TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis dan Tata Laksana Tetralogy of Fallot Riska Habriel Ruslie, Darmadi RSUD ZA Pagar Alam, Kabupaten Way Kanan, Lampung, Indonesia
ABSTRAK Tetralogy of fallot (ToF) merupakan kelainan anatomis kompleks akibat gangguan perkembangan infundibulum ventrikel kanan. ToF terjadi 1 dari 3.600 kelahiran hidup atau 3,5% dari bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan. ToF merupakan kelainan tersering penyakit jantung kongenital sianotik, sekitar 10% dari seluruh kasus. Dengan diagnosis dini dan tata laksana yang tepat, mayoritas anak ToF dapat bertahan hidup hingga dewasa. Artikel ini membahas diagnosis dan tata laksana terkini ToF. Kata kunci: tetralogy of fallot, penyakit jantung bawaan, sianosis, stenosis pulmonal
ABSTRACT Tetralogy of fallot (ToF) is a complex of anatomic abnormalities arising from maldevelopment of the right ventricular infundibulum. ToF occurs in approximately 1 in 3,600 live births or 3.5% of infants born with congenital heart disease. It is the most common type of cyanotic congenital heart disease, accounting for 10% of all cases. With early diagnosis and appropriate treatment, the majority of children with tetralogy of Fallot survive to adulthood. This review examines update on diagnosis and treatment of ToF. Riska Habriel Ruslie, Darmadi. Diagnosis and Management of Tetralogy of Fallot. Key words: tetralogy of fallot, congenital heart disease, cyanosis, pulmonary stenosis
PENDAHULUAN Tetralogy of fallot (ToF) merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat kelainan khas, yaitu defek septum ventrikel (ventricular septal defect, VSD), stenosis infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta.1,2 ToF merupakan jenis penyakit jantung bawaan tersering. Sekitar 3-5% bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan menderita jenis ToF. 3 Di AS, 10% kasus penyakit jantung kongenital adalah ToF, sedikit lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Seiring dengan meningkatnya angka kelahiran di Indonesia, jumlah bayi yang lahir dengan penyakit jantung juga meningkat. Dua per tiga kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia memperlihatkan gejala pada masa neonatus. Sebanyak 25-30% penderita penyakit jantung bawaan yang memperlihatkan gejala pada masa neonatus meninggal pada bulan pertama usianya jika tanpa penanganan yang baik. Sekitar 25% pasien ToF yang tidak diterapi akan meninggal dalam 1 tahun pertama kehidupan, 40% meninggal sampai Alamat korespondensi
176
usia 4 tahun, 70% meninggal sampai usia 10 tahun, dan 95% meninggal sampai usia 40 tahun. 4 Penyakit jantung bawaan sering dapat dideteksi dengan USG pada masa kehamilan. Pemeriksaan fetal echocardiography juga baik dilakukan pada pelayanan antenatal sebagai salah satu cara deteksi dini penyakit jantung bawaan.5 Diagnosis dini ToF dapat menentukan langkah selanjutnya harus diambil. Penetapan langkah yang tepat setelah deteksi dini penyakit jantung bawaan ToF pada anak dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas.Dengan penegakan diagnosis yang tepat dan cepat, komplikasi penyakit jantung bawaan ToF dapat diminimalkan. PEMBAHASAN Patofisiologi Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak normal. Kelainan yang memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan VSD. Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir bolak-balik melalui
celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar darah di ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien ToF. Aliran darah ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah dari ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti makin banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Onset gejala, tingkat keparahan sianosis yang terjadi sangat bergantung pada tingkat keparahan hambatan yang terjadi pada jalan keluar aliran darah di ventrikel kanan.3,6 Manifestasi Klinis Derajat stenosis pulmonal berpengaruh langsung pada berbagai macam manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien ToF. Seorang pasien dengan stenosis pulmonal
email:
[email protected]
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA gambaran anatomi jantung mulai terlihat jelas pada fetal echocardiography, biasanya pada usia gestasi 12 minggu. Segera setelah ToF didiagnosis, disarankan pengamatan antenatal serial dengan interval 6 minggu untuk mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai kembali arah arteri paru utama dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada, kelainan di luar jantung.5
Gambar 1 Sirkulasi darah pada ToF6
