TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)
LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) -----------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : III Rapat Ke : -Jenis Rapat : Rapat Kerja Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Rabu/6 Februari 2013 Waktu : Pukul 10.00 WIB s.d Selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara / KK III) Acara : A. Tanggapan Pemerintah atas Penyampaian Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pilkada Fraksi-Fraksi B. Pengesahan Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada C. Pembahasan Substansi/Cluster RUU Pilkada Ketua Rapat : Ganjar Pranowo/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Dra. Hani Yuliasih/Kabag.Set Komisi II DPR RI Hadir : A. Menteri Dalam Negeri beserta jajarannya dan Kementerian Hukum dan Ham. B. Komite I DPD RI B. 30 dari jumlah 48 Anggota Komisi II DPR RI I.
PENDAHULUAN 1. Rapat Kerja Komisi II DPR RI pada hari Selasa tanggal 6 Februari 2013 dibuka pukul 10.15 WIB yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Ganjar Pranowo dan dinyatakan terbuka untuk umum. 2. Ketua Rapat menyampaikan agenda Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri beserta jajarannya, dan Kementerian Hukum dan Ham serta Komite I DPD RI pada hari ini yakni terkait tanggapan pemerintaha atas penyampaian Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pilkada Fraksi-Fraksi, pengesahan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada, pembahasan substansi/cluster RUU Pilkada. 3. DPD RI menyampaikan masukan terkait dengan RUU Pilkada sebagai berikut: A. Pemilihan secara langsung oleh rakyat masih merupakan pilihan terbaik dari perspektif dan parameter demokrasi. DPD RI merekomendasikan pemilihan gubernur, bupati dan walikota secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. Semua instrument kepemiluan berlaku juga dalam pilkada termasuk pemutus sengketa hasil pemilihan adalah Mahkamah Konstitusi.
B. Konstitusi tidak menyebut jabatan wakil kepala daerah, sehingga wakil kepala daerah tidak dipilih satu paket dengan pemilihan umum kepala daerah. DPD RI menilai keberadaan wakil tetap penting dalam membanuk tugas-tugas kepala daerah dan menggantikannya dalam keadaan berhalangan tetap. Hanya saja, wakil kepala daerah menjadi domain dan kewenangan kepala daerah terpilih dengan mengajukan calon kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. C. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemilukada yang lebih efektif dan efisien, DPD RI mengusulkan desain pelaksanaan pemilukada serentak di setiap provinsi. Teknisnya penyelenggaraa pemilu bupati/walikota dalam waktu yang sama dengan pelaksanaan pemilu gubernur. D. Dalam rangka memperkuat jaminan atas hak pilih warga negara, DPD RI merekomendasikan digunakannya KTP/KK sebagai kartu pemilih. Selanjutnya peran Bawaslu/Panwaslu perlu diperkuat dalam menentukan Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebelum ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). E. Dalam rangka peningkatan kualitas calon kepala daerah, DPD RI mendukung segala upaya untuk memperkuat syarat calon kepala daerah antara lain tingkat pendidikan S1 (Sarjana), memiliki pengalaman, dan tidak rangkap jabatan sebagai pimpinan dan/atau pengurus parpol setelah terpilih. DPD RI memberikan penekanan khusus bagi calon petahana dengan syarat yang lebih kuat, yaitu yang bersangkutan harus dinilai berhasil dalam kinerja pembangunan dareah berdasarkan parameter yang terukur dan kinerja keuangan daerah yang dibuktikan dengan hasil audit BPK terhadap laporan keuangan daerah yang bersangkutan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 2 periode pemeriksaan terakhir. F. Dalam rangka memperluas alternative calon kepala daerah yang akan dipilih oleh rakyat, DPD RI menilai syarat dukungan bagi calon parpol yang selama ini diberlakukan masih relevan. Sementara dukungan bagi calon perseorangan perlu ditetapkan lebih rasional dan proporsional. DPD RI mengusulkan dukungan bagi calon perseorangan sebanyak 3% dari DPT pemilu terakhir di daerah yang bersangkutan, yang dibuktikan dengan fotocopy KTP. G. Terkait pendanaan penyelenggaraan pemilukada, DPD RI mengusulkan pendanaan tersebut dibebankan pada APBN sebagai konsekuensi pilkada adalah pemilu sebagai barometer nasional. Pendanaan melalui APBN juga dimaksudkan agar tidak membebani keuangan daerah sehingga dapat lebih difokuskan untuk pembangunan di daerah. H. Terkait dana kampanye, DPD RI memberikan penekanan pada pengaturan aspek pengeluaran dengan membatasi total dana kampanye calon tidak boleh lebih dari 1% PAD daerah yang bersangkutan di tahun tersebut. I. Dalam rangka menjaga netralitas birokrasi dalam penyelenggaraan pemilukada, DPD RI mengusulkan larangan keikutsertaan pimpinan lembaga-lembaga negara dalam kampanye, larangan politisasi birokrasi disertai sanksi yang tegas hingga pembatalan pencalonan. J. DPD mengusulkan sejumlah ketentuan baru didalam RUU Pemilukada versi DPD maupun dalam DIM DPD RI antara lain : 1) Konsideran mengingat dan menimbang mengacu pada kebutuhan untuk mengefektifkan proses dan hasil pemilihan umum kepala daerah. Termasuk pula definisi baru tentang dana kampanye dan pendapat asli daerah.
