Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
TATA LAKSANA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PERENCANAAN KOTA (Ordonansi No.158 tanggal 13 Juni 1969) Revisi Terkhir: Ordonansi No. 350 Tanggal 1 Agustus 2003 BAB I. BAB II. Bagian 1. Bagian 2.
KETENTUAN UMUM (Pasal 1 – Pasal 2) PERENCANAAN KOTA Pokok-Pokok Perencanaan Kota (Pasal 3 – Pasal 8) Keputusan dan Hal Lain Mengenai Perencanaan Kota (Pasal 9 – Pasal 18)
BAB III. BATASAN-BATASAN, DSB DALAM PERENCANAAN KOTA Bagian 1. Peraturan mengenai Pembangunan, dsb (Pasal 19 – Pasal 36) Bagian 1-2. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah yang Ditetapkan untuk Proyek Pembangunan Perkotaan, dsb (Pasal 36-2 – Pasal 36-3) Bagian 2. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah Fasilitas Perencanaan Kota, dsb (Pasal 37 – Pasal 38-3) Bagian 3. Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah Perencanaan Kawasan (Pasal 38-4 – Pasal 38-7) Bagian 4. Undang-Undang Tata Guna Lahan, dsb pada Daerah Promosi Penggunaan Lahan Tak Terpakai (Pasal 38-8 – Pasal 38-10) BAB IV.
PROYEK-PROYEK PERENCANAAN KOTA (Pasal 39 – Pasal 40)
BAB V.
KETENTUAN LAINNYA (Pasal 41 – Pasal 46)
KETENTUAN TAMBAHAN
– 115 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
BAB I.
KETENTUAN UMUM
(Bangunan Khusus) Pasal 1. Bangunan-bangunan yang dapat memperburuk kondisi lingkungan sekitarnya yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2) (3)
Pabrik pembuat aspal (asphalt plant); Pabrik pemecah batu (crusher plant); dan Bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan atau merawat barang-barang berbahaya (barang berbahaya yang tercantum dalam daftar barang pada Tabel yang ditunjukkan pada Pasal 116 Ayat 1 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan (Ordonansi No.338 Tahun 1950) (kecuali sarana operasional yang telah ditetapkan pada Pasal 5 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Layanan Jaringan Perminyakan (Undang-Undang No.105 Tahun 1972); sarana penyimpanan dan sarana layanan perkapalan yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 5 Butir 8 dan Butir 8 (2) Undang-Undang Pelabuhan (Undang-Undang No.218 Tahun 1950); sarana perbekalan yang ditetapkan pada Pasal 3 Butir 2 Sub-Butir (e) Undang-Undang Tempat Pendaratan Ikan (Undang-Undang No.137 Tahun 1950); sarana pengisian bahan bakar pesawat yang dibangun di kawasan bandara yang ditujukan untuk layanan umum berdasarkan Undang-Undang Penerbangan (Undang-Undang No.231 Tahun 1952); bangunan-bangunan listrik seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 No.14 Undang-Undang Kelistrikan (Undang-Undang No.170 Tahun 1964) yang ditujukan bagi sarana kelistrikan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang yang sama; dan bangunan-bangunan gas sebagaimana telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 12 Undang-Undang Penggunaan Gas (Undang-Undang No.51 Tahun 1954) (tetapi terbatas pada bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi operasi gas umum sebagaimana yang telah ditentukan pada Pasal 2 Ayat 1 dan operasi gas sederhana sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang yang sama).
2 Bangunan berskala besar yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah bangunan berikut yang memiliki luas minimum 1 Ha: (1) Lapangan bola, lapangan tenis, tempat olah raga atletik, taman hiburan, kebun binatang serta bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi olahraga lainnya dan sarana rekreasi (tidak termasuk bangunan-bangunan yang berhubungan dengan sekolah (kecuali universitas, sekolah kejuruan atas, dan berbagai jenis sekolah) sarana sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pendidikan Sekolah (Undang-Undang No.26 Tahun 1947); bangunan-bangunan yang terkait dengan sarana peningkatan pelabuhan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Butir 9-3 Undang-Undang Pelabuhan; bangunan-bangunan yang terkait dengan taman kota sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Taman Kota (Undang-Undang No.161 Tahun 1957); dan bangunan-bangunan yang terkait dengan bangunan taman seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 6 Undang-Undang Taman Nasional (Undang-Undang – 116 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
No.161 Tahun 1957) dan fasilitas-fasilitas yang dibangun pada Bangunan Taman Alam Propinsi sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut); (2) Kuburan/ Makam (Sarana Publik) Pasal 1-2 Sarana-sarana yang diperuntukkan bagi layanan publik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 4 Ayat 14 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sistem pembuangan, daerah hijau, alun-alun, sungai, saluran air dan sarana penyimpanan air yang diperuntukkan bagi pemadam kebakaran. (Persyaratan Kotamadya Mengenai Daerah Perencanaan Kota) Pasal 2 Persyaratan yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Ayat 6 Pasal yang sama) adalah sebagai berikut: (1)
(2)
(3) (4)
(5)
Jumlah penduduk kotamadya tersebut sekurang-kurangnya 10.000 orang dan jumlah orang yang bekerja di sektor perdagangan, industri dan sektor perkotaan lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah penduduk yang bekerja; Dengan memperkirakan tren perkembangan, pertumbuhan penduduk dan prospek industri pada kota tersebut di masa yang akan datang, dapat diperkiraan bahwa kota tersebut akan dapat memenuhi persyaratan yang disebutkan di atas dalam waktu 10 Tahun; Jumlah penduduk pada kawasan-kawasan yang akan dijadikan kawasan pusat kota pada kotamadya tersebut sekurang-kurangnya adalah 3.000 orang; Adanya kepentingan tertentu untuk membangun lingkungan perkotaan yang nyaman dengan adanya sumber-sumber air panas atau sumber daya pariwisata lainnya akan menarik konsentrasi masyarakat yang tinggi; dan Jika sebagian besar dari bangunan yang ada di kawasan pusat kota tersebut musnah karena terbakar, gempa bumi atau karena bencana lainnya, perlu ditingkatkan rehabilitasi pada kawasan tersebut.
– 117 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
BAB II. Bagian 1.
PERENCANAAN KOTA
Pokok-Pokok Perencanaan Kota
(Daerah Perencanaan Kota mengenai Kota Besar) Pasal 3 Daerah perencanaan kota mengenai kota-kota besar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah daerah perencanaan kota yang mencakup semua bagian daerah kota tujuan (kota yang dibentuk berdasarkan Ordonansi) sebagaimana yang telah ditetapkan pada Pasal 252 –19 Ayat 1 Undang-Undang Otonomi Daerah (Undang-Undang No.67 Tahun 1947). (Hal-hal yang telah Ditetapkan dalam Rencana Kota tentang Kawasan dan Zona) Pasal 4 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi Pasal 8 Ayat 3 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah nama-nama untuk daerah dan blok-blok tertentu, kawasan estetis, kawasan yang memiliki kekayaan alam, zona pelabuhan, daerah konservasi tempat-tempat bersejarah, daerah konservasi tempat-tempat bersejarah kategori 1 dan 2, daerah konservasi zona hijau, kawasan untuk pusat distribusi fisik, dan kawasan untuk pelestarian klaster bangunan-bangunan tradisional. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Rencana Kota tentang Daerah Promosi Proyek) Pasal 4-2 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 10 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas daerah. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan pada Pasal 10-3 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 4-3 Syarat-syarat yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 10-3 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah lahan yang terdapat di daerah terkait yang memenuhi salah satu syarat berikut dalam jangka waktu tertentu: (1) (2)
Lahan tersebut tidak diperuntukkan bagi daerah pemukiman, sarana bisnis atau peruntukkan lainnya; atau Jika lahan tersebut diperuntukkan bagi daerah pemukiman, sarana bisnis atau peruntukan lainnya, dengan mempertimbangkan tingkat pengembangan lahan atau gedung atau bangunan lainnya yang terdapat diatasnya (selanjutnya disebut ‘bangunan’, dsb) kecuali untuk Bab 3 Bagian 1), tingkat pegunaan lahan tersebut jauh lebih rendah daripada tingkat penggunaan lahan yang diperuntukkan bagi tata guna lahan yang sama atau serupa di daerah sekitarnya.
(Hal-hal yang Ditetapkan dalam Rencana Kota Mengenai Daerah Promosi Penggunaan Lahan Tak Terpakai) Pasal 4-4 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 10-3 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas wilayah.
– 118 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Hal-hal yang telah Ditetapkan dalam Rencana Kota Mengenai Daerah Promosi untuk Pemulihan Bencana Alam) Pasal 4-5 Hal-hal yang telah ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 10-4 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai luas wilayah. (Sarana-sarana yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 5 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sarana yang diperuntukkan bagi telekomunikasi atau sarana yang diperuntukkan bagi proteksi terhadap angin, pengendalian kebakaran, pencegahan banjir, proteksi terhadap salju, kontrol sedimen atau pertahanan terhadap pasang surut. (Hal-hal yang Ditetapkan pada Perencanaan Kota Mengenai Sarana Perkotaan) Pasal 6 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi sesuai Pasal 11 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah seperti disebutkan di bawah ini untuk sarana-sarana yang disebutkan berikut ini: (1)
Jalan: tipe, jumlah jalur kenderaan (kecuali jalan yang tidak memiliki jalur untuk mobil), dan struktur lainnya (2) Tempat parkir: luas daerah dan bangunanya (3) Terminal kenderaan dan taman: tipe dan luasnya (4) Jalur Kereta Api Cepat (Urban Rapid-transit Railways) dan sarana kota seperti yang tercantum pada Pasal 11 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota: struktur bangunan (5) Bandar udara, kawasan hijau, alun-alun, lapangan olah raga, kuburan/ makam, sarana pengelolaan limbah, sarana pembakaran sampah, dan sarana pekotaan yang tercantum Pasal 11 Ayat 1 Butir 5 sampai 7 Undang-Undang Perencanaan Kota: luas wilayah (6) Saluran pembuangan: saluran pembuangan kawasan (7) Sarana perumahan yang sifatnya kolektif: luas, batasan koefisien dasar bangunan (KDB), batasan koefisien luas lantai bangunan (KLB), jumlah bangunan yang direncanakan berdasarkan ketinggian bangunan, dan kebijakan mengenai tata ruang fasilitas umum serta pemukiman dan fasilitas untuk kepentingan umum. (8) Sarana perkantoran bersama milik umum dan pemerintah: luas, batasan KDB dan KLB, dan kebijakan mengenai tataruang sarana publik serta bangunan dan sarana untuk kepentingan umum. 2 Keterangan mengenai tipe dan struktur bangunan yang disebutkan pada Ayat sebelumnya ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. (Sarana Kota yang mana Batasan Berbagai Tingkatan dapat Ditetapkan dalam Perencanaan Kota) Pasal 6-2 Sarana kota yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 11 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut:
– 119 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(1) (2)
(3) (4) (5)
Jalan, jalan kereta api cepat (Urban Rapid-transit Railways), tempat parkir, terminal dan sarana transportasi lainnya Bangunan air, sarana penyedia listrik, sarana penyedia gas, sistem pembuangan, sarana pengelolaan limbah, sarana pembakaran sampah, dan sarana penyedia dan pengelolaan lainnya Sungai, kanal dan saluran air lainnya Sarana yang dipergunakan untuk sarana telekomunikasi Sarana pencegahan kebakaran dan banjir
(Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Proyek-Proyek Pengembangan Kota) Pasal 7 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah pelaksanaan. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Daerah yang Diperuntukkan bagi Proyek-Proyek Pengembangan Kota, dsb) Pasal 7-2 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12-2 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah peruntukan tersebut. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan Kota mengenai Penataan Kawasan, dsb) Pasal 7-3 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan pada Pasal 12-4 Ayat 2 Undang-Undang Kota adalah luas daerah peruntukannya. (Sarana Kawasan) Pasal 7-4 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 2 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah jalan atau taman, kawasan hijau, alun-alun dan lahan tidur lainnya yang bukan sarana perencanaan kota. (Fasilitas yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-5 Sarana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah jalan, taman, kawasan hijau, alun-alun dan lahan tak terpakai milik publik lainnya. (Hal-hal mengenai Bangunan, dsb yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-6 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah tentang larangan mengenai bentuk dan desain bangunan, dsb dan larangan tentang struktur pembatas atau pagar.
– 120 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Hal-hal mengenai Tata Guna Lahan yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 7-7 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 12-5 Ayat 6 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah hal-hal mengenai konservasi hutan, padang rumput and hal-hal lainnya yang diperlukan untuk pelestarian lingkungan hidup yang baik. (Kriteria dalam Perumusan Perencanaan Kawasan) Pasal 7-8 Kriteria yang ditetapkan dalam Ordonansi yang dibutuhkan untuk menentukan perencanaan kawasan dalam rangka perencanaan kota adalah sebagai berikut: (1)
Tata ruang dan skala sarana kawasan dan sarana-sarana lain yang ditetapkan pada Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota harus ditata dengan tepat sehingga lingkungan kota tersebut memiliki sarana-sarana umum dengan tata ruang dan skala yang efektif, yang dibangun dan berkesinambungan dengan perencanaan kota lain yang telah ditetapkan untuk daerah tersebut dan daerah-daerah sekitarnya.
(2)
Hal-hal mengenai bangunan, dsb (kecuali dalam pengembangan kembali, dsb kawasan promosi) akan ditentukan sehingga bangunan, dsb secara keseluruhan sesuai dengan karakteristik daerah tersebut. Hal-hal mengenai bangunan, dsb dalam pembangunan kembali, dsb untuk kawasan promosi, dengan pertimbangan penggunaan lahan tak terpakai di wilayah kota secara efektif, melestarikan lingkungan pemukiman yang nyaman, dan peningkatan kenyamanan dalam melakukan aktivitas komersil dan aktivitas lainnya, dsb, akan ditentukan sehingga bangunan, dsb memberikan kontribusi tata guna lahan yang rasional dan yang sesuai dengan kegunaannya, rasio luas lantai, tinggi dan tataruang yang sesuai untuk masing-masing daerah. Daerah-daerah dalam rencana pembangunan kawasan dalam rangka pengembangan kembali kawasan promosi, dsb akan ditentukan sehingga sesuai bagi pengembangan bangunan, lokasi dan sarana publik yang terpadu.
(3)
(4)
(Standar Perencanaan Kota) Pasal 8 Standar teknis yang diperlukan mengenai pembagian wilayah perencanaan kota menjadi area peningkatan fungsi perkotaan (Urbanization Promotion Areas/UPA) dan area pengendali fungsi perkotaan (Urbanization Control Areas/UCA) adalah sebagai berikut. (1)
Lahan yang ditetapkan pada area peningkatan fungsi perkotaan (UPA) yang telah disiapkan untuk lahan perkotaan adalah daerah yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi sebagai lahan perkotaan yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, lahan lainnya yang sudah ada dan akan dijadikan perkotaan, dan juga dekat dengan lahan yang sedang dalam proses perubahan menjadi kota.
– 121 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(2)
(3)
2 (1)
(2)
Lahan yang ditetapkan sebagai area peningkatan fungsi perkotaan (UPA) yang diprioritaskan dan direncanakan untuk dapat dijadikan kota dalam waktu 10 Tahun, sesuai aturan, adalah terkecuali lahan-lahan berikut ini: a. Lahan-lahan yang tidak sesuai untuk urbanisasi dengan pertimbangan tren dan prospek urbanisasi untuk pembangunan sarana jalan kereta api, jalan, sungai dan air minum dan saluran pembuangan dalam perencanaan kota daerah terkait; b. Lahan-lahan yang beresiko terkena bencana yang disebabkan oleh genangan, banjir, gelombang, dsb; c. Lahan pertanian intensif yang berkualitas dan lahan yang harus dilindungi dalam jangka panjang sebagai lahan pertanian; dan d. Lahan yang harus dilindungi untuk menjaga kekayaan alam, melestarikan lingkungan perkotaan, sumber daya alam dan mencegah limpasan sedimen, dsb. Batas antara lahan area pengendali fungsi perkotaan (UPA) dan area peningkatan fungsi perkotaan (UCA) sesuai dengan aturan adalah yang ditetapkan dengan menggunakan sarana jalan kereta api dan fasilitas lainnya, sungai, pantai, batu karang dan tanah lapang lainnya dan lahan-lahan yang cocok sebagai lahan untuk batas pemisah; dan jika hal ini sulit, akan dipergunakan batas-batas kota dan batas-batas tertulis, dsb Tata guna kawasan sesuai aturan tidak termasuk lahan-lahan berikut: Kawasan pertanian seperti yang ditetapkan Pasal 8 Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang mengenai Pengembangan Kawasan Peningkatan Pertanian (Undang-Undang No.58 Tahun 1969), dan lahan pertanian atau lapangan rumput dan padang rumput sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Lahan Pertanian (Undang-Undang No.229 Tahun 1942); dan Kawasan-kawasan khusus seperti yang ditetapkan dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Taman Nasional, daerah konservasi hutan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 25 atau Pasal 25-2 Undang-Undang Hutan (Undang-Undang No.249 Tahun 1951), dan daerah-daerah yang kategorinya mirip dengan hal tersebut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi.
Bagian 2.
Keputusan, dsb dalam Perencanaan Kota (Pasal 9 – Pasal 18)
(Perencanaan Kota yang Ditetapkan oleh Propinsi) Pasal 9 Kawasan dan zona yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan luas wilayah seperti yang digambarkan dalam Pasal 15 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Kawasan dan zona sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 1 atau Butir 2-3 Undang-Undang Perencanaan Kota dalam wilayah perencanaan kota yang termasuk semua bagian dari lahan berikut: a. Daerah terbangun yang ada sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.83 Tahun 1956), dan pembangunan daerah pinggiran sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut;
– 122 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(2) (3)
b. Daerah perkotaan yang ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki (Undang-Undang No.129 Tahun 1963), dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; c. Daerah pembangunan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu (Undang-Undang No.102 Tahun1966); dan d. Daerah untuk kota-kota yang telah ditetapkan berdasarkan Ordonansi; Kawasan-kawasan yang memiliki kekayaan alam dengan luas 10 Ha atau lebih; dan Daerah konservasi zona hijau (tidak termasuk wilayah konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota sebagaimana ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 2 Butir 3 Undang-Undang mengenai Konservasi Zona Hijau di Daerah Pinggiran Kota pada Daerah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.101 Tahun 1966), dan daerah konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang mengenai Konservasi Cagar Alam di Daerah Kinki (Undang-Undang No.103 Tahun 1967) disebut sebagai ‘kawasan konservasi khusus zona hijau di pinggiran kota’ pada Pasal 14 Ayat 2)) dengan luas 10 Ha atau lebih.
2 Sarana kota dan sarana pokok perkotaan yang ditetapkan dalam Ordonansi dan tetap berdasarkan luas daerahnya yang dijelaskan dalam Pasal 15 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2) (3) (4) (5) (6)
(7)
(8)
Jalan-jalan berikut: a. Jalan nasional dan jalan propinsi berdasarkan Pasal 3-1 Undang-Undang Jalan Raya (Undang-Undang No.180 Tahun 1952); dan b. Jalan lainnya yang memiliki empat jalur atau lebih; Jalan raya untuk lalu lintas kenderaan cepat; Terminal kendaraan umum sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang mengenai Terminal Kendaraan (Undang-Undang No.136 Tahun 1959); Bandara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Bandara (Undang-Undang No.80 Tahun 1956); Taman, daerah hijau, alun-alun dan kuburan dengan luas 10 Ha atau lebih; Bangunan-bangunan air yang diperuntukkan bagi penyediaan air minum sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang mengenai Bangunan Air (Undang-Undang No.77 Tahun 1957); Sistem pembuangan publik yang daerah tangkapannya terentang diantara 2 (dua) kota atau lebih sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Bangunan Pembuang (Undang-Undang No.79 Tahun 1958), dan sistem pembuangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; Sarana pengelolaan limbah industri;
– 123 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(9)
(10) (11) (12) (13) (14)
Sungai-sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Persungaian (Undang-Undang No.167 Tahun 1954), dan sungai-sungai dan kanal golongan 2 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang tersebut; Universitas atau Institut Teknologi; Perumahan yang terdiri dari 2.000 rumah tangga atau lebih; Sarana-sarana perkantoran kolektif milik umum dan pemerintah; Perkebunan distribusi fisik; dan Sarana-sarana pertahanan terhadap pasang.
