Tinjauan Pustaka
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromialgia
Samuel Josafat Olam, Ferius Soewito, Siti Annisa Nuhonni, Saleha Sungkar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak: Fibromialgia adalah kelainan yang dicirikan oleh nyeri muskuloskeletal yang menyebar dengan penyebaran simetris, kekakuan, mudah lelah, parestesi, dan gangguan tidur. Hingga kini, penyebab pasti fibromialgia belum dapat diketahui, namun fibromyalgia dapat dipicu oleh stres emosional, infeksi, pembedahan, hipotiroidisme, trauma, kurangnya latihan, penggunaan otot secara berlebihan, dan perubahan metabolisme otot. Beberapa kelainan fisiologik dan biokimia telah ditemukan yaitu kadar serotonin yang rendah, disfungsi poros hipotalamus hipofisis, kadar hormon pertumbuhan yang rendah, kadar substansi P yang meningkat dan faktor pertumbuhan saraf yang meningkat. Tatalaksana fibromialgia dapat dibagi menjadi tatalaksana farmakologis dan non-farmakologis. Tatalaksana farmakologis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, gangguan tidur serta depresi dan kecemasan. Tatalaksana non-farmakologis, selain untuk mengurangi nyeri, gangguan tidur serta depresi juga digunakan untuk mengatasi kelelahan otot. Edukasi untuk mengubah gaya hidup merupakan tatalaksana utama. Kata kunci: fibromialgia, nyeri muskuloskeletal, diagnosis, tatalaksana
158
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromyalgia
Diagnosis and Treatment for Fibromyalgia Samuel Josafat Olam, Ferius Soewito, Siti Annisa Nuhonni, Saleha Sungkar Faculty of Medicine University of Indonesia
Abstract: Fibromyalgia is a disorder characterized by multiple musculoskeletal pain with simetric distribution, stiffness, fatigue, paraesthesia and sleep disturbance. Until recently, the exact etiology of fibromyalgia has not been found, but it is known that fibromyalgia can be triggered by emotional stress, infection, surgery, hypothyroid, trauma, lack of exercise, muscle overuse, and muscle metabolism changes. Some physiological and biochemical abnormalities can be found including low serotonin level, increase substance P and nerve growth factor level. Treatments for fibromyalgia consist of pharmacological and non pharmacological treatments. Pharmacological treatment can be used to manage pain, sleep disturbance, depression and anxiety. Non pharmacological treatments, beside reducing pain, sleep disturbance and depression also can be used to manage muscle fatigue. Education for lifestyle changes is the main therapy for fibromyalgia. Keywords: fibromyalgia, musculoskeletal pain, diagnosis, treatments.
Pendahuluan Fibromyalgia adalah kelainan yang sering ditemui, dicirikan oleh adanya nyeri muskuloskeletal yang menyebar dengan penyebaran yang simetris, kekakuan, mudah lelah, parestesi, dan gangguan tidur.1 Istilah fibromialgia baru muncul belum terlalu lama, meskipun gejalanya telah banyak dibahas dalam literatur kedokteran sejak awal tahun 1900an. Baru pada tahun 1989, fibromialgia muncul pada salah satu buku teks reumatologi dengan istilah fibrositis yang pada tahun 1990 diubah oleh American College of Rheumatology (ACR) menjadi sindrom fibromialgia, mengingat istilah fibrositis yang kurang tepat.2 Bersama dengan penyakit nyeri dan kelelahan kronik lainnya, fibromialgia dapat dikatakan sebagai beban kesehatan yang besar yang belum dapat diatasi secara efektif oleh ilmu kedokteran barat konvensional.3 Pasien rata-rata sudah berobat selama 5 tahun sebelum diagnosis yang tepat ditegakkan. Lebih dari 50% pasien fibromialgia mengalami salah diagnosis dan menjalani operasi yang tidak perlu.4 Setelah tatalaksana selama 7 tahun, 50% pasien fibromialgia belum merasa puas dengan kesehatan mereka, 59% menilai kesehatan mereka tidak membaik atau bahkan memburuk. Dengan kata lain tatalaksana medis saat ini belum menghasilkan perbaikan pada status kesehatan maupun keparahan penyakit.3 Hal tersebut menyebabkan tingkat kecacatan akibat fibromialgia relatif tinggi, yaitu 44%. Sekitar sepertiga pasien di Amerika Serikat harus memodifikasi pekerjaan mereka. Biasanya mereka harus mempersingkat waktu kerja, sehingga Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
