TINJAUAN PUSTAKA
Hama Permukiman (urban pest) Hama permukiman (urban pest) adalah suatu organisme yang pada suatu tempat (permukiman) dan waktu, tidak dikehendaki karena secara langsung dapat mengancam kesehatan, harta-benda atau hanya sekedar gangguan kenyamanan atau estetika (Chalidraputra 2007). Kenyataan tersebut menyebabkan perlunya strategi atau taktik khusus menghadapi hama, dengan tetap memperhatikan tujuan utama dari pengendalian yaitu bukan untuk memusnahkan jenis-jenis hama yang hadir, tetapi menjaga keseimbangan ekologi sehingga interaksi antar komponen lingkungan mampu menghasilkan kestabilan kondisi internal.
Filosofi
pengendalian hama saat ini bukan lagi bertujuan untuk membersihkan atau memusnahkan
organisme
"pengganggu",
melainkan
melakukan
usaha
pengendalian yang harmonis dengan kehidupan ekologis lingkungan, tanpa harus mengalami kerugian secara ekonomi (Martono 2003), konsep tersebut berlaku untuk bidang pertanian tetapi untuk konsep hama permukiman sulit untuk diterapkan. Beberapa jenis hama permukiman diantaranya kecoa, lalat, nyamuk, dan tikus yang telah menyebar luas dan banyak dijumpai di daerah tropis sebagai hama pembawa berbagai penyakit pada manusia.
Jenis hama ini sangat
menyenangi lingkungan hidup manusia terutama yang mempunyai kondisi sanitasi lingkungan yang tidak memadai (Anonim 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh hama permukiman mulai dirasakan khususnya pada tempat-tempat yang mengutamakan kebersihan lingkungan sebagai syarat utama sanitasi, antara lain pabrik, restoran, plaza, hotel, industriindustri makanan, rumah sakit, sanatorium, pusat perbelanjaan/swalayan, dan sebagainya. Apabila kondisi yang mengutamakan kebersihan ini tidak dikelola dengan baik, kemungkinan dapat menyebabkan munculnya hama sehingga mengganggu produktivitas kerja (Anonim 2007). Kecoa, lalat, dan tikus lebih menyenangi ruangan atau suasana yang statis, dengan perubahan suasana ruangan/kamar secara periodik akan membuat hama
5
tersebut menjadi tidak menyukai tempat tersebut sehingga akan mengurangi pertumbuhan populasi. Upaya pengendalian hama serangga, tikus, dan rayap baik di lingkungan perumahan (residential) maupun komersial (commercial), seperti kantor, gedung bertingkat, rumah sakit, restoran, swalayan, museum, hotel, maupun lingkungan industri telah dilakukan dalam beberapa tahun.
Pengendalian hama yang
dilakukan selama ini lebih banyak mengandalkan penggunaan senyawa kimia sintetik saja dan sangat jarang dilakukan secara komprehensif (Anonim 2007). Hama tikus atau serangga bagi industri makanan berskala besar tidak menjadi persoalan besar, karena mereka mampu menyewa jasa pemberantas hama meskipun dengan biaya yang relatif mahal. Namun, bagi pengusaha berskala menengah ke bawah sebaliknya.
Tikus Rumah (Rattus rattus) Tikus rumah (Rattus rattus) adalah hewan pengerat yang mudah dijumpai di rumah-rumah.
Tikus mempunyai ekor yang panjang dan mempunyai
kepandaian memanjat serta melompat. Hewan ini berasal dari Asia yang termasuk subsuku Murinae, kemudian menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal penanggalan modern dan menyebar secara luas pada abad ke-6 ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa sekarang cenderung menyebar ke daerah yang lebih hangat karena di daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got (Anonim 2008).
Sumber: www.naturfoto.cz
Gambar 1 Tikus rumah (Rattus rattus)
6
Klasifikasi tikus rumah Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus rattus
Sumber: Anonim 2008 Tikus rumah tidak dapat berenang dibandingkan dengan tikus got, tetapi gerakan tikus rumah lebih gesit dan mampu memanjat dengan baik. Warna badan biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang sudah dapat dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukuran kepala dan badan 150 sampai 200 mm dengan panjang ekor 200 mm (Anonim 2008). Tikus rumah bersifat nokturnal dan pemakan segala (omnivora), namun lebih menyukai biji-bijian (serealia) seperti jagung, padi, dan gandum (Priyambodo 2003). Hewan betina mampu bereproduksi tanpa memperhatikan musim dan menghasilkan anak 3 sampai 10 ekor per kelahiran.
