5
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kering
Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam segala kehidupan manusia, karena lahan atau tanah diperlukan manusia untuk tempat tinggal dan hidup, melakukan kegiatan pertanian, petemakan, perikanan, kehutanan, pertambangan
dan
sebagainya.
Karena pentingnya peranan lahan atau tanah dalam kehidupan manusia, maka ketersediaannya juga jadi terbatas. Keadaan ini menyebabkan penggunaan tanah yang rangkap ( tumpang tindih ), misalnya tanah sawah yang digunakan untuk perkebunan tebu, kolam ikan atau penggembalaan temak atau tanah hutan yang digunakan untuk perladangan atau pertanian tanah kering. Hingga saat ini pengertian lahan kering di Indonesia belum disepakati benar. Di dalam bahasa Inggris banyak istilah-istilah yng dipadankan dengan lahan kering seperti upland, dryland dan unirrigated land, yang menyiratkan penggunan pertanian tadah hujan. Istilah upland farming, dryland farming dan rainfed farming dua istilah terakhir yang digunakan untuk pertanian di daerah bercurah hujan terbatas. Pengertian upland mengandung arti lahan atasan yang merupakan lawan kata bawahan (lowland) yang terkait dengan kondisi drainase (Tejoyuwono, 1989). Sedangkan
istilah unirrigated land biasanya digunakan
untuk teknik pertanian yang tidak memiliki fasilitas irigasi. Namun pengertian lahan tidak beririgasi tidak memisahkan pengusahaan lahan dengan system sawah tadah hujan. Secara teoritis, lahan kering di Indonesia dibedakan dalam dua kategori, yaitu : (i) Lahan kering beriklim kering, banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, dan (ii) Lahan kering beriklim basah, banyak ditemui di kawasan barat Indonesia. Cukup banyak tipologi wilayah pengembangan lahan kering yang terdapat di dua kategori tersebut. Namun wilayah pengembangan lahan kering yang dominan di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan potensi dan dominasi vegetasinya (Hasnudi, 2004)
6
Menurut Soerianegara (1977 ) dalam Hasnudi (2004) menyatakan bahwa pendayagunaan lahan atau tanah memerlukan pengelolaan yang tepat dan sejauh mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan dan dapat menjamin kelestarian sumber daya alam tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada sistem lingkungan tanah, usaha-usaha yang perlu dikerjakan ialah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan pendayagunaan tanah yang optimum Pendayagunaan lahan atau tanah yang kurang tepat akan menyebabkan lahan atau tanah tersebut menjadi rusak (kritis) dan kehilangan fungsinya. Hilangnya fungsi produksi dari sumber daya tanah
dapat terus menerus
diperbaharui, karena diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah tersebut. Untuk menghilangkan kerancuan pengertian lahan kering dengan istilah pertanian lahan kering Tejoyuwono (1989) menyarankan beberapa pengertian sebagai berikut: a. untuk kawasan atau daerah yang memiliki jumlah evaporasi potensial melebihi jumlah curah hujan actual atau daerah yang jumlah curah hujannya tidak mencukupi untuk usaha pertanian tanpa irigasi disebut dengan "Daerah Kering". b. untuk lahan dengan draenase alamiah lancar dan bukan merupakan daerah dataran banjir, rawa, lahan dengan air tanah dangkal, atau lahan basah alamiah lain istilahnya lahan atasan atau Upland. c. untuk lahan pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan, istilahnya lahan kering. Kesepakatan
pengertian
lahan
kering
dalam
seminar
nasional
