1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkebunan kelapa sawit saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan Negara, tetapi juga perkebunan swasta dan rakyat. Di Indonesia luas areal perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada tahun 2006, Indonesia menggeser Malaysia dari tahta produsen minyak sawit terbesar dunia. Saat ini Indonesia memiliki 7,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit dengan 40 persen diantaranya milik rakyat (Pahan, 2008). Budidaya kelapa sawit pada saat ini menghadapi berbagai kendala, salah satu diantaranya yaitu adanya gangguan hama dan penyakit. Beberapa jenis hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit misalnya hama tikus, kumbang tanduk, maupun hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) (Susniahti, N, Sumeno, Sudrajat, 2005). Prawirosukarto (2002), melaporkan kerusakan daun yang terjadi pada tanaman kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan penurunan produksi mencapai 30% - 40% pada 2 tahun setelah terjadi kehilangan daun akibat serangan UPDKS. Kerusakan daun yang terjadi pada tanaman kelapa sawit yang lebih muda, dapat menyebabkan
kehilangan hasil yang kecil. Kehilangan daun sebesar 50% pada
tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing – masing akan
2
mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12% - 24% dan < 4% pada dua tahun pasca serangan. Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama pada umumnya yang paling merugikan dan merusak pada fase tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar (Susniahti, N, dkk , 2005). Pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan secara manual, kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang. Selain serangan hama yang tergolong jenis serangga, bibit dan tanaman muda juga sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia terutama bila kebun kelapa sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa hutan, baik hutan primer maupun hutan sekunder (Susniahti, N, dkk , (2005). Adapun alasan penulis memilih judul tugas akhir “Teknik Pengendalian Hama Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Periode Menghasilkan PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh Kabupaten Dharmasraya” adalah karena ingin mengetahui serta memperdalam ilmu tentang hama, selain itu penulis juga ingin mengetahui dan mempelajari bagaimana cara atau teknik perusahaan dalam mengendalikan hama, apa efek negatif dari hama, dan mengetahui jenis jenis hama yang ada pada perkebunan dan mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca.
3
1.2. Tujuan Adapun tujuan dalam menyusun laporan tugas akhir ini yang ingin penulis capai adalah : 1. Mengetahui jenis jenis hama yang ada di perkebunan kelapa sawit PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh 2. Mengatahui sistem pengendalian hama di perkebunan kelapa sawit PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh 3. Melatih keterampilan penulis dalam teknik pengendalian hama di perkebunan kelapa sawit.
1.3. Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan tugas akhir adalah penulis dapat : 1. Mengetahui jenis jenis hama yang ada, mengetahui cara hama dalam merusak tanaman kelapa sawit, mengatahui sistem pengendalian hama di perusahaan tersebut dan mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi perubahan populasi hama. 2. Mengetahui jenis-jenis peralatan pengendalian hama. 3. Dapat membandingkan antara literatur dengan kenyataan yang ada di lapangan dalam pengendalian hama.
4
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Hama Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,
temak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya dan menimbulkan kerugian secara ekonomis. Adanya pengertian bahwa suatu hewan dalam satu pertanaman belum menimbulkan kerugian secara ekonomis belum dapat disebut sebagai hama. Namun demikian, potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring) (Sugiyanto, 2013). 2.2. Sebab Terjadinya Hama Menurut Susniahti, N, dkk , (2005). ada beberapa faktor penyebab terjadinya hama, yaitu :. - Perubahan lingkungan Pada ekosistem alami makanan hama terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi hama rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan hama relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya. - Perpindahan tempat Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau
5
berjalan. Secara pasif dilakukan oleh faktor lain seperti; tertiup angin atau terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia. Di tempat yang baru populasi hama ini bertambah dengan cepat bila faktor lingkungan mendukungnya. - Aplikasi pestisida yang tidak bijaksana Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi hama bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Resistensi terhadap pestisida bisa terjadi kalau digunakan jenis insektisida yang sama (bahan aktif sama atau kelompok senyawa yang sama) secara terus-menerus, terutama dosis yang digunakan tidak tepat. Pada populasi hama di alam terjadi keragaman genetik antara individu - individunya. Ada individu yang tahan terhadap suatu jenis pestisida dan ada yang tidak tahan. Bila digunakan jenis pestisida yang sama secara terus menerus maka individu yang ada dalam populasi tersebut akan terseleksi menjadi individu yang tahan. Apabila hama
tersebut
berkembangbiak dan masih digunakan pestisida yang sama dengan dosis yang sama maka jumlah individu yang tahan akan semakin banyak demikian seterusnya. Resurgensi adalah peningkatan populasi hama yang terjadi. Setelah aplikasi pestisida, populasi hama yang mula-mula rendah kemudian meningkat lagi dengan cepat melebihi tingkat populasi sebelum aplikasi pestisida. Penyebab utama terjadinya resurgensi adalah terbunuhnya musuh alami hama tersebut pada waktu aplikasi pestisida. Musuh alami umumnya lebih rentan terhadap pestisida dibandingkan hama. Apabila populasi hama tersebut meningkat lagi pada generasi berikutnya atau datang dari tempat lain maka tidak ada lagi musuh alaminya yang mengendalikan hama
6
populasi hama meningkat. Munculnya hama sekunder pada ekosistem pertanian karena pestisida yang ditunjukkan untuk mengendalikan hama utama, akan membunuh pula musuh alami hama utama dan musuh alam hama sekunder. Dalam kondisi demikian komposisi hama pada beberapa generasi berikutnya mungkin akan berubah. Hama sekunder akan menjadi hama utama dan hama utama menjadi hama sekunder (Susniahti, N, dkk, 2005). 2.3. Status Hama Susniahti, N, dkk , (2005) berpendapat bahwa pada suatu ekosistem pertanian ada hama yang setiap tahun merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar, ada hama yang populasinya tidak begitu tinggi tetapi merugikan tanaman pula bahkan ada hama yang populasinya sangat rendah dan kerusakan yang diderita tanaman kurang diperhitungkan. Untuk lebih jelasnya pengelompokan hama dapat dikategorikan sebagai berikut :
Major pest / main pest / key pest atau hama penting / hama utama, adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangan yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah setiap tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua spesies serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama utama pada tanaman kelapa sawit yaitu hama ulat api dan ulat kantung, menimbukan kerugian pengendaliannya.
karena serangan hama tersebut dapat
yang cukup besar sehingga diperlukan strategi
7
Secondery pest / potensial pest adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan dapat meningkatkan populasinya sehingga intensitas serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama berubah menjadi hama utama. Sebagai contoh hama kumbang tanduk atau Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa sawit kurang merugikan tanaman bila populasi masih rendah. Apabila tempat perkembangbiakannya bertambah yaitu berupa pengaplikasian janjang kosong yang tidak tepat maka populasi akan meningkat dan menimbulkan kerugian yang besar.
Incidently pest / occasional pest adalah hama yang menyebabkan kerusakan tanaman sangat kecil/kurang berarti tetapi sewaktu-waktu populasinya dapat meningkat dan akan menimbulkan kerusakan ekonomi pada tanaman. Sebagai contoh hama ulat kantung yang menyerang daun dan tikus yang menyerang buah tanaman kelapa sawit.
Migratory pest adalah hama bukan berasal dari agroekosistem setempat tetapi datang dari luar secara periodik yang mungkin menimbulkan kerusakan ekonomi. Sebagai contoh serangga hama tikus pohon yang memakan dan menggerek buah kelapa sawit.
2.4. Jenis Hama Kelapa Sawit Salah satu permasalahan penting dalam budidaya tanaman, termasuk kelapa sawit, adalah serangan hama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama dapat
8
menyerang kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan. Secara umum berikut ini adalah hama yang menyerang tanaman kelapa sawit periode meghasilkan (Daun Hijau, 2012). Hama yang menyerang batang atau pelepah:
Rayap (Coptotermes curvignatus)
Tikus pohon (Rattus rattus tiomanicus)
Hama yang menyerang daun:
Ulat kantung: Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula
Ulat api: Sethothosea assigna, Setora nitens, Darna trima
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros)
Hama yang menyerang buah dan tandan:
Tikus pohon (Rattus-rattus tiomanicus) Pengendalian terhadap hama-hama kelapa sawit tersebut harus dilakukan
apabila populasinya telah mencapai ambang ekonomi. Untuk mengetahui status populasi hama, perlu dilakukan monitoring serangan hama secara berkala pada titiktitik yang telah ditentukan. Kesalahan dalam monitoring serangan hama dapat berdampak pada peledakan hama di lapangan, dan tindakan pengendalian yang terlambat akan berakibat pada kehilangan hasil yang signifikan.