2) 3) 4)
5)
Perlu membuka peluang bagi pengadaan perlengkapan e-voting bagi daerah yang mampu melaksanakan e-voting. Mengusulkan hasil penghitungan suara di tiap TPS dan salinan sertifikat penghitungan suara wajib diumumkan ditempat umum selama 1 bulan. Mengusulkan mekanisme baru pelantikan kepala daerah terpilih yakni untuk Gubernur dilantik oleh Presiden di ibukota negara. Sementara bupati/walikota dilantik secara serentak oleh Gubernur atas nama Presiden di ibukota Provinsi. Mengusulkan agar RUU mengkodifikasi ketentuan pidana dalam sejumlah uu pemilu. Selain itu perlu penegasan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan penyelenggara lebih berat.
4. Menteri Dalam Negeri menyampaikan beberapa hal terkait DIM RUU Pilkada sebagai berikut: A. Permasalahan-permasalahan yang diketemukan selama implementasi mekanisme penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah JO UU No.12 Tahun 2008 antara lain: 1) Sistem pemilihan secara langsung yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terlalu progresif bila dibandingkan dengan amanat Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang mengamanatkan pemilihan gubernur, bupati, walikota dilaksanakan secara demokratis. Dalam praktek pemilihan kepala daerah secara langsung banyak diwarnai oleh halhal sebagai berikut: a. Politik biaya tinggi b. Politisasi birokrasi c. Konflik horizontal 2) Sistem kandidasi secara paket ini juga melampaui amanat Pasal 18 ayat (4) UUN NRI Tahun 1945 yang secara eksplisit mengamanatkan hanya gubernur, bupati dan walikota yang dilakukan pemilihan secara demokratis. 3) Persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah selama ini belum efektif untuk meminimalisasi munculnya politik dinasti. 4) Penyelenggaran kampanye yang selama ini menggunakan cara-cara mobilisasi massa kurang sejalan dengan upaya mencerdaskan pemilih melalui pendidikan politik yang sehat. 5) Biaya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung relative sangat tinggi, sehingga hal tersebut secara potensial akan mengurangi kesempatan bagi daerah untuk meningkatkan pelayanan public secara optimal. 6) Tidak semua putusan penyelesaian sengketa baik di Mahkamah Konstitusi maupun di PTUN dapat dilaksanakan. B. Untuk memahami mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 maka yang perlu kita pedomani sebagai berikut:
1) Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, artinya Presiden merupakan penanggungjawab tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. 2) Untuk mengkorsinasikan pelaksanaan tugas menteri-menteri, dibentuk kementerian coordinator yang bertugas membantu Presiden mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan serta menyinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidangnya. 3) Untuk melaksanakan prinsip desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dibentuk daerah-daerah otonom yang terdiri dari provinsi, kabupaten, dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan dareah, yang terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD. 4) Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, Presiden mempunyai otoritas sampai pada tingkatan pemerintahan paling bawah. 5) Berkenaan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan, untuk urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangannya, Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah didaerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa. 6) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dapat dikelola bersama, pelaksanaannya menjadi kewenangan masing-masing tingkatan dan/atau susunan pemerintahan sesuai dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. 7) Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah terdapat 6 urusan bidan pemerintahan yang bersifat absolut yakni, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. 8) Berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa secara empiric camat tidak mempunyai otoritas dan garis pembinaan PNSD kepada kepala desa. C. Terkait dengan Kebijakan dan Implementasinya dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1) Dalam penyelenggaraan pemerintahan, terdapat aspek kebijakan dan implementasi. 2) Sementara itu pemerintahan provinsi dalam menyelenggarakan pemerintahan relatif berimbang dalam hal penetapan kebijakan dengan implementasinya. 3) Terdapat pembagian urusan pemerintahan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Secara empirik terdapat 30 bidang urusan pemerintahan yang dibagi antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, yang secara garis besar dilaksanakan dalam pola sebagai berikut:
a. Pusat berwenang membuat norma-norma, standard, prosuder, monev, supervise, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional dan internasional. b. Provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional (lintas kabupaten/kota) c. Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu kabupaten/kota) D. Adapun tanggapan Pemerintah terhadap pengantar DIM yang disampaikan Fraksi-Fraksi DPR RI diantaranya sebagai berikut: 1) Pemerintah menyambut baik atas pandangan seluruh Fraksi-Fraksi DPR RI terkait daftar inventarisasi masalah dan menyepakati agar pembahasan RUU Pilkada dapat dilanjutkan dan agar dapat segera diselesaikan. 2) Terhadap mekanisme pemilihan, terdapat beberapa catatan yakni: a. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PPP sejalan dengan RUU yang diajukan Pemerintah yaitu untuk Gubernur dipilih oleh DPRD dan Bupati/Walikota dipilih secara langsung. b. Fraksi Partai Golkar masih mempertanyakan mengapa dibedakan mekanisme antara pemilihan Gubernur dengan pemilihan Bupati/Walikota. c. Fraksi PDIP tetap menginginkan pemilihan langsung. d. Fraksi PKS menginginkan pemilihan langsung dengan satu putaran. e. Fraksi PAN dengan pemilihan langsung dan serentak. f. Fraksi Partai Gerindra menginginkan pemilihan langsung. g. Fraksi Partai Hanura meminta pemilihan umum kepala daerah Terhadap catatan tersebut diatas , Pemerintah sepakat dilakukan pembahasan lebih lanjut dalam tingkat Panja. 3) Terhadap pemilihan hanya untuk Gubernur, Bupati, dan Walikota (tidak paket dengan Wakil Kepala Daerah) terdapat beberapa catatan yakni: a. Fraksi Partai Demokrat menyetujui usul Pemerintah. b. Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PKS, Fraksi PPP menghendaki pemilihan dengan cara paket antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. c. Fraksi PAN, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura tidak secara eksplisit berpendapat. Terhadap catatan tersebut diatas, Pemerintah sepakat dilakukan pembahasan lebih lanjut dalam tingkat Panja. 4) Terhadap persyaratan calon yang diajukan fraksi-fraksi, yang terkait dengan DIM Fraksi PDIP tentang persyaratan tidak ada ikatan perkawinan dikatakan melanggar HAM, sejatinya Pemerintah hanya ingin mencari solusi terhadap maraknya politik dinasti di berbagai daerah yang terasa tidak adil. Pemerintah sepakat dilakukan pembahasan lebih lanjut dalam tingkat Panja.
II. KESIMPULAN 1. Komisi II DPR RI menyepakati bahwa agar sebelum dilakukan pembahasan terhadap RUU Pilkada selanjutnya, terlebih dahulu dilakukan pembahasan/diskusi antara pemerintah dengan DPR RI dengan mengikutsertakan DPD RI melalui forum lobby untuk membahas bagaimanakah sebenarnya bentuk Pemilihan Kepala Daerah yang ideal. 2. Disepakati pembentukan Panitia Kerja RUU Pilkada sebanyak 25 orang yang akan melakukan pembahasan RUU Pilkada dan menyepakati pembahasan yang akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem cluster. 3. Mengupayakan agar pembahasan RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah dapat diselesaikan dan disahkan menjadi undang-undang pada Masa Persidangan III Tahun Sidang 2012-2013. III. PENUTUP Rapat ditutup Pukul 12.20 WIB. KETUA RAPAT, ttd GANJAR PRANOWO A-365