota Pontianak pada kegiatan ini di TPA sebesar Rp. 1.111.664.400,-. 7. Operasional Pemusnahan Sampah dengan Alat Incenerator. Kegiatan ini dilakukan bertujuan, agar dapat mengurangi penumpukan jumlah sampah diwilayah sekitar Kecamatan Pontianak Selatan atau sekitarnya tidak lagi dibawa ke TPA, tetapi dibakar dengan Alat Incenerator. Tahun 2007 realisasi alokasi dana APBD pada kegiatan ini terserap sebesar Rp. 144.146.790,-. 8. Perrbaikan dan Pemeliharaan TPS. Kegiatan ini bertujuan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) samah dari masyarakat Kota Pontianak, tetap dalam kondisi baik dan dapat digunakan agar Kota Pontianak selalu dalam keadaan bersih. Tahun 2007 alokasi dana APBD terealisir sebesar Rp. 138.652.000,-. 9. Perbaikan Landasan Conteiner. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar posisi Conteiner pada waktu diletakkan/ditepatkan di penampungan sementara sampah tidak miring, dan pada waktu ditarik oleh Amroll Truck mudah dilakukan, sehingga pekerjaan
75
menjadi lancar dan cepat. Tahun 2007, realisasi alokasi dana APBD sebesar Rp. 34.778.000,- atau 99,37 % dengan realisasi fisik 100 %. 10. Pemeliharaan Rutin Alat Angkutan Bermotor dengan Sistem Swakelola (UPTD Perbengkelan). Maksud tujuan diadakannya kegiatan adalah untuk memelihara agar semua armada angkutan sampah, dan mobil operasional lainnya tetap terjaga dan terpeliharan dengan baik, sehingga pengangkutan sampah yang ada diseluruh Kota Pontianak dapat terangkut dan Kota Potianak tetap terjaga kebersihannya. Pada tahun 2007, alokasi dana APBD terealisir sebesar Rp. 818.105.825,-. 11. Pemeliharaan Conteiner Maksud dari kegiatan ini adalah agar kondisi Conteiner yang ada selama ini tetap baik dan dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Tahun 2007 anggarannya terealisir sebesar Rp. 95.696.000,-. 12. Pemeliharaan Jalan dan Jembatan di TPA. Kegiatan ini bertujuan agar semua Mobil Angkutan Sampah yang keluar masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berjalan lancar. Pada tahun 2007, alokasi dana APBD yang terealisir pada kegiatan ini sebesar Rp. 171.969.000,-. 13. Peningkatan Peralatan Kebersihan. Maksud dari diadakannya kegiatan ini untuk menambah alat pengatur / penyusun sampah yang diangkut dan ditumpuk oleh Truck sampah, agar sampah yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tetap terkelola dengan baik sesuai pada tempatnya. Pada tahun 2007 realisasi alokasi dana APBD sebesar Rp. 1.316.982.475,-. 14. Peningkatan dan Pemeliharaan Kebersihan. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk memberikan berbagai bentuk penyuluhan , khususnya Peraturan tentang Undang-Undang Kebersihan dan Lingkungan,agar masyarakat Kota Pontianak tahu dan mengerti dari arti Pentingnya Kebersihan.Tahun 2007, alokasi dana APBD sampai akhir tahun terealisir sebesar Rp. 521.422.350,-.
