TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Sawah Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk pengelolaannya memerlukan genangan air. Oleh karena itu sawah selalu mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air genangan (Sofyan et al, 2007). Berdasarkan sumber air yang digunakan dan keadaan genangannya, sawah dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: (Sofyan et al, 2007) 1. Sawah irigasi, yaitu sawah yang sumber airnya berasal dari tempat lain melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk itu. Dibedakan atas sawah irigasi teknis, setengah teknis dan sawah irigasi sederhana. 2. Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sumber airnya tergantung atau berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan-bangunan irigasi permanen. Umumnya terdapat pada wilayah yang posisinya lebih tinggi dari sawah irigasi atau sawah lainnya sehingga tidak memungkinkan terjangkau oleh pengairan. Waktu tanam sangat tergantung kepada datangnya musim hujan. 3. Sawah pasang surut, yaitu sawah yang irigasinya tergantung pada gerakan pasang dan surut serta letaknya di wilayah datar tidak jauh dari laut. Sumber airnya berasal dari air sungai yang karena adanya pengaruh pasang dan surut air dimanfaatkan untuk mengairi melalui saluran irigasi dan drainase. 4. Sawah lebak, yaitu sawah yang diusahakan didaerah rawa memanfaatkan naik turunnya permukaan air rawa secara alami, sehingga dalam sistem sawah lebak tidak dijumpai sistem saluran air.
Universitas Sumatera Utara
7
Tanah sawah memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain (Musa et al, 2006): adanya lapisan oksida dan lapisan reduksi, berkurangnya oksigen tanah, pH tanah cenderung netral (6,7-7,2), Ferri direduksi menjadi ferro, ketersediaan P lebih tinggi akibat penggenangan, keracunan sulfida terjadi bila penggenangan cukup lama. Penggenangan pada sistem usaha tani tanah sawah secara nyata akan mempengaruhi perilaku unsur hara esensial dan pertumbuhan serta hasil padi. Perubahan kimia yang terjadi sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Transformasi kimia yang terjadi berkaitan erat dengan kegiatan mikroba tanah yang menggunakan oksigen sebagai sumber energinya dalam proses respirasi. Pada tanah tergenang terjadi perubahan kimia dan elektrokimia yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Perubahan tersebut diantaranya adalah: (1) turunnya potensial redoks, dan (2) reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dan Mn4+ menjadi Mn2+ yang dapat meracuni tanaman (Ismunadji dan Roechan, 1988). Penggenangan juga menyebabkan terjadinya perubahan pH tanah. Pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat dan pada tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun mendekati netral. Pada saat penggenangan pH tanah akan menurun selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai minimum dan beberapa hari kemudian pH akan meningkat kembali secara asimtot untuk mencapai nilai pH yang stabil sekitar 6,7-7,2 (Hartatik et al, 2007). Tanah tergenang menyebabkan persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam dalam waktu kurang dari sehari (Sanchez, 1993; Reddy,
Universitas Sumatera Utara
8
1999). Laju difusi oksigen udara melalui lapisan air 10 ribu kali lebih lambat daripada melalui pori yang berisi udara. Mikroba aerob dengan cepat akan menghabiskan udara yang tersisa dan menjadi tidak aktif lagi lalu mati. Mikrobia fakultatif anaerob dan obligat aerob kemudian mengambil alih dekomposisi bahan organik tanah dengan menggunakan komponen tanah teroksida (nitrat, Mn, Feoksida dan sulfat) atau hasil penguraian bahan organik (fermentasi) sebagai penerima elektron dalam pernapasan (Sanchez, 1993; Kyuma, 2004).
