Surat Kabar Harian “SUARA MERDEKA”, terbit di Semarang, Edisi 4 Oktober 1986 DIKOTOMI SEKOLAH UMUM DAN KEJURUAN PERLU DIROMBAK Oleh : Ki Supriyoko
Dalam sejarah pendidikan di negara kita terdapat sebuah catatan yang cukup unik, ialah tentang ketidakse-imbangan jumlah siswa sekolah umum dengan jumlah siswa sekolah kejuruan. Di tengah-tengah gencarnya usaha pemerintah untuk menciptakan tenaga terampil tingkat me-nengah melalui sekolah kejuruan ternyata jumlah siswa sekolah kejuruan hampir "tidak berarti" bila dibanding dengan jumlah siswa sekolah umum. Menurut catatan pemerintah pada awal tahun REPE-LITA III jumlah siswa SMTP (Sekolah Menengah Tingkat Pertama) menunjukkan angka 2.983 ribu orang, terdiri dari SMTP Umum sebanyak 2.895 ribu orang (97,05%) dan SMTP Kejuruan sebanyak 88 ribu orang (2,95%). Pada akhir ta-hun REPELITA III jumlah siswa SMTP meningkat menjadi 4.713,3 ribu orang yang terdiri dari SMTP Umum sebanyak 4.629,5 ribu orang (98,22%) dan SMTP Kejuruan sebanyak 83,8 ribu orang (1,78%). Untuk tingkat SMTA (Sekolah Menengah Tingkat Atas) didapati ratio yang hampir sama. Pada awal tahun REPELITA III (th79/80) terdapat siswa SMTA yang jumlahnya mencapai 1.574 ribu orang, terdiri dari siswa SMTA Umum (SMA) sebanyak 843 ribu o-rang (53,56%), dan siswa SMTA Kejuruan (STM, SMEA, SKKA, SPMA, dsb) sebanyak 489 ribu orang (31,07%) serta siswa SPG/SGO (Sekolah Pendidikan Guru/Sekolah Guru Olah Raga) sebanyak 242 ribu orang (15,37%). Sedangkan pada akhir tahun REPELITA III (th 83/8) terdapat 2.489,6 ribu orang siswa SMTA yang terdiri dari siswa SMTA Umum sebanyak 1.696,9 ribu orang (68,16%), SMTA Kejuruan 551,7 ribu orang (22,16%) serta siswa SPG/SGO sebanyak 241 ribu o-rang (9,68%). Deretan angka tersebut diatas merupakan ilustrasi yang menunjukkan bahwa fenomena ketidakseimbangan ratio kuantitatif antara siswa sekolah umum terhadap sekolah kejuruan sebenarnya telah terjadi sejak lama.
2
Bukan itu saja! Apabila kita amati secara jeli maka akan didapati sesuatu yang "bertolak belakang". Jumlah siswa sekolah umum yang sudah "gemuk" ternyata semakin lama prosentasenya semakin tinggi, sebaliknya jumlah siswa sekolah kejuruan yang masih "kurus" ternya-ta semakin lama prosentasenya justru semakin rendah. Da-lam struktur kehidupan sosial ekonomis dapat diibaratkan sebagai "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin". Secara interpretatif hal-hal tersebut merupakan indikator bahwa sistem dikotomi sekolah umum dan kejuru-an di negara kita sudah tidak efektif lagi. Lebih jauh halhal tersebut mengisyaratkan agar sistem dikotomi perlu segera "dirombak". Langkahlangkah modifikatif dan inovatif yang dinamis perlu segera dilaksanakan untuk menciptakan sistem baru yang lebih canggih dan intensif. Anak Emas -‐ Anak Tiri Berbagai hambatan ditemui dalam sistem sekolah umum dan kejuruan, baik hambatan yang bersifat material maupun non-material. Hambatan non-material yang sering kita rasakan adalah adanya anggapan dari sementara orang bahwa siswa sekolah kejuruan adalah siswa yang "beraikyu kelas dua". Yang lebih ironis lagi sekolah kejuruan dianggap sebagai "sekolah kedua", artinya siswa sekolah kejuruan adalah siswa yang tidak mampu masuk pada sekolah umum. kejuruan merupakan pilihan kedua. Anggapan seperti tersebut diatas tentu saja tidak benar --paling tidak, tidak seluruhnya benar--, namun harus diakui bahwa untuk menghilangkan persepsi yang su-dah terlanjur terbentuk bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Bukan tidak mungkin hal ini akan berpengaruh se-cara psikologis bagi siswa dan