6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEMASARAN 1. Bauran Pemasaran Pemasaran adalah sebuah proses dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jadi, segala kegiatan dalam hubungannya dalam pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia merupakan bagian dari konsep pemasaran. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Salah satu konsep dalam teori pemasaran modern adalah bauran pemasaran. Menurut Kotler (2002), bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat unsur yang dikenal dengan empat P (4P), yaitu Product (Produk), Price (harga), Place (tempat) dan Promotion (promosi). Bauran pemasaran mengacu pada paduan strategi produk, distribusi, promosi dan penentuan harga yang bersifat unik yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju (Cravens, 2000; Lamb dkk, 2001). Perbedaan didalam bauran pemasaran tidak terjadi secara kebetulan, karena manajer pemasaran merencanakan strategi pemasaran untuk mendapatkan keunggulan dibandingkan dengan para pesaingnya dan memberikan pelayanan yang baik. Dengan mengubah unsur-unsur bauran pemasaran, manajer pemasaran dapat menyesuaikan dengan saran yang diberikan oleh konsumen. Lovelock (2002) mendefinisikan bauran pemasaran jasa sebagai kelompok kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran jasa terdiri dari hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi produknya. Delapan komponen yang menyusun bauran pemasaran pada perusahaan jasa (Lovelock, 2002) adalah :
7
a. Produk (Product) Produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen yang perlu diperhatikan dalam produk adalah konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk itu saja, tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut yang disebut “the offer” (Lovelock, 2002). Lima tingkat produk dimulai dari yang paling dasar menurut (Kotler, 2002) adalah : 1) Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen. 2) Produk dasar (basic product), yaitu penerjemahan manfaat inti ke dalam bentuk produk. 3) Produk yang diharapkan (expected produk), yaitu suatu sel atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli ketika membeli suatu produk. 4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang ditawarkan melebihi harapan pelanggan. 5) Produk potensial (potential product), yaitu cakupan semua peningkatan dan transformasi yang karirnya akan dialami suatu produk di masa mendatang. b. Harga (Price) Harga merupakan komponen dalam bauran pemasaran jasa yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Harga merupakan jumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen.
Tujuan ditetapkan harga adalah untuk
menetapkan upah dasar pekerja, keuntungan yang ingin dicapai dan status keberadaan produsen (Kotler, 2002). Tujuan ditetapkan harga adalah untuk menetapkan upah dasar pekerja, keuntungan yang ingin dicapai dan status keberadaan produsen (Evans and Berman, 1995)
8
c. Tempat (Place) Lovelock
(2002)
mendefinisikan
tempat
sebagai
cara
penyampaian jasa (delivery system) kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategik. Tiga pihak yang merupakan kunci keberhasilan yang perlu dilibatkan dalam penyampaian jasa adalah penyedia jasa, perantara dan konsumen. d. Promosi (Promotion) Promosi merupakan segala usaha produsen untuk membujuk konsumen agar membeli produk yang ditawarkannya (Lovelock, 2002). Lima alat utama dalam bauran promosi adalah : 1) Iklan, merupakan semua bentuk penyajian non-personal, promosi ide-ide, promosi produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar.
Tujuan periklanan untuk mempengaruhi
perasaan, pemahaman, kepercayaan, sikap dan kesan konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. 2) Promosi penjualan merupakan intesif jangka panjang untuk merangsang pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa dengan alat promosi seperti hadiah, kemasan khusus, atau contoh produk. Tujuan promosi penjualan untuk mendorong pembelian dalam jumlah lebih besar, membangun awareness bagi calon konsumen dan membangun loyalitas konsumen. 3) Hubungan masyarakat dan publisitas merupakan suatu stimulasi non personal terhadap permintaan suatu produk atau jasa dengan menyediakan berita-berita komersial yang penting mengenai kebutuhan akan produk tertentu di suatu media yang disebarkan di radio, televisi atau panggung yang tidak dibayar oleh sponsor. 4) Personal selling merupakan kegiatan yang melibatkan secara langsung interaksi personal antara tenaga penjual dengan konsumen potensial. Interaksi dalam komunikasi antara tenaga penjual dengan konsumen potensial akan memudahkan tenaga penjual untuk menyesuaikan presentasi penjualannya terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen.