9
2.4.1. Hama yang menyerang batang atau pelepah a) Rayap (Coptotermes curvignatus) Rayap memiliki nama latin Coptotermes curvignathus merupakan hama yang serius dan harus ditangani secara rutin terutama pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Bagian tanaman kelapa sawit yang terserang adalah bagian tanaman seperti akar,batang bahkan sampai kedaun, baik pada pembibitan, tanaman belum menghasilkan dan tanaman yang sudah menghasilkan juga tidak luput dari serangan hama ini. Rayap memiliki tiga bagian utama tubuh yaitu, kepala, dada/thorax dan perut/abdomen. Rayap memiliki sistem sosial, dengan raja, ratu, pekerja, dan prajurit. Jenis atau kasta rayap
Rayap pekerja memiliki ciri, berwarna putih dan panjang tubuhnya 5 mm
Rayap tentara, tubuhnya berukuran 6 - 8 mm, kepalanya besar dan memiliki rahang yang kuat. Apabila diganggu, rayap tersebut akan mengeluarkan cairan putih dari kelenjar di bagian depan kepalanya
Rayap ratu memiliki ciri ciri, panjang tubuhnya dapat mencapai 50 mm. Ratu mempunyai tugas utama untuk reproduksi anggota koloni Di hutan, rayap hidup di daerah rendahan dan daerah yang mempunyai curah
hujan dengan distribusi merata. Jenis rayap ini membuat sarang di dalam kayu lapuk, biasanya di dalam tanah. Rayap pekerja bergerak keluar dari sarang, kemudian menggerek serambi-serambi yang dapat dipergunakan sebagai sarang kedua. Sarangsarang tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain hingga mencapai panjang 90 m pada kedalaman 30 - 60 cm di bawah permukaan tanah (Daun Hijau, 2012).
10
Cara rayap menyerang tanaman kelapa sawit Rayap menyerang kelapa sawit dari dalam tanah langsung mengebor bagian tengah pangkal batang hingga terbentuk rongga dan bersarang di dalamnya. Rayap pekerja menggerek dan memakan pangkal pelepah, jaringan batang, akar dan pangkal akar, daun, serta titik tumbuh tanaman kelapa sawit. Serangan ringan ditandai dengan adanya terowongan pada permukaan batang. Tanaman kelapa sawit dikategorikan terserang berat apabila serangan rayap sudah mencapai titik tumbuh (umbut) yang dapat mengakibatkan tanaman mati. Gejala tanaman kelapa sawit yang terserang rayap : Adanya lorong rayap yang terbuat dari tanah yang berada di permukaan batang yang mengarah ke bagian atas. Terlihat daun pupus layu dan kering. Banyak rayap berkeliaran di sekitar tanaman Untuk mengendalikan rayap yang menyerang tanaman dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara manual dan cara kimia (Daun Hijau, 2012).
Pengendalian rayap secara manual Cara pengendalian rayap yang efektif adalah dengan menghancurkan
sarangnya dan membunuh semua anggota koloni rayap terutama ratu. Akan tetapi di areal tanaman kelapa sawit yang terserang, terutama di areal gambut, sulit untuk menemukan sarang rayap. Oleh sebab itu, upaya pengendalian saat ini lebih ditekankan untuk membunuh rayap yang menyerang pokok kelapa sawit, serta mengisolasi pokok yang terserang agar hubungan antara pokok dengan sarang rayap dapat diputus. Hal ini dianggap perlu, karena rayap baru akan selalu datang dari
11
sarangnya ke pokok terserang untuk menggantikan rayap yang mati (Daun Hijau, 2012).
Pengendalian rayap secara kimia Untuk pengendalian secara kimia dapat dikendalikan dengan menggunakan
insektisida jenis kontak yang disarankan.
Pegendalian secara kimia umumnya
dilakukan dengan metode penyemprotan (Daun Hijau, 2012). b) Tikus pohon (Rattus rattus tiomanicus) Ada 4 spesies tikus ditemukan pada pertanaman kelapa sawit, yaitu tikus rumah
(Rattus rattus. diardii), tikus padang (R. r. exulans), tikus sawah (R. r.
argentiventer), dan yang dominan dan paling merugikan adalah tikus belukar (R. r. tiomanicus). Spesies ini kerap menyerang kelapa sawit terutama pada kebun-kebun yang berbatasan dengan persawahan. Tikus R.r. tiomanicus berwarna keabu-abuan hingga coklat kemerahan, bagian bawah perutnya putih hingga abu-abu terang. Panjang kepala dan badan 15-20 cm, dengan ekor sedikit lebih panjang daripada badan. Puting susunya 10 buah, 2 pasang di dada dan 3 pasang di bagian perut. Tikus ini menjadi dewasa setelah berumur 3-4 bulan, dan akan melahirkan anak tiap 2 bulan. Jumlah anaknya dapat mencapai 10 ekor tiap kali melahirkan, tetapi biasanya 3-8 ekor. Seekor tikus betina dapat menghasilkan keturunan sebanyak 500 ekor selama hidupnya. Tikus bersarang di pohon atau pada tumpukan kayuan atau dedaunan kering di atas tanah (Daun Hijau, 2012).
12
Biologi dan ekologi Tikus pohon termasuk golongan omnivora (pemakan segala) tetapi cenderung
untuk memakan biji-bijian. Pada tanaman kelapa sawit tikus memakan buah mentah dan matang, atau mengerat bagian pangkal pelepah pada TBM, sehingga dapat mematikan tanaman muda. Kematian tanaman muda akibat serangan tikus dapat mencapai 20%, sehingga harus dilakukan penyisipan yang memerlukan tambahan biaya bibit dan tenaga kerja, serta menyebabkan tertundanya masa panen. Perkembangan populasi tikus sangat dipengaruhi oleh tersedianya makanan, yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air. Kehilangan produksi pada TM akibat serangan tikus dapat mencapai 1.363,8 kg minyak mentah sawit/ha/tahun (Daun Hijau, 2012). Kehilangan produksi ini belum termasuk brondolan yang dibawa tikus ke dalam sarang dan tumpukan-tumpukan pelepah di gawangan. Selain itu, perlukaan buah akibat keratan tikus dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit, serta mendorong berkembangnya jamur-jamur saprofitik yang selanjutnya akan membusukkan buah dan tandan di pohon (Daun Hijau, 2012). Tikus pohon memiliki kemampuan fisik yang baik seperti memanjat, meloncat, mengerat, dan berenang. Tikus pohon memiliki kemampuan untuk memanjat pohon. Kemampuan memanjat ini ditunjang oleh adanya tonjolan pada telapak kaki yang disebut dengan footpad yang besar dan permukaan yang kasar. Kerusakan yang disebabkan oleh tikus pohon disebabkan tikus memiliki kemampuan mengerat yang tinggi sebagai aktivitas untuk mengurangi panjang gigi seri yang tumbuh terus menerus (Daun Hijau, 2012).
13
Tikus pohon tidak dapat membuat sarang dengan cara menggali tanah, tetapi membuat sarang di antara pelepah-pelepah daun kelapa sawit atau celah-celah yang ada di antara pohon pohon. Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu dapat melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim, memiliki masa bunting singkat antara 2 sampai 3 bulan, dan rata-rata enam ekor per kelahiran (Daun Hijau, 2012).
Pengendalian Tikus pohon (Rattus rattus tiomanicus) adalah hama penting pada perkebunan
kelapa sawit. Pengendalian serangan tikus pohon pada perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan memberikan perlakuan pada tanaman kelapa sawit dan perlakuan untuk mengendalikan populasi tikus pohon. Pengendalian serangan tikus pohon dengan memberi perlakuan pada tanaman kelapa sawit, yaitu dengan menggunakan membuat pagar individu, member ipolybag, dan pemberian klerat/ramotal. Pemberian pagar individu memiliki kelebihan mudah dilakukan dan ramah terhadap lingkungan. Namun, kekurangannya adalah biaya mahal, hanya untuk TBM (tanaman belum menghasilkan), mengganggu pertumbuhan kelapa sawit, keberhasilan perlakuan tergantung kedisiplinan petugas pemasang pagar di lapangan, Populasi tikus tetap tinggi karena tikus tidak mati dan itu mmbahayakan TM (tanaman menghasilkan), dan pengendalian bersifat sementara. Penggunaan perlakuan kleret/ramotal memiliki kelebihan seperti bahan mudah didapat, dapat digunakan pada TBM dan TM, dan mudah dilakukan. Kekurangannya, antara lain mahal, tidak ramah lingkungan, tergantung produsen rodentisida, dan dapat terjadi kekebalan/ kejeraan tikus (Daun Hijau, 2012).
