3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Caisim Di Indonesia, sayuran yang termasuk dalam famili kubis-kubisan (Brassicaceae) ini telah berkembang sejak abad ke 15, yakni mulai penjajahan belanda, hingga lebih dikenal sebagai sayuran Eropa. Dalam klasifikasi tumbuhan, caisim termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Dicotyledonia, ordo Rhoeodales atau Brassicales, famili Brassicaceae atau Cruciferae, genus Brassica, spesies Brassica juncea ( L.) Czernj. & Coss. (Rubatzky dan Yamaguchi 1998), sedangkan menurut Williams et al. (1991) caisim atau sawi cina berbunga termasuk spesies Brassica chinensis var. parachinensis). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) Brassica juncea merupakan tanaman setahun yang menyerbuk sendiri, tahan terhadap suhu rendah, juga dikenal luas sebagai sawi india, sawi coklat, atau sawi kuning, kadang-kadang disebut juga sawi cina. Masing-masing karakteristik dari Brassica juncea telah diidentifikasi melalui subdivisi sebagai varietas botanis. Sedangkan menurut Haryanto et al. (2003) caisim atau disebut juga sawi cina memiliki ciri-ciri tangkai daunnya panjang, langsing, dan berwarna putih kehijauan, daunnya lebar, memanjang, tipis, dan berwarna hijau, rasanya renyah dan segar dengan sedikit rasa pahit. Produksinya mencapai 20-30 ton/ha
Ekologi Caisim Menurut Haryanto et al. (2003) daerah penanaman yang cocok untuk caisim adalah mulai dari 5-1200 m dpl (di atas permukaan laut). Tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta drainase baik. pH tanah yang optimum untuk pertumbuhan caisim adalah 6-7. Tanaman membutuhkan cukup air selama masa pertumbuhannya.
4
Uji Efektivitas Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/SR.140/2/2007, uji efektivitas pupuk an-organik adalah pengujian untuk menilai manfaat atau efektivitas pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, mutu tanaman dan atau hasil serta nilai ekonomisnya. Pengujian efektivitas pupuk diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/Permentan/SR.140/2/2007, hal ini dilakukan sebelum pupuk dapat dilepas ke pasaran. Uji efektivitas terbagi menjadi dua yaitu uji laboratorium atau uji kandungan kimia dan uji lapangan.
Pupuk Daun Pupuk daun adalah pupuk yang diberikan pada tanaman dengan cara disemprot pada bagian tanaman seperti daun. Aplikasi pupuk daun sangat efisien dalam keadaan tertentu dan cocok untuk unsur unsur hara mikro dibandingkan dengan unsur hara makro, karena kebanyakan daun hanya menyerap hara dalam jumlah yang sedikit. Unsur-unsur mikro di dalam tanah seperti Fe, Mn, Zn, Cu sering dijerap oleh partikel tanah sehingga sedikit tersedia pada akar tanaman (Agustina 2004). Pemupukan melalui daun dilaksanakan untuk dapat memberikan unsurunsur hara yang keperluannya dalam jumlah sedikit (seperti unsur-unsur mikro), Untuk jenis-jenis pupuk yang tidak merusak daun dan harus diberikan dengan konsentrasi rendah. Pemupukan melalui daun hanyalah sebagai pelengkap dari pemupukan biasa dan tidak dimaksudkan untuk memenuhi keperluan unsur hara untuk seluruh pertumbuhan tanaman (Setyamidjaja 1986). Penyemprotan pada saat sejuk atau sore hari serta penggunaan konsentrasi yang rendah dapat mengurangi kerusakan daun karena terbakar atau gosong akibat evaporasi yang tinggi pada hari yang panas. Serapan hara oleh jaringan daun akan lebih efektif jika semakin lama larutan hara tersebut tinggal dalam bentuk lapisan pada permukaan daun (Mengel dan Kirkby 2001). Menurut Agustina (2004) sel-sel penting yang berperan di dalam mekanisme serapan unsur hara melalui daun adalah epidermis, sel penjaga, stomata, me sofil dan seludang pembuluh. Pupuk daun yang disemprotkan masuk ke dalam stomata secara difusi dan selanjutnya masuk ke sel-sel kloroplas baik yang ada di
5
