7
TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran Sosial Istilah pemasaran sosial pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 untuk menggambarkan penggunaan prinsip dan teknik pemasaran untuk mengembangkan perkara sosial, gagasan, atau perilaku. Kampanye sosial telah didisain untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat umum (Kotler & Roberto 1989). Menurut Hawkins et al. (2001) pemasaran sosial merupakan aplikasi strategi dan taktik pemasaran untuk merubah atau membentuk perilaku positif pada individu atau kelompok mayarakat. Sedangkan menurut Kotler dan Roberto (1989) pemasaran sosial adalah suatu upaya terorganisasi yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang disebut agen perubahan, yang bertujuan untuk mengajak orang lain (target adopters) untuk dapat menerima, mengubah pemikiran, sikap, dan perilaku tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa pemasaran sosial adalah upaya terorganisir untuk merubah atau membentuk suatu pemikiran dan perilaku tertentu yang diharapkan pada diri individu maupun masyarakat. Ada beberapa unsur penting yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kampanye sosial, yaitu: Penyebab (cause). Suatu tujuan sosial yang merubah kepercayaan agen akan menghasilkan suatu jawaban yang diinginkan terhadap masalah sosial. Agen perubahan (change agent). Individu atau organisasi yang mencoba membawa perubahan sosial. Sasaran (target adopters). Individu, kelompok atau populasi yang menjadi sasaran seruan untuk berubah yang dilakukan oleh agen perubahan. Saluran (channels). Jalur komunikasi dan distribusi, dimana pengaruh dan respon dipertukarkan dan ditransmisikan secara bolak balik antara agen dan target adopter. Strategi perubahan (change strategy). Arahan dan program yang digunakan oleh agen perubahan untuk merubah sikap dan perilaku sasaran. Kotler dan Roberto (1989) menyebutkan ada tiga tipe produk sosial, yaitu: (1) pemikiran atau gagasan sosial (social idea) yang berbentuk kepercayaan, sikap, dan perilaku; (2) praktek sosial (social practice), yang berupa tindakan yang dilakukan sesekali (single act) dan tindakan yang dilakukan secara rutin yang menunjukkan kebiasaan (behavior); (3) produk nyata (tangible object)
8
merupakan bukan produk utama, tetapi produk fisik yang melengkapi gagasan atau praktek dalam suatu kampanye. Social idea dan social practice merupakan dua bentuk produk sosial yang bersifat tidak nyata (intangible product). Pendistribusian intangible product ini agar dapat sampai dan diterima oleh individu, kelompok, dan seluruh populasi membutuhkan saluran. Kotler dan Roberto (1989) menyatakan bahwa dalam pemasaran sosial diperlukan pengetahuan tentang kelompok target adopter, pengetahuan tersebut meliputi: karakteristik sosiodemografi, yaitu kelas sosial, usia, pendapatan, pendidikan, dan ukuran keluarga; profil psikologis yang meliputi sikap, nilai, motivasi, dan kepribadian; dan karakteristik perilaku, yaitu pola perilaku, kebiasaan membeli, dan karakteristik pengambilan keputusan. Motivasi Pesan Respon individu terhadap suatu masalah bergantung pada motivasi individu tersebut dalam memproses iklan dan kompleksitas pendapat yang diterimanya. Jika pesan yang disampaikan sesuai dengan dirinya, maka individu akan memberikan perhatian pada pesan tersebut dan secara spontan akan membentuk suatu kesimpulan. Sedangkan jika pesan yang disampaikan sulit untuk diikuti atau motivasi individu untuk mengikutinya kurang maka akan sulit bagi individu tersebut untuk menarik kesimpulan dari pesan yang dipaparkan. Pesan persuasif yang diberikan akan dapat menyentuh perasaan individu atau akan dapat menakuti, membuat tertawa, membuat menangis (Solomon 2002). Ada beberapa motivasi pesan yang dapat menarik individu untuk merubah perilaku yang dimilikinya, diantaranya adalah motivasi pesan negatif dan positif. Imbauan takut atau pesan negatif merupakan pesan yang menekankan pada konsekuensi negatif yang dapat merubah perilaku dan sikap seseorang. Strategi pesan negatif sering digunakan dalam komunikasi pemasaran, terutama dalam pemasaran sosial yang mendorong individu untuk merubah gaya hidup ke arah
yang
lebih
sehat.