14
Beberapa pengendalian kerap dilakukan, tetapi belum mampu memberikan hasil yang maksimal dalam mengendalikan tikus pohon (R.r. tiomanicus) yang menjadi hama tanaman kelapa sawit. Pengendalian yang lain, yaitu pengendalian untuk mengendalikan populasi tikus pohon (R.r. tiomanicus), yaitu dengan menggunakan
musuh
alami.
Musuh
alami
yang
biasa
digunakan
untuk
mengendalikan populasi tukus pohon (R.r .tiomanicus) sehingga serangan tikus pohon (R.r. tiomanicus) pada tanaman kelapa sawit dapat diminimalisir, yaitu barn owl (Tyto alba). Beberapa kelebihan penggunaan Tyto alba dalam mengendalikan populasi tikus pohon (R.r. tiomanicus) di perkebunan kelapa sawit adalah ramah lingkungan (tidak ad bangkai tikus atau pencemaran rodentisida), mudah dilakukan, 60% lebih murah daripada menggunakan rodentisida, tidak perlu pengawasan ketat karena secara alami Tyto alba akan berburu tikus untuk kebutuhan makanannya, populasi tikus dapat dikendaikan di bawah ambang ekonomi sepanjang tahun, serta mudah dilaksanakan dan tidak tergantung produsen lain (missal seperti rodentisida). Namun, kekurangannya adalah penggunaan Tyto alba ini hanya pada TM (Daun Hijau, 2012). Burung hantu T. alba merupakan predator hama tikus yang sangat potensial karena 90% makanannya berupa tikus. Seekor T. alba dapat memangsa 150 ekor tikus per bulan atau 4-5 ekor tikus dalam satu malam. Perkembangan cepat dan daya jelajah tinggi sejauh 3-12 km. Oleh karena itu, penggunaan T. alba efektif dan efisien dalam mengendalikan serangan tikus pohon (R.r. tiomanicus) pada perkebunan kelapa sawit (Daun Hijau, 2012).
15
2.4.2.
Hama perusak daun Jenis hama yang banyak dijumpai yaitu ulat kantong, ulat api dan ulat bulu.
Akibat serangan berat hama tersebut diatas dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman muda terhambat sehingga akan memperpanjang masa. Tanaman belum menghasilkan (TBM). Sedangkan akibat serangan berat pada tanaman menghasilkan (TM) dapat menyebabkan penurunan produksi. Serangan yang telah meliputi areal yang luas akan memerlukan biaya pengendalian yang mahal. Terjadinya serangan yang berat tersebut disebabkan kegagalan dalam melakukan deteksi pada saat serangan awal (Pahan, 2008). a) Ulat Api Ulat api merupakan salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit. Hama ini merupakan hewan yang bermetomorfosis sempurna (telur, larva, dan imago). Larva hama ini merusak tanaman dengan cara memakan daun kelapa sawit umumnya di mulai dari daun bawah menuju daun muda. Serangan hama ini dapat mengakibatkan terjadinya defoliasi yang mengakibatkan turunya produksi TBS (tandan buah segar) sebesar 40 – 60% (Pahan, 2008). Hama ini umumnya menyerang dimasa peralihan diantara musim kemarau dan musim hujan. Hama ini banyak menyerang tanaman berumur taruna (5 – 20 tahun). Metode pengendalian dapat dilakukan dengan cara kimiawi, biologi dan manual. Cara pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan insektisida golongan pyretroid menggunakan mist blower, fogger, high presure sprayar (HPS), dan knap sack sprayer. Pengendalian biologis dapat di lakukan dengan menggunakan musuh
16
alami musuh hama ini yaitu jamur cordisep millitaris dan juga menggunakan semut angkarang (karanggo) yang merupakan predator selain itu melakukan penanaman tanaman penutup tanah, sedangkan cara manual dilakukan pada serangan hama yang masih sedikit dengan cara mengambil atau mengutip dan dibunuh, dilakukan pada tanaman yang berumur satu sampai lima tahun yang luas serangannya kecil atau kurang dari 25 ha dan populasi ulat kira-kira 4 ekor per pelepah (Setyamidjaja, 2006). Berikut ini merupakan morfologi dari ulat api :
Telur Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuran tipis dan
transparan. Telur diletakkan berderet 3 – 4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6 dan 17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300 – 400 butir. Telur menetas 4 – 8 hari setelah diletakkan (Setyamidjaja, 2006).
Larva Larva yang baru menetas, hidupnya secara berkelompok, memakan bagian
permukaan bawah daun. Larva instar 2-3 memakan helaian daun mulai dari ujung kearah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm . Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubahubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai
17
instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran 2 cm.berlangsung selama ±39,7 hari (Setyamidjaja, 2006).
Imago Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-
masing 41 mm dan 51 mm. Sayap depannya berwarna coklat kemerahan dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Setyamidjaja, 2006). Siklus Hidup Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. mempunyai siklus hidup 106-138 hari. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan bawah daun, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu kumpulan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercakbercak yang khas dan duri-duri di bagian punggung. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 4950,3 hari. Larva berpupa pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa dilapisi oleh kokon yang terbuat dari saliva (air liur), berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Pupa jantan dan
18
betina masingmasing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari. Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing 41 dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. Serangan di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300- 500 cm daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian Pusat (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009). Jenis-jenis Ulat Api Adapun jenis ulat api yang menyerang tanaman kelapa sawit yaitu : 1. Ulat api Setothosea asigna S. asigna merupakan jenis ulat api yang terpenting pada tanaman kelapa sawit. Ulat ini berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di punggungnya dengan panjang 30-36 mm dan lebarnya 14 mm. Jumlah ulat 510/pelepah merupakan populasiyang sudah kritis dan sudah harus dikendalikan (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2009)
19
2. Ulat api Setora nitens S. nitens berwarna hijau kekuningan, panjangnya mencapai 40 mm, mempunyai 2 rumpun bulu kasar di kepala dan dua rumpun di bagian ekor. Jumlah ulat 5-10/pelepah merupakan populasi kritis (Setyamidjaja, 2006).
Pengendalian Adapun teknik pengendalian hama ulat api ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut : Pengendalian Kimiawi Dahulu, ulat api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam insekisida dengan
efektif.
Insektisida
tersebut
adalah
monocrotophos,
dicrotophos,
phosmamidon, leptophos, quinalphos, endosulphan, aminocarb dan achepate. Insektisida sistemik dapat digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain dapat disemprotkan.
Namun
sekarang,
insektisida
ini
jarang
digunakan
karena
keefektifannya diragukan. Kemungkinan, hal ini disebabkan bahwa populasi yang berkembang telah toleran terhadap bahan kimia tersebut atau bahan kimia telah tidak mampu menyebar di dalam jaringan daun. Insektisida yang paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini adalah deltametrin, profenofos dan lamda sihalothrin (Setyamidjaja, 2006). Pengendalian Hayati Beberapa agens antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat api. Agens antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps militaris dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV). B. thuringiensis efektif melawan S. nitens, D. trima dan S. asigna dengan tingkat kematian 90% dalam 7 hari. Cordyceps
20
militaris telah ditemukan efektif memparasit pupa ulat api jenis S. asigna dan S. nitens. Virus MNPV digunakan untuk mengendalikan larva ulat api. Selain mikrobia antagonis tersebut di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan oleh adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus leucomesus. Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, danChaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan dimusnahkan. juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat (Setyamidjaja, 2006). b) Ulat Kantung Ulat kantong termasuk dalam famili Psychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula, Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp. dan Cryptothelea cardiophaga . Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Metisa plana dan Mahasena corbetti (Klinik sawit, 2011).
21
Siklus hidup dan biologinya Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan (Susniahti, N, dkk, 2005). Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan (Klinik sawit, 2011). Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya, berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari (Klinik sawit, 2011). Ngengat M. plana betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur menetas dalam waktu 18 hari. Ulat berukuran lebih kecil dibandingkan dengan M. corbetti
yakni pada akhir perkembangannya dapat
mencapai panjang sekitar 12 mm, dengan panjang kantong 15-17 mm. Ngengat M. corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat M. corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir.
Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru
menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas
22
daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari (Klinik sawit, 2011). Pengetahuan tentang siklus hidup secara utuh sangat berguna di dalam managemen pengendalian hama ini. Dengan informasi ini, rantai terlemah dari siklus hidupnya didapat sehingga akan membantu dalam menentukan waktu tindakan pengendalian yang tepat. Informasi siklus hidup juga akan memberikan pemahaman biologi yang lebih baik untuk pengelolaan hama (Klinik sawit, 2011). Kerusakan dan pengaruhnya di lapangan Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tanaman tajuk tanaman yang kering seperti terbakar kehilangan daun dapat mencapai 46,6%. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan (Klinik sawit, 2011). Pengendalian Biologi Adapun dalam pengendalian secara biologi dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut : Parasitoid Parasitoid memiliki potensi untuk mengendlikan hama secara biologi. Manipulasi lingkungan yang tepat untuk mengendalikan hama ini karena tindakan ini
23
akan memodifikasi lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh alami (Klinik sawit, 2011). Parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi M. plana. Diantaraya parasitoid primer, Goryhus bunoh, hidup paling lama (47 hari) sedangkan
hiperparasitoid
yang
hidup
paling
lama
adalah
P.
imbreus.
Dolichogenidea metesae merupakan parasitoid paling penting yang berkembang baik pada tanaman Cassia cobanensis ,termasuk Asystasia intrusa, Crotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla. Kecuali A. intrusa, keberadaan tanaman ini akan bermanfaat karena memberikan nektar untuk parasitoid (Klinik sawit, 2011). Bacillus thuringiensis Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai insektisida biologi mempunyai banyak keuntungan; toksisitasnya hanya pada serangga target, dan umumnya tidak membahayakan musuh alami, manusia, ikan dan kehidupan lain. Meskipun telah ada percobaan oleh beberapa kebun dalam menggunakan Bacillus thuringiensis untuk pengendalian ulat kantong, tetapi hanya sedikit keberhasilannya (Klinik sawit, 2011). Pengendalian Secara Kimiawi Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Untuk tanaman yang lebih muda (< umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida
dapat
menggunakan fogging atau
injeksi
batang.
Monocrotophos
dan
methamidophos merupakan dua insektisida sistemik yang direkomendasikan untuk injeksi batang.
Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus
24
diperlukan dari Komisi Pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi (Klinik sawit, 2011).
c) Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) Oryctes rhinoceros atau kumbang tanduk merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal sebagai hama pengerek pucuk kelapa sawit. Hama ini menyebar hampir di seluruh provinsi yang ada di Indonesia karena ketersediaan inang dan tumpukan bahan organik di lapangan sebagai tempat perkembangbiakan dan makanan larva. Hama ini menyerang tanaman kelapa sawit yang ditanam di lapangan sampai umur 2,5 tahun dengan merusak titik tumbuh sehingga terjadi kerusakan pada daun muda. Kumbang tanduk pada umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%, bahkan menyebabkan tanaman muda mati mencapai 25% (Daud, 2007). Meningkatnya pemakaian lahan secara besar-besaran untuk penanaman kelapa sawit di Indonesia menambah jumlah lahan monokultur yang menguntungkan bagi perkembangan hama. Hal tersebut terjadi karena pakan terus menerus tersedia sehingga menunjang keberlangsungan hidup hama dengan baik. Permasalahan hama kumbang badak ini semakin serius dengan pemanfaatan tandan kosong pada areal tanaman kelapa sawit sebagai mulsa dan pengganti pupuk non organik. Pemanfaatan tandan kosong banyak diaplikasikan pada areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pada tanaman menghasilkan (TM). Dampak negatif pemanfaatan tandan kosong yaitu sebagai tempat berkembangbiaknya O. rhinoceros. Akibat serangan hama ini
25
perkebunan kelapa sawit bisa mengalami kerugian finansial yang sangat besar (Daud, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi status O. rhinoceros menjadi hama Proses pertumbuhan dan perkembangan semua makhluk hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor luar maupun dari dalam yang mencakup faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi tanaman sumber makanan, musuh alami (predator dan patogen), manusia (pengelolaan perkebunan, pemupukan, aplikasi pestisida, konsep pengendalian hama terpadu (PHT) dan cara bercocok tanam), adanya tanaman inang alternatif serta perilaku organisme pengganggu tanaman (OPT). Faktor abiotik atau faktor lingkungan fisik meliputi suhu, kelembaban dan cahaya, serta tempat berlindung dan berbiak. Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat berpengaruh pada ukuran larva dan waktu yang diperlukan untuk mematangkan larva. Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perkembangan larva kumbang ini terutama adalah faktor suhu, kelembaban, serta intensitas cahaya. Larva tertarik pada amonia dan aseton, tetapi menghindari asam asetat. Berikut ini dijabarkan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan O. rhinoceros (Daud, 2007). Faktor makanan dan tempat berkembang biak Pada ekosistem alami, makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya. Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada system underplanting merupakan tempat berkembang biak yang
26
paling baik bagi kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva per hektar dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva per hektar). Hama ini biasanya berkembangbiak pada tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan. Tindakan yang membiarkan batang-batang kelapa sawit tetap berada di kebun (lahan replanting) memberikan kesempatan besar bagi hama O. rhinoceros untuk berkembang biak dengan baik sehingga populasinya meningkat. Ketika batang kelapa sawit yang lama tidak bisa menyediakan makanan dan tempat berkembang biak, maka O. rhinoceros akan berpindah ke tanaman replanting yang ada di sekitarnya. Jadi perlu kehati-hatian agar tindakan budidaya yang diterapkan tidak mengundang kedatangan dan berkembangnya hama. Dari beberapa penelitian di daerah-daerah dapat ditentukan, bahwa pohonpohon kelapa yang tumbuh dekat pembuangan sampah mengalami kematian sampai 60%, sedangkan 20-90% rusak berat. Makin jauh dari pembuangan sampah, makin sedikit kerusakan yang diakibatkan O. rhinoceros. Tersedianya tumpukan batang kelapa sawit atau kelapa baik yang masih berdiri maupun yang sudah dicacah memberi peluang bagi O. rhinoceros untuk mendapatkan tempat berbiak. Karena kondisi tersebut menyediakan bahan bahan organik dan tempat yang nyaman untuk tinggal dan berkembang biak. Kumbang akan meletakkan telur pada sisasisa bahan organik yang telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit. Masalah kumbang tanduk saat ini semakin bertambah dengan adanya aplikasi tandan
27
kosong kelapa sawit pada gawangan maupun pada sistem lubang tanam besar. Aplikasi mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang kurang tepat dapat mengakibatkan timbulnya masalah kumbang tanduk di areal kelapa sawit tua. Replanting besar-besaran untuk penanaman kelapa sawit memberikan ruang yang sangat menguntungkan bagi hama Oryctes. Kumbang ini jarang sekali dijumpai menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal TM (Daud, 2007). Faktor Iklim Sejalan dengan perubahan iklim terjadi perubahan agroekosistem di sekitar kebun dan boleh jadi jenis (klon) tanaman yang dikembangkan. Di samping itu kemungkinan telah terjadi perubahan OPT penting di dalam kebun akibat faktor iklim. Faktor iklim atau cuaca mencakup suhu, cahaya, sinar matahari dan kelembaban lingkungan. Dalam penelitian tentang sensor fisiologi, seperti suhu, larva O. rhinoceros tertarik pada suhu 27-290 C dan menghindari suhu yang lebih rendah. Tingkah laku larva didominasi oleh faktor cahaya, larva bergerak dipengaruhi oleh cahaya yang muncul secara tiba-tiba. Di lingkungan alami, jika larva ditempatkan pada permukaan medium perkembangbiakan larva akan cepat bergerak turun menjauhi cahaya, larva bergerak mengikuti phototaktis negatif, kemungkinan hal ini merupakan adaptasi untuk menghindar dari pemangsa. Larva tertarik pada kelembaban yang rendah (85- 95%) dari pada kelembaban tinggi. Kondisi kebun yang banyak tunggul maupun batang tanaman tua yang tidak tumbang menambah
28
