TRUST DAN NETWORK GOVERNANCE YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL
Dedy Hermawan Dosen Administrasi Negara FISIP Unila dan Kandidat Doktor Ilmu Administrasi Negara Universitas Brawijaya (UNIBRAW) Malang
ABSTRACT Penyajian konsep trust menjadi sangat penting untuk memahami persoalan transparansi dan akuntabilitas interaksi networking aktor-aktor didalam governance. Ada beberapa argumentasi pentingnya trust didalam governane networking. Pertama, dalam setting teori governance, konsep trust menjadi salah satu kata kunci didalamnya. Kedua, network sebagai kata kunci governance menjadikan trust sebagai fondasi bangunannya. Ketiga, prinsip transparansi dan akuntabilitas aktor-aktor governance sangat terkait dengan konsep trust, dimana trust menjadi tujuan dari pelaksanaan kedua prinsip tersebut. Berbagai pendapat ilmuwan menempatkan trust sebagai fondasi, pilar dan modal sosial di dalam membangun networking dan governance yang efektif, sehingga sangat penting memahami konsep trust ini dalam konteks network dan governance. Keterkaitan antara trust, network dan governance ditegaskan oleh Seppo Tiihonen (2004) : “Basic principle in the new political governance regime are trust, creation of social capital and networking. It is seen that trust creates partnerships, community, creativity, learning building and synergy.” Kemudian merujuk juga pendapat Rhodes (1997) yang menyatakan network adalah “game-like interactions, rooted in trust and regulated by rules of the game negotiated and agreed upon by network participants”. Kepercayaan (trust) merupakan elemen dasar relasi antar aktor dan juga struktur sosial jaringan, sehingga wujud trust termanifestasikan dalam bangunan network. Oleh Tiihonen (2004), wujud trust dinyatakan dengan kalimat “Networking is a modern term and a form for trust based social relations”. Jadi, modal sosial trust sebagai bagian yang tak terpisahkan—bahkan menjadi pilar pokok— network sistem sosial kemasyarakatan. Apa sesungguhnya konsep trust yang saat ini menjadi kajian menarik seiring dengan berkembangnya wacana akademik social capital ?. Untuk menjawab pertanyaan ini akan disajikan beragam pendapat tentang konsep trust sebagaimana tabel dibawah ini. Tabel 1 Konsep-Konsep Trust NO. 1.
2.
3.
KONSEP “a state of favorable expectation regarding other people’s actions and intentions. As such it is seen as the basis for individual risk-taking behavior, cooperation, reduced social complexity, order, and social capital”. MÖLLERING (2001) Trust consists of acceptance of risk and vulnerability deriving from the action of others and an expectation that the other will not exploit this vulnerability (Humphrey, 1998, pp. 216–217). trust is essentially a psychological state that manifests itself in the behavior toward others (Kramer, 1999). As a psychological state, trust comprises positive expectations and the willingness to become vulnerable to the actions of others (Rousseau et al., 1998). Positive expectations refer to the belief in the trustee(s): (a) ability or competence on various
428
SUMBER Dharmawan (2002)
Derrick Purdue (2001) Ana Cristina Costa and Katinka BijlsmaFrankema (2007)
429
4.
5.
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
performance dimensions, (b) benevolence or goodwill toward the trustor, and (c) integrity or the willingness to fulfill the commitments to trustors (Mayer et al., 1995). Trust is ‘an abstract concept but one whose origins are firmly rooted in experience; individuals’ interactions with other people and their past experiences with institutions create expectations about how they will be treated in the future’ (Mishler and Rose, 1998: 5). trust: ‘[Trust is] the expectation that arises within a community of regular, honest and cooperative behavior, based on commonly shared norms, on the part of other members of that community. Those norms can be about deep ‘value’ questions like the nature of God or justice, but they also encompass secular norms like professional standards and codes of behavior.’
Andrew Goldsmith, 2005
Fukuyama, 1996.