9
5) Direct marketing merupakan kegiatan promosi yang menggunakan surat, telepon, faksimili dan alat penghubung non personal lainnya untuk berkomunikasi secara langsung dengan pembeli, sehingga dapat memperoleh tanggapan langsung dari pembeli tersebut. e. Orang (People) Orang
berfungsi
sebagai
penyedia
jasa
yang
sangat
mempengaruhi mutu jasa yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan seleksi, pelatihan, motivasi dan manajemen sumber daya manusia (SDM). Untuk mencapai mutu terbaik, maka pegawai harus dilatih untuk
menyadari
pentingnya
pekerjaannya,
yaitu
memberikan
konsumen kepuasan dalam memenuhi kebutuhannya. SDM memegang peranan penting dalam aktivitas komunikasi perusahaan.
Untuk
menunjang kemampuan SDM yang memadai, perlu dilakukan pelatihan tentang keterampilan berinteraksi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan konsumen. f. Proses (Process) Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas dan hal-hal rutin, dimana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu
(1) kompleksitas,
berhubungan dengan langkah-langkah dan tahapan proses dan (2) keragaman, berhubungan dengan adanya perubahan dalam langkahlangkah atau tahapan proses. Yang termasuk ke dalam proses, antara lain standard operating procedure (SOP) yang rinci, deskripsi pekerjaan, prosedur pelatihan, standar kinerja untuk fasilitas, proses, peralatan dan pekerjaan yang menciptakan pelayanan kepada konsumen (Isnaini, 2006). Semakin besar tuntutan konsumen terhadap pelayanan perusahaan yang cepat dan memuaskan, mengharuskan perusahaan lebih fokus pada fungsi operasi perusahaan dalam melayani konsumen.
10
g. Produktivitas (Productivity) Produktivitas adalah kemampuan memproduksi lebih banyak barang dan jasa dengan lebih sedikit tenaga dan masukan-masukan lain.
Peningkatan
produktivitas
adalah
pengembangan
budaya
masyarakat, khususnya budaya perusahaan, sehingga sikap mental dan cara kerja di atas tumbuh dan berkembang. Budaya perusahaan sebagai sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan di dalam organisasi berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma-norma perilaku (Lovelock, 2002). h. Bukti Fisik (Physical Evidence) Bukti fisik merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Dua jenis bukti fisik adalah (1) bukti penting (essential evidence) yang merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi jasa mengenai desain dan tata letak (lay out) dari gedung, ruang, dan lain-lain; (2) bukti pendukung (peripheral evidence) yang merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa, atau hanya berfungsi sebagai pelengkap, tetapi peranannya sangat penting dalam proses produksi jasa. Bukti fisik membantu pemasar untuk memposisikan perusahaannya di pasar dan memberikan dukungan nyata, apalagi yang berhubungan dengan lokasi.
2. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran adalah logika pemasaran, unit usaha diharapkan untuk mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Strategi pemasaran terdiri dari pengambilan keputusan tentang biaya pemasaran perusahaan, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran (Kotler, 2002). Pada dasarnya, strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan peubah-ubah seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran (Tjiptono, 1995). Dalam pengembangan usahanya, diperlukan strategi pemasaran yang baik guna menarik lebih banyak konsumen maupun meningkatkan
11
penjualan produk. Untuk itu, perlu dikaji proses perilaku pembelian konsumen yang terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap keputusan pembelian dan tahap perilaku setelah pembelian, dimana tiap putusan yang dilakukan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendukungnya seperti faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal (faktor individu dan proses psikologis), serta faktor bauran pemasaran. Faktor eksternal (lingkungan) adalah faktor yamg mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen dalam pembelian produk beras berlabel yang terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi, pengaruh keluarga dan pengaruh situasi. Faktor internal terdiri dari faktor individu dan proses psikologis. Faktor individu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian yang terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, gaya hidup dan demografi. Proses psikologis adalah faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku konsumen (Engel, dkk, 1994). Untuk mengetahui besarnya pengaruh eksternal, pengaruh internal dan pengaruh bauran pemasaran terhadap perilaku konsumen dilakukan analisis komponen utama yang merupakan analisis multivariat (sidik peubah ganda). Dengan analisis ini dihasilkan nilai koefisien korelasi dan ragam masing-masing peubah yang dapat menjelaskan perbedaan pengaruh peubah tersebut dan mengetahui faktor-faktor dominan terhadap keputusan pembelian konsumen produk beras berlabel. Dengan demikian, ritel dapat menentukan strategi pemasaran yang lebih tepat untuk mempertahankan maupun meningkatkan penjualan.
