STRATEGIC MANAGEMENT GENERAL MOTORS: FROM BIRTH TO BANKRUPTCY 2009 (Source: Essentials of Strategic Management-Hill & Jones, 3rd edition, 2012, page C78-C89)
Boedijono Kartolo (NIM: 01201369) Program MM-Jurusan Business Strategy Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Kampus 3, Kelapa gading Jakarta Utara
Makalah ini dibuat berdasarkan kasus yang dimuat di dalam buku Strategic Management karangan Hill & Jones. Kasus ini menarik untuk dibahas di dalam menganalisa suatu bisnis dan strategi bisnis, di mana General Motors sebagai salah satu raksasa bisnis di bidang otomotif yang sudah berumur 100 tahun harus bangkrut karena merugi lebih dari 90 miliar dolar Amerika Serikat sejak tahun 2005. Analisa SWOT, Porter’s Five Forces, Value Chain sudah tersirat di dalam analisa dibawah ini. A. Riwayat Singkat Perusahaan General Motors Corporation (GMC) didirikan oleh William C. Durant pada tahun 1908 dengan menggabungkan 25 buah perusahaan otomotif independen termasuk di dalamnya Buick, Chevrolet, Pontiac, Cadillac dan yang lainnya. Dalam hal ini GMC memposisikan diri sebagai holding company dengan 25 divisi yang memproduksi ratusan model mobil dengan segmentasi pasar untuk orang-orang kaya dengan alasan bahwa hanya orang-orang tersebut yang mampu membeli mobil dikarenakan biaya produksi membuat mobil sangat tinggi pada waktu itu. Selama seratus tahun perusahaan ini mengalami dinamika naik dan turunnya suatu bisnis dan sayangnya pada tahun 2009 perusahaan ini harus mengalami kebangkrutan karena kesalahan di dalam memainkan suatu strategi bisnis di dalam menghadapi lawan-lawannya.
1
B. Awal Persaingan Bisnis dan Kekalahan General Motors Company (GMC) dari Ford Motor Car Company (FMCC) Sejak pendirian perusahaan pada tahun 1908 GMC bersaing dengan FMCC dan GMC mengalami kekalahan di dalam persaingan tersebut yang disebabkan beberapa kelemahan (weakness) yang ditunjukkan oleh GMC, sebagai berikut:
Tidak inovatif di dalam mengembangkan produk dengan biaya produksi yang efisien.
R&D yang tidak berpikir mengenai metode mass production atau lean production untuk menciptakan efisiensi.
Marketing yang hanya tertuju kepada pasar orang kaya dan tidak merespon perubahan di pasar yang lebih bawah.
Terlalu banyak model atau jenis mobil dari 25 divisi produksi mobil yang mengakibatkan mereka bersaing dengan diri sendiri.
Melupakan pasar menengah dan tidak berpikir untuk menciptakan pasar di kelas tersebut yang sebenarnya mempunyai potensi serapan pasar. Sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh FMCC dengan menciptakan mobil dengan biaya produksi yang lebih efisien yaitu model T.
C. Kebangkitan GMC (1920) Namun demikian setelah mengalami kekalahan di dalam bersaing dengan FMCC selama beberapa tahun GMC berusaha untuk bangkit di dalam mendapatkan competitive advantage di industri tersebut yang meningkatkan kekuatan (strength) perusahaan sebagai berikut:
Dengan merampingkan 25 divisi menjadi 5 divisi saja (Chevrolet, Pontiac, Oldsmobile, Buick dan Cadillac) GMC meraih superior effisiency di dalam ongkos produksi dan ongkos operasional.
Langkah tersebut juga memberikan posisi superior customer responsiveness, di mana perusahaan lebih fokus di dalam menangani keluhan konsumennya.
Setiap divisi tersebut diberikan tugas untuk memproduksi mobil untuk beberapa segmen pasar dan divisi Chevrolet juga harus membuat mobil sekelas model T yang diproduksi oleh FMCC. Di sini terlihat bahwa setiap lini pasar akan dikepung oleh produk-produk GMC yang membuat entry barrier yang tinggi bagi Ford untuk masuk ke pasar mobil kelas atas yang belum dimasukinya. Sedangkan pada level mobil kelas menengah yang relative murah GMC menghantam pasar Ford dengan kualitas mobil yang sama namun lebih murah. Meskipun bentuk pasar industri ini adalah oligopoly namun demikian karena Ford memposisikan produknya pada kelas menengah yang relatif sensitif 2
terhadap harga (dengan kualitas yang setara) di mana elastisitas permintaan (demand elasticity) atas produk sejenis itu adalah tinggi dan pada umumnya produk mobil tersebut adalah relatif murah maka maneuver yang dilakukan GMC lewat produk Chevrolet membuat Ford kalah di dalam persaingan.