sel-sel penjaga, mesofil maupun seludang pembuluh dan selanjutnya berperan dalam fotosintesis. Mekanisme serapannya secara aktif, penyemprotan pupuk melalui daun juga diduga dapat langsung masuk ke dalam sel melalui ektodesmata. Peningkatan hasil panen karena penyemprotan larutan hara mungkin disebabkan karena peningkatan penyerapan nutrisi dan air, meningkatkan fotosintat dan peningkatan akumulasi karbohidrat pada buah buahan (Guievence dan Badem 2000; Batra et al. 2002). Respon yang sama dilaporkan pada tanaman tomat oleh Palaniappan et al. (1999). Menurut Burkhardt dan Schroth (1999) penyerapan unsur hara N melalui daun terutama melalui stomata, difusi melalui kutikula. Deposit mineral masuk ke dalam kutikula dan dinding epidermis melalui difusi dan diserap di permukaan membran plasma kemudian masuk ke sitoplasma. Terdapat pula transport aktif melalui plasmalema ke sel daun dan juga jalur simplas ke jaringan vaskuler masuk mengisi bagian kosong dan sebagai deposit atau masuk pembuluh. Efektivitas tinggi, respon tanaman yang cepat, ketepatan dan pengurangan gejala keracunan seperti pada akumulasi pemberian unsur hara berlebihan melalui tanah membuat pemberian hara lewat daun dapat lebih diandalkan (Janick 1984). Menurut Toselli dan Tagliavini (2004) dalam sebuah review menyatakan bahwa jumlah hara yang dapat masuk melalui daun adalah sebuah persamaan dari jumlah unsur hara yang tertahan oleh daun, tergantung pada total luas daun yang dapat terkena larutan hara dan konsentrasi larutan. Sebelum tanaman mencapai ILD yang dikehendaki, unsur hara dalam jumlah yang signifikan dapat diberikan melalui daun. Larutan berbasis air tidak efisien untuk membasahi dan menyebar pada permukaan daun yang memiliki lapisan lilin karena memiliki tegangan permukaan yang tinggi (pada 20oC, tegangan permukaan daun antara udara dengan air 72.8 m/Nm). Surfaktan diperlukan untuk mengurangi tegangan permukaan daun dan meningkatkan luas daun yang tertutup oleh larutan hara. Volume semprot yang digunakan tergantung pada jenis tanaman dan teknik budidaya yang digunakan. Pada tanaman buah-buahan volume semprot antara 150-1500 l/ha. Jika volume rendah diterapkan, jumlah larutan hara yang sama diberikan per unit area, konsentrasi hara yang diberikan harus lebih tinggi dibandingkan dengan volume
6
tinggi. Bukovac et al. (2002) menambahkan penyemprotan memainkan peran penentu dalam kinerja senyawa yang diaplikasikan melalui daun pada tanaman buah.
Keterangan : Lapisan lilin (jagged symbol), kutin (segitiga), pektin (titik), dan selulosa (garis strip) tersusun menjadi layer yang berbeda. Fraksi hidrofilik (pektin) dapat membentuk pori-pori yang dapat mempercepat penetrasi larutan hara (Toselli dan Tagliavini 2004).
Gambar 1. Susunan Permukaan Daun
Cahaya juga dapat meningkatkan penyerapan hara melalui daun, efeknya tergantung pada tingginya permeabilitas pada membran kutikula diatas sel penjaga pada stomata. Intensitas cahaya yang tinggi tidak cocok dalam penyerapan hara melalui daun karena meningkatkan ketebalan kutikula dan jumlah lilin pada kutikula seperti pada beberapa spesies Brassica dan Prunus serta beberapa tanaman serealia. Peningkatan suhu hingga batas tertentu meningkatkan pergerakan senyawa polar masuk ke kutikula, tergantung tingkat kekerasan lilin (Toselli dan Tagliavini 2004). Larutan yang memiliki tegangan permukaan dibawah 15-20 m/Nm dapat langsung masuk melalui stomata. Surfaktan seperti alkil-poliglukosida, pada konsentrasi 0.2 g/l meningkatkan penyerapan Ca. Sedangkan surfaktan berbasis protein dan sodium EDTA (kelat sintetik) menurunkan penyerapan CaCl2. Pada beberapa kasus surfaktan dapat pula bersifat toksik seperti polimer fluorocarbon dan octilphenoxy poliethoxyethanol. Untuk pupuk non ionik, penetrasi dapat
7
ditingkatkan dengan plasticizer seperti tributil phosphat dan dietil sebactate yang mampu meningkatkan fluiditas lapisan lilin pada kutikula (Toselli dan Tagliavini 2004).
Tabel 1. Unsur Hara yang Digunakan dalam Pemupukan Melalui Daun Unsur Hara
Senyawa
Kandungan Unsur (%) Boric acid (H3BO3) 10 B Polyborate (Na2B4O7) 20 27 CaCl2 . 2H2O Ca 15.5 Ca(NO3)2 . 4H2O FeSO4 37 Fe FeDTPA/EDTA 4-6 9.6 MgSO4 . 7H2O Mg 25 MgCl2 . 6H2O Mg(NO3)2 16 Mn MnSO4.H2O 32.5 Urea (CO(NH2)2) 46.6 NH4NO3 26-27 N KNO3 13 13 Ca(NO3)2 . 4H2O NH4PO4 26.6 P KH2PO4 22.7 KH2PO4 29 K KNO3 38.7 ZnSO4 58 Zn ZnCl2 50 ZnEDTA 2.5 Keterangan: DTPA, diethylenetriaminepentaacetic acid; EDTA, (Toselli dan Tagliavini 2004)
Dosis Konsentrasi (kg/ha) aplikasi (g/l) 3-12 0.6-1.5 3-6 0.6-1 2-5 2-3.5 4-8 5-6 0.75-2 0.5-1.5 3-5 3 7.5-15 5-12 1.5-4.5 1-3 4.5-9 3-6 1-3 0.5-2 2.5-15 2-40 4 2-4 7.5 5 7.5 5 0.5-1 0.5 1-1.5 0.6 10 8-10 7.5 5-8 0.3-2 1-2 0.4-2.4 1-2 0.6-1 0.6-0.8 ethylenediaminetetraacetic acid.