B. Konsumen 1. Preferensi Konsumen Persepsi adalah suatu proses induvidu dalam memilih, merumuskan dan menafsirkan informasi dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran tersendiri dalam benak pikirannya.
Persepsi yang sudah
12
melekat dalam seseorang akan menjadi suatu preferensi bagi dirinya. Preferensi yang terbentuk dari suatu produk dapat diartikan sebagai tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu hal (Ndubisi, 2003). Preferensi terhadap beras berlabel dapat didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen terhadap beras berlabel atau penilaian positif maupun negatif terhadap atribut-atribut yang ditampilkan pada beras berlabel tersebut dipengaruhi oleh faktor psikologi, perasaan dan sikap seseorang. Menurut Engel, dkk (1994), preferensi konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Faktor kebudayaan mengacu pada nilai, gagasan, artefak dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu berkomunikasi, melakukan penafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat, yang meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor sosial meliputi kelompok referensi, keluarga, peranan dan status, dimana faktor sosial merupakan faktor yang memberikan motivasi bagi konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama dan anggota keluarga
membentuk
preferensi
yang paling berpengaruh
dalam
membentuk perilaku pembeli. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup dan konsep diri. Kepribadian pada perilaku merupakan respon konsisten terhadap stimulasi lingkungan dan hal ini penting diketahui untuk membantu evaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di pasar, sehingga pihak pemasar dapat merencanakan target dan pangsa pasarnya. Faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi konsumen meliputi motivasi, persepsi, proses pembelajaran, kepercayaan dan sikap. Pengukuran
preferensi
konsumen
terhadap
suatu
produk
menggunakan model pengukuran yang dapat menganalisa hubungan antara pengetahuan konsumen terhadap produk yang dimilikinya dengan sikap atas produk tersebut sesuai dengan ciri maupun atribut yang ditampilkannya.
Salah satu metode yang digunakan adalah survei
13
terhadap konsumen. Dalam metode ini diasumsikan bahwa sikap berhubungan dengan perilaku dan persepsi konsumen dapat membentuk suatu perilaku konsumen. Kepercayaan yang dimiliki konsumen mengenai obyek sikap merupakan fokus utama dalam pendekatan metode ini, sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan peramalan pasar berdasarkan perilaku konsumen sasarannya.
2. Perilaku Konsumen Menurut UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup. Para produsen berkewajiban untuk memahami konsumen, mengetahui yang dibutuhkannya, seleranya dan caranya mengambil keputusan, sehingga produsen dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (Sihombing, 2002). Pemahaman mendalam tentang konsumen akan memungkinkan produsen dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Menurut Engel, dkk (1994), perilaku konsumen didefinisikan sebagai
tindakan
yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi, menyimpan dan menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Menurut Shiffman and Kanuk (1994), perilaku konsumen adalah perilaku
yang diperlihatkan
konsumen
selama proses
pencarian,
pembelian, penggunaan dan penyimpanan atau pembuangan setelah pemakaian suatu produk atau jasa untuk memenuhi kepuasan konsumen. Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang dimilikinya (waktu, uang dan usaha) untuk memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Model perilaku konsumen merupakan penyederhanaan dari konsepsi mengenai bagaimana perilaku konsumen terjadi dan dibentuk oleh peubah-peubah yang mempengaruhinya.