Sumber : Diolah dari beberapa referensi, 2008. Konsep-konsep trust dalam tabel di atas menunjukkan beberapa kata kunci penting, yaitu expectations dan the action of others, hal ini menggambarkan bahwa konsep trust membawa konotasi aspek negosiasi harapan dan kenyataan yang dibawakan oleh tindakan sosial individu-individu atau kelompok dalam kehidupan kemasyarakatan. Ketepatan antara harapan dan realisasi tindakan yang ditunjukkan oleh individu atau kelompok dalam menyelesaikan amanah yang diembannya, dipahami sebagai tingkat kepercayaan. Jadi trust merupakan “buah” dari pengalaman aktor-aktor dalam masyarakat dalam menjalin interaksi sosial terkait dengan persoalan tertentu. Ada semacam hukum trust dari interaksi tersebut, yaitu tingkat kepercayaan akan tinggi, bila penyimpangan antara harapan dan
realisasi tindakan, sangat kecil. Sebaliknya, tingkat kepercayaan menjadi sangat rendah apabila harapan yang diinginkan tak dapat dipenuhi oleh realisasi tindakan sosial (Dharmawan, 2002). Konsep-konsep trust di atas menempatkan trust sebagai komponen yang menyatu dan mengakar dalam keseharian aktivitas sosial kemasyarakatan. Kenyataan ini menjadikan trust oleh beberapa ilmuwan sosial dikategorikan sebagai modal sosial (social capital), sebut saja Putnam (1993) yang menyatakan “features of social life – networks, norms, and trust – that enable participants to act together more effectively to pursue shared objectives”. Modal sosial sering dikaitkan dengan variabel penting dalam rangka menjaga integrasi sistem sosial dan modal sosial ada didalamnya.
Nilai, Kultur, Persepsi : Sympathy, sense of obligation, trust, resiprositas, mutual acquaintance, and recognition
Institusi : Civic engagement, institutional rites, association, network
Mekanisme : Tingkah laku, kerja sama, sinergi
Gambar : Level Modal Sosial (Mariana, 2006)
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429
Dedi Darmawan, Trust Dan Network Governance Yang Transparan Dan Akuntabel
Modal sosial pada gambar di atas merupakan konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan kapasitas sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara integrasi sosial. Pengertian modal sosial yang berkembang selama ini – sebagaimana merujuk gambar di atas-- mengarah pada terbentuknya tiga level modal sosial, yakni pada level nilai, institusi, dan mekanisme. Terkait dengan modal sosial Fukuyama (2001) senada dengan Putnam, menyatakan bahwa trust merupakan “jiwa” dari social capital. Posisi mendasar trust ini yang akan mempengaruhi bangunan sosial suatu masyarakat, struktur sosial yang kuat—high trust society-- manakala kelembagaan trust terinternalisasi dengan kokoh, dan sebaliknya ikatanikatan konstruksi sosial melemah –low trust society-- ketika trust melemah. Bahkan Fukuyama mengajukan kategori masyarakat yang dikotomis: masyarakat high-trust dan masyarakat low-trust. Jenis pertama menunjukkan tingkat trust yang tinggi dan terus berkelanjutan di bawah otoritas politik yang sudah didesentralisasi pada tahap pramodern (Fukuyama 1995:361).
430
Menurutnya contoh masyarakat hightrust adalah Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Masyarakat ini mempunyai solidaritas komunal sangat tinggi yang mengakibatkan rakyat mereka mau bekerja mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Sementara itu masyarakat jenis kedua, masyarakat low-trust, dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektif. Sebagai contoh masyarakat low-trust adalah Cina, Korea, Perancis dan Italia. Penjelasan Fukuyama tersebut memberikan keterangan pentingnya modal sosial trust dalam mempengaruhi wajah sosial kemasyarakatan. Kemudian Coleman (1994) --aktor yang “memasarkan” konsep modal sosial–- mengemukakan bahwa trust adalah salah satu esensi atau pilar penting konsep modal sosial selain pilar lainnya: social networking dan norma-norma sosial (Dharmawan, 2002). Ketiga elemen penting modal sosial tersebut secara bersama-sama menentukan corak karakter (physical quality) suatu masyarakat, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.
