TINJAUAN PUSTAKA Bio-Ekologi Anggrek Dendrobium lasianthera Taksonomi Anggrek Dendrobium lasianthera merupakan tanaman asli dari daerah tropis Asia dan Pasifik, tepatnya di Papua (Gilbert, 1953). Taksonomi anggrek Dendrobium lasianthera adalah Kingdom: Plantae; Sub kingdom: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh); Divisi: Spermatophyta; Sub Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida (berkeping satu/monokotil); Sub Kelas: Liliidae; Ordo: Orchidales; Famili: Orchidaceae (suku anggrek-anggrekan); Genus: Dendrobium; Spesies: Dendrobium lasianthera (Anonim, 2008).
Morfologi Anggrek merupakan salah satu tanaman yang memiliki beragam warna pada bunganya. Ciri khas dari anggrek Dendrobium lasianthera adalah sepal dan petal bunganya yang terpilin menyerupai spiral. Warna bunganya perpaduan warna coklat, merah marun dan ungu (Gambar 1b). Morfologi tanaman anggrek terdiri dari berbagai bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akar anggrek Dendrobium lasianthera bebentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Akar tampak berwarna putih keperakan dan hanya bagian ujung akar berwarna hijau atau tampak keunguan. Akar mempunyai filamen, yaitu lapisan luar terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Destri dan Jodi, 2006). Filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi bagian dalam akar, serta membantu akar melekat pada benda yang ditumpanginya. Air atau hara yang langsung mengenai akar akan diabsorbsi (diserap) oleh filamen dan ujung akar (Darmono, 2008). Menurut Darmono (2008), bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Batang anggrek Dendrobium
5 lasianthera berbentuk ramping memanjang dan tingginya hampir mancapai tiga meter (Gilbert, 1953). Batang anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial (Destri dan Jodi, 2006). Tipe simpodial mempunyai beberapa batang utama dan berumbi semu (pseudobulb) dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Pada tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas, bentuk batang ramping tidak berumbi dan tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun. Anggrek Dendrobium lasianthera termasuk dalam tipe simpodial karena pertumbuhan ujung batang terbatas dan mempunyai beberapa batang utama (Gambar 1a). Daun anggrek Dendrobium lasianthera berbentuk bulat telur memanjang, dengan tebal daun agak berdaging dan kaku. Bagian tepi tidak bergerigi, tidak bertangkai, dan sepenuhnya duduk pada batang. Tulang daun sejajar dengan tepi daun berakhir di ujung daun. Susunan daun berselang-seling atau berhadapan. Warna daun hijau muda sampai hijau tua (Latif, 1960).
Gambar 1. Batang Anggrek Dendrobium lasianthera (a); Bunga Anggrek Dendrobium lasianthera Sumber: (David, 2010) Bunga anggrek Dendrobium lasianthera tersusun dalam karangan bunga dan pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Anggrek Dendrobium lasianthera memiliki lima bagian utama bunga seperti bunga anggrek Dendrobium lainnya (Gambar 2) yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal berjumlah tiga buah, sepal bagian atas disebut sepaldorsal, sedangkan dua lainnya
6 disebut sepal lateral. Petal berjumlah tiga buah, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal, dan petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum (Latif, 1960). Tangkai bunga dapat keluar dari ujung pseudobulb atau dari samping pseudobulb. Pada anggrek Dendrobium lasianthera modifikasi sepal dan petal yang terlihat melintir menyerupai spiral tidak terlihat seperti layaknya sepal dan petal anggrek Dendrobium lainnya. Column (tungu) yang terdapat di bagian tengah bunga merupakan tempat alat reproduksi jantan dan alat reproduksi betina. Pada ujung column (tungu) terdapat anter atau kepala sari yang merupakan gumpalan serbuk sari atau pollinia. Pollinia tertutup dengan sebuah cap (anther cap). Stigma (kepala putik) terletak dibawah rostellum dan menghadap ke labellum. Ovarium bersatu dengan dasar bunga dan terletak di bawah column, sepal dan petal (Latif, 1960).
Gambar 2. Bagian-bagian Bunga Anggrek Dendrobium Sumber: (Subhan, 2010). Menurut Sumartono (1981), buah anggrek mengandung ribuan sampai jutaan biji yang sangat halus, berwarna kuning sampai coklat. Pembiakan dengan biji lebih sukar dibandingkan dengan cara lainnya, karena biji anggrek tidak mengandung endosperma atau cadangan makanan. Pembiakan dengan biji yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan varietas baru.
7 Ekologi Anggrek merupakan tanaman terna perenial dengan perawakan yang beraneka ragam, hidup sebagian besar epifit, ada yang saprofit dan terrestrial (Tjitrosoepomo, 2007). Anggrek Dendrobium lasianthera menyukai sinar matahari penuh dengan intensitas yang tinggi. Pertumbuhan anggrek Dendrobium lasianthera dipengaruhi oleh cahaya (intensitasnya, panjang hari atau lama penyinaran), kelembaban udara, dan temperatur udara (Gilbert, 1953).