Kebanyakan
penelitian
tentang
pesan
negatif
menunjukkan bahwa motivasi pesan negatif pada umumnya paling efektif ketika pesan yang disampaikan cukup mengancam dan ketika solusi dari sebuah masalah ditunjukkan. Selain itu, motivasi pesan ini juga akan bekerja lebih baik jika sumber pesan yang digunakan memiliki kredibilitas yang tinggi (Solomon 2002). Selain itu, Solomon (2002) menyatakan bahwa jika ancaman yang rendah tidak efektif, hal tersebut bisa diakibatkan oleh penyampaian atau elaborasi
9
konsekuensi berbahaya yang tidak cukup untuk mempengaruhi perilaku, sedangkan jika ancaman yang kuat atau tinggi tidak bekerja diakibatkan oleh terlalu banyaknya elaborasi yang mencampuri atau mengganggu proses perubahan perilaku, penerima pesan terlalu sibuk untuk berpikir mengapa pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang ia rasakan atau penerima terlalu memberikan perhatian terhadap solusi masalah yang ditawarkan. Pesan positif merupakan pesan yang menekankan pada keuntungan yang diperoleh sasaran jika mengikuti anjuran pesan yang disampaikan. Arifin (1984) diacu dalam Harahap (1994) menyatakan bahwa penggunaan pesan positif lebih baik daripada pesan negatif dalam merubah sikap sasaran. Proses Pengolahan Informasi Sebelum mengambil keputusan pembelian, pada situasi tertentu konsumen akan melakukan pencarian informasi untuk kemudian memprosesnya sebagai bahan pertimbangan. Pengetahuan mengenai proses pengolahan informasi penting untuk dimiliki untuk setiap pemasar agar stimulus yang diberikan tidak sia-sia. Berdasarkan pendapat William McGuire yang dikutip oleh Engel et al (1995), pemrosesan informasi memiliki lima tahap, yaitu: 1. Pemaparan (exposure). Pemaparan stimulus yang membuat konsumen menyadari adanya stimulus yang diterima melalui panca indranya. 2. Perhatian (attention). Pengalokasian kapasitas pengolahan yang dilakukan konsumen untuk stimulus yang masuk. 3. Pemahaman (comprehension). Interpretasi atau pemberian makna terhadap stimulus. 4. Penerimaan (acceptance). Pengaruh stimulus atau dampak persuasif stimulus terhadap konsumen. 5. Retensi (retention). Pengalihan hasil interpretasi stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang konsumen. Proses pemaparan hanya akan terjadi jika tersedia stimulus. Pada tahap ini pemasar berusaha untuk menyampaikan stimulus kepada konsumen dan mengharuskannya
untuk
memilih
media
yang
efektif
yang
mampu
menyampaikan stimulus yang diharapkan dapat menjangkau target. Tahap selanjutnya adalah perhatian. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa banyaknya stimulus yang diterima oleh konsumen tidak semuanya akan mendapatkan perhatian dan berlanjut dengan pengolahan stimulus tersebut. Hal tersebut
10
terjadi karena konsumen memiliki keterbatasan dalam mengolah semua informasi atau stimulus yang diterimanya. Oleh karena itu, konsumen akan melakukan penyeleksian terhadap stimulus mana yang akan diperhatikan untuk kemudian diproses lebih lanjut. Adapun tahap pengelolaan informasi tersebut divisualisasikan pada Gambar 1 berikut:
Pemaparan
Perhatian Stimulus Pemahaman
Memori
Penerimaan
