Surat Kabar Harian “KEDAULATAN RAKYAT”, terbit di Yogyakarta, Edisi 19 Juni 1986
Tanggapan Atas Tanggapan Sdr. Ahmad Abu Hamid:
STTB : ANTARA TARGET DAN KUALITAS Oleh : Ki Supriyoko
Artikel saya yang termuat di harian ini di bawah titel "Kriteria Prestasi Akademis Sekolah Kian Bias" (KR, 3 Juni 1986) mendapat tanggapan dari Sdr. Ahmad Abu Hamid di harian yang sama di bawah judul "NEM dan Penggunaannya" (KR, 16 Juni 1986). Saya cukup mengerti dan dapat memaklumi perasaan Sdr. Abu Hamid (maaf namanya saya singkat) sebagai guru yang kemudian merasa kurang sreg setelah membaca artikel saya tersebut (nuwun sewu, saya juga seorang guru SMTA, baik SMTA Umum maupun SMTA Kejuruan). Namun saya yakin perasaan tersebut akan segera hilang manakala Sdr. Abu Hamid membaca ralat saya tentang istilah NEM (KR, 5 Juni 1986). NEM yang saya maksud dalam artikel tersebut adalah Nilai dalam STTB yang salah satu komponen penentunya adalah Nilai Ebtanas Murni (NEM). Apabila Sdr. Abu Hamid sudah membaca ralat saya tersebut saya yakin tanggapan tersebut akan ditarik kembali atau tidak perlu muncul, kecuali dalam kontek yang lain. Kesimpulan tentang NEM benar-benar nilai murni yang diperoleh dari EBTANAS, bukan nilai sulapan, bukan nilai tipuan, saya setuju. Tidak ada masalah! Akan tetapi kesimpulan bahwa nilai dalam STTB merupakan hasil pengukuran serta penilaian pendidikan di sekolah secara kontinu sehingga merupakan nilai yang akurat kiranya perlu didiskusikan lebih jauh. Justru inilah salah satu hal yang mengusik saya untuk menulis tanggapan ini. Tentang istilah-istilah "waton nulis", "nyali yang cukup besar", dsb, tentu saja tidak saya sertakan dalam tanggapan ini. Dalam konteks ini istilah-istilah tersebut disamping terasa kurang etis juga bukan merupakan istilah yang mendidik, sekalipun "diproduksi" oleh seorang pendidik. Ada pengertian yang cukup mengganggu dalam tanggapan Sdr. Abu Hamid, ialah ketika mengutip tulisan saya sebagai berikut, "....... NEM tidak lebih sebagai angka sulapan, bahkan angka tipuan .......". Pada hal dalam tulisan saya ada "kalimat
2
kunci" yang wajib ditampilkan dalam segala bentuk kutipan, karena dengan kalimat tersebut akan terbentuk pengertian yang lain. Yang benar kalimat dalam artikel saya adalah sebagai berikut, "Bagi yang berpikiran ekstrem bahkan ada yang berpendapat bahwa NEM tidak lebih sebagai "angka sulapan", bahkan angka tipuan" oleh karena .......", dst. Pengurangan kalimat dalam kutipan sehingga dapat membentuk pengertian yang berbeda sebenarnya tidak perlu terjadi bila disertai dengan pengetahuan dan "kesadaran" secukupnya. Marilah kita segera masuk pada masalah yang lebih "urgen" dan prinsip untuk berkomunikasi dengan pembaca yang lain. Formula Sama Koefisien Berbeda Seorang lulusan SMP atau SMA mendapat dua lembar daftar nilai, masingmasing adalah NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang memuat mata pelajaran yang terbatas jumlahnya serta STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) yang memuat mata pelajaran yang lebih lengkap. Untuk masing-masing mata pelajaran yang sama, pada umumnya nilai menurut STTB (secara teoritis bisa sama atau justru lebih besar). Ini merupakan fenomena nasional yang dialami oleh kebanyakan para siswa sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Illustrasi berikut kiranya bisa membantu! Perhatikan Tabel! Dari tabel ilustrasi tersebut dapat dilihat bahwa nilai menurut NEM selalu berbeda dengan nilai menurut STTB. Nilai menurut NEM yang "mini" terimbangi oleh nilai STTB yang "maksi". Jumlah nilai menurut NEM 31,00 sehingga nilai ratarata setiap mata pelajaran 5,17, sedangkan jumlah nilai menurut STTB 42,50 sehingga nilai rata-rata setiap mata pelajaran (khusus untuk enam mata