Kecepatan penetrasi ion dari permukaan daun awalnya tinggi kemudian cenderung datar dari waktu ke waktu. Penelitian eksperimen dilakukan dengan isotop, yang memungkinkan akurasi yang tinggi, menunjukkan bahwa waktu paruh dari penetrasi 45Ca(NO3)2 (6 g/l) dalam daun pir adalah 18 jam, sementara sebagian besar dari garam Ca diserap dalam waktu kurang dari 100 jam. Dalam kasus N, urea diambil lebih cepat daripada garam N lainnya (KNO3) karena merupakan senyawa polar. Penetrasi paruh waktu urea
15
N di daun pohon buah-
buahan (seperti apel, anggur, dan raspberi merah), adalah sekitar 30-50 jam, dan sebanyak 90% dari N urea ditemukan dalam daun setelah 5 hari. Efektivitas penetrasi foliar juga tergantung pada garam: misalnya, daun apel menyerap P menurut urutan berikut: H3PO4> K2HPO4>NaH2PO4>KH2PO4>Ca(H2PO4)2. pH
8
larutan yang disemprotkan mempengaruhi tingkat penetrasi tergantung pada jenis tumbuhan dan senyawa terlarut (Toselli dan Tagliavini 2004). Menurut penelitian Toselli dan Tagliavini (2004) pH (2-10), nilai pH rendah dianggap optimal untuk ion logam (Zn), pH 5.4-6.6 untuk pupuk urea, sementara pH 7-10 adalah optimal untuk kalium fosfat. Volume larutan semprot (dan konsentrasi hara yang diterapkan) dapat mem-pengaruhi laju penetrasi di kutikula. Volume semprot yang lebih tinggi (yakni, 1000-1500 l/ha) lebih basah dan menunda waktu pembentukan deposit. Volume rendah lebih baik bila surfaktan ditambahkan ke larutan semprot, dalam hal ini nutrisi tetap akan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan deposit akan lebih merata didistribusikan pada daun. Pada pohon apel tingkat penyerapan N-urea pada konsentrasi 2 g/l lebih tinggi dibandingkan dengan 20 g/l dan 40 g/l. Tabel 1 merupakan daftar senyawa yang cocok untuk aplikasi pada daun.
Hukum Penambahan Hasil yang Makin Berkurang Jacob dan Uexkűll (1960) menyatakan prinsip yang menggarisbawahi pemilihan dosis pupuk adalah the Law of Diminishing Returns atau Hukum Penambahan Hasil yang Makin Berkurang. Ini berarti produksi per unit pupuk yang diaplikasikan akan berkurang setelah produksi maksimum dicapai. Hal ini juga mendasari persamaan matematika oleh E. A. Mitscherlich : Atau diasumsikan y = 0, ketika x = 0 dy = ( A − y )C dx Keterangan :
y = A(1 − e − Cx )
A = maksimum produksi y = hasil produksi x sampai sebelum excess x = dosis pupuk C = konstanta untuk tiap pupuk tergantung tanaman, jenis tanah dan kondisi lainnya. Dengan kata lain persamaan ini berarti bahwa berubahnya hasil produksi y, dari berbagai level hasil, dengan berubahnya jumlah perlakuan x, sebanding perbedaannya antara produksi maksimum A, dan penambahan hasil y. Persamaan
9
ini digunakan oleh Prescott di Australia, untuk menghitung dosis pupuk superphospat pada gandum yang paling menguntungkan (Teakle dan Boyle 1958). Ide yang sama digunakan dalam persamaan matematika yang diajukan Bray, persamaan ini digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk dalam tanah yang sudah diketahui ketersediaan haranya.
log( A − y ) = log A − (c1b1 + cx) Keterangan : A = produksi maksimum diambil dari 100% y = hasil produksi tanpa pupuk c1 = konstanta proporsional untuk rata-rata tanah dan tanaman b1 = faktor ketersediaan hara yang dipertanyakan c = konstanta pupuk (konstanta Mitscherlich) x = dosis pupuk Persamaan ini sangat baik digunakan untuk melihat secara umum hasil detail dari percobaan pupuk. Crowther dan Yates menggunakan metode ini untuk menentukan dasar kebijakan pupuk di Inggris selama perang dunia kedua.(Teakle dan Boyle 1958) Secara grafik dapat digambarkan sebagai kurva sigmoid (bentuk S), dimana pada dosis pupuk berlebihan justru berbahaya bagi tanaman. Situasi ini dapat diilustrasikan oleh kurva yang dipublikasikan oleh Russell dalam Teakle dan Boyle (1958) (Gambar 2). Persamaan Mitscherlich cocok digambarkan pada bagian antara y dan A.
Gambar 2. Hubungan Umum antara Nutrisi atau Faktor Pertumbuhan dengan Pertumbuhan Tanaman (Teakle dan Boyle 1958)