TINJAUAN PUSTAKA
Permasalahan Hama Sitophilus zeamais Arti Penting Hama Sitophilus zeamais termasuk ordo Coleoptera dan famili Curculionidae. Serangga ini merupakan hama gudang yang banyak ditemukan di tempat penyimpanan bahan pangan terutama serealia seperti gabah, beras, jagung, dan gandum. Serangga ini merupakan hama primer yang mampu menyerang bijibijian yang masih utuh (Anonim 2007). Populasi S. zeamais di tempat penyimpanan perlu dikendalikan karena selain mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan peningkatan kadar air biji sebagai hasil respirasi. Kondisi ini akan memacu pertumbuhan cendawan Aspergillus sp. dan terjadinya kontaminasi aflatoksin (Payne 1992; Lubuwa dan Davis 1994; Brown et al. 1999 dalam Surtikanti 2004). Biologi dan Morfologi Pada jagung dan beras, S. zeamais lebih sering ditemukan sedangkan S. oryzae lebih sering ditemukan pada gandum, barley dan serealia (Subramanyam & Hagstrum 1996). Serangga hama ini mengalami metamorfosis sempurna dari fase telur sampai menjadi imago. Telur diletakkan pada biji yang telah dilubangi dan tiap lubang diisi satu butir telur (Subramanyam & Hagstrum 1996). Masingmasing lubang ditutup dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut “egg plug” (Anonim 2007). Fase telur berlangsung sekitar 6 hari. Imago betina meletakkan telur hingga 150 butir selama hidup mereka (Subramanyam & Hagstrum 1996). Larva yang terdapat dalam biji akan terus menggerek biji. Larva tetap berada di dalam biji sampai terbentuk pupa. Larva tidak bertungkai dan berwarna putih. Ketika bergerak, larva agak mengkerut lalu memanjang kembali dan seterusnya. Larva berkembang di dalam rongga dalam biji pada suhu optimum 25oC (Subramanyam & Hagstrum 1996).
Pupa berada di dalam liang gerek yang dibuat oleh larva. Imago baru akan tetap berada di dalam liang gerek selama beberapa hari. Serangga dewasa akan keluar dari biji dengan melubangi biji tersebut. Imago mempunyai kepala yang memanjang membentuk moncong. Sayap mempunyai dua bercak yang berwarna kuning. Sayap depan berkembang sempurna, sayap belakang berfungsi untuk terbang. Panjang tubuhnya 3,5-5 mm. Lama hidup imago berlangsung selama 3-6 bulan (Ress 2004). Telur yang dihasilkan dapat mencapai 575 butir (Kalshoven 1981).
Gambar 1 Imago S. zeamais (Munro 1966) Siklus hidup hama ini berlangsung selama 28-90 hari, tetapi umumnya sekitar 31 hari. Siklus hidup hama ini tergantung pada temperatur ruang penyimpanan, kelembaban atau kandungan air produk yang disimpan dan jenis produk yang diserang. Pada kelembaban udara 70% dan temperatur 18 oC siklus hidup S. zeamais dari telur menjadi dewasa mencapai 91 hari, namun pada RH 80% dengan temperatur yang sama siklus hidup S. zeamais hanya 79 hari. Hama ini bersifat polifag. Selain merusak butiran-butiran beras, hama juga merusak jagung, padi dan lainnya (Surtikanti 2004).
