1
STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN NATUNA
KHAIRUNNAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
SURAT PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing. Belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan baik karya yang diterbitkan maupun belum
dari penulis lain telah
dicantumkan dalam teks dan daftar pustaka tugas akhir ini.
Bogor, April 2011
Khairunnas NRP H252090165
3
ABSTRACT KHAIRUNNAS, 2011, Strategy of Employment Development Opportunities in Natuna Regency. Under the supervision of LALA M KOLOPAKING as the chairman, LUKMAN M BAGA as the member of Supervisor committee. The purpose of this study is to analyze the result of supplies and local manpower qualification. In addition, strategy and employment developing program through SWOT and Road Map Strategy is formulated. Local inhabitants manpower age prediction on the period of inhabitants productive domination. PDRB based on constant price of 2000 is assumed higher, especially in agriculture sector will be amounting to 618 milliards rupiahs in 2015 with total manpower expectation 38.340 manpower. Employment which are available in Natuna due to Riau and Kepri development, consisting 8.887 manpower, industrial collaborated component is 2.407 manpower, competitive potential component is 2.172 so that the total of available Employment will be 13.467 laborers from 2002 till 2009. Location Quotient (LQ) analysis indicates the result that in 2009, Natuna possesses four based sectors, they are agriculture, construction, service and collaborated sectors (minning and quarrying, electricity, gas and water). Among others the formulation strategy conducted through SWOT and Road Map are the local economy development based on marine and the fisheries and the enpowerment of the productive age populations is to support the development of agroindustry through three main clusters tor the coming five years in achieving sustainable employment development program to develop Natuna Regency.
Keywords: Project, Based Economic,Employment Opportunities, Natuna Regency
4
RINGKASAN KHAIRUNNAS, 2011. Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna. Dibimbing oleh LALA M KOLOPAKING sebagai ketua, LUKMAN M BAGA sebagai anggota komisi pembimbing. Kabupaten Natuna merupakan daerah tertinggal di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal harus melakukan perubahan yang mendasar dalam membangun daerah untuk mengejar ketertinggalan dan ketergantungan. Salah satu cara yang paling efektif adalah mengembangkan kesempatan kerja melalui pendekatan ekonomi lokal berbasis perikanan dan kelautan. Kabupaten Natuna memiliki potensi perikanan dan kelautan yang belum dimanfaatkan secara optimal serta belum mampu menjadi pengungkit perekonomian daerah. Tujuan umum dari kajian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna. Tujuan spesifik adalah: (1). Mengkaji ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah, (2). Mengkaji kondisi kesempatan kerja, (3). Mengkaji tingkat pengangguran dan pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna. Metode analisis yang digunakan dalam kajian adalah Analisis Regresi Linier Sederhana, Analisis Shift Share, Analisis Location Quotient, Analisis Pengganda Basis Lapangan Kerja dan Analisis Deskriptif. Untuk merumuskan strategi digunakan metode Analisis SWOT, untuk menentukan prioritas, jangka waktu pelaksanaan dan program digunakan Metode Road Map Strategy. Berdasarkan hasil kajian ini menunjukkan bahwa diperkirakan penduduk usia kerja di Kabupaten Natuna akan didominasi kelompok produktif umur 25-29 tahun sebesar 15.720 orang pada tahun 2015. Perekonomian Kabupaten Natuna diperkirakan mengalami pertumbuhan yang positif dan signifikan dengan perkiraan jumlah PDRB sebesar Rp. 912,315 milyar dengan kebutuhan tenagakerja sebesar 73.794 orang. Perubahan kesempatan kerja per sektor di Kabupaten Natuna terhadap kesempatan kerja Provinsi Riau dan Kepri menunjukkan pergeseran yang positif selama kurun waktu tahun 2002 dan 2009. Laju pertumbuhan kesempatan kerja wilayah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sebesar 33 persen telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 8.887 orang. Pengaruh bauran industri Provinsi Riau dan Kepulauan Riau telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 2.421 orang, sedangkan dampak dari keunggulan kompetitif Kabupaten Natuna menciptakan kesempatan kerja baru sebesar 2.172 orang. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna sebesar 3.632 orang, yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan, berdomisili di perdesaan bergolongan umur antara 15 sampai dengan 24 tahun. Dampak pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna akan menciptakan lapangan pekerjaan baru dan dampak perekonomian. Penganggur terbuka Kabupaten Natuna memiliki keterampilan dan pendidikan yang kurang memadai, untuk itu diperlukan penyiapan tenagakerja yang terampil dengan mengadakan kursus dan pelatihan yang dibutuhkan perusahaan yang mengelola minyak dan gas Blok D-Alpha Natuna. Pemerintah perlu pro aktif dalam kerjasama dengan Pertamina dan Exxon Mobil (perusahaan pengelola minyak dan gas Blok D-Alpha
5
Natuna) untuk menyiapkan sarana dan prasarana balai latihan kerja yang mendukung pembangunan ekonomi lokal dan agroindustri. Strategi yang harus dilaksanakan untuk pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna, adalah: Strategi penyerapan tenagakerja, revitalisasi balai latihan kerja, pemberdayaan penduduk usia produktif guna mendukung pembangunan agroindustri, pengembangan ekonomi lokal berbasis kelautan dan perikanan, peningkatan kerjasama ketenagakerjaan antara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas, peningkatan kerjasama perguruan tinggi dan daerah, peningkatan LKS (Lembaga Kerja Sama) Tripartit daerah, dan peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja/ buruh. Road Map Strategy membantu memetakan jalan dan tujuan dalam pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna melalui time frame periode 5 tahunan, dengan tujuan ketersediaan dan mutu tenaga kerja daerah, pengembangan kerjasama kelembagaan tenaga kerja, dan pengembangan hubungan industrial ketenagakerjaan. Meningkatkan pembangunan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan Pemerintah Kabupaten Natuna perlu memanfaatkan penduduk usia produktif dengan menyiapkan pelatihan-pelatihan dan training sesuai dengan kebutuhan tenagakerja daerah yang dimiliki, guna mengantisipasi pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna, dengan mengembangkan sektor basis yakni: sektor pertanian, sektor bangunan, sektor jasa dan gabungan dua sektor (sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih). Meningkatkan koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan kesempatan kerja untuk mencapai program pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna yang berkelanjutan.
6
©Hak Cipta miliki IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
7
STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN NATUNA
KHAIRUNNAS
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Said Rusli, MA.
9
Judul Tugas Akhir
:
Nama NRP
: :
Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna Khairunnas H252090165
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS Ketua
Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 24 Mei 2011
Tanggal Lulus : 15 Juni 2011
10
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau sejak Bulan Februari 2011 sampai dengan Bulan April 2011 adalah ketenagakerjaan, dengan judul Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Lukman M Baga, MA.Ec selaku anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan dosen-dosen,
pimpinan
dan
pengelola
Program
Magister
kepada
Manajemen
Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bupati Natuna, yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, isteri dan anak-anak tercinta beserta seluruh keluarga besar yang telah banyak mendorong, memberi semangat, dan perhatian sampai selesainya pendidikan ini. Tak lupa kepada teman-teman yang tak dapat disebut satu persatu, diucapkan terimakasih. Semoga tugas akhir ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2011
Khairunnas
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di
Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau pada
tanggal 01 Januari 1975 dari Ayah H. Idrus M. Thahar (Alm) dan Ibu Hj. Zariah Hamzah. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Ranai Kabupaten Natuna. Pada tahun 1994 penulis diterima di Universitas Riau Pekanbaru melalui tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri pada Fakultas Ekonomi Jurusan IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan). Pada tahun 2009, penulis melanjutkan
kuliah pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkan pada tahun 2011. Jabatan terakhir penulis sebelum berangkat tugas belajar adalah sebagai Kepala Seksi Jaminan Sosial pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Natuna. Penulis menikah dengan Nuraminah pada 22 Desember 2001 dan dikarunia tiga putra, masing-masing Annisa Al Humaira, Septa Aulia dan Najla Az zahra.
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
vii
1.
PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1.2. Perumusan Masalah .................................................................. 1.3. Tujuan dan Manfaat ...................................................................
1 1 4 6
2.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1. Persediaan Tenagakerja Daerah ............................................... 2.2. Kebutuhan Tenagakerja Daerah ............................................... 2.3. Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi......................... 2.3.1. Dampak Sektor Basis Terhadap Lapangan Kerja............ 2.3.2. Sumberdaya Manusia Belum Dimanfaatkan .................. 2.4. Penyediaan Lapangan Kerja Dalam Pembangunan Daerah ...... 2.5. Pembangunan Ekonomi Lokal Menciptakan Lapangan Kerja ......................................................................... 2.6. Penyerapan Tenagakerja Agroindustri ...................................... 2.7. Wisata Bahari Pendekatan Partisipatif Masyarakat Pesisir ....... 2.8. Peningkatan Kesempatan Kerja Melalui Penanaman Modal .... 2.9. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................
8 8 10 13 14 15 20
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran kajian ....................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ......................................................... 3.3. Metode Kajian .......................................................................... 3.3.1. Sasaran Kajian dan Teknik Sampling .......................... 3.3.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................ 3.3.3.1. Analisis Regresi Linier Sederhana ................... 3.3.3.2. Analisis Shift Share (SS)................................... 3.3.3.3. Analisis Location Quotient (LQ) ...................... 3.3.3.4. Pengganda Basis Lapangan Kerja .................. 3.3.3.5. Metode Analisis Deskriptif .............................
29 29 32 32 32 33 33 33 34 35 37 38
3.
22 23 24 25 25
13
3.4. Metode Perumusan Strategi dan Program .............................. 3.4.1. Analisis SWOT ............................................................. 3.4.2. Road Map Strategy ........................................................
38 38 39
4.
KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN NATUNA .......... 4.1. Kondisi Geografis dan Administrasi .......................................... 4.2. Visi dan Misi Kabupaten Natuna ............................................... 4.3 Sarana dan Prasarana Daerah ..................................................... 4.4. Perekonomian Kabupaten Natuna ............................................. 4.5. Investasi Gas Natuna ................................................................. 4.6. Rencana Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna ...... 4.7. Kependudukan Kabupaten Natuna ............................................ 4.7.1. Jumlah, Distribusi dan Kepadatan Penduduk .................. 4.7.2. Struktur Penduduk ........................................................... 4.8. Keragaan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna.......................... 4.9. Strategi dan Kebijakan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna ....