76
Pemerintah belum mampu menarik iuran sampah kepada seluruh penduduk Kota Pontianak karena penarikan uang retribusi sampah dilakukan kerjasama dengan PDAM yang dilakukan pada tingkat rumah tangga dan pertokoan sedangkan untuk pasar dan pedagang dilakukan dengan penarikan langsung. Oleh karena itu, masyarakat yang tidak menggunakan fasilitas air PDAM, tidak membayar uang retribusi sampah. Banyak masyarakat yang tidak menggunakan air PDAM. Hal ini memperbesar biaya pemerintah harus mensubsidi pelayanan pengangkutan sampah. Permasalahan lain yang dihadapi pemerintah adalah penarikan iuran sampah terlalu rendah dengan biaya operasional pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Pemerintah belum dapat menaikkan retribusi karena pelayanan pengangkutan sampah yang dilakukan oleh pemerintah tidak memuaskan masyarakat. Pemerintah dianggap tidak berhasil mengelola sampah Kota Pontianak. Kondisi pemerintah dalam mengelola sampah seperti buah simalakama karena menaikan retribusi sampah, masyarakat dapat protes. Jika retribusi tidak dinaikkan maka pemerintah akan selalu kekurangan dana untuk menambah armada melayani pengangkutan sampah. Kekurangan armada pengangkutan berhubungan erat dengan anggaran membeli armada yang baru. Keterbatasan pemerintah terhadap anggaran seakan-akan sebagai permasalahan yang tidak ada pemecahannya. Sebenarnya pemerintah dapat menggalang stakeholder yang ada untuk mencari solusi yang ada seperti menggalang kerjasama dengan LSM yang memiliki dana untuk menggerakkan masyarakat, dana CSR dari perusahaan yang ada di Pontianak, dana hibah dari donator untuk pengelolaan lingkungan dan dana masyarakat untuk mengelola sampah ditingkat komunitas. Persoalan anggaran ini dapat diatasi dengan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah. Dengan adanya pemberdayaan menimbulkan dana sharing antara pemerintah dan masyarakat. Selain dapat mengurangi biaya pemerintah juga dapat merubah kebiasaan masyarakat untuk memilah sampah.
77
5.7 Pengaturan Pengelolaan Sampah di Kota Pontianak
Peraturan pengelolaan sampah digunakan sebagai dasar hukum untuk mengikat masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah Kota Pontianak telah mengeluarkan beberapa peraturan daerah tentang persampahan, antara lain : 1. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum (Lembar Daerah Kota Pontianak Nomor 11 Tahun 2004 seri E Nomor 5). 2. Peraturan Dearah Kota Pontianak Nomor 13 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. 3. Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 15 Tahun 2005 tentang Perubahan Pertama Peratuan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum. Pada saat ini peraturan tersebut belum mengatur tentang: 1. Kewajiban penghasil sampah untuk meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan. 2. Kewajiban penghasil sampah untuk memilah sampah berdasarkan sifat sampah. 3. Definisi tentang sampah berdasarkan kategori fisik, kimia atau biologis. 4. Definisi tentang tahapan operasionalisasi pengelolaan persampahan di kota tersebut. Perda pengelolaan persampahan belum mengatur tentang pengelolaan kebersihan dan cara pengumpulan retribusi, serta mengatur peran masyarakat di persampahan yang bersifat lintas adminitrasi kabupaten/kota/provinsi. Saat ini, pengelolaan persampahan yang dilakukan oleh pemerintah masih menggunakan sistem pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah ke TPA. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa regulasi belum sinergi dengan gagasan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Berdasarkan hal diatas peraturan kedepan harus diperhatikan dalam mengelola sampah adalah sebagai berikut:
78
1. Peraturan yang mengedepankan integrasi instansi terkait dalam mengelola lingkungan. 2. Adanya pengaturan tentang mengelola sampah ditingkat rumah tangga dengan memilah sampah. 3. Pemerintah melakukan intervensi untuk melakukan pemasaran hasil olahan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. 4. Pemerintah melakukan kolaborasi atau kemitraan dengan stakeholder dalam penanganan masalah sampah. 5. Pemerintah membuka jejaring kepada masyarakat dalam penanganan sampah. 6. Pemerintah merubah paradigma yang mengedepankan kekuatan masyarakat daripada kekuatan teknologi. 7. Standar pelayanan minimum Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk pengangkutan sampah. 8. Pemberian
sangsi
kepada
petugas
dan
masyarakat
yang
tidak
bertanggungjawab atas tugas dan peran dalam melaksanakan pengelolaan sampah.