ringan mungkin tidak memiliki gejala apa pun sampai akhir masa kanak-kanak, sementara pasien dengan stenosis pulmonal berat memiliki kemungkinan lebih tinggi muncul gejala klinis dalam bulan pertama kehidupan. Bayi tidak menunjukkan sianosis pada saat lahir, gejala mulai berkembang antara umur 2-6 bulan. Manifestasi klinis paling umum adalah murmur asimtomatik dan sianosis. Saturasi oksigen arteri bayi ToF bisa tiba-tiba menurun dengan nyata. Fenomena ini disebut “hypercyanotic spell”, biasanya merupakan hasil penyempitan secara mendadak aliran darah ke paru. Serangan dapat terjadi setiap waktu antara usia 1 bulan dan 12 tahun, terutama terjadi antara bulan ke-2 dan ke-3. Paling sering terlihat setelah bangun tidur, menangis, buang air besar, dan makan. Serangan ditandai dengan meningkatnya kecepatan dan kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan sianosis yang bertambah parah.7 Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil, menyusu yang terputus-putus. Anak dengan hypercyanotic spell akan melakukan gerakan jongkok (squating), agar aliran darah ke paru menjadi bertambah, dan serangan sianosis dan sesak menjadi berkurang. Pada anak ToF, biasanya dijumpai keterlambatan pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran tubuh kurus yang tidak sesuai dengan usia anak.7 Diagnosis ToF dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
Anamnesis Pada pasien ToF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan cepat. Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh pasien, kapan pertama kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan sejak lahir, tempat sianosis muncul, misalnya pada mukosa membran bibir dan mulut, jari tangan atau kaki, apakah munculnya tanda-tanda sianosis didahului oleh faktor pencetus, salah satunya aktivitas berlebihan atau menangis.6 Riwayat serangan sianotik (hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan kepada orang tua pasien atau pengasuh pasien. Jika anak sudah dapat berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. Penting juga ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung diagnosis ToF yaitu seperti faktor genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan. 6 Riwayat tumbuh kembang anak juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat digunakan juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat perjalanan penyakit ToF.6 Pemeriksaan Fisik Sianosis sentral dapat diamati pada sebagian besar kasus ToF; desaturasi arteri ringan mungkin tidak menimbulkan sianosis klinis. Clubbing fingers dapat diamati pada beberapa bulan pertama kehidupan. Tanda-tanda gagal jantung kongestif juga jarang ditemukan, kecuali pada kasus regurgitasi pulmonal berat atau ToF yang dibarengi dengan tidak adanya katup pulmonal.5 Impuls ventrikel kanan yang lebih kuat mungkin didapatkan pada palpasi. Systolic thrill bisa didapatkan di perbatasan sternal kiri bawah. Murmur sistolik grade III dan IV disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel
kanan ke saluran paru. Selama serangan hypercyanotic spell muncul, murmur menghilang atau menjadi sangat lembut. Sama halnya pada ToF dengan atresia paru, tidak akan terdengar murmur karena tidak ada aliran darah balik ke ventrikel kanan. Aliran darah yang menuju atau melewati celah antar ventrikel tidak menimbulkan turbulensi, sehingga biasanya tidak terdengar kelainan auskultasi.5 Murmur ejeksi sistolik tergantung dari derajat obstruksi aliran darah di ventrikel kanan. Makin sianosis berarti memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur lebih halus. Pasien asianotik dengan ToF (pink tet) memiliki murmur sistolik yang panjang dan keras dengan thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan klik ejeksi aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien ToF mengalami skoliosis dan retinal engorgement. 4 Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan jumlah eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi dan stenosis.6 Oksimetri dan analisis gas darah arteri mendapatkan saturasi oksigen yang bervariasi, tetapi pH dan pCO2 normal kecuali pada kondisi tet spell. Oksimetri berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang tingkat sianotiknya tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali bila hemoglobin tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi vaskular sistemik selama aktivitas, mandi, maupun demam akan mencetuskan pirau kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia. 4 Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menemukan deviasi aksis ke kanan (+120° +150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua ventrikel, maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan yang menonjol terlihat dengan gelombang R besar di sadapan prekordial anterior dan gelombang S besar di sadapan prekordial lateralis. 7 Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat menemukan gambaran jantung berbentuk sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot) dan penurunan vaskularisasi paru karena berkurangnya aliran darah yang menuju ke paru akibat penyempitan katup pulmonal paru (stenosis pulmonal).7