Pengendalian Pada umumnya hama gudang cenderung bersembunyi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Sanitasi adalah aspek penting dalam strategi pengendalian
terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Cara yang digunakan termasuk membersihkan semua bagian gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuangnya dari gudang. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan adalah memberi perlakuan insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo (Tandiabang, Tenrirawe, & Surtikanti 2004)
Permasalahan Hama Tribolium castaneum Arti Penting Hama Tribolium castaneum termasuk ordo Coleoptera dan famili Tenebrionidae. Serangga ini merupakan hama gudang yang paling merusak tepung dan produk serealia lainnya. Menurut Munro (1966) dan Ress (2004), Tribolium spp. merupakan serangga yang paling banyak terdapat pada penyimpanan serealia. Kumbang ini dikenal sebagai hama sekunder yaitu menyerang biji-bijian yang telah rusak. Keduanya menyerang hampir semua bahan kering yang berasal dari tumbuhan atau hewan tetapi hama ini merupakan hama penting pada serealia dan produk serealia dan produk olahannya (Ress 2004). Infestasi bahan pangan oleh serangga hama ini dapat menyebabkan bau yang tidak sedap pada komoditas akibat sekresi benzoquinon dari kelenjar abdomen (Ress 2004). Biologi dan Morfologi Kumbang ini hidup pada bahan tepung, sehingga larva kumbang tersebut dikenal dengan kumbang tepung atau red flour beetle. Kumbang betina meletakkan telur di antara butiran tepung, secara acak. Telur menempel pada tepung dan dilindungi oleh partikel-partikel tepung. Kumbang betina dapat meletakkan telur sampai dengan 1000 telur selama masa hidupnya (Ress 2004). Larva serangga ini bertipe elateriform dan aktif bergerak mencari makanan. Larva bersifat predator fakultatif, selain memakan komoditas, larva
juga memakan serangga lain yang berukuran kecil. Panjang larva T. castaneum sekitar 10 mm (Ress 2004). Larva bergerak aktif dengan ketiga pasang tungkainya. Selama masa pertumbuhannya larva mengalami pergantian kulit sebanyak 6-11 kali. Menjelang masa berkepompong larva akan naik ke permukaan bahan pangan yang diserang (Mangoendihardjo 1984). Pupa dapat ditemukan di antara komoditas yang diserang tanpa dilindungi oleh kokon. Fase telur dan pupa relatif singkat, lebih dari 60% dari siklus hidupnya dihabiskan sebagai
larva
(Ress
2004).
Siklus
hidup
sekitar
5-6
minggu
(Mangoendihardjo 1984). Menurut Ress (2004), imago bisa bertahan sampai dua atau tiga tahun pada suhu tertentu. Dalam kondisi yang optimal, pertumbuhan populasi T. castaneum paling cepat dibandingkan serangga lain pada produk yang disimpan. T. confusum mampu berkembang biak dalam kondisi sedikit lebih dingin dari T. castaneum. Namun kedua spesies ini sangat toleran terhadap kelembaban rendah (Ress 2004).
Gambar 2. Imago T. castaneum (Munro 1966) Pengendalian Pengendalian T. castaneum yang sering dilakukan di gudang penyimpanan beras yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dengan menggunakan insektisida kimia juga dilakukan secara berkala dengan fumigasi dan penyemprotan permukaan stapel dan dinding gudang.
Ciri Umum dan Sifat Insektisida Annona squamosa Tanaman srikaya (Annona squamosa) termasuk ke dalam genus Annona, famili Annonaceae, Ordo Ranunculales, subdivisi Angiospermae dan divisi Spermatophyta (Syamsuhidayat & Hutapea 2001). Srikaya termasuk pohon buahbuahan kecil yang tumbuh di tanah berbatu, kering, dan terkena cahaya matahari langsung. Tumbuhan yang asalnya dari Hindia Barat ini akan berbuah setelah berumur 3-5 tahun. Srikaya sering ditanam di pekarangan, dibudidayakan, atau tumbuh liar, dan bisa ditemukan sampai ketinggian 800 m dpl (Dalimartha 2003). Perdu atau pohon kecil ini mempunyai tinggi 2-5 m, kulit batang tipis berwarna keabu-abuan, getah kulitnya beracun. Daun bertangkai, kaku, letaknya berseling. Helaian daun bentuk lonjong sampai jorong menyempit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 6-17 cm, lebar 2,5-7,5 cm, permukaan daun warnanya hijau, bagian bawah hijau kebiruan, sedikit berambut atau gundul (Wijayakusuma et al. 1995). Bunga 2-4 kuntum (berhadapan), keluar dari ujung tangkai atau ketiak daun, warnanya hijau kuning. Buahnya adalah buah semu, berbentuk bola atau kerucut, permukaannya berbenjol-benjol, warnanya hijau berserbuk putih, penampang 5-10 cm, jika masak, anak buah akan memisahkan diri satu dengan lainnya. Warnanya hijau kebiru-biruan. Daging buah berwarna putih, rasanya manis. Biji masak berwarna hitam mengkilap (Dalimartha 2003). Famili Annonaceae menarik banyak perhatian sejak tahun 1980-an, karena mengandung senyawa asetogenin yang bersifat racun terhadap serangga (Ocampo dan Ocampo 2006). Akar dan kulit batangnya mengandung flavonoida, borneol, kamphor, terpene, dan alkaloid anonain. Di samping itu, akarnya juga mengandung saponin, tanin, dan polifenol. Biji mengandung minyak, resin, dan bahan beracun yang bersifat iritan. Buah mengandung asam amino, gula buah, dan mucilago. Buah muda mengandung tanin (Dalimartha 2003). Menurut Rukmana & Yuyun (2002) biji srikaya mengandung zat annonain yang berperan sebagai biopestisida racun kontak terhadap serangga hama, misalnya Aphis fabae, Macrosiphoniella zanborry, M. satonifolli, S. zeamais, S. oryzae, dan T. castaneum.