tinggi kelembaban sehingga membuat larva O rhinoceros tertarik untuk tinggal lama di dalamnya (Daud, 2007). Menurut Daud (2007), kondisi kebun yang tidak disanitasi sangat mendukung perkembangan O.rhinoceros. Mekanisme ini dapat berjalan tunggal atau kombinasi untuk menuntun larva keluar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhan atau perkembangan. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 270C - 290C dengan kelembapan relatif 85-95%. Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan. Faktor perpindahan tempat dan alternatif inang Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan. Imago O. rhinoceros dapat terbang untuk mencari tempat baru baginya dalam berkembang biak. Kemungkinan penyebaran hama ini sangat tinggi jika jarak tanaman rapat. Jarak antar kebun satu dengan lainnya yang kondisinya tidak disanitasi dapat mempengaruhi populasi hama ini. Kurangnya hembusan angin di sekitar kebun juga menjadi salah satu faktor tingginya serangan. Perilaku penyebaran hama ini umumnya menghindari hembusan angin kencang karena kesulitan dengan berat badannya (Daud, 2007). Selain itu, tersedianya tanaman inang lain seperti kelapa di sekitar tanaman kelapa sawit turut menambah ketersediaan bahan makanan dan tempat berbiak bagi O. rhinoceros. Kumbang O. rhinoceros terbang dari tempat persembunyiannya
29
menjelang senja sampai agak malam (sampai dengan pukul. 21.00 WIB), Dan jarang dijumpai pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui bahwa kumbang banyak menyerang kelapa pada malam sebelum turun hujan. Perpindahan O. rhinoceros secara pasif dilakukan oleh faktor lain seperti terbawa pada tanaman yang dipindahkan oleh manusia melalui pakaian, sepatu maupun alat-alat pertanian yang digunakan. Di tempat yang baru populasi serangga ini bertambah dengan cepat bila faktor lingkungan mendukungnya, seperti tersedianya batangbatang kelapa atau kelapa sawit busuk yang kaya bahan organik. Hal ini terkait lagi dengan sanitasi kebun dan faktor kebun yang berdekatan satu sama lain (Daud, 2007). Faktor aplikasi insektisida yang tidak bijaksana dan aplikasi insektisida Penggunaan
insektisida
yang
tidak
bijaksana
akan
menyebabkan
permasalahan hama semakin kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Hal ini dapat terjadi bila perilaku petani yang terus menerus memakai insektisida dengan bahan aktif yang sama dan cara aplikasi yang tidak tepat. Perlakuan insektisida tidak efektif mematikan hama bila jika kondisi kebun tidak disanitasi karena kondisi kebun seperti itu selain sangat mendukung perkembangan hama juga membuat pengelolaan hama menjadi sulit dilakukan. Perlakuan insektisida melalui penginfusan batang pada tanaman kelapa sawit belum menunjukkan hasil maksimal. Serangan awal hama ini terlebih dahulu memakan pucuk daun yang belum membuka di saat konsentrasi insektisida sangat rendah sampai di pucuk (Ruskandi dan Setiawan, 2004 cit Daud, 2007). Metode Pengendalian O. rhinoceros
30
Menurut Chenon, R. D. dan H. Pasaribu, (2005) teknik pengendalian O. rhinoceros yang umum dilaksanakan adalah dengan pengelolaan tanaman penutup tanah (leguminose cover crop), sistem pembakaran, sistem pencacahan batang, pengutipan kumbang dan larva, secara kimiawi dan hayati. Semua metode pengendalian
diaplikasikan
secara
tunggal
maupun
terpadu
menunjukkan
kerterbatasan dalam skala yang besar. Paket yang dilaksanakan dalam pengendalian kumbang O. rhinoceros, biasanya terdiri dari mekanis, biologi dan kimiawi Metode mekanis terdiri dari pengutipan larva dan kumbang dari sisa tanaman, secara kimiawi meliputi penggunaan pestisida, dan secara biologi dengan menggunakan Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Baculovirus oryctes. Pemerangkapan O. rhinoceros menggunakan fetotrap, berupa feromon sintetik (Etil- 4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik merupakan pengendalian secara mekanis kumbang tanduk yang dilakukan pada areal kelapa sawit yang mencakup areal luas dan ramah lingkungan.
31
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Praktek penyelesaian tugas akhir mahasiswa Program Studi Budidaya Tanaman Perkebuanan, Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh ini dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari tanggal 16 Maret 2015 sampai dengan 16 Juni 2015. Praktek dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Sumbar Andalas Kencana (PT.SAK) yang terletak di Nagari Muara Timpeh Kecamatan Padang Laweh Kabupaten Dharmasaraya. 3.2. Metodologi Pelaksanaan Adapun metodologi yang digunakan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini adalah : a. Bekerja sendiri Setiap kegiatan yang telah disepakati oleh Pembimbing lapang diutamakan dapat dikerjakan sendiri oleh mahasiswa. Dalam melaksanakan pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan bergabung bersama karyawan setempat atau tersendiri sesuai dengan kondisi diperusahaan serta atas persetujuan Pembimbing lapang. Seperti kegiatan dalam pencampuran insektisida dan juga penyemprotan jika mahasiswa mempunyai alat pelindung diri maka boleh ikut serta dalam kegiatan tersebut, biasanya setelah kegiatan dilakukan sendiri maka selanjutnya adalah diskusi dengan Pembimbing lapang.
32
b. Demonstrasi Kegiatan demonstrasi dapat dilakukan apabila sesuai dengan kondisi dan pertimbangan Pembimbing lapang, suatu pekerjaan tidak dapat dilakukan oleh mahasiswa mengingat faktor keselamatan, ketersediaan alat dan sebagainya. Dalam kegiatan demonstrasi ini, mahasiswa hanya melihat dan memahami kegiatan yang didemonstrasikan tersebut, jika ada pertanyaan maka dilakukan diskusi. c. Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan apabila sesuai dengan kondisi dan pertimbangan Pembimbing lapang suatu pekerjaan tidak dapat dilakukan oleh mahasiswa mengingat faktor keselamatan, ketersediaan alat dan sebagainya ataupun kegiatan tersebut sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu sehingga hanya dapat melihat hasilnya. d. Diskusi Kegiatan diskusi dilakukan khusus untuk kegiatan-kegiatan yang tidak dilakukan perusahaan tersebut, atau setelah dilaksanakan sendiri kegiatan tersebut jika ada kejanggalan ataupun pertanyaan, maupun ada yang belum jelas maka setelah dilakukan kegiatan tersebut dilakukan diskusi dengan pembimbing lapang, atau ada kegiatan yang dianggap pembimbing lapang perlu untuk didiskusikan.
33
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan A. Profil perusahaan -
Nama Perusahaan
: PT. Sumbar Andalas Kencana (PT. SAK) Muara Timpeh
-
Alamat Lengkap
: Desa Padang Laweh Kecamatan Padang Laweh Kabupaten Dharmasraya Propinsi Sumatera Barat
-
Nomer Telpon
: 0754 - 71116
-
Status Permodalan
: Penanaman Modal Asing (PMA)
-
Bidang Usaha dan Kegiatan
: Perkebunan & Pabrik Kelapa Sawit
-
SK UKL & UPL yang disetujui
: No. 188.45/436/Kpts.Bpt- 2004
-
Penanggung Jawab
: lr. H. Zainal Arifin (Direktur)
8. Izin yang terkait dengan DPL
: Izin penyimpanan sementara limbah B 3. Kebijakan Lingkungan Management.
B. Lokasi usaha atau kegiatan Perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit PT. SAK Muara Timpeh terletak di Kecamatan Padang Laweh, Kabupaten Dharmasraya Propinsi Sumatera Barat. Jarak dari ibukota provinsi 220 km, dari ibukota Kabupaten ± 100 km, dari
34
ibukota kecamatan ± 10 km, dan 18 km dari jalan lintas Sumatera serta jarak dengan desa terdekat (bukan desa transmigran) ± 7 km. Secara geografis lokasi perkebunan PT. SAK berada pada posisi : 101º43ʹ46.99ʺ ˗ 101º50ʹ20.64ʺ Bujur Timur 0º57ʹ55.64ʺ ˗ 1º4ʹ32.29ʺ Lindang Selatan. dan lokasi pabrik terletak pada 101º43ʹ47.33ʺ ˗ 101º50ʹ20.29ʺ Bujur Timur 1º4ʹ32.65ʺ ˗ 0º57ʹ55.32ʺ Lintang Selatan. Sedangkan Batas wilayah kegiatan PT. SAK adalah : a. Sebelah utara dengan perkebunan kelapa sawit PT. Binapratama Sakatojaya. b. Sebelah selatan dengan kebun rakyat desa Tanjung Provinsi Jambi. c. Sebelah timur dengan kebun rakyat Kabupaten Kuantan Singingi. d. Sebelah barat dengan hutan Provinsi Jambi. 4.2. Hasil Sebelum melakukan proses pengendalian hama terlebih dahulu mandor hama dan penyakit menugaskan anggotanya untuk melakukan monitoring terhadap semua jenis serangan hama yang menyerang tanaman pada semua afdeling di divisi tempat mandor tersebut ditugaskan. Proses monitoring ini dilakukan setiap hari oleh petugas yang memang telah dilatih untuk melakukan proses monitoring tersebut. Proses monitoring ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari dua orang yang mana selalu membawa alat tulis dan alat perlengkapan monitoring sesuai dengan jenis hama yang akan disurvei.