40 40 42 44 45 46 46 48 49 50 51 55
5.
ANALISIS KETENAGAKERJAAN KABUPATEN NATUNA ... 5.1. Analisis Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah......... 5.2. Kesempatan Kerja pendekatan Ekonomi Lokal ......................... 5.3. Pemberdayaan Penganggur Terbuka guna Mengantisipasi Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna ......................
61 61 66
6.
73
STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA KABUPATEN NATUNA................................................................. 81 6.1. Identifikasi SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja ............. 81 6.1.1. Identifikasi Kekuatan (Strengths) .................................. 81 6.1.2. Identifikasi Kelemahan (Weaknesses) ........................... 84 6.1.3. Identifikasi Peluang (Opportunities) .............................. 87 6.1.4. Identifikasi Ancaman (Threats) ..................................... 91 6.2. Perumusan Strategi ................................................................... 94 6.2.1. Strategi SO (Agressive Strategies) ................................. 95 6.2.2. Strategi ST (Diversification Strategies) ........................ 96 6.2.3. Strategi WT (Defensive Strategies) ............................... 97 6.2.4. Strategi WO (Turn-Arround Strategies) ........................ 97 6.3. Road Map Strategy Pengembangan Kesempatan Kerja ............ 99 6.4. Pembentukan Cluster dalam Road Map Strategy ..................... 101 6.5. Program Pengembangan Kesempatan Kerja .............................. 103
14
7. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 7.1. Kesimpulan ............................................................................... 7.2. Saran ..........................................................................................
107 107 108
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
110
LAMPIRAN ...........................................................................................
113
15
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Perkembangan Persentase Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pertanian dan Jasa di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ............................................................................
2
Perbandingan Tingkat Pengangguran Nasional, Provinsi Kepri, dan Kabupaten Natuna Tahun 2008 – 2009.............................................
4
3.
Distribusi Responden Kajian ............................................................
32
4.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005 - 2007 .............
45
Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ...............................................
51
Perkembangan Penduduk dan Tenagakerja di Kabupaten Natuna Tahun 2005 - 2007 ...........................................................................
53
Banyaknya Penduduk 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2008 .......................................................................................
53
Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan tertinggi di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ...........................................
54
Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 ...........................................
57
10. Proyeksi Penduduk Usia Kerja Menurut Golongan Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 .........................................
61
11. Proyeksi Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 .........................................
62
12. Proyeksi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Angkatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2012 - 2015 ...............
63
13. Proyeksi PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2013 – 2015 (Milyar) .............................................................
64
2.
5.
6.
7.
8.
9.
16
14. Proyeksi Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2013 - 2015.........................................
65
15. Perubahan Kesempatan Kerja per Sektor di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau dan Kepri Tahun 2002 - 2009 ....................................
67
16. Analisis Shift Share Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ...........................................................................
68
17. Koofisien Location Quotient (LQ) Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009.........................................
69
18. Angka Pengganda Basis Lapangan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009............................................................................
70
19. Fokus dan Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal ...................
71
20. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Pendidikan di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ...........................
74
21. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ...........................
75
22. Penganggur Terbuka Menurut Kategori dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ...........................
76
23. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Daerah di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 ...........................
77
24. Rancangan Program Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna ..............................
106
17
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja .......................................
17
2.
Konsep Pengangguran ......................................................................
20
3.
Kerangka Pemikiran Kajian .............................................................
31
4.
Matrik Analisis SWOT ....................................................................
39
5.
Peta Wilayah Provinsi Kepulauan Riau ...........................................
41
6.
Diagram Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Natuna Tahun 2008 ..........................
7.
Matrik SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna ........................................................................
8.
50 94
Road Map Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna ............................... 100
18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2.
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Pada Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 ............
114
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Pada Lapangan Usaha di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau Tahun 2002 – 2009 ..........................................................................
115
19
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Kesempatan kerja merupakan lapangan pekerjaan atau kesempatan yang
tersedia
untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi atau produksi
(Depnakertrans, 2007). Tujuan kegiatan ekonomi untuk mengejar perkembangan ekonomi yang berkualitas yang mampu menyerap tenagakerja yang banyak. Istilah perkembangan ekonomi diperuntukkan kepada negara sedang berkembang, menurut Schumpeter dalam Jhingan (2008) perkembangan ekonomi adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Menurut Jhingan (2008) perkembangan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka panjang. Para ahli sepakat mempergunakan
pendapatan
nasional
riil
per
kapita
sebagai
ukuran
perkembangan ekonomi. Membahas ekonomi ketenagakerjaan memerlukan data dari disiplin ilmu demografi, sosial, politik, budaya
dan geografi, membahas pergerakan
pendudukan yang dianggap sebagai tenagakerja (manpower) pada suatu wilayah atau daerah. Penduduk Kabupaten Natuna mendiami wilayah geografis yang khas, berada di Laut Cina Selatan dimana sebagian besar terdiri dari perairan seluas 138.700 km2 dan daratan berbentuk kepulauan seluas 3.200 km2 dengan ketinggian 3 sampai dengan 959 mdpl (meter dari permukaan laut). Pertanian merupakan salah satu potensi ekonomi utama di Kabupaten Natuna yang dapat menggerakan ekonomi daerah, terutama sub sektor perikanan yang merupakan potensi terbesar di wilayah ini. Perkembangan persentase kesempatan kerja pada lapangan usaha di Kabupaten Natuna didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata sebesar 60 persen per tahun diikuti sektor jasa rata-rata sebesar 18 persen per tahun (sebagaimana tersaji Tabel 1). Kabupaten Natuna memiliki potensi perikanan dan kelautan terdiri dari potensi yang dapat pulih (renewable resources) antara lain sumberdaya ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan potensi tidak dapat pulih (unrewable resources) seperti mineral, minyak dan lain-lain. Tercatat potensi
20
perikanan di Laut Cina Selatan adalah 361.430 ton/tahun (RPJM, 2008). Dalam mengelola sumberdaya alam baik minyak dan gas bumi di Kabupaten Natuna terdapat tiga perusahaan besar yang tergabung dalam West Natuna Consortium (WNC) yakni: perusahaan Conoco Phiilips, Premeir Oil, dan Star Energy yang telah beroperasi rata-rata sejak belasan tahun yang lalu. Penduduk Kabupaten Natuna mayoritas bersuku Melayu, dan sebagian kecil Jawa, Batak, Minang dan warga keturunan Tionghoa. Mereka hidup rukun dan damai dalam membangun daerah Kabupaten Natuna. Tabel 1. Perkembangan Persentase Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Pertanian dan Jasa Di Kabupaten Natuna Tahun 2002 - 2009 0,70 0,60 0,50 0,40 Pertanian
0,30
Jasa‐Jasa
0,20 0,10 0,00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : BPS Natuna, 2010 Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor: 53 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten/ Kota di Lingkungan Propinsi Riau, yang diresmikan Menteri Dalam Negeri (ad-interim) Feisal Tanjung pada tanggal 12 Oktober 1999. Sejak saat itu pula pembangunan otonomi daerah Kabupaten Natuna mulai dijalankan. Dampak pembangunan yang memusat di Kabupaten Natuna ini menyebabkan migrasinya penduduk pendatang dari daerah sekitarnya seperti dari Tanjung Pinang, Batam dan bahkan dari Provinsi Kalimantan Barat. Migrasi ini dilatarbelakangi untuk mencari pekerjaan yang layak di kabupaten yang baru dimekarkan. Faktanya penduduk migran sulit mendapatkan pekerjaan yang diinginkan,
karena minimnya informasi peluang kesempatan kerja.
21
Perusahaan-perusahaan minyak terbesar yang diinformasikan banyak menyerap peluang kerja, tidak pernah mendaftar peluang kesempatan yang ada diperusahaan mereka pada Dinsosnaker (Dinas Sosial dan Tenagakerja) Kabupaten Natuna. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam penyampaian informasi peluang dan penempatan tenagakerja
pada pencari kerja yang mendaftar. Dinsosnaker
Kabupaten Natuna tidak mengetahui jumlah tenaga, kualifikasi tenagakerja yang dibutuhkan perusahaan. Kekayaan
sumberdaya
alam
yang
dimiliki
belum
dimanfaatkan
sepenuhnya untuk menciptakan sumber-sumber ekonomi atau produksi dalam menyerap kesempatan kerja. Sumberdaya manusia memiliki pendidikan dan keterampilan yang relatif rendah sehingga minim inovasi dan kreasi dalam menciptakan sumber-sumber ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menyebabkan rendahnya pemanfaatan tenagakerja yang ada, maka mengakibatkan penganggur terbuka maupun penganggur terselubung. Menurut Adioetomo et al (2010) konsep pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang pada saat pencacahan sedang aktif mencari pekerjaan. Kategori pengangguran terbuka menurut Sakernas (2006), yakni: penduduk yang mencari pekerjaan, mempersiapkan pekerjaan, tidak mencari pekerjaan (karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/ discouraged worker) dan sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Menurut data tahun 2009 tingkat pengangguran di Kabupaten Natuna relatif tinggi,
bila dibandingkan dengan
tingkat pengangguran nasional maupun Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2. Dengan melihat potensi sumberdaya alam, potensi kelautan dan perikanan serta kekayaan bahan tambang minyak dan gas alam yang terbesar didunia, perkembangan kontribusi kesempatan kerja pada lapangan usaha dari tahun 2002 sampai dengan 2009, serta tingginya tingkat pengangguran terbuka yang terjadi pada tahun 2009 di Kabupaten Natuna, maka diperlukan sebuah kajian, ”Strategi apa yang perlu dirumuskan dalam upaya Pengembangan Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna?”
22
Tabel 2. Perbandingan Tingkat Pengangguran Nasional, Provinsi Kepri dan Kabupaten Natuna Tahun 2008 – 2009. 10% 9% 8% 7% 6% 5%
2008
4%
2009
3% 2% 1% 0% Nasional
Kepri
Natuna
Sumber : Depnakertrans RI, 2010 1.2
Perumusan Masalah Untuk merumuskan strategi pengembangan kualitas tenagakerja di
Kabupaten Natuna, sebagai institusi wewenang di bidang ketenagakerjaan yakni Dinsosnaker masih menghadapi kendala belum ada kajian spesifik terkait dengan kesempatan kerja. Namun pada tahun 2008 Dinsosnaker pernah mengadakan kegiatan penyusunan profil ketenagakerjaan Kabupaten Natuna. Informasi akan persediaan tenagakerja yang menggambarkan angkatan kerja yang tersedia, dengan berbagai karakteristiknya, serta informasi kebutuhan tenagakerja yang merefleksikan angkatan kerja yang diperlukan untuk mengisi kesempatan kerja belum tersedia. Untuk menghadapi permasalahan tersebut pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan Permen Nomor 15 tahun 2007 tentang perhitungan kesediaan dan kebutuhan tenagakerja di daerah. Informasi perencanaan yang sistematis yang dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan dalam kajian ini yang pertama adalah: “Bagaimana ketersediaan dan kebutuhan ketenagakerjaan di Kabupaten Natuna?”