177
TINJAUAN PUSTAKA pulmonalis utama dan cabang serta untuk menyingkirkan kemungkinan adanya stenosis cabang arteri pulmonal. Angiografi aorta juga diperlukan untuk memvisualisasikan anatomi arteri koroner, terutama untuk menyingkirkan adanya arteri koroner melintasi infundibulum ventrikel kanan. 4,5
ensefalomalasia fokal, serta terganggunya permeabilitas sawar darah otak. Meningitis terjadi pada 20% anak ToF dan septikemia terjadi pada 23% anak ToF. Umumnya abses hanya tunggal, bisa ditemukan abses multipel walaupun jarang. Lokasi tersering di regio parietal (55%), lokasi lain yang sering adalah regio frontal dan temporal. Abses multipel terutama ditemukan pada anak luluh imun (immunocompromised) dan endokarditis.9-12
Gambar 2 Gambaran foto rontgen thorax pada pasien
Pada abses serebri terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifik, seperti nyeri kepala, letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang ditemukan. Sering muncul muntah dan kejang pada saat awal terjadinya abses serebri. Makin banyak terbentuk abses, nyeri kepala dan letargi akan makin menonjol. Defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, kejang fokal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda lain defisit neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus III dan VI menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital yang dapat terjadi adalah hipertensi, bradikardi, dan kesulitan bernapas. Ruptur abses dapat terjadi, ditandai dengan perburukan semua gejala. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah tepi menemukan leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan CT-scan kepala atau MRI.10
ToF5
MRI dapat mengukur volume ventrikel kanan dan kiri, menilai jalur aliran darah ventrikel kanan, arteri pulmonal, aorta, defek septum ventrikel. MRI juga dapat menilai stenosis cabang arteri pulmonal yang berkontribusi dalam menyebabkan insufisiensi pulmonal dan kolateral aortopulmonal yang dapat menyebabkan overload volume ventrikel kiri. Hal ini sering dijumpai pada pasien yang disertai atresia pulmonal. 8 Ekokardiogram sangat membantu mengonfirmasi diagnosis dan mengevaluasi beberapa masalah yang terkait dengan ToF. Pembesaran ventrikel kanan, defek septum ventrikel, overriding aorta, dan obstruksi saluran ventrikel kanan dapat ditampilkan secara jelas; dapat ditunjukkan shunting yang melewati VSD dan peningkatan kecepatan aliran Doppler yang melewati ventrikel kanan. Ukuran cabang utama arteri pulmonalis dan proksimal serta setiap aliran darah tambahan lain menuju ke paru dapat dievaluasi, tetapi arteri pulmonalis bagian distal tidak dapat dengan mudah dilihat oleh ekokardiogram. 5 Gambar 3 Stenosis Pulmonal pada ToF (arteriogram
Kateterisasi bukan pemeriksaan yang rutin; dapat dilakukan jika data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan koreksi bedah tidak dapat diperoleh dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Penting untuk mendapatkan data saturasi oksigen arteri sistemik dan desaturasi berhubungan dengan stenosis saluran keluar ventrikel kanan. Tujuan kateterisasi jantung adalah untuk menilai ukuran anulus pulmonal dan arteri pulmonal, menilai keparahan obstruksi aliran darah ventrikel kanan, lokasi dan ukuran defek septum ventrikel, serta menyingkirkan kemungkinan anomali arteri koroner. Angiografi merupakan bagian integral dari kateterisasi jantung. Angiografi paru juga harus dilakukan untuk mengetahui ukuran arteri
178
pulmonal) Keterangan: RV – Ventrikel kanan, A - aorta, I infundibulum
Komplikasi Abses serebri ToF yang tidak dioperasi merupakan faktor predisposisi penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-18,7% pada penderita ToF, sering pada anak di atas usia 2 tahun.8 Beberapa patogen penyebabnya antara lain Streptococcus milleri, Staphylococcus, dan Haemophilus.9 ToF bisa menyebabkan abses serebri karena hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas. Dampaknya adalah terganggunya mikrosirkulasi dan menyebabkan terbentuk mikrotrombus,