35
4.2.1. Monitoring hama Monitoring merupakan tindakan awal yang harus dilakukan sebelum proses pengendalian hama dilakukan. Adapun jenis monitoring yang dilakukan yaitu : a. Monitoring ulat api, ulat bulu dan ulat kantung. b. Monitoring kumbang tanduk dan rayap. c. Monitoring tikus pohon dan pengecekan nestbox. Alat yang digunakan pada kegiatan monitoring yaitu : Monitoring ulat api, ulat bulu dan ulat kantung. Egrek panen
: Digunakan untuk menurunkan pelepah yang akan di ambil sebaga sampel.
Alat tulis
: Untuk menulis hasil dari pengamatan.
Blangko monitoring : Sebagai bukti hama yang dijumpai pada sampel. Kantong plastik
: Sebagai tempat untuk meletakkan sampel.
Monitoring kumbang tanduk dan rayap. Alat tulis
: Untuk menulis hasil dari pengamatan.
Blangko monitoring : Sebagai bukti hama yang dijumpai pada sampel. Monitoring tikus pohon dan pengecekan nestbox. Alat tulis
: Untuk menulis hasil dari pengamatan.
Blangko monitoring : Sebagai bukti hama yang dijumpai pada sampel. Dan cara untuk melakukan monitoring tersebut adalah : a. Monitoring ulat api, ulat bulu dan ulat kantung. 1) Pertama-tama Mandor memberi instruksi kepada anggota monitoring.
tentang lokasi
36
2) Siapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan. 3) Tentukan lokasi monitoring ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) 4) Amati keadaan/tingkat serangan UPDKS pada pelepah ke 17, yaitu 3 sampel dari titik pertama/blok secara melingkar/sistem obat nyamuk. 5) Pengambilan pelepah sampel dengan mengegrek daun ke 17 tersebut 6) Sampel dicari pada bagian bawah daun. 7) Jika UPDKS ditemukan kurang dari 10 diambil secara manual dengan pinset dan masukan kedalam kantong plastik. 8) Sampel yang diambil antara lain : telur, ulat muda, ulat dewasa dan kokon 9) Jika UPDKS lebih dari ambang ekonomis maka dilakukan tindakan pengendalian. b. Monitoring kumbang tanduk dan rayap. 1) Pertama tama mandor memberi intruksi kepada anggota
tentang lokasi
monitoring. 2) Siapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan. 3) Tentukan lokasi Monotoring . 4) Amati setiap pokok tanaman dan daerah yang dilewati, yang diamati antara lain, seraggan hama kumbang tanduk pada daun muda sampai daun yang membuka 60% dan sarang sarang rayap. 5) Hasil pengamatan disalin dalam lembaran kertas monitoring dan dibuatkan petanya. Hasil dilaporkan pada mandor keesokan paginya. c. Monitoring tikus pohon dan pengecekan nestbox. 1) Pertama-tama Mandor memberi intruksi kepada anggota monitoring.
tentang lokasi
37
2) Siapkan seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan. 3) Tentukan lokasi monitoring . 4) Amati setiap pokok tanaman dan daerah yang dilewati, yang diamati antara lain, buah yang terdapat gigitan tikus dan sisa sisa gerekan tang terjatuh dipiringan. 5) Dan yang di cek dari nestbox antara lain, keadaan dari nestbox itu sendiri dalam kondisi baik atau tidak, kemudian dilakukan pengecekan tanda dari nestbox tersebut apakah masih diisi ataukah tidaknya, ada anak atau telur didalamnya, jika tidak pengecekan dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya kotora dari burung hantu tersebut. 6) Hasil pengamatan disalin dalam lembaran kertas monitoring dan dibuatkan petanya. 7) Hasil dilaporkan pada Mandor keesokan paginya. Setelah semua hasil monitoring yang berupa blangko monitoring telah diperoleh oleh Mandor, Mandor mulai memperhitungkan apakah perlu atau tidak untuk dilakukan pengendalian terhadap hama tersebut. Adapun jenis pengedalian yang dilakukan di PT. SAK Muara Timpeh tersebut adalah pengendalian kimia dan pengendalian secara manual sesuai dengan kondisi hama dan sesuai dengan jenis hama yang ada. 4.2.2. Pengendalian hama Pengendalian hama yang dijalankan di PT. SAK Muara Timpeh adalah : a) Pengendalian ulat api dan ulat kantung dengat teknik fooging. b) Pengutipan larva O. rhinoceros. c) Pemasangan perangkap kumbang O. rhinoceros (fase dewasa / imago).
38
d) Pengendalian hama tikus dengan burung hantu sebagai musuh alami. e) Pengendalian rayap. Untuk lebih jelasnya merupakan pengendalian yang dilakukan di PT. SAK Muara Timpeh, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengendalian ulat api dan ulat kantung dengat tekhnik fooging. Pengendalian ulat api dan ulat kantung didasarkan pada hasil monitoring ulat api dan ulat kantung per blok. Apabila terdapat 100-200 ulat/pelepah baru dilakukan pengendalian. Pengendalian hama ulat api dan ulat kantung ini dilakukan dengan teknik fooging (pengasapan) menggunakan alat Pulsfog K-22 Bio. Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu disiapkan alat dan bahan , alat yang dibutuhkan yaitu Pulsfoog K-22 Bio dan dirigen sementara bahannya yaitu bahan insektisida (Aspril, Astertrin dan Arenstik), solar, bensin dan air. Pulsfog K-22 Bio memiliki tiga tangki, tangki pertama untuk insektisida, tangki kedua untuk solar dan tangki yang ketiga untuk bensin. Dalam 1 alat Pulsfog K-22 Bio membutuhkan 5 liter solar yang berfungsi sebagai bahan yang akan jadi asap dan membawalarutan insektisida,5 liter campuran insektisida dengan air yang berfungsi sebagai racun dan 0,8 liter bensin yang berfungsi sebagai bahan bakar. Semua alat tersebut dibawa kelapangan dengan menggunakan traktor (jhoon dheere). Setelah sampai di lapangan hal pertama yang harus dilakukan yaitu cek alat yang akan digunakan kemudian baru campurkan bahan insektisida yang berupa Astertrin 250 EC sebanyak 300 ml dan Arenstick (bahan perekat, perata dan pembasah) sebanyak 60 ml setelah itu baru ditambahkan insektisida Aspril sebayak 300 ml kemudian baru diisi air sampai volume 5 L dan diaduk rata. Hidupkan mesin
39
fooging dan mulai pengasapan, petugas berjalan pada pasar pikul dan laras diarahkan ke belakang sambil digerakkan ke kiri dan ke kanan. Satu cap dari Pulsfog dapat diaplikasikan untuk luasan 0,6 – 0,8 Ha atau 100 pokok tanaman. Proses pengasapan ini dilakukan oleh satu tim (3 orang) /mesin yang di aplikasikan, dimana setiap orang memiliki tugas tersendiri. Dimana satu orang bertugas untuk mengaduk dan mengisi racun, bensin dan solar ke dalam galon. Satu orang bertugas untuk mengantar dan menjemput racun yang telah disiapkan dan orang ini juga berperan sebagai pegganti untuk yang membawa mesin bila operator mesin merasa kelelahan. Dan orang terakhir adalah operator mesin yang bertugas melakukan pengasapan. Agar pengasapan ini berjalan lancar setiap tim diberi target yaitu 12 cap/tim. Dan proses pengasapan ini bisa dilakukan pada malam dimulai dari jam 17.00 dan bisa pula dimulai pada subuh yang di mulai pada jam 03.00 dinihari. b. Pengutipan larva Oryctes rhynoceros Pengendalian O. rhinoseros ini dilakukan secara manual yaitu dengan cara melakukan pengutipan larva O. rhinoseros untuk menekan perkembangan kumbang dewasa. Dan cara pelaksaannya di PT. SAK Muara Timpeh yaitu : Pertama-tama Mandor memberi instruksi kepada anggota tentang lokasi mana yang akan dikutip. Setelah instruksi selesai, seluruh anggota menuju ke lapangan untuk memulai pekerjaan. Pengutipan larva O. rhinoseros dilakukan pada petakan janjang kosong yang diaplikasikan pada areal tanaman kelapa sawit. Pengutipan dilakukan dengan cara membalikkan janjang kosong dan mencari semua larva yang ada pada petakan tersebut, bahkan juga sering ditemukan pupa dan kumbang dewasa. Semua larva yang ditemukan dikumpulkan pada satu tempat dan dihitung. Setelah larva
40
dikumpulkan, larva dibawa sebagai bukti ke kantor untuk selanjutnya dimusnahkan. Kegiatan pengutipan larva O. rhinoseros untuk saat ini lebih intensif dilakukan di PT. SAK Muara Timpeh, lantaran pengaplikasian janjang kosong sebagai penyumbang hara organik kurang tepat sehingga menyebabkan kondisi yang demikian. c. Pemasangan perangkap O. rhinoseros (fase dewasa / imago). Pemasangan perangkap ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan kumbang dewasa yang berada disekitar tanaman kelapa sawit dan yang menyerang tanaman kelapa sawit. Untuk mengendalikannya PT. SAK Muara Timpeh melakukan dengan cara berikut : Pertama-tama mandor mengecek hasil laporan monitoring yang telah selesai dibuat dan memutuskan tempat dimana perangkap tersebut akan dipasang.