Bahan Organik Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang tersedia bagi tanaman. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen, limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomisetes, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri merupakan limbah industri yang berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya (Simanungkalit et al, 2006). Pupuk organik memiliki banyak manfaat ditinjau dari beberapa aspek
Universitas Sumatera Utara
9
Deptan, 2009): a) Aspek Ekonomi : 1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah; 2) Mengurangi volume/ukuran limbah; 3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya; b) Aspek lingkungan : 1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah; 2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan; dan c) Aspek bagi tanah/tanaman: 1) Meningkatkan kesuburan tanah; 2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah; 3) Meningkatkan kapasitas jerap air tanah; 4) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah; 5) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen); 6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman; 7) Menekan pertumbuhan /serangan penyakit tanaman; dan 8) Meningkatkan retensi /ketersediaan hara. Beberapa aspek peran penting yang berkaitan dengan bahan organik dalam kesuburan tanah (Musa et al, 2006): (1) sumber dan cadangan unsur hara dalam bentuk organik yaitu bagi unsur hara N, P dan S, (2) mempunyai sifat memiliki muatan yang merupakan tempat pertukaran kation, (3) mempengaruhi sifat fisis dan kimia tanah dengan memfasilitasi agregat dengan partikel mineral, terutama liat (4) memodifikasi struktur fisis tanah dan mempengaruhi keadaan air, (5) merupakan sumber energy bagi biota tanah sehingga mempengaruhi banyak proses mediated secara biologi di dalam tanah, dan (6) pengaruh tidak langsung lainnya berkenaan dengan karbondioksida yang dilepaskan selama dekomposisi bahan organik. Bahan organik merupakan sumber energi untuk aktifitas mikroorganisme tanah. Pemberian bahan organik pada lahan sawah menyebabkan nilai Eh tanah
Universitas Sumatera Utara
10
turun atau kondisi tanah dan air genangan semakin reduktif. Penurunan nilai Eh menyebabkan reaksi reduksi berjalan sehingga kadar kadar kation Fe II meningkat baik dalam tanah maupun air genangan (Nursyamsi dan Suryadi, 2000). Besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara. Eh rendah meningkatkan ketersediaan P, K, Fe, Mn, dan Si tetapi mengurangi ketersediaan S dan Zn.
Pupuk kandang Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat air seni, amparan, dan sisa makanan ternak. Susunan kimia dari pupuk kandang berbeda-beda dari tempat ke tempat lainnya, tergantung dari; (1) spesies ternak (Tabel 1), (2) umur dan keadaan
ternak, (3) sifat dan jumlah amparan, (4) cara
penyimpanan
pupuk sebelum dipakai (Soepardi, 1983). Tabel 1. Susunan kimia kotoran hewan ternak yang mempunyai kandungan zat hara yang berbeda-beda sesuai dengan jenis hewannya: Jenis Bentuk kotoran H2O N P2O5 K2O Hewan (%) (%) (%) (%) (%) Kuda Padat 80 75 0,55 0,30 0,40 Urine 20 90 1,35 1,25 Trace Keseluruhan 78 0,70 0,25 0,55 Sapi Padat 70 85 0,40 0,20 0,10 Urine 30 92 1,00 1,35 Trace Keseluruhan 86 0,60 0,15 0,45 Domba Padat 60 60 0,75 0,50 0,45 Urine 40 85 1,35 0,05 2,10 Keseluruhan 68 0,95 0,35 0,45 Babi Padat 60 80 0,55 0,50 0,40 Urine 40 97 0,40 0,10 0,45 Keseluruhan 87 0,50 0,35 0,40 Ayam Keseluruhan 55 1,00 0,80 0,40 Sumber : Musa et al, 2006
Universitas Sumatera Utara
11
Pupuk kandang dinilai mempunyai kelebihan dibanding dengan bahan organik lainnya. Selain mengandung berbagai unsur hara makro dan mikro juga dapat menurunkan potensial redoks (Eh) dan dapat menurunkan tingkat keracunan unsur toksis melalui fungsinya sebagai agen khelasi (Noor et al, 2005).