(Proyek-Proyek Penyesuaian Kembali Lahan Berskala Kecil, dsb yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 15 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 10 Proyek penyesuaian kembali lahan yang berskala kecil, proyek pengembangan kembali kota, dan proyek pembangunan blok pemukiman yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 15 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2)
(3)
Proyek penyesuaian kembali lahan berdasarkan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan (Undang-Undang No.119 Tahun 1954) adalah untuk lahan yang luasnya tidak lebih dari 50 Ha; Proyek pengembangan kembali kota berdasarkan Undang-Undang Pembaharuan Kota (Undang-Undang No.38 Tahun 1969) adalah untuk lahan yang luasnya tidak lebih dari 3 Ha; dan Proyek pembangunan blok pemukiman berdasarkan Undang-Undang Khusus untuk Memfasilitasi Suplai Lahan Pemukiman, dsb di Daerah Utama Kota Metropolitan (Undang-Undang No.67 Tahun 1975).
(Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 10-2 Hal-hal yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah mengenai metode dalam menyajikan isi dari rencana kawasan dan metode dalam menyampaikan pendapat. (Pihak-pihak yang Diminta Pendapatnya dalam Merumuskan Perencanaan Kawasan, dsb) Pasal 10-3 Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 16 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah para pemegang hak milik atau hak sewa tanah yang memenuhi persyaratan, hak dan kewajiban yang tercatat, hak untuk menjanjikan atau menggadaikan akte mengenai lahan yang menjadi target dalam rencana kawasan, dan orang-orang yang namanya tercatat dalam daftar sementara atas tanah dan hak-haknya, daftar sita mengenai hak-hak tersebut dan daftar kontrak khusus untuk penebusan tanah tersebut.
– 124 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Orang-Orang yang Ijinnya Diperlukan dalam Perencanaan Kota Terkait dengan Blok-Blok Tertentu) Pasal 11 Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 17 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali hal-hal yang diatur dalam 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah para pemegang hak kepemilikan, hak milik atau hak sewa yang memenuhi syarat-syarat kepemilikan bangunan, hak dan kewajiban yang tercatat, hak untuk menjanjikan atau menggadaikan akte mengenai lahan pada blok khusus terkait, dan orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar sementara atas tanah dan hak-haknya, daftar sita atas hak-hak tersebut, dan daftar kontrak khusus untuk penebusan tanah tersebut. (Hak-Hak Orang yang Pendapatnya Diperlukan dalam Perencanaan Kota untuk Daerah Peningkatan Penggunaan Lahan Tak Terpakai) Pasal 11-2 Hak-hak yang diperuntukkan bagi penggunaan dan keuntungan sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 17 Ayat 4 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah hak-hak atas tanah atau hak sewa yang memenuhi persyaratan mengenai lahan yang berada daerah promosi penggunaan lahan tak terpakai terkait . (Daerah Perencanaan Kota yang Membutuhkan Ijin dari Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dalam Perencanaan Kota) Pasal 12 Daerah perencanaan kota sebagaimana ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut; hal yang sama berlaku terhadap Pasal 14 berikut) adalah sebagai berikut: (1)
(2)
Daerah perencanaan kota yang termasuk keseluruhan atau sebagian dari daerah-daerah di bawah ini: a. Daerah terbangun yang ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional, dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; b. Daerah kota yang sudah ada sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki, dan pembangunan daerah pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; c. Daerah pembangunan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu; Daerah perencanaan kota yang termasuk keseluruhan atau sebagian dari lahan-lahan berikut (untuk Butir d. tidak termasuk hal-hal yang diatur pada Butir-Butir sebelumnya) dan telah ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi:
– 125 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
a. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pembangunan Daerah Ibukota Nasional; b. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam in Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki; c. Daerah pengembangan kota sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu; dan d. Daerah kota yang berpenduduk 300.000 orang atau lebih; (3) Daerah perencanaan perkotaan yang sangat erat hubungannya dengan tata guna lahan bagi pengembangan dan pembangunan kota secara teratur dalam daerah perencanaan kota yang tercantum dalam Ayat (2) di atas, dan ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. (Perencanaan Kota yang tidak Membutuhkan Ijin dari Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) Pasal 13 Perencanaan kota yang berskala kecil yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah perencanaan kota yang terkait dengan hal-hal berikut ini: (1) (2)
Kawasan yang ditetapkan dalam Pasal 8 Ayat 1 Butir 16 Undang-Undang Perencanaan Kota; Sarana-sarana kota berikut ini: a. Jalan propinsi berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Jalan Raya (kecuali jalan yang memiliki empat jalur atau lebih); b. Bangunan air yang diperuntukkan bagi sarana air bersih sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang Bangunan Air; c. Sistem pembuangan publik yang daerah tangkapannya terletak diantara dua kota atau lebih sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang mengenai Bangunan Pembuang; d. Fasilitas-fasillitas pengelolaan limbah industri; e. Sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Sungai, dan sungai dan kanal golongan 2 yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang tersebut; dan f. Universitas dan institut teknologi;
(Perencanaan Kota yang Terutama Terkait dengan Kepentingan Nasional) Pasal 14 Perencanaan kota yang ditetapkan dalam Ordonansi yang terutama terkait dengan kepentingan nasional berdasarkan Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah perencanaan kota yang berkaitan dengan hal-hal berikut: (1)
Kebijakan tentang pembangunan, pengembangan dan konservasi daerah-daerah perencanaan kota (terbatas pada kebijakan dalam menentukan rencana perencanaan kota mengenai hal-hal pada Pasal 6-2 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang tersebut dan Sub Butir 3-5 pada Butir 3 Ayat yang sama);
– 126 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(2) (3)
Pembagian daerah UPA dan UCA; Kawasan dan zona yang dinyatakan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 9 sampai 12 Undang-Undang Perencanaan Kota (terbatas pada: kawasan yang dinyatakan pada Butir 9 Ayat yang sama, hal-hal mengenai pelabuhan-pelabuhan penting tertentu berdasarkan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Pelabuhan dan, pada kawasan dinyatakan pada Pasal 8 Ayat 1 Butir 12 Undang-Undang Perencanaan Kota, daerah konservasi zona hijau khusus di pinggiran kota); (4) Fasilitas-fasilitas kota berikut ini; a. Jalan-jalan raya untuk kenderaan cepat dan jalan-jalan raya umum nasional berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Jalan Raya; b. Jalur kereta api cepat; c. Bandara-bandara Kategori 1 yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Pengembangan Bandara; d. Taman dan kawasan hijau yang disediakan oleh Negara; dan e. Sungai-sungai golongan 1 sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Sungai f. Sarana perkantoran kolektif milik pemerintah dan umum (5) Daerah yang direncanakan yang dinyatakan pada Pasal 12-2 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota. (Hal-hal yang Ditetapkan dalam Perencanaan kota yang Membutuhkan Ijin dari Gubernur Propinsi) Pasal 14-2 Hal-hal yang Ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 19 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk hal-hal yang diatur dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang tersebut) adalah yang dinyatakan dalam Tabel berdasarkan jenis rencana tata kawasan yang berbeda-beda, dsb.
Rencana Kawasan, dsb
Perihal
Rencana Kawasan (kecuali rencana yang sudah ditetapkan untuk UCA)
1. Lokasi dan luas rencana kawasan 2. Selain fasilitas-fasilitas kawasan, tataruang dan skala jalan (kecuali jalan buntu), lebarnya 8 m atau lebih 3. Hal-hal berikut yang terkait dengan pembangunan kembali, dsb mengenai kawasan peningkatan/ promosi: a. Kebijakan pokok mengenai tata guna lahan b. Tataruang dan skala fasilitas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12-5 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota 4. Hal-hal berikut (kecuali kasus-kasus dalam pengembangan kembali, dsb mengenai kawasan promosi) berkaitan dengan bangunan, dsb (terbatas pada hal-hal dimana hal tersebut sudah tetap di daerah atau kawasan yang ditetapkan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Larangan-larangan tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
– 127 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Rencana Kawasan, dsb
Perihal 5. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb dalam pengembangan kembali, dsb pada kawasan promosi (mengenai c., terbatas pada kasus-kasus yang terjadi akibat kelebihan rasio cakupan bangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana perencanaan kota mengenai tata guna kawasan): a. Larangan-larangan tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum c. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum 6. Selain daerah untuk jalan, yang merupakan fasilitas perencanaan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12-11 Undang-Undang Perencanaan Kota, pada daerah-daerah yang seharusnya digunakan secara bersama sebagai tempat didirikannya bangunan, dsb terbatas pada arsitektur atau konstruksi bangunan, dsb ditetapkan pada Ayat yang sama.
Rencana Distrik yang sudah tetap untuk UCA
1. 2. 3. 4. 5.
Lokasi dan luas rencana tata kawasan Target rencana tata kawasan terkait Kebijakan perbaikan, pengembangan dan konservasi daerah-daerah terkait Tataruang dan skala sarana kawasan Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb terlepas dari larangan-larangan mengenai bentuk dan desain bangunan, dsb dan larangan mengenai struktur pembatas atau pagar 6. Selain daerah untuk jalan, yang merupakan sarana perencanaan kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12-11 Undang-Undang Perencanaan Kota, pada daerah-daerah yang seharusnya digunakan secara bersama sebagai tempat didirikannya bangunan, dsb terbatas pada arsitektur atau konstruksi bangunan, dsb ditetapkan pada Ayat yang sama.
Rencana Kawasan dalam Pembangunan Blok Pencegah Bencana
1. Lokasi dan luas blok pencegah bencana dalam rencana pembangunan kawasan 2. Tataruang, skala dan luas daerah untuk jalan (kecuali jalan buntu) lebarnya 8 m atau lebih 3. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb (terbatas pada hal-hal yang telah ditetapkan pada daerah dan kawasan yang telah ditentukan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditentukan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Larangan mengenai tata guna bangunan, dsb b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
Rencana Kawasan Pinggiran Jalan
1. Lokasi dan luas wilayah dalam rencana kawasan pinggiran jalan 2. Kebijakan mengenai pengembangan pinggiran jalan 3. Tataruang dan skala fasilitas-fasilitas kawasan pinggiran jalan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 9 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan Arteri (Undang-Undang No. 34 Tahun 1980): a. Kawasan hijau dan lahan tak terpakai penyangga lainnya b. Jalan (kecuali jalan buntu) lebarnya 8 m atau lebih 4. Hal-hal berikut yang terkait dengan pembangunan kembali pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi: a. Kebijakan pokok mengenai tata guna lahan b. Tataruang dan skala dari sarana-sarana yang ditetapkan Pasal 9 Ayat 4 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan-Jalan Arteri
– 128 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Rencana Kawasan, dsb
Perihal 5. Hal-hal berikut (kecuali yang ada dalam pembangunan kembali pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi) terkait dengan bangunan, dsb (mengenai d. dan e., terbatas pada hal-hal yang sudah ditetapkan pada daerah-daerah dan kawasan yang telah ditentukan oleh propinsi dan daerah-daerah yang ditentukan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) a. Batasan jarak minimum bangunan terdepan pada jalan-jalan yang daerah pinggiran jalannya sedang dikembangkan (mengacu pada ketentuan mengenai bagian terdepan bangunan pada jalan yang daerah pinggirannya sedang dikembangkan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 Ayat 6 Butir 2 Undang-Undang yang Terkait dengan Pengembangan Pinggiran Jalan Arteri; selanjutnya disebutkan sama) b. Pembatasan struktur bangunan yang diperlukan untuk pencegahan kebisingan dan isolasi kebisingan c. Tinggi minimum bangunan, dsb d. Koefisien lantai bangunan maksimum e. Larangan mengenai tataguna bangunan, dsb 6. Hal-hal berikut yang terkait dengan bangunan, dsb pada pembangunan kembali daerah pinggiran jalan, dsb pada kawasan promosi (mengenai e., terbatas pada hal-hal yang terjadi akibat kelebihan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagaimana ditetapkan dalam perencanaan kota mengenai tataguna kawasan): a. Batasan jarak minimum bangunan terdepan pada jalan-jalan yang daerah pinggiran jalannya sedang dikembangkan b. Batasan struktur bangunan yang dibutuhkan untuk pencegahan kebisingan dan isolasi kebisingan c. Tinggi minimum bangunan, dsb d. KLB maksimum bangunan e. KDB maksimum bangunan f. Larangan-larangan mengenai tataguna bangunan, dsb
Rencana Kawasan Dusun Kecil di Pedalaman
1. Lokasi dan luas daerah kawasan bagi dusun-dusun kecil di pedesaan 2. Target tata ruang dusun-dusun kecil di pedesaan terkait, dan kebijakan peningkatan tata tuang kawasan dusun kecil pedesaan terkait, dan kebijakan peningkatan dan konservasi daerah terkait 3. Tataruang dan skala fasilitas-fasilitas kawasan dusun kecil sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 3 Undang-Undang Pengembangan Daerah Dusun Kecil di Pedalaman (Undang-Undang No.63 Tahun 1987) 4. Hal-hal mengenai bangunan, dsb selain larangan-larangan mengenai bentuk dan disain bangunan, dsb dan larangan mengenai struktur pembatas atau pagar
(Perubahan Singkat yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 15 Perubahan singkat yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut kecuali tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut:
– 129 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(1) (2)
(3)
Ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota: perubahan nama Ketentuan dalam Pasal 18 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota: hal-hal berikut (mengenai b., e. dan f., terbatas pada hal-hal yang Ditetapkan dalam peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi): a. Perubahan nama; b. Perubahan lokasi, daerah, luas dan/atau struktur; c. Perubahan KDB bangunan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 53 Ayat 1 Butir 1 sampai 3 dan Butir 5 Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.201 Tahun 1950), luas minimum bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 53-2 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang yang sama, jarak minimum yang diperlukan dari dinding terluar dengan garis sempadan lokasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 54 Undang-Undang yang sama, dan batasan tinggi bangunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang yang sama (termasuk hal-hal yang baru ditetapkan mengenai jarak minimum yang dibutuhkan dari dinding luar bangunan ke garis sempadan lahan dan luas minimum lahan), dalam perencanaan kota mengenai luas daerah berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 bagian 1 Undang-Undang Perencanaan Kota; d. Perubahan KDB maksimum bangunan atau minimum luas lahan bangunan (termasuk hal-hal yang baru ditetapkan) dalam rencana perencanaan kota mengenai kawasan berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota; e. Perubahan kebijakan mengenai jumlah unit bangunan tempat tinggal yang bertingkat rendah, sedang dan tinggi atau tataruang sarana publik, sarana dan rumah yang memberi keuntungan kepada masyarakat dalam rencana perencanaan kota mengenai sarana perumahan kolektif; dan f. Perubahan kebijakan mengenai tata ruang sarana publik, sarana dan rumah yang memberi keuntungan kepada masyarakat dalam perencanaan kota mengenai sarana perkantoran kolektif milik umum dan pemerintah Hal-hal yang muncul dalam ketentuan Pasal 9 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota dan Butir a. dan b. di atas (mengenai b. dan e., hanya hal-hal yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi)
(Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 21-2 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 15-2 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 21-2 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 0,5 Ha. Namun, jika terdapat kebutuhan khusus dengan pertimbangan kondisi terakhir atau prospek di masa yang akan datang, dsb untuk peningkatan, pengembangan atau pelestarian proyek-proyek yang dilaksanakan sebagai pelaksanaan terpadu dalam wilayah perencanaan kota atau daerah kuasi rencana perencanaan kota, propinsi atau kotamadya dapat membuat peraturan untuk membatasi jenis perencanaan kota yang terkait dengan daerah-daerah tersebut atau proposal rencana dan secara terpisah menentukan skala proposal rencana untuk daerah yang luasnya lebih dari 0,1 Ha dan kurang dari 0,5 Ha. – 130 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Undang-Undang Peralihan yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 22 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 16 Jika rencana perencanaan kota diperluas hingga ke dua propinsi atau lebih yang dijadikan satu propinsi atau jika wilayah perencanaan kota pada satu propinsi menjadi wilayah yang diperluas menjadi dua propinsi atau lebih, maka perencanaan kota yang ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dan propinsi akan disebut sebagai perencanaan kota yang ditetapkan oleh Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dan Pemerintah Propinsi. (Pihak-pihak yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 23 Ayat 6 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 17 Pihak-pihak yang ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 23 Ayat 6 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah para pimpinan Kementrian Transportasi Daerah jika perencanaan kota tersebut berupa sarana perumahan kolektif untuk 2.000 rumah tangga atau lebih atau perencanaan kota tersebut berupa daerah yang direncanakan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 12-2 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali jika Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi menentukan sendiri perencanaan kotanya). (Permohonan Putusan dari Komite Pengambil-alihan) Pasal 18 Pihak-pihak yang bermaksud meminta keputusan berdasarkan ketentuan Pasal 94 Ayat 2 Undang-Undang Pengambil-alihan Lahan (Undang-Undang No.219 Tahun 1951) berdasarkan ketentuan Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk jika berlaku sesuai Pasal 52 Ayat 4 Butir 2 (dan jika berlaku sesuai Pasal 57-5) Undang-Undang tersebut, Pasal 52 Ayat 5 Butir 3 (dan jika berlaku sesuai Pasal 57-6 Ayat 2 dan Pasal 60-3 Ayat 2) Undang-Undang yang dimaksud, dan Pasal 68 Ayat 3 Undang-Undang tersebut) harus memberikan permohonan tertulis kepada Komite Pengambil-alihan dan mengisi formulir berdasarkan format berikut yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi : (1) Nama dan alamat pemohon; (2) Nama dan alamat pihak lainnya; (3) Jenis rencana perencanaan kota (masing-masing jenis jika rencana perencanaan kota jika rencana perencanaan kota tersebut berupa sistem pembagian wilayah/ zonasi, sarana-sarana kota, proyek-proyek pembangunan kota dan daerah-daerah yang direncanakan untuk proyek pembangunan kota, dsb) (jenis proyek perencanaan kota dalam hal permintaan pembelian tanah berdasarkan Pasal 68 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota); (4) Fakta kerugian dan estimasi kompensasi dengan laporan kerugian yang terperinci (estimasi dan rincian harga tanah yang akan dibeli untuk permintaan pembelian tanah); dan (5) Materi diskusi
– 131 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
BAB III.
BATASAN-BATASAN, DSB DALAM PERENCANAAN KOTA
Bagian 1.