Gambar 3 Buah A. squamosa Basana & Prijono (1994) melaporkan bahwa ekstrak biji srikaya mampu membunuh larva Crocidolomia binotalis dengan mortalitas sampai 90% pada konsentrasi 0,25%. Bubuk biji srikaya mampu melindungi biji gandum dari serangga S. oryzae dan T. castaneum (Quadri 1973 dalam Prakash & Rao 1997). Ciri Umum dan Sifat Insektisida Annona muricata Annona muricata atau sering disebut sirsak termasuk ke dalam genus Annona, famili Annonaceae, Ordo Ranunculales, subdivisi Angiospermae dan divisi Spermatophyta. Sirsak (A. muricata) berupa tumbuhan yang berbatang utama berukuran kecil dan rendah. Daunnya berbentuk bulat telur agak tebal dan pada permukaan bagian atas yang halus berwarna hijau tua sedang pada bagian bawahnya mempunyai warna lebih muda (Syamsuhidayat & Hutapea 2001). Untuk memperoleh hasil buah yang banyak dan besar-besar, sirsak paling baik ditanam di daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 m dpl (Syamsuhidayat & Hutapea 2001). Nama sirsak itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yaitu Zuurzak yang kurang lebih berarti kantung yang asam. Buah sirsak yang sudah masak lebih berasa asam daripada manis. Pengembangbiakan sirsak yang paling baik adalah melalui okulasi. Pohon sirsak akan menghasilkan buah pada usia 4 tahun setelah ditanam. Biji sirsak bersifat racun yang dapat digunakan sebagai insektisida alami, sebagaimana biji srikaya. Senyawa aktif utama biji sirsak adalah annonain dan squamosin yang termasuk golongan senyawa asetogenin. Asetogenin yang terdapat dalam A. muricata antara lain: annocatalin, annohexosin, annomonisin,
annomontasin, annomuricatin, annomurisin, annonasin, coronin, corossolin, corossolon, gigantetrosin, gigantetronenin, montanansin, murasin, muricatalisin, muricin, robustosin, solamin, squamosin dan uvariamisin (Raintree Nutrition 2004).
Gambar 4 Buah A. muricata (Syamsuhidayat & Hutapea 2001) Selain itu biji sirsak juga mengandung senyawa yang bernama asimisin, dan desasetiluvarisin yang merupakan senyawa aktif bersifat toksik. Pemanfaatan bahan ini amat potensial sebagai insektisida karena dapat membuat gerakan serangga menjadi lambat, aktifitas menurun, tubuh mengkerut, dan akhirnya mati. Londershausen et al. (1991) melaporkan bahwa squamosin dapat menghambat
respirasi
pada
mitokondria
serangga
dan
secara
spesifik
menghambat transfer elektron pada situs I (antara NADH dan ubiquinon), sehingga menghambat pembentukan ATP dan mengakibatkan kematian serangga. Ekstrak biji sirsak apada konsentrasi 0,25% dapat menyebabkan kematian larva Crocidolomia pavonana sebesar 20%, tetapi membutuhkan waktu hingga enam hari (Prijono et al. 1995).