Jerami Padi Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun sesudah diambil buahnya yang masak. Manfaat kompos jerami tidak hanya dilihat dari sisi kandungan hara saja. Kompos juga memiliki kandungan C-organik yang tinggi. Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah. Tabel 2. Kandungan hara jerami dan potensinya dalam mensubstitusi anorganik Nutrisi
Kandungan kg/ton (%) jerami C-Org 40-43% N 0,5-0,8 6,5 P 0,07-0,12 1,0 K 1,2-17 14,5 Ca 0,6 6 Mg 0,2 2 S 4,0-7,0 55 S 0,10 1 Sumber : Simarmata dan Joy (2012)
setara dalam 5 ton Jerami kg kg ha-1 14,13 13,19 24,17 30,00 10,00 275 5
70,7 66,0 120,8
pupuk
Ket.
Urea SP-36 KCL
Sedangkan Isroi (2009) menyebutkan bahwa kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering. Jumlah hara ini
Universitas Sumatera Utara
12
kurang lebih dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Las et al. (1999) menyatakan di lakukan
pelestarian
bahwa dalam meningkatkan produksi padi perlu
lingkungan
produksi, termasuk mempertahankan
kandungan bahan organik tanah dengan memanfaatkan jerami padi. Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: (Isroi, 2009) A. Fungsi Biologi: (1) menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk mikroba) tanah, (2) menyediakan energi untuk prosesproses biologi tanah dan (3) memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi) tanah. B. Fungsi Kimia: (1) merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah, (2) penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah, dan (3) menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K. C. Fungsi Fisika: (1) mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah, (2) meningkatkan stabilitas struktur tanah, (3) meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan bekas tambang galian C di Desa Durian Kondot,
Kecamatan
Kotarih,
Kabupaten
Serdang
Bedagai.
Penelitian
dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 sampai Juni 2012.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit padi ciherang, bahan tanah mineral insitu, bahan tanah mineral subsoil, pupuk kandang kambing, jerami padi, pupuk Urea (N 46%), pupuk SP-36 (P 2 O 5 36%), pupuk KCl (K 2 O 60%), pupuk cair Golden Plant, pestisida, fungisida dan bahan-bahan penunjang lainnya. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah timbangan, pisau, cangkul, parang babat, ember, meteran, tali plastik, oven, alat tulis menulis dan alat-alat penunjang lainnya.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-petak Terbagi (Split Split Plot Design), menggunakan 3 faktor perlakuan dan 3 ulangan: 1. Faktor A Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral (T) yang terdiri atas 2 taraf sebagai petak utama: •
T 0 = Penimbunan bahan tanah mineral insitu
•
T 1 = Penimbunan bahan tanah mineral subsoil
Universitas Sumatera Utara
14
2. Faktor B Aplikasi pupuk organik (O) yang terdiri atas 2 taraf sebagai anak petak: •
O 1 = Aplikasi pupuk kandang kambing
•
O 2 = Aplikasi jerami padi
3. Faktor C Aplikasi Dosis pupuk organik (D) yang terdiri atas 4 taraf sebagai anak-anak petak: •
D 0 = 0 t.ha-1
•
D 1 = 10 t.ha-1
•
D 2 = 20 t.ha-1
•
D 3 = 30 t.ha-1
Jumlah perlakuan
= 16
Jumlah ulangan
= 3
Jumlah plot
= 48
Ukuran plot
= 3mx3m
Jarak antar petak utama
= 0,5 m
Jarak antar anak petak
= 0,3 m
Jarak antar ulangan
= 1m
Jarak tanaman
= (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm bershap 2.