14
3. Proses Pengambilan Keputusan Dalam pengembangan usaha, diperlukan strategi pemasaran yang baik guna menarik lebih banyak konsumen maupun meningkatkan penjualan produk. Untuk itu, perlu dikaji proses perilaku pembelian konsumen yang terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap evaluasi alternatif, tahap keputusan pembelian dan tahap perilaku setelah pembelian, dimana tiap keputusan yang dilakukan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mendukungnya seperti faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal (faktor individu dan proses psikologis), serta faktor bauran pemasaran. Menurut Engel, dkk (1994), preferensi konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis.
Faktor
kebudayaan mengacu pada nilai, gagasan, artefak dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu berkomunikasi, melakukan penafsiran dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat, yang meliputi budaya dan kelas sosial.
Faktor sosial meliputi kelompok
referensi, keluarga, peranan dan status, dimana faktor sosial merupakan faktor yang memberikan motivasi bagi konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama dan anggota keluarga
membentuk
preferensi
yang paling berpengaruh
dalam
membentuk perilaku pembeli. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian, gaya hidup serta konsep diri. Kepribadian pada perilaku merupakan respon konsisten terhadap stimulasi lingkungan dan hal ini penting diketahui untuk membantu evaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di pasar, sehingga pihak pemasar dapat merencanakan target dan pangsa pasarnya. Faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi konsumen meliputi motivasi, persepsi, proses pembelajaran, kepercayaan dan sikap. Faktor eksternal (lingkungan) adalah faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen dalam pembelian produk beras dalam kemasan berlabel yang terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga,
15
pengaruh pribadi, pengaruh keluarga dan pengaruh situasi. Faktor internal terdiri dari faktor individu dan proses psikologis. Faktor individu adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian yang terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, gaya hidup dan demografi. Proses psikologis adalah faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku konsumen (Engel, dkk, 1994). Engel, dkk (1994) telah mengembangkan model yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk memahami proses pengambilan
keputusan
konsumen
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Model perilaku pengambilan keputusan (EKB) dapat dijelaskan pada Gambar 1. Pengaruh Eksternal (Pengaruh Lingkungan) • • •
Perbedaan Individu • • •
Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan Kepribadian dan gaya hidup
Kelas sosial Pengaruh pribadi Keluarga
Proses Keputusan • • • • •
Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Evaluasi setelah pembelian
Proses Psikologis • • •
Pengolahan informasi Pembelajaran Perubahan sikap/perilaku
Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi (Engel, dkk, 1994). Proses keputusan konsumen dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu keputusan rasional, (keputusan yang didasari atas pertimbangan yang cermat dan evaluasi produk yang utilarian), keputusan hedonik (keputusan yang berdasarkan atas pertimbangan simbolis, emosi, kesenangan indra,
16
lamunan dan estetika). Menurut Engel, dkk (1994) keputusan konsumen terdiri dari lima tahapan, yaitu : a. Pengenalan Kebutuhan Tahapan pengenalan kebutuhan milai dirasakan konsumen ketika adanya ketidaksesuaian antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang diinginkan. Jika tingkat ketidaksesuaian yang dirasakan itu berada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi. Tetapi apabila tingkat kesesuaian yang dirasakan itu berada di atas ambang, maka terjadi pengenalan kebutuhan. b. Pencarian Informasi Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu aktifitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi dan lingkungan (pencarian eksternal). Pencarian informasi yang dilakukan seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi tambahan, nilai yang di berikan pada informasi tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari pencarian tersebut. Jika pencarian informasi secara internal tidak memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian akan beralih kepada pencarian eksternal. Berdasarkan Kotler (2002), ada empat sumber informasi yang diperoleh konsumen, yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber pengalaman dan sumber umum Dalam kajian ini sumber informasi yang digunakan adalah sumber pribadi. c. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif adalah konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahapan ini konsumen harus (1) menentukan kriteria evaluasi yang digunakan, (2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan, serta (4) memilih dan menerapkan
17
kaidah keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir, seperti yang dimuat pada Gambar 2. Sumber Informasi Konsumen
Sumber Pengalaman
Sumber Umum
Sumber Komersial
Sumber pribadi
Penanganan Pemeriksaan Pengunaan produk
Media massa Organisasi Penilaian konsumen
Iklan Sales Grosir Agen
Keluarga Teman Tetangga Kenalan
Gambar 2. Sumber-sumber informasi konsumen (Kotler, 2002) Dalam menentukan alternatif, konsumen menggunakan dimensi atau atribut tertentu yang disebut dengan kriteria evaluasi yang terdiri dari harga, rasa, kemudahan memperoleh produk, kandungan gizi dan kriteria asal yang bersifat hedonik (prestise dan status). Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Setelah menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Tahap ini terdiri dari menentukan alternatifalternatif pilihan, menilai alternatif-alternatif pilihan dan terakhir menyeleksi kaidah keputusan (Engel, dkk, 1994). d. Keputusan Pembelian Konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan akan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayar. Kotler (2002) menerangkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap
18
atau pendirian orang lain. Sejauhmana pendirian orang lain dapat mempengaruhi proses alternatif yang disukai seseorang pada dua hal, yaitu (1) intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin kuat sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin menyesuaikan
maksud
pembeliannya.
Sebaliknya,
preferensi
seseorang terhadap suatu merek akan meningkat, jika orang yang disenangi juga mempunyai keputusan yang sama. Faktor kedua yang mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Adanya faktor ini dapat mengubah rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen. Tahapan antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 3. Evaluasi Alternatif
Niat Pembelian
Sikap orang lain
Situasi yang tidak diantisipasi
Keputusan Pembelian
Gambar 3. Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian (Kotler, 2002). e. Evaluasi Setelah Pembelian Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang akan dilakukannya. Hasil evaluasi setelah pembelian dapat berupa kepuasan dan ketidakpuasan. Jika konsumen merasa
19
puas, maka keyakinan dan sikap yang terbenuk akan berpengaruh positif
terhadap
pembelian
selanjutnya.
Kepuasan
berfungsi
mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya untuk mempertahankan pelanggan menjadi hal yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Untuk mengetahui besarnya pengaruh eksternal, pengaruh internal dan pengaruh bauran pemasaran terhadap perilaku konsumen dilakukan analisis komponen utama yang merupakan
multivariate
analysis (sidik peubah ganda). Dengan analisis ini dihasilkan nilai koefisien korelasi dan ragam masing-masing peubah yang dapat menjelaskan perbedaan pengaruh keempat peubah tersebut dan mengetahui faktor-faktor dominan terhadap keputusan pembelian konsumen produk beras dalam kemasan berlabel. Peringkasan data tetap mempertahankan keragaman total data dan kelompok-kelompok peubah baru yang jumlahnya lebih sedikit dari peubah asal ini disebut principal component atau komponen utama (Jollife, 1986). Dengan demikian, perusahaan dapat menentukan strategi pemasaran yang lebih tepat untuk mempertahankan maupun meningkatkan penjualan.