Gagal Jantung Gagal jantung sering ditemukan pada penderita ToF yang tidak menjalani terapi bedah. Umumnya terjadi pada penderita ToF usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja. Penyebab gagal jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau antara aorta dan arteri pulmonalis. Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh terapi bedah yang tidak tuntas atau kurang tepat. Beberapa hal yang sering menyebabkan gagal jantung akibat terapi bedah adalah kerusakan septum ventrikal yang masih tersisa, kerusakan pirau antara aorta dan arteri pulmonalis, tidak berfungsinya ventrikel kanan, gangguan otot septum ventrikel, regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid, hipertensi arteri pulmonalis, kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran darah koroner, heart block, dan regurgitasi katup aorta. Gagal jantung pada penderita ToF berkaitan erat dengan disfungsi miokard. Miokard yang terkena tidak hanya di ventrikel kanan, namun dapat pula di
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA Tabel 1 Kriteria Ross untuk Klasifikasi Gagal Jantung pada Anak14 Kriteria Ross untuk Klasifikasi Gagal Jantung pada Anak Kelas I
Asimtomatik
Kelas II
Takipnea ringan atau diaforesis selama menyusui/makan; dyspnea saat kegiatan ringan pada anak yang lebih tua
Kelas III
Takipnea yang bermakna atau diaforesis selama menyusui/makan; waktu menyusui yang lebih panjang dan gagal pertumbuhan; dyspnea yang bermakna pada anak yang lebih tua saat kegiatan ringan
Kelas IV
Gejala muncul : takipnea, grunting, retraksi, dan diaforesis saat istirahat
ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung lama.10,13 Selain itu gagal jantung bisa akibat polisitemia berat menyebabkan trombo-emboli, oklusi koroner, berakibat iskemi atau infark miokard yang dapat mencetuskan gagal jantung. Hipoksia berat menyebabkan disfungsi miokard berat. Kondisi yang sering menyertai terjadinya gagal jantung adalah anemia dan endokarditis bakterial. Pada kondisi anemia yang berat, gejala gagal jantung semakin terlihat.13 Endokarditis Kejadian endokarditis paling sering ditemukan pada ToF di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab tersering adalah streptokokus. Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya endokarditis pada ToF. Faktor pertama yang penting adalah struktur abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan atau turbulensi bermakna yang menyebabkan kerusakan endotel, yaitu mikrolesi pada endokardium, dan pembentukan platelet, fibrin, trombus. Faktor kedua adalah bakteremia. Bakteremia dapat terjadi karena mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi sehingga menimbulkan proses peradangan selaput endokardium. Gejala klinis endokarditis bervariasi. Demam pada endokarditis biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu. Anoreksia, malaise, artralgia, nyeri dada, gagal jantung, splenomegali, petekie, nodul Osler, Roth spot, lesi Janeway, dan splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis pasti ditegakkan dengan kultur darah yang positif atau terdapat vegetasi pada ekokardiografi.10
merupakan respons fisiologis tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoetin ginjal guna meningkatkan produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis). Awalnya, polisitemia menguntungkan penderita ToF, namun bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan meningkat yang dapat mengakibatkan perfusi oksigen berkurang sehingga pengangkutan total oksigen pun berkurang, akibatnya dapat meningkatkan risiko venooklusi. Gejala hiperviskositas akan muncul jika kadar hematokrit ≥65% berupa nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri dada, iritabel, anoreksia, dan dispnea.10
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
Gambar 5 Modified Blalock Taussig shunt 4 Keterangan: G - Graft, RSC – a. subklavia kanan, A - aorta, RPA – a. pulmonal kanan
Gambar 6 Potts shunt 4 Keterangan : P - Potts shunt, A - aorta, PA – a. pulmonal
TATA LAKSANA Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dapat diberikan untuk mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi. Dapat dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif. Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta dengan arteri pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-Taussig shunt, yaitu a. subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke a. pulmonal ipsilateral. Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1%.8
Gambar 4 Blalock Taussig shunt 4
Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas Polisitemia pada ToF terjadi akibat hipoksemi kronik karena pirau kanan ke kiri. Hal ini
Dikenal pula modified Blalock-Taussig shunt menggunakan Goretex graft untuk menghubungkan a. subklavia dengan a pulmonal. Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara aorta desenden dengan a.pulmonal. Waterston-Cooley shunt, mirip dengan Potts shunt yaitu anastomosis side-toside antara aorta asenden dengan a. pulmonal.