pengembangan wilayah lahan kering ke 3 di Lampung : (upland dan rainfed) adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi (Suwardji, 2003). Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998) dalam La an (2007), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pemah tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpi) hingga dataran tinggi (> 700m dpi). Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk
7
dalam kelompok lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, lading, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alangalang. Lahan kering mempunyai potensi yang cukup luas untuk dikembangkan, dengan luas yang mencapai 52,5 juta ha oleh untuk seluruh Indonesia maka pengembangan
sangat perlu dilakukan (Haryati, 2002). Menurut Simposium
Nasional tentang Lahan Kering di Malang 1991 penggunaan lahan untuk lahan kering berturut adalah sebagai berikut: hutan rakyat, perkebunan, tegalan, tanah yang sedang tidak diusahakan, ladang dan padang rumput. Pemanfaatan
lahan kering untuk kepentingan
pembangunan
daerah
temyata banyak menghadapi masalah dan kendala. Masalah yang utama adalah masalah fisik lahan kering banyak yang telah rusak atau mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi rusak. Sehingga paket teknologi yang berorientasi pada perlindungan lahan kering sangat diperlukan. Kekurangan air pada saat musim kemarau, kahat unsur hara serta keadaan tanah yang peka terhadap erosi merupakan kendala lingkungan yang paling dominan di kawasan lahan kering. Masalah utama lain yang hams dihadapi didalam pemanfaatan kering ini adalah
keadaan sosial ekonomi petani atau
masyarakat
lahan yang
menggunakan lahan kering sebagai tempat usahanya. Pendapatan keluarga yang rendah serta kemiskinan dibanyak tempat berkolerasi positif dengan uasaha tani di lahan kering.
2.2.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang diperoleh melaui alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,1994). Ketersediaan
data
Inderaja
dalam
bentuk
digital
memungkinkan
penganalisaan dengan komputer secara kuantitatif dan konsisten. Selain itu data Inderaja dapat digunakan sebagai input yang independen
untuk verifikasi
lapangan, (Rubini Atmawidjaja, 1995). Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan
8
lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan. Pemanfaatan teknologi Inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama padawilayah sentra produksi pangan. Menurut Danoedoro (1990) dalam Eddy Prahasta (2008) menyatakan bahwa anallsa data dengan penginderaan jauh menggunakan citra permukaan bumi dimana citra merupakan gambaran dua dimensional yang mengambarkan bagian dari permukaan bumi, hasil dari perekaman sensor atas pantulan atau pancaran spektral objek yang disimpan pada media tertentu. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud mengidentifikasi objek tersebut (Estes dan Simonet dalam Sutanto, 1985). Menurut Lemigas (2001) dalam Eddy Prahasta (2008) menyatakan interpretasi adalah proses mendapatkan atau menyadap informasi dan data dari kenampakan yang terdapat pada citra satelit meliputi data geologi, geomorfologi, tata guna dan tutupan lahan, jalan dan sungai dengan mengunakan teknik dan prinsip - prinsip tertentu.
2.3.
Sistem Penginderaan Jauh
2.3.1.
Restorasi Citra Tahap ini sering disebutkan sebagai perbaikan dan pemulihan citra (image
restoration)
dengan
melakukan
koreksi radiometrik dan
geometric
yang
dimaksudkan untuk memperbaiki data.
