TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
LAPORAN SINGKAT PANJA MONITORING PENGELOLAAN ASET NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) -----------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : III Rapat Ke : -Jenis Rapat : Rapat Panja Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Kamis, 28 Maret 2013 Waktu : 14.00 WIB - Selesai Tempat : Ruang Rapat Pimpinan Komisi II DPR RI Acara : 1. Membahas Bentuk Badan Hukum PPKGBK dan PPKK. 2. Membahas terkait Perjanjian antar PPKGBK dan PPKK dengan Mitra Usaha 3. Membahas terkait Komposisi Saham Negara di PT. JI Expo dan mitra usaha lainnya. 4. Membahas peran PPKGBK dan PPKK dalam manajemen mitra usaha. Ketua Rapat : Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Dra. Hani Yuliasih/Kabag.Set Komisi II DPR RI Hadir : A. Tamu: 1. Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeini, SH. 2. Ir. Doli D Siregar 3. Dr. M. Said Didu B. 14 orang Anggota Panja Monitoring Pengelolaan Aset Negara Komisi II DPR RI I.
PENDAHULUAN 1. Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Monitoring Pengelolaan Aset Negara Komisi II DPR RI pada hari Kamis tanggal 28 Maret 2013 dibuka pukul 10.45 WIB yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si dan dinyatakan terbuka untuk umum. 2. Ketua Rapat menyampaikan agenda Rapat Panja Monitoring Pengelolaan Aset Negara Komisi II DPR RI dengan para pakar yakni Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeni, SH, Ir. Doli D Siregar dan Dr. M. Said Didu pada hari ini yakni terkait dengan membahas bentuk badan hukum PPKGBK dan PPKK, membahas terkait perjanjian antar PPKGBK dan PPKK dengan mitra usaha, membahas terkait Komposisi Saham Negara di PT. JI Expo dan mitra usaha lainnya serta membahas peran PPKGBK dan PPKK dalam manajemen mitra usaha.
3. Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeni, SH menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut: A. Tidak tepat mempertahankan bentuk hukum dari pengelola GBK dan Kemayoran masih dalam bentuk BLU dan sebaiknya diubah pengelolanya menjadi oleh suatu badan hukum, mengingat GBK dan Kemayoran milik Negara/Pemerintah, dan badan hukum yang dimaksud berbentuk badan hukum BUMN. B. Apabila bentuk hukum BLU diubah menjadi BUMN, maka untuk selanjutnya GBK dan Kemayoran dapat dikomersialkan oleh BUMN yang bersangkutan. Dan tidak lagi diwajibkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. C. Pengubahan BLU menjadi BUMN tidak perlu dilakukan terhadap keseluruhan kawasan GBK dan Kemayoran, dan yang diubah bentuk hukumnya menjadi BUMN adalah hanya bagian dari GBK dan Kemayoran yang telah menjadi kawasan niaga. Sedangkan bagian yang tidak merupakan kawasan niaga(tetapi masih digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa) dapat tetap dipertahankan dalam bentuk BLU. Namun perlu dicermati mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Apabila sudah diubah bentuk hukumnya menjadi BUMN, maka sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, piutang BUMN bukan piutang Negara. Maka konsekuensi yuridis dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah kekayaan BUMN bukan kekayaan Negara. Menurut ketentuan hukum Perseroan Terbatas, kekayaan BUMN hanyalah terbatas pada saham pemerintah pada BUMN tersebut. 2) Saham BUMN, termasuk saham Pemerintah pada BUMN, dapat dijual kepada pihak lain, termasuk pihak swasta atau pun asing sepanjang peraturan perundang-undangan memungkinkan. 3) BUMN yang bersangkutan dapat dimohonkan Putusan Pailit melalui Pengadilan Niaga oleh seorang atau lebih kreditornya sepanjang BUMN tersebut berutang kepada lebih dari seorang kreditor. 4) Semua ketentuan dari Undang-undang tentang Perseroan Terbatas berlaku bagi BUMN tersebut, kecuali tidak diharuskan memiliki pemegang saham lain selain Pemerintah sebagai satu-satunya pemegang saham. 5) BUMN tersebut berada dibawah pengawasan dan pembinaan/pengaturan Kementerian BUMN. D. Terkait dengan banyaknya perjanjian dalam pengelolaan aset Negara pada mitra usaha PPKGBK dan PPKK yang merugikan Negara, maka sebaiknya upaya yang harus ditempuh adalah: 1. Meminta kepada mitra untuk mengubah bunyi pasal yang merugikan Negara untuk dibuat seimbang sehingga menguntungkan kedua belah pihak, atau 2. Meminta dilakukan pembaruan (inovasi) perjanjian dengan mitra yang bersangkutan, atau 3. Mengajukan pemohonan pembatalan kepada Pengadilan dan selanjutnya mencari mitra yang lain. E. Terkait perjanjian kerjasama dengan Yaporti, Yaporti telah melakukan cidera janji, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 ayat (1) KUH Perdata syarat batal dianggap tercantum di dalam perjanjian tersebut dan perjanjian tersebut dapat
F.