Keterangan: kiri – normal, kanan – pasca-Blalock Taussig shunt, RSC – a. subklavia kanan, A - aorta, RPA – a. pulmonal kanan
Gambar 7 Waterston-Cooley shunt 4 Keterangan: W: Waterston-Cooley shunt, A - aorta, PA – a. pulmonal
Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang bertujuan menutup defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Kapan saat operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih belum dapat ditentukan.3,6 Hypercyanotic spell Mengatasi serangan hipersianosis membutuhkan manuver untuk mengembalikan keseimbangan antara aliran sistemik dan
179
TINJAUAN PUSTAKA pulmonal. Pengobatan harus fokus pada mengurangi resistensi pulmonal, dan meningkatkan resistensi sistemik untuk mendorong aliran kiri ke kanan (left to right shunt) melalui VSD ke saluran keluar ventrikel kanan. Pengobatan bayi dengan serangan hipersianosis antara lain sebagai berikut: Bayi harus ditempatkan dalam posisi kneechest dalam upaya meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan menurunkan venous return sistemik. Oksigen diberikan untuk mengurangi vasokonstriksi perifer paru, juga akan meningkatkan oksigenasi ke paru-paru, setelah aliran darah ke paru diseimbangkan. Pemberian morfin sulfate, 0,1-0,2 mg/kg im atau sc untuk menekan pusat pernapasan di sistem saraf pusat, mengurangi hyperpnea, menurunkan venous return sistemik, dan mengurangi spasme infundibulum. Fenilefrin 0,02 mg/kg IV digunakan untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik. Propanolol dapat digunakan apabila serangan masih berlanjut; dapat diberikan secara intravena perlahan-lahan dengan pemantauan tanda-tanda bradikardia (jika mungkin dengan EKG). Atasi asidosis dengan natrium bikarbonat untuk menurunkan efek asidosis pada pusat pernapasan. Penggunaan dexmedetomidine IV untuk mengatasi hipersianosis harus dititrasi dari dosis sangat rendah 0,1-0,125 μg/kg/jam (tanpa bolus). Jika tidak membaik dengan salah satu langkah di atas, dan anatomi bayi memungkinkan, harus dilakukan pembuatan shunt arteri sistemik ke arteri pulmonalis darurat atau koreksi total.5,15,16 Mayoritas pasien yang sudah dioperasi mengalami tumbuh kembang yang baik hingga dewasa. Kontraindikasi operasi primer pada ToF adalah adanya arteri koroner yang anomali, berat lahir sangat rendah, arteri pulmonal kecil, multipel VSD, multipel malformasi intrakardiak.17 Pada neonatus dengan kelainan medis multipel, balon valvulotomi pulmonal terbukti meningkatkan saturasi oksigen, mencegah operasi paliatif emergensi, tetapi berisiko perforasi arteri pulmonal.18 Studi Robinson et al menunjukkan valvuloplasti balon intraoperatif menyebabkan pertumbuhan anulus yang signifikan, dengan normalisasi ukuran anulus. Teknik ini bisa sangat berguna
180
untuk pasien stenosis pulmonal moderate dan displasia katup pulmonal moderate.19 Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa terapi medikemantosa saja memperlambat progresivitas menuju komplikasi. Penggantian katup pulmonal terbukti menurunkan ukuran ventrikel kanan dan meningkatkan fungsi ventrikel kanan jangka panjang. Therrien et al mendapatkan bahwa pada pasien yang menjalani penggantian katup pulmonal kemungkinan bertahan hidup 92% sampai usia 5 tahun dan 86% sampai usia 10 tahun. Saat tepat untuk operasi masih kontroversial; beberapa berpendapat penggantian katup pulmonal dilakukan bila sudah terjadi disfungsi ventrikel kanan. Saat ini para ahli merekomendasikan dilakukan sedini mungkin sebelum terjadi gagal jantung. Ada pula rekomendasi operasi bila durasi QRS lebih dari 180 ms, namun sebagian berpendapat operasi dilakukan sebelum hal tersebut terjadi.9,20 Setelah keputusan operasi perlu ditentukan tipe katup buatan. Katup mekanis berisiko trombosis dan perlu antikoagulan jangka panjang; warfarin sejak usia muda, berisiko perdarahan hebat jika terjadi trauma. Katup