2.3.1.1. Koreksi Geometrik Koreksi geometric yang dimaksud tidak jarang dirujuk dengan beberapa istilah yang masing-masing sangat mungkin untuk tidak mudah dibedakan satu sama lainnya. Istilah-istilah tersebut adalah geocoding, registrasi,
reprojection,
dan lain sejenisnya. Walaupun demikian, secara umum tanpa harus memahami
9
istilah khusus yang digunakan, koreksi geometric ini diberikan agar bentuk citra digital yang bersangkutan menjadi representative (yang jauh dari distorsi dan yang memilki bentuk aslinya di permukaan bumi) dan memiliki sitem koordinat yang terkait dengan bumi itu sendiri bukan system koordinat local dan relative (Eddy Prahasta,2008). Transformasi geometri yang paling mendasar adalah penempatan kembali posisi piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra digital yang tertransformasi dapat objek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor. Pada daerah equator pengubahan bentuk kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan hasil transformasi ini. Tahap ini diterapkan pada citra digital mentah (langsung perekaman
dari citra sate lit, dan merupakan koreksi kesalahan
geometric sistematik (Oktorini 2001). Koreksi ini mencakup perajukan titik - titik tertentu pada citra ke titiktitik yang sama dengan medan maupun dipeta. Pasangan titik-titik ini kemudlan digunakan untuk membangun fungsi matematis yang menyatakan
hubungan
antara posisi sembarang titik-titik pada citra dengan titik objek yang sama pada peta dan lapangan. Perlu diperhatikan posisi piksel yang dimaksud adalah piksel yang dimaksud adalah pusat piksel. Pada koreksi ini telah dipertimbangkan bahwa perubahan posisi piksel itu juga mencakup perubahan informasi spektralnya. Untuk mengatasi hal itu, diperlukan interpolasi nilai spektral selama transformasi geometri (yang disebut resampling), sehingga dihasilkan geometri baru dengan nilai baru. Dengan demikian algoritma koreksi meliputi algoritma relokasi piksel dan sekaligus algoritma interpolasi nilai spectral. Untuk relokasi piksel, algoritma ini berupa fungsi polinominal. Untuk interpolasi nilai spectral, dikenal algoritma nearest neighbour, bilinear, serta cubic convolution. Masing-masing memberikan efek yang berbeda pada kenampakan citra. Masing-masing
algoritma
resampling
mempunyai
keuntungan
dan
kekurangan. Pengunaan interpolasi nilai pada dua algoritma bilinear interpolation dan cubic convulation
tentunya kurang tepat apabila pada citra saluran asli,
karena nilai baru hasil interpolasi tidak lagi mewakili pantulan atau pancaran spectral objek yang sebenamya. Oleh karena itu dua algoritma ini kurang tepat
10
apabila diterapkan pada citra yang dijadikan masukan dalam klasifikasi otomatis dan lebih sesuai untuk meresampling nilai pada citra model medan digital. Bilinear interpolation
akan menghasilkan kenampakan yang sangat diperhalus
{oversmoothed). Algoritma nearest neighbour lebeih sesuai diterapkan pada citra saluran-saluran asli dan juga hasil klasifikasi (yang berupa peta penutup lahan) namun resikon dengan kenampakan linear yang terpatah-patah (Oktorini,2001).
2.3.1.2. Koreksi Radiometrik Koreksi radiometric yang ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya biasanya mempertimbangkan factor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Pada koreksi ini, diasumsikan bahwa nilai piksel terendah pada suatu kerangka liputan tersebut bukan nol, maka penambah tersebut dipandang sebagai hasil dari hamburan atmosfer. Koreksi radiometric
ini dilakukan dengan
beberapa
cara,
penyesuaian
histogram,
penyesuaian regresi dan kalibrasi bayangan. Metoda penyesuaian histogram merupakan pilihan yang paling sederhana dengan hanya melihat histogram setiap saluran tersebut. Asumsi yang melandasi metoda ini ialah bahwa dalam proses koding digital oleh sensor, objek yang memberikan respon sama sekali seharusnya bemilai 0. Apabila nilai ini temyata >0, maka nilai tersebut dihitung sebagai Ojfsetnya dan koreksi dilakukan dengan mengurangi keseluruhan nilai pada saluran tersebut dengan ojfsetrrya. Dengan kata lain besamya ojfset menunjukan besamya pengaruh gangguan oleh atmosfer.