pelajaran) adalah 7,08. Apakah dapat disimpulkan bahwa NEM dan nilai STTB sama-sama merupakan nilai yang akurat? Disini kita bisa bicara sedikit tentang "teori evaluasi pendidikan". Perangkat evaluasi yang baik harus mempunyai "daya ukur" yang prima. Untuk mempunyai "daya ukur" yang prima minimal harus memenuhi tiga persyaratan pokok, ialah alat tersebut harus valid, reliabel dan representatif. Untuk memenuhi ini semua maka perangkat evaluasi atau alat ukur harus "diturunkan" dari silabi (yang lengkap dengan TIU dan TIKnya), sedangkan silabi harus "diturunkan" dari kurikulum. Bila semua ini terpenuhi bolehlah alat ukur kita sebut "akurat". Persoalan muncul disini. Kurikulum sama, silabi sama, kita asumsikan saja alat ukur NEM dan STTB sama-sama "akurat", kenapa hasilnya berbeda? Dimana letak kuncinya? Kuncinya adalah segala upaya akademik kita dari proses adaptasi bidang studi sampai proses evaluasi bidang studi "dipecundangi" oleh sebuah rumus. Formulanya sama tetapi koefisien berbeda! Siapa pun umumnya mengeri bahwa "mempermainkan" koefisien jauh lebih mudah dari pada mengadakan upaya
3
akademis yang bersungguh-sungguh. Rumus atau formula yang digunakan untuk menentukan nilai dalam STTB adalah: P + Q + nR N = ---------2+n untuk N=Nilai yang dicantumkan dalam STTB, P=Nilai Ra- port semester V (lima), Q=Nilai semester VI (enam) dan R=NEM. Sedangkan n adalah koefisien. Untuk n yang bergerak dari 0,5 s/d 2,0 saja akan ditemui berpuluh-puluh vareasi atau harga N. Sebagai misal seorang siswa dalam mata pelajaran atau bidang studi Matematika mempunyai P=7; Q=8 dan R=4. Dengan memasukkan n=2 akan diperoleh N=5,75; De-ngan memasukkan n=1,5 diperoleh N=6,0; Dengan memasukkan n=1 diperoleh N=6,33; Dengan memasukkan koefisien n=0,5 diperoleh N=6,8. Apakah artinya? Siswa yang Nilai Ebtanas Murninya "hanya" mendapat nilai 4,0 untuk mata pelajaran atau bidang studi tertentu (NEM=4,0_) akan tetapi nilai STTBnya bisa diatur (=disulap?) menjadi 5,75 atau 6,0 atau 6,33 atau 6,8 atau angka-angka lain yang lebih tinggi dan lebih "menarik". Betapapun akuratnya prosedur dan proses mendapatkan nilai semester-V, betapapun akuratnya prosedur dan proses untuk mendapatkan nilai semester-VI dan betapapun akuratnya prosedur dan proses mendapatkan NEM, akan tetapi dengan "mempermainkan" koefisien dalam penggunaan formula di atas akan dihasilkan angka yang berbeda-beda. Di sinilah letak kekurangan kita! Atau justru kelebihan kita? "Target" bisa dicapai dengan "mempermainkan koe-fisien. Menyangkut Kepercayaan Masyarakat Apabila kita berdiri ditengah-tengah masyarakat, tidak hanya berdiri di antara dinding kelas atau di dalam pagar sekolah saja, maka akan kita dapati kecenderungan yang amat besar bahwa pada umumnya masyarakat lebih percaya pada nilai menurut NEM dari STTB, dalam kaitannya dengan "kualitas akademis" siswa. Apabila kita berbicara prosedur "ansih" tentu hal ini sangat lucu. NEM hanya merupakan salah satu komponen untuk membentuk nilai STTB, atau disamping memperhatikan NEM maka nilai STTB dipertimbangi pula oleh komponenkomponen yang lain. Nilai semester-V dan semester-VI. Secara teoritis mestinya nilai STTB lebih representatif bila dibandingkan dengan NEM. Kenyataan berbicara lain. Masyarakat rupanya lebih menaruh kepercayaan terhadap NEM dari pada nilai STTB, demikian pula dengan sekolah-sekolah terbukti dalam penerimaan siswa baru akan banyak dipertimbangi oleh NEM bukan oleh nilai
4