23
Pemerintah Kabupaten Natuna yang memiliki potensi kelautan perlu lebih kreatif dalam menyusun perencanaan daerah dalam menciptakan lapangan pekerjaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk usia kerja berpengaruh pada penyediaan tenagakerja. Penawaran tenagakerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran. Kondisi yang dihadapi Kabupaten Natuna belum tersedianya lapangan kerja yang memadai. Jumlah pencari kerja (pencaker) yang terdaftar pada Dinsosnaker Kabupaten Natuna sejak tahun 2001 sampai dengan 2008 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Pencari kerja mengalami peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2004 sebesar 1.466 pencaker, sedangkan yang paling kecil terjadi pada tahun 2007 sebesar 446 pencaker. Rendahnya kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dapat dilihat berdasarkan data dari tahun 2001-2008 dengan nihilnya permintaan tenagakerja yang ada dari pihak-pihak swasta. Sedangkan bila melihat serapan tenagakerja usia 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan usaha, hanya dua sektor besar yang dapat menyerap tenagakerja yakni sektor sektor pertanian dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kedua kajian ini adalah,” Bagaimana Kondisi Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna?” Isu pembangunan base camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna atas pengelolaan gas terbesar di dunia ini menimbulkan ketegangan antar daerah yang memiliki berbatasan langsung secara geografis yakni Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas Provinsi Kalbar. Masing-masing daerah mengklaim rencana pembangunan base camp tersebut akan dibangun di daerahnya. Namun sampai saat ini belum ada ketetapan dari pemerintah pusat tentang daerah mana yang akan dibangun. Rencana pembangunan base camp ini memerlukan kesiapan daerah baik dari sisi persiapan lahan maupun dari penyediaan tenagakerja. Oleh karena itu masalah ketenagakerjaan dan kesempatan kerja merupakan masalah strategis yang menjadi perhatian pemerintah daerah terutama pemerintah daerah Kabupaten Natuna
24
Pengelolaan sumberdaya alam memerlukan sumberdaya manusia dan tenagakerja
yang
profesional.
Rendahnya
kesempatan
kerja,
rendahnya
produktivitas dan rendahnya kualitas tenagakerja yang ada menjadi permasalahan yang harus segera dituntaskan di daerah Kabupaten Natuna. Berdasarkan data perkembangan persentase kesempatan kerja menurut lapangan usaha pertanian dan Jasa-jasa di Kabupaten Natuna tahun 2001 sampai 2009 menunjukkan tren yang menurun, pertanian menyerap rata-rata 58 persen per tahun sedangkan jasajasa menyerap 18 persen dalam setahun. Tingkat pengangguran di Kabupaten Natuna cendrung meningkat di tahun 2009 menjadi 8,5 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Tingkat Pengangguran ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan Kepri (6,8 persen) dan Nasional (6,9 persen). Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, maka pertanyaan kajian ketiga adalah, “Bagaimana mengidentifikasi pengangguran terbuka dan rencana pembangunan base camp Natuna Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna?” Mengidentifikasi ketersediaan ketenagakerjaan, menganalisis kesempatan kerja berdasarkan pendekatan ekonomi basis, mengidentifikasi pengangguran terbuka dan rencana dampak pembangunan base camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna adalah merupakan tiga pertanyaan spesifik kajian dalam kajian pembangunan daerah ini. Hasil analisis dari jawaban pertanyaan akan dijadikan masukan dalam perumusan strategi dan perancangan program. Maka pertanyaan kajian keempat adalah,” Strategi dan perancangan program apa yang perlu dirumuskan dalam pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna?”
1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tujuan kajian ini adalah: 1. Mengkaji ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja di Kabupaten Natuna. 2. Mengkaji kondisi kesempatan kerja di Kabupaten Natuna. 3. Mengkaji tingkat pengangguran dan pembangunan base camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna. 4. Merumuskan strategi dan program
pengembangan kesempatan kerja di
Kabupaten Natuna.
25
Manfaat Kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah, pihak-pihak terkait, dan khususnya Dinsosnaker Kabupaten Natuna dalam mengembangkan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna. Selain itu sebagai bahan/ dasar bagi pengembangan kajian berikutnya.
26
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Persediaan Tenagakerja Daerah Sumberdaya manusia atau human resources mengandung dua pengertian,
pertama, sumberdaya manusia (SDM) mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian yang mengandung aspek kuantitas dan kualitas. Ekonomi sumberdaya manusia juga menerangkan bagaimana memanfaatkan SDM sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan barang atau jasa sebanyak mungkin sesuai kebutuhan masyarakat. Faktor-faktor yang dibicarakan dalam ekonomi sumberdaya manusia, faktor yang mempengaruhi penyediaan tenagakerja, permintaan tenagakerja, pasar kerja dimana terjadi proses mempertemukan lowongan kerja dan pencari kerja (Arfida, 2003). Pembangunan
bidang
ketenagakerjaan
masih
menghadapi
berbagai
permasalahan antara lain tingginya tingkat pengangguran, terbatasnya penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, rendahnya produktivitas pekerja/ buruh. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu perencanaan tenagakerja secara optimal, produktif guna mendukung pembangunan ekonomi atau sosial secara nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh. Persediaan tenagakerja adalah angkatan kerja yang tersedia dengan berbagai karakteristiknya (Depnakertrans, 2010). Menurut Rusli (1995) Angkatan kerja (labour force) merupakan konsep yang memperlihatkan economically active population, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non economically active population. Konsep manpower juga menunjuk pada labour force ini berbeda dengan penduduk usia kerja, karena tak semua penduduk usia kerja tergolong dalam angkatan kerja.
27
Ukuran angkatan kerja L tergantung pada ukuran jumlah penduduk yang berusia layak kerja (age-eligible population, yaitu P, dan keseluruhan tingkat partisipasi angkatan kerja L/P, persentase penduduk yang berusia layak kerja yang memilih untuk ikut dalam angkatan kerja (Bellante and Jackson, 1983) : L = P (L/P) Penduduk yang berusia layak kerja dirumuskan sebagai semua individu secara tidak dilembagakan berusia 16 tahun atau lebih tua. Tidak dilembagakan artinya individu-individu itu tidak berada dalam penjara atau lembaga perawatan mental, atau menurut cara lainnya yang bertentangan dengan pelembagaan. Usia 16 tahun sampai batas tertentu memang bersifat arbitrer. (Sampai 1967 usia minimun adalah 14 tahun). Akan tetapi bagian dari penduduk yang berusia 16 tahun atau lebih itulah yang kebanyakan cendrung melakukan pilihan dalam status angkatan kerja (Bellante dan Jackson, 1983). Individu-individu berpartisipasi angkatan kerja bersifat terputus-putus dikenal dengan istilah pekerja sekunder (secondary workers). Sebagai lawannya, sejumlah individu seperti halnya kaum laki-laki dan kaum wanita sebagai kepala rumah tangga serta banyak kaum laki-laki dan kaum wanita secara tunggal sebagai individu cenderung untuk tetap tinggal dalam angkatan kerja, baik sebagai tenagakerja yang digunakan
maupun sebagai tenagakerja yang menganggur,
tanpa pandang bulu terhadap upah dan kondisi pasar kerja lainnya. Individu yang partisipasi angkatan kerjanya tidak mengikuti kecendrungan perubahan karena upah dan lain-lain perubahan kondisi pasar, dikenal dengan sebutan pekerja primer (primary workers) (Bellante dan Jackson, 1983). Secara umum reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk 10-64 tahun, maka (Rusli, 1995) : Reit Partisipasi Angkatan kerja (RPAK)
=
Jumlah Angkatan Kerja Penduduk 10-64 tahun
X 100
28
Dengan cara yang sama reit partisipasi angkatan kerja dapat dihitung untuk tiap golongan umur dan jenis kelamin, misalnya untuk penduduk laki-laki golongan umur 15-19 tahun.
RPAK
m
15-19
=
Angkatan kerja laki-laki 15-19 tahun Penduduk laki-laki 15-19 tahun
X 100
Selain untuk tiap golongan umur dan jenis kelamin, reit partisipasi angkatan kerja dapat pula dihitung untuk lain-lain karakteristik penduduk seperti daerah tempat tinggal (perdesaan-perkotaan), status perkawinan, dan tingkat pendidikan. Reit partispasi angkatan kerja umumnya rendah atau agak rendah pada usia muda dan tua. Sebagian mereka yang berusia muda masih bersekolah, sedangkan pada usia tua telah tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan (Rusli, 1995). Konsep angkatan kerja yang paling luas ialah angkatan kerja menyeluruh atau total labor force, yang dirumuskan sebagai keseluruhan angkatan kerja dari semua individu yang tidak dilembagakan berusia 16 tahun atau lebih tua dalam satu minggu yang mana saja, termasuk angkatan militer, baik yang tenaganya digunakan maupun tidak digunakan. Angkatan kerja sipil dirumuskan dengan cara yang sama, yang di dalam dikecualikan tenagakerja militer. Maka angkatan kerja sipil tiada lain adalah jumlah yang terdiri dari dua komponen mereka yang tenaganya digunakan maupun yang tidak digunakan. (Bellante dan Jackson, 1983).
2.2
Kebutuhan Tenagakerja Daerah Kebutuhan tenagakerja adalah angkatan kerja yang diperlukan untuk
mengisi kesempatan kerja yang tersedia, dengan berbagai karakteristiknya. (Depnakertrans, 2010). Analisis permintaan tenagakerja didasarkan atas asumsi bahwa permintaan pasar tenagakerja diturunkan dari permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan. Tenagakerja diminta karena kemampuannya menghasilkan barang dan jasa. Dengan demikian, analisis permintaan tenagakerja biasanya didasarkan pada teori produktivitas tenagakerja (Arfida, 2003).