2.3.2. Normalized Difference Vegetation Index (NDM) Indeks vegetasi mempakan perhitungan secara kuantitatif yang digunakan untuk menghitung biomasa atau kondisi vegetasi. Umumnya dibuat dengan menggunakan kombinasi dari beberapa band spektral. Indeks vegetasi yang paling sederhana adalah rasio antara pantulan near infrared (NIR) dan sinar merah. Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks vegetasi. Indeks vegetasi yang umum dan banyak digunakan adalah Normalized Difference
Vegetation Index
(NDVI) (Ray, 1995). Indeks ini sederhana dan mempunyai nilai range yang
11
dinamis dan sensitif yang paling bagus terhadap perubahan tutupan vegetasi, dengan persamaan sebagai berikut: NDVI = (NIR - red) / (NIR + red) Perhitungan perbandingan sifat respon obyek terhadap pantulan sinar merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat digunakan
untuk memperkirakan kerapatan
atau
kondisi kanopi/kehijauan
tanaman. Tanaman yang sehat berwama hijau mempunyai nilai indeks vegetasi tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR.
2.3.3.
Transformasi Tasseled Cap (TCT) Transformasi Tasseled
Cap {Tasseled
Cap Transformation
merupakan formula matematik untuk menghitung tingkat kecerahan kehijauan (greenness),
- TCT)
(brightness),
dan kelembaban (wetness) dari angka-angka digital di
setiap band (band 1 hingga band 5 dan band 7) pada citra Landsat. TCT pertama kali diperkenalkan oleh Kauth dan Thomas (1976) dari Landsat MSS. Selanjutnya TCT disempumakan oleh Crist dan Cicone (1984) dengan menggunakan data Landsat T M (Sofijati, 2007). Nilai-nilai dalam TCT yaitu Brightness, digunakan
dalam
menganalisis
kekeringan.
Greeness, Formulasi
dan Wetness bisa matematis
komponen TCT tersebut dinyatakan dalam tiga persamaan berikut: Brightness = 0,3037B1 + 0,2793B2 + 0,4743B3 + 0,5585B4 + 0,5082B5 + 0,1863B7 Greenness =-0,2848Bl - 0,2435B2 - 0,5436B3 + 0,7243B4 + 0,0840B5-0,1800B7 Wetness = 0,1509B1 + 0,1973182 + 0,3279B3 + 0,3406B40,7112B5-0,4572B7 dimana B1 = Band 1, B2= Band2, B3= Band3, B4= Band4, B5= Bands, B7= Band7.
ketiga
12
2.4.
Karakteristik Satelit Landsat 5 T M Landsat (Land
Satelite)
merupakan satelit milik
NASA
(National
Aeronautic and Space Administration) tetapi sistem informasinya dilakukan oleh piahk swasta, yaitu EOSAT ( Earth Observation Satellite). Sampai saat ini sudah lima satelit Landsat generasi pertama yang diluncurkan pada tahun 1972, 1975, 1978. Generasi kedua diluncurkan tahun 1982 dan 1984, yaitu Landsat 4 dan 5 (Sabins, 1996). Konferensi dasar satelit Landsat berbentuk kupu - kupu dengan tinggi kurang lebih 3 meter dan bergaris tengah 1,5 meter dengan panel matahari yang melintang kurang dari 4 meter. Satelit Landsat diluncurkan ke orbit lingkamya pada ketinggian 705 km. Orbit Landsat mengitari bumi 103 menit sehingga menghasilkan 14,5 orbit dalam sehaci dengan kecepatan jalur medan sekitar 6,46km/detik (Sabins, 1996).
Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Landsat Generasi Pertama dan Kedua Keterangan
Generasi Pertama
Generasi Kedua
Ketinggian
918 km
705 km
Orbit Perhari
14
14,5
Putaran Ulang
Setiap 18 hari
Setiap 16 hari
Jumlah Orbit (path)
251
233
Tahun operasi
1972- 1984
1982 sampai sekarang
Sudut inklasi
99°
99°
instrumen
RBV dan MSS
MSS dan T M
Sumber :Sabins, 1996. Satelit landsat dilengkapi dengan dua buah sensor yaitu MSS ( Multi Spectral Scanner) dan T M (Thematic Mapper). Lebar sapuan landsat T M adalah 185 km dengan resolusi spasial 30 x 30 meter dan khusus band 6 adalah 120 x 120 m dan 79 x79 m untuk sensor MSS. Resolusi efektif merupakan kenampakan terkecil yang berdekatan dengan yang dapat dibedakan satu terhadap lainnya dertgan kata lain daerah terkecil yang terekam secara serentak disebut juga medan pandang sesaat atau Instantenous Field of View (IFOV) (Lillesand dan Kiefer, 1994).
