TINJAUAN PUSTAKA
Tata Laksana Hipertensi Pradana Tedjasukmana Departemen Kardiologi, RS Premier Jatinegara dan RS Grha Kedoya, Jakarta, Indonesia
Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler. Analisis Kearney dkk, memperlihatkan bahwa peningkatan angka kejadian hipertensi sungguh luar biasa: pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi, atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang, jumlah penderita hipertensi diprediksi akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh dunia.
kan kurang lebih 76,4 juta orang berusia ≥20 tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Walau upaya, tindakan sudah banyak dilakukan dan tersedia banyak obat untuk mengatasi hipertensi, tata laksana hipertensi masih
Grafik 1 Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa ≥20 tahun berdasarkan umur dan jenis kelamin (Data NHANES 2005-2008) A: Systolic blood pressure
Tabel 1 Perkiraan jumlah penderita hipertensi di dunia dan
B: Diastolic blood pressure Age at risk: 80-89 years
perkembangannya 256
IHD morttality (floating absolute risk and 95% CI)
128
Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15%4 dan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Sementara itu, di Amerika Serikat, data NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) memperlihatkan bahwa risiko hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Data NHANES 2005-2008 memperlihat-
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 251
jauh dari berhasil. Data NHANES 2005-2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita hipertensi, hanya 79,6% sadar telah menderita hipertensi; namun hanya 47,8% yang berusaha mencari terapi. Dan dari 70,9% pasien yang menjalani terapi, 52,2% tidak mencapai kontrol tekanan darah target.
128
70-79 years
64
60-69 years
32
50-59 years
16 40-49 years 8 4
60-69 years
32
50-59 years
16
4
1
1
140
160
180
40-49 years
8
2
Usual systolic blood pressure (mm Hg)
70-79 years
64
2
120
Age at risk: 80-89 years
256
IHD morttality (floating absolute risk and 95% CI)
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan keadaan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) ≥140/90 mm Hg.
70
80
90
100
110
Usual diastolic blood pressure (mm Hg)
Grafik 2 Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik berhubungan dengan peningkatan risiko kematian karena kardiovaskular
251 4/10/2012 2:55:57 PM
TINJAUAN PUSTAKA DAMPAK HIPERTENSI Prospective Studies Collaboration oleh Lewington dkk memperlihatkan bahwa makin tinggi tekanan darah, baik sistolik (TDS), maupun diastolik (TDD), makin tinggi pula risiko kejadian kardiovaskular. Peningkatan angka kejadian kematian karena penyakit jantung iskemik (IHD, ischaemic heart disease) pada setiap dekade meningkat seiring peningkatan TDS maupun TDD. Hal yang sama dijumpai untuk kejadian kematian karena stroke. Di samping itu, penelitian MRFIT (Multiple Risk Factor Intervention Trial) memperlihatkan bahwa peningkatan TDS berhubungan dengan peningkatan kejadian ESRD. Selain mengakibatkan komplikasi kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, data WHO tahun 2000 juga memperlihatkan bahwa hipertensi mempunyai dampak paling besar terhadap kematian global dibandingkan faktor-faktor risiko lain. Tujuan terapi hipertensi adalah mencegah komplikasi, menurunkan kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, dan renovaskular, dengan kata lain menurunkan efek terkanan darah tinggi terhadap kerusakan end-organ. Secara umum, target tekanan darah yang harus dicapai adalah 140/90 mmHg, sedangkan untuk pasien diabetes atau dengan penyakit ginjal kronik (chronic kidney diseases, CKD), target tekanan darah adalah 130/80 mmHg (JNC 7, ESC/ESH). Hipertensi yang umum dijumpai adalah hipertensi primer, mencakup 90% dari semua penderita hipertensi, sisanya 10% hipertensi sekunder. Kemungkinan hipertensi sekunder harus dipikirkan pada hipertensi yang resisten terhadap terapi (membutuhkan ≥3 golongan antihipertensi). Penyebab utama hipertensi sekunder adalah gangguan yang berhubungan dengan kelainan ginjal dan sistim endokrin. Gangguan ginjal dapat disebabkan karena penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, polycystic kidney disease), maupun penyakit ginjal vaskular (stenosis arteri renalis dan displasia fibromuskuler). Penyebab endokrin di antaranya adalah penyakit tiroid, penyakit adrenal (sindrom Cushing, aldosteronisme primer dan feokromositoma). Selain itu, klinisi juga perlu memperkirakan penyebab sekunder lainnya seperti coarctatio aorta, hipertensi karena ke-