29
Permintaan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas. Apabila kita membicarakan permintaan akan suatu komoditi, merupakan hubungan antara harga dan kuantitas komoditi yang para pembeli bersedia untuk membelinya. Sehubungan dengan tenagakerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah (yang ditilik dari perspektif seorang majikan adalah harga tenagakerja) dan kuantitas tenagakerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan, dibeli). Secara khusus, suatu kurva permintaan mengGambarkan jumlah maksimum tenagakerja yang seorang pengusaha bersedia untuk mempekerjakan pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu. Secara alternatif kurva permintaan tenagakerja haruslah ditilik sebagai suatu kerangka alternatif yang dapat diperoleh pada suatu titik tertentu yang ditetapkan pada suatu waktu (Bellante dan Jackson, 1983). Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan, kebahagiaan, rasa aman, dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas Boediono (1985) dan Arsyad (1999) dalam Kuncoro (2004). Strategi dan kebijaksanaan yang telah diambil pada masa lalu perlu dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya untuk keperluan tersebut. Berbagai data statistik yang bersifat kuantitatif diperlukan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pada masa lalu dan masa kini, serta sasaran-sasaran yang akan dicapai pada masa yang akan datang. Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan usaha, pemerataan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran struktural kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain bahwa arah dari pembangunan ekonomi adalah
30
mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik, disertai dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin (widodo, 2006). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pendapatan masyarakat, perlu disajikan statistik pendapatan nasional/ regional secara berkala, untuk digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional atau regional khususnya dibidang ekonomi. Angka-angka pendapatan nasional/ regional dapat dipakai juga sebagai bahan evaluasi dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/ daerah, maupun swasta. Pembangunan disegala bidang telah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Aktivitas tersebut memerlukan data PDRB sesuai dengan batas-batas wilayah administrasi pemerintahan untuk perencanaan, sekaligus evaluasi hasilnya khususnya bidang ekonomi (Widodo, 2006). Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu adalah data PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (Value Added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar. PDRB atas dasar harga yang berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan perhitungan atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi riil dari tahun ke tahun, dimana faktor perubahan harga telah dikeluarkan (Widodo, 2006) Dengan menggunakan data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Dalam pengertian ini kesempatan kerja masih terbuka,
bukanlah
lapangan pekerjaan yang
walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah
kesempatan kerja yang ada diwaktu yang akan datang. Memang mungkin pada suatu waktu lapangan pekerjaan yang masih terbuka cukup banyak, sementara
31
jumlah pencari kerja (penganggur) banyak pula. Hal ini karena kurang baiknya distribusi lapangan pekerjaan yang masih terbuka itu bertalian dengan pola penyebaran penduduk, ataupun karena alasan lain seperti faktor keterampilan/ keahlian dari para pencari kerja (Rusli, 1995). Penggolongan lapangan pekerjaan (industry) yang biasa dipakai seperti dalam sensus penduduk 1971 dan 1980 terdiri dari (Rusli, 1995): 1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan dan Perikanan (Agriculture, hunting, forestry and fishing). 2. Pertambangan dan Penggalian (minning and quarriying). 3. Industri Pengolahan (Manufacturing). 4. Listrik, gas dan air (Electricity). 5. Bangunan (Contruction). 6. Perdagangan, rumah makan, dan hotel (Wholesale and Retail Trade, Restaurants and hotels). 7. Pengangkutan, penyimpanan/ pergudangan dan komunikasi (transport, storage, and communication). 8. Keuangan, asuransi dan perdagangan benda tak bergerak/ usaha persewaan bangunan, tanah, jasa, perusahaan (financing, innsurance, real estate and business services).
2.3
Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Strategi
pembangunan
harus berdasarkan pada kepadatan penduduk
sebagai karakteristik dasar yang membedakan Indonesia dengan negara berkembang lainnya. Tanpa memahami karakteristik kepadatan penduduk selama berabad-abad telah memunculkan pola kemiskinan tradisional
yang menolak
teknologi padat modal dari barat yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Maka apabila ingin berhasil dalam strategi pengembangan kesempatan kerja haruslah (Cahyono, 1983) : 1). Bisa meningkatkan upah kelompok penghasilan rendah, baik di desa maupun di kota-kota.
32
2). Bisa meningkatkan pemakaian mesin kecil-kecil untuk meningkatkan produktivitas. 3). Bisa mengadakan pergeseran-pergeseran orang dari sektor marjinal/ informal ke sektor yang lebih produktif.
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumberdaya alam, manusia, modal, usaha, teknologi, dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi. Menurut, Profesor Bauer dalam Jhingan (2008) bahwa penentuan utama pertumbuhan ekonomi adalah bakat, kemampuan, kualitas, kapasitas dan kacakapan, sikap, adat-istiadat, nilai, tujuan dan motivasi, serta struktur politik dan kelembagaan.
2.3.1 Dampak Sektor Basis Terhadap Lapangan Kerja Teori ekonomi basis mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan. Hal ini akan terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah (Syafrizal, 2008). Menurut teori basis ekonomi (economic base theory) bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2005).
33
Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/ jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Tenagakerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak bergantung pada kekuatan intern/ permintaan lokal) (Tarigan, 2005). Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/ sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service disebut saja sektor non basis. Sektor non basis adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005).
2.3.2 Sumberdaya Manusia yang Belum Dimanfaatkan Besarnya penyediaan tenagakerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya dalam proses produksi. Dimana diantara mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya menghasilkan barang dan jasa (bekerja), dan sebagian lagi mereka yang siap bekerja dan sedang mencari pekerjaan (pencari kerja atau penganggur). Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat, dimana permintaan dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya hubungan kerja melalui penyediaan dan penawaran tenagakerja tersebut dinamakan pasar kerja. Besarnya jumlah orang yang bekerja dipengaruhi oleh kekuatan penyediaan dan permintaan. Sedangkan penyediaan dan permintaan akan tenagakerja dipengaruhi oleh tingkat upah yang berlaku.
34
Berdasarkan teori klasik dijelaskan bahwa pengangguran bersifat sukarela karena tidak sesuainya tingkat upah dengan aspirasi pekerja. Bertambahnya jumlah pengangguran dalam masyarakat terjadi karena menunggu masa transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dalam teori klasik ini disebutkan bahwa untuk mengurangi pengangguran tidak diperlukan intervensi pemerintah, karena pengangguran yang terjadi bersifat sementara. Selain itu unit-unit pelaku ekonomi percaya bahwa upah dan tingkat harga yang fleksibel dapat menyesuaikan diri secara otomatis untuk mencapai titik keseimbangan
(ekualibrium) dalam
ekonomi.
dalam
Namun
demikian
perlu
diingat
bahwa
teori
klasik
mengansumsikan: a. Adanya pasar persaingan sempurna dan tiap industri terintegrasi secara vertikal. b. Tidak ada serikat buruh yang efektif. c. Terjaminnya mobilitas pekerja antar industri/ perusahaan dan daerah. d. Tersedianya informasi lengkap dan bebas untuk semua pekerja. Ternyata pada kenyataan pasar persaingan tidak sempurna dan terjadi persaingan monopolistik. Menurut
Keynes dalam Simanjuntak (1998)
menyatakan bahwa pengangguran di masyarakat terjadi karena kekurangan permintaan umum terhadap barang, jasa dan tingkat upah yang tidak fleksibel di pasar kerja. Berarti dalam perekonomian wilayah yang stagnasi, permintaan akan barang dan jasa dalam masyarakat menurun, akibatnya produksi perusahaan juga menurun dan banyak tenagakerja yang tidak terpakai menjadi penganggur. Turunnya produksi seharusnya diikuti dengan turunnya tingkat upah, akan tetapi karena
tingkat
upah
yang
tidak
fleksibel
menyebabkan
peningkatan
pengangguran. Dalam hal ini untuk mengembalikan situasi pasar pada keadaan ekulilibrium diperlukan intervensi pemerintah, karena pelaku ekonomi hanya bertindak dalam batas-batas tertentu. Simanjuntak (1998) dalam ekonomi Neoklasik diasumsikan bahwa penawaran tenagakerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Hal tersebut digambar oleh garis SS disajikan dalam Gambar 1, sedangkan permintaan terhadap tenagakerja akan berkurang apabila tingkat upah meningkat, hal ini dijelaskan oleh garis DD. Pernyataan tersebut dengan asumsi bahwa semua pihak
35
mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja. Teori neoklasik ini beranggapan bahwa penawaran tenagakerja sama dengan permintaan Le. Bila keadaan dimana penawaran tenagakerja sama dengan permintaan tenagakerja berarti tidak terjadi pengangguran. Dalam kenyataannya, titik keseimbangan (E) tidak pernah tercapai karena ketidaksempurnaan informasi pasar kerja serta adanya hambatan-hambatan institusional selalu ada. Pada tingkat upah yang berlaku (Wi), penawaran tenagakerja sebanyak Ls sedangkan permintaan terhadap tenagakerja hanya sebesar Ld. Maka selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur. Dalam kaitannya dengan penawaran dengan tenagakerja, pendapatan Neoklasik diatas hanya dapat menggambarkan pekerja total dan penganggur total (Gambar 1) sedangkan pekerja swakarya (self-employed) tidak tergambar secara eksplisit dimana untuk negara-negara berkembang pekerja swakarya harus diperhitungkan. Kelemahan tersebut disempurnakan oleh Squire (1986), yang menyatakan bahwa dalam menyelidiki hubungan konsep-konsep teoritis tentang kelebihan penawaran tenagakerja dan konsep empirikal tentang tingkat pengangguran untuk negara-negara sedang berkembang maka pekerja swakarya harus diperhitungkan secara eksplisit. Wage
S
D W1 E W2
S
D
o Ld
Le
Ls
Tenagakerja Penempatan Penganggur
Sumber : Simanjuntak, 1998 Gambar 1. Penawaran dan Permintaan Tenagakerja
36
Adapun menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis (Simanjuntak, 1985) yaitu: a. Pengangguran Friksional Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Pengangguran friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justeru terdapat bukan di sekitar tempat tinggal pencari kerja. Bentuk ketiga pengangguran friksional terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai. b. Pengangguran Struktural Pengangguran struktural terjadi
karena adanya perubahan dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur memerlukan perubahan dalam keterampilan tenagakerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut. Misalnya dalam suatu pergeseran ekonomi yang cenderung agraris menjadi ekonomi yang cenderung industri, disatu pihak akan terjadi pengurangan tenagakerja di sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Tenagakerja yang berlebih disektor industri memerlukan tenagakerja dengan keterampilan tertentu, akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan pengangguran struktural. c. Pengangguran Musiman Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim panen dan turun sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru, dan selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman. Sedangkan Bellante (1990) menyatakan pengangguran dibedakan menjadi tiga yaitu: Pengangguran friksional, pengangguran struktural dan pengangguran karena kurangnya permintaan barang dan jasa. Arfida (2003) menggolongkan
37
pengangguran menjadi enam profil pengangguran, yaitu: Friksional, struktural, siklikal, musiman, teknologi dan kurangnya permintaan agregate. Penganggur adalah angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau dapat dikatakan penganggur adalah orang yang full timer dalam mencari pekerjaan. Ukuran yang digunakan adalah angka pengangguran terbuka, yaitu persentase angkatan kerja yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja seluruhnya, konsep ini didasarkan pada labor force approach. Sebenarnya pendekatan ini mempunyai kelemahan, karena klarifikasi yang diajukan masih belum menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya. Angka pengangguran terbuka kurang tepat untuk menganalisa masalah ketenagakerjaan di negara berkembang, angka ini lebih sesuai untuk negara maju karena situasi ketenagakerjaan di negara berkembang berbeda dengan kondisi ketenagakerjaan di negara maju (Ananta, 1991), karena di negara berkembang tidak ada tunjangan hidup bagi penganggur dan setengah penganggur serta pekerja di sektor informal. Myrdal
(1968)
menyatakan
bahwa
pengangguran
terbuka
tidak
menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya di Asia. Hal tersebut disebabkan karena negara berkembang sebagian besar penduduknya bekerja pada jenis pekerjaan yang tidak berlaku sistem upah atau gaji. Disamping itu tanpa adanya tunjangan penganggur menyebabkan penduduk di negara sedang berkembang tidak mampu untuk menganggur (Arndt dan Sundrum, 1983). Pengangguran memang belum mencerminkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya, akan tetapi pengangguran merupakan sebagian dari masalah ketenagakerjaan masih perlu diungkapkan dalam rangka melihat keseimbangan antara
kesempatan kerja dan penduduk yang
membutuhkan pekerjaan.