C. BERAS 1. Komoditi Menurut Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia (2008), tanaman padi (Oryza sativa) dapat dibedakan atas tiga ras, yaitu Javanika, Japonika dan Indika. Jenis Indika mempunyai butir padi berbentuk lonjong panjang dengan rasa nasi pera, sedangkan pada jenis Japonika, butirnya pendek bulat, dengan rasa nasi pulen dan lengket. Beras yang ada di Indonesia secara umum dikategorikan atas varietas bulu dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan varietas cere dengan ciri bentuk butiran lonjong sampai sedang. Indica lebih pendek masa tanamya, tahan kekurangan air, dipanen sekaligus karena butir padi mudah terlepas dari malainya sehingga mudah tercecer. Sedangkan Japonika lebih lama
20
masa tanamnya, tanaman lebih tinggi, dipanen satu per satu karena butir padi melekat kuat pada malainya. Penanaman beras di Indonesia juga sering didasarkan atas daerah produksinya, misalnya beras Rojolele dan Cianjur dari Jawa Barat, Siarias dari Sumatra Utara, Solok dari Sumatera Barat dan beras Empat Bulan dari Sumatera Selatan. Sebagai bahan pangan pokok bagi sekitar 90% penduduk Indonesia, beras menyumbang antara 40 – 80% kalori dan 45 – 55 % protein. Sumbangan beras dalam mengisi kebutuhan gizi tersebut makin besar pada lapisan penduduk yang berpenghasilan rendah. Mengingat demikian pentingnya beras dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk meningkatkan produksi padi, yaitu dengan program intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi lahan pertanian. Padi atau beras adalah komoditas sereal (biji-bijian). Padi saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman nenek moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat di temukan di sejumlah tempat di pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan udara (oksigen) ke bagian akar. Pemuliaan padi telah berlangsung sejak manusia membudidayakan padi. Dari hasil tindakan ini orang mengenal berbagai macam ras lokal padi, seperti Rajalele dari Klaten atau Cianjur pandanwangi dari Cianjur. Orang juga berhasil mengembangkan padi lahan kering (padi gogo) yang tidal memerlukan penggenangan atau padi rawa, yang mampu beradaptasi terhadap kedalaman air rawa yang berubah-ubah. Di negara lain dikembangkan pula berbagai tipe padi. Keanekaragaman budidaya padi seperti di bawah ini (Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2008):
21
a. Padi gogo Di beberapa daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Di Lombok dikembangkan sistem padi gogo rancah, yang memberikan penggenangan dalam selang waktu tertentu, sehingga hasil padi meningkat. b. Padi rawa Padi rawa atau padi pasang surut tumbuh liar atau dibudidayakan di daerah rawa-rawa. Selain di Kalimantan, padi tipe ini ditemukan di lembah sungai Gangga. Padi rawa mampu membentuk batang yang panjang, sehingga dapat mengikuti perubahan kedalaman air yang ekstrem musiman. Setelah padi di panen, bulir padi dipisahkan dari jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. Penjemuran biasanya memakan waktu tiga sampai tujuh hari, tergantung kecerahan penyinaran matahari. Penggunaan mesin pengering jarang dilakukan kecuali pada saat musim hujan tiba. Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk/digiling, sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Beras merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Keanekaragaman tipe beras seperti di bawah ini (Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2008): a. Beras pera Beras pera adalah beras dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20% pada berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari beras pera adalah beras pulen. Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras yang dijual di pasar Indonesia tergolong beras pulen. Penggolongan ini terutama dilihat dari konsistensi nasinya.
22
b. Beras ketan Beras ketan (sticky rice), baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Beras ketan memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati berasnya. Patinya di dominasi oleh amilopektin, sehingga jika di tanak sangat lekat. c. Beras wangi Beras wangi/harum (aromatic rice) dikembangkan orang di berbagai tempat di Asia, yang terkenal adalah ras “Cianjur Pandanwangi” dan “Rajalele”. Di luar negeri orang mengenal beras biji panjang dan beras biji pendek. Hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah bahwa atribut suatu produk akhir agribisnis merupakan hasil kumulatif dari semua sub sistem agribisnis dari hulu sampai hilir (alir produk atau product line). Karena itu, pengelolaan secara integrasi vertikal suatu sistem agribisnis dapat menjamin transmisi informasi pasar secara sempurna dan cepat dari hilir ke hulu, meminimumkan margin ganda dan menjaga konsistensi mutu produk dari hulu ke hilir akan menentukan ketepatan dan kecepatan merespon perubahan pasar. Sistem pemasaran hasil yang belum efisien ini dapat dilihat dari struktur pasar yang terjadi belum mencerminkan persaingan sempurna, tetapi masih banyak ditemui di lapangan struktur pasar yang terjadi berbentuk oligopsoni dan bahkan monopsoni. Hal ini disebabkan jumlah petani padi di Indonesia cukup banyak dengan tingkat produksi sangat sedikit, sedangkan jumlah pembelinya relatif sedikit. Struktur pasar yang demikian menyebabkan pembeli berada pada posisi penentu harga, sehingga posisi tawar petani menjadi lemah. Petani pada umumnya menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul di tingkat desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjual kepada pedagang pengumpul yang lebih besar tingkat Kecamatan atau Kabupaten. Setelah itu baru ke penggilingan padi untuk selanjutnya dijual ke pedagang grosir dan pada akhirnya kepada pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer baru dijual kepada konsumen. Gambar 4 menunjukkan
23
mata rantai pemasaran komoditi padi/beras di Pulau Jawa yang masih cukup panjang, meskipun sebenarnya sistem agribisnis padi/beras di Indonesia sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan komoditi lainnya.