Selanjutnya
mandor memberi intruksi kepada mandor bantu agar membuat tiang untuk menggantung perangkap O. rhinoseros tersebut. Tiang dibuat dengan tinggi 6 m dan panjang gantungan 1 m serta diberi besi pengait diujungnya, dan pada bagian bawah diberi besi kecil untuk membantu menguatkan tegak saat pengecoran. Setelah tiang selesai dibuat, tiang tersebut dibawa ke lokasi yang telah ditentukan oleh mandor. Di lokasi pemasangan dibuat lubang sebesar 50 cm x 50 cm x 50 cm, setelah lubang selesai dibuat, aduk semen dengan pasir dan kerikil sebagai adonan pengecoran. Masukkan tiang ke dalam lubang dan tutup dengan adonan semen. Setelah dirasa kokoh, gantungkan perangkap dengan bantuan pelepah dan beri tanggal pembuatan. Di dalam perangkap tersebut diberi insektisida feromonas (Sime RB pheromone 1000 SL). Setelah selesai dilakukan pengecekan setiap hari.
41
Perangkap ini bekerja dengan cara menarik perhatian kumbang dewasa agar masuk kedalam perangkap,karena perangkap ini dilengkapi dengan seng plat yang akan memantulkan cahaya. Cahaya dan feromon tersebut lah yang akan membawa kumbang masuk perangkap. Setelah terperangkap kumbang akan mati diakibatkan feromon yang ada dalam perangkap tersebut. Feromon tersebut akan membunuh hama dengan cara masuk ke saluran pernpasan dari hama tersebut. d. Pengendalian hama tikus dengan burung hantu sebagai musuh alami Hama tikus merupakan hama yang kerap juga dijumpai di perkebunan kelapa sawit, hama ini menyerang paling banyak pada bagian buah. Hama tikus ini masih belum menyerang secara besar besaran lantaran musuh alaminya selalu dijaga kelestariannya. Musuh alami hama ini antara lain yang paling aktif adalah burung hantu dan ular. Kedua musuh alami ini sangat penting keberadaannya di PT. SAK Muara Timpeh terutama burung hantu. Untuk melestarikan burung hantu ini sebagai musuh alami, PT. SAK Muara Timpeh melakukan perawatan agar burung hantu ini tetap merasa nyaman untuk hidup dalam perkebunan. Perawatan musuh alami ini dilakukan terutama dengan membuat sarang burung yang terletak jauh dari keramaian dan diutamakan pada blok-blok yang tinggi intensitas serangan tikusnya. Selain itu pada sarang burung tersebut dilakukan pengecekan secara berkala. Pengecekannya antara lain : -
Pegecekan sarang tersebut dihuni atau tidak.
-
Pengecekan telur dan anak dari burung hantu tersebut.
-
Pengecekan kerusakan dari sarang tersebut.
42
Dengan mengefektifkan perawatan burung hantu ini PT. SAK Muara Timpeh dapat mengendalikan serangan hama tikus ini. Burung hantu ini mengendalikan hama tikus dengan cara melakukan perburuan tikus sebagai makanan utama dari burung hantu ini. Perburuan/pengendalian hama tikus ini dilakukan malam hari dikarenakan burung hantu ini merupakan hewan nokturnal. e. Pengendalian rayap. Untuk pengendalian rayap, PT. SAK Muara Timpeh melakukan secara kimiawi . Sebelum dilakukan pengendalian, amati pokok tanaman kelapa sawit, apakah ada serangan rayap, yang ditandai dengan adanya tanah yang menumpuk dan menutupi pangkal batang atau disekitar piringan pokok tanaman. Biasanya rayap berasal dari tunggul-tunggul kayu yang sudah lapuk di sekitar barisan tanaman, dan rayap akan membuat sarang pada tanah yang masih lembab. Pertama rayap akan menyerang akar, kemudian masuk ke dalam batang dan membuat lorong-lorong di batang, lorong-lorong pada batang ini akan menimbulkan rongga-rongga yang akan menyebabkan batang membusuk dan pada serangan yang sangat parah akan menyebabkan kematian pada tanaman.
Untuk mengendalikan serangan rayap
tersebut, maka sarang rayap dihancurkan dengan cangkul dan linggis. Setelah itu di dalam sarang rayap
dicari ratu dari sarang rayap tersebut.
Setelah ratu rayap
ditemukan, dilakukan penyemprotan dengan menggunakan insektisida (Aspril 100 SC) Dalam
mengendalikan hama rayap,
PT. SAK
Muara Timpeh ini
menggunakan cara kimiawi yang mana sudah dapat dikatakan efektif karena tidak adanya ditemukan hama rayap lagi sesudah dikendalikan.
Volume semprot yang
43
dipakai ialah 5 liter/sarang rayap, dan membuat hama rayap tidak dapat berkembang lagi. Pengambilan ratu rayap juga merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan pengendalian hama rayap. 4.3. Pembahasan Pada saat ini hama yang menyerang tanaman kelapa sawit di PT. SAK Muara Timpeh
dapat dikatakan belum melewati ambang ekonomis yang ditentukan
perusahaan, dikarenakan kegiatan pengedalian hama tersebut selalu dilakukan setiap hari agar ledakan hama dapat diminimalisir.
PT. SAK
Muara Timpeh
sudah
melakukan pengendalian hama secara baik dan optimal dikarenakan sebelum melakukan pengendalian hama, terlebih dahulu dilakukan monitoring agar pengendalian hama tidak sia sia. Proses monitoring ini sangat penting dalam pengendalian hama di PT. SAK Muara Timpeh, karena proses ini merupakan tindakan awal dalam pengendalian hama. Pada pelaksanaan monitoring inilah dapat diketahui tingkat serangan pada tanaman, sehingga dapat ditetapkan metode pengendalian yang akan dilakukan pada blok-blok tanaman yang diserang. Proses pengendalian hama terutama hama umum yang sering menyerang di PT. SAK Muara Timpeh pada umumya telah dilakukan dengan baik. Pada saat praktek kami selaku mahasiswa hanya dapat mengamati proses pengendalian dan monitoring tersebut dan sesekali melakukan kegiatan tersebut.
