II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2000). Sedangkan Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler (2000), mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Stanton dalam Anggipora (2002), mendefinisikan pemasaran dalam dua pengertian dasar, yaitu: 1.
Dalam arti kemasyarakatan Pemasaran adalah setiap kegiatan tukar-menukar yang bertujuan untuk memuaskan keinginan manusia.
2.
Dalam arti bisnis Pemasaran adalah sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, memberi harga, mempromosikan dan mendistribusikan jasa serta barang-barang pemuas keinginan pasar. Levitt
dalam
Anggipora
(2002),
menyatakan
konsep
pemasaran dapat dipenuhi dengan gagasan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan melalui produk dan segala hal yang berkaitan dengan penciptaan, penyampaian dan akhirnya pemakaian produk tersebut. Definisi pemasaran dapat disimpulkan sebagai suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial sehingga masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan
menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas (Rangkuti, 2003). 2.1.2 Konsep Pemasaran Sebagaimana
telah
diuraikan
dalam
definisi-definisi
pemasaran sebelumnya, dinyatakan bahwa pemasaran sebagai usaha sadar untuk mencapai hasil pertukaran yang diinginkan dengan pasar sasaran tertentu. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan suatu konsep sebagai penuntun usaha pemasaran perusahan selanjutnya (Anggipora, 2002). Menurut Anggipora (2002), penentuan atau penetapan konsep tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk memberikan kepuasan yang utuh kepada konsumen dengan melihat seberapa besar bagian yang harus diberikan untuk kepentingan organisasi, konsumen dan masyarakat. Ada lima konsep berdasarkan perusahaan dan organisasi lainnya dalam melakukan kegiatan pemasaran, yaitu: 1.
Konsep produksi Merupakan salah satu konsep yang paling tua dalam menuntun para penjual. Konsep produksi menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia dan sesuai dengan kemampuan, oleh sebab itu manajemen harus berkonsentrasi pada peningkatan efisiensi produk dan efisiensi distribusi.
2.
Konsep produk Bagi perusahaan yang menggunakan konsep ini berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas dan prestasi yang paling baik serta kelebihan dari produk tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan usaha yang terus-menerus dalam perbaikan produk tersebut untuk menjadi lebih baik.
3.
Konsep penjualan Konsep penjualan menyatakan bahwa konsumen tidak akan membeli cukup banyak produk, terkecuali perusahaan tersebut menjalankan suatu promosi yang maksimal agar konsumen lebih
tertarik pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Konsep penjualan paling tepat digunakan untuk produk yang tidak dicari oleh calon konsumen atau unsought goods. 4.
Konsep pemasaran Konsep pemasaran berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan kepada calon konsumen yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing yang ada.
5.
Konsep pemasaran kemasyarakatan Konsep pemasaran kemasyarakatan atau konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan.
2.2. Produk Menurut Kotler (2000), produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produkproduk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acaraacara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan. Sedangkan menurut Anggipora (2002), produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperlihatkan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. 2.3. Jasa Menurut Kotler dan Armstrong (2001), jasa adalah segala aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu kelompok kepada kelompok lainnya, yang pada dasarnya tidak nyata dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun. Selain itu, jasa juga didefinisikan sebagai pemberian suatu kinerja atau tindakan yang tidak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain, yang pada umumnya diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut (Rangkuti, 2003).
2.3.1 Karakteristik Jasa Menurut Kotler (2005), jasa memiliki empat karakteristik antara lain: 1.
Intangible (tak berwujud) Pada dasarnya jasa memiliki sifat yang tidak berwujud,sehingga tidak dapat dilihat hanya dapat dirasakan.
2.
Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Pada umumnya, jasa dihasilkan dan dirasakan pada saat yang bersamaan sehingga jasa tidak dapat dipisahkan,apabila seseorang menghendaki untuk diserahkan kepada pihak lain, maka akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut.
3.
