Surat Kabar Harian “SUARA KARYA”, terbit di Jakarta, Edisi 5 Februari 1988
SMP "SEMI TERBUKA" SEBUAH ALTERNATIF Oleh : Ki Supriyoko
Ada dua macam pendekatan pendidikan yang tengah dilakukan oleh pemerintah melalui Depdikbud kita saat ini, masing-masing pendekatan kualitatif untuk pendidikan dasar dan tinggi, serta pendekatan kuantitatif untuk pendidikan menengah. Pendekatan kualitatif (pendekatan mutu) ditempuh oleh Depdikbud pada tingkat dasar dan tinggi oleh karena pada jenjang tersebut daya tampung lembaga sudah dianggap "cukup". Sementara pada jenjang menengah masih ditempuh pendekatan kuantitatif (pendekatan jumlah) oleh karena pada jenjang ini daya tampung lembaga dipandang masih "kurang". Berkaitan dengan kebijakan tersebut di atas selanjutnya pembangunan pendidikan, dalam artian kuantitatif, pada tingkat SMTP mendapatkan prioritas. Dengan ungkapan lain, upaya untuk menaikkan daya tampung SMTP merupakan alternatif utama yang akan ditempuh oleh pemerintah. Alternatif yang ditempuh oleh pemerintah tersebut sangat tepat mengingat sampai sekarang ini masih relatif banyak lulusan SD yang belum dapat tertampung di SMTP. Untuk skala nasional indikator terbatasnya daya tampung SMTP tersebut bisa diamati dari belum optimalnya "angka melanjutkan" pada tingkat SMTP itu sendiri, ialah perbandingan antara murid baru kelas satu SMTP pada tahun ajaran tertentu terhadap jumlah lulusan SD pada satu tahun sebelumnya. Pada tahun terakhir Repelita III (83/84) angka melanjutkan untuk tingkat SMTP secara nasional tercatat sebesar 71,4%; ini berarti baru 71,4% dari seluruh lulusan sekolah dasar yang dapat tertampung di SMTP. Ini tidak termasuk "restan" lulusan sekolah dasar yang belum bisa ditampung di SMTP pada tahun-tahun sebelumnya. Pada awal tahun Repelita IV (84/85) angka melanjutkan SMTP mengalami kenaikan menjadi 72,7%. Lihat Tabel 1! Sekarang ini angka melanjutkan pada tingkat SMTP diperki-rakan berada pada angka 75%. Padahal secara ideal angka melanjutkan SMTP ini harus mencapai angka
2
100%, karena secara konsepsional seluruh lulusan SD dipersiapkan untuk melanjutkan studi pada SMTP. Keadaan seperti tersebut diatas juga berlaku pada skala lokal. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dapat diangkat sebagai ilustrasi. Pada Tabel 2 dipresentasikan data tentang daya tampung SMTP di DIY untuk tahun ajaran 1985/86. Dari Tabel terlihat bahwa daya tampung, dihitung dari perbandingan rencana penerimaan terhadap jumlah pendaftar. Untuk SMTP masih berada pada angka 64,38%. Berbagai ilustrasi tersebut di atas menunjukkan masih terbatasnya daya tampung SMTP kita, baik untuk skala lokal maupun untuk skala nasional. Berdasarkan data ini maka kebijakan peme-rintah untuk memberikan prioritas pada peningkatan daya tampung SMTP memang merupakan kebijakan yang argumentatif dan dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai Alternatif Masalah keterbatasan daya tampung SMTP yang telah menyebabkan banyak anak lulusan SD yang tidak memperoleh kursi belajar di SMTP sebenarnya bukan masalah baru. Pada tahun 1977 telah diadakan diskusi yang telah melibatkan para pakar pendidikan untuk menemukan jalan keluar terhadap masalah tersebut, dalam Rapat Kerja Nasional yang berlangsung di Cipayung Bogor, Jawa Barat. Dari hasil "tukar pendapat" tersebut lahirlah dua alternatif yang diajukan untuk memecahkan masalah keterbatasan daya tampung SMTP (Depdikbud: Teknologi Komunika si Pendidikan, Pengertian dan Penerapannya di Indonesia, 1984). Alternatif tersebut adalah Alternatif yang pertama; mencakup tiga pola tindakan untuk menampung lulusan SD thn 1980: (1) Optimasi penggunaan SMTP yang ada sehingga bisa menampung sekitar 160.000 lulusan SD. (2) Penambahan fasilitas baru untuk SMTP sehingga bisa me- nampung sekitar 260.000 lulusan SD.