calon siswa sekolah keju-ruan. Hambatan material pun juga sering ditemui, misal-nya adalah tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan yang terasa lebih menguntungkan siswa sekolah umum dari pada siswa sekolah kejuruan. Sebuah ilustrasi dapat diangkat, ialah tentang adanya "pembatasan" bagi lulusan sekolah kejuruan yang akan melanjutkan studi di perguruan tinggi, sementara "pembatasan" serupa tidak nampak pada lulusan sekolah umum yang akan masuk dunia kerja. Seperti diketahui sekolah umum mempersiapkan lulusannya untuk memasuki dunia kerja (bukan melanjutkan studi). Ketika saringan mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri masih menggunakan "sistem proyek perintis" maka keluarlah kebijaksanaan dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi No: 212/D/Q/1983 tentang lulusan sekolah keju-ruan yang akan meneruskan studinya. Mereka harus sudah bekerja selama sedikitnya dua tahun yang sesuai dengan bidangnya, atau memenuhi persyaratan nilai rata-rata mi-nimal dalam STTB (untuk masuk PP/Proyek Perintis I sebe-sar 7,0; PP III sebesar 6,5 dan PP IV sebesar 6,0). Sebuah persyaratan yang relatif sulit bagi para lulusan sekolah kejuruan.
3
Dikaitkan dengan konsepsi dasar sekolah kejuruan maka kebijaksanaan seperti tersebut diatas memang sangat tepat, agar "kapling" lulusan sekolah umum di perguruan tinggi tidak terebut oleh lulusan sekolah kejuruan. Na-mun demikian kebijaksanaan ini akan lebih "bijaksana" jika dibarengi oleh kebijaksanaan serupa bagi lulusan sekolah umum,misalnya kebijaksanaan tentang "pembatasan"lulusan sekolah umum yang akan memasuki dunia kerja, a-gar "kapling" lulusan sekolah kejuruan di lapangan kerja tidak terebut oleh lulusan sekolah umum. Ilustrasi lain yang sedang aktual dan populer de-wasa ini adalah tentang gagasan pengembangan SMA menjadi SMA Plus. Gagasan ini bisa saja diimbangi dengan gagasan pengembangan sekolah kejuruan menjadi Sekolah Kejuruan Plus. Apabila gagasan ini benar-benar terealisir maka kelak lulusan SMA punya kewenangan untuk bekerja disam-ping melanjutkan studi melalui tambahan paket disiplin keterampilan. Sebaliknya lulusan sekolah kejuruan juga mempunyai kewenangan untuk melanjutkan studi disamping bekerja melalui tambahan paket disiplin ilmu. Dengan de-mikian persaingan antara lulusan sekolah umum dan sekolah kejuruan baik dalam hal melanjutkan studi ataupun memasuki dunia kerja akan lebih dinamis dan kompetitif. Untuk menjaga konsestensi prinsipial dari sistem maka balansi-balansi seperti tersebut diatas mutlak di-perlukan adanya. Apabila kebijaksanaan yang ada memberikan kesan selalu menguntungkan sekolah umum maka timbullah kesan "anak emas - anak tiri" memang sulit untuk dihindarkan. Anak emas untuk sekolah umum dan anak tiri untuk sekolah kejuruan. Sebuah kesan yang harus dieliminir dan didegradir agar tidak menciptakan beban psikologis pada salah satu pihak. Sistem Terpadu Untuk mensukseskan pembangunan nasional yang te-ngah digalakkan oleh pemerintah dewasa ini diperlukan tenaga terampil (skilled worker) yang besar jumlahnya, khususnya tenaga terampil tingkat menengah. Tenaga-tena-ga yang diproduksi oleh SMTA Kejuruan. Kebutuhan akan tenaga terampil tingkat menengah jauh lebih besar bila dibanding dengan tenaga profesional produksi perguruan tinggi. Hal ini menuntut sekolah kejuruan mampu menampung siswa yang relatif besar jumlahnya. Namun demikian seca-ra faktual jumlah siswa sekolah kejuruan "terlalu tipis" dibanding sekolah umum. Bahkan diperkirakan sampai akhir tahun REPELITA IV kondisi ini belum dapat teratasi, baik yang menyangkut jumlah siswa, guru dan lulusannya. Periksa Tabel! Sementara itu pos-pos kerja "milik" lulusan sekolah kejuruan banyak yang diisi oleh para lulusan sekolah umum. Semua itu merupakan indikator lain tentang ketidakefektifan sistem dikotomi