252 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 252
hamilan, sindrom obstructive sleep apnea, hipertensi akibat obat-obatan, alkohol, kokain. Beberapa tanda klinis yang mengarah pada hipertensi renovaskular di antaranya adalah bising abdominal di daerah periumbilikal, hipertensi yang cepat memberat atau hipertensi maligna, ginjal yang mengecil unilateral, hipertensi berat pada anak-anak atau di atas usia 50 tahun, hipertensi akut, hipertensi dengan gangguan ginjal yang tidak dapat dijelaskan, perburukan fungsi ginjal akut, hipertensi refrakter terhadap 3 golongan antihipertensi. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI Pertimbangan Patofisiologis Meskipun mekanisme regulasi tekanan darah belum diketahui sempurna, pada saat ini diketahui ada tiga sistem yang sangat berperan dalam homeostasis tekanan darah. Ketiga sistem tersebut adalah: sistem saraf simpatis, sistem RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosterone System), dan keseimbangan natrium-cairan tubuh (ADH/aldosteron). Hal yang perlu diingat dalam penatalaksanaan hipertensi adalah bahwa patofisiologi peningkatan tekanan darah pada tiap pasien berbeda-beda. Pada pasien 1, peningkatan tekanan darah terutama terjadi karena sistem RAAS-nya, sedangkan faktor lainnya (seperti sistem saraf simpatis dan natrium tubuh total) berperan lebih kecil. Berbeda dengan pasien 2, kadar natrium dalam tubuh yang terutama mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Lain lagi dengan pasien 3, pengaruh tekanan darah paling besar dihasilkan oleh sistem saraf simpatis. Dengan memahami patofisiologinya, penatalaksanaan hipertensi dapat diarahkan sesuai dengan permasalahan utamanya (Gambar 1).
Penelitian INTERSALT (International Study of Sodium, Potassium, and Blood Pressure) untuk mengetahui hubungan antara asupan garam dengan tekanan darah adalah contoh/ilustrasi yang baik tentang peranan keseimbangan natrium dan cairan tubuh terhadap hipertensi. Penelitan ini merupakan penelitian epidemiologi dengan sampel sebesar 10.079 pasien pria dan wanita dengan usia 20 – 59 tahun dari 52 negara. Hasilnya memperlihatkan bahwa makin tinggi asupan garam seseorang, makin tinggi pula tekanan darah rata-rata orang tersebut. Dengan menurunkan asupan garam, terjadi penurunan tekanan darah yang diikuti dengan penurunan kejadian PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan penurunan risiko stroke. Berdasarkan penelitian ini, AHA (American Heart Association) merekomendasikan pada hipertensi asupan Natrium yang ideal adalah 1,5 gram sehari atau ekuivalen dengan 3,8 gram NaCl sehari. Hal lain yang perlu diketahui dalam patofisiologi hipertensi adalah perihal resistensi insulin. Peningkatan tekanan darah karena resistensi insulin dapat karena beberapa penyebab, di antaranya adalah peningkatan: a) produksi angiotensinogen oleh jaringan adiposa jaringan viseral yang resisten terhadap insulin; b) penurunan kadar NO karena resistensi insulin yang dapat menyebabkan disfungsi endotel; c) peningkatan reseptor AT1 dan ekspresi endotelin-1; d) peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal serta, e) peningkatan aktifitas simpatik.7 Pasien-pasien ini pada umumnya lebih resisten dan membutuhkan terapi kombinasi untuk kontrol hipertensinya. Pasien hipertensi dan juga diabetes melitus, yang melibatkan resistensi insulin, lebih sulit diterapi dan pada umumnya membutuhkan dua golongan obat antihipertensi atau lebih.