Umurnya mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup
berkelompok (Anonim 2008). Tikus rumah termasuk dalam hewan arboreal yang mempunyai ciri yaitu ekor yang panjang dan terdapat tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar. Selain tikus rumah, jenis tikus lain yang termasuk dalam hewan arboreal antara lain tikus pohon, tikus ladang, dan mencit rumah.
Salah satu cara untuk
mendeteksi kehadiran tikus rumah dapat dilihat dari fesesnya, tikus rumah mempunyai feses yang berbentuk mirip sosis dan letaknya agak berpencar (Priyambodo 2003). Diperkirakan setiap tahun tikus menghancurkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi hingga 200 juta orang. Tikus juga merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafond, memakan sabun, dan merusak kabel sehingga memberikan resiko hubungan pendek listrik hingga menyebabkan kebakaran. Selain kerugian tersebut biaya pengendalian hama tikus cukup mahal,
7
di Amerika Serikat dana yang digunakan untuk mengendalikan tikus lebih dari U$ 120 juta per tahun (Anonim 2008). Tikus berperan penting dalam penyebaran penyakit, baik pada manusia dan
hewan,
beberapa
penyakit
yang
ditularkan
lewat
tikus
adalah:
plague, penyakit ini telah menewaskan 25 juta orang di Eropa, murine typus, salmonellosis, penyakit yang disebarkan oleh keracunan makanan.
Proses
peracunan disebabkan oleh bakteri yang terbawa oleh tikus yang berasal dari septik tank dan tempat kotor lainnya. Rat-bite fever yaitu demam gigitan tikus. Penyakit weils atau leptospirosis, penyebaran dilakukan melalui urine tikus, thypoid dan disentri serta beberapa penyakit perut lainnya. Tikus Riul (Rattus norvegicus) Tikus riul adalah salah satu spesies tikus yang umum dijumpai di perkotaan. Tikus ini mempunyai ciri morfologi berukuran besar, warna badan bagian atas dan bawah serupa, coklat tua keabu-abuan, rambut pendek dan jarang, ekor pendek (Suyanto 2006).
Tekstur rambut kasar, bentuk hidung kerucut
terpotong, bentuk badan silindris, membesar ke belakang. Bobot tubuh 150-600 g, panjang kepala dan badan 150-250 mm, panjang ekor 160-210 mm, panjang total 310-460 mm, lebar daun telinga 18-24 mm, panjang telapak kaki 40-47 mm, lebar gigi pengerat 3,5 mm, dan jumlah puting susu 6 pasang (Priyambodo 2003). Tikus riul termasuk hewan nokturnal tetapi kadangkala dijumpai pada siang hari untuk mencari makan.
Seekor betina bisa dikawini oleh jantan
sebanyak 200-500 kali dalam sekali masa subur yang lamanya hanya enam jam. Siklus estrus terjadi setiap empat hari sekali. Jika dipelihara di laboratorium dengan jumlah makanan yang terbatas, sepasang tikus bisa menghasilkan keturunan 800 ekor setahun. Habitat tikus ini di perumahan, gedung perkantoran, gudang, pasar, saluran air, sawah, dan pelabuhan (Suyanto 2006).
Gambar 2 Tikus riul (Rattus norvegicus)
8
Klasifikasi tikus riul Kingdom : Animalia Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus
Sumber: Anonim 2008 Tikus riul/tikus got termasuk hewan terrestrial yaitu hewan yang memiliki kemampuan menggali tanah yang dicirikan dengan tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan halus (Priyambodo 2003). Selain itu, tikus riul menyukai tempat yang dekat dengan sumber air seperti selokan (Aplin, Brown, Jacob, Krebs, dan Singleton 2003).