Variability (bervariasi) Tolak ukur setiap jasa yang diberikan akan berbeda-beda, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima jasa serta kondisi dimana jasa tersebut diberikan
4.
Perishability (tidak tahan lama) Jasa merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama, manfaat jasa hanya dapat dirasakan pada saat jasa diberikan.
2.3.2 Pemasaran Jasa Produk jasa merupakan merupakan kinerja yang tidak berwujud, meskipun jasa sering melibatkan elemen yang berwujud, namun kinerja jasa merupakan elemen yang tidak berwujud sehingga manfaat jasa berasal dari sifat penyampainnya (Lovelock dan Wright, 2005). Adapun tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas suatu pelayanan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pelanggan sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003). Pemasaran jasa dapat disimpulkan sebagai bagian dari sistem jasa secara keseluruhan dimana sebuah perusahaan memiliki semua bentuk kontak dengan pelanggannya. Hal itu mencakup kontak yang dilakukan pada saat penyerahan jasa (Lovelock dan Wright, 2005).
Menurut Rangkuti (2003), ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan, antara lain : 1.
Merumuskan strategi pelayanan Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada pelanggan, perumusan ini beradasarkan
pada
bidang
usaha
perusahaan,
siapa
pelanggannya, dan apa saja yang bernilai bagi pelanggan perusahaan tersebut. 2.
Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan Setelah
penentuan
dikomunikasikan
strategi
kepada
dilakukan
pelanggan
agar
maka tidak
harus salah
menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya. 3.
Penetapan standar kualitas dengan jelas dapat membantu setiap orang mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai
4.
Menerapkan sistem pelayanan yang efektif Dalam memberikan suatu pelayanan kepada pelanggan, tidak cukup hanya dengan keramahan dan senyuman, tetapi membutuhkan juga sistem yang memiliki metode dan prosedur yang sesuai agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat.
5.
Karyawan yang berorientasi pada kualitas pelayanan Semua karyawan yang memberikan pelayanan harus mengetahui dengan jelas standar mutu pelayanan dari perusahaannya, hal ini dilakukan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan kepuasan terhadap pelanggan.
6.
Survei kepuasan dan kebutuhan pelanggan Pihak yang menentukan kualitas jasa pelayanan yang diberikan adalah pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan harus mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan dan kebutuhan pelanggan yang dapat dipenuhi oleh perusahaan.
2.3.3 Kualitas Pelayanan Jasa Memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan merupakan salah satu alternatif yang dapat dijalankan oleh sebuah perusahaan
untuk
mendapatkan
perhatian
yang
lebih
dari
pelanggannya dibandingkan dengan perusahaan yang lainnya. Tingkat kepentingan pelanggan dapat dibentuk dengan berdasarkan pada pengalaman dan informasi yang diperoleh. Setelah menikmati jasa
yang
telah
diperoleh,
pelanggan
cenderung
akan
membandingkan apa yang mereka telah dapatkan dengan apa yang mereka harapkan, jika sesuatu yang mereka dapatkan sesuai bahkan lebih dengan apa yang mereka harapkan, maka pelanggan tersebut merasa mendapatkan kepuasan dari pelayanan yang telah diberikan. Menurut Lovelock dan Wright (2005), jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang diharapkan pelanggan akan mereka terima, desired service dipengaruhi oleh : 1.
Personal needs (kebutuhan pribadi) Setiap pelanggan memiliki kebutuhan pribadi yang harus dipenuhi, ketika pelanggan mendapatkan suatu pelayanan, diharapkan
pelayanan
yang
diberikan
dapat
memenuhi
kebutuhan pribadinya. 2.
Kepercayaan terhadap penyedia layanan Suatu kepercayaan dapat tumbuh ketika seorang pelanggan mendapatkan suatu manfaat dari pelayanan yang telah diberikan. Pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan akan menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap penyedia layanan.
3.
