BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun menjadi robek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun tanaman di areal pertanian akan habis (Samsudin, 2008). Hama ini termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang terdiri dari empat stadia hidup yaitu telur, larva, pupa dan imago. Stadia larva terdiri atas lima instar. Instar yang sangat berbahaya bagi tanaman adalah instar 3 dan 4. Larva instar tersebut akan memakan helaian daun sehingga tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar 1 dan 2 akan tinggal berkelompok di sekitar kulit telur dan memakan epidermis daun bagian bawah (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1985). Pengendalian terhadap ulat grayak pada tingkat petani pada umumnya masih menggunakan insektisida yang berasal dari senyawa kimia sintetis, seperti Dichloro-Diphenyl-Trichloro-ethane (DDT), endrin, carbofuran dan tomorin. Penggunaan insektisida kimia sintetis yang telah dilakukan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena dapat menyebabkan resistensi hama dan 1
2
residunya terbukti berdampak negatif bagi lingkungan. Penggunaan insektisida kimia sintetis sering menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan biotik dan abiotik, juga menyebabkan kematian terhadap berbagai jenis binatang vertebrata (ikan, ternak) dan hewan yang merupakan predator serangga (Ramlan & Noer, 2002). Melihat fenomena yang terjadi maka untuk meminimalkan penggunaan insektisida kimia sintetis perlu dicari pengendalian pengganti yang efektif dan aman terhadap lingkungan. Salah satunya adalah pemanfaatan mikroorganisme seperti jamur, bakteri, dan virus untuk menekan peningkatan populasi hama. Selain dengan pemanfaatan mikroorganisme, untuk mengendalikan populasi dan serangan hama tanaman dapat juga dengan pemanfaatan ekstrak tanaman (insektisida nabati). Penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak tanaman banyak dilakukan agar diperoleh/diketahui alternatif pengendalian hama yang lebih murah, aman terhadap lingkungan, dan dapat diterima oleh para petani. Dengan demikian ketergantungan petani terhadap insektisida kimia sintetis dapat dikurangi bahkan dihilangkan dan kerusakan lingkungan secara umum dapat dihindari, sehingga konsep pertanian ekologis atau pertanian berkelanjutan dapat diwujudkan. Penggunaan berbagai macam tanaman untuk insektisida nabati ini telah dikenal dan digunakan sejak dahulu. Salah satu contoh insektisida tersebut adalah ekstrak Chrysantemum ceniriae (bunga krisan) yang mengandung bahan aktif phyretum dan asam krisemat sebagai pembasmi serangga (Jeaumart, 2003). Tumbuhan lain yang sudah digunakan adalah Kalanchoe pinnata yang mengandung Bryophylin (Unang, 1994) dan juga ekstrak tanaman Andropogon
3
nardus (Serai) dan Vitex trifolia (Kaktus) yang dapat digunakan untuk membasmi hama Lepidoptera (Syam, 2004). Menurut Rukmana (1994) insektisida nabati memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh insektisida kimia sintetis, karena terbuat dari bahan alami maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Laporan dari berbagai propinsi di Indonesia menyebutkan lebih dari 40 jenis tumbuhan berpotensi sebagai insektisida nabati (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1994). Tumbuhan yang diketahui berpotensi sebagai sumber insektisida nabati yang potensial antara lain famili Meliaceae, Annonaceae, Piperaceae, Asteraceae, Zingiberaceae dan Leguminosae. Contoh tanaman Annonaceae yang potensial antara lain sirsak (Annona muricata), srikaya (Annona squamosa) dan buah nona (Annona reticulata). Ekstrak beberapa bagian tanaman tersebut terbukti aktif sebagai insektisida, antifeedant, penghambat perkembangan, serta penghambat peneluran (Dadang & Prijono, 1999). Menurut Mitsui et al. (1991, dalam Muharsini et al., 2006) ekstrak biji sirsak bersifat antifeedant, insektisidal dan menghambat pertumbuhan beberapa serangga Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera. Pada daun dan biji sirsak ditemukan senyawa bersifat bioaktif yang dikenal dengan nama acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi senyawa
4
acetogenin akan bersifat antifeedant bagi serangga, sehingga menyebabkan serangga tidak mau makan/ tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Pada konsentrasi rendah dengan pemberian oral bersifat sebagai racun perut dan dapat menyebabkan kematian (Septerina, 2002; Kardinan, 2005). Khasiat tumbuhan sirsak sebagai insektisida nabati telah diujikan pada berbagai penelitian. Berdasarkan penelitian Masnae et al. (2006) bahwa ekstrak biji sirsak berpengaruh nyata meningkatkan mortalitas larva dan menghambat perkembangan hidup Plutella xylostella. Muharsini et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak biji sirsak dapat digunakan untuk pengendalian penyakit myasis yang disebabkan oleh larva Chrysomya bezziana. Susanti (2007) melaporkan bahwa ekstrak biji sirsak berpengaruh terhadap ulat kubis Crocidolomia binotalis Zell dengan nilai LC50 atau kematian 50% larva uji dicapai pada konsentrasi 710cc/l. Ekstraksi senyawa yang mengandung insektisida dari dalam tanaman biasanya menggunakan pelarut organik seperti etanol, metanol, aseton dan triton. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pelarut organik memang sangat tinggi, terutama untuk mengekstrak minyak yang terdapat di dalam biji. Para petani sulit mendapatkan zat pelarut ini dan harganyapun relatif mahal. Sebagai alternatif lain dapat digunakan bubuk deterjen dengan konsentrasi satu gram perliter untuk merendam tumbuhan alami yang sudah diolah sedemikian rupa. Deterjen dapat dipakai untuk mengekstraksi biji nimba, biji sirsak, biji buah nona dan bagian tumbuhan lainnya dengan hasil yang cukup memuaskan (Prijono & Triwidodo, 1994).
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian tentang pengaruh insektisida nabati ekstrak biji tanaman sirsak (Annona muricata L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimana pengaruh ekstrak biji sirsak (Annona muricata) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)? ”. Dari rumusan masalah diatas, dapat dibagi lagi menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Berapa jumlah larva Spodoptera litura F. yang mati pada setiap konsentrasi? 2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak biji sirsak (Annona muricata) dapat menyebabkan kematian larva Spodoptera litura F. sebanyak 50 % (LC 50)?
C. Batasan Masalah Adapun batasan yang perlu diamati
selama
penelitian
adalah sebagai
berikut: 1. Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah biji sirsak (Annona muricata). 2.
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah larva instar 3 Spodoptera litura F.
6
3.
Lethal Concentration (LC50) dapat diketahui berdasarkan kematian larva instar 3 Spodoptera litura F. sebanyak 50 % yang dilakukan pengamatan selama 72 jam.
4.
Pelarut yang digunakan adalah deterjen dengan konsentrasi 0,2%.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak
biji sirsak (Annona muricata) terhadap mortalitas larva Spodoptera litura F. 2.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan informasi yang bermanfaat sebagai dasar dalam penggunaan insektisida nabati dari ekstrak biji sirsak (Annona muricata) yang aman dan murah dibandingkan insektisida kimia sintetik. b. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
E. Asumsi Dalam biji sirsak (Annona muricata) mengandung senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin yang bekerja sebagai racun perut dan racun kontak yang bersifat sebagai antifeedant dan repellent (Septerina, 2002; Kardinan, 2005).
7
F. Hipotesis Ekstrak biji sirsak (Annona muricata) berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura F.