Peraturan mengenai Pembangunan dll. (Pasal 19 – Pasal 36)
(Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 19 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah skala yang disajikan dalam kolom kedua pada Tabel berikut untuk masing-masing daerah yang disebutkan pada kolom pertama. Namun, untuk hal-hal yang disebutkan pada kolom ketiga, Gubernur Propinsi (Walikota untuk menentukan kota-kota; hal yang sama berlaku selanjutnya) dapat memberi batasan mengenai luas dan secara terpisah menetapkan skala dengan jangkauan seperti yang terlihat pada kolom keempat dengan menggunakan aturan-aturan propinsi (atau aturan penentuan kota bagi kota-kota yang ditunjuk; selanjutnya berlaku sama). Kolom Kedua
Kolom Pertama Area Peningkatan (UPA)
Fungsi
Perkotaan
Daerah perencanaan kota atau daerah kuasi perencanaan kota yang pembagian UPA dan UCA nya belum ditentukan
1000 m2
3000 m2
Kolom Ketiga Untuk hal-hal yang membutuhkan pertimbangan khusus untuk pencegahan urbanisasi yang tidak terkontrol terhadap status urbanisasi saat ini Untuk hal-hal yang membutuhkan pertimbangan khusus dari urbanisasi dari status urbanisasi saat ini
Kolom Keempat 300-999 m2
300-2999 m2
2 Mengenai permohonan untuk ketentuan UPA seperti disajikan pada Tabel di atas yang termasuk semua atau sebahagian wilayah di atas (terbatas pada wilayah yang memiliki kawasan-kawasan khusus) pada kota atau kotamadya, ‘1000 m2’ pada Tabel akan menjadi (500 m2). (1)
(2)
(3)
Daerah terbangun sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pengembangan Wilayah Ibukota Nasional, dan jalur pengembangan daerah pinggiran kota sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; Daerah kota yang ada sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Kinki, dan pengembangan daerah pinggiran kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang tersebut; dan Daerah pembangunan kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pembangunan Daerah Chubu.
– 132 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Bangunan-bangunan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 2 dan Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 20 Bangunan-bangunan yang ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 2 dan Ayat 2 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut:
(1)
(2)
(3) (4)
(5)
Gudang-gudang ternak, tempat pemeliharaan ulat sutera, rumah hijau, fasilitas perbenihan, fasilitas fertilisasi buatan untuk ternak, fasilitas penetasan dan pengembang biakan benih, fasilitas pemerahan susu, fasilitas pengumpulan susu, dan bangunan-bangunan lainnya yang digunakan untuk memproduksi dan mengumpulkan produk-produk pertanian, kehutanan dan perikanan yang sejenis; Gudang-gudang pupuk kompos, tempat penyimpannan makanan ternak, fasilitas penyimpanan benih, alat-alat pertanian, dsb fasilitas penyimpanan, dan bangunan-bangunan lainnya yang dipergunakan untuk tempat penyimpanan barang-barang produksi pertanian, kehutanan dan perikanan yang sejenis ; Bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk pelayanan kesehatan ternak; Sistem air bersih dan pembuangan, fasilitas pengambilan air, dan bangunan-bangunan lain yang dipergunakan untuk pengelolaan fasilitas-fasiltas yang diperlukan untuk pelestarian dan penggunaan lahan pertanian dan bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk jalur kabel; dan Sebagai tambahan untuk hal-hal yang disebutkan di atas, bangunan-bangunan dengan luas 90 m2 atau kurang.
(Bangunan-bangunan yang Dibutuhkan bagi Kepentingan Publik sebagaimana yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 21 Bangunan-bangunan yang dibutuhkan bagi kepentingan umum sebagaimana yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2) (3) (4)
Bangunan-bangunan yang terdiri dari jalan-jalan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Jalan Raya dan jalan-jalan raya umum atau jalan-jalan yang khusus untuk kendaraan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 8 Undang-Undang Transportasi Jalan (Undang-Undang No.183 Tahun 1951) (terbatas pada jalan-jalan yang dipergunakan untuk transportasi mobil penumpang umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang tersebut dan transportasi kenderaan angkutan umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Transportasi Kendaraan Angkutan (Undang-Undang No.83 Tahun 1988); Bangunan-bangunan yang terdiri atas sungai-sungai yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Persungaian; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pertamanan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Taman Kota; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk jalur kabel untuk kepentingan umum sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang – 133 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(5) (6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11) (12)
(13)
(14)
Layanan Jalan Kereta Api (Undang-Undang No.92 Tahun 1986), dan bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang dipergunakan sebagai rel sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Rel Kereta Api (Undang-Undang No.76 Tahun 1922) atau fasilitas-fasilitas yang dipergunakan untuk trem tanpa rel yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas-fasilitas layanan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 2 Butir 2 Undang-Undang Layanan Jaringan Perminyakan; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas-fasilitas yang dipergunakan untuk transportasi kenderaan angkutan penumpang umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Butir a. Undang-Undang Transportasi Jalan atau Transportasi Angkutan Barang seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Layanan Transportasi Kenderaan Angkutan Barang (terbatas pada muatan khusus seperti yang ditetapkan dalam Ayat 6 Undang-Undang yang sama), atau bangunan-bangunan terminal umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Terminal Kendaraan. Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pelabuhan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 5 Undang-Undang Pelabuhan, dan bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pendaratan ikan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Tempat Pendaratan Ikan; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas konservasi daerah pesisir sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Daerah Pesisir (Undang-Undang No.101 Tahun 1956); Bangunan-bangunan yang dibangun pada wilayah lapangan terbang umum berdasarkan Undang-Undang Penerbangan dan diperlukan untuk pengamanan fungsi lapangan terbang tersebut atau untuk menjamin kenyamanan pengguna lapangan terbang, atau bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas keselamatan penerbangan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang yang sama dan dipergunakan untuk kepentingan umum; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk observasi atau mengumumkan fenomena meteorologi, fenomena laut, fenomena bumi, banjir dan fenomena-fenomena sejenis lainnya; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk layanan pos; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk operator telekomunikasi kategori 1 untuk layanan-layanan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang Telekomunikasi (Undang-Undang No.86 Tahun 1984); Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk layanan penyiaran sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Penyiaran (Undang-Undang No.132 Tahun 1950); Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas untuk instalasi bangunan listrik seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 14 Undang-Undang Kelistrikan untuk layanan listrik (kecuali layanan listrik skala tertentu seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 7 Undang-Undang yang sama) sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang yang sama; dan bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas untuk pemasangan bangunan gas seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 12 Undang-Undang – 134 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(15)
(16)
(17) (18)
(19)
(20)
(21)
(22)
Penggunaan Gas (terbatas pada bangunan yang digunakan untuk layanan gas umum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang yang sama dan layanan gas sederhana seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang yang sama); Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pembangkit tenaga listrik atau transmisi tenaga listrik yang dibangun atau diperbaiki oleh perusahaan-perusahaan pengembangan suplai tenaga listrik; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas bangunan air sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 8 Undang-Undang Bangunan Air yang dipergunakan untuk layanan bangunan air seperti yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang yang sama dan layanan bangunan untuk suplai air bersih seperti yang ditetapkan dalam Pasal 4 Ayat 4 Undang-Undang yang sama; bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas suplai air bersih untuk industri seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 6 Undang-Undang Suplai Air Bersih untuk Industri (Undang-Undang No.84 Tahun 1958); dan bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk saluran pembuangan publik, sistem buangan DAS sungai dan buangan kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Butir 3 sampai Butir 5 Undang-Undang Bangunan Pembuang; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang disediakan oleh badan pencegah kerusakan yang disebabkan air untuk pencegahan banjir; Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang digunakan untuk perpustakaan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Perpustakaan (Undang-Undang No.118 Tahun 1950), atau yang dipergunakan untuk museum seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Museum (Undang-Undang No.285 Tahun 1951); Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas pengembangan keahlian kejuruan umum yang dibangun oleh Negara, Propinsi, Kotamadya dan Organisasi Pengembangan Kapasitas Kerja seperti yang ditetapkan dalam Pasal 15-6 Ayat 3 Undang-Undang Promosi Keahlian Kejuruan, dan Universitas Pengembangan Keahlian Kejuruan yang dibangun oleh Negara dan Organisasi Pengembangan Kapasitas Kerja seperti yang ditetapkan dalam Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang yang sama; Bangunan-bangunan yang merupakan krematorium seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 7 Undang-Undang mengenai Makam dan Pemakaman, dsb (Undang-Undang No.48 Tahun 1948); Bangunan-bangunan yang merupakan rumah potong hewan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Rumah Potong Hewan (Undang-Undang No.114 Tahun 1953), dan bangunan-bangunan yang merupakan pabrik pengolahan hewan-hewan yang sudah mati seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang mengenai Pabrik Pengolahan Hewan-hewan yang Sudah Mati, dsb (Undang-Undang No.140 Tahun 1948) atau tempat penanganan hewan-hewan yang sudah mati seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang yang sama; Bangunan-bangunan yang merupakan WC umum, fasilitas pengelolaan tinja atau fasilitas pengelolaan limbah, sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai Pengelolaan dan Pembersihan Limbah Padat (Undang-Undang No.137 Tahun 1970), dan bangunan-bangunan yang merupakan septic tank seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Septic Tank (Undang-Undang No.43 Tahun 1983); – 135 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(23) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk pasar induk sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 3 Undang-Undang Pasar Induk (Undang-Undang No.35 Tahun 1971), bangunan yang merupakan fasiltas yang digunakan untuk pasar induk daerah seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang yang sama, dan yang digunakan untuk pasar yang dibangun oleh kotamadya (termasuk kawasan khusus kota kecuali kota yang ditentukan dan kotamadya yang memproses pekerjaan administrasi seperti yang ditetapkan dalam Pasal 29 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota; hal yang sama untuk Butir berikutnya pada Pasal ini); (24) Bangunan-bangunan yang dibangun pada proyek-proyek pertamanan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 6 Undang-Undang Pertamanan, atau proyek-proyek taman alami milik propinsi atau yang ekivalen seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 4 Undang-Undang yang sama. (25) Bangunan-bangunan yang dibangun pada proyek-proyek peningkatan kawasan pemukiman sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pengembangan Kawasan Pemukiman (Undang-Undang No.84 Tahun 1960); (26) Bangunan-bangunan yang dibangun oleh kotamadya, asosiasi pekerja administrasi daerah parsial atau konfederasi daerah yang lebih luas yang diikuti oleh pemerintah kotamadya, atau badan-badan pembangunan wilayah yang dibentuk oleh pemerintah kotamadya untuk dipergunakan sebagai kantor-kantor pemerintah, lembaga penelitian dan untuk pekerjaan administrasi atau pekerjaan proyek; (27) Bangunan-bangunan yang merupakan fasilitas yang dipergunakan untuk penelitian oleh Lembaga Penelitian Energi Atom Jepang; (28) Bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang digunakan Lembaga Pengembangan Siklus Bahan Bakar Nuklir dalam pekerjaannya sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 24 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Lembaga Pengembangan Siklus Bahan Bakar Nuklir (Undang-Undang No.73 Tahun 1967); (29) Bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang dibangun oleh Perusahaan Umum Pengembangan Sumber Daya Air berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perusahaan Umum Pengembangan Sumber Daya Air (Undang-Undang No.218 Tahun 1961); (30) Bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang digunakan oleh Badan Pengembangan Ruang Angkasa Nasional Jepang sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 22 Ayat 1 Butir 1 atau Butir 2 Undang-Undang oleh Badan Pengembangan Ruang Angkasa Nasional Jepang (Undang-Undang No.50 Tahun 1969); dan (31) Bangunan-bangunan yang merupakan sarana yang digunakan oleh Organisasi Pengembang Tehnologi Industri dan Energi Baru dalam pekerjaannya sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 39 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang mengenai Promosi Pengembangan dan Pengenalan Energi Pengganti Minyak Bumi (Undang-Undang No.71 Tahun 1980), Pasal 4 Butir 1 Undang-Undang mengenai penggantian Aturan Penelitian dan Pengembangan, dsb bagi Tehnologi Industri (Undang-Undang No.33 Tahun 1988), atau Pasal 21-2 Butir 1 Undang-Undang mengenai Penggunaan Energi yang Rasional (Undang-Undang No.49 Tahun 1979).
– 136 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Aktivitas Pengembangan yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 22 Aktivitas pembangunan yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2) (3)
(4)
(5)
(6)
Aktivitas pengembangan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk membangun bangunan sementara atau membangun bangunan khusus kategori 1 untuk digunakan sementara waktu dalam pekerjaan teknik sipil atau pekerjaan lainnya; Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan tujuan untuk bangunan garasi, ruang penyimpanan dan bangunan pembantu serupa lainnya; Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan tujuan untuk menambah bangunan atau memperluas bangunan tertentu yang luas lantai penambahan atau perluasannya adalah 10 m2 atau kurang; Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan tujuan untuk membangun kembali tanpa merubah tujuan penggunaan bangunan selain yang ditetapkan dalam Pasal 29 Ayat 1 Butir 2 atau Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota, atau membangun kembali bangunan tertentu; Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan tujuan untuk membangun kembali bangunan-bangunan yang berbeda dengan bangunan-bangunan yang telah disebutkan di atas dimana total luas lantai gabungan bangunan yang akan dibangun kembali adalah 10 m2 atau kurang; dan Aktivitas pengembangan yang dilakukan dengan tujuan untuk bangunan yang baru dibangun untuk dipergunakan sebagai toko, pendirian usaha dan aktivitas lainnya dalam melaksanakan komoditi penjualan, pengelolaan dan perbaikan, dsb yang terutama dibutuhkan bagi kehidupan sehari-hari bagi penduduk yang tinggal di darah pengendali urbanisasi disekitar kawasan yang dikembangkan tersebut, dimana total luas lantai bangunan (total luas lantai gabungan jika dua bangunan atau lebih dibangun pada lokasi yang sama; hal yang sama berlaku pada Pasal berikut dan Pasal 35) adalah 50 m2 atau kurang (terbatas pada kasus dimana total luas bagian yang dipergunakan untuk aktivitas di atas adalah 50% atau lebih), dimana penduduk di daerah pengendali urbanisasi di sekitar kawasan tersebut melaksanakan sendiri aktivitas tersebut, dan dengan skala luas aktivitas sebesar 100 m2 atau kurang.
(Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 22-2 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 1 Ha.
– 137 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Permohonan Skala Kebutuhan untuk Perijinan Aktivitas pengembangan Ketika Pengembangan Kawasan Meliputi Dua Daerah atau Lebih) Pasal 22-3 Pada kasus yang pengembangan kawasan kawasannya meliputi dua UPA atau lebih, daerah perencanaan kota yang belum membagi daerahnya menjadi UPA dan UCA, daerah kuasi perencanaan kotanya atau daerah diluar wilayah perencanaan kota dan daerah kuasi perencanaan kota, ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 29 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota harus diberlakukan terhadap aktivitas pengembangan yang tidak memenuhi salah satu dari persyaratan berikut: (1) (2)
(3)
(4)
(5)
Luas daerah pengembangan kawasan tersebut kurang dari 1 Ha; Luas daerah pengembangan kawasan pada dua UPA atau lebih, daerah perencanaan kota yang pembagian UPA dan UCA nya belum ditetapkan dan daerah kuasi perencanaan kotanya kurang dari luas maksimum yang ditetapkan, tidak memerlukan ijin untuk aktivitas pengembangan di tiap daerah tersebut berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perencanaan Kota; Luas kawasan yang dikembangkan pada UPA yang kurang dari 1.000 m2 (500 m2 jika berlaku ketentuan Pasal 19 Ayat 2). Namun, jika luasnya ditetapkan secara terpisah berdasarkan peratutran propinsi yang dinyatakan pada ketentuan Pasal yang sama, luas arealnya kurang dari ketentuan ini). Luas kawasan yang dikembangkan pada daerah perencanaan kota yang yang pembagian UPA dan UCA nya belum ditetapkan adalah kurang dari 3.000 m2 (jika luasnya ditetapkan secara terpisah berdasarkan peraturan propinsi seperti yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 19 Ayat 1, luasnya kurang dari skala ini); dan Luas kawasan yang dikembangkan pada kuasi daerah perencanaan kota adalah kurang dari 3.000 m2 (jika luasnya ditetapkan secara terpisah berdasarkan peraturan propinsi seperti yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 19 Ayat 1, luasnya kurang dari skala ini).
2 Jika kawasan yang dikembangkan terletak pada UPA, daerah perencanaan kota yang pembagian UPA dan UCA-nya belum ditetapkan, kuasi daerah perencanaan kota, atau daerah-daerah di luar daerah perencanaan kota, ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota akan berlaku terhadap aktivitas pengembangan dengan total luas kawasan yang dikembangkan adalah 1 Ha atau lebih. (Pihak-pihak yang Diikutsertakan dalam Konsultasi Melaksanakan Aktivitas Pengembangan) Pasal 23 Pihak yang memohon ijin pengembangan untuk aktivitas pengembangan sebesar 20 Ha atau lebih harus berkonsultasi dengan pihak-pihak berikut terlebih dahulu (kecuali pihak-pihak yang ditetapkan dalam Butir 3 dan 4 jika aktivitas pengembangan meliputi area seluas 40 Ha atau kurang): (1) (2)
Pihak-pihak yang berkewajiban untuk membangun fasilitas pendidikan wajib berkonsultasi dengan orang yang akan tinggal di kawasan yang dikembangkan tersebut; Operator bangunan air yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 5 Undang-Undang Bangunan Air dimana kawasan yang dikembangkan termasuk daerah suplai; – 138 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(3)
(4)
Operator layanan listrik umum yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Butir 2 Undang-Undang Kelistrikan dan operator layanan gas yang ditetapkan Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang PenggunaanGas, dimana kawasan yang dikembangkan termasuk dalam daerah suplai ini; dan Operator jalan kereta api berdasarkan Undang-Undang Jalan Kereta Api dan pemilik jalur rel berdasarkan Undang-Undang Rel Kereta Api terkait dengan aktivitas pengembangan sementara.