pendapatannya menurun dan beban finansial meningkat. Beban biaya kesehatan akibat fibromyalgia di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 9 milyar dolar per tahun.4 Epidemiologi Berdasarkan data di Amerika Serikat, kira-kira 20% pasien klinik rheumatologi adalah pasien fibromyalgia, yang kebanyakan berusia 30-50 tahun. Dari data tersebut dapat dikatakan 1 dari 5 pasien yang berobat adalah fibromialgia.1 Thompson4 melaporkan fibromialgia sebagai penyakit terbanyak kedua yang ditemui dalam praktek rheumatologis. Fibromyalgia lebih banyak menyerang perempuan dibandingkan laki-laki, dengan rasio 9:1. Prevalensi fibromialgia pada populasi umum di Amerika Serikat untuk perempuan ialah 3,4%, sedangkan untuk laki-laki 0,5%. Fibromialgia juga lebih sering ditemukan pada perempuan di atas 50 tahun.1 Etiologi Hingga kini, penyebab pasti fibromialgia belum dapat ditemukan,1,3,4 namun telah diketahui bahwa fibromialgia dapat dipicu oleh stres emosional, infeksi, pembedahan, hipotiroidisme, dan trauma. Fibromialgia juga telah ditemukan pada pasien yang terinfeksi hepatitis C, HIV, parvovirus B19, dan lyme disease.1 Pendapat lain menyebutkan kurangnya latihan, penggunaan otot secara berlebihan, dan perubahan metabolisme otot sebagai kemungkinan penyebab fibromialgia.5
159
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromyalgia Patogenesis Meskipun penyebab pasti fibromialgia masih menjadi misteri, secara umum para ahli sepakat mengenai adanya mekanisme pengolahan input yang tidak normal, khususnya input nyeri (nosiseptif), pada sistem saraf pusat.3,4 Pada studi dolorimetri dan pemberian stimuli seperti panas, dingin dan elektrik, ditemukan ambang rangsang yang rendah pada pasien fibromialgia. Pasien fibromialgia mempersepsikan stimuli non-nosiseptif sebagai stimuli nosiseptif serta kurang mampu mentoleransi nyeri yang seharusnya dapat ditoleransi oleh orang normal.3 Beberapa kelainan fisiologik dan biokimia telah ditemukan pada susunan saraf pusat pasien fibromialgia sehingga fibromialgia tidak lagi dapat disebut sebagai keluhan subjektif.1,3,4 Kelainan tersebut adalah kadar serotonin yang rendah,1,4 disfungsi poros hipotalamus hipofisis,3 kadar hormon pertumbuhan yang rendah, 1,4 kadar substansi P yang meningkat 1,4 dan faktor pertumbuhan saraf yang meningkat.4 Kadar Serotonin yang Rendah Serotonin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam tidur, nyeri dan perubahan mood.1 Serotonin yang disekresikan oleh ujung serat neuron rafe, dapat menyebabkan perangsangan daerah tertentu dari otak yang kemudian menyebabkan tidur. Serotonin yang disekresi oleh radiks dorsalis medula spinalis dapat merangsang sekresi enkefalin yang menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut nyeri.6 Kadar serotonin yang rendah diduga memiliki peran dalam patogenesis fibromialgia yaitu dengan menurunkan efek hambatan pada serabut nyeri. Hal tersebut diperkuat dengan penemuan bahwa pasien fibromialgia ternyata memiliki kadar serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya.1 Bukti lain menunjukkan bahwa obat yang mempengaruhi serotonin ternyata tidak menunjukkan efek dramatis pada fibromialgia.1,4 Disfungsi Poros Hipotalamus Hipofisis Poros hipotalamus hipofisis berperan penting dalam respons adaptasi terhadap stres. Pada sistem yang berfungsi normal, hipotalamus mensekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) yang kemudian merangsang sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH) oleh hipofisis. ACTH kemudian merangsang korteks adrenal mensekresi glukokortikoid yang berperan dalam respons adaptasi terhadap stres.4 Regulasi sirkadian sistem poros hipotalamus hipofisis sebagian dipengaruhi metabolisme serotonin. Disfungsi sistem poros hipotalamus hipofisis diperkirakan sebagai akibat dari rendahnya kadar serotonin. Sebaliknya, disfungsi sistem poros hipotalamus hipofisis juga diperkirakan memperburuk abnormalitas kadar serotonin di sistem saraf pusat.4
