TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Sulfat Masam Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik atau sulfurik pada kedalaman 120 cm dari permukaan tanah mineral. Pada umumnya lahan sulfat masam terbentuk pada lahan pasang surut yang memiliki endapan marin. Karena kondisi lingkungannya beragam maka karakteristik lahan sulfat masam sangat beragam. Klasifikasi lahan sulfat masam juga dikenal beberapa istilah yang mencerminkan kondisi lingkungan dan tingkat kegawatan kendala yang dihadapi (Noor, 1996). Tanah sulfat masam terbentuk sebagai akibat dari drainase bahan induk yang kaya akan pirit (FeS2). Pirit terakumulasi pada tanah – tanah tergenang yang kaya bahan organik dan sulfat yang terlarut dari sedimen marin. Bakteri yang mendekomposisi bahan organik pada kondisi anaerobik mereduksi ion – ion sulfat menjadi sulfida dan oksida besi bervalensi tiga menjadi bervalensi dua. Sumber utama sulfat adalah air laut, sementara kebanyakan sungai mengandung sulfat yang terlarut sangat rendah (Barchia, 2006). Lahan sulfat masam termasuk dalam kelompok lahan rawa pasang surut yang terdiri atas lahan sulfat masam aktual dan lahan sulfat masam potensial. Karakteristik tanah yang menentukan tipologi lahan adalah kedalaman lapisan sulfidik dan sulfurik. Widjaja Adhi (1986) mengusulkan istilah lahan sulfat masam dan lahan potensial. Lahan sulfat masam aktual adalah dengan lapisan sulfidik < 50 cm, sedangkan sulfat masam potensial merupakan lahan sulfat masam yang memiliki kedalaman lapisan sulfidik > 50 cm.
Universitas Sumatera Utara
Tanah sulfat masam berkembang karena produksi asam – asam melebihi kapasitas netralisasi dari bahan induk yang mengandung pirit sehingga pH tanah dapat turun lebih rendah dari 4. Faktor lingkungan kondusif terbentuknya pirit adalah suasana anaerobik, tersedianya sulfat terlarut, bahan organik, kandungan besi dan waktu (Noor, 2004). Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral berupa karbonat atau basa – basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam ditandai warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman yang tinggi. Beberapa pengalaman dan penelitian menunjukkan untuk mengenal dan mengidentifikasi tanah sulfat masam dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan sederhana dengan pengujian di lapangan (field laboratorium) (Noor, 2004). Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam, berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH < 3,5 (ordo Inseptisol). Lahan sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan pH 4 tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga menjadi sangat masam (Noor, 2004). Masalah kemasaman yang serius, tidak hanya bergantung pada kualitas pirit untuk mana tanah tidak mempunyai kompensasi dalam hubungan substansi – substansi penetralan asam melainkan pada kecepatan alkalinitas yang dapat dikerahkan pada saat sulfuris terbentuk. Pembentukan masam melebihi kapasitas penyanggaan bahan – bahan campuran sehingga nilai pH turun sampai 2 atau 3. Kelebihan masam menyela pada struktur – struktur liat dan membebaskan alumunium, magnesium dan silika (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Tanah sulfat masam potensial mempunyai kandungan pirit yang tinggi. Pirit terbentuk karena tersedianya sulfur yang cukup, keadaan reduktif, bahan organik yang cukup tinggi, adanya senyawa – senyawa besi yang mobil dan perubahan senyawa sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif. Pada keadaan anaerob pirit stabil dan tidak berbahaya, tetapi pada keadaan oksidatif pirit teroksidasi menjadi sulfat masam. Pada suasana reduktif pertumbuhan tanaman biasanya terganggu karena produksi H2S dan kelarutan ion Fe2+ dan Mn2+ yang dapat meracuni tanaman (Widjaja Adhi, 1986). Pirit yang teroksidasi mengakibatkan