Jumlah rumpun/plot
= 8 x 22 = 176 rumpun/plot
Jumlah rumpun seluruhnya
= 8448 rumpun
Jumlah tanaman sampel
= 5 tanaman
Universitas Sumatera Utara
15
Metode Analisa Data Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model linear sebagai berikut: Y ijk l =µ+K l +α i +γ il +β j +(αβ) ij +𝛿 ijl +∁ k +(α∁) ik +(β∁) jk +(αβ∁) ijk +ε ijkl R
Y ijkl
=
R
Hasil pengamatan pada ulangan ke- l dari kombinasi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- i, aplikasi pupuk organik pada
taraf ke -j dan aplikasi dosis bahan organik pada taraf ke- k µ
=
Nilai tengah umum
Kl
=
Pengaruh ulangan ke- l
αi
=
Pengaruh aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- i
γ il
=
Pengaruh galat petak utama pada aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- I dalam ulangan ke- l
βj
=
Pengaruh aplikasi pupuk organik pada taraf ke -j
(αβ) ij
=
Interaksi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- i dan aplikasi pupuk organik pada taraf ke -j
𝛿 ijl R
∁k R
=
ulangan ke- l =
(α∁) ik (β∁) jk
Pengaruh galat anak petak pada interaksi perlakuan ke- ij dalam
Pengaruh aplikasi dosis pupuk organik pada taraf ke- k Interaksi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- I dan aplikasi dosis pupuk organik pada taraf ke- k
=
Interaksi aplikasi pupuk organik pada taraf ke -j dan aplikasi dosis pupuk organik pada taraf ke- k
(αβ∁) ijk
=
Interaksi aplikasi bahan tanah mineral pada taraf ke- I , aplikasi
Universitas Sumatera Utara
16
pupuk organik pada taraf ke -j dan aplikasi dosis pupuk organik pada taraf ke- k
ε ijkl
=
Pengaruh galat anak-anak petak pada interaksi perlakuan ke- ijk dalam ulangan ke- l
Dari hasil penelitian pada perlakuan, jika berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan dengan taraf 5% (Gomez and Gomez, 2007).
Pelaksanaan Penelitian A. Tahapan Reklamasi 1. Pembersihan lahan Lahan dibersihkan dari semak belukar dan sisa-sisa penambangan. Dalam pembersihan lahan menggunakan metode tanpa bakar (zero burning). 2. Konstruksi fisik Konstruksi fisik meliputi antara lain : •
Perataan lahan (Contour Leveling) Permukaan lahan yang bergelombang akibat proses penambangan, harus diratakan terlebih dahulu dengan menggunakan cangkul.
•
Pengukuran dan pengacakan plot penelitian Setelah lahan bersih dan permukaannya rata, dilakukan pengukuran lahan dimana setiap plot percobaan menggunakan ukuran 3 m x 3 m. Jarak antar petak utama 0,5 m, jarak antar anak petak 0,3 m dan jarak antar blok (ulangan) 1 m. Pengukuran sebaiknya mempertimbangkan kondisi lahan
Universitas Sumatera Utara
17
sehingga posisi barisan tanaman nantinya sejajar timur-barat arah mata angin. Lahan yang telah di ukur dilakukan pengacakan untuk menentukan urutan petak utama, anak petak dan anak-anak petak. •
Pembuatan saluran air (draenase). Saluran air awalnya dibuat sementara untuk mengeringkan lahan dari genangan air akibat permukan lahan yang bergelombang. Selanjutnya dibuat saluran air permanen yang alirannya melalui batas ketiga blok/ulangan percobaan.
•
Pembuatan pematang sawah Pematang sawah dibuat dengan ukuran sesuai jarak antar anak-anak petak, anak petak dan antar petak utama dengan ketinggian pematang 30 cm dari permukaan lahan.