Cecurut Rumah (Suncus murinus) Cecurut (shrew) termasuk dalam insectivora yaitu kelompok hewan yang makanan utamanya adalah serangga. Berbeda dengan tikus yang termasuk dalam omnivora. Cecurut jika dilihat sepintas mirip dengan tikus kecil atau mencit. Beberapa perbedaan yang dapat dilihat antara lain bentuk moncong, panjang ekor, kecepatan berjalan, kotoran (feses), dan bau (Priyambodo 2003). Bentuk moncong cecurut sangat runcing, ekor sangat pendek, jalannya relatif lambat, kotorannya basah, dan mengeluarkan bau bila melintas.
Gigi
cecurut tidak tumbuh memanjang seperti tikus karena cecurut bukan hewan pengerat. Cecurut memiliki gigi taring dan gigi gerahamnya lengkap. Susunan gigi cecurut adalah sebagai berikut: 3 1 3 3 x 2 = 32 1 1 1 3 Cecurut adalah hewan yang tidak pandai memanjat dan menggali tanah. Kotoran yang basah menandakan bahwa makanan hewan tersebut adalah serangga
9
yang kaya akan protein hewani. Bau yang dikeluarkan merupakan sarana untuk pertahanan diri (Priyambodo 2003).
Kecoa Kecoa adalah serangga dari ordo Blattodea yang mempunyai anggota mencapai 3.500 spesies dalam 6 famili. Kecoa terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub. Beberapa spesies yang cukup dikenal adalah kecoa Amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoa Jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoa Asia, Blattella asahinai, dengan panjang sekitar 1½ cm (Anonim 2007). Selain itu terdapat juga Oriental cockroach (Blatta orientalis), Brown-banded cockroach (Supella longipalpa), Australian cockroach (Periplaneta fuliginosa), dan Brown cockroach (Periplaneta brunnea) (Aryatie 2008).
Kecoa sering dianggap sebagai hama
dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoa yang termasuk dalam kategori tersebut (Anonim 2008).
Sumber: www.cockroach-3.com
Gambar 3 Kecoa Amerika (Periplaneta americana) Daur hidup kecoa terdiri dari tiga fase yaitu telur, nimfa, dan imago. Untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya (5-13 instar), kecoa memerlukan waktu kurang lebih tujuh bulan. Untuk fase telur, kecoa membutuhkan waktu 30 – 40 hari sampai telur menetas.
Telur kecoa diletakkan secara berkelompok.
Kelompok telur kecoa dilindungi oleh selaput keras yang disebut kapsul telur atau ootheca (Prasetyowati 2007). Kecoa meletakkan telur dalam satu kelompok telur (ooteka) yang berisi 16-50 butir telur.
Ooteka diletakkan pada sudut
10
barang/perabotan yang gelap dan lembab.
Pada beberapa spesies, ooteka
menempel di bagian ujung abdomen induknya sampai menetas (Hadi 2006). Kecoa merupakan binatang malam yang sangat senang tempat-tempat lembab, kotor, dan banyak terdapat sisa-sisa makanan.
Tempat hidup kecoa
antara lain celah-celah di sekitar pembuangan air limbah, dapur, tempat pembuangan sampah, gudang makanan, lemari makan, dan toilet (Anonim 2007). Kecoa sangat cepat perkembangbiakannya, karena pertahun seekor kecoa betina dapat menghasilkan 4-90 ooteka dan satu ooteka mampu menempung 16-50 butir telur, sehingga dalam satu tahun dapat menghasilkan lebih dari 800 ekor (Hadi 2006). Sebuah kapsul telur yang telah dibuahi oleh kecoa jantan akan menghasilkan nimfa. Nimfa hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar dari kapsul telur biasanya berwarna putih. Seiring bertambahnya umur, warna nimfa akan berubah menjadi cokelat.
Seekor nimfa akan mengalami
pergantian kulit beberapa kali sampai nimfa menjadi dewasa dengan adanya sayap dan menjadikan kecoa lebih bebas bergerak dan berpindah tempat (Aryatie 2008). Kecoa merupakan serangga pengganggu kesehatan manusia karena kedekatannya dengan manusia. Kecoa umumnya berkembangbiak dan mencari makan di tempat-tempat kotor.