Aklimatisasi Bibit Anggrek Tahap akhir dalam kegiatan budidaya tanaman secara kultur jaringan adalah aklimatisasi. Aklimatisasi dapat dilakukan jika planlet sudah memiliki organ lengkap yang umumnya berumur delapan hingga dua belas bulan. Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang merupakan masalah penting dalam budidaya tanaman menggunakan bibit dari teknik kultur jaringan. Banyak kegagalan yang terjadi pada saat proses aklimatisasi berlangsung. Karakteristik planlet hasil kultur in vitro sangat berbeda bila dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada kondisi in vivo (Zulkarnain, 2009). Tanaman hasil perbanyakan kultur in vitro menunjukkan beberapa karakterikstik yang khas diantaranya: daun tanaman yang berasal dari kultur in vitro sering memperlihatkan lapisan kutikula yang kurang berkembang sebagai akibat tingginya kelembaban dalam wadah kultur (90-100%). Lapisan kutikula yang tipis mengakibatkan tanaman akan kehilangan air dalam jumlah cukup besar melalui evaporasi kutikula pada saat tanaman dipindahkan pada kondisi in vivo. Planlet kadang memiliki daun yang tipis, lunak, tidak aktif berfotosintesis, dan tidak adaptif terhadap kondisi in vivo. Sel-sel palisade lebih kecil dan lebih sedikit jumlahnya. Stomata tidak berfungsi dengan sempurna sehingga menyebabkan terjadinya cekaman air (Zulkarnain, 2009). Pada planlet hasil kultur jaringan, sistem pembuluh angkut antara pucuk dan akar sering tidak terhubung dengan sempurna sehingga menyebabkan berkurangnya transport air dan hara. Sistem perakaran yang cenderung mudah
8 rusak dan tidak berfungsi dengan baik akan membuat pertumbuhan tanaman pada kondisi in vivo sangat tertekan (Zulkarnain, 2009). Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya persentase tumbuh tanaman jika proses aklimatisasi tidak dilakukan dengan baik. Kegiatan aklimatisasi merupakan kegiatan penting yang akan menentukan hasil akhir keberhasilan teknik kultur jaringan. Kondisi non aseptik dan tidak terkontrol baik suhu, cahaya, dan kelembaban, memaksa tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof. Perlakuan yang tepat dan terkontrol pada planlet akan menentukan tingkat keberhasilan saat aklimatisasi. Banyak metode yang sudah dilakukan untuk meminimalisir kegagalan seperti pemberian sungkup, paranet, rumah lindung (green house), pengaturan cahaya, hingga proses hardening. Kondisi lingkungan yang kondusif seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan suplai hara akan mendukung tercapainya proses aklimatisasi (Zulkarnain, 2009).
Paclobutrazol Zat penghambat tumbuh tanaman adalah senyawa organik yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan abnormal (Cathey, 1975). Zat penghambat tumbuh (retardan) menyebabkan perubahan biokimia dalam sel seperti stimulasi aktivitas peroxidase dan IAA oksidase, penghambatan respirasi, meningkatkan permeabilitas membran, penghambatan
oksidasi
tryptomin
menjadi
indole
acetaldehyde,
dan
meningkatkan fotosintesis tanaman (Harjadi, 2009). Paclobutrazol termasuk zat pengatur tumbuh golongan retardan yang berpengaruh terhadap metabolisme tanaman pada meristem sub apikal. Paclobutrazol merupakan anggota dari triazoles, yang tercatat sebagai penghambat
pertumbuhan,
yang
mempunyai
keaktifan
paling
tinggi
digolongannya (Purohit, 1986). Triazol ditransportasikan oleh daun melalui xylem, tetapi dapat ditransportasikan keluar pada daun menuju bagian lain pada tanaman (Purohit, 1986). Paclobutrazol merupakan turunan pirimidin yang memiliki rumus empirik C15H20CIN3O dengan nama kimia Paclobutrazol (2RS,
9 3RS) - 1 - (4-chlorophenyl) - 4,4 - dimethyl - 2 - (1H-1,2,4-triazol-1-yl) pentan-3ol (Hazarika, 2003). Prinsip kerja paclobutrazol di dalam tanaman yaitu menghambat sintesis giberelin dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat (Gambar 3). Terhambatnya sintesis giberelin mengakibatkan pemanjangan dan pembelahan sel pada sub apikal berjalan lambat (Krishnamoorthy, 1981). Hal ini mengakibatkan penurunan laju pemanjangan sel secara morfologi dan secara tidak langsung mengalihkan asimilat ke fase generatif.
Mevalonic acid
ABA
Farnesy pyrophosphate
Squalen 2.3-oxidosqualene
Geranyl geranyl pyrophosphate
Copalyl pyrophosphate
chlorophyll chlorda BTS 44584 cycloeucalenol chloromequat chloride mepiquat chloride
ent-kaurene
ent-kaurenol
ent-kaurenal
obtusifoliol paclobutrazol tripenthenol uniconazol ancymidol flurprimidol tetcyclasis
stigmasterol
GA12 aldehyde
Other giberellins Gambar 3. Skema Penghambatan Sintesis Giberelin oleh Paclobutrazol (Hazarika, 2003).
10 Paclobutrazol merupakan zat pengatur tumbuh yang telah dibuktikan dapat mempengaruhi ketegaran planlet dan menambah butir-butir klorofil. Akar dan batang menjadi kuat bila ditambahkan anti giberelin (Lestari dan Purnamaningsih, 2005). Paclobutrazol dengan konsentrasi rendah dapat meningkatkan perakaran dan kualitas planlet. Paclobutrazol menyebabkan banyak perubahan morfologi, anatomi, fisiologi dan biokimia pada tanaman melalui reduksi reaksi hydroxilasi yang dibutuhkan untuk giberelin dan biosintesis sterol (Sitepu, 2007). Tanaman yang diberi retardan menunjukkan daun yang lebih hijau, ruas lebih pendek, dan pengurangan kerusakan tanaman (Harjadi, 2009). Pemberian retardan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman dan dapat memperpendek tinggi tanaman serta mengurangi tingkat kerebahan, sehingga tanaman tampak roset dan kompak (Harjadi, 2009). Pemberian paclobutrazol 600 ppm menghasilkan ruas batang lebih pendek, luas daun semakin sempit dan meningkatkan jumlah tunas berbunga pada tanaman melati (Jasminum sambac) (Herlina dan Dwiatmini, 1996).