G.
H. I. J.
K.
L.
M.
N.
dibatalkan oleh Setneg. Dengan kata lain, Setneg dapat melakukan pembatalan sepihak. Dalam hal perjanjian antar Setneg dan YAPORTI tersebut, alasan yang cukup bagi Setneg untuk membatalkan sepihak perjanjian tersebut adalah bahwa YAPORTI telah cidera janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1266 ayat (1) KUH Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 ayat (2) KUH Perdata, batalnya perjanjian tersebut bukan terjadi demi hukum, tetapi harus dimintakan pembatalannya kepada Pengadilan. Negara/Setneg mempunyai alasan hukum yang kuat untuk menuntut YAPORTI membayar ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Dengan demikian tidak mustahil justru YAPORTI yang harus membayar ganti kerugian kepada Negara/Setneg, bukan sebaliknya Negara/Setneg yang membayar ganti kerugian kepada YAPORTI karena Negara/Setneg menuntut pembatalan perjanjian kepada Pengadilan. Dalam hal terjadi suatu perusahaan sebagai debitor dipailitkan oleh Pengadilan Niaga (Pengadilan untuk memutuskan Kepailitan suatu debitor), yang dapat melakukan tindakan pemberesan adalah Kurator, bukan Pengadilan. Dengan dipailitkannya PT. JITF atas permintaan oleh JDC tidak jelas siapa yang ditunjuk sebagai Kurator. Dari keterangan tersebut hanya dapat diketahui bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang melakukan pelelangan. Bila pelelangan tersebut dilakukan bukan oleh Kurator tetapi oleh Pengadilan Negeri, maka pelaksanaan pelelangan tersebut menyalahi ketentuan Undang-undang Kepailitan. Konsekuensi yuridis berkenaan dengan lelang dilakukan dengan melanggar Undang-Undang Kepailitan adalah lelang tersebut tidak sah. Tindakan pemberesan yang menjadi wewenang dan kewajiban Kurator sebagai pelaksana tindakan pemberesan adalah melakukan pemberesan hanya terhadap aset dan utang-piutang perusahaan debitor (dalam hal yang dipailitkan adalah perusahaan, bukan orang perseorangan). Bila Kurator, apalagi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melelang perusahaan PT. JITF dan kemudian PT. JI Expo yang menjadi pembeli perusahaan PT.JITF, maka lelang tersebut merupakan pelanggaran Undang-undang. Akibatnya, teransaksi jual beli PT. JITF yang terjadi melalui lelang yang bertentangan dengan ketentuan Undang-undang tersebut, secara yuridis tidak sah. Dengan kata lain, dapat dimintakan pembatalan demi hukum melalui Pengadilan. Oleh karena menurut Undang-undang dalam hal PT. JITF diputuskan pailit oleh Pengadilan dan tindakan pemberesan terhadap debitor yang pailit hanya terbatas kepada pemberesan terhadap harta kekayaan dan utang piutang debitor, maka secara hukum PT. JITF tetap eksis sebagai badan hukum (Perseroan Terbatas). Dengan demikian secara hukum BPKK tetap memiliki saham sebesar 5% pada PT. JI Expo sehingga dengan demikian Negara tetap memiliki porsi saham pada perusahaan penyelenggara Pekan Raya tersebut. Dengan telah bubarnya PT. JITF sebagai badan hukum (Perseroan Terbatas), maka dengan sendirinya menurut hukum semua saham dari setiap pemegang saham, termasuk BPKK, menjadi hilang. Tegasnya, hilangnya saham sebesar 5% dari BPKK pada PT. JITF bukan karena PT. JITF diputuskan pailit oleh Pengadilan Niaga tetapi oleh karena diputuskan bubar atas permintaan sendiri oleh PN Jakarta Pusat.