Janji yang ditawarkan Untuk menarik minat pelanggan menggunakan jasa layanan yang ada, harus diimbangi dengan menawarkan janji-janji kepada pelanggan yang akan membentuk suatu harapan dalam diri pelanggan bahwa pelanggan akan mendapatkan layanan seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.
4.
Komentar dari mulut ke mulut Kepuasan yang diperoleh pelanggan setelah mendapatkan pelayanan yang maksimal akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan, karena secara tidak langsung pelanggan tersebut akan memberitahukan kepada orang lain mengenai kepuasan yang telah dirasakannya.
5.
Past experience (pengalaman masa lalu) Seorang pelanggan yang pernah merasakan kepuasan dari suatu pelayanan, akan berharap ketika akan menggunakan kembali jasa layanan tersebut mendapatkan kepuasan yang minimal sama atau bahkan bisa mendapatkan kepuasan yang lebih dari sebelumnya. Sedangkan tingkat harapan yang lebih rendah disebut dengan
jasa yang memadai (adequate service) yaitu tingkat jasa minimum yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. Adequate service dipengaruhi oleh : 1.
Faktor situasi Ketika seorang pelanggan akan menikmati suatu layanan terkadang terdapat hal-hal yang tidak dapat diberikan oleh penyedia layanan karena faktor situasi, misal pada saat keadaan mesin printer tiba-tiba tidak bisa mencetak karena tintanya habis, sehingga menyebabkan pelanggan untuk menunggu sampai printer bisa kembali mencetak. Dalam kondisi seperti ini, jika seorang pelanggan masih mau mentolerir untuk menerima faktor tersebut maka pelanggan akan menerima layanan tersebut tanpa harus merasa kecewa.
2.
Alternatif layanan lain Kondisi dimana suatu layanan tidak dapat diberikan kepada pelanggan yang menyebabkan penyedia layanan menawarkan layanan lain sebagai penggantinya. Jika tawaran layanan lain sebagai pengganti dapat diterima maka diharapkan pelanggan tidak akan merasa kecewa.
Selain itu, terdapat elemen harapan pelanggan lainnya yang dipandang dari sudut produsen, yaitu jasa yang diperkirakan (predicted service) adalah tingkat jasa yang sesungguhnya diharapkan untuk diterima pelanggan dari penyedia jasa selama pertemuan jasa tertentu. Menurut Lovelock dan Wright (2005), ada lima dimensi kualitas yang digunakan pelanggan untuk menilai kualitas suatu jasa, antara lain : 1.
Keandalan (Reliability) Kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpecaya.
2.
Cepat tanggap (Responsiveness) Kemampuan karyawan untuk membantu dan memberikan pelayanan dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan.
3.
Jaminan (Assurance) Kemampuan untuk menimbulkan keamanan dan kepercayaan.
4.
Empati (Emphaty) Kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian kepada pelanggan.
5.
Berwujud (Tangible) Penampilan fasilitas fisik, seperti: peralatan, karyawan serta alat komunikasi.
2.3.4 Mengukur Kualitas Jasa Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan (Rangkuti, 2003). Bila jasa yang dirasakan oleh pelanggan lebih kecil daripada yang diharapkan, akan berdampak pada ketidaktarikan pelanggan pada penyedia jasa yang bersangkutan. Akan tetapi, bila jasa yang dirasakan lebih besar daripada apa yang diharapkan, ada kemungkinan besar pelanggan tersebut akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
2.4. Kepuasan Pelanggan 2.4.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (2005), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara persepsi terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapanharapannya. Apabila kinerja lebih baik dari apa yang diharapkan maka pelanggan akan merasa puas, namun jika kinerja dibawah harapan maka akan menyebabkan pelanggan merasa kecewa. Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian (Rangkuti, 2003). Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama mendapatkan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Berdasarkan definisi-definisi diatas, terdapat kesamaan yaitu mengenai komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja yang dirasakan). Pada umumnya, harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan mereka terima apabila mereka membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kinerja dirasakan oleh persepsi pelanggan terhadap apa yang mereka terima setelah menggunakan atau mengkonsumsi produk yang sudah dibeli (Tjiptono, 2002). Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. Tujuan perusahaan
Produk
Keinginan dan kebutuhan konsumen
Harapan pelanggan terhadap produk
Nilai produk bagi pelanggan
Tingkat kepuasan konsumen
Gambar 1. Konsep kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2002)
Menurut Engel et al (1994), upaya mempertahanankan pelanggan
harus
mendapatkan
prioritas
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan upaya mendapatkan pelanggan baru. Hal ini dikarenakan, biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada lebih murah daripada mencari pelanggan baru. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan pelanggan, yaitu: 1.