(3) Pengadaan Program pendidikan kejuruan/keterampilan ialah dalam bentuk "Kursus Kejuruan Tingkat Terampil" yang bisa menampung minimum 340.000 lulusan SD. Alternatif yang kedua mencakup empat pola tindakan untuk menampung lulusan SD tahun 1980: (1) Optimasi penggunaan SMTP yang ada sehingga bisa menampung sekitar 160.000 lulusan SD. (2) Penambahan fasilitas baru untuk SMTP sehingga bisa menampung sekitar 260.000 lulusan SD.(3) Pengadaan program pendidikan kejuruan/keterampilan dalam bentuk "Kursus Kejuruan Tingkat Terampil" yang bisa menampung minimum 340.000 tamatan SD. SMP Terbuka
3
Masih merupakan rentetan dari "Rakernas Cipayung" tersebut akhirnya pemerintah menyalakan lampu hijau bagi lahirnya sistem pendidikan terbuka di Indonesia sebagai alternatif inovasi pendidikan yang banyak menarik minat. Akhirnya dieksperimentasikan SMP Terbuka di negara kita, untuk menembak sasaran daya tampung SMTP. Sistem pendidikan ini ditandai dengan tidak dilaksanakannya tatap muka atau audiensi langsung antara guru dengan siswa secara rutin. Hal ini memberikan keuntungan yang cukup besar bagi para lulusan SD yang tidak dapat melanjutkan studinya ke SMP reguler ("biasa") yang dikarenakan berbagai alasan. Kurikulum yang diterapkan pada SMP Terbuka ini adalah persis sama dengan kurikulum yang dipakai pada SMP reguler, hanya tentu saja penyampaiannya disesuaikan dengan sifat "keterbukaan" dari jenis pelayanan pendidikan yang baru ini. Mekanisme penyampaian materi pelajaran kepada siswa dilakukan melalui modul, buku paket, program kaset, serta media pendidikan lainnya. Para siswa membentuk kelompok belajar yang dibantu oleh "guru pembimbing" yang berasal dari anggota masya-rakat yang dipandang mampu menjalankan tugas ini (misalnya guru SD, pemuka masyarakat, mahasiswa setempat, pensiunan ABRI, dsb). Pada akhir tahun para siswa SMP Terbuka ini melaksanakan ujian bersama-sama dengan para siswa SMP reguler sebagai "induk"nya. Materi soalnya sama, waktu ujiannya sama, kriteria evaluasi pun juga sama. Logikanya adalah: dengan "nilai" yang sama maka kualitas lulusan SMP Terbuka juga sama dengan lulusan SMP reguler. Eksperimentasi terhadap program ini dilaksanakan di lima tempat, masingmasing ialah di Kalianda Lampung, Plumbon Jawa Barat, Adiwerna Jawa Tengah, Kalisat Jawa Timur, serta di Terara Nusa Tenggara Barat. Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan ujian akhir dan lulusan adalah sbb: Dari tiga pelaksanaan EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), ialah untuk thn 82/83; 83/84 dan 84/85, maka jumlah siswa yang lulus menunjukkan angka 90%. Sebagian besar dari siswa yang lulus ini dapat diterima untuk melanjutkan sekolah di tingkat SMTA melalui prosedur biasa. Sedangkan bagi mereka yang tidak melanjutkan sekolah ada yang dapat diterima bekerja dima- syarakat dengan menggunakan STTB-nya. Dengan dibukanya SMP Terbuka tersebut diatas maka masalah daya tampung sedikit terkurangi. SMP "Semi Terbuka" Inti masalah yang dihadapi saat ini sesungguhnya belum bergeser jauh dari masalah pada tahun 70-an yang lalu, ialah bagaimana upaya yang harus ditempuh supaya seluruh lulusan SD dapat melanjutkan studinya ke SMTP. Dan untuk mengatasi masalah ini tentunya tidak harus dengan membangun gedung-gedung atau
4