Makanan serangga ini adalah makanan yang
dimakan manusia sampai dengan kotoran manusia. Selain itu, kecoa mempunyai kebiasaan memuntahkan makanan dari lambungnya (Hadi 2006). Kecoa dapat mengeluarkan zat yang baunya tidak sedap sehingga manusia dapat mendeteksi tempat hidupnya.
Jika dilihat dari kebiasaan dan tempat
hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan penyakit pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di tempat yang dihinggapi. Kecoa merupakan vektor penyakit bagi manusia.
Beberapa penyakit yang dapat
disebabkan karena kehadiran kecoa diantaranya disentri, diare, kolera, dan hepatitis A. Strategi pengendalian yang biasa digunakan untuk kecoa adalah pencegahan, sanitasi, penggunaan perangkap, dan penggunaan insektisida (Aryatie 2008).
Pengendalian kecoa tergantung dari upaya sanitasi dan
kebersihan lingkungan yang dapat mengurangi makanan dan tempat-tempat
11
berlindung bagi kecoa, dan aplikasi pestisida dengan cara yang dapat memungkinkan kontak dengan serangga sasaran (Hadi 2006).
Nyamuk (Culicidae) Nyamuk dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Mosquito, berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di Britania Raya nyamuk dikenal sebagai gnats (Anonim 2008). Nyamuk termasuk dalam ordo Diptera yang terdiri atas 35 genus dan 2700 spesies. Beberapa genus yang termasuk dalam ordo ini antara lain Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta, dan Haemagoggus (Anonim 2008). Kehadiran nyamuk cukup merepotkan manusia, baik dari segi psikologis maupun kesehatan manusia. Nyamuk tergolong serangga yang cukup tua di alam, karena telah melewati suatu proses evolusi yang panjang sehingga serangga ini memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk mengalami metamorfosis holometabola, yang melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Larva dan pupa hidup di dalam air. Telur pada beberapa spesies seperti Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam air untuk jangka waktu yang lama, meskipun hidup dalam lingkungan yang lembab. Nyamuk merupakan serangga yang sangat sukses dalam memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk menyukai tempat yang lembab, gelap, dan kurang angin (Anonim 2008) serta lokasi yang dekat dengan suhu yang hangat (Hadi dan Koesharto 2006).
Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 4 Famili Culicidae
12
Klasifikasi nyamuk Kingdom : Animalia Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidae
Sumber: Anonim 2008 Bagian mulut nyamuk betina membentuk probosis panjang untuk menembus kulit mamalia. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi madu atau cairan tumbuhan yang tidak mengandung protein. Sebagian besar nyamuk betina perlu menghisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan untuk pembentukan telur. Bagian mulut nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk betina (Anonim 2008). Pada nyamuk betina alat mulut panjang karena disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah (Hadi dan Koesharto 2006). Lama waktu perkembangan nyamuk tergantung pada spesies dan suhu. Siklus hidup Culex tarsalis 14 hari pada 20 °C dan hanya 10 hari pada suhu 25 °C. Sebagian spesies mempunyai siklus hidup pendek antara empat hari hingga satu bulan. Larva nyamuk dikenal sebagai jentik dan mudah ditemukan di tempat atau wadah yang berisi air. Jentik bernafas melalui saluran udara yang terdapat pada ujung ekor. Pupa aktif seperti larva, tetapi bernafas melalui tanduk thorakis yang
terdapat
pada
gelung
thorakis.
Kebanyakan
jentik
memakan
mikroorganisme, tetapi beberapa jentik adalah pemangsa bagi jentik spesies lain. Sebagian larva nyamuk seperti Wyeomyia hidup dalam keadaan luar biasa. Jentikjentik spesies ini hidup dalam air tergenang dalam tumbuhan epifit atau di dalam air tergenang dalam pohon periuk kera. Jentik-jentik spesies genus Deinocerites hidup di dalam sarang ketam sepanjang pesisir pantai (Anonim 2008). Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit seperti malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil Barat.
Virus Nil Barat
disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah menyebar ke seluruh negara bagian di Amerika Serikat (Anonim 2008).