Trust
Social Capital Social Networking
Shared Norms
Karakter dan Konstitusi (physical quality) suatu Masyarakat
Gambar : Kepercayaan (Trust) dan Elemen Lain Pembentuk Modal Sosial, Dharmawan, 2002).
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429
431
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
Modal sosial trust apabila di kaitkan dengan teori jaringan, dengan merujuk gambar di atas, mempengaruhi struktur sosial jaringan. Hal ini sekali lagi menunjukkan betapa krusialnya trust di dalam bangunan jaringan, tidak hanya menyangkut struktur jaringan, melainkan juga para aktor yang menjalin interaksi di dalamnya. Kuatnya pengaruh trust di dalam struktur jaringan sosial dikarenakan fungsi-fungsi modal sosial trust yang amat penting. Oleh MÖLLERING sebagaimana dijelaskan oleh Dharmawan (2002) enam fungsi penting kepercayaan (trust) dalam hubungan-hubungan sosialkemasyarakatan. Keenam fungsi tersebut adalah: 1. Kepercayaan dalam arti confidence, yang bekerja pada ranah psikologis individual. Sikap ini akan mendorong orang berkeyakinan dalam mengambil satu keputusan setelah memperhitungkan resiko-resiko yang ada. 2. Kerjasama, yang berarti pula sebagai proses sosial asosiatif dimana trust menjadi dasar terjalinnya hubungan-hubungan antar individu tanpa dilatarbelakangi rasa saling curiga. Selanjutnya, semangat kerjasama akan mendorong integrasi sosial yang tinggi. 3. Penyederhanaan pekerjaan, dimana trust membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kelembagaankelembagaan sosial. 4. Ketertiban. Trust berfungsi sebagai inducing behavior setiap individu, yang ikut menciptakan suasana kedamaian dan meredam kemungkinan timbulnya
ADMINISTRATIO
kekacauan sosial dan menciptakan tatanan sosial yang teratur, tertib dan beradab. 5. Pemelihara kohesivitas sosial. Trust membantu merekatkan setiap komponen sosial yang hidup dalam sebuah komunitas menjadi kesatuan yang tidak tercerai-berai. 6. Modal sosial. Trust adalah asset penting dalam kehidupan kemasyarakatan yang menjamin strukturstruktur sosial berdiri secara utuh dan berfungsi secara operasional serta efisien. Keenam fungsi trust di atas apabila berhasil dijalankan dalam jaringan, akan membuat struktur jaringan dan aktor-aktornya memiliki kelembagaan mutual trust yang tinggi, ikatan sosial jaringan yang kuat, beban-beban kerja dalam jaringan semakin efektif dan efisien, menciptakan sociel order dalam jaringan, memelihara kohesivitas jaringan sosial dan memiliki aset penting untu menjaga keberlangsungan pola dan mekanisme jaringan. Dengan kata lain, trust atau kepercayaan yang bersifat timbalbalik antara seluruh komponen stakeholders jaringan akan menjadi modal yang penting dalam menumbuhkan partisipasi, kerjasama, bahkan kemitraan stakeholders dalam perencanaan pembangunan. Tanpa adanya trust, maka yang terbentuk adalah, meminjam istilah Fukuyama, low trust society, di mana masyarakat tidak saling mempercayai. Rakyat tidak memercayai pemerintah, market tidak percaya pemerintah, civil society tidak percaya pemerintah dan begitu sebaliknya terjadi secara timbal balik. Akibatnya masing-masing aktor kehilangan legitimasinya dalam mewujudkan tertib sosial dalam
ISSN : 1410-8429
Dedi Darmawan, Trust Dan Network Governance Yang Transparan Dan Akuntabel
masyarakat. Padahal kelembagaan modal sosial trust dalam konteks sistem jaringan sosial kemasyarakatan harus tertanam di semua level, mulai individu, kelompok dan lembaga sosial dan sistem politik. Pendekatan dalam mengembangkan modal sosial trust perlu menerapkan sosialisasi untuk membangun jaringan sosial dan memperkuat kohesi sosial. Kohesi sosial akan terbangun manakala ada trust dan trust merupakan bentuk modal sosial yang paling penting yang perlu dibangun sebagai landasan dalam membina kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Namun, trust pun tidak akan memadai tanpa diimbangi dengan akuntabilitas dan transparansi, yang memberikan peluang bagi stakeholders untuk mengawasi atau memverifikasi tindakan atau keputusan yang dibuat pemerintah. Trust bersifat dinamis karena ia dapat tumbuh dan sebaliknya dapat hilang manakala mereka yang mendapat mandat kepercayaan ternyata tidak dapat bertanggung jawab (tidak akuntabel) terhadap mandat yang telah diberikan. Pentingnya akuntabilitas bagi penguatan kepercayaan dijelaskan oleh Uhr dibawah ini. Democratic governments rest on popular consent: accountability helps to sustain democracy by generating informed consent. [. . .] In many cases, accountability strengthens public trust by confirming the competence and integrity of these power-holders. In other cases of lapsed or broken accountability, the reverse can occur, weakening public confidence in powerholders. Thus