(Daerah yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 8 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 23-2 Dearah yang ditetapkan dalam Ordonansi sebagai daerah yang tidak sesuai untuk aktivitas pengembangan berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 8 adalah daerah yang beresiko longsor sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Pencegahan Bencana Longsor (Undang-Undang No.57 Tahun 1969). (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 23-3 Skala yang ditetapkan dalam Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 9 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 1 Ha. Namun, jika terdapat kebutuhan khusus untuk melestarikan lingkungan pada daerah yang dikembangkan dan sekitarnya, Gubernur Propinsi dapat membatasi luas area dan secara terpisah menetapkan besarannya berkisar antara 0.3 sampai 1 Ha dengan menggunakan peraturan propinsi. (Skala yang Ditetapkan dalam Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 10 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 23-4 Skala yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 10 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 1 Ha. (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 11 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 24 Skala yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 11 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 40 Ha. (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 12 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 24-2 Skala yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 12 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 1 Ha. (Skala yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 13 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 24-3 Skala yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 1 Butir 13 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 1 Ha. – 139 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Keterangan Teknis yang Dibutuhkan untuk Memberlakukan Hal-Hal yang Ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 25 Keterangan-keterangan teknis yang ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota, adalah yang terkait dengan Pasal 33 Ayat 1 Butir 2 Undang-Undang yang sama adalah sebagai berikut: (1)
(2)
3)
(4)
(5) (6)
(7)
Jika diperlukan untuk menghubungkan jalan dengan jalan-jalan di luar daerah yang dikembangkan tanpa mengganggu fungsi jalan yang sudah ditetapkan dalam rencana perencanaan kota dan jalan-jalan di luar daerah yang dikembangkan, jalan tersebut akan didesain agar berfungsi secara efektif sewaktu dihubungkan dengan jalan-jalan tersebut. Jalan yang lebih lebar daripada lebar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi (4 m jika tidak ada rintangan untuk melintas di bagian yang kecil) dalam kisaran 6 m hingga 12 m tergantung pada tujuan penggunaan bangunan yang direncanakan, dsb dan luas bangunan yang direncanakan, dsb, akan diatur untuk berbatasan dengan bangunan terkait yang sudah direncanakan, dsb. Namun, hal ini tidak berlaku jika permohonan dianggap sangat sulit dalam hal luas dan bentuk daerah pengembangan, bentuk lahan dan mode penggunaan daerah sekitarnya, dan jalan-jalan dianggap memiliki luas dan struktur yang tidak menyebabkan rintangan dalam hal konservasi lingkungan, pencegahan bencana, jalan lintasan dan aktivitas bisnis yang aman sudah diberlakukan berdasarkan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. Jika aktivitas pengembangan (kecuali aktivitas pengembangan untuk tujuan pembangunan bangunan khusus kategori 2; hal yang sama berlaku pada bagian 6 dan 7) meliputi luas 20 ha atau lebih pada daerah UPA, ukuran lebar jalan yang harus dibangun adalah 12 m atau lebih sepanjang 250 m pada lokasi bangunan yang telah direncanakan, dsb Jalan-jalan utama dalam daerah pengembangan harus dihubungkan ke jalan dengan lebar 9 m atau lebih (6,5 m jika aktivitas pengembangan terutama diperuntukkan membangun perumahan) di luar daerah pengembangan (atau jalan-jalan yang tidak merintangi lalu lintas kendaraan jika dianggap tidak dapat dihindari karena kondisi jalan di sekitar daerah pengembangan) Jalan-jalan dengan lebar 9 m atau lebih di dalam wilayah daerah pengembangan harus memiliki tempat pejalan kaki yang terpisah dengan jalan. Jika aktivitas pengembangan meliputi luas 0.3 – 4.9 Ha, maka luas taman, kawasan hijau, dan alun-alun harus 3% atau lebih dari total luas daerah yang dikembangkan. Namun, jika taman, kawasan hijau dan alun-alun yang agak luas terdapat di sekitar daerah tersebut, hal ini tidak berlaku jika bangunan yang akan dibangun, dsb diperuntukkan bukan untuk perumahan, hanya satu lokasi, dan dianggap tidak ada persyaratan khusus bagi daerah sekitarnya, tataguna peruntukan bangunan, dsb dan denah lokasi. Jika aktivitas pengembangan meliputi area seluas 5 ha atau lebih, maka taman (taman, kawasan hijau dan alun-alun untuk daerah bangunan yang diperuntukkan bagi selain untuk perumahan) harus disediakan dengan luas 300 m atau lebih dan sekitar 3% dari total daerah pengembangan atau lebih. – 140 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(8)
Fasilitas penyimpanan air dibangun jika sungai, kolam dan rawa yang dapat dipergunakan sebagai fasilitas air untuk pemadam kebakaran dan fasilitas air lainnya tidak memenuhi standar mengenai rekomendasi yang ditetapkan berdasarkan Pasal 20 Ayat 1 Undang-Undang Layanan Kebakaran (Undang-Undang No.186 Tahun 1948). Pasal 26 Keterangan teknis yang ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang terkait dengan Pasal 33 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang yang sama adalah sebagai berikut: (1)
(2)
(3)
Mengenai fasilitas saluran pembuang dalam daerah pengembangan, berdasarkan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi , kemiringan dan ukuran saluran akan ditetapkan sehingga dapat mengalirkan kotoran dan air hujan yang sudah diperhitungkan berdasarkan ukuran luas daerah pengembangan, topografi, tataguna peruntukan bangunan, dsb endapan, dsb. Fasilitas saluran pembuangan di dalam wilayah daerah pengembangan harus dihubungkan dengan sistem pembuangan, saluran pembuangan atau fasilitas pembuangan lainnya, sungai, atau badan air lainnya atau laut, dengan pertimbangan kapasitas pembuang dari tempat pembuang akhir, syarat tataguna air dan syarat lainnya, untuk menjamin agar kotoran di dalam daerah pengembangan dapat dibuang dengan lancar. Sebagai aturan, ditetapkan bahwa kotoran selain air hujan (termasuk kotoran yang telah diolah dan kotoran dengan tingkat kebersihan yang ekivalen) dapat dibuang melalui saluran yang tertutup.
Pasal 27 Jika aktivitas pengembangan terutama diperuntukkan untuk membangun perumahan yang meliputi area seluas 20 Ha atau lebih, tergantung pada skala aktivitas pengembangan terkait, fasilitas pendidikan, fasilitas layanan kesehatan, fasilitas lalu lintas, fasilitas perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya harus diatur dengan posisi dan skala tertentu sehingga penggunaannya dapat efektif bagi penghuni berdasarkan fungsinya. Namun, hal ini tidak diberlakukan apabila dianggap tidak perlu berdasarkan kondisi sekitarnya. Pasal 28 Keterangan teknis yang ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang terkait dengan Pasal 33 Ayat 1 bagian 7 Undang-Undang yang sama adalah sebagai berikut: (1)
(2)
(3)
(4)
Jika tanah di daerah pengembangan lembek, pergantian tanah, pengeringan atau tindakan lainnya harus dilakukan untuk menjamin agar tidak terjadi turunnya atau pergerakan tanah diluar daerah pengembangan. Jika aktivitas pengembangan menyebabkan terjadinya pergeseran tanah, permukaan tanah yang berhubungan dengan puncak tebing akan terbawa air hujan dan aliran air pemukaan lainnya dari tebing jika tidak ada keadaan khusus. Ketika melakukan penggalian, jika penggalian tanah telah menghilangkan lapisan tanah, penumpukan kembali, penggantian tanah dan tindakan lainnya harus dilakukan untuk menjamin tidak terjadinya pergeseran tanah. Ketika melakukan penimbunan, pemadatan dan tindakan lainnya harusdilakukan untuk menjamin agar perkolasi air hujan dan air permukaan lainnya tidak menyebabkan terjadinya hilangnya, turunnya atau runtuhnya tanah yang ditimbun.
– 141 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(5)
(6)
Ketika melakukan penimbunan pada lahan yang curam, pemberian tanda dan tindakan lainnya harus dilakukan sebelum penimbunan dilakukan untuk menjamin agar permukaan antar lapisan yang ditimbun dengan tanah dasar tidak menjadi licin. Jika permukaan tebing terbentuk oleh aktivitas pengembangan, pemasangan dinding penahan, penguatan batu, penanaman pohon, pemberian adukan semen dan tindakan lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi harus dilakukan untuk menjamin agar tidak terjadi pergeseran tanah.
Pasal 28-2 Keterangan teknis yang ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang terkait dengan Pasal 33 Ayat 1 Butir 9 Undang-Undang yang sama adalah sebagai berikut: (1)
(2)
Mengenai pepohonan yang tingginya 10 m atau lebih atau sekelompok pohon yang ekivalen atau lebih besar daripada yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi, diambil tindakan untuk melindungi pepohonan atau kelompok pohon tersebut dengan menetapkan lahan tersebut sebagai taman atau kawasan hijau. Namun, hal ini tidak berlaku jika dianggap tidak dapat lagi dihindari dengan mempertimbangkan tujuan kegiatan pembangunan tersebut, seperti yang disebutkan pada Pasal 33 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir a. hingga d. dan letak pepohonan dan kelompok pohon tersebut. Jika dilakukan penggalian dan penimbunan setinggi 1 m atau lebih yang meliputi daerah seluas 1.000 m2 atau lebih, tindakan seperti restorasi permukaan tanah, penghumusan dan perbaikan tanah, dsb harus dilakukan pada bagian yang digali atau ditimbun (kecuali permukaan jalan dan bagian lainnya yang jelas tidak membutuhkan tumbuh-tumbuhan, dan bagian-bagian dimana pertumbuhan vegetasi terjamin).
Pasal 28-3 Mengenai pembangunan bangunan yang telah direncanakan, dsb dan aktivitas pengembangan yang dilakukan untuk tujuan pembangunan dimana kebisingan dan getaran, dsb memiliki dampak yang merugikan terhadap lingkungan, zona hijau dan zona penyangga lainnya yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi berdasarkan skala pengembangan harus ditempatkan sejauh 4-20 m pada bagian dalam batas daerah pengembangan. Namun, mengenai bagian-bagian dimana lahan daerah pengembangan yang berbatasan dengan taman, kawasan hijau dan sungai, dsb. Di luar daerah pengembangan, akan mungkin untuk mengurangi tetapi tidak menempatkan zona penyangga tergantung pada luas daerah tersebut. Pasal 29 Sebagai tambahan dari hal-hal yang ditetapkan mulai Pasal 25 hingga ke Pasal sebelum ini, hal-hal teknis yang diperlukan mengenai struktur dan kapasitas fasilitas, misalnya, kemiringan jalan, resistensi air dari saluran pembuangan, dsb, seperti yang ditetapkan dalam Pasal 33 Ayat 1 Butir 2 hingga Butir 4 dan Butir 7 Undang-Undang Perencanaan Kota, akan ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi.
– 142 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Standar-Standar yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 29-2 Standar-standar yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang mengenai penguatan larangan adalah sebagai berikut: (1) Mengenai larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 2, Butir 3 dan Butir 5 hingga Butir 7, Pasal 27, Pasal 28 Butir 2 hingga Butir 6, atau Pasal 28-2 hingga Pasal 29, hal-hal tersebut harus dilaksanakan terhadap lingkup yang tidak melebihi batas-batas yang diperlukan untuk melestarikan lingkungan, mencegah bencana atau meningkatkan kenyamanan. (2) Penguatan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 2 harus dilaksanakan terhadap lingkup yang tidak melebihi 12 m (6 m jika lalu lintas tidak terganggu pada bagian yang kecil) dengan tetap mengacu pada lebar minimum untuk jalan yang dibutuhkan. (3) Penguatan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 3 akan dilaksanakan dengan tetap mengacu pada luas area pengembangan. (4) Penguatan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 5 akan dilaksanakan dengan lingkup yang tidak kurang dari 5.5 m dengan tetap mengacu pada lebar minimum jalan yang harus memiliki tempat pejalan kaki yang terpisah dengan badan jalan. (5) Penguatan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 6 adalah sebagai berikut: a. Jenis fasilitas yang harus dibangun dalam aktivitas pengembangan yang dilaksanakan dengan tujuan bangunan utama perumahan harus dibatasi menjadi taman. b. Batas minimum yang ditetapkan untuk jumlah taman, kawasan hijau dan alun-alun akan dibangun atau luas per fasilitas. c. Rasio minimum dari gabungan taman, kawasan hijau dan alun-alun yang akan dibangun dengan mengacu pada luas daerah yang dikembangkan tidak boleh lebih dari 6%, dan hal ini harus dilaksanakan jika benar-benar diperlukan dengan pertimbangan persyaratan daerah pengembangan dan sekitarnya dan tujuan tataguna lahan dari bangunan yang akan dibangun, dsb (6) Penguatan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 7 akan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dengan mengacu pada batas minimum jumlah taman, kawasan hijau dan alun-alun yang akan dibangun atau luasan per fasilitas atau rasio minimum dari gabungan luas daerah fasilitas-fasilitas tersebut dengan mengacu pada luas daerah yang dikembangkan (terbatas tidak lebih dari 6%). (7) Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 27 akan dilaksanakan dengan mengacu pada skala aktivitas pengembangan kurang dari 20 Ha, jika ada keperluan khusus untuk pusat pengumpulan limbah dan fasilitas kepentingan umum lainnya, dimana fasilitas untuk kepentingan umum tersebut akan dibangun. – 143 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(8)
Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 28 Butir 2 hingga Butir 6 akan dilaksanakan jika dikarenakan oleh gambaran meteorologi yang khusus atas daerah terkait, yang dianggap sulit untuk mencegah longsor atau pengikisan sedimen yang timbul akibat aktivitas pengembangan ini dengan menggunakan ketentuan-ketentuan tersebut saja. (9) Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 28-2 Butir 1 mengenai pepohonan dan kelompok pohon yang membutuhkan tindakan pelestarian, akan dilaksanakan jika ada kebutuhan khusus untuk melestarikan lingkungan alam dengan baik. (10) Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 28-2 Butir 2 harus dilaksanakan dengan mengacu pada tinggi minimum galian dan timbunan yang membutuhkan tindakan seperti restorasi permukaan tanah, penghumusan tanah dan perbaikan tanah, dsb dan luas minimum galian dan timbunan. (11) Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 28-3 harus dilaksanakan dengan mengacu pada lebar minimum zona penyangga yang dibutuhkan berdasarkan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi terhadap kisaran yang tidak boleh lebih dari 20 m. (12) Pelaksanaan larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal sebelumnya harus dilaksanakan berdasarkan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi. 2 Standar-standar yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang terkait dengan mitigasi larangan adalah sebagai berikut: (1) Larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 2 atau Butir 6 harus dilaksanakan dalam lingkup yang tidak mengganggu konservasi lingkungan, pencegahan bencana dan peningkatan kenyamanan. (2) Mitigasi larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yang disebutkan dalam Pasal 25 Butir 2 harus dilaksanakan dengan mengacu pada lebar minimum jalan yang akan dibangun pada aktivitas pengembangan yang dilakukakan pada kawasan terbangun terhadap ruang lingkup yang tidak kurang dari 4 m (atau lebar yang berlaku jika lebar jalan di sekitar daerah yang dikembangkan berfungsi secara terpisah dengan jalan yang dipertanyakan lebih dari 4 m). (3) Mitigasi larangan yang ditetapkan dalam ketentuan teknis yan disebutkan pada Pasal 25 Butir 6 harus dilaksanakan jika pihak-pihak yang berwenang berencana untuk membangun taman, kawasan hijau atau alun-alun yang berskala besar di sekitar daerah pengembangan. (Kriteria yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 33 Ayat 4 Undang-Undang Perencanaan Kota)
Pasal 29-3 Kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 33 Ayat 4 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah luas minimum lokasi bangunan tidak lebih 200 m2 (300 m2 pada daerah sekitar kawasan terbangun dan di daerah lainnya yang membentuk lingkungan hidup yang baik). – 144 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Barang Berbahaya, dsb Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 7 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 29-4 Barang-barang berbahaya yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 7 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah bahan peledak seperti dinyatakan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pengendalian Bahan Peledak (Undang-Undang No.149 Tahun 1950). 2 Bangunan atau gedung kategori 1 yang ditetapkan oleh Ordonansi sebagai bangunan yang tidak sesuai bagi daerah UPA berdasarkan Pasal 34 Butir 7 Undang-Undang Perencanaan Kota, adalah bangunan atau gedung kategori 1 yang menyimpan bahan peledak seperti yang ditetapkan dalam Pasal 12 Undang-Undang Pengendalian Bahan Peledak. (Bangunan-bangunan, dsb yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 8 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 29-5 Bangunan atau gedung kategori 1 yang ditetapkan oleh Ordonansi sebagai bangunan yang sulit atau tidak sesuai dibangun di daerah UPA berdasarkan Pasal 34 bagian 8 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2)
Bangunan atau gedung kategori 1 yang merupakan fasilitas pengelolaan jalan, daerah peristirahatan atau pomba bensin, dll., yang dibangun pada tempat yang sesuai untuk menjamin lancarnya lalu lintas di jalan; dan Bangunan-bangunan yang merupakan pabrik pembuatan bahan peledak Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pengendalian Bahan Peledak.
(Kriteria yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 8-3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 29-6 Kriteria yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 8-3 Undang-Undang Perencanaan Kota sebagai aturan adalah yang tidak termasuk daerah yang dinyatakan dalam Pasal 8 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir b. hingga Sub Butir d. termasuk lahan yang ditetapkan oleh ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 8-3 yang sama. (Kriteria yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 8-4 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 29-7 Kriteria yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 8-4 Undang-Undang Perencanaan Kota sebagai aturan adalah yang tidak termasuk daerah yang dinyatakan dalam Pasal 8 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir b. hingga Sub Butir d. termasuk lahan yang ditetapkan oleh ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 8-4 yang sama. (Periode yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 9 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 30 Periode yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 9 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 5 Tahun dihitung sejak hari ditetapkannya atau direvisinya rencana perencanaan kota terkait. – 145 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Luas Daerah Pengembangan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 34 Butir 10 Sub Butir a. Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 31 Luas daerah pengembangan yang ditetapkan Ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 10 Sub Butir a. Undang-Undang Perencanaan Kota adalah 20 Ha. Namun, ketika dianggap tidak sesuai dinilai dari kondisi penduduk, industri dan tata guna lahan, dsb pada daerah perencanaan kota, gubernur propinsi dapat menggunakan peraturan propinsi untuk menetapkan luas secara terpisah mulai dari 5 – 20 Ha, terbatas pada luas, kegunaan dan tipe aktivitas pengembangan yang secara drastis mengkontribusikan peningkatan industri, perbaikan lingkungan hidup dan perawatannya atau peningkatan fungsi-fungsi kota lainnya. (Hal-hal yang Memerlukan Konsultasi, dsb Mengenai Revisi Aktivitas Pengembangan) Pasal 31-2 Hal-hal mengenai aktivitas pengembangan yang membutuhkan diskusi dengan pihak-pihak yang disebutkan dalam Pasal 23, sebagaimana yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 35-2 Ayat 4, adalah sebagai berikut: (1) (2) (3)
Lokasi tempat, luas dan skala daerah yang dikembangkan; Tujuan tata guna bangunan yang rencananya akan dibangun, dsb; dan Desain fasilitas yang memberi manfaat bagi publik mengenai pihak-pihak yang membutuhkan konsultasi 2 Ketentuan pada Pasal 23 berlaku untuk daerah yang luasnya menjadi lebih dari daerah 20 ha (40 ha harus berkonsultasi dengan pihak-pihak yang tercantum dalam bagian 3 atau bagian 4 pada Pasal yang sama) mengikuti revisi luas atau skala daerah yang dikembangkan. (Fasilitas-Fasilitas Umum yang Penting, dsb yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 32 Fasilitas-fasilitas umum yang penting yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2)
Fasilitas-fasilitas kota berikut ini: jalan dengan lebar 12 m atau lebih, taman, kawasan hijau, alun-alun, sistem pembuangan (kecuali limbah padat) kanal dan saluran air; dan Sungai-sungai.
Pasal 33 Orang-orang yang mau berkonsultasi dengan pihak pemerintah pusat atau pemda yang berwenang mengenai biaya yang dibebankan berdasarkan Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota harus menyerahkan dokumen-dokumen yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi kepada pihak pemerintah pusat atau pemda terkait dalam waktu tiga bulan sejak saat diumumkannya berdasarkan Pasal 36 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota.
– 146 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Aktivitas Pengembangan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 34 Aktivitas pengembangan yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 bagian 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2)
Aktivitas pengembangan yang disebutkan dalam Pasal 29 Ayat 1 b Butir 4 hingga Butir 9 Undang-Undang Perencanaan Kota; dan Aktivitas pengembangan yang dilakukan sebagai bangunan reklamasi lahan pemukiman yang disyahkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Mengenai Bangunan Reklamasi Lahan Pemukiman yang Sudah Tua (Undang-Undang No.160 Tahun 1964).
(Aktivitas yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 35 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 Butir 6 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2)
(3)
(4)
Bangunan garasi, tempat penyimpanan dan bangunan-bangunan sejenis lainnya di lokasi yang sudah ada; Pembangunan kembali atau revisi tujuan penggunaan bangunan, dengan total luas lantai yang dibutuhkan dalam pekerjaan pembangunan kembali atau revisi adalah 10 m2 atau kurang; Aktivitas pengembangan yang dilaksanakan dengan tujuan membangun bangunan baru yang dipergunakan sebagai toko, aktivitas pendirian usaha dana ktivitas lainnya untuk melukukan komoditi penjualan, pemrosesan dan perbaikan, dsb yang etrutama diperlukan kehidupan sehari-hari bagi penghuni yang tinggal di daerah pengendali urbanisasi disekitar kawasan yang dikembangkan tersebut, dengan total luas lantai 50 m2 atau kurang (terbatas pada kasus dimana total luas dari bagian yang dipergunakan untuk aktivitas di atas adalah 50% atau lebih), dimana penghuni daerah pengendali urbanisasi di sekitar kawasan yang dikembangkan melakukan sendiri aktivitas-aktivitas tersebut; dan Pembangunan baru bangunan kategori 1 untuk penggunaan sementara pada bangunan-bangunan teknik sipil atau bangunan lainnya.