13
Sensor Landsat T M memiliki tujuh kanal dengan karakteristik dan fungsi yang berbeda, seperti yang tertera dibawah i n i :
Tabel 2. Karakteristik Panjang Gelombang Landsat T M Kanal
Karakteristik
Panjang gelombang
1
0,45 - 0,52 nm
Biru.
Penetrasi maksimum pada air berguna
untuk bathimeri pada perairan dangkal, untuk membedakan antara tanah dan vegetasi dan antara pohon yang daunnya gugur dan berdaun jarum 2
0,52 - 0,60 nm
Hijau. Bermanfaat untuk kegiatan tanam.
3
0,63 - 0,69 ^ m
Merah. Membedakan jenis tumbuhan (vegetasi) melalui pemetaan klorofil.
4
0,76 - 0,90 ]xm
Infra Merah Dekat, berguana untuk menentukan kandungan biomas dan pemetaan garis pantai.
5
1,55- 1,75 urn
Infra Merah Tengah 1, menunjukan kandungan kelembapan tanah dan vegetasi. Penetrasi awan tipis.
Bagus
untuk
kekontrasan
antar
tipe
vegetasi. 6
10,4-12,5 nm
Infra Merah Thermal, citra malam hari berguana untuk
pemetaan
thermal
dan
untuk
memperkirakan kelembapan tanah. 7
2,08-2,35
Infra Merah Tengah I I , sama dengan absorpsi kanal yang disebabkan
ion hidroksil dalam
mineral. Rasio antar kanal 5 dan 7 berguna untuk
pemetaan
hidrothermal
perubahan
yang
berhubungan
endapan-endapan mineral. Sumber : Lilesand dan Kiefer (1990)
batuan
secara dengan
14
Contoh perubahan yang dapat diidentifikasi dengan lansat T M , yaitu perluasan areal pertanian, penebangan hutan, bencana alam, urbanisasi serta degradasi sumberdaya air. Lansat T M memiliki arsip lebih dari 300 ribu Scenes dengan volume data lebih dari 50 terabytes (USGS, 1999). Satelit Landsat T M mempunyai tiga jenis sensor, yaitu: Return Beam Vidication (RBV), Multi Spectral Scanner (MSS) dan Thematic Mapper (TM). Landsat generasi pertama membawa sensor RBV dan MSS, sedangkan Landsat generasi kedua
yaitu Landsat 4 dan 5 membawa sensor MSS dan T M . Pada
penelitian ini digunakan data yang berasal dari sensor Thematic Mapper yang dibawa oleh Landsat 5. Sensor T M ini mempunyai 7 band dengan resolusi spasial sebesar 30 m kecuali band 6 dengan resolusi 120 m. Menurut Green, Clark, Mumby, Edwar (1998) dalam Oktorini ( 2003) menyatakan bahwa data inderaja menghasilkan data yang real dan memiliki arti ekonomi untuk informasi pengembangan inventarisasi dan monitoring serta evaluasi sumber daya alam. Inderaja memainkan peranan
penting dalam
pengumpulan data. Banyak orang percaya bahwa inderaja dapat menghasilkanb informasi bagi pemetaan suatu daerah. suatu teknik pemetaan yang efektif dibutuhkan untuk studi dan pengawasan suatu daerah yang berubah sedemikian cepat serta dengan mengunakan data inderaja maka dapat dilakukan monitoring perubahan penutupan permukaan lahan yang disebabkan oleh berbagai hal serta penebangan hutan, pembukaan areal budidaya, analisis pengaruh lingkungan, inventarisasi sumber daya alam, dan pemetaan untuk tujuan tertentu.