ADMINISTRATIO
432
accountability is important to democratic societies in providing opportunities for those who govern and manage our affairs to account for, explain and justify their use of their offices of power and influence (Uhr, 2001). Membangun saling kepercayaan dalam proses governing atau mekanisme jaringan dalam governance salah satunya dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam interaksi governance. Menurut Muhadjir Darwin, tidak mungkin jaringan kerja dapat terbangun secara kuat dan kokoh apabila tidak ada transparansi dan akuntabilitas. Transparansi dimaksudkan agar aksi satu pihak dapat dikontrol oleh pihak lainnya dan akuntabilitas merupakan konsekuensi yang harus ada agar transparansi tersebut menjadi bermakna. Mekanisme yang transparan membuat masing-masing pihak dituntut untuk mempertanggungjawabkan (accountable) apa yang diperbuat kepada publik. Jadi ada mekanisme check and balance terhadap otoritas kerja dari komponen-komponen masyarakat tersebut (Muhadjir Darwin, 2000). Implikasi dari trust adalah mantapnya keyakinan dan kepercayaan diri diantara aktor-aktor dalam menjalin interaksi satu sama lain setelah melalui intensitas interaksi yang akuntabel dan transparan. Hal ini sejalan dengan sebuah konsep trust yang dikemukakan oleh Carnevale dalam Brian Brewer and Mark R. Hayllar (2005) : “Trust refers to the faith or confidence that exists about ‘the intentions and actions of a person or group to be ethical, fair and nonthreatening concerning the rights
ISSN : 1410-8429
433 431
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
and interests of others in social exchange relationships’ (Carnevale, 1995: 20). Pada pengertian trust selain mengandung dimensi output berupa keyakinan (confidence), juga mencakup proses yang sangat menentukan hasil. Misalkan kepercayaan publik atas pemerintah, salah satu instrumen untuk mendapatkan kepercayaan publik, Public Participation In Government/Market/ Civil Society
Tends to Lead to
Alur di atas juga berlaku dalam interaks timbal balik dan lintas aktor (public, state, market dan civil society), proses ini terjadi secara berulang-ulang dengan menunjukkan hasil yang positif, artinya komitmen dan konsistensi dijaga, maka akan menghasilkan kemapanan trust hingga melahirkan sebuah tatanan jaringan yang high trust. Demikian juga berlaku sebaliknya, apabila proses diatas tidak menunjukkan hasil yang posiitif, maka akan melahirkan distrust atau low trust network. Setelah meninjau dimensi proses dan output dalam trust, penjelasan selanjutnya mengupas dimensi substansial dari trust yang juga menjadi modal membangun sebuah interaksi trust. Apa yang di maksud dalam dimensi substansial ini tergambar dalam dua konsep trust berikut ini. Pertama, pendapat Sako dan Humphrey (Derrick Purdue, 2001): “Trust can be usefully separated into ‘competence trust’ and ‘goodwill trust’ “(Sako, 1998; Humphrey, 1998). Kedua, pendapat Mayer (Ana Cristina Costa and Katinka Bijlsma-Frankema, 2007) berikut ini: trust is essentially a psychological state that manifests itself in the behavior toward others
ADMINISTRATIO
maka pemerintah harus menerapkan partisipasi publik dalam proses kebijakan yang diikuti dengan pemenuhan apa yang disepakati. Apabila hal-hal itu dipenuhi, mak pemerintah akan mendapatkan kepercayaan publik (public trust). Kalau disusun dalam sebuah alur untuk mendapatkan kepercayaan publik adalah: Public Trust in Government/Market/Civil Society (Kramer, 1999). As a psychological state, trust comprises positive expectations and the willingness to become vulnerable to the actions of others (Rousseau et al., 1998). Positive expectations refer to the belief in the trustee(s): (a) ability or competence on various performance dimensions, (b) benevolence or goodwill toward the trustor, and (c) integrity or the willingness to fulfill the commitments to trustors (Mayer et al., 1995). Kedua konsep di atas menyebutkan bahwa didalam trust, setiap aktor-aktor sangat di syaratkan memiliki modal pokok untuk menjalin sebuah jaringan, yaitu kompetensi atau kapasitas kelembagaan yang disebut dengan “competence trust”di dalam bidang tertentu yang menjadi titik temu para aktor untuk berinteraksi. Modal selanjutnya adalah komitmen kelembagaan aktor yang disebut juga dengan “goodwill trust” dan kesediaan untuk memenuhi komitmen yang disebut dengan “integrity to fulfill the