Membangun harapan yang realistis Kepuasan didasarkan pada suatu penilaian bahwa harapan sebelum
pembelian
harus
terpenuhi.
Perusahaan
harus
menghindari tindakan yang terlalu berlebihan karena konsumen mungkin akan percaya dengan apa yang sudah dikatakan oleh perusahaan dan akan menuntut tanggung jawab dari perusahaan. 2.
Memastikan kualitas produk dan jasa memenuhi harapan
3.
Memberikan garansi yang realistis Perusahaan harus memberikan jaminan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena jika tidak konsumen akan merasa kecewa.
4.
Memberikan informasi tentang pemakaian produk Perusahaan
harus
menyadari
apakah
konsumen
dapat
menggunakan suatu produk dengan benar. Produk yang dirancang harus sesuai dengan apa yang telah dipromosikan oleh perusahaan, sehingga ketika konsumen mengkonsumsinya sesuai dengan apa yang telah dirancang dan dipromosikan sebelumnya. 5.
Mempertahankan loyalitas pelanggan Menjaga hubungan yang baik dengan konsumen dapat dilakukan dengan cara meyakinkan konsumen bahwa perusahaan sangat membutuhkan konsumen untuk kemajuan perusahaan.
6.
Menanggapi keluhan
Dalam menanggapi keluhan dari konsumen, perusahaan harus cepat tanggap agar apa yang diinginkan oleh konsumen dapat terpenuhi. 2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Menurut
Irawan
(2003),
terdapat
lima
faktor
yang
menentukan tingkat kepuasan pelanggan, yaitu: 1.
Mutu produk Pelanggan akan memperoleh kepuasan yang maksimal apabila hasil evaluasi yang dilakukan pada produk yang akan dikonsumsi atau digunakannya merupakan produk yang bermutu.
2.
Mutu pelayanan Dalam industri jasa, pelayanan yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelanggan merupakan faktor yang penting untuk memberikan kepuasan pada pelanggan.
3.
Harga Produk yang memiliki mutu sama, tetapi dengan harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi bagi pelanggannya.
4.
Faktor emosional. Pelanggan akan merasa bangga dan mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan merasa kagum bila menggunakan produk dengan merek tertentu, sehingga akan mendapatkan tingkat kepuasan yang lebih. Kepuasan yang diperoleh bukan hanya dari mutu produknya saja tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan tersebut merasakan kepuasan setelah mengkonsumsi produk tersebut.
5.
Biaya dan kemudahan Kepuasan yang akan diterima oleh pelanggan akan bertambah jika pada saat proses memperoleh dan mengkonsumsi suatu produk, pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan serta kemudahan untuk merasakan manfaat dari produk tersebut.
2.4.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (2005), terdapat empat perangkat untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1.
Sistem keluhan dan saran Perusahaan
yang
lebih
berfokus
pada
pelanggan
akan
mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan pada perusahaan tersebut. Setiap perusahaan akan berbeda cara penanganannya untuk menerima saran dan keluhan dari pelanggannya, seperti rumah sakit cenderung menggunakan kotak
saran
untuk
mengetahui
saran-saran
yang
akan
disampaikan oleh pengunjung rumah sakit, sedangkan ada perusahaan jasa lainnya yang menggunakan formulir yang diisi oleh pelanggannya setelah mendapatkan pelayanan dari perusahaan tersebut. 2.