sarana fisik SMTP yang baru; karena cara ini akan menyita dana yang bermilyarmilyar rupiah. Gagasan Depdikbud untuk mengembangkan konsep atau ide "double shift", ialah dengan menambah "use-factor" sekolah memang menarik untuk dipertimbangkan. SMTP yang biasa masuk pagi kemudian menambah kelompok siswa untuk dimasukkan sore hari, atau SMTP yang biasa masuk sore hari menambah kelompok siswa untuk dimasukkan pagi hari. Konsep "double shift" memang cukup menarik, namun masalah kekurangan guru barangkali akan menghadang bila konsep tersebut sudah akan memasuki fase operasional; karena jumlah guru SMTP kita juga masih terbatas adanya. Ada alternatif lain yang tidak kalah menariknya untuk dipertimbangkan guna mengatasi masalah terbatasnya daya tampung SMTP tersebut, adalah dengan mengembangkan SMP "Semi Terbuka". Untuk negara kita kiranya hal ini merupakan konsep baru yang belum pernah dieksperimentasikan secara sistematis. Berdasarkan dari pengalaman pada SMP Terbuka maka kita dapat bereksperimentasi dengan SMP 'Semi Terbuka' sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan daya tampung SMTP. Sekedar catatan: gagasan ini sesungguhnya pernah saya kemukakan pada tahun 1981/82 dalam sebuah seminar pendidikan di Jakarta. Gambaran secara kasar tentang konsep SMP "Semi Terbuka" adalah sekitar 50% materi pelajarannya disampaikan secara tatap muka langsung antara guru denagn siswa sebagaimana terjadi pada sekolah reguler; sedangkan 50% yang lainnya disampaikan melalui modul, program audio, buku paket, dan media pendidikan lainnya sebagaimana terjadi pada SMP Terbuka. Dengan konsep SMP "Semi Terbuka" tersebut masalah kekurangan guru dapat teratasi, karena sebagian materi pelajaran akan disampaikan melalui media pendidikan yang ada (radio, modul, dsb). Munculnya konsep tersebut bermula dari adanya realitas bahwa keterbatasan daya tampung SMTP adalah bukan satu-satunya alasan atau penyebab banyaknya lulusan SD yang tidak melanjutkan studinya ke tingkat SMTP. Sebenarnya masih banyak alasan lain yang menyebabkan para lulusan SD tidak melanjutkan studinya ke SMTP; sebagai misal adalah kesulitan biaya (faktor ekonomis), banyaknya kelompok sebaya di sekitarnya yang tidak bersekolah (faktor sosial), letak tempat tinggal dengan letak sekolah yang relatif jauh (faktor geografis), dsb. Mungkin ilustrasi berikut ini agak ekstrem: meskipun sekolah-sekolah mempertinggi "use-factor"nya dengan menambah kelompok siswa yang dimasukkan sore atau pagi hari di luar "kebiasaan" (sebagai realisasi dari konsep "double shift), belum tentu para lulusan SD secara otomatis akan bersedia masuk didalamnya kalau
5
dia mempunyai kesulitan geografis, atau kesulitan ekonomis misal-nya. Tentu saja artikel ini tidak bermaksud untuk mengecilkan arti konsep "double shift" sebagai upaya untuk meningkatkan daya tampung SMTP, akan tetapi mencoba menawarkan alternatif inovatif lain yang tidak kalah menariknya: ...... SMP "Semi Terbuka"!
======================================================== Drs. Ki Supriyoko, M.Pd, dosen FKIP Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, pengamat masalah pendidikan. Tabel 1: PERKEMBANGAN LULUSAN SD, JUMLAH SISWA BARU SMTP DAN ANGKA MELANJUTKAN SMTP DI INDONESIA ________________________________________________________ Jenis 1983/84 1984/85 1985/86 ________________________________________________________ Lulusan SD (ribu) 3.134,0 3.570,0 3.627,0 Siswa baru SMP (ribu) 1.742,5 2.058,0 1.414,8 Siswa baru SMTP (ribu) 1.771,0 2.085,0 2.440,2 Angka Melanjutkan SMP(%) 70,3 71,7 73,2 Angka melanjutkan SMTP(%) 71,4 72,7 74,0 ________________________________________________________ Sumber : "Pidato Kenegaraan Presiden RI Soeharto 1986 (Lampiran)", halaman 838. Tabel 2: DAYA TAMPUNG SMTP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Untuk Tahun Ajaran 1985/1986) ________________________________________________________ Jenis Rencana Jumlah D a y a penerimaan penerimaan tampung ________________________________________________________ Sekolah umum (SMP) 60.466 92.705 65,22%
6
Sekolah Keluarga(SKKP) 207 161 1,29% Sekolah Keteknikan(ST) 242 310 78,06% Keseluruhan (SMTP) 60.915 93.176 65,38% ________________________________________________________ Sumber: Kanwil Propinsi DIY, "Data Pendidikan Formal tahun 1985/1986)"