ISSN : 1410-8429
Dedi Darmawan, Trust Dan Network Governance Yang Transparan Dan Akuntabel
commitments” sebagai wujud moral para aktor. Jadi, konsep trust mengandung tiga dimensi yang saling kait mengkait dan melekat dalam kelembagaan para aktor jaringan, baik publik, negara, market dan civil
434
society, yaitu dimensi modal awal (kapasitas kelembagaan, komitmen dan kesediaan melaksanakannya), dimensi proses dan dimensi output (keyakinan). Konsep utuhnya tergambar dibawah ini.
Gambar 1 Sirkulasi Dimensi-Dimensi Trust Dimensi Kapasitas : Ability to influence the process. Concern and protection of the publicInterest: 1. Public consensus building 2. Ethical behaviors 3. Accountability & Transparency Value in participating. Reliable and consistent ability to carry out roles 4. Service competence 5. Managerial competence
Dimensi Modal AktorAktor
Dimensi Proses (Interaksi )
Dimensi Output : Keyakinan
Implikasi kepada tingkat kualitas trust antar aktor
Penggambaran di atas memperlihatkan bagaimana posisi kapasitas kelembagaan, dalam hal ini transparansi dan akuntabilitas, menjadi modal dasar para aktor untuk melibatkan diri dalam interaksi jaringan. Pentingnya kedua prinsip, menjadi dasar para ilmuwan dan lembaga-lembaga yang menyuarakan governance, untuk memposisikannya dalam karakter kelembagaan jaringan governance. Artinya, baik struktur jaringan (network structure) dan juga aktor-aktor jaringan –state, market dan civil society-- harus menginternalisasi kedua prinsip tersebut kedalam kelembagaannya. Apalagi sektor civil society, termasuk NGO didalamnya, sangat sarat dengan trust, sebagaimana dikatakan oleh Gidens (2000) “trust is of central importance to the maintenance of civil society, making
ADMINISTRATIO
possible 'the everyday civility that is crucial to effective public lif”'. Kondisi ini menjadi dasar bagi kalangan aktor civil society untuk lebih progressif melembagakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Akhirnya, bila moralitas trust menjelma menjadi perlikau bersama (collective behavior) atau aksi kolektif dari akumulasi interaksi aktor-aktor jaringan, maka trust society tak mustahil akan mudah terwujud. Hal ini bisa dikatakan juga bahwa trust adalah salah satu essential contributor factor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dan secara signifikan membantu terciptanya harmoni kehidupan sosial dan integrasi sosial (social order). Meski demikian, trust tak akan dapat berkembang dengan sendirinya tanpa
ISSN : 1410-8429
435
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2, No.5, Juli-Desember 2008
adanya favorable conditions, yang mendukungnya untuk tumbuh dengan baik, diantaranya adanya kelembagaan aktor-aktor yang berkarakter transparansi dan akuntabilitas. Menurut Lesser (2000), sebagaimana diungkapkan oleh Mariana (2006), modal sosial trust sangat penting bagi komunitas jaringan governance karena ia: (1) mempermudah akses informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Dalam kondisi tersebut terdapat interaksi yang didasari adanya trust di dalam struktur sosial jaringan, sehingga dengan kata lain, trust atau kepercayaan yang bersifat timbalbalik antara seluruh komponen stakeholders menjadi modal yang penting dalam menumbuhkan partisipasi, kerjasama, bahkan kemitraan stakeholders dan networking dalam mengatasi persoalan public (public affairs) dan kepentingan publik (public interest). Tanpa adanya trust, maka yang terbentuk adalah low trust society atau low trust network, di mana komunitas jaringan tidak saling mempercayai, dan akibatnya struktur dan aktor-aktor jaringan kehilangan legitimasinya dalam mewujudkan tertib sosial dalam masyarakat.