13
Lalat Rumah (Musca domestica) Lalat adalah serangga yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan sayap (terbang), hanya sesekali bergerak dengan tungkainya sehingga daerah jelajahnya cukup luas. Lalat termasuk dalam ordo Diptera yaitu serangga yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Saat ini telah ditemukan sekitar 60.000– 100.000 spesies lalat (Dinata 2006). Lalat merupakan serangga yang cukup tua di alam. Kehadirannya merupakan hasil dari proses evolusi yang panjang, sehingga memiliki sifat yang spesifik dan sangat adaptif tinggal bersama manusia (Dinata 2006).
Lalat
mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu melewati fase telur, larva, pupa, dan imago. Telurnya diletakkan dalam medium tempat perindukan larva dan umumnya larva lalat mengalami empat kali ganti kulit selama hidupnya. Periode makan bisa berlangsung beberapa hari atau minggu tergantung suhu, kualitas makan, jenis lalat, dan faktor lain (Hadi dan Koesharto 2006). Jenis lalat yang umum dijumpai terdapat empat spesies, yaitu: lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sericata), lalat biru (Calliphora erythrocephala), lalat buah (Drosophila sp.).
Lalat merupakan vektor dari
penyakit thypoid, demam, kolera. Selain itu, lalat juga mengontaminasi makanan dan minuman serta keberadaannya merupakan indikator baik atau tidaknya sanitasi di suatu tempat (Anonim 2007). Lalat umumnya hidup secara terestrial, meskipun habitat pradewasanya berbeda dengan dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi, seperti sampah organik dan basah. Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, tetapi daerah jelajahnya luas sehingga dapat memasuki rumah atau tempat-tempat di mana manusia beraktivitas (Hadi dan Koesharto 2006). Salah satu spesies lalat yang perlu diawasi adalah lalat rumah (Musca domestica). Umur lalat rumah antara 1–2 bulan dan ada yang 6 bulan sampai 1 tahun. Lalat rumah dapat menularkan berbagai penyakit di antaranya kolera, diare, disentri, thypus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Sampah basah hasil buangan rumah tangga merupakan tempat yang disukai lalat rumah untuk mencari makanan dan sebagai tempat berkembang biak (Dinata 2006).
14
Sumber: www.house-fly.com
Gambar 5 Lalat rumah (Musca domestica) Lalat aktif hanya siang hari, sedangkan pada malam hari mereka akan beristirahat di tempat-tempat seperti tanaman, pagar, langit-langit, kabel listrik dan sudut bangunan. Sesuai dengan bentuk mulutnya lalat hanya makan dalam bentuk cairan atau makanan basah dengan cara menghisap.
Air merupakan
sesuatu yang penting bagi kehidupan lalat, karena tanpa air lalat hanya dapat hidup tidak lebih dari 48 jam. Lalat sangat menyukai berbagai macam sayuran dan buah-buahan, daging segar, ikan, sisa makanan, sampah, kotoran manusia, dan kotoran binatang (Anonim 2007). Kehadiran lalat cukup merepotkan dalam kehidupan manusia, baik dalam segi etis maupun kesehatan manusia. Semakin tinggi keinginan manusia untuk kenyaman hidup serta kesadaran akan mutu kesehatan, semakin tanggap pula dalam penanganan kehadiran lalat. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah lalat diantaranya dengan peningkatan mutu sanitasi, pengaturan tata letak bangunan agar lalat tidak mudah masuk ke dalam, dan penggunaan bahan kimia (Dinata 2006).
Pestisida Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti membunuh. Pestisida sering disebut sebagai pest killing agent. Pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, mengusir, dan atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan mengendalikan tumbuhan (Prameswari 2007).
15
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan organisme sasaran, struktur kimia, mekanisme, dan atau toksisitasnya.