Gambar 1 Perbandingan patofisiologi peningkatan tekanan darah pada masing-masing pasien
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
4/10/2012 2:55:58 PM
TINJAUAN PUSTAKA Tabel 2 Hypertension Writing Group Definition and Classification of Hypertension
Guideline tata laksana hipertensi di antaranya adalah dari JNC 7 (2003) dan dari ESC/ ESH (2007). Keduanya merupakan rujukan utama tatalaksana hipertensi. Selain itu, para ahli juga menganjurkan jangan hanya memusatkan perhatian pada angka tekanan darah, namun juga harus ditelusuri faktor-faktor risiko kadiovaskular lainnya, adanya kerusakan target organ serta adanya penyakit penyerta Tabel 3 Pedoman penatalaksanaan hipertensi (ESC/ESH)
(komorbiditas). Dengan perkataan lain para ahli menyarankan pendekatan holistik dalam tata laksana hipertensi. Dalam kaitan ini, ASH (American Society of Hypertension) merekomendasikan klasifikasi hipertensi seperti yang terlihat dalam tabel 2. Faktor risiko kardiovaskular yang perlu mendapatkan perhatian dalam terapi hipertensi, di
antaranya adalah usia lanjut, kelebihan berat badan atau obesitas, dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan kadar LDL ≥ 130 mg/ dL, kadar kolesterol HDL < 40 mg/dL untuk pria dan < 50 mg/ dL untuk wanita, kadar trigliserida ≥ 150 mg/ dL, peningkatan kadar gula darah puasa, dan resistensi insulin serta diabetes melitus, merokok, riwayat kejadian kardiovaskular dini dalam keluarga (pria ≤ 50 tahun, wanita > 60 tahun), gaya hidup tidak sehat (kurang berolah raga, sedentary). Para dokter sebaiknya juga mengetahui beberapa petanda awal/subklinis hipertensi yang harus dideteksi sebelum terjadi kerusakan end-organ. Petanda awal ini umumnya terjadi pada beberapa organ seperti jantung, vaskular, ginjal dan retina. Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan pulse wave velocity, small artery stiffness, penebalan intima media (IMT) karotis, kalsifikasi koroner dan disfungsi endotel. Pada ginjal dapat ditemukan tanda-tanda mikroalbuminuri, (albumin urin 30-300 mg sehari), peningkatan kadar kreatinin serum serta penurunan eGFR (estimated glomerular filtration rate) antara 6090 mL/ menit. Pada funduskopi dapat dilihat perubahan pada fundus akibat hipertensi. Pasien seringkali sudah mengalami kerusakan target organ saat datang berobat, karena petanda awal hipertensi berlangsung asimptomatik. Kerusakan organ target yang perlu mendapatkan perhatian di antaranya pada jantung, vaskular, ginjal dan otak. Kerusakan jantung seperti penebalan dinding ventrikel kiri (LVH, left ventricular hypertrophy), disfungsi jantung sistolik dan diastolik, gagal jantung simptomatik, infark miokard, angina pektoris, serta penyakit jantung iskemik. Gangguan vaskular yang dapat terjadi adalah penyakit arteri perifer, stenosis arteri karotis, serta aneurisma aorta. Gangguan pada ginjal di antaranya adalah albuminuria (> 300 mg sehari) dan CKD. Gangguan pada otak seperti riwayat stroke atau TIA (Transient Ischemic Attack) Pendekatan holistik juga direkomendasikan oleh ESC/ESH (lihat tabel 3). Pada tabel 3 di samping, terlihat jelas bahwa besarnya risiko kardiovaskuler tidak hanya pada tekanan darahnya, tetapi juga pada keberadaan faktor-faktor risiko lain, seperti sindrom metabolik, kerusakan organ target sub-
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 253
253 4/10/2012 2:55:59 PM
TINJAUAN PUSTAKA klinis, diabetes melitus, dan adanya penyakit kardiovaskular atau ginjal. Berdasarkan hal tersebut, dibedakan 4 kelompok risiko kardiovaskuler (risiko kejadian kardiovaskuler fatal maupun tidak fatal dalam 10 tahun mendatang): risiko rendah, sedang (moderate), tinggi, dan sangat tinggi. Semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan pola hidup (therapeutic lifestyle changes), seperti berolahraga teratur, menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan, berhenti merokok, mengurangi asupan garam, dan lain-lain. Pasien hipertensi dengan risiko kardiovaskuler tinggi harus diobati lebih agresif dengan target tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki risiko kardiovaskular lebih rendah. Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria: 1) tingkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, dan 2) tingkatan risiko kardiovaskular (tabel 3).
Saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi: diuretik tiazida, antagonis kalsium, ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitors), ARB, dan beta-blockers. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka panjang. Guideline ESC/ ESH 2007 memberi petunjuk pemilihan golongan obat antihipertensi sebagai terapi inisial berdasarkan karakteristik kerusakan target organ subklinis (tabel 4). JNC 7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid (Compelling Indications for
Individual Drug Classes) (tabel 5). TERAPI KOMBINASI Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien hipertensi memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan darah. JNC 7 (2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan kombinasi dua macam obat pada kelas II hipertensi (≥160/100 mmHg) atau pada kelompok hipertensi dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi (Gambar 2). Kombinasi dengan garis solid adalah yang bermanfaat dan evidence based, sedangkan kombinasi dengan garis putus-putus tidak direkomendasikan.