Retensi Gambar 1 Tahap pengelolaan informasi Setelah melalui tahap perhatian, konsumen akan mencoba untuk menginterpretasikan berbagai stimulus yang diterima yang disebut dengan tahap pemahaman. Banyaknya stimulus yang diterima membuat konsumen cenderung untuk mengelompokkannya sehingga konsumen dapat memandangnya sebagai suatu kesatuan. Mowen dan Minor (2002) menyebutkan bahwa pemahaman merupakan tahap akhir dalam pembentukan persepsi. Engel et al (1995) menyatakan bahwa pemahaman berkaitan dengan pemaknaan stimulus. Pemaknaan tersebut bergantung pada bagaimana stimulus dikategorikan dan diuraikan berkaitan dengan pengetahuan yang telah disimpan konsumen dalam ingatan. Setelah melalui tahap-tahap tersebut, konsumen akan mampu membuat kesimpulan mengenai stimulus yang diterimanya, dan kemampuan itulah yang disebut dengan persepsi konsumen terhadap objek yang merupakan output dari penerimaan konsumen terhadap stimulus. Tahap akhir dalam proses pengolahan informasi adalah retensi. Pada tahap ini dilakukan proses pemindahan informasi
11
ke memori atau ingatan jangka panjang. Informasi yang disimpan pada memori jangka panjang ini adalah stimulus yang telah melalui proses pemaknaan. Informasi yang tersimpan dalam memori akan dapat digunakan kembali untuk membentuk persepsi yang baru. Engel et al (1995) memandang bahwa memori jangka panjang merupakan tempat penyimpanan permanen yang kapasitasnya tidak terbatas dan menyimpan semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen.
Persepsi Schiffman dan Kanuk (1983) mendefinisikan persepsi sebagai proses bagaimana individu menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli-stimuli yang diterima menjadi bermakna dan menjadi satu kesatuan sudut pandang terhadap dunia. Kotler dan Keller (2007) juga mendefinisikan persepsi sebagai sebuah proses dimana individu memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan
informasi
yang
diterima
untuk
membentuk
sebuah
gambaran dunia yang berarti, sedangkan Rakhmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang suatu objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh individu dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang diterima. Persepsi merupakan bagaimana seseorang melihat keadaan di sekitarnya. Dua orang yang memperoleh stimulus yang sama dengan kondisi yang sama mungkin saja akan mendefinisikan stimulus tersebut secara berbeda, itulah yang disebut dengan persepsi seseorang terhadap suatu objek. Stimulus merupakan input, baik berbentuk fisik, visual maupun verbal yang diterima oleh satu atau lebih indra penerima. Stimulus yang ditangkap oleh salah satu atau lebih indra penerima untuk kemudian diproses menjadi persepsi disebut dengan sensasi. Solomon (2002) memberikan gambaran bagaimana stimulus ditangkap dan diproses atau yang disebut dengan proses perseptual. Stimulus • penglihatan • suara • bau • rasa • tekstur
Indera Penerima • mata • telinga • hidung • lidah • kulit
Pemaparan
Perhatian
Gambar 2 Proses perseptual (Solomon 2002)
Interpretasi
12
Menurut Schiffman dan Kanuk (1983), Sensasi merupakan respon langsung dan cepat dari pancaindra ketika ada stimulus yang datang dan diterima. Indra penerima merupakan pancaindra (sensory organs), yaitu mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit yang digunakan untuk melihat, mencium, mendengar,
mengecap,
dan
merasakan.
Kemampuan
konsumen
untuk
merasakan sensasi dipengaruhi oleh tingkat ambang batasnya (threshold level). Schiffman dan Kanuk (1983) membagi threshold menjadi dua jenis, yaitu ambang absolut (absolute threshold) dan perbedaan ambang (differential threshold).
