Surat Kabar Harian “KEDAULATAN RAKYAT”, terbit di Yogyakarta, Edisi 20 Juli 1988
ANALISIS POTENSI AKADEMIK YOGYAKARTA UNTUK MENYONGSONG WAJIB BELAJAR SMTP Oleh : Ki Supriyoko
Pembicaraan tentang masalah wajib belajar (wajar) untuk sekolah menengah tingkat pertama (SMTP), yang merupakan "kelanjutan" dari program serupa pada jenjang sekolah dasar, SD, akhir-akhir ini menjadi aktual. Lebih dari itu pembicaraannya pun nampak mulai serius. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Fuad Hassan, dalam berbagai kesempatan juga sudah mengkomunikasikan bahwa program wajib belajar SMTP akan dilaksankan dalam Repelita V yang akan datang. Tahap pertama untuk melaksanakan program tersebut adalah menyediakan daya tampung sekolah yang cukup untuk jenjang SMTP pada seluruh daerah di negara kita. Sebagai persiapan guna melaksanakan program wajib belajar tersebut, menurut menteri lebih lanjut, sekarang ini sedang dilakukan penelitian tentang daya tampung di setiap daerah. Untuk sementara ini baru diketahui hanya ada dua daerah yang sudah mempunyai daya tampung 100% terhadap lulusan, sedangkan 25 propinsi yang lainnya masih harus bekerja keras untuk meningkatkannya. Dari informasi tersebut diatas nampak jelas bahwa setiap daerah atau propinsi memang memiliki potensi akademik yang berbeda-beda untuk mendukung pelaksanaan program wajib belajar SMTP. Sejauh mana potensi akademik yang dimiliki Yogyakarta, daerah yang dalam berbagai hal oleh para pengamat sering di-anggap cukup representatif untuk menggambarkan skema pendidik-an secara nasional, untuk menyongsong dilaksanakannya program wajib belajar SMTP? Tulisan serba singkat ini hendak mencoba menurunkan analisisnya. Diatas Mean
2
Bila kita berbicara tentang program wajib belajar adalah sama artinya dengan kita sedang berbicara tentang daya tampung jenjang sekolah yang bersangkutan. Meskipun sebenarnya esensi dari program wajib belajar tidak hanya terletak pada daya tampung sekolah. Pada saat kita memasuki tahun pertama Repelita IV yang lalu, tahun 1984/1985, daya tampung SMTP di negara kita secara nasional menunjukkan angka 66,53%; dari sebanyak 3,134 juta anak lulusan SD dan Madrasah Ibtidaiyah (1983/1984) yang berhasil ditampung di SMTP (1984/1985) sebanyak 2,085 juta. Satu tahun kemudian, tahun 1985/86, daya tampung SMTP tersebut angkanya naik sedikit menjadi 68,35%, dari sebanyak 3,570 juta lulusan SD dan MI (1984/1985) yang berhasil ditampung di SMTP (1985/86) mencapai jumlah 2,440 juta anak. Melihat perkembangan angka daya tampung yang relatif lamban tersebut maka untuk tahun terakhir Repelita IV ini, tahun 1988/1989, mungkin angkanya masih akan berkisar di sekitar 70%. Dari pendekatan statistik matematis maka bilangan 70% tersebut diatas sekaligus merupakan angka rata-rata ("mean") dari angka daya tampung SMTP antar daerah atau propinsi di negara kita. Beberapa daerah atau wilayah propinsi tentu angka daya tampungnya lebih rendah, akan tetapi beberapa propinsi lain angkanya lebih tinggi. Yogyakarta memiliki prestasi tersendiri dalam hal ini karena memiliki angka daya tampung SMTP yang relatif jauh diatas "mean". Pada tahun ajaran 1987/1988 daya tampung SMTP mencapai angka 83,67%. Sedang Lulusan SD dan MI (1986/87) jumlahnya mencapai 64.107 anak, terdiri dari 52.497 anak didik lulusan sekolah negeri dan 11.610 lainnya lulusan sekolah swasta. Sementara itu dari para lulusan SD dan MI tersebut yang dapat ditampung di SMTP (1987/88) dapat mencapai 53.638 anak didik, terdiri dari 29.614 ditampung di sekolah negeri dan 24.024 di sekolah swasta. Daya tampung yang mencapai angka 83,67% tersebut secara lengkap sudah diperhitungkan sekolah-sekolah yang meliputi SMTP umum (SMP), SMTP Kejuruan (ST dan SKKP), serta sekolah yang berada diluar pengelolaan Depdikbud (MTs). Adapun proporsi lulusan SD (termasuk MI) yang melanjutkan studi ke SMTP di DIY secara lengkap disajikan dalam tabel. Periksa Tabel 1! Dari Tabel 1 sekaligus dapat dilihat bahwa daya tampung SMTP di lingkungan Depdikbud tetap lebih dominan apabila dibandingkan dengan daya tampung SMTP di luar lingkungan Depdikbud. Melihat angka daya tampung yang cukup jauh diatas "Mean" tersebut, kiranya tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk memasuki tahun-tahun awal Repelita V nanti daya tampung SMTP di DIY dapat ditingkatkan menjadi 90%, atau bahkan lebih dan mendekati angka ideal 100%.