kelarutan Al, Fe dan SO4 meningkat yang kemudian terhidrolisis dan menghasilkan H+ yang menyebabkan peningkatan kemasaman tanah. Konsentrasi Al yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion Al pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Keracunan Al dapat menjadi faktor penting sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Widjaya Adhi (1986) menyatakan bahwa ion Al, Fe dan H+ akan mendesak kation – kation basa seperti Ca, Mg dan K pada kompleks jerapan sehingga mudah tercuci dan akibatnya ketersediaan bagi tanaman rendah. Lahan sulfat masam tergolong lahan piasan, yaitu lahan yang mempunyai sifat-sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan untuk meningkatkan produktivitasnya. Jenis tanah dari lahan ini digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia, maupun biologi lebih jelek dibandingkan dengan tanah mineral umumnya sehingga produktivitas lahan jenis tanah ini tergolong rendah, bahkan sangat rendah (Tim IPB, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Lahan sulfat masam, menurut Widjaja Adhi (1995) dianjurkan untuk di sawahkan guna menghindari terjadinya oksidasi pirit. Pada musim kemarau dengan air yang terbatas, setidak-tidaknya tanah yang mengandung pirit harus dalam kondisi basah/tergenang. Pada kondisi air yang sangat terbatas, dianjurkannya untuk menutup saluran drainase atau membuat tabat (bendung) pada saluran tersier. Pembuatan saluran cacing juga dianjurkan untuk mempercepat drainase dan meratakan kelembaban tanah. Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.
Ketersediaan P Pada Tanah Sulfat Masam Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan. Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam hal beberapa kegiatan (1) pembelahan sel, (2) pembentukan bunga buah dan biji, (3) kematangan tanaman melawan efek nitrogen, (4) merangsang perkembangan akar, (5) meningkatkan kualitas hasil tanaman dan (6) ketahanan terhadap hama dan penyakit ( Damanik, dkk 2011). Tanaman akan menyerap P dalam bentuk orthofosfat H2PO4-, H2PO42- dan PO43-. Pada umumnya H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada bentuk yang lain (Hakim, dkk 1986). H2PO4- di immobilisasi oleh tanaman dan mikroorganisme, jumlah fosfor yang nyata dalam tanah diubah dalam bentuk organik selama pembentukan tanah (Foth, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga mengandung kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di bumi mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Persoalan yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia (Foth, 1995). Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman tumbuh dengan baik (Lingga, 1986). Oleh karena itu pemupukan P pada lahan sulfat masam adalah komponen teknologi yang harus mendapat prioritas. Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kondisi pH yang rendah membuat rusaknya kisi mineral sehingga kelarutan Al meningkat dan ketersediaan P menurun karena terikat oleh Al dan Fe. Konsentrasi Al yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion Al pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah dan unsur beracun serta pemupukan P untuk mengurangi kahat P diharapkan dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas lahan sulfat masam. Penggunaan pupuk fosfat konvensional seperti SP-36 saat ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di pasaran. Namun penggunaan SP-36 yang mudah larut kurang efesien karena jerapan P oleh Fe dan Al cukup tinggi ( Subiksa dan Diah, 1992). Alternatif lain adalah menggunakan fosfat alam yang lebih murah dan memiliki efek pengapuran. Fosfat alam diketahui mempunyai efektivitas lebih panjang karena bersifat lambat dilepaskan. Keunggulan fosfat alam dibanding SP-36 berkaitan dengan residu fosfat alam sebagai sumber P jangka panjang.