PETANI 80 %
20 %
Pedagang Pengumpul Desa
Penebas
PENGGILINGAN PADI (produk beras) 25 %
5% 70 %
Pedagang Antar Daerah
Pedagang Grosir
Grosir Luar Jawa
BULOG
Masyarakat Miskin/ TNI/Polri Pedagang Pengecer
Pengecer Luar Jawa
Konsumen Konsumen Luar Jawa
Gambar 4. Rantai pemasaran padi/beras kasus di Pulau Jawa (Ditjen PPHP, 2006)
Agroindustri beras menggunakan gabah sebagai bahan bakunya. Jenis gabah yang dihasilkan petani umumnya adalah Gabah Kering Panen (GKP). Selanjutnya pengolahan gabah dilakukan di penggilingan padi.
24
Menurut Patiwiri (2006) gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling (GKG), yaitu gabah yang memiliki kadar air (KA) 13 – 15% dan keluar berupa beras sosoh berwarna putih siap tanak. Dari bentuk GKG sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan.
Bagian–bagian
yang tidak berguna akan dipisahkan, sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Tahapan proses penggilingan padi dan perubahan bobotnya seperti termuat pada Gambar 5. Gabah kering panen
PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN
7% susut
100% Gabah Kering Giling PEMBERSIHAN AWAL
3% benda asing
PEMECAHAN KULIT 77% Beras Pecah Kulit
20% sekam PEMUTIHAN
10% katul dan lembaga 67 % Beras putih
2%
5%
8%
Beras Patah (segala ukuran)
52 % Beras Kepala
Gambar 5. Diagram Sankey (Patiwiri, 2006)
25
Dari Gambar 5, terlihat bahwa butiran padi yang dihasilkan petani akan mengalami perubahan bobot pada tahap-tahap proses penggilingan padi. GKP yang memiliki KA 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi GKG yang memiliki KA sekitar 14%. GKG merupakan masukan terhadap proses penggilingan padi. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran yang berjumlah ± 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah mengalami pemecahan kulit, dimana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah dan akan tersisa beras pecah kulit 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 52% dan beras patah segala ukuran sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata – mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai, KA dan sejenisnya. Dari proses pengolahan beras tersebut, dihasilkan banyak produk seperti berikut : a. Pengolahan beras menjadi nasi (cara menanak hemat energi, cepat dan rasa nasinya pulen) dan produk makanan berbasis nasi (intip goreng, snack dan brondong nasi). b. Pengolahan beras menjadi tepung kemudian menjadi berbagai produk makanan berbasis tepung beras seperti kue-kue, bahan kosmetika, bahan obat dan minuman (beras kencur dan wine). c. Pengolahan katul menjadi makanan bergizi tinggi, kemudian melakukan sosialisasi, agar diterima oleh masyarakat (dulu pernah menjadi makanan favorit). d. Pengolahan katul menjadi bahan suplemen beras sosoh (beras sosoh + katul menjadi brown rice, bagaimana teknologinya, sosialisasinya ke masyarakat).