•
Aplikasi bahan tanah mineral Lahan sawah
diratakan terlebih dahulu sebelum aplikasi bahan tanah
mineral. Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral T 0 dan T 1 dilakukan dengan penimbunan bahan tanah mineral masing-masing setebal 10 cm (1,638 ton/plot) sesuai bagan percobaan. Setelah aplikasi penimbunan bahan tanah mineral, lahan sawah di inkubasi selama 4 minggu.. •
Pengolahan tanah dan aplikasi bahan organi Bahan organik pupuk kandang kambing dan jerami padi diaplikasikan pada saat pengolahan tanah. Bahan organik yang diberikan sebanyak 12 kg/plot percobaan yang pengaplikasiannya berdasarkan bagan penelitian. Kemudian sawah dibajak menggunakan handtraktor untuk membalik tanah
Universitas Sumatera Utara
18
dan memasukkan bahan organik yang ada di permukaan sawah. pembajakan kedua dilakukan 3-5 hari menjelang tanam. Permukaan tanah sawah diratakan, dan gumpalan tanah dihancurkan dengan cara menggaru. Permukaan tanah yang rata dapat dibuktikan dengan melihat permukaan air di dalam petak sawah yang merata.
B. Tahapan Budidaya 1. Persiapan lahan persemaian Lahan persemaian dipersiapkan dengan luas 20 m2 (4 m x 5 m). Untuk setiap m2 bedengan dicampur dengan 2 kg bahan organik (kompos, pupuk kandang, serbuk gergaji, abu sekam padi atau campuran berbagai bahan organik tersebut). Penambahan bahan organik memudahkan
pencabutan bibit padi
sehingga kerusakan akar bisa dikurangi. 2. Persemaian Benih direndam di dalam air yang berjalan selama 24 jam diikuti dengan inkubasi selama 48 jam sebelum ditabur dipersemaian. Benih yang mulai berkecambah ditabur secara merata diatas permukaan tanah dan disiram setiap hari hingga bibit dapat dipindahkan. 3. Penanaman Setelah bibit berumur 21 hari dilakukan transplanting bibit tanaman ke lahan sawah sebanyak 3 tanaman per lobang. Sistem tanam yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo bershap 2 dengan jarak tanam (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm.
Universitas Sumatera Utara
19
4. Pengelolaan air Pengelolaan air dilakukan dengan sistem
irigasi terputus (intermitten
irrigation). Setelah bibit ditanam (kondisi jenuh air), sawah baru digenangi kembali setelah 3 hari. Selanjutnya dilakukan pergiliran air dengan selang waktu 3 hari dengan tinggi genangan sekitar 3 cm. Cara ini dipertahankan terus sampai tanaman padi mencapai fase anakan maksimal. Sawah selanjutnya digenangi terus mulai dari fase pembentukan malai hingga pengisian biji. Sawah baru dikeringkan kembali sekitar 10-15 sebelum panen. 5. Penyiangan dan penyulaman Penyiangan dilakukan dua kali yaitu: (1) penyiangan pertama umur 3 minggu setelah tanam, dan (2) penyiangan kedua umur 6 minggu setelah tanam. Penyiangan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (1) dicabut dengan tangan, kemudian dipendan dalam tanah, (2) menggunakan alat siang (gasrok), dan (3) menggunakan herbisida. Apabila ada tanaman yang mati, diadakan penyulaman (umur 1-2 minggu) dengan cara: (1) menggunakan bibit dari persemaian dengan umur bibit yang sama, dan (2) dengan menyapih tanaman yang sudah tumbuh. 6. Pengelolaan hara Penggunaan pupuk anorganik digunakan
secara merata pada semua plot
percobaan. Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea (300 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha). Pupuk diberikan pada umur 7-10 HST, 21 HST dan 42 HST. Pada 7-10 HST diberikan sebanyak 150 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50kg KCL per ha; Pada 21 HST diberikan sebanyak 75 kg Urea per
Universitas Sumatera Utara
20
hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea dan 50 kg KCl per ha. Pupuk cair Golden Plant diaplikasi sebanyak dua kali bersamaan dengan penggunaan pestisida, yaitu pada saat 21 dan 42 HST.