Ambang
absolut
merupakan
jumlah
minimum
stimulus
yangdibutuhkan agar dapat dideteksi atau dirasakan oleh pancaindera, sedangkan perbedaan ambang adalah kemampuan sistem pancaindera untuk merasakan perubahan atau perbedaan antara dua stimulus (Solomon 2002). Menurut Kotler dan Keller (2007) perbedaan persepsi yang dimiliki setiap orang dipengaruhi oleh tiga proses persepsi, yaitu: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif. Perhatian selektif merupakan proses dimana individu menyeleksi semua rangsangan atau stimulus yang diterima. Banyaknya stimulus yang diterima menyebabkan tidak semua stimulus yang diterima dapat ditanggapi oleh setiap individu. Distorsi selektif adalah kecenderungan individu untuk menafsirkan informasi yang diterima sesuai dengan keyakinan awal mereka terhadap suatu objek atau produk. Sedangkan ingatan selektif adalah kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang mendukung pandangan maupun keyakinan individu terhadap suatu objek. Individu cenderung mengingat segala sesuatu yang baik tentang objek atau produk yang disukai dan melupakan hal-hal baik tentang produk lain yang serupa.
Pengetahuan Konsumen Engel et al (1994) mendefinisikan pengetahuan konsumen sebagai himpunan segala informasi yang terkait dengan fungsi konsumen di dalam pasar. Menurut Sumarwan (2004) pengetahuan konsumen merupakan segala informasi yang dimiliki konsumen tentang berbagai macam produk dan jasa serta pengetahuan lainnya yang berhubungan dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang terkait dengan fungsinya sebagai konsumen. Segala informasi tentang produk dan yang dimiliki konsumen dan terkait dengan fungsinya dalam pasar disebut pengetahuan konsumen.
13
Mowen dan Minor (2002) menggolongkan pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu pengetahuan objektif, pengetahuan subjektif, dan informasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif merupakan pengetahuan yang benar mengenai kelas produk yang disimpan dalam memori jangka panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang konsumen ketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) membagi pengetahuan menjadi tiga kategori, pembelian
yaitu
pengetahuan
produk
(purchase knowledge),
(product
dan
knowledge),
pengetahuan
pengetahuan
pemakaian
(usage
knowledge). Mempengaruhi pengetahuan konsumen merupakan salah satu tujuan dari kegiatan pemasaran. Pengetahuan produk. Pengetahuan produk merupakan segala informasi mengenai produk. Pengetahuan produk terdiri atas pengetahuan kategori produk, merek, atribut produk, terminologi produk, harga produk, dan kepercayaan tentang produk tersebut (Sumarwan 2004). Peter dan Olson (1996) menyebutkan bahwa konsumen memiliki tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang atribut atau karakteristik produk, pengetahuan manfaat penggunaan produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diperoleh dari produk. Pengetahuan pembelian. Menurut Engel et al (1994) pengetahuan pembelian merupakan berbagai informasi yang terkait dengan pemerolehan produk yang meliputi informasi tentang dimana produk tersebut dapat dibeli dan kapan harus membeli, lokasi produk di dalam toko, dan letak atau penempatan produk di dalam toko tersebut. Banyak produk yang bisa didapatkan dari berbagai macam saluran, oleh karena itu konsumen perlu mengambil keputusan dimana mereka dapat memperoleh produk atau jasa yang diinginkan, keputusan tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh pengetahuan pembelian. Pengetahuan pemakaian. Pengetahuan pemakaian merupakan segala informasi yang dimiliki konsumen mengenai cara suatu produk digunakan dan apa yang diperlukan agar produk tersebut benar-benar berfungsi. Pengetahuan pemakaian penting dimiliki oleh setiap konsumen karena kesalahan dalam penggunaan suatu produk mungkin akan menyebabkan suatu produk tidak berfungsi konsumen.