3
Memacu Daya Tampung Persyaratan pertama yang harus dipenuhi untuk mensukseskan program wajib belajar adalah memperbaiki angka daya tampung sekolah hingga mencapai angka ideal, 100%. Persoalan yang muncul adalah bagaimana caranya "memacu" daya tampung tersebut? Dari aspek fisik maka masalah pemacuan ini bukan merupakan masalah yang terlalu pelik bagi Yogyakarta. Apabila alternatif ideal dengan membangun gedunggedung SMTP yang baru belum dapat dilakukan dalam jangka pendek ini, setidaktidaknya masih ada dua alternatif lain yang sangat mungkin diterapkan, ialah sbb: Pertama, memanfaatkan gedung SD. Saat ini di DIY terjadi "over capacity" di tingkat SD, konon daya tampungnya mencapai sekitar 115%, artinya masih ada 15% dari seluruh kursi belajar di SD yang tidak termanfaatkan lagi karena seluruh kandidat SD sudah dapat dilayani. Dengan melalui pendekatan antar instansional yang rapi maka kursi kosong ini dapat dimanfaatkan untuk memacu daya tampung SMTP. Kedua, merealisasikan gagasan "double shift". Maksudnya adalah membuka "kelas siang" bagi sekolah yang terbiasa masuk pagi hari. Alternatif ini memang lebih tidak menarik dibanding dengan alternatif yang pertama, masalahnya adalah konon sudah tidak "lucu" lagi dijaman yang serba maju ini maka siswa SMTP dimasukkan siang hari. Tetapi penelitian ilmiah tentang sejauh mana keunggulan prestasi yang dicapai siswa "pagi" dibanding siswa "siang" nampaknya belum banyak dilakukan, oleh karena itu tidak ada salahnya eksperimentasi SMTP "siang" tetap dilaksanakan. Bagaimana masalah tenaga pendidik atau guru pengajarnya? mencoba berhitung.
Marilah kita
Tahun ajaran 1987/1988 jumlah seluruh siswa SMTP (tidak termasuk MTs) adalah 149.499 siswa. Sedang jumlah gurunya ialah 7.485 orang, terdiri guru tetap pemerintah (GTP) dan guru tetap yayasan (GTY). Periksa Tabel2! Disamping GTP dan GTY sebenarnya masih ada guru tidak tetap (GTT) yang jumlahnya mencapai 612 orang. Dari data tersebut seandainya GTT tidak ikut diperhitungkan maka ratio guru siswa sudah mencapai angka 1:20, artinya tiap-tiap guru rata-rata mengajar seorang siswa. Angka ini sama dengan ratio ideal pada perguruan tinggi bidang sosial. Sedangkan bila GTT ikut diperhitungkan maka didapati ratio yang lebih baik lagi, adalah 1:18. Benar, di DIY memang termasuk "kaya" guru dibandingkan wilayah propinsi yang lainnya. Apabila jumlah lulusan SD yang belum tertampung, yang jumlahnya sekitar 10.000 anak, ikut di tambahkan ke dalam jumlah siswa SMTP tersebut maka jumlah siswa SMTP di DIY akan menjadi sekitar 160.000 anak.
4
Andaikan dalam waktu dekat belum ada penambahan guru, dalam arti dengan jumlah guru yang sama maka ratio guru-siswa adalah sekitar 1:21, ini GTT belum dimasukkan hitungan. Sedangkan kalau GTT ikut diperhitungkan maka rationya menjadi 1:20. Ratio ini tetap "ideal" untuk jenjang pendidikan tingkat SMTP, dalam artian tanpa dengan penambahan guru baru pun wajib belajar SMTP tetap dapat dilakukan dengan baik di Yogyakarta. Dengan analisis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa potensi akademik di Yogyakarta telah siap dan mantab untuk menyongsong pelaksanaan program wajib belajar SMTP pada Repelita V mendatang. Sesiap dan semantab ketika mau menyongsong pelaksanaan program wajib belajar di SD beberapa tahun yang lalu. Kesiapan tersebut tentu tidak akan tercapai tanpa adanya kerja keras dari para birokrat dan para "pekerja" di lapangan. Tentunya dengan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat !!!*** -------------------------------------------------------(*) Drs. Ki Supriyoko, M.Pd: Yogyakarta
Ketua Lembaga Penelitian Sarjanawiyata Tamansiswa
(LPST)
Tabel 1: PROPORSI LULUSAN SD (86/87) YANG MELANJUTKAN KE SMTP (87/88) Untuk Kondisi di Daerah Istimewa Yogyakarta -------------------------------------------------------- Wilayah SMP ST SKKP MTs Jumlah -------------------------------------------------------- Bantul 10.011 --- --- 1.454 11.465 SLeman 13.179 --- --- 1.881 15.509 Gunung Kidul 8.686 --- --- 1.347 10.033 Kulon Progo 7.272 --- --- 830 8.102 Kota Madya Yk 8.219 244 150 366 8.979 -------------------------------------------------------- Total (DIY) 7.366 244 150 5.878 53.638 -------------------------------------------------------- Sumber: Kanwil Depdikbud DIY, "Buku Kilat Data Pendidikan Formal Tahun 1987/1988" Tabel 2: SKEMA PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH TINGKAT PERTAMA (SMTP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tahun 1987/1988 -------------------------------------------------------- Wilayah Sekolah Kelas Siswa Kep-Sek Guru -------------------------------------------------------- Bantul 100 786 30.632 98 1.663
5
Sleman 131 1.042 41.084 127 2.115 Gunung Kidul 93 696 26.965 91 1.212 Kulon Progo 79 588 23.179 78 1.314 Kota Madya 79 717 27.639 77 1.181 -------------------------------------------------------- Total (DIY) 482 3.829 149.499 471 77.485 -------------------------------------------------------- Sumber: Kanwil Depdikbud DIY, "Buku Kilat Data Pendidikan Formal Tahun 1987/1988"