160
Beberapa kelainan yang dapat ditemukan berkaitan dengan disfungsi sistem poros hipotalamus hipofisis adalah kadar kortisol 24 jam yang rendah, hilangnya ritme sirkadian dengan peningkatan kadar kortisol sore hari, hipoglikemia yang diinduksi insulin berkaitan dengan produksi ACTH yang berlebihan, kadar hormon pertumbuhan yang rendah dan sekresi glukokortikoid yang rendah.4 Selain itu ditemukan juga kadar kortisol bebas pada urin yang rendah, serta berkurangnya respons kortisol terhadap corticotropin-releasing hormone pada pasien fibromialgia.1 Kadar Growth Hormone yang Rendah Growth hormone (GH) adalah suatu hormon yang berperan dalam pertumbuhan karena sifatnya yang meningkatkan sintesis protein, meningkatkan penggunaan lemak untuk energi, menurunkan pemakaian glukosa untuk energi, dan merangsang pertumbuhan tulang.6 Hormon tersebut secara normal disekresi pada tahap 4 dari tidur, sehingga gangguan tidur diduga dapat menurunkan sekresinya.1 Pada pasien fibromialgia ditemukan penurunan kadar GH yang penting untuk proses repair otot dan kekuatan, yang diduga diakibatkan oleh gangguan tidur. Hal itu didukung oleh bukti adanya hasil EEG yang menunjukkan gangguan tahap 4 dari tidur normal (non-REM) dan gangguan gelombang α yang berulang pada pasien fibromialgia.1 Kadar Substansi P yang Meningkat Substansi P adalah neurotransmiter yang dilepaskan bila akson distimulasi. Peningkatan kadar substansi P meningkatkan sensitivitas saraf terhadap nyeri. Kadar substansi P yang tinggi menyebabkan stimulus normal dipersepsikan sebagai stimulus nosiseptif oleh penderita fibromialgia.4 Kadar substansi P yang meningkat di cairan serebrospinal pasien fibromialgia juga mungkin berperan dalam menyebarkan nyeri otot. Peneliti pada 4 studi yang independen melaporkan kadar substansi P pada pasien fibromialgia meningkat sampai 2-3 kali kadar pada individu normal.4 Selain hal-hal di atas ditemukan juga abnormalitas lain seperti berkurangnya aliran darah ke talamus, nukleus kaudatus, serta tektum pontine, yang merupakan area signaling, integrasi, dan modulasi nyeri. Disfungsi saraf otonom diduga juga berperan dalam fibromialgia, dengan ditemukannya hipotensi ortostatik setelah uji tilt table dan peningkatan frekuensi denyut jantung istirahat terlentang.1 Penelitian dalam bidang genetik memperkirakan adanya peran polimorfisme gen sebagai etiologi fibromialgia. Gen yang diperkirakan mengalami abnormalitas adalah gen yang mengatur sistem serotonergik, katekolaminergik dan dopaminergik.4
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromyalgia Manifestasi Klinis Gejala yang biasa ditemukan pada pasien fibromialgia antara lain nyeri muskuloskeletal yang menyebar, kekakuan, dan kelelahan. Gejala lain juga dapat muncul, di antaranya parestesi, gangguan tidur, titik nyeri, dan lain-lain. Pada fibromialgia, nyeri bersifat menyebar dan di-rasakan selama minimal 3 bulan, di atas dan bawah pinggang pada kedua sisi tubuh, bersamaan dengan nyeri aksial.5 Nyeri punggung bawah (berasal dari bawah pinggang) dapat menyebar hingga ke bokong dan tungkai. Nyeri lain dapat meliputi nyeri leher, bahu atas-belakang, dan nyeri sendi. Nyeri tersebut timbul setelah olahraga ringan, dan dirasakan seperti nyeri terbakar yang persisten dan mengganggu, atau nyeri tumpul yang konstan.1 Pada 75-90% penderita fibromialgia, ditemukan kekakuan yang biasanya terjadi di pagi hari kemudian membaik di siang hari atau bertahan sepanjang hari.1,5 Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah kelelahan, mati rasa pada kaki dan tangan, sering terbangun di malam hari dan sulit tidur kembali, bangun pagi dengan rasa letih, merasa lebih kedinginan daripada orang-orang di sekitarnya, fenomena Raynaud atau gejala mirip fenomena Raynaud, gangguan kognitif dengan kesulitan berpikir dan kehilangan ingatan jangka pendek (loss of short-term memory), sakit kepala tipe migrain, pusing, cemas, dan depresi. Gejala tersebut diperparah oleh stres atau cemas, kedinginan, cuaca lembab, dan kerja terlalu keras. Sebaliknya, pasien merasa lebih baik saat cuaca hangat dan liburan.1 Gambaran khas pemeriksaan fisik pasien fibromialgia ialah ditemukannya titik-titik yang dirasakan lebih nyeri oleh pasien dibandingkan orang lain. Titik-titik itu disebut tender points. Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1990, terdapat 18 tender points pada pasien fibomyalgia. Titik-titik itu ditemukan dengan melakukan palpasi dengan jari, dan memberikan tekanan kira-kira seberat 4 kg, yaitu setara dengan gaya yang dibutuhkan untuk membuat jari pemeriksa menjadi pucat. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan dolorimeter. Di wilayah yang nyeri, juga dapat ditemukan nodul subkutan yang bila ditemukan pada orang normal tidak menimbulkan nyeri.1 Gejala fibromialgia dapat hilang dan timbul pada beberapa pasien, sedangkan pasien lain mengalami gejala persisten meskipun telah diterapi. Studi di pusat kesehatan memperlihatkan prognosis buruk untuk sebagian besar pasien, namun membaik pada community treated patients. Studi lain memperlihatkan, setelah 2 tahun perawatan, 24% pasien masuk ke dalam kriteria remisi dan 47% tidak lagi termasuk dalam kriteria ACR untuk fibromyalgia.1 Diagnosis Diagnosis fibromialgia dilakukan dengan mengacu pada kriteria ACR 1990, yaitu sebagai berikut.7 1. Riwayat nyeri yang menyebar Definisi: Nyeri dianggap menyebar jika ada di seluruh Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
lokasi berikut-nyeri di sisi kiri tubuh, nyeri di sisi kanan tubuh, nyeri di atas pinggang, dan nyeri di bawah pinggang. Selain itu, nyeri rangka aksial (nyeri servikal, dada depan, spina thorakalis, atau punggung bawah) harus ada. Menurut definisi ini, nyeri bahu dan bokong dianggap sebagai nyeri untuk setiap sisi yang terkena. Nyeri punggung bawah dianggap sebagai nyeri segmen bawah. 2.
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Nyeri di 11 dari 18 tender points pada palpasi dengan jari Definisi: Pada palpasi dengan jari, nyeri harus terdapat pada minimal 11 dari 18 situs tender points di bawah ini. Oksiput – bilateral, di insersi otot suboksipital Servikal bawah – bilateral, di aspek anterior spasium intertransversum di C5 hingga C7 Trapezius – bilateral, di titik tengah batas atas Supraspinatus – bilateral, di origo, di atas spina skapula dekat batas medial Iga kedua – bilateral, di junctio kostokondral kedua, lateral dari persambungan permukaan atas Epikondilus lateral – bilateral, 2 cm distal dari epikondilus Gluteal – bilateral, di kuadran atas luar dari bokong di lipatan anterior otot Trochanter mayor – bilateral, posterior dari prominensia trochanter Lutut – bilateral, pada bantalan lemak medial, proksimal dari garis sendi Palpasi dengan jari dilakukan dengan gaya + 4 kg. Untuk menyebut sebuah tender point positif, subjek harus mengatakan bahwa palpasi terasa nyeri
Diagnosis fibromyalgia dapat ditegakkan apabila pasien memenuhi kedua kriteria ACR 1990, yaitu riwayat nyeri muskuloskeletal yang menyebar minimal 3 bulan dan nyeri yang signifikan pada minimal 11 dari 18 tender points (Gambar 1) jika dilakukan palpasi dengan jari.1,2,7 Kriteria ACR sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, meskipun beberapa pasien memiliki jumlah tender sites yang lebih sedikit dan nyeri regional yang lebih, sehingga didiagnosis fibromyalgia. Pemeriksaan neurologis muskuloskeletal dan laboratorium tetap normal pada fibromyalgia.1
Gambar 1. Letak Tender Points di Tubuh.1
161