4
sekolah umum dan kejuruan. Sudah tiba saatnya sistem ini "dirombak", selanjutnya diperlukan inovasi, renovasi dan modifikasi yang dinamis untuk menciptakan sistem baru yang lebih relevan dan in-tensif. Sistem Terpadu rupanya merupakan alternatif yang pantas ditawarkan, ialah penggabungan "disiplin ilmu" dan "disiplin keterampilan" dalam sebuah paket program. Tidak ada lagi istilah SMTP Umum dan Kejuruan. Tak lagiada istilah SMTA Umum dan Kejuruan. Yang ada adalah SMTP dan SMTA saja. Masa studi untuk SMTP dan SMTA Terpadu ini bukan lagi selama tiga tahun akan tetapi masing-masing memerlukan masa studi selama empat tahun. Jadi masa studi SMTP Terpadu selama empat tahun dan masa studi SMTA selama empat tahun pula. Kurikulum SMTP dan SMTA berisi perpaduan antara "disiplin ilmu" dan "disiplin keterampilan", sehingga para lulusannya kelak mempunyai kewenangan untuk melan-jutkan studi sekaligus untuk bekerja. Artinya yang mau dan mampu bekerja silakan bekerja dan yang mau dan mampu melanjutkan studi silakan melanjutkan studi. Tingkat kualitas tenaga kerja yang dipersiapkan oleh SMTP Terpadu adalah "tenaga terampil menengah ren-dah" yang di dalam Piramida Tenaga Kerja Indonesia biasadengan 'Juru Muda', sedangkan kualitas tenaga kerja yang dipersiapkan oleh SMTA Terpadu adalah "tenaga terampil menengah" yang di dalam Piramida Tenaga Kerja Indonesia disebut dengan 'Teknisi Industri'. Dalam sistem ini jelas tidak akan ditemui diskri-minasi atau sistem anak emas anak tiri karena semua lulusan memiliki hak yang sama untuk melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi maupun untuk memasuki dunia kerja. Bagaimana tentang perpanjangan waktu untuk meraih gelar sarjana? Memang ada perpanjangan waktu selama dua tahun bagi seseorang yang ingin menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi (satu tahun di SMTP + satu tahun di SMTA), hal ini justru akan memberikan kedewasaan yang lebih matang bagi para sarjana kita. Baik kedewasaan dalam penguasaan disiplin ilmu serta keterampilan maupun kedewasaan dalam bersikap dan berlaku. Semoga tulisan ini bermanfaat !!!***** ============================================================= BIODATA SINGKAT: Drs. Ki Supriyoko, M.Pd., adalah dosen FKIP Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta serta pengamat masalah-masalah pendidikan dan sosial
TABEL PERKIRAAN JUMLAH SISWA, GURU DAN LULUSAN SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS DALAM REPELITA IV
5
(Jumlah dalam ribuan) _________________________________________________________________ NO KOMPONEN 84/85 85/86 86/87 87/88 88/89 _________________________________________________________________ 1. Jumlah siswa baru 1.1 SMTA Umum 651,3 707,8 724,7 787,3 843,5 1.2 SMTA Kejuruan 204,6 209,7 214,9 202,3 225,8 2. Jumlah seluruh siswa 2.1 SMTA Umum 1769,6 1902,9 2036,6 2170,7 2305,0 2.2 SMTA Kejuruan 586,1 601,4 616,6 632,3 648,3 3. Jumlah guru 3.1 SMTA Umum 111,3 118,0 124,5 130,8 137,0 3.2 SMTA Kejuruan 46,6 47,6 48,7 49,7 50,8 4. Jumlah lulusan 4.1 SMTA Umum 500,1 512,4 570,1 621,4 639,5 4.2 SMTA Kejuruan 170,2 175,3 180,3 185,4 190,5 _________________________________________________________________ Sumber: Depdikbud, "Proyeksi-Proyeksi Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi serta Pendi- dikan Luar Sekolah Periode REPELITA IV"