(Kriteria Ijin untuk Bangunan, dsb mengenai Lahan yang Belum Memiliki Ijin Pembangunan) Pasal 36 Gubernur propinsi tidak boleh memberikan ijin berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota, kecuali berlaku hal-hal berikut ini: (1)
Lahan gedung atau bangunan khusus kategori 1 harus memenuhi kriteria berikut (kecuali b. dalam kasus revisi penggunaan): a. Saluran pembuang dan fasilitas pembuangan lainnya, berdasarkan pertimbangan hal-hal berikut ini dengan hati-hati, memindahkan kotoran dari lokasi secara efektif, dan memiliki struktur, kapasitas dan denah saluran pembuangan yang dapat menjamin bahwa kerusakan akibat banjir, dsb tidak terjadi di lokasi tersebut dan daerah sekitarnya: – 147 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
1) Presipitasi di daerah terkait 2) Skala, bentuk dan sifat tanah di lokasi terkait; 3) Kondisi daerah di sekitar lokasi dan di daerah tujuan pembuangan air; 4) Tujuan penggunaan gedung atau bangunan khusus kategori 1 tersebut. b. Jika tanahnya merupakan tanah lembek, sangat beresiko tinggi utuk terjadinya longsor atau banjir dan memiliki kondisi yang serupa, tindakan penyelamatan yang diperlukan seperti perbaikan tanah dan pembangunan dinding penahan, dsb akan dilakukan. (2) Pada perencanaan kawasan atau perencanaan kawasan dusun pedesaan (terbatas pada daerah dimana rencana peningkatan kawasan atau rencana peningkatan kawasan dusun pedesaan telah disusun), penggunaan bangunan dengan struktur khusus kategori 1 harus mengajukan permohonan ijin yang sesuai dengan isi rencana peningkatan kawasan tersebut atau rencana peningkatan dusun pedesaan); (3) Gedung dengan bangunan khusus kategori 1 harus mengajukan permohonan ijin, yaitu yang termasuk salah satu dari gambaran berikut: a. Gedung atau bangunan khusus kategori 1 seperti yang ditetapkan dalam Pasal 34 Butir 1 hingga Butir 8-2 Undang-Undang Perencanaan Kota; b. Bangunan baru atau bangunan yang baru direnovasi atau bangunan khusus kategori 1 yang baru dibangunpada lahan yang ditetapkan oleh ordonansi berdasarkan Pasal 34 Butir 8-3 Undang-Undang Perencanaan Kota, yang tidak sesuai dengan tujuan penggunaanya seperti yang telah ditentukan oleh ordonansi tersebut, atau bangunan yang tidak lagi sesuai dengan tujuan penggunaannya yang telah ditetapkan oleh ordonansi tersebut mengikuti perubahan tujuan penggunaan bangunan tersebut di daerah terkait; c. Bangunan baru, bangunan yang direnovasi atau dirubah kegunaannya atau bangunan khusus kategori 1 yang baru dibangun di daerah yang tidak berbahaya bagi urbanisasi yang digalakkan di sekitar gedung atau bangunan tersebut dan jika aktivitas tersebut dianggap akan sangat sulit atau tidak sesuai untuk dilaksanakan di daerah promosi urbanisasi, dimana diberlakukan berbagai larangan mengenaia luas, maksud dan tujuan penggunaanya oleh peraturan propinsi (atau peraturan designated city atau kota administratif jika aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan pada kota atau kotamadya tersebut). Dalam hal ini, daerah yang sudah ditetapkan oleh ordonansi tidak termasuk daerah-daerah yang disebutkan dalam Pasal 8 Ayat 1 Butir 2 Sub Butir b. hingga Sub Butir d. d. Gedung atau bangunan khusus kategori 1 yang dibangun oleh orang-orang yang ditetapkan dalam Pasal 34 Butir 9 Undang-Undang Perencanaan Kota mengenai lahan yang ditetapkan pada bagian yang sama dengan tujuan yang ditetapkan pada bagian yang sama (terbatas pada gedung dan bangunan yang dibangun dalam periode yang ditetapkan pada Pasal 30); dan e. Gedung dan bangunan khusus kategori 1 yang berada di daerah yang tidak berbahaya bagi urbanisasi yang sedang digalakkan di sekitar gedung atau bangunan tersebut dan ketika pembangunan dianggap sangat sulit atau tidak sesuai untuk dilaksanakan pada daerah UPA, yang telah dibicarakan oleh gubernur propinsi dalam dewan pengkajian pembangunan. – 148 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
2 Ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 26, Pasal 28 dan Pasal 29 akan menentukan pemberlakuan kriteria yang ditetapkan dalam bagian 1 Ayat sebelumnya. Bagian 1-2. Peraturan mengenai Bangunan, dsb di Daerah yang Direncanakan untuk Proyek Pengembangan Kota, dsb (Aktivitas Adminsitrasi Rutin, Aktivitas Minor dan Ativitas Lainnya) Pasal 36-2 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 52-2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2) (3)
(4)
(5)
Pembangunan gedung sementara (bangunan yang berbeda dengan gedung; hal yang sama berlaku seterusnya pada Pasal ini, Pasal 38-4, Pasal 38-5 dan Pasal 38-7); Pembangunan gedung atau perubahan bentuk atau sifat tanah yang dilakukan sebagai suatu kewajiban atau tindakan yang berdasarkan Undang-Undang; Bangunan garasi, gudang penyimpanan atau bangunan sejenis yang ekivalen (terbatas hanya untuk bangunan yang terbuat dari kayu yang memiliki tidak lebih dari dua lantai dan tidak memiliki ruang bawah tanah) di lokasi bangunan yang sudah ada, atau pembangunan bangunan tambahan terhadap bangunan-bangunan yang ada; Perubahan bentuk dan sifat tanah yang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam bidang pertanian, kehutanan dan perikanan dengan tujuan menjalankan kegiatan pertanian, kehutanan dan perikanan; dan Perubahan bentuk dan sifat tanah yang diperlukan untuk mengelola gedung atau bangunan yang ada.
(Aktivitas yang Berhubungan dengan Aktivitas-Aktivitas yang Dilakukan sebagai Bentuk Pelaksanaan dari Proyek Perencanaan Kota) Pasal 36-3 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi yang ebrhubungan dengan aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan dari proyek-proyek perencanaan kota berdasarkan Pasal 52-2 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan sesuai dengan rencana perencanaan kota yang terkait dengan fasilitas kota (kecuali hal-hal yang ditetapkan dalam Pasal 11 Ayat 1 Butir 8 hingga bagian 10 Undang-Undang Perencanaan Kota) oleh Negara, propinsi, kotamadya (termasuk Daerah Istimewa Metropolitan; hal yang sama juga berlaku dalam Pasal 37-2 dan Pasal 38), atau pihak-pihak yang mengelola fasilitas-fasilitas kota tersebut.
– 149 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Bagian 2. Kota, dsb
Peraturan mengenai Bangunan, dsb di Daerah Fasilitas Perencanaan
(Aktivitas Minor yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 37 Aktivitas-aktivitas minor yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah pembangunan kembali atau relokasi bangunan-bangunan kayu yang bertingkat dua atau lebih dan yang tidak memiliki bangunan bawah tanah. (Aktivitas yang Ditetapkan oleh Berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 37-2 Aktivitas-aktivitas yang ditetapkan oleh berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan rencana perencanaan kota mengenai fasilitas kota atau proyek pengembangan kota oleh Negara, propinsi, kotamadya, atau pihak-pihak lainnya yang mengelola fasilitas-fasilitas kota tersebut. (Aktivitas yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 5 tentang Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 37-3 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah bangunan-bangunan berikut dan harus sesuai dengan batasan-batasan bangunan atau pembangunan, dsb yang ditetapkan pada Pasal 12-11 Ayat 8 Undang-Undang Perencanaan Kota: (1) (2)
Bangunan jalan yang tergabung dengan dengan bangunan-bangunan yang ditetapkan dalam Pasal 47-6 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Jalan Raya; dan Bangunan-bangunan yang dibangun oleh pihak-pihak pengelola jalan, dimana tempat dimana fasilitas-fasilitas rencana perencanaan kota tersebut berada.
(Kasus-kasus yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 54 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 37-4 Kasus-kasus yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 54 Butir 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2)
Kasus dimana bangunan merupakan bangunan bawah tanah; Kasus dimana bangunan berada di lokasi yang terdapat di bawah tanjakan yang merupakan fasilitas jalan kota (kecuali kasus yang disebutkan dalam Butir sebelum ini), dan ketika diketahui bahwa bangunan tersebut tidak mengganggu kenyamanan bangunan-bangunan lainnya atau mengganggu aspek-aspek lainnya terhadap lingkungan sekitarnya dalam hal keamanan, pencegahan kebakaran dan sanitasi;
– 150 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(3)
Kasus dimana bangunan koridor penghubung dan bangunan lainnya yang digunakan untuk tempat lalu lintas (terbatas pada bangunan-bangunan yang memenuhi persyaratan berikut) berlokasi di tempat yang terletak di daerah tanjakan yang merupakan fasilitas jalan kota (kecuali bangunan-bangunan yang dinyatakan dalam bagian selanjutnya), dan ketika diketahui bahwa bangunan tersebut tidak mengganggu kenyamanan bangunan lainnya atau mengganggu aspek-aspek lainnya di lingkungan sekitarnya dalam hal keamanan, pencegahan kebakaran dan sanitasi: a. Bangunan-bangunan yang sesuai dengan gambaran berikut: 1) Bangunan-bangunan yang dibangun pada sekolah, rumah sakit, rumah jompo dan bangunan-bangunan dengan peruntukkan sejenis, dan dibutuhkan untuk mencegah bahaya karena lalu lintas murid, pasien dan orang-orang jompo, dll; 2) Bangunan-bangunan yang dibangun pada bangunan bertingkat lima atau bangunan bertingkat tinggi, dan yang dibutuhkan sebagai fasilitas evakuasi untuk bangunan-bangunan yang dipertanyakan; dan 3) Bangunan-bangunan yang dipergunakan untuk dapat dilalui oleh orang dalam jumlah yang besar atau dilalui oleh barang dengan volume yang besar, dan yang mengkontribusi untuk mitigasi lalu lintas kenderaan; b. Bangunan-bangunan yang dibangun pada bangunan yang merupakan bangunan utama (bangunan utama seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Butir 5 Undang-Undang Standar Bangunan) yang sesuai dengan salah satu gambaran berikut: 1) Bangunan yang merupakan bangunan tahan api seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Butir 7 Undang-Undang Standar Bangunan; 2) Bangunan yang sesuai dengan Pasal 108-3 Ayat 1 Butir 1 atau Butir 2 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan; dan 3) Bangunan yang terbuat dari material tahan api seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Butir 9 Undang-Undang Standar Bangunan (mengacu pada bahan tahan api yang disebutkan pada Butir c.) c. Bangunan yang memenuhi ketentuan berikut: 1) Bagian-bagian penting dalam hal daya tahan bangunan seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 Butir 3 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang terbuat dari struktur rangka baja, struktur beton bertulang, dan bagian lainnya yang terbuat dari bahan tahan api; 2) Bagian yang menghadap ke luar yang tidak menggunakan kaca (kecuali kawat kaca), batu bata, ubin, blok beton, batu hias, terracotta dan bahan sejenis lainnya. Namun, hal ini tidak berlaku terhadap bagian-bagian yang tidak beresiko terhadap bahan-bahan untuk jalan; 3) Pada bagian yang jika tinggi dindingnya 1,5 m atau lebih dari atas lantai yang dipasang dan terbuka, pada bagian dinding yang kurang dari 1,5 m dari tinggi lantai, tinggi kusen jendela akan ditentukan.
– 151 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(4)
Kasus dimana bangunan gedung (terbatas pada: jika bangunan merupakan koridor penghubung atau digunakan sebagai gang tempat lalu lintas orang atau barang, seperti yang dinyatakan pada Butir c. 1) dan 2)) dibangun pada daerah tanjakan yang merupakan fasilitas jalan kota yang diperuntukkan hanya untuk kenderaan roda empat pada kawasan yang tinggi dan pada kawasan dataran tinggi dimana tinggi minimum bangunan telah ditentukan, dan jika diketahui bahwa bangunan tersebut tidak mengganggu kenyamanan bangunan lainnya atau menggagnggu aspek-aspek lainnya di lingkungan sekitarnya dalam hal keamanan, pencegahan kebakaran dan sanitasi.
(Orang-orang yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38 Orang-orang yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 55 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah propinsi dan kotamadya. (Aktivitas Administrasi Rutin, Aktivitas Minor dan Aktivitas Lainnya) Pasal 38-2 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 52-2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota yang berlaku berdasarkan Pasal 57-3 Ayat 1 Undang-Undang yang sama, adalah aktivitas yang disebutkan dalam tiap Butir pada Pasal 36-2. (Aktivitas yang Berhubungan dengan Aktivitas yang Dilakukan sebagai Bentuk Pelaksanaan Proyek-Proyek Perencanaan Kota) Pasal 38-3 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi yang ebrhubungan dengan aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan proyek-proyek perencanaan kota berdasarkan Pasal 52-2 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota yang berlaku berdasarkan Pasal 57-3 Ayat 1 Undang-Undang yang sama, adalah aktivitas-aktivitas yang disebutkan pada Pasal 36-3. Bagian 3.
Peraturan mengenai Bangunan, dsb pada Daerah Perencanaan Kawasan
(Aktivitas yang Membutuhkan Pengumuman) Pasal 38-4 Aktivitas-aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi pada bagian-bagian lain dari pada yang tertera pada tiap Butir Pasal 58-2 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah pembangunan gedung dan tiap aktivitas yang disebutkan pada bagian berikut ini pada daerah atau lahan yang disebutkan pada tiap bagian: (1)
Daerah dimana larangan tata guna sudah ditetapkan pada perencanaan kawasan, atau larangan mengenai bangunan, dsb yang dibuat berdasarkan penggunaan bangunan: perubahan pada tujuan penggunaan bangunan, dsb (terbatas pada kasus dimana bangunan, dsb dengan perubahan tata guna berikut yang tidak sesuai dengan larangan tata guna yang ditetapkan dalam rencana tata kawasan, atau larangan mengenai bangunan, dsb yang dibuat berdasarkan kegunaanya);
– 152 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(2) (3)
Daerah dimana larangan mengenai bentuk atau desain bangunan, dsb ditentukan dalam rencana kawasan: perubahan bentuk atau desain bangunan, dsb; dan Daerah dimana hal-hal mengenai konservasi seperti yang ditetapkan dalam Pasal 7-7 telah ditentukan dalam rencana kawasan: penebangan pohon atau pohon bambu.
(Aktivitas yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38-5 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
Perubahan berikut terhadap pembagian, bentuk dan karakter lahan a. Perubahan terhadap pembagian, bentuk dan karakter lahan yang dilakukan dengan tujuan penyediaan lahan bagi bangunan sementara atau pembangunan gedung sementara; b. Perubahan terhadap pembagian, bentuk dan karakter lahan yang diperlukan untuk pengelolaan bangunan yang ada, dsb; dan c. Perubahan terhadap pembagian, bentuk dan karakter lahan yang dilakukan dalam praktek-praktek pertanian, kehutanan dan perikanan; (2) Pembangunan gedung atau bangunan yang diperuntukan sebagai berikut: a. Pembangunan gedung atau bangunan seperti yang diperuntukkan dalam bagian a. pada bagian sebelumnya; b. Pembangunan bangunan yang diperlukan untuk display iklan di luar bangunan dengan total luas display seluas 1 m2 atau kurang dan tingginya 3 m atau kurang; c. Pembangunan jaringan pipa air bersih, pipa air kotor dan bangunan sejenis lainnya yang dibangun di bawah tanah; d. Pembangunan daerah jemuran pakaian, instalasi bangunan, kabel-kabel listrik untuk penerimaan (termasuk penerimaan), tiang bendera dan bangunan sejenis lainnya yang dibangun pada lokasi bangunan; dan e. Pembangunan ruang penyimpanan, pondok tempat kerja dan bangunan sejenis lainnya yang diperlukan untuk praktek-praktek pertanian, kehutanan dan perikanan. (3) Perubahan terhadap tujuan penggunaan bangunan berikut, dsb: a. Perubahan terhadap tujuan penggunaan bangunan sementara, dsb; dan b. Perubahan terhadap tujuan penggunaan bangunan, dsb yang disebutkan pada bagian e. di atas. (4) Perubahan terhadap bentuk dan desain bangunan, dsb yang disebutkan dalam bagian 2; (5) Penebangan pepohonan dan pohon bambu berikut: a. Pemindahan, perampingan, pemangkasan dan penebangan pepohonan dan pohon bambu lainnya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan pepohonan dan pohon bambu; b. Penebangan pepohonan dan bambu yang kering atau berbahaya; c. Penebangan pepohonan dan bambu yang dibutuhkan untuk tujuan gaya hidup pribadi; d. Penebangan pepohonan dan bambu yang ditanam sementara; dan e. Penebangan pepohonan dan bambu yang menghalangi survey, pekerjaan lapangan atau perawatan fasilitas. – 153 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(6)
Sebagai tambahan terhadap yang disebutkan di atas, adalah aktivitas-aktivitas yang wajib berdasarkan perintah hukum dan juga tindakan terhadap hal tersebut.
(Tindakan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38-6 Aktivitas yang ditetapkan oleh Ordonansi yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan proyek-proyek perencanaan kota berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 4 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) (2) (3) (4)
Aktivitas yang dilakukan oleh penyelenggara fasilitas perencanaan kota dalam memenuhi rencana penataan kota mengenai fasilitas kota tersebut; Aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan; Aktivitas yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan proyek-proyek pembangunan kembali kota berdasarkan Undang-Undang Pembangunan Kembali Kota; dan Aktivitas yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan proyek-proyek pegembangan blok pemukiman berdasarkan Undang-Undang Khusus mengenai Suplai Lahan Perumahan dan Pemukiman di Kawasan Utama Kota.
(Tindakan yang Dilakukan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38-7 Aktivitas yang dilakukan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 58-2 Ayat 1 Butir 5 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1)
(2)
Pembangunan gedung, bangunan dan perubahan tujuan tata guna bangunan, dsb yang membutuhkan ijin berdasarkan Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota (terbatas hanya pada larangan penggunaan yan ditetapkan untuk bangunan tersebut, dsb dalam rencana kawasan); Pembangunan gedung, bangunan dan perubahan tata guna bangunan, dsb yang membutuhkan konfirmasi berdasarkan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Standar Bangunan (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai dengan Pasal 87 Ayat 1 dan Pasal 88 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) atau notifikasi berdasarkan Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) (terbatas pada hal-hal dimana semua isi (kecuali bagian-bagian berikut) ditentukan dalam rencana tata kawasan mengenai bangunan tersebut, dsb dan lokasi yang ditentukan sebagai larangan terhadap peraturan sesuai ketentuan pada Pasal 68-2 Ayat 1 Undang-Undang yang sama (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 87 Ayat 2 dan 3 dan Pasal 88 Ayat 2 Undang-Undang yang sama): a. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum yang ditetapkan dalam rencana tata kawasan, disebut sebagai angka numerik yang ditentukan dalam Pasal 52 Ayat 1 Butir 1 hingga 4, Undang-Undang Perencanaan Kota berdasarkan ketentuan pada Pasal 68-5 Undang-Undang Standar Bangunan, atau angka numerik yang ditetapkan dalam Pasal 52 Ayat 1 Butir 2 atau Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota berdasarkan ketentuan pada Pasal 68-5-2 Undang-Undang Standar Bangunan; – 154 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(3)
b. KLB maksimum bangunan yang ditetapkan dalam rencana tata kawasan (pada rencana peningkatan kawasan, terbatas pada hal-hal dimana larangan mengenai lokasi permukaan dinding, pembangunan bangunan pada lahan di belakang dinding, dan tinggi maksimum bangunan yang dibangun berdasarkan Pasal 12-10 Undang-Undang Perencanaan Kota), yang melebihi KLB maksimum bangunan berdasarkan ketentuan pada Pasal 52 Undang-Undang Standar Bangunan pada lokasi terkait. c. Bagian-bagian berikut yang ditetapkan dalam rencana tata kawasan (terbatas pada kawasan dimana dilakukan pembangunan kembali, dsb pada kawasan): 1) KLB maksimum bangunan, yang melampaui KLB bangunan yang dibuat pada rencana perencanaan kota mengenai tata guna kawasan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota pada lokasi-lokasi tersebut; 2) KLB maksimum bangunan, yang melampaui KLB bangunan yang dibuat pada rencana perencanaan kota mengenai tata guna kawasan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 8 Ayat 1 Butir 1 Undang-Undang Perencanaan Kota pada lokasi-lokasi tersebut; dan 3) Tinggi maksimum bangunan, yang melampaui tinggi bangunan yang ditetapkan dalam rencana perencanaan kota mengenai tata guna kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah atau kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah kategori 2 pada lokasi tersebut; Tentang aktivitas-aktivitas pembangunan dan aktivitas lainnya mengenai pelaksanaan proyek-proyek yang diperlukan untuk kepentingan umum seperti yang disebutkan dalam Pasal 29 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota, jika terjadi bahaya yang tidak dapat dihindari dalam hal tujuan penggunaan dan struktur, yang menyebabkan pemburukan yang luar biasa untuk mencapai tujuan rencana tata kawasa, yang aktivitas-aktivitasnya telah ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi.