Disamping itu apabila dilihat dari pemanfaatan angkatan kerja, pengangguran merupakan angkatan kerja yang belum dimanfaatkan sehingga pembahasan pengangguran akan memperjelas potensi sumberdaya yang tidak dimanfaatkan. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia digunakan pendekatan pemanfaatan angkatan kerja yang kemukakan Hauser (1981), sebagai penyempurnaan kedua pendekatan yang telah dijelaskan di atas. Pendekatan pemanfaatan angkatan kerja dapat dilihat dari aspek jumlah jam kerja, besarnya pendapatan maupun aspek pendidikan terakhir yang ditamatkan. Pendekatan ini membagi angkatan kerja
38
menjadi beberapa kelompok yaitu angkatan kerja yang telah dimanfaatkan secara ekonomi dan mereka yang kurang dimanfaatkan. Berdasarkan pendekatan jumlah jam kerja apabila seseorang bekerja kurang dari sejumlah jam kerja normal, akan menghasilkan pekerja yang kurang dimanfaatkan. Sedangkan berdasarkan aspek pendidikan, akan diperoleh apakah jenis pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan pendidikan yang ditamatkan. Secara garis besar dapat tersaji pada Gambar 2. ANGKATAN KERJA
Penganggur (Pencari Kerja)
Bekerja
Setengah Penganggur
Kentara Bekerja < 15 Jam
Bekerja Penuh
Tidak Kentara Bekerja 15 ≤ a < 35 jam
Produktivitas Rendah
Penghasilan Rendah
Sumber : Afrida, 2003 Gambar 2. Konsep Pengangguran 2.4
Penyediaan Lapangan Kerja Dalam Pembangunan Daerah Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan
yang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan negara yang lain. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan pembangunan. Secara tradisional, pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk
39
Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi yang lebih luas menekankan pada peningkatan pendapatan per kapita. Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi
yang cenderung melihat kuantitatif dari
pembangunan ini dipandang perlu melihat indikator-indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004). Menurut Widodo (2006) proses pembangunan berdasar atas pandangan tradisional ini masih menyisakan berbagai permasalahan seperti pengangguran, kesenjangan pendapatan dan ketidakpastian perbaikan pendapatan riil sebagian besar penduduknya. Dilatarbelakangi permasalahan yang belum dapat diatasi oleh pembangunan yang demikian, muncul istilah sudut pandang yang kedua mengenai pengertian pembangunan yang kemudian dikenal dengan istilah pembangunan modern. Pada sudut pandang ini, pembangunan dilihat sebagai upaya pembangunan yang tidak lagi menitikberatkan pada pertumbuhan PDB sebagai tujuan akhir, melainkan pengurangan (atau dalam bentuk ekstrimnya penghapusan) tingkat kemiskinan yang terjadi, penanggulangan ketimpangan pendapatan serta penyediaan lapangan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja produktif. Dari dua definisi pembangunan di atas, baik dari pandangan tradisional maupun dari pandangan modern, proses pembangunan yang dilakukan haruslah memiliki tiga nilai inti dan tiga tujuan pembangunan (Todaro, 2000) adalah: 1. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (sustenance). Semua individu memiliki kebutuhan dasar yang menyebabkan dia bertahan hidup. Kebutuhan dasar meliputi pangan, sandang, kesehatan dan proteksi. 2. Manusia terhormat (self-esteem). Salah satu komponen universal hidup adalah harga diri. Semua orang dan masyarakat mencari bentuk dasar harga diri yang
40
mungkin kemudian disebut : keaslian, identitas, kehormatan, penghargaan atau kemasyuran. 3. Kebebasan (freedom from servitude). Kebebasan disini dipahami sebagai kebebasan yang terkait dengan emansipasi, kepedulian, penderitaan dan nilainilai.
2.5
Pembangunan Ekonomi Lokal Menciptakan Lapangan Kerja Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) hakekatnya merupakan proses yang
mana pemerintah daerah dan atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumberdaya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sektor swasta, atau diantara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan
endogenous development
menggunakan potensi sumberdaya manusia, institusional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi (Blakely, 1994). Pengembangan ekonomi lokal seyogyanya tidak dipandang sebagai suatu yang ekslusif, tetapi sebagai bagian integral dari pembangunan daerah. Arah tujuan dan cakupan inisiatif pengembangan ekonomi lokal menurut perspektif GTZ: Pertama, mendorong ekonomi lokal untuk tumbuh dan menciptakan tambahan lapangan kerja. Kedua, mendayagunakan sumberdaya lokal yang tersedia secara lebih baik. Ketiga, menciptakan ruang dan peluang untuk menyelaraskan suplai dan permintaan. Keempat, mengembangkan peluangpeluang baru bagi bisnis. Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan yaitu meningkatkan jumlah dan variasi lapangan kerja yang tersedia bagi penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat (stakeholders) dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama.
41
2.6 Penyerapan Tenagakerja Agroindustri Pembangunan
agroindustri
merupakan
lanjutan
dari
pembangunan
pertanian. Hal ini telah dibuktikan bahwa agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenagakerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri yang lain. Strategi pembangunan pertanian
yang berwawasan agroindustri pada
dasarnya, menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu: menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan nilai tambah, meningkatkan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan. Menurut White (1990) agrobased industry mencakup dua jenis industri manufaktur. Pertama, industri penyedia input pertanian, seperti industri pupuk dan pestisida. Kedua, industri pengolahan hasil pertanian. Konsep agroindustri yang digunakan disini adalah agroindustri dalam arti luas, yaitu selain mencakup industri pengolahan hasil pertanian dan industri penyedia input bagi pertanian, juga termasuk seluruh sub sektor dalam sektor pertanian, yang meliputi tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Soekartawi (2000) menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, dan pembinaan. Dari penelaahan diatas, maka agroindustri dapat diartikan sebagai industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah pertanian. Menurut FAO (Hicks, 1996) suatu industri yang menggunakan bahan baku dari pertanian dengan jumlah minimal 20 persen dari jumlah bahan baku yang digunakan adalah disebut agroindustri.
42
2.7
Wisata Bahari Pendekatan Partisipatif Masyarakat Pesisir Rencana pengembangan kawasan bahari harus dikaitkan dengan berbagai
kepentingan yang mendasar, yaitu pemberdayaan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki banyak pengetahuan tentang kondisi objektif wilayahnya, oleh karena itu dalam pengembangan kawasan wisata bahari senantiasa melalui pendekatan terhadap masyarakat setempat sebagai suatu model pendekatan perencanaan partisipatif yang menempatkan masyarakat pesisir memungkinkan saling berbagi, meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka tentang bahari dan kehidupan pesisir (Sastrayuda, 2010). Pembangunan yang berpusat pada masyarakat lebih menekankan pada pemberdayaan
(enpowerment), yang memandang potensi masyarakat sebagai
sumberdaya utama dalam pembangunan dan memandang kebersamaan sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses pembangunan. Masyarakat pesisir adalah termasuk masyarakat hukum adat yang hidup secara tradisional di dalam kawasan pesisir maupun di luar kawasan pesisir. Pengelolaan kawasan wisata bahari harus memenuhi prinsip dasar yang harus dikembangkan adalah: 1. Prinsip coownership, 2. Prinsip co-operation/ co management, 3. Prinsip co-responsibility (Sastrayuda, 2010). Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menunjukkan bahwa jumlah pulau Indonesia mencapai sekitar 17.504 yang terdiri dari 8.488 pulau belum bernama dan sekitar 9.016 pulau sudah bernama. Dari sekian banyak pulau-pulau kecil tersebut sekitar 15,76 persen terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan sekitar 10,95 persen terdapat di Provinsi Irian Jaya Barat. Salah satu potensi besar dalam kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasis kepulauan adalah pengembangan wisata pulau-pulau kecil. Kegiatan pariwisata bahari menjadi fokus utama karena secara natural potensi kawasan pesisir dan laut pulau-pulau kecil hampir tersebar di seluruh pulau. Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) mengidentifikasi bahwa dengan menetapkan 36 kawasan sebagai pusat pertumbuhan maka terdapat 4.557 pulau yang memiliki peluang pengembangan ekonomi termasuk didalamnya wisata bahari. Statistik industri wisata nasional menyebutkan bahwa target jumlah kunjungan wisata pada tahun 2013 adalah 163 juta orang dengan laju pertumbuhan 3,8 persen per tahun.