26
e. Pemanfaatan katul/dedak sebagai komponen pakan ternak/ikan. f. Pengolahan menir (beras yang pecah waktu disosoh) menjadi tepung, bahan makanan (utri)
2. Beras Berlabel Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan, cetakan atau gambar atau kombinasinya yang ada pada label yang terdapat pada kemasan produk yang dapat dicetak, ditempelkan atau dimasukkan ke dalam kemasan yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan. Pencantuman/pemasangan label atau logo jaminan varietas sesuai dengan pedoman pelabelan jaminan varietas. Dalam perdagangan beras dalam kemasan berlabel, mutu beras yang dikemas merupakan penyebab tingkat kepuasan konsumen. Karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu (1) sifat genetik, (2) lingkungan dan kegiatan pra panen, (3) perlakuan panen dan (4) perlakuan pasca panen. Pembangunan sistem jaminan mutu beras harus dimulai dari proses produksi dan dipertahankan, ditingkatkan dalam proses panen dan pasca panennya, serta dikuatkan dengan sertifikasi pelabelan
untuk
memberikan
keyakinan
bagi
konsumen
dalam
menentukan pilihan atas beras bermutu sesuai dengan varietasnya dan menjaga kepentingan produsen/pelaku bisnis untuk memperluas pangsa pasar beras dengan harga yang lebih baik. Dalam
kenyataannya,
beras
dalam
kemasan
berlabel
yang
diperdagangkan belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Demikian pula label yang tertera dalam kemasan pada umumnya tidak sesuai dengan identitas sesungguhnya dari beras yang dikemas. Sebagai contoh, beras kemasan berlabel ‘Pandanwangi’ belum tentu 100% terdiri atas beras Pandanwangi. Praktik yang umum dilakukan para pedagang atau distributor beras adalah mencampur atau mengoplos berbagai jenis beras dengan menambahkan sedikit beras varietas Pandanwangi dan pada kemasan diberi label Pandanwangi. Praktik yang juga sering dilakukan adalah memberi aroma sintetis,
27
sehingga seolah–olah beras tersebut adalah asli varietas Pandanwangi yang umum dicari konsumen. Kondisi tersebut dapat menurunkan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap merek beras dalam kemasan berlabel. Hasil pengamatan dan uji laboratorium oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2006 menunjukkan bahwa rataan keaslian beras Pandanwangi ‘asli’ pada beras berlabel Pandanwangi yang dijual adalah 24,7 %, artinya 75,3 % merupakan beras pencampur (bukan Pandanwangi). Hal ini menandakan bahwa mahal tidaknya beras Pandanwangi sangat ditentukan oleh motif bisnis, dalam rangka memperoleh keuntungan sebanyak– banyaknya. Atas dasar berbagai kondisi tersebut di atas, maka dalam upaya memberikan jaminan kepuasan bagi konsumen beras cenderung menuntut mutu yang semakin baik dan konsisten. Kementrian Pertanian saat ini mengembangkan sistem produksi dan pemasangan beras berlabel. Hal itu dilakukan untuk menjamin keaslian beras dari upaya pengoplosan yang merugikan konsumen sekaligus menstabilkan harga jual gabah di tingkat petani. Sistem pelabelan beras ini dianggap perlu untuk memperkecil kemungkinan penipuan terhadap masyarakat terkait banyaknya produk beras bermerek yang isinya tidak sesuai jenis beras yang tercantum dalam kemasan. Saat ini, Kementrian Pertanian bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB telah menyiapkan perangkat sistem sertifikasi beras berlabel berdasarkan kesesuaian varietas, khususnya ‘Pandanwangi-Cianjur’ melalui suatu sistem manajemen mutu terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh pelaku agribisnis perberasan (petani, penangkar benih, penggilingan padi dan unit-unit pendukung lainnya). Sistem sertifikasi beras yang sudah disiapkan saat ini adalah certificate of conformity (Ditjen PPHP, 2006) berupa : a. Inspeksi kejelasan penggunaan benih bersertifikat disesuaikan dengan luas lahan dan bukti pembelian benih
28
b. Kejelasan hubungan antara luas areal penanaman, jumlah petani dan kepemilikan
lahannya
dan
produksi
beras
bersertifikat
yang
direncanakan. c. Pengujian karakteristik mutu beras disesuaikan dengan standar (SNI)