Bagian 4.
Tolok Ukur Tata Guna Lahan, dsb pada Daerah Promosi Penggunaan Lahan Tak Terpakai
(Hak-hak yang Bertujuan untuk Menjamin Penggunaan atau Pemberian sebagaimana Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-6 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38-8 Hak-hak yang bertujuan untuk menjamin penggunaan atau pemberian sebagaimana yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 58-6 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah hak permukaan atau hak sewa yang berkaitan dengan tanah. (Persyaratan yang Ditetapkan oleh Ordonansi Berdasarkan Pasal 58-6 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 38-9 Persyaratan yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 58-6 Ayat 1 Butir 3 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah salah satu dari yang berikut:
– 155 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(1) (2)
Lahan yang tidak digunakan untuk perumahan, untuk fasilitas bisnis, atau untuk tujuan lainnya; dan Jika lahan tersebut dipergunakan untuk perumahan, untuk fasilitas bisnis, atau untuk tujuan lainnya (kecuali jika benar-benar dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari), dinilai dari persyartan pengembangan lahan dan bangunan tersebut, dsb dan karena itu diketahui bahwa tingkat penggunaan lahan tersebut jauh lebih rendah dari tingkat penggunaan lahan disekelilingnya yang dipergunakan untuk tujuan yang sama atau serupa.
(Badan Hukum yang Melaksanakan Konsultasi untuk Pembelian Lahan Tak Terpakai) Pasal 38-10 Badan Hukum yang Ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 58-9 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah Otoritas Pelabuhan Daerah, Badan Penyedia Perumahan Daerah, Badan Daerah yang menangani masalah Jalan, Organisasi Pengembang Bandara, Badan Lingkungan Hidup, Organisasi Pengembangan Kapasitas dan Penempatan Tenaga Kerja, Badan Lalu Lintas Kenderaan Cepat Metropolitan, Badan Bandara International Tokyo Baru, Badan Perminyakan Nasional Jepang, Badan Pengembangan dan Promosi Daerah, Badan Usaha Kecil dan Menengah Jepang, Badan Pengembangan Kota, Badan Bangunan Pembuang Jepang, Badan Umum Pembangunan Jalan Kereta Api, Badan Jalan Raya Jepang, Badan Jalan Kenderaan Cepat (Expressway), Badan Jembatan Penghubung Honshu-Shikoku, Badan Pengembangan Sumber Daya Air dan Badan Kesejahteraan dan Tenaga Kerja.
BAB IV.
PROYEK-PROYEK PENATAAN KOTA (PASAL 39 – PASAL 40)
(Otorisasi atau Persetujuan Proyek-Proyek Penataan Kota yang tidak Membutuhkan Dengar Pendapat dari Orang-Orang yang Mengelola Sarana Irigasi dan Sarana Saluran Pembuang, dsb atau yang Melaksanakan Proyek Berdasarkan Rencana Proyek Pengembangan Lahan) Pasal 39 Proyek-proyek kecil yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan ketetntuan pada Pasal 59 Ayat 6 Undang-Undang Perencanaan Kota (termasuk jika termasuk salah satu dari komponen Pasal 63 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) adalah proyek-proyek yang secara jelas tidak menghalangi, atau lebih meningkatkan fungsi sarana irigasi atau sarana saluran pembuang atau fasilitas lainnya yang disiapkan untuk kepentingan umum untuk konservasi atau penggunaan lahan pertanian. (Pasal-Pasal yang Mengatur tentang Larangan) Pasal 40 Barang-barang yang tidak dapat dipindah-pindahkan dengan mudah sebagaimana yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 65 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah barang yang beratnya lebih dari 5 ton (kecuali barang-barang yang dapat dibagi dengan mudah hingga tiap bagiannya memiliki berat 5 ton atau kurang).
– 156 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
BAB V. KETENTUAN LAINNYA (PASAL 41 – PASAL 46) (Jumlah Penduduk menurut Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini) Pasal 41 Jumlah Penduduk menurut Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini adalah jumlah penduduk berdasarkan data sensus nasional yang terakhir atau data dari survei penduduk nasional yang ekivalen dengan data tersebut seperti yang dilaporkan dalam media-media resmi. Namun, jika batas kotamadya menjadi berubah mengikuti data survei jumlah penduduk yang dilakukan oleh media-media resmi, jumlah penduduk yang ditetapkan oleh Gubernur propinsi akan dipergunakan berdasarkan ketentuan pada Pasal 77 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah (Ordonansi No.16 Tahun 1947). (Metode Pengumuman, dsb) Pasal 42 Pengumuman yang disebutkan dalam Pasal 52-3 Ayat 1 (termasuk hal-hal yang ditetapkan pada Pasal 57-4), Pasal 57 Ayat 1, Pasal 60-2 Ayat 2, Pasal 66 dan Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota harus dibuat melalui media-media resmi, bulletin umum atau sarana lainnya yang telah ditetapkan. 2 Ketika Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi, para Gubernur Propinsi (atau orang-orang yang ditetapkan sebagai pihak yang berhak membuat pengumuman seperti yang ditetapkan dalam teks utama pada Pasal 57 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota berdasarkan Pasal 55 Ayat 4 Undang-Undang yang sama), orang yang akan menjadi pelaksana proyek atau pelaksana proyek membuat pemngumuman berdasarkan Pasal 60-2 Ayat 2, Pasal 57 Ayat 1, Pasal 52-3 Ayat 1 (termasuk hal-hal yang disebutkan pada Pasal 57-4) dan Pasal 66 Undang-Undang Perencanaan Kota, sesuai dengan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi, orang yang akan menjadi pelaksana proyek harus memperlihatkan isi pengumuman dan hal-hal lain yang relevan pada lokasi-lokasi di daerah fasilitas perencanaan kota, lokasi proyek yang direncanakan, di lokasi proyek yang direncanakan untuk pengembangan kota. 3 Jika para Gubernur propinsi melakukan pengumuman berdasarkan Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota, berdasarkan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi, mereka harus memperlihatkan isi pengumuman tersebut dan hal-hal yang relevan dengan itu ke daerah-daerah di sekitar lahan yang direncanakan untuk pelaksanaan atau lokasi-lokasi lainnya yang sesuai. (Kriteria mengenai Organisasi dan Operasional dari Komite Investigasi Pembangunan) Pasal 43 Kriteria yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 78 Ayat 8 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah sebagai berikut: (1) Ketua Komite Investigasi Pembangunan harus dilantik dan dipilih melalui pemungutan suara dari para anggota; (2) Jika Ketuanya mengalami kecelakaan, salah satu anggota Komite yang telah ditunjuk oleh Ketuanya harus menggantikan Ketua dalam melaksanakan tugas-tugasnya;
– 157 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(3)
(4)
Komite Investigasi Pembangunan tidak dapat mengadakan rapat jika Ketua (atau orang yang mewakili Ketua mengalami kecelakaan; hal yang sama berlaku di bagian selanjutnya) dan mayoritas anggota Komite tidak dapat hadir; dan Agenda Komite Investigasi Pembangunan akan ditentukan oleh mayoritas anggota yang hadir atau jika hasil pemungutan suara terbagi dua, akan ditentukan oleh Ketua.
(Delegasi Kekuasaan Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi) Pasal 43-2 Kekuasaan Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi, seperti yang ditetapkan Menteri Pertanahan, Prasarana dan Transportasi dalam Ordonansi, dapat secara parsial didelegasikan ke Direktur Biro Pembangunan Daerah dan/ atau Direktur Biro Pembangunan Hokkaido sesuai ketentuan Peraturan Kementrian Pertanahan, Prasarana dan Transportasi . (Delegasi Kekuasaan terhadap Direktur Otoritas Pelabuhan) Pasal 44 Delegasi urusan administrasi di bawah wewenang Gubernur Propinsi berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Perencanaan Kota harus dilaksanakan berdasarkan hal-hal berikut ini: (1) Urusan administrasi mengenai lahan reklamasi yang diotorisasikan penyelesaiannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Reklamasi Permukaan Air Publik (Pasal 57 Tahun 1922); dan (2) Urusan administrasi (kecuali yang disebutkan di atas) mengenai bagian dari lahan yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Pelabuhan. (Fasilitas Kota yang Terbentang di antara Area Tunggal Penunjukkan Kota dan Khususnya yang Membutuhkan Keputusan dari Sudut Pandang Area Luas) Pasal 44-2 Fasilitas kota yang ditetapkan oleh Ordonansi sebagai fasilitas kota yang terbentang di beberapa area tunggal penunjukkan kota dan khususnya yang membutuhkan keputusan dari sudut pandang area luas berdasar Pasal 87-2 Ayat 1-1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah berikut yang disebutkan dalam tiap Butir pada Pasal 9 Ayat 2: (1)
(2) (3) (4) (5) (6)
Jalur Kereta Api Ekspress Nasional dan Jalan Raya Nasional berdasarkan Undang-Undang Jalan Raya, Jalur Kereta Api Ekspress Metropolitan seperti pada Pasal 7-2 Ayat 1 Undang-Undang Khusus untuk Pembangunan Jalan (Undang-Undang No.7 Tahun 1956), Jalur Kereta Api Ekspress Hanshin seperti yang ditetapkan pada Pasal 7-2 Ayat 2 Undang-Undang yang sama, dan Jalur Kereta Api Ekspress Kota seperti dalam pada Pasal 7-14 Ayat 1 Undang-Undang yang sama; Bandara seperti yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Bandara; Taman dan kawasan hijau yang dibangun oleh Negara; Bangunan-bangunan air; Sistem pembuangan limbah; dan Sungai (kecuali sungai golongan 2 seperti yang ditetapkan dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Persungaian yang berada di dalam area tunggal penunjukkan kota). – 158 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Aturan Khusus mengenai Kota-Kota Besar, dsb) Pasal 45 Pada kota-kota yang ditunjuk, pekerjaan administrasi yang diproses oleh kota-kota tersebut seperti yang ditetapkan Pasal 87-3 Undang-Undang Perencanaan Kota, dilaksanakan berdasarkan Pasal 170-38 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah. 2 Pada pusat kota, mengenai pekerjaaan administrasi yang diproses oleh pusat kota seperti yang ditetapkan dalam Pasal 87-3 Undang-Undang Perencanaan Kota, dilaksanakan berdasarkan Pasal 174-49-17 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah. 3 Pada kota-kota yang ditunjuk khusus, mengenai pekerjaaan administrasi yang diproses oleh kota-kota yang ditunjuk khusus seperti yang ditetapkan dalam Pasal 87-3 Undang-Undang Perencanaan Kota, dilaksanakan berdasarkan Pasal 170-49-20 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah. (Aturan Khusus Mengenai Kota Metropolitan Tokyo) Pasal 46 Rencana perencanaan kota yang dibuat oleh Ordonansi berdasarkan Pasal 87-4 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota adalah rencana perencanaan kota yang dibuat oleh kotamadya berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang tersebut mengenai hal-hal berikut: (1) Blok-blok tertentu yang luasnya lebih dari 1 Ha; (2) Bangunan-bangunan air, sarana suplai listrik, sarana suplai gas, sistem pembuangan limbah, pasar dan rumah potong hewan; dan (3) Rencana tata kawasan yang menetapkan mengenai pembangunan kembali, dsb kawasan promosi, atau rencana tata kawasan pinggir jalan yang luasnya lebih dari 3 Ha.
KUTIPAN KETENTUAN TAMBAHAN (Tanggal Pelaksanaan) Pasal 1 Undang-Undang ini berlaku sejak tanggal diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota (14 Juni 1969). (Penghapusan Surat keputusan dan Ordonansi) Pasal 2 (1) (2) (3)
Surat Keputusan dan Ordonansi yang akan dihapus:
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Surat keputusan No.482 Tahun 1920); Undang-Undang Perencanaan Kota dan Eksepsi Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Keputusan No.941 Tahun 1943) Undang-Undang Mengenai Proyek-Proyek Pembuatan Lahan Pemukiman, dan Tata Laksana Pelaksanaannya (Ordonansi No.314 Tahun 1964).
Pasal 3
Dihapus
Pasal 4
Dihapus – 159 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Undang-Undang Peralihan Mengenai Dokumen Perencanaan Kota) Pasal 5 Mengenai rencana perencanaan kota yang dianggap akan dilakukan berdasarkan ketentuan hukum berdasarkan Pasal 2 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota, selama periode pelaksanaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut hingga ada notifikasi atau pengiriman salinan dokumen-dokumen berdasarkan Pasal 20 Ayat 1 Undang-Undang tersebut setelah revisi pertama rencana perencanaan kota tersebut, dokumen yang harus diletakkan pada papan pengumuan umum berdasarkan Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang tersebut adalah dokumen yang disebutkan pada Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota yang lama (Undang-Undang No.36 Tahun 1920). (Undang-Undang Peralihan Mengenai Larangan dalam Perencanaan Kota) Pasal 6 Ijin yang berdasarkan Pasal 5-3 Ayat 1 Undang-Undang mengenai Pembangunan Kantor-Kantor Pemerintah dan Kantor Publik Lainnya (Undang-Undang No.181 Tahun 1951) (kecuali ijin mengenai aktivitas yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 53 Ayat 1) sebelum adanya revisi berdasarkan Pasal 11-2 hingga Pasal 11-4 Tata Laksana Pelaksanaan Perencanaan Kota Lama dan Pasal 32 Undang-Undang Pelaksanaan, disebut sebagai ijin berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota. Namun, mengenai pelanggaran terhadap persyaratkan yang harus dilampirkan atas ijin tersebut seperti yang ditetapkan dalam Butir berikutnya pada Pasal 79 Undang-Undang Perencanaan Kota, akan terjadi kehilangan ijin untuk batasan pelanggaran. 2 Orang yang menerima konfirmasi berdasarkan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.201 Tahun 1950) mengenai bangunan yang ditetapkan dalam Pasal 44 Ayat 2 Standard Undang-Undang Standar Bangunan sebelum ada perubahan berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Pelaksanaan, dan orang yang menerima pengumuman berdasarkan Pasal 18 Ayat 4 Undang-Undang yang sama (kecuali jika konfirmasi atau pengumuman tersebut berlaku terhadap aktivitas yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota), tidak membutuhkan ijin berdasarkan Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota dengan mengacu pada pembangunan bangunan sementara. 3 Mengenai tindakan untuk memperbaiki pelanggaran (kecuali yang ditetpkan dalam ketentuan yang disebutkan pada Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota) dengan mengacu pada orang yang melanggar persyaratan yang berlaku berdasarkan Pasal 11-2 hingga Pasal 11-4 dan Pasal 12 Tata Laksana Pelaksanaan Perencanaan Kota Lama, and orang-orang yang melanggar persyaratan yang berlaku Pasal 5-3 Ayat 1 atau Ayat 3 Undang-Undang mengenai Pembangunan Kantor-Kantor Pemerintah dan Kantor-Kantor Publik Lainnya sebelum adanya perubahan berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Pelaksanaan, maka akan mengikuti perlakuan secara konvensional . 4 Mengenai batasan tentang pembangunan bangunan pada pelaksanaan proyek-proyek penyesuaian kembali lahan kawasan yang berkenaan dengan rencana perencanaan kota berdasarkan ketentuan hukum yang mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang Pelaksanaan dan pelaksanaan kawasan untuk permohonan otorisasi berdasarkan Pasal 4, Pasal 14, Pasal 52 dan – 160 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Pasal 122 Ayat 2 Undang-Undang Penyesuaian Lahan sebelum ada perubahan berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Pelaksanaan terhadap pelaksanaan (Undang-Undang No.119 Tahun 1954, selanjutnya disebut Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Lama) dan Pasal 36 Ayat 1 Undang-Undang Perusahaan Umum Perumahan Jepang (Undang-Undang No.53 Tahun 1955) sebelum dirubah berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Pelaksanaan, istilah “pengumuman berdasarkan Pasal 65 Ayat 1” pada Pasal 53 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota dibaca sebagai “pengumuman resmi seperti yang disebutkan dalam tiap bagian dari Pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan, yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang ini sebelum adanya perubahan berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Pelaksanaan Perencanaan Kota (Undang-Undang No.101 Tahun 1968) berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang tersebut”, dan “pengumuman terkait” dibaca “pengumuman resmi terkait”. (Undang-Undang Peralihan Mengenai Proyek-Proyek Perencanaan Kota) Pasal 7 Proyek-proyek perencanaan kota yang dilakukan oleh Gubernur Propinsi atau Walikota Kotamadya pada saat pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota disebut sebagai proyek-proyek yang dilaksanakan oleh propinsi atau kotamadya berdasarkan Pasal 59 Ayat 2 atau Ayat 1 Undang-Undang Perencanaan Kota, proyek-proyek yang dilakukan oleh Perusahaan Umum Perumahan Jepang akan disebut sebagai proyek-proyek Badan Pembangunan Prasarana Kota yang dianggap sebagai Badan Negara berdasarkan Pasal 59 Ayat 3 Undang-Undang Perencanaan Kota yang berlaku sesuai dengan Pasal 31 Buti 12 Tata Laksana Pelaksanaan Perusahaan Umum Pembangunan Prasarana Kota (Ordonansi 254 Tahun 1999). (Undang-Undang Peralihan Mengenai Proyek-Proyek Penyesuaian Kembali Lahan ) Pasal 8 Mengenai pemberlakuan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan mengikuti perubahan pada Pasal 35 Undang-Undang Pelaksanaan (selanjutnya disebut Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Baru) dengan mengacu pada proyek-proyek pengembangan kembali lahan yang dilaksanakan sebagai proyek perencanaan kota (kecuali proyek-proyek yang dilakukan oleh Perum Perumahan Jepang berdasarkan Pasal 3-2 Ayat 1 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Lama; hal yang sama berlaku di keseluruhan Pasal ini) pada saat pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota, penyelesaian Tahun akhir proyek-proyek penyesuaian kembali lahan disebut sebagai periode pelaksanaan proyek pada saat diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota, dan bahwa periode pelaksanaan proyek akan dianggap diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 55 Ayat 9 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 55 Ayat 13) dan Pasal 69 Ayat 9 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 69 Ayat 13 dan Ayat 16) Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Baru. 2 Mengenai proyek-proyek penyesuaian kembali lahan yang ditetapkan sebagai proyek perencanaan kota pada saat pemberlakuan Undang-Undang Perencanaan Kota dan penerapan Pasal 52, Pasal 66 atau Pasal 122 Ayat 2 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Lama: dengan mengacu pada proyek-proyek yang dilaksanakan oleh kotamadya atau walikota kotamadya, penerepan kewenangan rencana kota harus disebut sebagai penerapan kewenangan skema desain seperti yang ditetapkan dalam Pasal 52 Ayat 1 atau Pasal 66 Ayat 1 – 161 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Baru, dan dengan mengacu pada proyek-proyek yang dilaksanakan oleh propinsi atau gubernur propinsi penerepan kewenangan rencana kota harus disebut sebagai penerapan kewenangan skema desain seperti yang ditetapkan dalam Pasal 52 Ayat 1 atau Pasal 66 Ayat 1 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Baru. 3 Mengenai penerapan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Baru dengan mengacu pada proyek-proyek penyesuaian kembali lahan yang disebutkan pada Ayat sebelumnya, tahun terakhir penyelesaian proyek penyesuaian kembali lahan disebut sebagai periode pelaksanaan proyek pada saat diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota, dan periode pelaksanaan proyek diatur dalam rencana perencanaan kota mengenai proyek-proyek penyesuaian kembali lahan tersebut berdasarkan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Baru yang sesuai dengan Pasal 54 dan Pasal 68 Undang-Undang yang sama. 4 Ketentuan pada Ayat 2 harus berlaku pada proyek-proyek penyesuaian lahan kembali yang dilaksanakan sebagai proyek perencanaan kota pada saat pemberlakuan Undang-Undang Perencanaan Kota, dan bagi yang sudah melakukan memberlakukan kewenangan untuk perubahan berdasarkan Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Lama (kecuali kasus yang tidak memerlukan perubahan skema desain, dan kasus yang terdiri dari hal-hal yang ditetapkan dalam Pasal 4-2 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Penyesuaian Lahan yang direvisi berdasarkan Pasal 24 Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.47 Tahun 1955). 5 Mengenai pemberlakuan Pasal 76 Ayat 1 Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Baru dengan mengacu pada proyek-proyek penyesuaian kembali lahan yang dilaksanakan sebagai proyek perencanaan kota pada saat diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota, pengumuman mengenai kewenangan atau kewenangan untuk merevisi berdasarkan Pasal 55 Ayat 7 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 55 Ayat 10) dan Pasal 69 Ayat 7 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 55 Ayat 10) Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan yang Lama disebut sebagai pengumuman mengenai keputusan atau pengumuman mengenai perubahan berdasarkan Pasal 55 Ayat 9 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai dengan Pasal 55 Ayat 13) dan Pasal 69 Ayat 9 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai dengan Pasal 55 Ayat 10) Undang-Undang Penyesuaian Kembali Lahan Baru. Pasal 9 Mengenai Undang-Undang Peralihan dengan mengacu pada proyek-proyek penyesuaian lahan kembali yang ditetapkan sebagai proyek perencanaan kota pada saat diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota dan yang dilaksanakan oleh Perum Perumahan Jepang, contoh-contoh yang ditetapkan pada Pasal sebelumnya harus diikuti. (Undang-Undang Peralihan mengenai Proyek Reorganisasi Kota) Pasal 10 Mengenai pemberlakuan Pasal 62 Ayat 2 Undang-Undang Perencanaan Kota yang baru dengan mengacu pada proyek-proyek reorganisasi kota pada saat pemberlakuan Undang-Undang Perencanaan Kota, selain dokumen-dokumen yang ditetapkan dalam Pasal 3 Ayat 2 bagian 2 Undang-Undang Pelaksanaan, rencana proyek yang ditetapkan berdasarkan Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Reorganisasi Kota yang lama pada saat diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota, dan proyek-proyek yang ditetapkan berdasarkan contoh yang diberikan pada Pasal 18 Reorganization Undang-Undang Reorganisasi Kota yang lama – 162 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