4. Dr. M. Said Didu menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut: A. Dalam pengelolaan asset Negara, terdapat 2 kelompok besar yaitu :
1) Pengelolaan asset Negara yang tidak dipisahkan yang saat ini dikelola dalam 4 (empat) bentuk badan hukum, yaitu : (1) dikelola langsung oleh Kementerian/Lembaga, (2) Badan Layanan Umum (BLU), (3) Lembaga Milik Publik, dan (4) Badan Hukum Milik Negara, dan 2) Pengelolaan asset Negara yang dipisahkan, yang dikelola melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). B. Terdapat 5 perbedaan utama antara BUMN dengan BLU, yaitu : 1) Posisi Hukum. BLU adalah bagian dari pemerintah, sementara BUMN adalah Badan Usaha yg berfunsi sebagai operator dan pemerintah sebagai regulator. 2) Tujuan Pendirian. BLU didirikan untuk meningkatkan pelayanan umum Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah tanpa mengutamakan mencari keuntungan, sementara BUMN tetap mengutamakan untuk mencari keuntungan 3) Pengelolaan Keuangan. BLU tunduk sepenuhnya kepada mekanisme APBN, sementara BUMN tunduk pada UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, Peraturan Bank Indonesia, dan UU lain yang terkait – kecuali hal-hal khusus yang diatur dalam UU Nomor 17/2003 dan UU Nomor 19/2003 4) Sumber Daya Manusia. Tenaga Kerja BLU merupakan campouran antara Pegawai Negeri dan Pegawai BLU, sementara tenatag kerja di BUMN adalah tenaga kerja perusahaan yang tunduk pada UU Ketenagakerjaan 5) Kontrak Kerjasama. Kontrak kerjasama BLU dengan pihak lain secara posisi hukum statusnya adalah kontrak G to B (Government to Business) atau sebaliknya sementara kontrak antara BUMN dengan pihak lain prinsipnya dalah B to B (Business to Business) C. Ada 5 keputusan strategis yang harus diambil sebelum melakukan penataan pengelolaan aset, yaitu : 1) Penguasaan Asset. Apakah seluruh asset kedua kompleks tersebut harus tetap dikuasai oleh Negara atau bisa dialihkan ke pihak lain secara permanen selama lebih menguntungkan Negara. Atau sebagian asset tersebut harus tetap dikuasai oleh Negara dan sebagain dapat dialihkan ke pihak lain sepanjang lebih menguntungkan Negara. 2) Tujuan Pengusaan Asset. Apakah semua asset kedua kompleks tersebut memang untuk meningkatkan pelayanan umum atau sebagian lainnya lebih menguntungkan Negara jika ditujukan untuk mengejar keuntungan 3) Kontrak Kerjasama. Apakah kontrak kerjasama dengan pihak lain didasarkan pada basis B to B (Business to Business) untuk mengoptimumkan keuntungan atau tetap berbasis penyediaan barang dan jasa yang tidak mengejar keuntungan. 4) Status Penggunaan. Apakah sebagian besar penggunaan asset di kedua kompleks tersebut saat ini dan ke depan memang untuk pelayanan umum, ataukah karena perubahan kondisi telah berubah menjadi pusat bisnis 5) Kesesuaian Tugas Kementerian. Apakah BLU yang ada masih sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sekretariat Negara sebagai Kementerian yang membawahi BLU PPKGBK dan BLU PPKK. Karena menyangkut asset Negara, maka kelima keputusan tersebut harus menjadi kesepakatan antara DPR dan Pemerintah.
D. Adapun pengelolaan asset di kedua kompleks dikawasan Geloran Bung Karno dan kawasan Kemayoran dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1) Penguasaan Asset. Mengingat posisi strategis lahan/asset yang ada di Kompleks Gelora Bung Karno dan Kompleks Kemayoran, maka sebaiknya seluruh asset di kedua kompleks tersebut tetap dikuasai oleh Negara dan menutup peluang adanya proses pengalihan kepemilikan asset ke pihak lain/swasta. 2) Tujuan Penguasaan Asset.Tujuan penguasaan asset di kedua komples tersebut hendaknya bukan lagi semata-mata ditujukan untuk peningkatan pelayanan umum sebagaimana tujuan pendirian BLU, tapi ditujukan untuk peningkatan keuntungan untuk meningkatkan pelayanan publik terhadap sarana pelayanan publik yang ada di kedua lokasi tersebut, karena kenyataannya sebagian besar penggunaan asset di kedua kompleks tersebut digunakan untuk kegiatan bisnis. 3) Lembaga Pengelola.Atas dasar butir 1) dan 2) tersebut maka terdapat 2 (dua) alternatif bentuk kelembagaan yaitu :alternatif pertama, dibentuk perusahaan umum (Perum) yang mengelola seluruh asset yanga dan (pelayanan publik dan non publik) atau, alternatif kedua. BLU menangani asset yang diperuntukkan untuk pelayanan publik, dan Perum ditugaskan menangani asset yang diperuntukkan untuk kegiatan usaha, baik dikelola sendiri maupun dikerjasamakan dengan pihak lain. II. KESIMPULAN Setelah Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI untuk menyampaikan pendapat/pandangannya serta saran dapat disimpulkan bahwa masukan-masukan dari para Pakar (Prof. Dr. Sutan Remy Syahdeni, SH, Ir. Doli D Siregar dan Dr. M. Said Didu) tersebut akan dijadikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam rangka pengelolaan aset negara di kawasan Gelora Bung Karno dan kawasan Kemayoran yang akan dilaksanakan Komisi II DPR RI. Disamping itu, bahwa dalam Rapat Panja selanjutnya, para pakar tersebut telah menyatakan kesediaannya untuk membantu Panja Monitoring Pengelolaan Aset Negara untuk membahas pengelolaan aset di kawasan Gelora Bung Karno dan kawasan Kemayoran. III. PENUTUP Rapat ditutup hari Sabtu pukul 13.30 WIB. KETUA RAPAT, Ttd DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.Si A-126 .