44
a. Pengendalian ulat pemakan daun Pelaksanaan fooging / pengasapan untuk pengendalian ulat api dan ulat kantung dilakukan pada sore hari sekitar jam 17.00 sampai selesai atau pada subuh hari sampai sebelum matahari terasa panas atau sekitar jam 10.00. Pelaksanaan fooging
yang salah dapat menyebabkan keracunan,
tidak hanya pekerja yang
melakukan fooging tetapi juga pekerja lain yang berada dilokasi pengasapan tersebut. Fooging dilaksanakan pada sore hari hingga malam hari tujuannya adalah agar asap yang dikeluarkan tidak cepat hilang terbawa oleh angin. Karena pada malam hari kecepatan angin tidak begitu terasa sehingga asap akan bergerak keatas dan juga untuk menjaga keselamatan pekerja yang sedang bekerja di lapangan. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi adalah mengenai cuaca seperti angin dan hujan. Cara mengatasinya dengan melihat keadaan cuaca sebelum dilaksanakannya kegiatan fooging. Selain itu keadaan mesi hyang tidak baik dan sering tersumbat juga menjadi masalah utama dalam kegiatan fooging. Akan tetapi proses pengendalian tersebut dapat dilakukan bila hama yang dijumpai saat monitoring lebih dari 200 hama perpelepah. Metode pengendalian yang telah dilakukan di PT. SAK Muara Timpeh bisa dikatakan selaras dengan teori yang dikemukakan Setyamidjaja, (2006). Bahwa ulat api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam insekisida dengan efektif. Insektisida sistemik dapat digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain dapat disemprotkan. Namun sekarang, insektisida yang paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini adalah deltametrin, profenofos dan lamda sihalothrin.
45
b. Rayap Pengendalian rayap pada umumnya dilakukan secara
gabungan, yaitu
pengendalian kimia dan manual. Tujuan dari pengendalian gabungan ini adalah agar rayap mati dan bila masih tersisa tidak membuat sararang di tempat yang sama serta utuk memaksimalkan pengedalian secara kimia. Pengedalian gabungan ini berupa merusak sarang rayap dan mengambil rayap ratu, setelah itu rayap tersebut disemprot dengan cairan insektisida (Aspril . Untuk pengendalian ini dilakukan sesuai kriteria, dan apabila telah memasuki serangan berat baru dilakukan pengendalian. Berikut merupakan kriteria serangan hama rayap tersebut 100 SC) -
Kriteria Ringan < 1% perha
-
Kriteria serangan Sedang 1 – 5% perha
-
Kriteria serangan Berat > 5% perha Setelah dilakukan pengendalian sarang rayap yang ditinggalkan akan melapuk
dan gampang untuk dihancurkan. akan tetapi sarang rayap yang ditinggalkan tersebut tidak dibuang atau ditebar melainkan dibenamkan ke lubang yang telah dibuat rayap pada bagian bawah tanaman (bila menyerang bagian bawah) dan bila menyerang bagian atas maka cukup dibersihkan saja sarang tersebut. Menurut Daun Hijau, (2012) cara pengendalian rayap yang efektif adalah dengan cara menghancurkan sarangnya dan membuuh semua koloni rayap terutama ratu. Dan untuk pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan insektisida jenis kontak yang disarankan. Cara tersebut telah dilakukan di PT. SAK Muara Timpeh dan membuat hama rayap dapat dikendalikan.
46
c. Kumbang tanduk Hama kumbang tanduk ini merupakan hama potensial pest pada perkebunan kelapa sawit terutama di PT. SAK Muara Timpeh. Hama ini tergolong hama potensial pest karena hama ini dapat berkembang dengan baik bahkan sewaktuwaktu dapat merugikan. Untuk mengendalikan hama ini dilakukan dengan mengutip larva kumbang tanduk dan membuat perangkap kumbang tanduk tersebut. Proses pengendalian hama ini merupakan gabungan dari pengendalian hama yang dapat dikatakan berjalan dengan baik. Dikarenakan agar populasi kumbang dewasa tidak meledak dilakukan pengutipan larva kumbang tanduk tersebut dan untuk mengantisipasi penyebaran kumbang dewasa dibuat perangkap untuk kumbang tersebut. Pengendalian yang dilakukan di PT.SAK Muara Timpeh telah berjalan sesuai teori yang dikemukakan Chenon, R. D. dan H. Pasaribu, (2005) teknik pengendalian O. rhinoceros yang umum dilaksanakan biasanya terdiri dari mekanis, biologi dan kimiawi Metode mekanis terdiri dari pengutipan larva dan kumbang dari sisatanaman, secara kimiawi meliputi penggunaan pestisida, dan pemasangan perangkap O. rhinoceros menggunakan fetotrap, berupa feromon sintetik ( Etil- 4 metil oktanoate ) yang digantungkan dalam ember plastik merupakan pengendalian secara mekanis kumbang tanduk yang dilakukan pada areal kelapa sawit yang mencakup areal luas dan ramah lingkungan.
47
d. Tikus pohon Hama tikus pada saat ini merupakan bukan hama yang berpengaruh pada perkebunan kelapa sawit di PT. SAK Muara Timpeh lantaran pada perkebunan tersebut populasi burung hantu dan ular sebagai predator alami sangat dijaga. Mekanisme pengendalian hama tikus ini dilakukan dengan cara perburuan yaitu bertujuan agar burung hantu dan ular tersebut dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan terjaganya populasi predator alami tersebut maka hama tikus ini populasinya tidak akan meledak dikarenakan pengendaliannya dilakukan setiap hari. Burung hantu merupakan predator hama tikus yang sangat potensial karena 90% makanannya berupa tikus. Seekor burung hantu dapat memangsa 300 ekor tikus per tahun atau 4 ekor tikus dalam satu malam. Perkembangan cepat dan daya jelajah tinggi sejauh 3-12 km. Oleh karena itu, penggunaan burung hantu efektif dan efisien dalam mengendalikan serangan tikus pohon.
48
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pengendalian hama tanaman
kelapa sawit di PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh adalah sebagai berikut: 1. Jenis-jenis hama yang dikendalikan di PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh tergolong kedalam hama umum yang terdiri dari hama ulat pemakan daun yag berupa ulat api, ulat kantong, dan kumbang tanduk dan hama penggerek batang dan buah yaitu rayap dan tikus. 2. Sistem pengendalian hama di PT. Sumbar Andalas Kencana Muara Timpeh merupakan sistem pengendalian gabungan antara sistem manual dan kimia. Pengendalian tersebut dilakukan sesuai keadaan serangan dan jenis hama yang menyerang tanaman tersebut. Seperti pengendalian hama ulat api dan ulat kantong dengan teknik fooging (pengasapan), pengendalian kumbang tanduk dengan menggunakan perangkap dan pengendalian hama rayap dengan cara pembongkaran dan penyemprotan insektisida (Aspril 100SC) 3. Dapat memahami teknik pengendalian hama di perkebunan kelapa sawit, seperti mengetahui cara pengendalian hama, perkembang biakan hama dan penempata jenis pengendalian mana yang akan dipakai. 5.2.
Saran
1. Dalam pengendalian hama yang menggunakan bahan kimia seharusnya yang melakukan pencampuran memakai alat pelindung diri atau APD.
49
2. Setiap alat dibuat tempat khusus penyimpanan, bukan dibawa kerumah masingmasing dan sesudah penggunaan alat harus disimpan dengan baik agar alat tidak gampang rusak. 3. Sebelum dilakukan pengendalian hama sebaiknya keadaan alat di cek kembali agar tidak menghambat saat proses penggendalian hama berlansung. 4. Karyawan seharusnya juga mengikuti apel pagi, sehingga informasi dan pekerjaan lebih cepat bisa diselesaikan. 5. Asissten dan Mandor harus lebih meningkatkan pengamatan dan pengawasan di lapangan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Chenon, R. D. dan H. Pasaribu. 2005. Strategi Pengendalian Hama O. rhinoceros di PT. Tolan Tiga Indonesia (SIPEF Group). Daud, I.T. 2007. Sebaran Serangan Hama Kumbang Kelapa Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII KomdaSul-Sel:306-318. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/37233/5/Chapter%20II.pdf (16 Mai 2015) Daun
Hijau. 2012. Bermacam Jenis Hama Tanaman Kelapa Sawit. http://daunhijau.com/2012/09/bermacam jenis-hama-kelapa-sawit/ (6 Juni 2015)
Pahan, I. 2008. Kelapa sawit, manajemen agribisnis dari hulu hingga hilir. Penebar Swadaya, Jakarta. 411 hal. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011a. Hama Sawit: Rayap. http://kliniksawit.com/index.php/hama-sawit/rayap.pdf (13 Mai 2015) Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011b. Hama Sawit: Ulat Kantung. http://kliniksawit.com/index.php/hama-sawit/53-ulat-kantung.pdf 2015)
(10
Mai
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2009b. Pengendalian Terpadu Terhadap Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. http://iopri.org/pemakan_daun.html (26 Juni 2015) Satyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal. Sugiyanto. 2013. Definisi Hama Dan Konsep Timbulnya Hama. http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-279-definisi-hama-dankonsep-timbulnya-hama.html (28 juli 2015) Susniahti, N, Sumeno, Sudrajat. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas Padjadjaran. Bandung. 81hal.