sebagaimana
mestinya
sehingga
menimbulkan
ketidakpuasan
14
Media Menurut Sadiman et al (2006), media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat penerima pesan. Menurut Arsyad (2009), media merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya, 1) media dapat memperjelas penyajian pesan sehingga dapat memperlancar proses penyaluran pesan, 2) media dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian penerima pesan sehingga dapat menghasilkan interaksi yang lebih langsung antara pemberi dan penerima pesan, 3) media dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Media massa merupakan saluran terbaik dalam pemasaran dan pendistribusian intangible social product (Kotler & Roberto 1989). Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan yang dimiliki media massa, yaitu media massa mampu memperluas pandangan, pendengaran dalam jarak yang hampir tidak terbatas, dan dapat melipatgandakan pesan-pesan komunikasi dalam jumlah yang
banyak
serta
memiliki
kecepatan
yang
relatif
tinggi
dalam
menyebarluaskannya kepada sejumlah audiens. Selain itu media massa juga memiliki keunggulan dalam mempengaruhi pengetahuan khalayak yang merupakan sasarannya (Wiryanto 2000). Salah satu media cetak yang cocok digunakan dalam pemasaran social adalah buklet. Buklet adalah terbitan tidak berkala yang terdiri atas satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit yang digabungkan menjadi satu kesatuan serta memiliki sampul depan yang tidak dijilid keras.1 Kridalaksana (1984) diacu dalam Mintarti (2001) mendefinisikan buklet sebagai keterangan tercetak berbentuk buku kecil untuk disebarkan kepada khalayak. Dengan demikian buklet dapat didefinisikan sebagai buku kecil yang terdiri atas 2-8 halaman yang dijilid menjadi satu kesatuan yang menyajikan materi dengan berbagai lambang visual seperti huruf dan gambar. Ritonga (1993) menyebutkan beberapa keunggulan yang dimiliki buklet, yaitu sifat pesan pada buklet yang permanen, pembaca bebas mengontrol pesan dan membandingkannya, serta memberikan peluang pada pembaca untuk 1
Pamflet/buklet. http://cetakbox.com/article/6-pamflet-buklet [diakses tanggal 21 oktober 2010]
15
memahami pesan-pesan sulit yang disampaikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mintarti (2001) menunjukkan bahwa buklet yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan pedagang makanan jajanan memiliki ciri-ciri, yaitu (1) menarik, (2) terdiri atas gambar dan tulisan, (3) pesan yang disampaikan ringkas, (4) bersifat persuasif, (5) mudah disimpan maupun dibawa, dan (6) dapat dipelajari kapan saja. Buklet merupakan media yang mengandung unsur teks, gambar, dan foto. Sadiman et al (2006) menyebutkan bahwa gambar maupun foto merupakan media komunikasi yang mudah dimengerti dan memiliki beberapa kelebihan, yaitu
gambar
maupun
foto
bersifat
konkret,
dapat
memperjelas
atau
mempertegas suatu masalah, dapat menyajikan objek atau peristiwa tanpa batasan ruang dan waktu, dan mudah untuk mendapatkannya. Buklet yang dilengkapi dengan foto dan gambar akan terlihat lebih menarik, terutama untuk anak-anak
sekolah
dasar.
Dengan
sifat-sifat
tersebut,
buklet
mampu
meningkatkan pengetahuan penerima atau sasaran pemasaran terutama sasaran yang memiliki kemampuan membaca.
Pangan Jajanan Anak Sekolah Jajan merupakan kebiasaan makan anak di sekolah yang harus diperhatikan. Makanan jajanan yang dikonsumsi anak dapat melengkapi maupun menambah asupan energi dan zat gizi lainnya bagi anak. Menurut Winarno (2004) jajanan merupakan jenis makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima, dijual di pinggir jalan, di stasiun maupun di pasar, tempat pemukiman dan lokasi sejenis lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 942/Menkes/SK/VII/2003
tentang
pedoman
persyaratan
higiene
sanitasi
makanan jajanan, jajanan adalah segala makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual pada masyarakat umum selain yang disajikan oleh jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Selain itu, dalam keputusan tersebut juga menyebutkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait dengan pengadaan dan penanganan makanan jajanan, yaitu penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makan, penyajian dan sarana penjaja (Depkes 2003). Aspek-aspek tersebut merupakan hal penting
16
yang perlu diperhatikan karena aspek-aspek tersebut dapat mempengaruhi kualitas pangan jajajan. Pangan jajanan yang sehat dan aman adalah pangan jajanan yang bebas dari bahaya fisik, cemaran bahan kimia dan bahaya biologis. Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk kedalam pangan seperti: isi stapler, batu atau kerikil, rambut, kaca, dan lain-lain. Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan, seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun, singkong racun, jengkol, dan lain-lain. Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang dan bakteri2 Laporan Food Watch mengenai jajanan anak sekolah memaparkan bahwa jenis jajanan yang tidak memenuhi syarat adalah jajanan yang menggunakan
Bahan
Tambahan
Pangan
(BTP)
yang
melebihi
batas,
penyalahgunaan bahan berbahaya yang tidak boleh digunakan dalam pangan, dan cemaran mikroba yang menggambarkan kualitas mikrobiologi pangan jajanan anak sekolah (BPOM 2007).