Brewer, Brian and Hayllar,Mark R.,”Building public trust through public–private partnerships”, International Review of Administrative Sciences 2005 IIAS, SAGE Publications (London, Thousand Oaks, CA and New Delhi).
DAFTAR PUSTAKA
Gold, Andrew, “Police reform and the problem of trust”, Theoretical Criminology, Sage Publications London, 2005, Thousand Oaks and New Delhi.
Ana
Cristina Costa and Katinka Bijlsma-Frankema, Trust and Control Interrelations: New Perspectives on the Trust_Control Nexus, 2007; Group Organization Management.
ADMINISTRATIO
Darwin, Muhadjir, “Good Governance dan Kebijakan Publik”, Makalah seminar Mewujudkan Good Governance sebagai Agenda Sebuah Negara Demokrasi, Yogyakarta, 2000. Dharmawan, Arya Hadi, “Kemiskinan Kepercayaan (The Poverty of Trust), Stok Modal Sosial dan Disintegrasi Sosial”, Makalah pada Seminar dan Kongres Nasioal IV Ikatan Sosiologi Indonesia, Bogor, 27-29 Agustus 2002. Eva
Sørensen & Jacob Torfing, Administrative Theory & Praxis Vol. 27, No. 2, 2005 Articles NETWORK GOVERNANCE AND POST-LIBERAL DEMOCRACY, Roskilde University, Denmark Fukuyama, Francis, “Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity”, Free Press Paperbacks, New York, 1996.
Goddard, Andrew and Assad, Mussa Juma Assad, 2006, Accounting and navigating legitimacy in Tanzanian NGOs. Accounting, Auditing & Accountability Journal Vol. 19 No. 3, 2006. Emerald Group Publishing Limited.
Mariana, Dede, “Modal Sosial (Social Capital) dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan”, Media
ISSN : 1410-8429
Dedi Darmawan, Trust Dan Network Governance Yang Transparan Dan Akuntabel
436
Komunikasi Bulanan, Warta Bapeda, Bandung, 2006. Purdue, Derrick., Neighbourhood Governance: Leadership, Trust and Social Capital, 2001; Urban Study, http://www.sagepublications.c om. Rob Gray and Jan Bebbington, 2006. NGOs, civil society and accountability: making the people accountable to capital. Accounting, Auditing & Accountability Journal Vol. 19 No. 3, 2006. Emerald Group Publishing Limited. Sonia Ospina, William Diaz and James F. O’Sullivan, Public governance: balancing stakeholder power in a network society, 2005 IIAS, SAGE Publications (London, Thousand Oaks, CA and New Delhi) Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly. Tony
Bovaird and Elke Löffler, Evaluating the quality of public governance: indicators, models and methodologie, International Review of Administrative Sciences, 2003 IIAS. SAGE Publications (London, Thousand Oaks, CA and New Delhi), Vol. 69 (2003).
ADMINISTRATIO
ISSN : 1410-8429