Kelarutan Fe Pada Tanah Sulfat Masam Masalah lain yang sering ditemui di lahan sulfat masam selain rendahnya ketersediaan P adalah adanya lapisan pirit (FeS2). Dalam kondisi tergenang pH tanah meningkat yang menyebabkan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga konsentrasi Fe2+ meningkat dalam larutan tanah yang dapat meracuni tanaman padi (Widjaja Adhi, 1995). Besi (Fe) pada tanah sulfat masam yang sering menimbulkan masalah adalah bentuk ferro (Fe2+) yang menyebabkan keracunan bagi tanaman, khususnya dalam kondisi tergenang. Kadar Fe2+
pada tanah sulfat masam
tergenang (tereduksi) mempunyai kisaran sangat lebar antara 0,07 sampai 6.600 ppm Fe. Kadar Fe2+ ini dipengaruhi oleh pH, bahan organik, kadar Fe3+ serta reaktivitas Fe3+. Varietas padi yang sekalipun tergolong tahan terhadap kondisi kadar besi tinggi sebagian mengalami keracunan pada kadar besi 9 mol.m-3 (Noor, 2004). Keracunan besi pada tanaman padi menjadi salah satu masalah utama produksi padi. Pertumbuhan dan hasil padi sawah di lahan sulfat masam sangat
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh keracunan Fe. Penurunan hasil akibat keracunan Fe sekitar 30% sampai 100%, tergantung pada ketahanan varietas terhadap Fe, intensitas keracunan besi, dan status kesuburan tanah (Khairullah, dkk 2011). Di Cihea, Jawa Barat penurunan hasil padi akibat keracunan besi mencapai 52% dibanding tanaman yang sehat. Pada tanah sulfat masam tua sebagian besi berubah bentuk menjadi mudah teroksidasi yakni menjadi ferri (Fe3+) yang menimbulkan kerak karatan pada permukaan tanah. Hal ini disebabkan bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang secara cepat menghasilkan Fe3+ dari Fe2+ dalam suasana masam, Fe3+ kemudian langsung mengoksidasi pirit.
Fosfat Alam Secara garis besar fosfat tanah dibedakan atas fosfat anorganik dan organik. Penelitian mengenai fosfat organik tanah masih sangat sedikit, walaupun senyawa ini merupakan fraksi yang melebihi setengah dari seluruh fosfat dalam tanah. Kandungan fosfat organik pada lapisan tanah atas (top soil) lebih banyak bila dibandingkan dengan sub soil. Hal ini disebabkan karena absorbsi/serapan akar tanaman yang sampai ke subsoil, sedangkan pada lapisan tanah atas terdapat akumulasi dari sisa - sisa tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya (Hakim, dkk 1986). Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari bahan tambang, sehingga kandungan P sangat bervariasi. Efektivitas fosfat alam pada lahan sulfat masam dipengaruhi oleh kualitas fosfat alam dan tingkat kehalusan butir. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P2O5) lebih dari 25%. Fosfat alam berasal dari batuan fosfat yang digiling seperti
Universitas Sumatera Utara
Ca3(PO4)2, CaCO3 (karbonat apatit), Ca3(PO)2 (oksi–apatit), Ca3(PO4)2, Ca(OH)2 (hidroksil apatit) dari mineral fosfat yang merupakan bahan kapur yang dapat menaikkan pH tanah. Untuk lebih lengkapnya, adapun sifat – sifat dari fosfat alam adalah sebagi berikut ; (1) kadar P2O5 berkisar antara 27 – 41 %, (2) tidak higroskopis, (3) reaksinya fisiologisnya netral, (4) reaksi hanya dapat berlangsung pada suasana
asam.
Fosfat
alam
merupakan
salah
satu
sumber
unsur
P.
Menurut Prasad dan Power (1997) fosfat alam mengandung 11% - 16% P (25%- 37% P2O5). Efektivitas fosfat alam ditentukan oleh sifat – sifat terutama reaktivitas dan kehalusannya. Sifat – sifat tanah antara lain kemasaman, daya fiksasi P, kadar P, Al dan Ca tanah. Efektivitas dari fosfat alam yang diasamkan sebagian sangat ditentukan oleh derajat kejenuhan asam (Adiningsiah, 1987). Dengan pemberian fosfat alam kadar P-tersedia, Ca dapat dipertukarkan, dan mobilitas fosfor naik sedangkan Al dapat dipertukarkan turun. Fosfat alam sangat sesuai digunakan untuk tanah – tanah masam seperti tanah sulfat masam karena pada tanah masam tingkat kelarutannya akan meningkat (Hasibuan, 1997). Fosfat alam adalah pupuk yang bersifat (slow release) namun kelebihannya dapat larut dalam kondisi asam. Telah dikenal ada beberapa fosfat alam yang dapat digunakan langsung sebagai pupuk terutama pada tanah yang bereaksi masam, miskin bahan organik, memiliki daya fiksasi P tinggi dan cadangan mineralnya sangat rendah. Kelebihan lainnya dari fosfat alam selain mengandung hara P terdapat hara lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur mikro.