5.8 Pola Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara
Telah ada pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara, yang berlokasi di Kompleks Perumahan Dwi Ratna jalur III RT 05/RW 26 Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara yang telah dilakukan sejak tahun 2005. Sebagian masyarakat menganggap sampah sebagai suatu benda yang tidak berharga. Namun tidak demikian dengan komunitas Kompleks Perumahan Dwi Ratna dengan bekal pengetahuan yang diberikan oleh ketua RT-nya. Masyarakat kompleks tersebut dapat menyulap sampah menjadi uang. Warga yang tinggal disana dapat mendaur ulang sampah menjadi berbagai kerajinan sampah dan pupuk kompos. Pengelolaan sampah yang dilakukan Kompleks Perumahan Dwi Ratna dapat dikatakan berhasil karena memenangkan perlombaan Green and Clean juara I se-Kota Pontianak.
79
Proses pembentukan pengelolaan sampah ini dilakukan oleh ketua RT sebagai berikut: 1. Sejak terpilihnya Bapak SF sebagai ketua RT. Bapak SF pada sore hari memungut sampah di rumah-rumah penduduk. 2. Setelah sekian lama ketua RT melakukan tersebut, dilakukannya program kerjabakti tiap minggu dilingkungan RT. Pada saat kerjabakti Pak RT melakukan diskusi untuk mengelola sampah di tingkat rumah tangga dikalangan bapak-bapak. 3. Bapak SF melakukan sosialisasi merubah sampah menjadi kompos kepada bapak-bapak. 4. Ibu ketua RT sebagai ketua PKK juga melakukan diskusi kepada ibu-ibu pada saat arisan RT yang dilakukan setiap bulan untuk merubah sampah menjadi kompos dan kerajinan tangan dari sampah. 5. Dengan diskusi yang panjang kepada ibu-ibu oleh ibu RT dan bapak-bapak melalui kerja bakti oleh pak RT sehingga warga RT tersebut melaksanakan pemilahan sampah dan merubah sampah menjadi pupuk. Cara kerja masyarakat pengelolaan sampah dengan membuat kompos di rumah masing-masing dan membuat kerajinan sampah adalah sebagai berikut: 1. Sampah telah dipisah pada tingkat rumah tangga. 2. Masyarakat mencincang sampah organik di rumah masing-masing. 3. Sampah yang telah dicincang diletakkan di depan rumah yang memiliki tong sampah komposter kemudian diberi aktivator untuk merubah sampah menjadi pupuk kompos. 4. Sampah anorganik berupa plastik di buat kerajinan sampah dipisahkan dan dikumpulkan di rumah ketua RT. Ibu-ibu pada saat membuka bungkusan barang dari plastik dilakukan dengan rapi sehingga dapat digunakan untuk membuat kerajinan sampah. 5. Ibu-ibu PKK mencuci sampah tersebut dan hasil pencucian tersebut diberikan kepada tukang jahit di kompleks untuk menjadi tas, jas hujan, topi, tempat koran dan lain-lainnya. Hasil kerajinan sampah akan dijual kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan orang yang berminat dengan hasil kerajinan sampah. Hasil penjualan kerajinan
80
sampah tersebut diberikan untuk tukang jahit dan kas PKK kompleks tersebut. Pembagian hasil penjualan dibagikan kepada kas PPK sebesar 10 persen yang digunakan untuk kegiatan sosial seperti uang duka cita bagi yang mengalami kedukaan, dan kegiatan kebersamaan di RT tersebut. Sedangkan 90 persen hasil penjualan kerajinan sampah untuk penjahit. Sampah yang tidak bisa di buat kerajinan tangan diberikan kepada pemulung. Sehingga sampah tersebut tidak bersisa di kompleks tersebut. Sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat membuat sampah dapat dimusnakan pada tingkat komunitas. Oleh karena itu pemerintah perlu mendesentralisasi pengelolaan sampah kepada masyarakat dan bukan kepada insenerator. Selain itu pengelolaan sampah berbasis masyarakat akan menghasilkan nilai ekonomi. Semua sampah dapat di daur ulang. Berikut ini operasionalisasi pengelolaan sampah di Kompleks Perumahan Dwi Ratna:
Sampah
Pemilahan sampah di tiap rumah
` Sampah anorganik
Sampah organik
Sampah dicincang Sampah yang tidak bisa dibuat kerajinan
Dikumpulin di beri kepada pemulung
Pelapakan
Sampah buat kerajinan tangan dipotong dengan benar
Di kumpulin pada satu kelompok untuk dicuci
Kerajinan sampah
Diberi aktivator
Dikumpuli di tempat sampah di rumah Pengkomposan
1. Sampah tidak bersisa 2. Sampah menghasilkan
Gambar 5.5 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara
81
Pengelolaan sampah yang dilakukan secara individu seperti kasus diatas akan mengalami permasalahan yaitu : 1. Hal ini sulit dilakukan oleh keluarga yang sibuk karena harus mencincang sampah. 2. Pengelolaan ini memengang peran figure seorang pemimpin yaitu ketua RT. Jika figure orang tersebut hilang dapat menyebabkan berhentinya pengelolaan sampah. 3. Kurangnya pemasaran hasil kerajinan tangan dari sampah.
5.9 Masalah Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat dan Non Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sampah di Kota Pontianak. Partisipasi ini dapat berupa ikutserta dalam pemilahan sampah, pengolahan sampah, dan memberikan dana untuk pengelolaan sampah pada tingkat komunitas. Membangun partisipasi di masyarakat sangat sulit dilakukan mengingat banyak hal yang harus dilakukan untuk merubah perilaku masyarakat. Berikut ini adalah gambaran umum partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah, yaitu: Partisipasi masyarakat dalam menggunakan insenerator yaitu masyarakat hanya ikut serta dalam membuang sampah pada tempatnya dengan membayar uang retribusi sebesar Rp. 10.000,- tiap bulannya. Peran serta yang dilakukan masyarakat adalah mengurangi sampah di TPS dan tidak membuang sampah di pinggiran jalan/parit. Tetapi hal ini tidak membuat masyarakat ikut serta dalam menjaga kebersihan di luar rumah dan kesadaran untuk pemilahan sampah. Partisipasi ini dapat dilakukan oleh masyarakat jika masyarakat tergolong masyarakat menengah keatas karena masyarakat harus membayar dua kali iuran dari retribusi sampah resmi pemerintah dan uang restribusi di komunitas sebagai upah mengangkut sampah dari rumah. Permasalahan yang dihadapi dalam mewujudkan partisipasi masyarakat adalah masyarakat kurang menyadari bahwa
82
peran mereka dalam mengelola sampah tidak hanya sebatas membayar petugas sampah untuk membuang sampah dari rumah ke insenerator tetapi juga harus merubah kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya seperti di jalan dan di tempat umum dan memilah sampah. Sedangkan partisipasi para pedagang di pasar adalah pembayaran uang retribusi sebesar Rp. 1.000,- setiap hari. Pedagang kurang memahami peran mereka untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Sehingga kurangnya kesadaran pedagang untuk membuang sampah pada tempat sampah. Keadaan ini membuat pasar tidak bersih dari sampah. Pengetahuan pedagang tentang perannya dalam pengelolaan sampah akan mempengaruhi wujud partisipasi pedagang untuk menjaga kebersihan. Adapun pengetahuan pedagang tentang pengelolaan sampah adalah tanggungjawab dari pemerintah karena sudah membayar uang retribusi. Pedagang tidak menyadari partisipasinya dalam pengelolaan sampah harus diikuti dengan kedisiplinan membuang sampah pada tempatnya. Partisipasi masyarakat di wilayah pemukiman penduduk Kota Pontianak yaitu partisipasi masyarakat yang hanya sebatas membuang sampah ke TPS dan membuat TPS baru bagi wilayah mereka yang tidak memiliki TPS. Masyarakat melimpahkan tanggungjawab pengelolaan sampah kepada pemerintah karena sudah membayar retribusi sampah. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti penting partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan Kota Pontianak membuat masalah sampah tidak dapat teratasi. Wujud partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap perannya dalam menjaga lingkungan bersih. Partisipasi masyarakat khusus dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan oleh Kompleks Perumahan Dwi Ratna adalah kesediaan warga untuk mencincang sampah, memotong sampah plastik dengan rapi agar dapat dibuat kerajinan tangan, dan memilah sampah organik dan anorganik. Pelaksanaan pencincangan sampah ini dilakukan setiap hari dirumah masing-masing untuk pembuatan pupuk kompos. Dirumah keluarga juga dilatih untuk melakukan
83
pemilahan sampah anorganik dan organik dengan tempat sampah yang terpisah antara sampah anorganik dan organik. Setiap sampah organik yang dimasukkan kedalam tempat sampah di beri aktivator untuk merubah sampah menjadi pupuk. Sedangkan sampah plastik yang telah rapi digunting diberikan kepada ketua RT agar dapat dipakai untuk membuat kerajinan tangan. Partisipasi ketua RT dengan membersihkan sampah plastik sebelum diberikan kepada tukang jahit untuk dibuat kerajinan. Sedangkan partisipasi yang diberikan penjahit adalah menjahit sampah menjadi barang yang siap pakai. Dan warga yang mengumpulkan plastik-plastik dari hasil rumah tangga dikumpulkan di rumah ketua RT.
Partisipasi ini membuat seluruh keluarga terbiasa untuk
memilah sampah dan warga memperoleh manfaat dari pengelolaan sampah. Pengembangan partisipasi ini dilakukan dengan pola penyadaran yang dilakukan oleh ketua RT untuk memberikan contoh kepada warganya dalam membersihkan lingkungan RT. Teladan yang dilakukan ketua RT adalah memunguti sampah di lingkungan RT. Setelah itu ketua RT melakukan diskusi kepada warganya untuk pengelolaan sampah yang dilakukan secara swadaya pada saat kerja bakti. Penyadaran ini dilakukan secara estafet dari tetangga ke tetangga untuk saling mendiskusikan kesediaan untuk pengelolaan sampah. Sesama tetangga saling mendorong tetangga sebelahnya melaksanakan pengelolaan sampah. Seluruh warga yang ikut berpartisipasi untuk mensukseskan pengelolaan sampah. Masalah yang dihadapi dalam membangun partisipasi adalah belum sepenuhnya warga bersedia melakukan pengelolaan sampah karena kurangnya kesadaran, kurangnya pemasaran hasil kerajinan sampah. Selain masalah yang harus diatasi, juga terdapat potensi masyarakat yang perlu dikembangkan yaitu terdapat beranekaragam kerajinan sampah yang dapat dipergunakan sehari-hari seperti tempat koran, jas hujan, topi, map buku dan lain-lainnya yang dapat dibuat sesuai pesanan. Hasil kerajinan tersebut belum rapi dijahit. Selama ini belum ada pelatihan untuk membuat kerajinan yang lebih menarik dan rapi. Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan untuk memotivasi warga untuk melakukan pengolahan sampah seperti membuat kerajinan sampah bagi ibu-ibu
84
yang memiliki waktu luang. Salah satu contoh kebijakan tersebut adalah membuat perlombaan kerajinan sampah. Adanya potensi masyarakat ini perlu mendapatkan penghargaan sehingga memotivasi warga lainnya berpartisipasi dalam pengolahan sampah.
5.10 Ikhtisar
Hasil evaluasi pola pengelolaan sampah di Kota Pontianak secara umum adalah sebagai berikut: Matriks 5.1 Telaahan Evaluasi Pengelolaan Sampah Di Kota Pontianak No 1. 2. 3.