Tabel 5 Pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan ada tidaknya penyakit komorbid
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel. Tabel 4 Terapi antihipertensi sesuai dengan kerusakan organ target
Thiazide diuretics
Angiotensin receptor antagonists
β-blockers
α-blockers Calcium antagonists
ACE inhibitore Gambar 2 Rekomendasi terapi kombinasi (ESC/ ESH)
254 CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 254
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
4/10/2012 2:56:00 PM
TINJAUAN PUSTAKA SIMPULAN 1. Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang membebani masyarakat modern, karena tingkat kejadiannya tinggi, dampaknya sangat besar terhadap organ target (jantung, otak, ginjal, mata, pembuluh darah) dan terjadinya kematian prematur. 2. Pengobatan hipertensi bermanfaat mengurangi angka kesakitan dan ke-
3.
matian. Sayangnya mayoritas pasien hipertensi tidak memperoleh pengobatan optimal, karena pada umumnya hipertensi bersifat asimptomatik. Karena itu, edukasi pasien sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Pada mayoritas pasien hipertensi, data literatur menunjukkan perlunya terapi
4.
kombinasi untuk mencapai target tekanan darah. Pencapaian target tekanan darah dan pengontrolan faktor-faktor risiko kardiovaskular lainya serta pengobatan penyakit komorbid harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi (pendekatan holistik).
DAFTAR PUSTAKA 1.
High Blood Pressure. Statistical Fact Sheet 2012 Update. [Internet] 2012. American Heart Association. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.heart.org/idc/groups/heart public/@
2.
Armilawaty, Amalia H, Amiruddi R. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi. [Internet] 2007 [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://ridwanamiruddin.wordpress.
wcm/@sop/@smd/documents/downloadable/ucm_319587.pdf
com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/ 3.
Fields LE, Burt VL, Cutler JA, Hughes J, Roccella EJ, Sorlie P. The Burden of Adult Hypertension in the United States 1999 to 2000: A Rising Tide. Hypertension. 2004;44:398-404.
4.
Kartari DS. Review Hipertensi di Indonesia, Tahun 1980 ke Atas. [Internet] Cermin Dunia Kedokteran 1988 (50). [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.pdf/03_50_ReviewHipertensidiIndonesia.html
5.
Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, et al. Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet 2005;365:217-23.
6.
Kirby M. Has ASCOT signalled the end for beta blockers as first-line antihypertensive agents? Br J Diabetes Vasc Dis. 2005;5:100–02.
7.
Kotchen TA. Insulin Resistance and Hypertension. Hypertension and the Kydney. [Internet]. Chapter 5. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.kidneyatlas.org/book3/adk3-05. QXD.pdf
8.
Lewington S, Clarke R, Qizilbash N, Peto R, Collins R. Prospective Studies Collaboration. Age-specific relevance of usual blood pressure to vascular mortality: A meta-analysis of individual data for one million adults in 61 prospective studies. Lancet. 2002;360:1903-13.
9.
Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, Cifkova R, Fagard R, Germano G, et al. 2007 Guidelines for the management of arterial hypertension: The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). Eur. Heart J 2007;28:1462 - 536.
10. Jeffrey S. Global burden of hypertension may reach 1.5 billion by 2025. [Internet] 2005. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/538629 11. Park JB. Explore the Rationale for the Dual Mechanism CCB/ARB Approach in Hypertension Management. Slide presented at: Angioplasty Summit; 2008 April 23-25; Seoul, South Korea. 12. Stainler J, Elliott P, Kestelloot H, et al. INTERSALT Cooperative Research Group. Inverse relation of dietary protein markers with bloodpressure. Circulation 1996; 94: 1629-34. 13. Stamler J, Rose G, Stamler R, Elliott P, Dyer A, Marmot M. INTERSALT study findings. Public health and medical care implications. Hypertension 1989;14:570-7. 14. U.S. Departement of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National High Blood Pressure Education Program. [Internet] 2003. [cited 2012 Feb 20]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/538629
CDK-192/ vol. 39 no. 4, th. 2012
CDK-192_vol39_no4_th2012 ok.indd 255
255 4/10/2012 2:56:01 PM