Universitas Sumatera Utara
Pemupukan P yang bersumber dari super fosfat dan fosfat alam mempengaruhi dominan bentuk fraksi P-organik dalam tanah. Agar fosfat alam menjadi pupuk yang efektif, apatit yang terkandung di dalamnya harus dapat larut secara cepat setelah digunakan. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam lebih reaktif dan lebih murah di banding penggunaan superfosfat (Sanchez, 1993). Lahan sulfat masam dalam proses pembentukannya menghasilkan asam sulfat sehingga membentuk reaksi sangat masam dalam lingkungan tanah. Oleh karenanya fosfat alam yang diberikan pada tanah sulfat masam akan mengalami peningkatan kelarutan yang sangat signifikan, sehingga dapat dikatakan lahan sulfat masam adalah pabrik pupuk alami. Keuntungan yang bisa diperoleh dari pemanfaatan fosfat alam pada lahan sulfat masam adalah: (1) harga per satuan hara pupuk lebih murah; (2) kelarutan dan ketersediaan hara P untuk tanaman meningkat; (3)meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki lingkungan perakaran tanaman; (4) pelepasan hara P secara bertahap sehingga mengurangi jerapan oleh Al dan Fe; (5) fosfat alam mengandung hara sekunder seperti Ca dan Mg yang dibutuhkan tanaman; dan (6) fosfat alam meningkatkan proses granulasi sehingga
tanahnya
lebih
mudah
diolah
dan
tidak
lengket
(Subiksa dan Diah, 1992). Adsorpsi (jerapan) adalah proses akumulasi senyawa – senyawa atau unsur di permukaan koloid tanah. Kurva hubungan konsentrasi – konsentrasi dari bahan terjerap pada suatu temperatur yang tetap disebut isoterm jerapan. Adsorbsi isoterm ini berguna untuk mengkaji tingkah laku dari reaksi-reaksi adsorbsi. Ada
Universitas Sumatera Utara
dua cara yang biasa dilakukan untuk mempelajari reaksi adsorbsi dengan memakai adsorbsi isoterm, yaitu: 1) Dengan cara identifikasi bentuk kurva adsorbsinya dan 2) Dengan cara menggunakan Statistik modeling, berupa persamaan. Persamaan yang dikenal adalah (a) Persamaaan Freundlich, Persamaan
Langmuir,
(c)
Persamaan
BET,
(d)
Persamaan
(b)
Gibbs
(Mukhlis dkk, 2011). Persamaan adsorpsi Isotherm Langmuir merupakan persamaan yang lebih tua diajukan oleh Irving Langmuir di tahun 1918, untuk adsorbsi gas oleh bahan padat. Menurut Irving Langmuir ”gas yang diadsorbsi oleh permukaan zat padat tidak dapat membentuk lebih dari satu lapisan molekul”. Konsep ini dapat diterapkan pada adsorbsi solut pada koloid tanah. Untuk adsorbsi solut (bahan terlarut) persamaan Langmuir adalah: Dimana: X : jumlah ion yang teradsorbsi m : jumlah adsorben C : konsentrasi ion pada larutan setimbang b : adsorbsi maksimum k : konstanta (Mukhlis dkk, 2011). Bahan Organik Bahan organik tidak hanya berperan dalam memperbaiki fisik tanah, tetapi sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah sulfat masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan atau mempertahankan suasana reduksi, karena dapat mempertahankan kebasahan tanah sehingga oksidasi pirit dapat ditekan (Noor, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Pupuk Kandang Sapi Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat, kotoran cair dari hewan ternak yang dikandangkan yang dapat bercampur
dengan alas
kandang dan sisa – sisa makanan maupun kencing (urine) (Damanik dkk, 2011). Sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya, jumlah dan macam alas kandang, bentuk atau struktur kandang dan tempat penyimpanan pupuk. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, ayam, kuda, kambing dan jenis unggas lainnya. Kotoran sapi banyak digunakan sebagai pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan hewan lain. Rata – rata sapi mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 7 – 8%