berdasarkan Pasal 73 Ayat 1 Undang-Undang Pelaksanaan akan dilakukan inspeksi oleh publik. Namun, mengenai rencana proyek yang mengikuti revisi pertama berdasarkan Pasal 63 Ayat 1 setelah diberlakukannya Undang-Undang Perencanaan Kota, hal ini tidak berlaku bagi pengiriman dokumen berdasarkan Pasal 62 Ayat 1 yang berlaku sesuai Pasal 63 Ayat 2 Undang-Undang yang sama. (Undang-Undang Peralihan Lainnya) Pasal 11 Mengenai Undang-Undang Peralihan yang menyertai perubahan parsial Undang-Undang Mengenai Konservasi Kawasan Hijau di Daerah Pinggiran Kota di Wilayah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.101 Tahun 1966) berdasarkan Pasal 62 Undang-Undang Pelaksanaan, perubahan parsial Undang-Undang mengenai Konservasi Daerah Cagar Alam di Wilayah Kinki (Undang-Undang No.103 Tahun 1967) berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang Pelaksanaan, dan perubahan parsial Undang-Undang Mengenai Reorganisasi Daerah Kota yang Terkait dengan Pembangunan Fasilitas Umum berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Pelaksanaan, contoh yang diberikan dalam Pasal 46 Undang-Undang Pelaksanaan harus diikuti. 2 Mengenai tindakan untuk memperbaiki pelanggaran dengan mengacu pada orang yang melanggar persyaratan (kecuali orang-orang yang dikenakan tindakan untuk memperbaiki pelanggaran) yang berlaku berdasarkan Pasal 14 Ayat 1 atau Ayat 3 Undang-Undang Mengenai Pengembangan Daerah Pinggiran Kota di Wilayah Ibukota Nasional (Undang-Undang No.98 Tahun 1958) sebelum revisi berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Pelaksanaan pada saat diberlakukan Undang-Undang Perencanaan Kota, persyaratan diberlakukan berdasarkan Pasal 13 Ayat 1 Undang-Undang Pembangunan Kota Perumahan yang Baru (Undang-Undang No.134 Tahun 1963) sebelum direvisi berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Pelaksanaan, persyaratan diberlakukan berdasarkan Pasal 16 Ayat 1 atau Pasal 16 Ayat 3 Undang-Undang mengenai Pengembangan Daerah Pinggiran Kota dan Daerah Pengembangan Kota di Daerah Kinki (Undang-Undang No.145 Tahun 1964) sebelum direvisi berdasarkan Pasal 58 Undang-Undang Pelaksanaan, berlaku syarat-syarat pada Pasal 17 Ayat 1 oatau Pasal 17 Ayat 3 Undang-Undang mengenai Pembangunan Pusat Distribusi Fisik di Daerah Perkotaan (Undang-Undang No.110 Tahun 1966) sebelum dirubah berdasarkan Pasal 63 Undang-Undang Pelaksanaan, dan berlaku persyaratan pada Pasal 13 Ayat 1 atau Pasal 13 Ayat 3 Undang-Undang Reorganisasi Kota yang Lama,ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perencanaan Kota harus diterapkan kepada orang-orang tersebut dengan asusmsi mereka termasuk dalam ketentuan-ketentuan yang disebutkan pada Pasal 81 Ayat 1 bagian 1 atau bagian 3 Undang-Undang Perencanaan Kota. 3 Mengenai pemberlakuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7 dan Pasal 73 Undang-Undang Lahan Pertanian (Undang-Undang No.229 Tahun 1942) pada kawasan yang konsultasi bedasarkan Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang Pembangunan Kota dan Perumahan yang baru sebelum direvisi berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Pelaksanaan pada saat diberlakukan Undang-Undang Perencanaan Kota, dan yang telah ditetapkan berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Pembangunan Kota dan Perumahan yang baru, praktek konvensional harus diikuti walaupun ketentuan-ketentuan ini mengikuti perubahan berdasarkan Ayat 9 Ketentuan Tambahan Undang-Undang Perencanaan Kota.
– 163 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Undang-Undang Peralihan Mengenai Koefisien Dasar Bangunan (KDB)) Pasal 12 Mengenai kawasan pemukiman kategori 1, kawasan pemukiman kategori 2, kawasan kuasi pemukiman, kawasan perdagangan di sekitarnya, kawasan kuasi industri atau kawasan industri yang benar-benar ditunjuk ketika Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No. 85 Tahun 2002) yang Dirubah Secara Parsial mulai berlaku, sejak saat Undang-Undang tersebut diberlakukan hingga penetapan KDB pada rencana kota mengenai wilayah ini, dianggap besarnya enam persepuluh untuk kawasan pemukiman kategori 1, kawasan pemukiman kategori 2, kawasan kuasi pemukiman, kawasan perdagangan di sekitarnya, kawasan kuasi industri dan kawasan industri, dan delapan persepuluh untuk kawasan perdagangan di sekitarnya.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.206 tanggal 31 Juli 1969), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai diberlakukan sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (1 August 1969). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.258 tanggal 30 September 1969), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1969.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.300 tanggal 9 Oktober 1970), Kutipan 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak ditetapkannya (12 Oktober 1970) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Penggunaan Gas (Undang-Undang No.18 Tahun 1970). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.333 tanggal 2 Desember 1970), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak ditetapkannya (1 Januari 1971) Undang-Undang yang merubah sebahagian Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.109 Tahun 1970). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.203 tanggal 23 Juni 1971), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak ditetapkannya (24 Juni 1971) Undang-Undang yang merubah sebahagian Undang-Undang mengenai Bangunan Pembuang (Undang-Undang No.141 Tahun 1970).
– 164 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.221 tanggal 30 Juni 1971), Kutipan 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (1 Juli 1971). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.300 tanggal 23 September 1971), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak 24 September 1971.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.437 tanggal 21 Desember 1972), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak 25 Desember 1972.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.3 tanggal 10 Januari 1974), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak 1 Pebruari 1974.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.56 tanggal 18 Maret 1974), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak ditetapkannya (19 Maret 1974) Undang-Undang yang merubah sebahagian Undang-Undang Reklamasi Badan Air milik Publik. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.203 tanggal 10 Juni 1974), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi mulai berlaku sejak hari diumumkannya ketentuan. Namun, ketentuan yang dirubah dengan menghapus Pasal 209-7 hingga Pasal 209-12, ketentuan yang merevisi Pasal 210 hingga Pasal 210-9 dan Pasal 210-13 Ayat 1, perubahan ketentuan mengenai Pasal 210-19 dan Pasal 210-20, perubahan ketentuan pada Pasal 4 dan Pasal 5 Ketentuan Tambahan, perubahan Ketentuan Tambahan dari Pasal berikutnya hingga Pasal 22 (selanjutnya disebut sebagai ‘ketentuan revisi mengenai kawasan khusus’) mulai diberlakukan sejak 1 April 1975. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.2 tanggal 9 Januari 1975), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 April 11975) Undang-Undang yang merevisi sebagian Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.67 Tahun 1974).
– 165 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.293 tanggal 30 September 1975) Ordonansi ini berlaku sejak 1 Oktober 1975. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.304 tanggal 24 Oktober 1975), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Nopember 1975) Undang-Undang yang merevisi sebagian Undang-Undang Pembangunan Kembali Kota (Undang-Undang No.66 Tahun 1975). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.306 tanggal 24 Oktober 1975), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (1 Nopember 1975). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.381 tanggal 27 Desember 1975) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (11 Januari 1976) Undang-Undang yang merevisi sebagian Undang-Undang Pendidikan Sekolah. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.123 tanggal 7 April 1978), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 23 Juni 1978. Namun, perubahan ketentuan pada Pasal 7 mulai berlaku tanggal 1 Mei 1978. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.321 tanggal 5 September 1978), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1978. Namun, ketentuan yang disebutkan di bawah ini berlaku sejak tanggal yang ditunjukkan pada tiap bagian: (1) Ketentuan Pasal 1 (terbatas pada ketentuan revisi yang ditunjukkan pada tabel yang terpisah mengenai Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Pelatihan Kejuruan): hari diumumkannya; dan (2) Ketentuan Pasal 1 (terbatas pada ketentuan revisi Pasal 4 Ayat 1 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Pelatihan Kejuruan), ketentuan Pasal 2, ketentuan Pasal 7, ketentuan Pasal 8 (kecuali ketentuan revisi dalam Tata Tertib Organisasi Kementrian Tenaga Kerja Pasal 35-3 bagian 2), ketentuan-ketentuan Pasal berikutnya, dan ketentuan pada Ketentuan Tambahan Pasal 3: 1 April 1975.
– 166 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.208 tanggal 1 Agustus 1980), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal diumumkannya ketentuan di atas.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.245 tanggal 29 September 1980), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak 1 Oktober 1980.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.273 tanggal 24 Oktober 1980) (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (25 Oktober 1980). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.144 tanggal 24 April 1981), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (25 April 1981) Undang-Undang yang merubah sebagian Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.35 Tahun 1980). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.5 tanggal 19 Januari 1983) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1983. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.102 tanggal 13 Mei 1983) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 1983. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.176 tanggal 6 Juni 1984), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 1984.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.24 tanggal 5 Maret 1985), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.31 tanggal March 15, 1985), Kutipan
– 167 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.51 tanggal 29 Maret 1985) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal diumumkannya. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.246 tanggal 2 Agustus 1985) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1985) Undang-Undang mengenai Tangki Septik. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.269 tanggal 27 September 1985) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1985) Undang-Undang yang merubah sebagian Undang-Undang Pelatihan Kejuruan. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.54 tanggal 20 Maret 1987), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1987.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.25 tanggal 23 Pebruari 1988), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (1 Maret 1988). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.183 tanggal 10 Maret 1988) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal diumumkannya. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.277 tanggal September 24, 1988) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1988) Undang-Undang Mengenai Pengembangan suatu Penelitian dan Pengembangan Tehnologi Industri. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.309 tanggal November 21, 1989), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (22 Nopember 1989) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Jalan Raya, dsb Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.15 tanggal 17 Pebruari 1990)
– 168 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Mei 1990) Undang-Undang Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang mengenai Sarana Perawatan Binatang yang Sudah Mati, dsb
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.211 tanggal 10 Juli 1990) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Desember 1990) Undang-Undang Layanan Penanganan and Transportasi Angkutan Barang. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.214 tanggal 10 Juli 1990) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Desember 1990) Undang-Undang Layanan Penanganan and Transportasi Kenderaan Angkutan Barang Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.323 tanggal 9 Nopember 1990) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (20 Nopember 1990) Undang-Undang yang merevisi sebagian Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.325 tanggal 9 Nopember 1990), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (20 Nopember 1990) Undang-Undang yang merevisi sebagian dari Undang-Undang Khusus Mengenai Peningkatan Suplai Lahan Perumahan dan Pemukiman pada Daerah Perkotaan Utama (Undang-Undang No.62 Tahun 1990). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.228 tanggal 28 Juni 1991), Kutipan 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Mei 1990) Undang-Undang yang merevisi sebagian dari Undang-Undang Mengenai Pengembangan suatu Penelitian dan Pengembangan Tehnologi Industri (Undang-Undang No.64 Tahun 1991). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.342 tanggal 15 Nopember 1991) (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 20 Nopember 1991.
(Undang-Undang Peralihan) 2 Keputusan dan revisi rencana kota yang mengenai daerah konservasi kawasan hijau, proyek pembangunan kembali kota kategori 1, proyek pembangunan blok-blok perumahan, taman, kawasan hijau atau alun-alun yang ditetapkan harus ditentukan atau direvisi oleh kotamadya berdasarkan ketetapan dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang sudah direvisi (selanjutnya disebut ‘Tata Tertib yang Baru), mengenai – 169 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
prosedur yang dilakukan oleh gubernur propinsi berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota pada saat diundangkannya Ordonansi ini dan yang diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) Undang-Undang yang sama sebelum diundangkannya Ordonansi ini, harus diikuti pelaksanaan secara konvensional. 3 Rencana kota yang mengenai daerah konservasi kawasan hijau, proyek pembangunan kembali kota kategori 1, proyek pembangunan blok-blok perumahan, taman, kawasan hijau atau alun-alun yang ditetapkan atau direvisi oleh kotamadya berdasarkan ketetapan Tata Tertib yang Baru, yang ditetapkan atau direvisi oleh gubernur propinsi berdasarkan ketetapan dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota sebelum dirubah dan Ayat di atas disebut sebagai rencana kota yang telah ditetapkan atau dirubah oleh kotamadya berdasarkan Tata Tertib yang Baru. 4 Mengenai pemberlakuan ketetapan mengenai tindakan hukum terhadap aktivitas yang dilaksanakan sebelum diberlakukannya Ordonansi ini dan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan setelah diberlakukannya Ordonansi ini untuk kasus-kasus yang dikelola secara konvensional harus yang dilkerjakan secara konvensional berdasarkan Ayat 2 Ketentuan Tambahan. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.278 tanggal 12 Agustus 1992), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1992) Undang-Undang yang merevisi sebagian dari Undang-Undang Badan Pencegahan Polusi (Undang-Undang No.39 Tahun 1992). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.54 tanggal 24 Maret 1993) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.170 tanggal 12 Mei 1993), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (25 Juni 1993) Undang-Undang yang merevisi sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (selanjutnya disebut sebagai Perubahan Undang-Undang). (Undang-Undang Peralihan Mengenai Tata Guna Kawasan) Pasal 2 Mengenai penerapan ketentuan yang disebutkan pada Pasal 38-7 bagian 3 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang mengalami perubahan (selanjutnya disebut sebagai Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Baru) berdasarkan Pasal 1 yang berlaku selama tiga Tahun sejak diberlakukannya Ordonansi ini (ketika rencana kota mengenai tata guna kawasan ditetapkan pada daerah perencanaan kota tersebut berdasarkan ketentuan pada Bab 2 Undang-Undang Perencanaan Kota yang baru berdasarkan Pasal 1 Perubahan Undang-Undang sebelum tanggal diumumkan kepada publik berdasarkan ketentuan dari Pasal 20 Ayat 1 (termasuk hal-hal yang kasus yang dibaca sebagai Pasal 22 Ayat 1 pada Undang-Undang yang sama) mengenai tata guna kawasan – 170 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
pada daerah perencanaan kota yang ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perencanaan Kota sebelum direvisi berdasarkan Pasal 1 Perubahan Undang-Undang (selanjutnya disebut sebagai ‘Undang-Undang Perencanaan Kota yang Lama) pada saat diundangkannya Ordonansi ini: pada bagian “Undang-Undang yang sama berdasarkan Pasal 68-3 Ayat 3 Undang-Undang yang sama” pada bagian yang sama sub-bagian a. dibaca “Undang-Undang Standar Bangunan berdasarkan Pasal 68-3 Undang-Undang Standar Bangunan sebelum direvisi berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.82 Tahun 1992)”; “kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah kategori 1, kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah kategori 2, kawasan pemukiman ekslusif bertingkat sedang kategori 1, dan kawasan pemukiman ekslusif bertingkat sedang kategori 2” pada bagian yang sama sub-bagian b. dibaca “kawasan pemukiman ekslusif kategori 1 dan kawasan pemukiman ekslusif kategori 2”, dan “kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah kategori 1 atau kawasan pemukiman ekslusif bertingkat rendah kategori 2” dibaca ‘’kawasan pemukiman ekslusif kategori 1”. Pasal 3 Mengenai bangunan, lokasi bangunan atau bagian-bagian bangunan atau lokasi bangunan aktual yang ada pada saat diberlakukannya Ordonansi ini pada daerah perencanaan kota berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perencanaan Kota yang lama, selama periode tiga Tahun sejak tanggal diberlakukannya Ordonansi ini, ketentuan pada Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang telah dirubah berdasarkan ketentuan Pasal 2 (selanjutnya disebut sebagai Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru) dalam Pasal 20 Ayat 1 bagian 1, Pasal 130-2 hingga Pasal 130-10, Pasal 135-4-3, Pasal 135-5, Pasal 136 Ayat 3, Pasal 137, Pasal 137-4, Pasal 137-9-2, Pasal 137-10 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 138 Ayat 3 (kecuali bagian 5), Pasal 144-2 Ayat 1 dan Pasal 149 Ayat 1 bagian 4 hingga bagian 7 dan Ayat 2 bagian 1 tidak berlaku; ketentuan Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan sebelum dirubah berdasarkan ketentuan pada Pasal 2 in Pasal 20 Ayat 1 bagian 1, Pasal 130-2 hingga Pasal 130-10, Pasal 135-4-3, Pasal 135-5, Pasal 136 Ayat 3, Pasal 137, Pasal 137-4, Pasal 137-9-2, Pasal 137-10 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 138 Ayat 3 (kecuali bagian 5), Pasal 144-2 Ayat 1 dan Pasal 149 Ayat 1 bagian 4 hingga bagian 7 dan Ayat 2 bagian 1 akan berlaku. Pasal 4 Mengenai pemberlakuan ketentuan Pasal 130 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru terhadap bangunan, lokasi bangunan atau bagian-bagian dari bangunan atau lokasi bangunan pada kawasan yang dipergunakan untuk daerah perencanaan kota yang dibangun berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Lama pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini, untuk periode 3 Tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang ini, ungkapan “ketentuan pada tiap Ayat pada Pasal 48 Undang-Undang Perencanaan Kota (kecuali Ayat 13 dan 14; sama pada kelanjutan Pasal ini)” pada Pasal yang sama bagian 1 dibaca “ketentuan pada tiap Ayat pada Pasal 48 (kecuali Ayat 9 dan 10; sama pada kelanjutan Pasal ini) Undang-Undang Standar Bangunan sebelum Perubahan Undang-Undang merubah sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (Undang-Undang No.82 Tahun 1992)”, dan ungkapan “tiap Ayat pada Pasal 48 Undang-Undang Perencanaan Kota” pada Pasal yang sama bagian 2 dan bagian 3 dibaca “tiap Ayat pada Undang-Undang Standar Bangunan sebelum Perubahan
– 171 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Undang-Undang merubah sebagian Undang-Undang Standar Bangunan”.