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromyalgia Fibromialgia, meskipun memiliki gejala yang serupa, perlu dibedakan dengan chronic fatigue syndrome. Kedua penyakit tersebut berkaitan dengan kelelahan, gangguan tidur, nyeri muskuloskeletal, gangguan memori, konsentrasi, dan kondisi psikiatrik seperti depresi dan cemas. Pasien chronic fatigue syndrome lebih cenderung memiliki gejala seperti penyakit akibat virus, seperti demam ringan, sakit tenggorokan, dan nyeri di ketiak dan nodus limfatikus servikalis anterior dan posterior. Onset chronic fatigue syndrome biasanya tiba-tiba, serta diagnosisnya tidak memerlukan tender points.1 Pasien fibromialgia mengeluh lemah otot, namun pada uji kekuatan otot, ditemukan kelemahan “menyerah” (“giveaway” weakness) akibat nyeri yang dirasakan. Kelemahan otot proksimal dan peningkatan enzim otot membedakan polimyositis dari fibromyalgia. Polimyalgia rheumatika dibedakan dari fibromyalgia pada pasien usia lanjut dengan kekakuan otot proksimal dan nyeri serta laju endap darah yang meningkat. Sleep apnea dibedakan dengan keadaan somnolen pada siang hari. Diagnosis banding lain di antaranya hipotiroidisme, restless leg syndrome, dan myofascial pain syndrome.1 Diagnosis fibromialgia kini menjadi semakin penting, mengingat laporan bahwa 10-25% pasien fibromyalgia tidak dapat bekerja dengan kapasitas apapun, sedangkan yang lain memerlukan modifikasi pekerjaan, namun hingga kini, evaluasi disabilitas pada fibromyalgia masih kontroversial.1 Tata Laksana Tatalaksana fibromialgia dapat dibagi menjadi tatalaksana farmakologis dan non-farmakologis. Tatalaksana farmakologis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, gangguan tidur serta depresi dan kecemasan. Tatalaksana non-farmakologis, selain untuk mengurangi nyeri, gangguan tidur serta depresi juga digunakan untuk mengatasi kelelahan otot. Salah satu caranya ialah edukasi pasien. Edukasi pasien merupakan salah satu tatalaksana fibromyalgia yang paling penting. Edukasi pasien harus dilakukan sebagai langkah pertama dalam tatalaksana pasien fibromialgia. Pasien perlu diinformasikan mengenai penyakit yang sedang dialaminya.5 Pasien juga perlu diinformasikan bahwa fibromyalgia tidak menyebabkan kelumpuhan dan tidak bersifat degeneratif, serta terdapat pengobatan untuk penyakit ini.1 Setelah itu, barulah dapat dilakukan usaha untuk menghilangkan berbagai keluhan pasien. Tata Laksana Farmakologis Untuk mengobati nyeri, salisilat atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) lainnya dapat digunakan, namun hanya mengurangi sebagian gejala. Glukokortikoid memberikan manfaat yang kecil dan sebaiknya tidak diberikan. Opiat dan analgesik harus dihindari. Untuk nyeri, asetaminofen, tramadol, atau gabapentin (300-1200 mg/d dengan dosis yang
162
dibagi) dapat bermanfaat.1 Tindakan lokal seperti pemanasan, pijatan, suntikan steroid atau lidokain, dan akupunktur hanya meredakan gejala sementara.1,5 Untuk memperbaiki kualitas tidur, digunakan trisiklik seperti amitriptilin (10-50 mg), nortriptilin (10-75 mg), dan doksepin (10-25 mg) atau obat lain seperti siklobenzaprin (10-40 mg), 1-2 jam sebelum tidur. Pemberian obat tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki tahap 4 dari tidur pasien, sehingga terjadi perbaikan klinis. Pengobatan diberikan mulai dari dosis rendah, dan ditingkatkan bila perlu. Efek samping seperti konstipasi, mulut kering, peningkatan berat badan, dan kesulitan berpikir juga perlu dipertimbangkan. Selain obat di atas, trazodon atau zolpidem juga dapat memperbaiki kualitas tidur.1 Depresi dan cemas dengan obat yang tepat atau konseling psikiatrik. Fluoksetin, sertralin, paroksetin, sitalopram, atau inhibitor reuptake serotonin lain dapat diberikan untuk mengatasi depresi. Tradozon dan venlafaksin bekerja sebagai antidepresan, sedangkan alprazolam dan lorazepam efektif untuk mengatasi kecemasan. 