bioprostetik ada 2 jenis dari jaringan manusia (homograft) dan jaringan binatang (perikardium sapi atau babi, tergantung ukuran yang diperlukan). Katup bioprostetik tidak memerlukan antikoagulan, namun tidak bertahan lama dibandingkan katup mekanis. Sekitar 45% katup bioprostetik gagal dalam 10 tahun sehingga perlu operasi ulang.21 Di masa mendatang katup pulmonal dapat digantikan melalui prosedur perkutaneus. Katup pulmonal transkateter Melody diimplantasikan perkutaneus melalui vena femoralis dengan bantuan fluoroskopi. Hasil awal menjanjikan yaitu perbaikan insufisiensi pulmonal dan ukuran ventrikel kanan secara signifikan.22,23 Tata Laksana Komplikasi Diagnosis komplikasi ToF perlu ditegakkan terlebih dahulu. Diagnosis abses serebri perlu diterapi selanjutnya. Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol merupakan pengobatan lini pertama. Kemudian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.24,25 Abses dengan diameter lebih dari 2 cm perlu dioperasi. Pasien koma, ruptur abses serebri intraventrikular, multipel abses serebri, edema serebri hebat, dan kondisi luluh imun (immunocompromised)
memiliki prognosis buruk.26 Tata laksana gagal jantung pada penderita ToF adalah dengan mengatasi penyebab. Penyebab gagal jantung sering berkaitan dengan penundaan bedah koreksi. Pada penderita ToF, harus sedini mungkin dilakukan bedah korektif yang sesuai. Kombinasi digoksin dan diuretik merupakan pilihan terapi pada pasien dengan komplikasi gagal jantung. Penggunaan ACE inhibitor pada kasus ini belum cukup populer. Keamanan digoksin diragukan pada kondisi hipoksia berat, fungsi miokard yang sangat buruk, dan pada kondisi seperti ini ACE inhibitor menjadi pilihan. Diuretik diperlukan untuk mengatasi edema pulmonal maupun sistemik, namun dapat memperburuk kondisi polisitemia dan dapat meningkatkan risiko trombo-emboli. 27 Tata laksana endokarditis menggunakan antibiotik; sebaiknya disesuaikan dengan hasil kultur, biasanya selama 4-8 minggu.10 Tata laksana polisitemia pada ToF masih kontroversial. Plebotomi berpotensi mengurangi gejala, dan dapat mengurangi risiko vaso-oklusi, namun plebotomi berulang dapat menyebabkan defisiensi besi sehingga terbentuki microcytic erythrocytes yang justru dapat menginduksi peningkatan viskositas dengan segala konsekuensinya. Pada ToF, plebotomi dilakukan hanya untuk mengatasi keadaan akut sindrom hiperviskositas.10 SIMPULAN ToF merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat kelainan anatomi yaitu VSD, stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta. Empat kelainan ini menyebabkan perbedaan sirkulasi darah penderita ToF. Deteksi dini ToF dapat dilakukan sejak usia dini. Anamnesis atau alloanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat mampu menegakkan diagnosis ToF. Penegakan diagnosis yang tepat memudahkan penanganan. Tata laksana yang baik bagi penderita ToF adalah dengan melakukan bedah kuratif. Selain itu, komplikasi pada penderita ToF juga perlu diantisipasi. Komplikasi yang perlu diwaspadai adalah abses serebri, gagal jantung, endokarditis, dan polisitemia. Penderita ToF dengan komplikasi perlu diberi tata laksana yang sesuai.
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1.
Breitbart R, Flyer D. Tetralogy of fallot. In: Flyer DC, editor. Nadas’ Pediatric Cardiology 2ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier,2006.
2.
Nair P, Tadmouri GO, Ibrahim E, Al-Arrayed S. Tetralogy of Fallot. 2008 [April 2012]. Tersedia dari : http://www.cags.org.ae
3.
Apitz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of Fallot. Lancet 2009; 374(9699): 1462–71.
4.
Anonim. Tetralogy of Fallot. [diunduh April 2012]. Tersedia dari : http://www.ecc-book.com
5.
Fernandez MMG. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. 2010. Portugal: Faculdade de Midicina Universidade do Porto; 2010.