Survei kepuasan pelanggan Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan cara melakukan survei berkala. Perusahaan
akan
mengirimkan
daftar
pertanyaan
atau
menelepon beberapa pelanggannya secara acak dan menanyakan apakah sangat puas, puas, biasa saja, kurang puas, atau sangat tidak puas terhadap berbagai aspek kinerja perusahaan. Selain berfungsi untuk mengumpulkan informasi tentang kepuasan pelanggan, survey kepuasan pelanggan juga dapat digunakan untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan dalam pembelian ulang. 3.
Belanja siluman Perusahaan dapat menyuruh orang lain untuk bertindak sebagai pembeli potensial, hal ini dilakukan untuk mengetahui tentang kekuatan dan kelemahan ketika membeli produk perusahaan dan produk
pesaing.
menyampaikan
Selain
suatu
itu,
masalah
konsumen tertentu
siluman tentang
dapat produk
perusahaan untuk mengetahui apakah staf penjualan perusahaan menanganinya dengan baik. 4.
Analisis pelanggan yang hilang Perusahaan harus menjaga hubungan dengan para pelanggannya. Hal ini dilakukan, agar pelanggan perusahaan tersebut tidak berhenti membeli produk perusahaan atau bahkan berganti mengkonsumsi produk perusahaan lain, jika pelanggan beralih mengkonsumsi produk perusahaan lain maka perusahaan tersebut harus melakukan wawancara keluar untuk mengetahui apa
yang
menyebabkan
para
pelanggannya
beralih
mengkonsumsi produk lain dan juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, apabila tingkat kehilangan pelanggan meningkat berarti perusahaan tersebut gagal dalam menciptakan kepuasan untuk pelanggannya. 2.5. Importance and Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) Menurut Rangkuti (2003), konsep Importance and Performance Analysis (IPA) intinya adalah tingkat kepentingan pelanggan berkaitan dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar mampu menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas. Jasa dapat dinilai berdasarkan kepentingan pelanggan dan kinerja perusahaan (Kotler, 2000). Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Hasil nilai Importance and Performance Analysis (IPA) dari setiap dimensi dan atribut kualitas jasa digunakan untuk menghitung nilai Customer Satisfaction Index (CSI), sehingga dapat diketahui tingkat kepuasan terhadap kinerja pelayanan (Irawan, 2003). 2.6. Bank 2.6.1 Definisi Bank Definisi bank menurut Undang-undang Pokok Perbankan 1967 Pasal 1a, bank merupakan lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Siamat, 2004). 2.6.2 Sistem Operasional Bank Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan
yang
kegiatannya
meliputi:
menghimpun
dana,
menyalurkan dana serta memberikan jasa-jasa lainnya di bidang keuangan. Kegiatan pokok yang dijalankan dalam suatu bank adalah menghimpun dan dan menyalurkan dana, sedangkan melakukan jasa-jasa dalam bidang keuangan merupakan kegiatan pendukung dari kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana. Adapun kegiatan dalam suatu bank dapat dilihat pada Gambar 2.
Bank
Menghimpun dana
Tabungan Deposito Giro
Menyalurkan dana
Kredit Modal Kerja Kredit Perdagangan Kredit Investasi, dll
Memberikan Jasa
Kliring Bank Garansi Safe Deposit Box Kiriman Uang, dll
Gambar 2. Sistem operasional Bank (Kasmir, 2003) 2.7. Pajak 2.7.1 Pengertian Pajak Menurut UU No. 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Mardiasmo (2006), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 2.7.2 Fungsi Pajak Fungsi pajak terbagi menjadi dua, yaitu: 1.
Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.