43
Jumlah total kunjungan wisata tersebut, proporsi dari kegiatan pariwisata bahari diharapkan menjadi sekitar 25 persen atau 40 juta orang (Kusumastanto, 2007).
2.8
Peningkatan Kesempatan Kerja Melalui Penanaman Modal Investasi (Penanaman Modal) adalah pengeluaran atau perbelanjaan
penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan
produksi
untuk
menambah
kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat (Sukirno, 1994). Investasi merupakan tambahan stok barang modal tahan lama yang akan memperbesar peluang produksi dimasa mendatang. Salah satu peranan yang sangat penting untuk menjalankan suatu perekonomian adalah investasi, karena merupakan salah satu faktor penentu
dari keseluruhan tingkat output dan
kesempatan kerja dalam jangka pendek. Apabila penemuan-penemuan baru atau pembebanan pajak yang ringan atau pasar-pasar yang semakin berkembang memberikan insentif bagi investasi-investasi yang ada, yang membuat permintaan agregat meningkat sementara output dan kesempatan kerja tumbuh dengan cepat. Penggunaan tenagakerja penuh dapat dicapai dengan cara menaikkan jumlah investasi oleh para pengusaha. Bila investasi tidak tidak mencapai tingkat tersebut pengangguran akan berlaku (Sukirno, 1994).
2.9
Tinjauan Kajian Terdahulu Penyusunan Rencana Tenagakerja Kabupaten Sragen tahun 2011-2014
dilakukan atas kerjasama Kementrian Tenagakerja dan Transmigrasi RI dengan Pemerintah Kabupaten Sragen tahun 2010. Adapun maksud dan tujuan adalah untuk memotret situasi dan kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Sragen saat ini (existing), memperkirakan persediaan, kebutuhan dan jumlah angkatan kerja yang tidak terserap oleh perekonomian di Kabupaten Sragen selama lima tahun mendatang (2011-2014) menurut karakteristiknya. Metode yang dilakukan dengan menggunakan formula regresi linier dan elastisitas.
44
Hasil dari penelitian ini bahwa penduduk usia kerja Kabupaten Sragen di masa mendatang masih didominasi oleh usia 15-34 tahun, yakni proporsinya mencapai lebih dari 40 persen. Perkiraan tingkat partisipasi angkatan kerja menurut tingkat pendidikan Kabupaten Sragen dimasa mendatang untuk tingkat SD ke bawah tahun 2007-2009 diperkirakan akan terus menurun. Sedangkan TPAK untuk tingkat pendidikan pergurun tinggi dimasa mendatang diperkirakan juga akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perkiraan kebutuhan tenagakerja Kabupaten Sragen pada kesempatan kerja menurut lapangan usaha, hal ini selaras dengan karakteristik dan potensi daerah yang berbasis pertanian. Pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 206.677 orang (43,23 persen), meningkat menjadi 215.420 orang (44,12 persen) pada tahun 2012. Sedangkan perkiraan kesempatan kerja menurut status pekerjaan utama pada tahun 20112014 masih akan didominasi oleh sektor informal. Proporsi sektor informal ini sangat signifikan, yakni mencapai lebih dari 70 persen. Meskipun proporsinya diperkirakan terus menurun, yakni dari 78,04 persen pada tahun 2011 menjadi 76,91 persen pada tahun 2014, namun kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Sragen belum cukup mampu menyediakan banyak kesempatan kerja sektor formal yang notabene memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan di sektor informal. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Ayu Pramitha Purwanti pada tahun 2009 dengan judul Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli Dengan
Pendekatan
Pertumbuhan
Berbasis
Ekspor.
Tujuan
penelitian
menganalisis kesempatan kerja nyata di Kabupaten Bangli yang dipengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Bali, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki. Menganalisis sektor-sektor basis yaitu sektor yang memiliki kesempatan kerja lebih dari cukup dan menganalisis besarnya pertambahan lapangan kerja total sebagai akibat dari adanya pertambahan lapangan kerja di sektor basis. Metode analisis yang digunakan adalah Shift-share, LQ dan Angka Pengganda Basis. Hasil penelitian ini menggambarkan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Bali sebesar 19 persen telah menciptakan kesempatan kerja di Kabupaten
45
Bangli bagi 21.036 orang. Sektor-sektor yang merupakan sektor basis dengan nilai koefisien LQ > 1 pada tahun 1998 adalah sektor pertanian LQ = 1,59 dan sektor industri pengolahan LQ = 1,61. Kedua sektor tersebut adalah sektor yang mampu menyerap tenagakerja yang lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan lokal dan juga untuk daerah lain. Pada akhir periode penelitian 2007, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan tetap menjadi basis dengan tambahan satu sektor lagi yaitu sektor pertambangan dan penggalian. Angka pengganda kesempatan kerja pada tahun 1998 sebesar 1,37 dan pada tahun 1,35. Angka 1,37 ditafsirkan bahwa bila kesempatan kerja sektor basis meningkat 100 persen, akan mengakibatkan pertambahan kesempatan kerja total 137 persen yaitu 100 persen di sektor basis dan 37 persen di sektor non basis. Nilai pengganda basis kesempatan kerja di Kabupaten Bangli tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 1,35. Ini berarti peningkatan kesempatan kerja sektor basis sebesar 100 persen akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 135 persen, disektor non basis. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih pada tahun 2001 dengan judul Kebijakan Publik dibidang Perencanaan Ketenagakerjaan Dalam Memperluas Kesempatan Kerja di Provinsi Bali. Tujuan penelitian adalah melihat sejauhmana kesempatan kerja yang bisa diciptakan oleh sektor pariwisata, pertanian dan industri.
Metode
penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan
elastisitas
kesempatan kerja, laju pertumbuhan produktivitas dengan asumsi cateris paribus setelah diperoleh hasil penelitian selanjutnya secara sektoral dan regional dibanding dengan Program Pembangunan Daerah (Propeda) Provinsi Bali 20012004. Hasil penelitian menyatakan bahwa elastisitas kesempatan kerja dalam jangka panjang untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 0,33 dengan hasil propeda menyatakan 0,16. Hal ini perlu dikoreksi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat karena sektor ini masih dapat menampung tambahan tenagakerja yang ada dengan laju produktivitas pekerja sektor yang relatif cukup tinggi yaitu sebesar 5,88. Untuk sektor pertanian diperoleh hasil elastistas yaitu sebesar – 2,88 dalam arti dengan penambahan PDRB sektor pertanian sebesar satu persen akan menurukan perluasan kesempatan kerja sektor pertanian sebesar 4,5 persen. Tetapi pemda setempat menggunakan elastisitas yang jauh berbeda, yaitu
46
sebesar 0,22, sehingga sektor ini sudah tidak dapat lagi diandalkan dalam penyerapan tenagakerja pada masa-masa yang akan datang. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa karakteristik ketenagakerjaan di Provinsi Bali unik, dimana kualitas pekerjanya unik, dimana kualitas pekerjanya tidak harus dilihat melalui tingkat pendidikan yang ditamatkan saja karena keahlian dan keterampilan yang mereka miliki bidang kebudayaan memiliki nilai jual dan nilai seni yang tinggi.
47
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran Kajian Kabupaten Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal dari tujuh
kabupaten dan kota di Provinsi Kepulauan Riau. Daerah tertinggal adalah daerah yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Daerah tertinggal ditetapkan dengan menggunakan enam kriteria yaitu perekonomian masyarakat, sarana prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal, aksesbilitas, karakteristik daerah dan sumberdaya manusia. Menurut Arfida (2003) ekonomi sumberdaya manusia membicarakan: (1) faktor-faktor mempengaruhi penyediaan lapangan tenagakerja, (2) faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan tenagakerja, dan (3) pasar kerja dimana terjadi proses mempertemukan lowongan kerja dan pencari kerja. Selain itu ekonomi sumberdaya manusia atau ekonomi tenagakerja juga membahas masalahmasalah yang timbul dalam aspek (1), (2), dan (3) di atas, dan alternatif kebijakan yang perlu diambil untuk masalah-masalah tersebut. Pengembangan
kesempatan
kerja,
diperlukan
langkah
untuk
mengidentifikasi karakteristik tenagakerja Kabupaten Natuna. Karakteristik yang menyatakan persediaan dan kebutuhan tenagakerja, dengan pendekatan Peraturan Menteri Tenagakerja RI Nomor PER.24.MEN/XII/2008 tentang Metode Perhitungan Persediaan dan kebutuhan tenagakerja. Data ketenagakerjaan diperoleh dari profil ketenagakerjaan Kabupaten Natuna Tahun 2009. Proyeksi penduduk usia kerja menurut golongan umur dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Golongan umur dibagi menjadi 3 bagian, 1). Golongan umur 15-19 tahun, 2). Golongan umur 20-54 dan, 3). Golongan umur 55 tahun ke atas. Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja adalah regresi linier sederhana. Kabupaten Natuna masih menghadapi permasalahan terhadap pengelolaan sumberdaya manusia, terutama bidang ketenagakerjaan, tingginya angka pengangguran, rendahnya kualitas tenagakerja menyebabkan daerah Kabupaten Natuna menjadi tertinggal. Daerah-daerah yang terbelakang atau tertinggal mempunyai ketergantungan yang kuat dengan daerah
48
luar. Daerah tersebut melakukan pembangunan ekonomi untuk menghilangkan keterbelakangan
atau
ketergantungan.