6.
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2007.
7.
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatalogi. Jakarta: IDAI; 2008.
8.
Fox D, Devendra GP, Hart SA, Krasuski RA. When ‘blue babies’ grow up: What you need to know about tetralogy of Fallot. Cleve Clin J Med. 2010;77(11):821-8
9.
acob G, Mathews C. Unrepaired Tetralogy of Fallot Presenting of Brain Abscess. Calicut Medical Journal 2010; 8(3):e5.
10. Nova R. Penyulit pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. Palembang: Subbagian Kardiologi IKA FK Unsri; 2010. 11. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. Intracranial abscess in children: Historical trends at Children’s hospital, Boston. Pediatrics 2004;111(8):1765-70. 12. Yanagihara C, Wada Y, Nishimura Y. Infectious endocarditis associated with subarachnoid hemorrhage, subdural hematoma and multiple brain abscesses. Intern Med 2003; 42(12):1244-7. 13. Watson DG, Smith JC, Warren ET. Congestive Heart Failure with Tetralogy of Fallot Relieved by an Aortopulmonary Shunt. Pediatr Cardiol. 1997; 18:381–4. 14. Hsu DT, Pearson GD. Heart Failure in Children: Part I: History, Etiology, and Pathophysiology. Circ Heart Fail. 2009;2(1):63-70. 15. Senzaki H, Ishido H, Iwamoto Y, Taketazu M, Kobayashi T, Katogi T, et al. Sedation of hypercyanotic spells in a neonate with tetralogy of Fallot using dexmedetomidine. J Pediatr (Rio J). 2008;84(4):377-80. 16. Chrysostomou C, Sanchez TJ, Avolio T, Motoa MV, Berry D, Morell VO, et al. Dexmedetomidine use in a pediatric cardiac intensive care unit: can we use it in infants after cardiac surgery?. Pediatr Crit Care Med. 2009;10(6):654-60. 17. Al Habib HF, Jacobs JP, Mavroudis C, Tchervenkov CI, O’Brien SM, Mohammadi S, et al. Contemporary patterns of management of tetralogy of Fallot: data from the Society of Thoracic Surgeons Database. Ann Thorac Surg. 2010;90(3):813-9. 18. Park CS, Lee JR, Lim HG, Kim WH, Kim YJ. The long-term result of total repair for tetralogy of Fallot. Eur J Cardiothorac Surg. 2010;38(3):311-7. 19. Robinson JD, Rathod RH, Brown DW, Del Nido PJ, Lock JE, McElhinney DB, et al. The evolving role of intraoperative balloon pulmonary valvuloplasty in valve-sparing repair of tetralogy of Fallot. J Thorac Cardiovasc Surg. 2011;142(6):1367-73. 20. Bashore TM. Adult congenital heart disease: right ventricular outflow tract lesions. Circulation 2007; 115(14):1933–47. 21. Gallegos RP. Selection of prosthetic heart valves. Curr Treat Options Cardiovasc Med. 2006;8(6):443-52. 22. Khambadkone S, Coats L, Taylor A, Boudjemline Y, Derrick G, Tsang V, et al. Percutaneous pulmonary valve implantation in humans: results in 59 consecutive patients. Circulation 2005; 112(8):1189–97. 23. Lurz P, Coats L, Khambadkone S, Nordmeyer J, Boudjemline Y, Schievano S, et al. Percutaneous pulmonary valve implantation: impact of evolving technology and learning curve on clinical outcome. Circulation 2008; 117(15):1964–72. 24. Sineviratne RS, Navasivayam P, Perera S, Wickremasinghe RS. Microbiology of brain abscess at a neurosurgical unit of the National Hospital of Sri Lanka. Ceylon Med J. 2003; 48(1):14-6 . 25. Weghtman NC, Barnham MRD, Dove M. Streptococcus milleri group bacteremia in North Yorkshire, England. Indian J Med Res 2004; 119(Suppl): 164-7. 26. Atiq M, Ahmed US, Allana SS, Chishti KN. Brain abscess in children. Indian J Pediatr.2006;73(5):401-4. 27. Ogunkunle OO, Omokhodion SI, Oladokun RE, Odutola AA. Heart failure complicating tetralogy of Fallot. West Afr J Med. 2004;23(1):75-8.
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
181