Klasifikasi pestisida berdasarkan
organisme targetnya adalah: insektisida berfungsi untuk mengendalikan serangga, herbisida berfungsi untuk mengendalikan gulma, fungisida berfungsi untuk mengendalikan cendawan, algasida berfungsi untuk mengendalikan alga, avisida berfungsi untuk mengendalikan burung serta mengontrol populasi burung, akarisida berfungsi untuk mengendalikan tungau, bakterisida berfungsi untuk mengendalikan atau melawan bakteri, larvasida berfungsi untuk mengendalikan larva, molusksisida berfungsi untuk mengendalikan siput, nematisida berfungsi untuk mengendalikan nematoda, ovisida berfungsi untuk mengendalikan telur, pedukulisida berfungsi untuk mengendalikan kutu rambut, piscisida berfungsi untuk mengendalikan ikan, rodentisida berfungsi untuk mengendalikan binatang pengerat, presida berfungsi untuk mengendalikan pemangsa atau predator, termitisida berfungsi untuk mengendalikan rayap (Prameswari 2007). Klasifikasi pestisida berdasarkan ketahanannya di lingkungan dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu: (1) persisten, dimana pestisida meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan. Pestisida organoklorine, termasuk pestisida yang persisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Siklodien, Heksaklorosikloheksane (HCH), endrin. (2) tidak persisten, adalah pestisida yang mempunyai pengaruh efektif hanya sesaat saja, dan cepat terdegradasi di tanah. Pestisida organofosfat merupakan pestisida yang kurang resisten, contoh disulfoton, parathion, diazinon, azodrin, gophacide, dan lain-lain (Prameswari 2007). Departemen Kesehatan (1998), menyatakan bahwa persentase penggunaan pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut: insektisida 55,42 %, herbisida 12,25 %, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, bahan pengawet kayu 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, rodentisida 2,81%, bahan perata/ perekat 2,41%, akarisida 1,4%, moluskisida 0,4%, nematisida 0,44%, ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Pengawasan binatang pengerat merupakan aspek yang sangat penting pada saat sebelum dan sesudah panen, juga untuk mengawasi penyakit. Rodentisida
16
tersusun dalam berbagai struktur kimia yang mekanisme kerjanya juga bervariasi tergantung pada spesies yang menjadi targetnya. Bila secara kebetulan maupun sengaja termakan, rodentisida bisa mengakibatkan keracunan yang serius terutama karena dosisnya yang tinggi, sehingga menimbulkan gejala yang parah dan tidak ada antidotanya. Beberapa jenis rodentisida adalah: (1) Zink fosfida (Zn3P2), merupakan rodentisida yang murah dan efektif, bila termakan ataupun bereaksi dengan air akan melepaskan fosfine, tidak stabil dan merupakan molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan membran sel; (2) Fluoro asetat, berbau dan berasa. Mudah terserap pada usus dan menginhibisi enzim, umumnya terhadap semua spesies yang termasuk dalam metabolisme glukosa, akhirnya menimbulkan efek terhadap jaringan yang menyimpan energi; (3) Alfa naftil tiourea (ANTU), harus diaktifkan dalam jaringan agar reaktif dan merupakan racun sedang yang menyebabkan pelebaran cairan pada bagian luar sel yang berada pada paru-paru, sehingga
dapat
menyebabkan
kerusakan
pada
peredaran
darah;
(4)
Kumarin/indandion, adalah antikoagulan. Menyebabkan pendarahan pada hidung, saluran pencernaan dan juga persendian. Priyambodo (2003) membagi cara kerja racun tikus dalam dua golongan, yaitu: (1) racun akut yang bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus; (2) racun kronis yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh kapiler.
Brodifakum Brodifakum merupakan salah satu jenis bahan aktif rodentisida yang bersifat racun kronis. Bahan aktif ini cukup baik untuk mengendalikan tikus karena dapat diterima oleh tikus dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi lingkungan yang berbeda. Untuk rodentisida yang berbahan aktif brodifakum ini, konsentrasi yang digunakan adalah 0,005%. Rodentisida ini berbentuk umpan pelet dan blok. Rodentisida ini dalam pengaplikasiannya disebut single dose rodenticide dan dapat menyebabkan 100% kematian tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Beberapa nama dagang yang ada di Indonesia diantaranya Klerat, Petrokum, dan Agrilon (Priyambodo 2006).
17
Bromadiolon Keefektifan kerja bahan aktif bromadiolon hampir sama dengan brodifakum, yaitu dapat mematikan 100% populasi tikus dengan pemberian dalam waktu satu hari. Racun ini berbentuk umpan makanan, pelet, atau blok dengan konsentrasi 0,005%. Salah satu nama dagang rodentisida yang berbahan aktif bromadiolon adalah Contrac (Priyambodo 2006).