Pengembangan
kesempatan
kerja
merupakan upaya untuk mengendalikan aktivitas ekonomi bagi masyarakat lokal yang terbelakang. Dengan adanya pengembangan kesempatan kerja ini memungkinkan kelompok-kelompok masyarakat miskin produktif seperti nelayan, buruh dan pekerja informal masuk pada rantai perekonomian yang lebih besar. Pengembangan kesempatan kerja pada sektor basis ekonomi memiliki peran yang strategis dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Ekonomi basis memiliki pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier), bertambahnya kesempatan kerja pada sektor basis akan menambah lebih banyak tenagakerja non basis. Metode Shift Share Analisys dan LQ (Location queotient) dan Pengganda basis merupakan metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis. Pada kerangka pemikiran ini,
LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis dan
non basis, maka data yang digunakan sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenagakerja. Metode Shift Share analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang dipengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, bauran industri dan keunggulan kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna. Rencana investasi pengembangan base camp
Blok D-Alpha Natuna
menelan biaya yang relatif besar. Pembangunan base camp yang akan direncanakan dibangun di daerah Kabupaten
Natuna, perlu persiapan daerah
diantaranya mempersiapkan regulasi agar tidak tumpang tindih, penyiapan lahan, dan menyiapkan tenagakerja daerah yang ada. Tingginya angka pengangguran yang ada di Kabupaten Natuna maka perlu dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu:
bagaimana tingkat pengangguran
terbuka dan
pembangunan base camp Blok D-Alpha Natuna. Berdasarkan hal-hal tersebut maka disusunlah perumusan strategi dengan melalui dua tahap, yaitu tahap identifikasi SWOT melalui input stage faktor-faktor eksternal dan internal. Hasil identifikasi SWOT di petakan melalui tahapan Road Map Strategy untuk mendapatkan langkah-langkah perancangan strategi dan program pengembangan
49
kesempatan
kerja
untuk
membangun
daerah
Kabupaten
Natuna
yang
berkelanjutan. Perumusan masalah Kajian : - Bagaimana ketersediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah Kab. Natuna. - Bagaimana Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna - Bagaimana penganggur terbuka dan pembangunan Base Camp Natuna Blok D Alpha di Kabupaten Natuna. - Rumusan strategi apa yang tepat dalam pengembangan kesempatan kerja di Kab. Natuna
Ketersediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah Kabupaten Natuna
Shift Share
Menganalisis Kesempatan Kerja Di Kabupaten Natuna
Location Quotien (LQ)
Pengganda Basis Lapangan Kerja
Menganalisis pengangguran dan pembangunan Base Camp Natuna Blok D Alpha
Analisis Deskriptif
PERUMUSAN STRATEGI
MATRIK SWOT ROAD MAP STRATEGY
PERANCANGAN STRATEGI DAN ROGRAM PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN NATUNA
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kajian
50
3.2
Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau
dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah perbatasan terluar yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang mampu menggerakan perekonomian lokal dengan serapan tenagakerja lokal. Kabupaten Natuna masih dikategorikan daerah tertinggal di Propinsi Kepulauan Riau sesuai dengan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal nomor: 001/KEP/MPDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal. Kajian pembangunan daerah ini dilaksanakan selama dua bulan dari pertengahan Bulan Februari sampai dengan April 2011. 3.3
Metode Kajian
3.3.1 Sasaran Kajian dan Teknik Sampling Sasaran kajian ini adalah 1). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perdesaan (budidaya perikanan laut), 2). Tenagakerja yang bekerja di wilayah perkotaan (pada sektor jasa), 3). Kelompok Serikat Pekerja atau LSM yang peduli terhadap isu ketenagakerjaan, 4). Pengusaha atau Asosiasi Pengusaha di daerah/ Kadin/ Gapeknas, 5). Pihak Pemerintah Daerah dan Aparat yang terkait dengan Pengembangan Kesempatan Kerja di daerah. Sedangkan untuk perumusan strategi alternatif terhadap pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dengan melibatkan stakeholder diantaranya mewakili kelompok
serikat pekerja,
pengusaha dan pemerintah daerah dan aparat yang terkait. Tabel 3. Distribusi Responden Kajian No 1 2. 3. 4.
Kelompok Tenagakerja Pengusaha Serikat Pekerja/ Buruh Pemerintah Kabupaten dan Aparat
Jenis Responden
Jumlah
Wilayah Perdesaan
2
Wilayah Perkotaan Pemilik Usaha Ketua SP/SB Dinsosnaker Bappeda Dislutkan Disperindag BPS Kadin
2 2 1 2 2 2 2 2 2
51
3.3.2. Metode Pengumpulan Data Kajian pembangunan daerah ini memerlukan data primer dan sekunder. Data primer melalui pengamatan, wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan kajian, serta mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja di daerah. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berkaitan langsung dengan pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna yaitu Dinsosnaker Kabupaten Natuna, BPS
Kabupaten Natuna, Bappeda Kabupaten Natuna, Bappeda Provinsi
Kepulauan Riau, BPS Provinsi Kepulauan Riau dan BPS RI Pusat di Jakarta,. Data pengangguran menurut berbagai karakteristik diperoleh di Kantor Pusdatin (Pusat Data dan Informasi)
Kementrian Tenagakerja RI di Jakarta adalah
merupakan data sakernas 2009 yang dilaksanakan BPS RI Pusat. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dengan melakukan penelaahan terhadap referensi yang relevan dengan topik kajian.
3.3.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.3.3.1 Analisis Regresi Linier Sederhana Analisis data yang digunakan untuk mengidentifikasi ketersediaan tenagakerja dengan menggunakan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), PUK (Penduduk Usia Kerja) Angkatan Kerja (AK) dan penghitungan kebutuhan tenagakerja dari pendekatan proyeksi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah analisis regresi linier sederhana berdasarkan Peraturan Menteri Tenagakerja RI Nomor: PER.24/MEN/XII/2008 Tentang Metode Penghitungan Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja. Penghitungan berdasarkan TPAK, PUK dan AK dengan asumsi bahwa perkembangan fertilitas, mortalitas, dan migrasi dianggap ceteris paribus, dengan formulasi sebagai-berikut:
Y = a + bx b
n∑XY - ∑X∑Y
=
n∑X2 – (∑X)2 = Y – bX
52
Y X=
∑ ∑
Keterangan : Y
= Hasil Proyeksi
a
= Konstanta
b
= Parameter
x
= Tahun
3.3.3.2 Analisis Shift Share Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi preferensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Kedua, pergeseran proforsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di preferensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proporsional shift) tersebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkosentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan preferensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran differensial dari suatu industri positif, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran differensial ini disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006). Analisis Shift Share adalah analisis yang digunakan untuk melihat kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang dipengaruhi oleh laju
53
pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri, Bauran Industri dan Keunggulan Kompetitif yang dimiliki Kabupaten Natuna. Analisis ini menggunakan rumus sebagai-berikut (Tarigan, 2005) : Dij
=
Nij + Mij +Cij.................................................. (1)
Nij
=
Eij + rn.. .......................................................... (2)
Mij
=
Eij (rin – rn) . .................................................... (3)
Cij
=
Eij (rij – rin) ..................................................... (4)
rn
=
(E* n – En) ...................................................... (5) En
rin
=
(E* n – Ein) ..................................................... (6) Ein
rij
=
(E*ij – Eij) ..................................................... (7) Eij
Keterangan : Dij
:
perubahan nyata kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna
Nij
: komponen pengaruh pertumbuhan Provinsi Kepulauan Riau
Mij
: komponen pengaruh bauran industri
Cij
: komponen pengaruh keunggulan kompetitif
Eij
: kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun awal
E*ij : kesempatan kerja sektor i di Kabupaten Natuna tahun akhir Ein
: kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal
E*in : kesempatan kerja sektor i di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir En
: total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun awal
E*n : total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri tahun akhir rn
: laju perubahan total kesempatan kerja di Provinsi Riau dan Kepri
rin
: laju perubahan kesempatan kerja sektor i di Prov. Riau dan Kepri
rij
: laju perubahan kesempatan kerja sktor i di Kabupaten Natuna.
3.3.3.3
Analisis Location Quotient (LQ)
Metode Location Quotient adalah membandingkan porsi lapangan kerja/ nilai tambah untuk sektor tertentu diwilayah kita dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/ nilai tambah untuk ekspor yang sama secara nasional. Dalam
54
bentuk rumus, apabila yang digunakan adalah data lapangan kerja, hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut ( Tarigan, 2005) : 1i / e LQ =
Li / E
Keterangan: 1i
= Banyaknya lapangan kerja sektor i di wilayah analisis
e
= Banyaknya lapangan kerja sektor di wilayah analisis
Li
= Banyaknya lapangan kerja sektor i secara nasional
E
= Banyaknya lapangan kerja secara nasional
Catatan : Istilah nasional adalah wilayah yang lebih tinggi jenjangnya. Misalnya apabila wilayah analisis adalah provinsi maka wilayah nasional adalah wilayah negara. Apabila wilayah analisis adalah wilayah kabupaten/ kota maka istilah nasional digunakan untuk wilayah provinsi, dan seterusnya.
Dari rumus diatas diketahui bahwa apabila LQ > 1 berarti bahwa porsi lapangan kerja sektor i di wilayah analisis terhadap total lapangan kerja wilayah adalah lebih besar dibandingkan dengan porsi lapangan kerja untuk sektor yang sama secara nasional. Artinya, sektor i di wilayah kita secara proporsional dapat menyediakan lapangan kerja melebihi porsi sektor i secara nasional. LQ > 1 memberikan indikasi bahwa sektor tersebut basis, sedangkan apabila LQ < 1 berarti sektor itu adalah non basis (Tarigan, 2005). Soepono (2001) penggunaan LQ sebagai salah satu teknik pengukuran yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan apakah setiap produk/ jasa, kategori produk, industri atau sektor ekonomi regional yang pertumbuhannya diurai oleh analisis shift share, basis atau non basis. Jadi analisis LQ merupakan tindak lanjut atau pelengkap dari shift share untuk menentukan sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang memiliki kesempatan kerja lebih besar lebih dari cukup dan sektor non basis sebaliknya. Suatu Location Quotient (LQ) diberi batasan suatu rasio berikut (Soepono, 2001) :
55
LQ = (Eij / Ej) (Ein / En) Keterangan : Eij = kesempatan kerja persektor di Kabupaten Natuna Ej = kesempatan kerja total di Kabupaten Natuna Ein = kesempatan kerja persektor di Provinsi Riau dan Kepri (sebagai perekonomian benchmark/ patokan/ acuan) En = kesempatan kerja kerja total di Provinsi Riau dan Kepri.
3.3.3.4 Pengganda Basis Lapangan Kerja (Employment Base Multiflier) Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio basis (base ratio) dan dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiflier) (Tarigan, 2005). Tarigan (2005) mengatakan bahwa nilai pengganda basis lapangan kerja (employment base multiflier) adalah nilai yang digunakan untuk melihat besarnya perubahan kesempatan kerja total untuk setiap satu perubahan kesempatan kerja di sektor basis, dihitung dengan rumus : Pengganda basis kesempatan kerja =
total kesempatan kerja Kesempatan kerja basis
Perubahan kesempatan kerja total yang ditimbulkan bisa dirinci lagi mengenai banyaknya lapangan kerja non basis yang tersedia. Ini dapat dihitung dengan rasio basis (base ratio). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja non basis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis (Tarigan, 2005).