Parameter Pengamatan A. Parameter Tanah 1. Analisa awal •
Pengukuran pH, C-organik, KB dan KTK tanah asal bekas tambang
•
Pengukuran pH, C-organik, KB dan KTK bahan tanah subsoil
•
Pengukuran C-organik, N, P, dan K jerami padi dan pupuk kandang kambing
2. Setelah Panen, yaitu pengukuran C-organik
B. Parameter Tanaman 1. Tinggi Tanaman Diukur
mulai
dari
permukaan
tanah
hingga
ujung daun
tertinggi. Pengukuran dilakukan mulai dari tanaman berumur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST). 2. Jumlah Anakan Diukur dengan menghitung jumlah anakan yang muncul pada umur 2, 4 dan 6 MST. 3. Luas Daun Total luas daun dihitung dengan menggunakan Leaf Area Meter pada 5
Universitas Sumatera Utara
21
sampel destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. 4. Bobot Kering Tanaman, Jerami dan Akar Sebanyak 5 tanaman sampel destruktif dicabut sampai akarnya. Kemudian dibersihkan dengan air bersih dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 650C. Hasilnya ditimbang setelah didapati bobot tanaman konstan. Pengukuran bobot kering sampel destruktif dilakukan pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. 5. Laju Tumbuh Relatif (LTR) Laju tumbuh relative (LTR) atau Relative Growth Rate (RGR) ditentukan dengan menggunakan rumus: LTR
=
(LnW 2 -LnW 1 (T 2 -T 1 )
Dimana: W1
Bobot kering tanaman pada waktu T 1
= W2
Bobot kering tanaman pada waktu T 2
= T =
Waktu (minggu)
Pengukuran laju LTR dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. 6. Laju Asimilasi Bersih (LAB) Laju Asimilasi Bersih (LAB) dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu.Nilai LAB dihitung dengan rumus: LAB = (W 2 -W 1 )
. (LnA 2 -
Universitas Sumatera Utara
(T 2 -T 1 )
LnA 1 ) (A 1 -A 2 )
Dimana: 22
W1
Bobot kering tanaman pada waktu T 1
= W2
Bobot kering tanaman pada waktu T 2
= A1 =
Luas daun pada waktu T 1
A2 =
Luas daun pada waktu T 2
T =
Waktu (minggu)
Pengukuran laju LAB dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. 7. Pengukuran Serapan hara N, P dan K Serapan hara diukur pada akhir pertumbuhan vegetatif tanaman (8 MST) dengan menganalisa jaringan daun tanaman sampel untuk mengukur kandungan N, P dan K. Analisa dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl untuk N; Spektrofotometri untuk P; dan Atomic Absorbtion Spectrofotometer untuk K. 8. Jumlah Anakan Produktif Jumlah anakan produktif ditentukan dari setiap rumpun anakan tanaman sampel yang memiliki malai dalam setiap plot. Penghitungan dilakukan pada umur panen 120 hari. 9. Produksi per plot
Universitas Sumatera Utara
Produksi per plot dihitung dari rata-rata bobot gabah 10 tanaman sampel pada umur panen 120 hari di kali jumlah tanaman per plot.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman (cm) Data pengamatan tinggi tanaman padi pada pengamatan 2,4,6 dan 8 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5 sampai 6. Dari hasil sidik ragam tersebut diketahui bahwa perlakuan penimbunan bahan tanah mineral (T) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Perlakuan pupuk organik (O) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, dan 6 MST dan tidak berpengaruh nyata pada 8 MST. Perlakuan dosis pupuk organik (D) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST. Kombinasi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik berpengaruh nyata pada 2 MST tapi tidak berpengaruh nyata pada 4, 6 dan 8 MST. Kombinasi pupuk organik dan dosis pupuk organik tidak berpengaruh nyata pada semua waktu pengamatan. Sedang untuk kombinasi penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik nyata pada waktu pengamatan 2 MST tetapi tidak nyata pada waktu pengamatan 4, 6 dan 8 MST.
Universitas Sumatera Utara