1 Tata Laksana Non-farmakologis Untuk mengurangi nyeri, dapat dilakukan aplikasi panas dan dingin ke otot secara bergantian masing-masing 15-20 menit diselingi waktu untuk kembali ke suhu normal. Pemijatan dan peregangan juga dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri.5 Terapi lain dapat membantu dengan derajat yang berbeda-beda, misalnya injeksi, modifikasi perilaku, hipnoterapi, kompresi iskemik, olahraga dan pengaturan stres,1,5 namun, yang tidak boleh dilupakan ialah perbaikan postur dan mekanika tubuh.2,5 Pelatihan biofeedback yang intens (misalnya dua kali sehari untuk seminggu) seringkali penting untuk nyeri otot yang kronik dan menyebar. Teknik tersebut terutama berguna untuk otot-otot postural yang biasanya berfungsi tanpa disadari. Elektroda permukaan ditempelkan ke atas otot untuk mendeteksi aktivitasnya. Pelatihan biofeedback dilakukan untuk menolong pasien mengembalikan otot ke keadaan istirahat normal setelah kontraksi.5 Teknik lain untuk mengurangi nyeri ialah spray and stretch. Vapocoolant spray disemprotkan dengan pola menyapu searah serat otot untuk melemaskan otot, sambil dilakukan peregangan otot secara pasif oleh pasien atau klinisi. Peregangan adalah elemen kunci dari pengurangan nyeri, meskipun mekanismenya belum diketahui.5 Hal lain yang perlu diatasi pada pasien fibromialgia adalah gangguan yang terjadi pada otot. Untuk itu, olahraga dapat menjadi solusi dan penting untuk disarankan. Selain meregangkan dan memperkuat otot, olahraga juga dapat meningkatkan kebugaran kardiovaskular. Pada pasien fibromyalgia, mungkin terdapat keengganan berolahraga akibat rasa nyeri atau kelelahan. Apabila tidak berolahraga, akan terjadi inaktivitas dan dekondisi otot, sehingga otot
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
Diagnosis dan Tata Laksana Fibromyalgia mulai kehilangan fungsinya. 2 Hal tersebut selanjutnya dapat menyebabkan depresi, menurunnya rasa percaya diri, dan stres yang memicu nyeri lebih lanjut.2 Olahraga aerobik juga baik untuk pasien dan dimulai setelah terjadi perbaikan tidur serta berkurangnya nyeri serta kelelahan. Olahraga dilakukan mula-mula pada level rendah dan pasien sebaiknya berolahraga 20-30 menit, 3-4 hari seminggu.1 Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, konsultasi psikiatrik memiliki peran yang sangat penting dalam tatalaksana depresi dan cemas pada pasien fibromialgia. Stres dalam kehidupan harus diidentifikasi dan didiskusikan dengan pasien, dan pasien harus diberikan pertolongan mengenai bagaimana menghadapi stres.1,2 Secara keseluruhan tim multidisiplin diperlukan untuk tatalaksana fibromialgia secara optimal. Tim multidisiplin tersebut terdiri atas spesialis rehabilitasi medik, psikiater, terapis fisik, dan ahli lainnya. 1,2 Kesimpulan Fibromialgia adalah suatu kelainan yang ditandai oleh nyeri muskuloskeletal yang menyebar secara simetris, disertai kekakuan, kelelahan, parestesi, dan gangguan tidur. Fibromyalgia merupakan beban kesehatan yang besar dan belum dapat ditangani dengan baik, sehingga menyebabkan tingkat kecacatan yang relatif tinggi. Untuk menangani fibromialgia, gejala serta karakteristiknya harus dikenali sehingga diagnosis yang tepat dapat dibuat. Penata-
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 5, Mei 2008
laksanaan utama fibromialgia adalah perbaikan gaya hidup. Untuk mengatasi gejala dan komplikasi, terapi farmakologis maupun modalitas fisik dapat digunakan. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5. 6. 7.
Gilliland BC. Fibromyalgia, arthritis associated with systemic disease, and other arthritides. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.2055-64. Winfield J. Fibromyalgia [Online]. 2007 Aug 15 [cited 2007 Dec 26]; Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/ topic790.htm Gilligand RP. Fibromyalgia [Online]. 2007 Jan 22 [cited 2007 Dec 26]; Available from: URL: http://www.emedicine.com/pmr/ topic47.htm Thompson JM.The diagnosis and treatment of muscle pain syndromes. In: Braddom RL, Buschbacher RM, Dumitru D, Johnson EW, Matthews DJ, Sinaki M, editors. Physical medicine and rehabilitation. 2 nd ed. Philadelphia (USA): WB Saunders; 2000.p.934-54. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC; 1996. Arthritis Foundation. Living well with fibromyalgia. USA: Longstreet Press, Inc.; 1997. Wolfe F, Smythe HA, Yunus MB, Bennett RM, Bombardier C, Goldenberg DL, et al. The American College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of fibromyalgia. Arthritis Rheum 1990;33:160-72.
SS
163