D. Kejayaan GMC Sejak kebangkitannya dengan menerapkan strategi baru GMC memimpin industri mobil di Amerika Serikat dengan menguasai 65% pasar mobil, sedangkan gabungan antara Ford dan Chrysler menguasai 25%nya, dan 10% sisanya dikuasai oleh produk non Amerika seperti Jepang atau Jerman. Di dalam strategi baru tersebut GMC menerapkan strategi vertical integration untuk mencapai competitive advantage, yaitu dengan mendirikan pabrik komponen mobil seperti Delco yang memasok komponen electrical dan electronic dan juga Fisher Body Company yang memasok pembuatan bodi mobil. Sampai dengan tahun 1970 strategi yang diterapkan GMC memposisikan perusahaan ini menjadi pemimpin pasar di industri ini. E. Terlambat di dalam merespon perubahan sehingga dikalahkan oleh produk Jepang Selain sedan perusahaan ini juga mengembangkan mobil niaga seperti truk dan lain sebagainya yang mengkonsumsi jumlah bahan bakar yang cukup banyak untuk setiap kilometernya. Keterlambatannya di dalam merespon perubahan di industri otomotif membawa GMC kepada bencana. Perusahaan ini tidak mempertimbangkan adanya ancaman kekuatan produk substitusi (threat of substitute product) yang dikembangkan oleh industri otomotif Jepang yang lebih responsif di dalam membaca suatu arah perubahan. Perusahaan otomotif Jepang seperti Toyota maupun Honda sudah mengembangkan mobil kecil yang hemat bahan bakar. Dengan adanya embargo minyak bumi pada tahun 1973 yang dipelopori oleh OPEC mengakibatkan harga minyak dunia menjadi mahal yang mengakibatkan terpukulnya industri otomotif Amerika Serikat. Keterlambatan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat termasuk GMC di dalam merespon suatu perubahan memudahkan perusahaan Jepang menguasai pasar industri otomotif baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia. Kelemahan (weakness) yang ditunjukkan oleh GMC adalah sebagai berikut:
3
Produk yang dihasilkan tidak efisien yang diakibatkan oleh tingginya gaji pekerja yang tidak dengan mudah dapat direvisi mengingat perusahaan memiliki perjanjian jangka panjang dengan serikat kerja UAW.
Tingginya gaji pekerja juga mengakibatkan tingginya harga komponen yang dihasilkan oleh anak-anak perusahaan GMC yang membuat ongkos pembuatan mobil menjadi tinggi.
Keterlambatan di dalam berinovasi mengenai teknologi yang dapat menurunkan ongkos produksi dan inovasi di dalam menciptakan mobil yang irit bahan bakar.
Menghadapi hal seperti GMC tidak tinggal diam, perusahaan mulai melakukan perampingan dengan tidak melanjutkan pembuatan komponen mobil yang tidak efisien dan menutup pabrik yang tidak dapat memberikan kontribusi keuangan yang sehat seperti Oldsmobile. Namun demikian langkah tersebut tidak banyak menolong untuk menciptakan efisiensi produksi. GMC mencoba menekan pemasoknya dengan meminta harga murah untuk produk komponen mobil yang dibutuhkan, akan tetapi jawaban para pemasok cukup mengejutkan yaitu dengan harga yang rendah pemasok tidak akan menyediakan mesin-mesin yang lebih baik untuk memasok GMC dan juga lebih suka memasok perusahaan Jepang. Di sini terlihat bargaining power of supplier lebih kuat ketimbang GMC dan perusahaan tetap tidak bisa bersaing dengan produk Jepang. Competitive advantage GMC tersungkur, unsur-unsur yang mendukung seperti superior efficiency, superior quality, superior innovation, superior customer responsiveness tidak terlihat. Peran dari value chain-pun runtuh, R&D yang melempem, Production yang tidak dapat diandalkan, Marketing&Sales yang tidak mulus yang diikuti oleh Customer Service yang tidak prima. Pendek kata usaha-usaha yang dilakukan oleh GMC sulit untuk kembali kepada kejayaannya. F. Hancurnya GMC (June 2009) Hal yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana GMC masih bisa survive secara finansiil di dalam menghadapi serangan bertubi-tubi dari pesaingnya. GMAC adalah anak perusahaan GMC yang bergerak di bidang keuangan yang menangani pendanaan secara kredit yang salah satunya mendanai produk-produk GMC. Namun demikian dengan adanya krisis di Amerika Serikat pada tahun 2008 yang menghantam perusahaan jasa keuangan di negara tersebut membuat pertahana GMC semakin rapuh. Meskipun manajemen GMC telah berusaha secara mati-matian untuk menurunkan ongkos produksi dan operasional akan tetapi kondisi yang semakin rapuh tersebut tidak dapat diperthankan dan pada bulan Juni 2009 GMC dinyatakan
4
bangkrut. Saham-saham perusahaan dikuasai oleh pemerintah, serikat pekerja dan para bond holders. G. Kesimpulan Melihat kondisi di atas dengan menggunakan Porter’s Five Forces terlihat bahwa (1)persaingan diantara industri (rivalry among the industry) perusahaan dalam kondisi yang tidak menguntungkan tidak dapat melawan dominasi perusahaan Jepang dan Jerman di sektor efisiensi dan inovasi, (2) threat of substitute, jelas perusahaan tidak dapat mencegah/menciptakan entry barrier yang tinggi terhadap produk substitusi dari perusahaan Jepang karena keterlambatan di dalam merespon perubahan, (3) bargaining power of supplier, perusahaan kalah di dalam berunding untuk menekan harga komponen mobil dari pemasok sehingga tidak dapat menurunkan harga produksi mobil, (4) risk of entry by potential competitors, terlihat jelas keterlambatan di dalam merespon perubahan tidak dapat menciptakan entry barrier yang tinggi untuk menghadang potential competitors, (5) bargaining power of suppliers, harga mobil yang tinggi yang tidak efisien membuat posisi tawar perusahaan atas konsumen sangat lemah. H. Saran Pengalaman pahit GMC dapat memberikan suatu pelajaran bahwa setiap pengusaha baik dalam bentuk individual maupun perusahaan harus selalu waspada terhadap baik lingkungan mikro maupun makro yang dapat memberikan pengaruh negatif bagi keberlangsungan hidup perusahaan. Disarankan perusahaan harus selalu memberikan respon terhadap perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal yang tidak kalah penting setiap lini usaha harus selalu berinovasi dan selalu menciptakan produk-produk yang efisien. Perusahaan yang selalu berinovasi dan meraih efisiensi akan memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang tinggi dan dapat menikmati pasar monopoli dengan meraup keuntungan yang maksimal meskipun hanya sementara sebelum disusul oleh para perusahaan imitator.
5