STTB. Khusus untuk Sdr. Abu Hamid hendaknya peristiwa ini dapat mengingatkan bahwa "teori pendidikan" tidak selalu tepat dan jitu. Ada kalanya meleset. Peristiwa ini sebenarnya ada sejarahnya. Rumus ideal yang akan dipakai untuk menentukan nilai STTB sesianya adalah:--------- ?????? P + Q + 3R N = ---------5 Dengan melihat kenyataan di lapangan tentang hasil Ebtanas, apabila rumus tersebut benar-benar diterapkan maka banyak siswa yang "rontok" --khususnya tingkat SMTA-- hadirlah "kebijaksanaan dari Atas" untuk "meluweskan" rumus tersebut dengan memasukkan n atau koefisien yang berbeda-beda (Tengok kembali: Supriyoko, "Kebijaksanaan Non-Katrolan, Mungkinkah?", KR, 13 April 1985; Supriyoko, "Kebijaksanaan dari Atas, Nah ....!", KR, 3 Mei 1985; Supriyoko,"TitikTitik Lemah Pola NEM dalam Penerimaan Siswa Baru", Minggu Pagi, 30 Juni 1985; Dan sebagainya). Setahun yang silam untuk bidang studi atau mata pelajaran tertentu bahkan masih bisa ditolerir memasukkan koefisien yang sangat kecil, ialah 0,2 (n=0,2). Dengan demikian formula di atas berubah menjadi (P+Q+0,2R): (2,2) = N. Disini kita dapat menghitung bahwa kontribusi Nilai Ebtanas Murni dalam STTB tidak lebih dari 10%. Sungguh sangat kecil! Mulai dari peristiwa-peristiwa ini barangkali masyarakat mulai menghitunghitung sejauh mana tingkat kepercayaan nilai menurut NEM dan nilai menurut STTB. Tanggung-jawab Kita Bersama Dari berbagai ilustrasi di atas nampaklah bahwa sesungguhnya kita masih banyak mengalami kekurangan-kekurangan dalam sistem pendidikan kita, khususnya sistem pendidikan menengah, lebih khusus lagi yang menyangkut sistem evaluasi.Seolaholah masih berdiri tegak seonggok "dualisme" dalam mendapatkan "angka". Kekurangan ini tentu bukan disebabkan oleh beberapa orang, terutama para birokrat akademis kita, namun barangkali sistem kita memang belum menghendaki terobosan-terobosan yang bersifat agresif serta revolusioner. Kebijaksanaan yang diambil harus selalu dipertimbangi situasi, kondisi dan "kesiapan masyarakat" untuk menerimanya. Kekurangan-kekurangan yang ada dalam sistem pendidikan kita adalah tanggung jawab kita bersama, baik para pengambil keputusan, kaum birokrat, pejabat struktural, pendidik, orang tua siswa, siswa, dan masyarakat pada umumnya. Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita tidak segan-segan mengemukakan pendapat,
5
saran dan kritik asal didasari oleh iktikad yang baik, hati yang tulus dan hasrat membangun. Kesimpulan Dari rangkaian tulisan di atas kiranya dapat kita simpulkan beberapa hal sbb: 1. NEM adalah benar-benar nilai murni yang didapat dari EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir tingkat Nasional). Bukan nilai sulapan dan bukan nilai tipuan. 2. Memasukkan harga n (koefisien) yang berbeda-beda akan mendapatkan harga N (Nilai yang tercantum dalam STTB) yang berbeda-beda pula, antar target dengan kualitas. 3. Masyarakat rupanya lebih menaruh kepercayaan terhadap NEM dari pada nilai dalam STTB dalam kaitannya dengan "kualitas akademis siswa, demikian pula dengan sekolah-sekolah terbukti dalam penerimaan siswa baru lebih dipertimbangi NEM dari pada STTB. 4. Kekurangan dalam sistem pendidikan kita adalah tanggung jawab kita bersama. 5. Khusus untuk Sdr. Abu Hamid tentu saya sangat menghargai usaha anda yang bersungguh-sungguh dalam bidang pendidikan, namun akan lebih sempurna apabila disertai dengan pengetahuan dan pengertian secukupnya. Semoga bermanfaat !!!***** ============================================================= N a m a : SRI MOGOLI BINTI SENGKUNI Sekolah : SMP "DILOLA ORA TENANAN" ++++ | | | Nilai Menurut | | No.| Mata Pelajaran +++ | | | NEM | STTB | +++++ | | | | | | 1 | Pendidikan Moral Pancasila | 6,27 | 7,50 | | 2 | Bahasa Indonesia | 5,71 | 7,00 | | 3 | Ilmu Pengetahuan Alam | 4,23 | 6,50 | | 4 | Ilmu Pengetahuan Sosial | 6,25 | 8,00 | | 5 | M a t e m a t i k a | 4,00 | 7,00 | | 6 | Bahasa Inggris | 4,54 | 6,50 |
6
| | | | | +++++ | | | | | | | J u m l a h | 31,00 | 42,50 | | | | | | +----+-------------------------------+--------+--------+