Studi Empiris Penelitian yang dilakukan oleh Mintarti (2001) dengan judul efektivitas buklet makjan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan perilaku berusaha bagi pedagang makanan jajanan (kasus di Kabupaten Cianjur) menunjukkan bahwa buklet efektif untuk meningkatkan pengetahuan pedagang makanan jajanan tentang aspek-aspek penanganan jajanan yang bersih dan sehat di Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan temuan Ritonga (1993) dengan judul pengaruh bentuk penyajian dan simpulan pesan tentang efek rumah kaca melalui booklet pada peningkatan pemahaman mahasiswa IISIP Jakarta yang menunjukkan bahwa buklet merupakan media yang efektif untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang efek rumah kaca. Jayanti
(2010)
melakukan
penelitian
yang
berjudul
persepsi,
pengetahuan, dan perilaku remaja siswa kornita Kabupaten Bogor dalam pembelian CD bajakan, menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan
2
Info Konsumen Bagaimana Memilih Jajanan Sehat dan Aman. http://pkditjenpdn.depdag.go.id/jajanansehat.html [diakses tanggal 21 oktober 2010]
17
yang nyata dan positif antara pengetahuan dengan persepsi siswa terhadap CD bajakan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pengetahuan siswa maka akan semakin tinggi pula persepsi yang dimiliki siswa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yasmin dan Madanijah (2010) dengan judul perilaku penjaja pangan jajanan anak sekolah terkait gizi dan keamanan pangan di Jakarta dan Sukabumi menunjukkan bahwa contoh yang yang pernah mengikuti penyuluhan terkait keamanan pangan memiliki rata-rata skor pengetahuan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan contoh yang tidak pernah mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Dengan demikian, penyuluhan sebagai salah satu bentuk pendidikan non formal, mampu mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Janis dan Feshbach (1953) yang dikutip oleh Rakhmat (2005) dengan topik kerusakan gigi pada siswa sekolah menengah, menunjukkan bahwa tingkat imbauan takut yang rendah dalam pesan lebih efektif dalam mengubah sikap anak-anak dibandingkan dengan tingkat imbauan takut yang tinggi. Hal tersebut diduga karena tingkat imbauan takut yang tinggi menimbulkan kecemasan yang tinggi sehingga anak-anak kurang memperhatikan pesan yang disampaikan dan lebih banyak memusatkan perhatiannya pada kecemasan yang mereka rasakan. Harahap (1994) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh bentuk dan frekuensi penyajian pesan gizi seimbang melalui folder menyimpulkan bahwa folder yang dirancang dengan menggunakan bentuk pesan positif dan negatif tidak memberikan pengaruh yang nyata dalam menambah pengetahuan responden terhadap gizi seimbang. Artinya responden yang diberikan folder dengan pesan positif maupun negatif tidak mengalami peningkatan pengetahuan yang berbeda. Hasil penelitian Morton dan Duck (2009) dengan judul Paradoxical Effect of Media Exposure: Role of Communication Processes in Shaping Media Effects Over Time menyebutkan bahwa keinginan untuk memperoleh informasi berhubungan positif nyata dengan komunikasi interpersonal. Artinya semakin tinggi keinginan seseorang untuk memperoleh suatu informasi maka akan semakin tinggi pula intensitas komunikasi interpersonal individu tersebut.