setiap hari dari berat tubuhnya. Untuk sapi yang berukuran 550 kg akan mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 30 – 45 kg di tambah dengan sisa pakan (Yulianto dan Saparinto, 2010). Pupuk kandang sapi mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen, Fosfor serta Kalium dan juga mengandung unsur hara mikro seperti magnesium, kalsium dan sulfur. Pupuk kandang juga mengandung creatin, asam indol asetat dan auksin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman (Musnawar, 2003). Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20%. P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95% mengandung 1% N; 0,2%, P2O5 dan 1,35% K2O (Buckman dan Brady, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Togatorop dan Setiadi (1992) menyatakan hasil penelitian padi gogo varietas Hawarabunar yang ditanam di lahan sulfat masam, Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi (10 ton/ha) dapat meningkatkan produksi gabah secara nyata. Penggunaan pupuk kandang secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk buatan (pupuk anorganik), sangat berperan untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian melalui perbaikan struktur tanah dan penyediaan unsur hara. Jerami Padi Jerami padi adalah semua bahan hijauan padi di luar biji yang dihasilkan tanaman padi. Jerami padi merupakan bahan organik
yang potensial
ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Potensi jerami padi di Indonesia sangat besar dari segi kuantitas yaitu 77 juta ton dari hasil panen padi (BPS, 2008). Jumlah jerami sebesar tersebut sangat potensial untuk dapat digunakan sebagai bahan baku amelioran tanah. Sebagian besar jerami padi belum dimanfaatkan oleh petani, namun menjadi bahan terbuang dan sering dibakar oleh petani yang menyebabkan kehilangan kandungan hara pada jerami tersebut. Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Dinas Pertanian (2008), menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N 0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Aplikasi jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mg-dapat ditukar 0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat tanah. Apabila dihitung dalam hektar, sumbangan hara dari jerami tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 kg KCl dan 361 kg kieserit. Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah termasuk unsur hara makro. Hasil penelitian Anwar dkk (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian kompos jerami padi pada lahan sulfat masam mampu memperbaiki kualitas tanah pada fase vegetatif berupa : peningkatan pH dan bahan organik tanah, penurunan Al-dd tanah, dan peningkatan kelarutan Fe2+ dan SO42-. Pemberian kompos dengan takaran 2,7 ton ha-1 (setara berat kering) mampu meningkatkan hasil gabah sebesar 48% dibanding kontrol. Dengan mengomposkan pupuk kandang sapi dan jerami diharapkan kualitas bahan organik akan meningkat dengan kandungan hara yang lebih beragam. Penelitian Batubara (2011) menyebutkan aplikasi jerami dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1 : 2 pada tanah sawah berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH dan C- organik.
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae tumbuhan mana di tandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruasruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua jenis akar tanaman padi yaitu : akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara dan akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Daun tanaman
Universitas Sumatera Utara
padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling dan terdapat satu daun pada tiap buku (Suharno, 2005)
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah beriklim panas yang lembab. Tanaman padi memerlukan curah hujan rata – rata 200 mm/bulan dengan distribusi selama 4 bulan, sedangkan per tahun sekitar 1500 – 2000 m. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada suhu 2300C dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan ketinggian 0 – 1500 meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990). Tanaman padi dapat tumbuh di lahan pasang surut. Hanya saja padi yang ditanam di lahan ini haruslah yang toleran terhadap keadaan air yang asin (salinity).
Sensitivitas
varietas
padi
terhadap
keasinan
bervariasi
(Suparyono dan Setyono, 1997). Pada penelitian ini, jenis padi yang digunakan adalah varietas Ciherang, dimana dari beberapa varietas padi, padi Ciherang adalah varietas yang paling banyak ditanam petani. Padi jenis ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan varietas lainnya seperti IR 64 dan IR 66. Keunggulan dari padi Ciherang ini adalah memiliki keunggulan dalam hal umur tanaman yang pendek, hanya 86 – 96 hari saja atau tiga bulan sepuluh hari, sehingga akan mempercepat panen dan meningkatkan produksi padi (Mutakin, 2008).
Universitas Sumatera Utara