Telaahan terhadap
Fakta
Manajemen dan organisasi pengelolaan sampah di Pontiana Rencana strategis pengelolaan sampah tahun 2005-2009 Teknik operasional pengelolaan pasar
Pemerintah Kota Pontianak tidak mampu mengelola sampah Rencana strategis belum merujuk kepada “basis masyarakat” dan CSR Tidak ada kejelasan secara institusional kelembagaan yang mengelola sampah pasar Tidak terjalin suatu hubungan antara kelembagaan di aras RT dan kelembagaan pemerintah dan lainnya Tidak berjalan sebagaimana diharapkan karena diperlukan kualitas SDM, biaya tinggi, institusi tidak berfungsi Anggaran terbatas Regulasi tidak menciptakan “ruang” bagi pengelolaan sampah berbasis masyarakat Leadership dan kondisi sosialekonomi masyarakat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah berbasis masyarakat Makna “partisipasi” masih dalam rangka paradigm lama. “Partisipasi” dimaknai sebagai respon masyarakat terhadap program pemerintah bukan semua stakeholder (masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta) berperan serta.
4.
Pengelolaan sampah di wilayah pemukiman penduduk Kota Pontianak
5.
Pengelolaan sampah pola insenerator di Kota Pontianak
6. 7.
Anggaran pengelolaan sampah kota Pengaturan pengelolaan sampah di Kota Pontianak
8.
Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara
9.
Masalah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan non pengelolaan sampah berbasis masyarakat
85
Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak memberikan insentif kelembagaan kepada masyarakat. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1. Pada tingkat pemerintah, permasalahan yang dihadapi adalah sumberdaya manusia, teknologi yang digunakan, manajemen pengelolaan sampah, ego sektoral, sarana dan prasarana yang digunakan, besarnya biaya operasional pelayanan sampah, sosialisasi peran masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang untuk memberikan kesadaran berpartispasi dalam pengelolaan sampah,
belum
mampu
menginterprestasikan
indikator
pembentukan
kelompok dalam penyusunan program untuk pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan program yang dirancang masih bertujuan untuk jangka pendek, program pemerintah tidak memprioritaskan perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. 2. Pada tingkat masyarakat, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya partisipasi dalam pengelolaan sampah, persepsi masyarakat yang menganggap permasalahan
sampah
adalah
tanggungjawab
pemerintah,
kebiasaan
membuang sampah tidak pada tempatnya, masyarakat belum memahami pengelolaan sampah berbasis masyarakat, masyarakat tidak mengetahui teknologi pengelolaan sampah, kurangnya bantuan pemerintah memberikan pelatihan dalam pengelolaan sampah. 3. Mengatasi masalah sampah membutuhkan penanganan masalah pada aras pemerintah, masyarakat dan
kerjasama masyarakat dan pemerintah yang
harus disinergi yaitu dalam hal pengembangan teknologi, dan pendidikan non formal.
Sedangkan hasil evaluasi permasalahan pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang sudah berjalan di Kecamatan Pontianak Utara adalah sebagai berikut:
86
1. Pengelolaan ini tergantung figure seorang pemimpin yaitu ketua RT. Jika figure orang tersebut hilang dapat menyebabkan berhentinya pengelolaan sampah. 2. Kurangnya pemasaran hasil kerajinan tangan dari sampah. Bila pola ini hendak ditransfer ke masyarakat pinggir sungai maka diperlukan usaha-usaha sebagai berikut: 1. Program pengembangam sampah berbasis masyarakat di ruang pemerintah berupa kebijakan-kebijakan yang memihak kepada pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan kerjasama dengan stakeholder. 2. Program pengembangam sampah berbasis masyarakat di ruang masyarakat berupa penguatan modal sosial yang ada di masyarakat. 3. Program pengembangam sampah berbasis masyarakat di ruang pemerintah dan masyarakat berupa pelatihan dan pengembangan teknologi.