TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hama Terpadu
Flint dan Robert (1981) mendefenisikan PHT adalah strategi pengendalian hama berdasarkan ekologi yang menitikberatkan pada faktor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang menggunakan faktor-faktor ini seminimal mungkin. PHT memanfaatkan pestisida, tetapi hanya setelah dilakukan pemantauan sistematik terhadap populasi hama dan faktor pengendali hama menunjukkan perlunya penggunaan pestisida. Penerapan PHT sebagai dasar kebijaksanaan perlindungan tanaman dari serangan OPT ditegaskan melalui inpres no.3 tahun 1986, kemudian diperkuat dengan undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman dan dilengkapi dengan peraturan pemerintah no.6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman.
Dengan
dikeluarkannya
kebijaksanaan
pemerintah
untuk
memasyarakatkan pemahaman PHT melalui pendidikan, penyuluhan, penyiapan sarana tekhnologi serta penyiapan sistem pelayanan yang diperlukan untuk penerapan PHT (Untung, 1993). Dengan demikian keberhasilan dalam pengembangan dan penerapan PHT sangat tergantung kepada tingkat pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan dedikasi petugas seperti PPL dan PHP (Alimoeso dalam Rasahan, et. al. 1999). Dengan keluarnya Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang salah satu pasalnya menyatakan supaya mengendalikan OPT
Universitas Sumatera Utara
dengan cara Pengedalian Hama Terpadu (PHT). PHT meliputi empat prinsip dasar, yaitu: 1. Tanaman budidaya yang sehat Sasaran pengelolaan agro-ekosistem adalah produktivitas tanaman budidaya. Pemilihan varietas, tanaman yang memperoleh cukup pemupukan, pengairan, penyiangan gulma dan disertai pengolahan tanah yang baik sebelum masa tanam adalah dasar bagi pencapaian hasil produksi yang tinggi. Budidaya yang sehat dan kuat bagian program PHT. 2. Melestarikan dan Mendayagunakan fungsi musuh alami Kekuatan unsur-unsur alami sebenarnya mampu mengendalikan lebih dari 99% hama kebanyakan lahan agar tetap berada pada jumlah yang tidak merugikan. Tanpa disadari, sebenarnya semua petani bergantung pada kekuatan alami yang sudah tersedia di lahannya masing-masing. PHT secara sengaja mendayagunakan dan memperkuat peranan musuh alami yang menjadi jaminan pengendalian, serta memperkecil pemakaian pestisida berarti mendatangkan keuntungan ekonomis kesehatan dan lingkungan tidak tercemar. 3. Pemantauan Lahan Secara Mingguan Masalah hama tidak timbul begitu saja. Masalah ini timbul karena kombinasi faktor-faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan populasi hama. Kondisi lingkungan atau ekosistem sangat penting artinya dalam kaitannya dengan timbulnya masalah ham. Dalam hal ini PHT menganjurkan pemantauan lahan secara mingguan oleh petani sendiri untuk mengkaji masalah hama yang timbul dari keadaan ekosistem lahan yang cenderung berubah dan terus
Universitas Sumatera Utara
berkembang. Pengendalian Hama Terpadu membantu petani untuk mempelajari dan mempraktekkan keterampilan teknologi pengendalian hama. 4. Petani Menjadi Ahli PHT di Lahannya Sendiri Pada dasarnya petani adalah penanggung jawab, pengelola dan penentu keputusan di lahannya sendiri. Petugas dan orang-orang lain merupakan nara sumber, pemberi informasi dan pemandu petani apabila diperlukan. Maka untuk itu petani dilatih untuk AHLI PHT dilahannya sendiri. Dengan keahliannya itu petani secara mandiri dan percaya diri mampu untuk melaksanakan dan menerapkan prinsip teknologi PHT di lahannya sendiri. Sebagai ahli PHT petani harus mampu menjadi pengamat, penganalisis ekosistem, pengambil keputusan pengendalian dan sebagai pelaksana teknologi pengendalian sesuai dengan prinsip-prinsip PHT.(Lubis, 2004). Adapun tujuan umum pelaksanaan PHT di Indonesia menurut Oka (1995) adalah (1). Memantapkan hasil dan tarap yang telah di capai oleh teknologi pertanian maju, (2). Mempertahankan kelestarian lingkungan (3). Melindungi kesehatan produsen dan konsumen, (4). Meningkatkan efesiensi pemasukan dalam produksi, (5). Meningkatkan pendapatan /kesejahteraan petani. Kegiatan PHT dan Pemberdayaan Petani
Didunia internasional Indonesia terkenal sebagai Negara berkembang pertama yang telah berhasil menerapkan PHT ditingkat petani sehingga sekarang telah dijadikan model bagi negara-negara lain dalam menerapkan dan mengembangkan PHT sesuai dengan kondisi pertanaman, ekosistem, dan system social ekonomi masyarakat. Prinsip pendidikan orang dewasa yang diwujudkan dalam bentuk Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) telah
Universitas Sumatera Utara
diakui relevansi, efektivitas serta manfaatnya oleh banyak pihak sebagai pendekatan pemberdayaan petani untuk kondisi petani di Negara perintis penerapan SLPHT ada banyak jenis tanaman dan ekosistem termasuk tanaman padi, palawija, sayuran dataran tinggi dan dataran rendah (Untung, 2002). Dalam hal ini pelaksanaan pelatihan pada masyarakat tani dilaksanakan oleh PHP yang disebut pemandu lapangan. Kepada anggota kelompok tani diprogramkan sekolah lapangan PHT (SLPHT) yang dilatih oleh PHP dan PPL, kemudian dilaksanakan kegiatan pelatihan pemandu (Oka, 1995). Program SLPHT diarahkan untuk pengembangan SDM, sebagai model penerapan PHT dengan sasaran terwujudnya SDM pelaku pelindungan yang memiliki pengetahuan, kemampuan, kemauan untuk mengadakan pengendalian OPT sesuai PHT secara mandiri (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Pasaribu (1998) faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi petani adalah tingakat pendidikan, sedangkan umur, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan tidak menunjukkan suatu hubungan terhadap tingkat partisipasi petani SLPHT kubis di Kabupaten Karo. Sistem Pengendalian HamaTerpadu
Pendekatan penerapan dan pemasyarakatan PHT bertujuan untuk mempertahankan produksi pada taraf tinggi, peningkatan penghasilan dan kesejahteraan
masyarakat,
mempertahankan
populasi
OPT
pada
taraf
keseimbangan dengan musuh alaminya, melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati, membatas dan mengurangi penggunaan pestisida, mengurangi
resiko
dampak
negatif
akibat
penggunaan
Universitas Sumatera Utara
pestisida,
dan mengurangi
pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan
(Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2003). Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan PHT adalah memadukan semua teknik pengendalian OPT seperti pengendalian kultur teknis, penggunaan varietas, pengendalian hayati, pengendalian mekanik, pengendalian sacara kimiawi dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi serta ekonomi (Anonimus, 2004).
Universitas Sumatera Utara