Fungsi mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
2.7.3. Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2006), pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Pajak Pusat Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran rumah tangga negara. Adapun yang termasuk kedalam pajak pusat, diantaranya: A. Pajak Penghasilan (PPh) Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000. Undangundang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur tentang pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Undang-undang PPh menganut asas materiil,
artinya penentuan mengenai pajakyang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak (Mardiasmo, 2006). Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak tertentu, subjek pajaknya terdiri dari: a. Orang pribadi Pajak yang dibebankan kepada orang pribadi, seperti pajak yang dipotong dari gaji bulanan yang diterima orang pribadi. b. Badan, salah satu contohnya adalah Perseroan Terbatas (PT). B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) termasuk jenis pajak tidak langsung, yaitu proses pemungutan pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Berdasarkan ketentuan, semua barang dan jasa pada hakikatnya adalah Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jasa tertentu, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. C. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bumi meliputi permukaan bumi dan bagian tubuh bumi yang terletak dibawahnya, yang termasuk permukaan bumi adalah tanah dan perairan. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan (Mardiasmo, 2006).
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang No. 12 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Adapun asas Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut: a. Adanya kepastian hukum b. Memberikan kemudahan dan kesederhanan c. Mudah dimengerti dan adil d. Menghindari pajak berganda Bangunan atau tanah yang tidak dikenakan pajak, antara lain: a. Bangunan yang semata-mata digunakan untuk melayani kepentingan umum, misalnya: mesjid, gereja, rumah sakit, museum, dan lain-lain. b. Tanah yang digunakan untuk peninggalan sejarah, tempat pemakaman, hutan lindung, taman nasional, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak. D. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Menurut Mardiasmo (2006), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi: a. Pemindahan
hak
karena
jual-beli,
hibah,
waris,
penunjukkan pembeli dalam lelang, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, dll. b. Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, diluar pelepasan terhadap perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dasar hukum dalam perolehan hak atas tanah dan bangunan,diantaranya:
a. Undang-undang No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. b. Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris atau hibah c. Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan. 2.
Pajak Daerah Menurut Mardiasmo (2006), pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pajak Propinsi, diantaranya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor b. Pajak Kabupaten atau Kota, terdiri dari: Pajak Reklame, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Hotel, Pajak lain-lain
2.8. Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian dilakukan oleh Nugraha (2009) dengan judul “Analisis Tingkat Kepuasan Debitur Terhadap Pelayanan Kredit UMKM Swamitra Bank Bukopin Cabang Bogor”. Metode analisis yang digunakan adalah Importance and Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Pengukuran untuk tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan digunakan skala 5 peringkat (Skala Likert) dengan jenis data adalah data ordinal. Skala 5 peringkat terdiri dari Sangat Penting/Sangat Puas, Cukup Penting/Cukup Puas, Penting/Puas, Kurang Penting/Kurang Puas, Tidak Penting/Tidak Puas. Penelitian lain dilakukan oleh Saragih (2008) mengenai “Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Mutu Pelayanan pada Sekolah Musik Gema Suara Bogor”. Salah satu tujuan penelitian ini adalah mengetahui untuk merekomendasikan cara yang tepat untuk meningkatkan kepuasan pelanggan Sekolah Musik Gema Suara Bogor. Berdasarkan uji Importance and Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction
Index (CSI), terdapat dua atribut mutu pelayanan Sekolah Musik Gema Suara Bogor yang harus diperbaiki yaitu tenaga pengajar yang harus mudah ditemui atau dihubungi bila ingin berkonsultasi dan kemudahan untuk memanfaatkan jasa dan fasilitas yang ada di Sekolah Musik Gema Suara Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian yang melihat hubungan antara pelayanan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Bank DKI dengan kepuasan pembayar pajak. Penulis menggunakan alat analisis Importance and Performance Analysis (IPA), Customer Satisfaction Index (CSI) serta uji Chi square. Dalam penelitian ini, selain untuk mengetahui tingkat kepentingan dan tingkat kinerja, penulis juga meneliti tentang ada tidaknya hubungan nyata antara karakteristik pelanggan dengan kinerja atribut kualitas jasa yang ada di PT. Bank DKI Cabang Tanjung Priok.