dari
Undang-Undang
Perencanaan
Kota
dan
Pasal 5 Selama periode 3 Tahun sejak diberlakukannya Ordonansi ini, mengenai pemberlakuan ketentuan pada Pasal 137-4 dan Pasal 137-10 Ayat 2 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru dengan mengacu pada bangunan-bangunan yang tidak harus memenuhi ketentuan pada Pasal 48 Ayat 1 hingga Ayat 8 Undang-Undang Standar Bangunan sebelum dirubah berdasarkan Pasal 2 Perubahan Undang-Undang berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang Standar Bangunan (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Standar Bangunan yang Lama), yang tidak berkaitan dengan ketentuan pada Pasal 137 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru, periodenya akan diberlakukan jika bangunan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 48 Ayat 1 hingga Ayat 8 Undang-Undang Standar Bangunan yang Lama berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 Undang-Undang Standar Bangunan (jika ketentuan ini direvisi selama periode tiga Tahun sejak diberlakukannya Ordonansi ini, termasuk ketentuan-ketentuan sebelum adanya perubahan, ketentuan pada tiap Ayat dalam Pasal 48 Ayat 1 hingga Ayat 8 Undang-Undang Standar Bangunan yang Lama dianggap sebagai ketentuan yang sama). Pasal 6 Batasan mengenai jumlah bahan berbahaya yang ditetapkan oleh Ordonansi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 27 Ayat 2 bagian 2 Undang-Undang Standar Bangunan yang mengalami perubahan berdasarkan Pasal 2 Perubahan Undang-Undang yang berlaku melalui peninjauan kembali berdasarkan Pasal 5 Perubahan Ketentuan Tambahan Undang-Undang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru) (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai dengan Pasal 87 Ayat 3 Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru), harus tetap seperti dalam tabel pada Pasal 116 Ayat 1 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru. (Undang-Undang Peralihan Menegenai Prosedur untuk Memutuskan atau Merubah Rencana Kota) Pasal 7 Keputusan dan perubahan rencana kota mengenai kegunaan kawasan dan daerah konservasi zona hijau yang telah ditetapkan harus ditentukan atau dirubah oleh kotamadya berdasarkan ketentuan dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Standar Bangunan yang Baru, mengenai prosedur yang harus diambil oleh gubernur propinsi berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Lama pada saat diberlakukannya Ordonansi ini dan yang diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 (termsuk hal-hal yang berlaku berdasarkan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) pada Undang-Undang yang sama sebelum diberlakukannya Ordonansi ini, harus dilakukan secara konvensional. 2 Dari rencana kota mengenai tata guna kawasan dan daerah konservasi zona hijau yang ditentukan atau direvisi oleh kotamadya berdasarkan ketentuan dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Baru, yang mana telah diputuskan atau – 172 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
dirubah oleh gubernur propinsi berdasarkan ketentuan Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Baru sebelum dirubah berdasarkan Pasal 1 dan Ayat di atas disebut sebagai rencana kota yang telah ditentukan atau dirubah oleh kotamadya berdasarkan Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang Baru.
(Undang-Undang Peralihan Mengenai Ketentuan Hukuman) Pasal 8 Mengenai pemberlakuan ketentuan hukuman terhadap aktivitas yang dilakukan sebelum diundangkannya Ordonansi ini dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan setelah pemberlakuan Ordonansi ini jika dilakukan secara konvensional berdasarkan Ayat 2 Pasal sebelumnya, harus dilakukan secara konvensional. Mengenai bangunan, lokasi bangunan atau bagian-bagian bangunan dalam daerah perencanaan kota berdasarkan ketentuan pada Pasal 3 Ketentuan Tambahan, hal yang sama harus diberlakukan mengenai pemberlakuan ketentuan hukuman mengenai tanggal setelah dilakukannya aktivitas dalam periode 3 Tahun sejak diberlakukannya Ordonansi ini. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.248 tanggal 9 Juli 1993), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Agustus 1993) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Mengenai Persiapan Undang-Undang yang Terkait dengan Peningkatan Suplai dan Struktur Permintaan Energi. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.303 tanggal 19 September 1994), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Tata Cara Administrasi (1 Oktober 1994). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.330 tanggal 13 Oktober 1994) (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 20 Oktober 1994.
(Undang-Undang Peralihan) 2 Keputusan dan perubahan rencana kota mengenai daerah konservasi zona hijau yang telah ditetapkan harus ditentukan atau dirubah oleh kotamadya berdasarkan ketentuan dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang telah dirubah (disebut sebagai ‘Tata Tertib yang Baru” pada Ayat berikutnya), mengenai prosedur yang dilakukan oleh gubernur propinsi berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota pada saat diundangkannya Ordonansi ini dan yang diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 (termasuk hal-hal yang diberlakukan sesuai dengan Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama)
– 173 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Undang-Undang yang sama sebelum pemberlakuan Ordonansi ini, harus dilakukan secara konvensional. 3 Rencana kota mengenai daerah konservasi zona hijau yang ditentukan atau direvisi oleh kotamadya berdasarkan ketentuan dalam Tata Tertib yang Baru, yang mana telah diputuskan atau dirubah oleh gubernur propinsi berdasarkan ketentuan Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota sebelum dirubah dan Ayat di atas disebut sebagai rencana kota yang telah ditentukan atau dirubah oleh kotamadya berdasarkan Tata Tertib yang Baru. 4 Mengenai pemberlakuan ketentuan hukuman terhadap aktivitas yang dilakukan sebelum diundangkannya Ordonansi ini dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan setelah pemberlakuan Ordonansi ini jika dilakukan secara konvensional berdasarkan Ayat 2 Ketentuan Tambahan, harus dilakukan secara konvensional. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.398 tanggal 21 Desember 1994) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 April 1995) ketentuan-ketentuan pada Bab 1 dan Ayat 2 Ketentuan Tambahan Undang-Undang mengenai Persiapan Perundang-Undangan yang Terkait yang memperkuat Pelaksanaan Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Otonomi Daerah dan perubahan ketentuan-ketentuan pada Bagian 2 Bab 12 Undang-Undang yang merubah sebagian Undang-Undang Otonomi Daerah. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.411 tanggal 26 Desember 1994), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Maret 1995) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Layanan Gas (Undang-Undang No.42 Tahun 1994). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.36 tanggal 26 Pebruari 1995), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.214 tanggal 24 Mei 1995), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (25 Mei 1995) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Pembangunan Kembali Kota, dsb Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.238 tanggal 14 Juni 1995)
– 174 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (15 Juni 1995) ketentuan pada Bagian 3 Bab 3 Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Otonomi Daerah.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.359 tanggal 18 Oktober 1995), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Desember 1995) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Layanan Listrik (selanjutnya disebut sebagai ‘Perubahan Undang-Undang’). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.216 tanggal 10 Juli 1996), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya Undang-Undang Perencanaan Kota (1 April 1997). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.308 tanggal 25 Oktober 1996), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (10 Nopember 1996) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang mengenai Pengembangan Daerah Pinggiran Jalan Arteri, dsb Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.314 tanggal 30 Oktober 1996), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (28 Nopember 1996) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Terminal Kenderaan. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.37 tanggal 19 Maret 1997), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1997.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.274 tanggal 29 Agustus 1997) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 September 1997) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan.
– 175 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.325 tanggal 6 Nopember 1997) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (8 Nopember 1997) Undang-Undang mengenai Peningkatan Blok-Blok Pencegahan Bencana pada Daerah Kota Padat.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.308 tanggal 17 September 1998) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1998) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Dasar Tenaga Atom dan Undang-Undang Badan Pengembangan Bahan Bakar Nuklir dan Tenaga Reaktor. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.331 tanggal 21 Oktober 1998), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (20 Nopember 1998) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota. (Undang-Undang Peralihan) 2 Ketentuan pada Pasal 6 dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota menurut perubahan Ordonansi ini (selanjutnya disebut sebagai ‘Tata Tertib yang Baru”) harus diberlakukan pada rencana kota mengenai jalan yang telah ditetapkan atau dirubah pada saat ditetapkannya Ordonansi ini (termasuk rencana yang ada di luar rencana kota yang menjalani perubahan atau keputusan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perencanaan Kota pada saat diberlakukannya Ordonansi ini, diumumkan kepada publik are berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang yang sama sebelum diberlakukannya Ordonansi ini (termasuk hal-hal yang berlaku dalam Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) (selanjutnya disebut sebagai ‘prosedur yang dilakukan dalam rencana kota’)). 3 Prosedur yang dilakukan dalam rencana kota harus terus ditentukan dengan praktek-praktek yang konvensional dengan mengabaikan ketentuan pada Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan yang Baru. 4 Rencana kota mengenai prosedur yang dilakukan untuk jalan harus terus ditentukan dengan praktek-praktek yang konvensional dengan mengabaikan ketentuan pada Pasal 13 Peraturan yang Baru. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.104 tanggal 31 Maret 1999) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1999. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.204 tanggal 23 Juni 1999), Kutipan
– 176 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 1999.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.256 tanggal 18 Agustus 1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1999) sebagai bagian dari Undang-Undang Badan Pembangunan Kota (selanjutnya disebut sebagai ‘Undang-Undang Badan Usaha’). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.276 tanggal 20 September 1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 Oktober 1999) sebagai bagian dari Organisasi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Tenaga Kerja dalam Undang-Undang Jepang (selanjutnya disebut sebagai ‘Undang-Undang’). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.312 tanggal 1 Oktober1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (1 April 2000 (selanjutnya disebut sebagai ‘tanggal ditetapkannya)) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Otonomi Daerah (Undang-Undang No.54 Tahun 1998). (Undang-Undang Peralihan yang Menyertai Perubahan Parsial dalam Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 9 Dari rencana kota yang keputusan dan prosedur perubahannya dilakukan oleh Pemerintah Metropolitan Tokyo berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota (Undang-Undang No.17 Ayat 1) pada saat diberlakukannya Ordonansi ini dan yang diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang yang sama (termasuk hal-hal yang juga berlaku pada Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) sebelum diberlakukannya Ordonansi ini, praktek konvensional harus diikuti dengan mengabaikan ketentuan pada Pasal 46 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang dirubah berdasarkan Pasal 10. (Undang-Undang Peralihan Mengenai Otorisasi, dsb) Pasal 13 Selain disposisi atau ijin dan tindakan lainnya (selanjutnya disebut sebagai ‘tindakan disposisi, dsb’ dalam Pasal ini) dilaksanakan oleh Gubernur Tokyo dan badan metropolitan lainnya berdasarkan Undang-Undang sebelum dirubah berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota atau Ordonansi sebelum berubah berdasarkan Ordonansi ini sebelum hari diberlakukannya, atau pemberlakuan atas ijin dan tindakan lainnya (selanjutnya disebut sebagai ‘tindakan pemberlakuan dsb’) yang dibuat terhadap Gubernur Tokyo dan badan metropolitan lainnya berdasarkan Undang-Undang sebelum dirubah berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota atau Ordonansi sebelum berubah berdasarkan Ordonansi ini sebelum tanggal ditetapkannya, tindakan-tindakan tersebut untuk kepala kawasan khusus dan badan lainnya yang – 177 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
melakukan pekerjaan administrasi pemerintahan akan ditetapkan melalui ketentuan yang terpisah; selain itu, mengenai pemberlakuan masing-masing Undang-Undang dan Ordonansi yang direvisi berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini pada atau setelah tanggal ditetapkannya, hal tersebut harus dianggap sebagai tindakan disposisi, dsb atau tindakan pemberlakuan, dsb yang ditetapkan oleh masing-masing Undang-Undang dan Ordonansi yang telah direvisi berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini.
2 Semua laporan, notifikasi dan prosedur lainnya yang harus dibuat berkenaan dengan Gubernur Tokyo berdasarkan Undang-Undang sebelum adanya perubahan berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota atau Ordonansi sebelum adaya perubahan berdasarkan Ordonansi ini sebelm tanggal ditetapkannya, dimana prosedur tersebut tidak dilakukan sebelum tanggal penetapannya akan ditentukan lewat ketentuan yang terpisah; selain itu, menegenai laporan, notifikasi dan prosedur lainnya yang harus dibuat berkenaan dengan kepala kawasan khusus dan badan-badan lainnya berdasarkan ketentuan terkait berdasarkan Undang-Undang dan Ordonansi yang mengikuti perubahan berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini, hal ini harus diabaikan dan ketentuan berdasarkan Undang-Undang and Ordonansi yang mengikuti perubahan berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota dan Ordonansi ini akan diberlakukan. (Pergantian Personil) Pasal 14 Mengenai orang-orang yang terlibat dalam pekerjaaan yang dilakukan dan dikelola oleh Pemerintah Kota Metropolitan Tokyo, Gubernur Tokyo, komite metropolitan atau badan lainnya sebelum tanggal penetapannya, dan orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dilakukan, dikelola dan dilaksanakan oleh kawasan khusus, kepala kawasan khusus, komite kawasan khusus atau badan lainnya berdasarkan Undang-Undang atau Ordonansi berdasarkan pada atau setelah tanggal ditetapkannya (dalam Pasal berikutnya disebut sebagai ‘personil khusus pemerintah kota metropolitan’ yang akan terlibat secara eksklusif dalam ‘pekerjaan administrasi khusus’), orang-orang yang secara resmi ditunjuk pada pemerintah kota metropolitan pada hari ditetapkannya akan terus ditunjuk secara resmi berdasarkan posisi pada kawasan khusus terkait, dan orang-orang yang direkrut dengan persyaratan khusus pada pemerintah kota metropolitan akan akan terus menjadi personil dengan persyaratan khusus pada kawasan khusus terkait. 2 Mengenai personil khusus pemerintahan kota metropolitan, yang ditugaskan pada hari ditetapkannya untuk jangka waktu kurang dari 6 Tahun untuk memproses, mengelola atau melaksanakan pekerjaan administrasi tertentu sebagai reaksi terhadap permintaan kepala kawasan khusus, komite atau anggota komite berdasarkan Pasal 252-17 Ayat 1 Undang-Undang Otonomi Daerah, dengan mengabaikan ketentuan Ayat sebelumnya, orang-orang yang ditunjuk secara resmi dalam pemerintahan kota metropolitan pada hari setelah berakhirnya periode penugasan akan melanjutkan menjadi pegawai yang ditunjuk secara resmi untuk posisi yang sesuai pada kawasan khusus tersebut, dan orang-orang yang direkrut dengan persyaratan khusus – 178 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
dalam pemerintahan kota metropolitan harus terus menjadi personil dengan persyaratan khusus pada kawasan khusus tersebut. 3 Periode rekrutment bersyarat dalam Pemerintahan Kota Metropolitan Tokyo bagi orang-orang yang akan terus memangku posisi bersyarat tersebut pada kawasan khusus berdasarkan Ayat 2 akan berjalan secara bersamaan dengan periode rekruitment bersyarat pada kawasan khusus. 4 Mengenai penggantian personil khusus pememrintah kota metropolitan pada kawasan khusus yang sulit memberlakukan ketentuan dalam Ayat 1 d an2 di atas, keputusan akan diambil melalui diskusi antara Gubernur Kota Tokyo dan Kepala Kawasan Khusus terkait. (Undang-Undang Peralihan Mengenai Ketentuan Hukuman) Pasal 15 Mengenai pemberlakuan ketentuan hukuman yang dilakukan sebelum ditetapkannya Ordonansi ini dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan setelah ditetapkannya Ordonansi ini untuk kasus yang dilakukan secara konvensional berdasarkan Ketentuan Tambahan dalam Ordonansi ini, akan diikuti perlakuan secara konvensional. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.352 tanggal 10 Nopember 1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2000.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.371 tanggal 17 Nopember 1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 19 Nopember 1999.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.431 tanggal 27 Desember 1999), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 21 Maret 2000.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.193 tanggal 31 Maret 2000), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2000.
Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.312 tanggal 7 Juni 2000), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (6 Januari 2001) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Pemerintahan (Undang-Undang No.88 Tahun 1999). Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.98 tanggal 31 Maret 2001), Kutipan – 179 –
Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota (Ordonansi No. 158)
(Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1 Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya (18 Mei 2001; selanjutnya disebut sebagai ‘hari ditetapkannya’) Undang-Undang yang merubah sebagian dari Undang-Undang Perencanaan Kota dan Undang-Undang Standar Bangunan (selanjutnya disebut sebagai ‘Perubahan Undang-Undang’).
(Undang-Undang Peralihan yang menyertai Perubahan Parsial pada Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota) Pasal 2 Rencana kota yang prosedur pengambilan keputusan atau perubahan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perencanaan Kota sebelum adanya perubahan berdasarkan Pasal 1 Perubahan Undang-Undang (Undang-Undang No.100 Tahun 1978; selanjutnya disebut sebagai ‘Undang-Undang Perencanaan Kota Lama’) pada saat ditetapkannya Ordonansi ini (termasuk rencana kota mengenai UPA dan UCA yang ditetapkan berdasarkan aturan konvensional pada Pasal 2 Ayat 2 Perubahan Undang-Undang) dan yang diumumkan kepada publik berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang yang sama (termasuk hal-hal yang berlaku sesuai Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang yang sama) sebelum ditetapkannya Ordonansi ini, aturan konvensional akan diikuti dengan mengabaikan ketentuan pada konvensional Pasal 9 Ayat 1 Butir 2 dan Ayat 2 Butir 8 dan Pasal 14 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang direvisi berdasarkan Pasal 1 (selanjutnya disebut sebagai ‘Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota Baru’). 2 Peraturan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 4-2 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota yang direvisi berdasarkan Pasal 1 pada saat ditetapkannya Ordonansi ini dianggap sebagai peraturan yang ditetapkan untuk daerah perencanaan kota yang pembagiannya menjadi UPA dan UCA belum ditetapkan berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 Tata Laksana Pelaksanaan Undang-Undang Perencanaan Kota Baru. Ketentuan Tambahan (Ordonansi No.149 tanggal 30 Maret 2001), Kutipan (Tanggal Pelaksanaan, dsb) Pasal 1
Ordonansi ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2001.
– 180 –