56
3.3.3.5
Metode Analisis Deskriptif
Metode deskriptif, digunakan untuk menganalisis pengangguran menurut berbagai karakteristik yang dianggap relevan dalam kajian, diantaranya pengangguran terbuka menurut golongan umur, daerah, tingkat pendidikan, keterampilan dan kategori. Penjelasan kategori dapat dibagi menjadi empat yaitu; 1). Mencari pekerjaan, 2). Mempersiapkan usaha, 3). Tidak mencari pekerjaan, 4). Sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja. Keterampilan terdiri dari sembilan jenis yaitu: 1). Otomotif, 2). Listrik/ Elektro, 3). Bangunan, 4). Teknik Mekanik, 5). Tata Niaga, 6). Aneka Kejuruan, 7). Pariwisata, 8). Pertanian, 9). Tidak Mengikuti Kursus. Analisis ini digunakan untuk mendeskriptifkan bagaimana pemberdayaan penganggur terbuka guna mengantisipasi pembangunan base camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna 3.4
Metode Perumusan Strategi dan Program Perumusan strategi dilakukan dilakukan dengan menggunakan analisis
SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). Sebelum melakukan proses identifikasi, terlebih dahulu disepakati basis analisis stakeholder yang berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal. Dalam kajian ini, yang dikategori sebagai pihak internal adalah pekerja/ buruh, pengusaha dan pemerintah daerah di Kabupaten Natuna. Selain dari itu akan masuk pada pihak eksternal.
3.4.1 Analisis SWOT Menurut David (2008) Analisis SWOT dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap identifikasi SWOT dan tahap analisis SWOT itu sendiri. Tahap identifikasi SWOT adalah tahap yang mengidentifikasi bentuk-bentuk kekuatan (strengths) dan
kelemahan
(weaknesses)
yang
dimiliki
oleh
pihak-pihak
internal
ketenagakerjaan, serta berbagai bentuk peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari pihak eksternal ketenagakerjaan. Sedangkan tahap Analisis SWOT adalah tahapan untuk merumuskan suatu strategi dengan mengkombinasikan faktor-faktor internal (strengths dan weaknesses) serta faktor-faktor eksternal
57
(opportunities dan threats) ke dalam matrik SWOT sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Internal
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Strategi SO (Aggresive Strategies)
Strategi WO (Turn Around Strategies)
Strategi ST (Diversification Strategies)
Strategi WT (Defensive Strategies)
Eksternal
Peluang (Opportunities)
Ancaman (Threats)
Sumber : David FR, 2008 Gambar 4. Matriks Analisis SWOT 3.4.2 Road Map Strategy Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT diatas, selanjutnya dipetakan ke dalam bentuk road map strategy. Hal ini bertujuan untuk dapat menjelaskan beberapa hal yang mendasar (Baga, 2009) yaitu: 1) Road Map Strategy menunjukan adanya prioritas penanganan suatu strategi dibandingkan strategi lainnya. Pendekatan road map tetap menganggap penting ke semua strategi yang berhasil dirumuskan pada tahapan sebelumnya. Adapun prioritas akan terlihat pada urgensi penanganan yang lebih dahulu. 2) Road Map Strategy menunjukan adanya hubungan sekuensial antara satu strategi
dengan
lainnya.
Hal
ini
untuk
menghindari
terjadinya
kesimpangsiuran yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas strategi tersebut. 3) Dalam hal-hal tertentu hubungan sekuensial antara satu strategi dapat mengarah pada hubungan resiprokal, dimana implementasi strategi lainnya. 4) Satu hal yang tidak kalah pentingnya bahwa pembuatan road map akan menjelaskan time-frame implementasi masing-masing strategi dalam periode waktu tertentu.
58
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN NATUNA
4.1
Kondisi Geografis dan Administratif Secara geografis wilayah Kabupaten Natuna terletak pada titik koordinat
1o16’-7o19’ LU (Lintang Utara) dan 105o00’-110o00’BT (Bujur Timur). Menurut Undang-undang Nomor 33 tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau bahwa Kabupaten Natuna memiliki luas wilayah 264.198 km2, terdiri dari luas daratan 2.000 km2 dan luas lautan 262.197 km2. Terdapat 154 pulau, dengan 30 pulau yang berpenghuni dan sebagian lagi tidak/
belum berpenghuni.
Berdasarkan data dari tahun 2004
sampai 2008, bahwa Kabupaten Natuna bertemperatur rata-rata 25,8 0 C, tekanan udara rata-rata
harian sebesar 1.009,7 MBS, kelembaban Udara di Ranai
(Ibukota Kabupaten Natuna) berkisar 90,4 % rata-rata harian, kecepatan angin 06 Knot perjam serta dengan penyinaran matahari 51 persen dengan curah hujan 193,2 MM. Pulau terbesar diantaranya adalah Pulau Bunguran dan Pulau Serasan. Dapat dikelompokan dalam dua gugusan: Gugusan Pulau Natuna: terdiri dari pulaupulau di Bunguran, Sedanau, Midai, Pulau Laut, dan Pulau Tiga. Gugusan Pulau Serasan: terdiri dari pulau-pulau di Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil. Dalam hal ini Kota Ranai berfungsi sebagai Ibukota Kabupaten Natuna. Kabupaten Natuna memiliki batas-batas sebagai-berikut: -
Sebelah Utara
: Negara Vietnam dan Kamboja
-
Sebelah Selatan : Kabupaten Bintan
-
Sebelah Barat
: Kabupaten Kepulauan Anambas
-
Sebelah Timur
: Negara Malaysia Timur dan Provinsi Kalbar.
Karakteristik Kabupaten Natuna berada di sebelah paling Utara Indonesia memiliki keunikan tersendiri, yaitu memiliki tujuh
pulau terluar diantaranya
Pulau Subi, Sekatung, Sebetul, Semiun, Tokong Boro, Senua dan Sepala. Pulau terluar artinya berada di perbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia Timur, Vietnam dan Malaysia Barat. Selain itu mempunyai empat pulau
59
terdepan diantaranya Perantu, Merendai, Murik dan Midai yang berbatasaan dengan wilayah negara tetangga seperti Kabupaten Sambas, Vietnam dan Kabupaten Bintan (Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009).
Sumber : Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, 2010 Gambar 5. Peta wilayah Provinsi Kepulauan Riau Pada akhir tahun 2008 setelah pisah dengan Kabupaten Kepulauan Anambas karena pemekaran, wilayah Kabupaten Natuna terbagi menjadi 12 kecamatan, 73 kelurahan dan 67 desa. Kecamatan yang memiliki jarak yang paling jauh dari Ibu Kota (Ranai) adalah Serasan Timur 177 Km, sedangkan yang terdekat kecamatan Bunguran Timur Laut hanya berjarak 25 Km. Kondisi fisik wilayah Kabupaten Natuna merupakan tanah berbukit dan bergunung batu. Dataran rendah dan landai banyak ditemukan
disekitar pinggiran pantai. Ketinggian wilayah di tiap
kecamatan cukup beragam, yakni berkisar antara tiga sampai dengan 959 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan kemiringan lahan (slope) berkisar antara dua sampai lima meter. Pada umumnya struktur tanah di wilayah Kabupaten Natuna terdiri dari jenis podsolik merah kuning dari batuan yang tanah dasarnya mempunyai bahan granit dan alluvial, serta tanah organosol dan gley humus.
60
Iklim di Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin. Musim Kemarau biasanya terjadi pada Bulan Maret sampai dengan Bulan Juli. Sedangkan Musim Penghujan dari Bulan Agustus sampai dengan Februari masyarakat menyebutnya dengan Musim Utara, karena angin bertiup dari arah Utara, pada Musim Utara gelombang di Laut Cina Selatan naik bisa mencapai dua meter atau lebih.
4.2 Visi dan Misi Kabupaten Natuna Visi dan Misi Kabupaten Natuna untuk tahun 2006-2011 adalah, “MENUJU NATUNA MAS (MASYARAKAT ADIL SEJAHTERA) TAHUN 2020,”
Visi
mewujudkan Kabupaten Natuna yang makmur, adil, sejahtera diupayakan melalui pemberdayaan
ekonomi
kerakyatan
diperlukan
untuk
mendorong
dan
mempercepat proses pertumbuhan ekonomi daerah sehingga penyediaan lapangan kerja dan peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat setempat akan dapat diwujudkan. Penekanan terhadap ekonomi kerakyatan diperlukan agar kegiatan pembangunan ekonomi tersebut dapat diarahkan pada usaha-usaha yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat umum dan tidak hanya untuk keuntungan sekelompok golongan masyarakat tertentu saja. Perwujudan visi pembangunan daerah ini dimungkinkan melalui penciptaan sumberdaya manusia yang beriman, berilmu, beramal dan berhati nurani. Dengan kata lain, masyarakat Natuna Mandiri yang ingin dicapai tidak hanya makmur dalam arti ekonomi saja, tetapi juga mencakup pembangunan manusia secara keseluruhan yang didasarkan pada iman dan taqwa, kegiatan ekonomi berkeadilan dan dalam tata kehidupan yang demokratis. Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan daerah tersebut di atas dalam realita kehidupan masyarakat di daerah, maka misi atau kegiatan pokok yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Natuna dalam jangka panjang waktu lima tahun mendatang ditetapkan sebagai-berikut: 1. Terwujudnya Sumberdaya Manusia Natuna yang berkualitas, kokoh iman, sehat badan, menguasai IPTEK dan maju ekonomi dengan pengembangan dan pemanfaatan potensi Sumberdaya Alam secara benar dan berhasil guna.
61
2. Tersedianya infrastruktur dasar yang siap pakai sampai ke tingkat desa dan pemukiman terpencil. 3. Terlaksananya pelayanan prima oleh aparatur pemerintah Kabupaten Natuna terhadap seluruh kepentingan rakyat. Misi pertama diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani yaitu masyarakat yang maju dan mempunyai sumberdaya manusia yang berkualitas, memiliki raga yang kokoh dan keimanan yang taqwa sebagai fondasi dasar untuk mencapai masyarakat madani. Misi kedua merupakan modal untuk mewujudkan misi pertama dengan menyiapkan berbagai kesiapan sarana
dan prasarana
infrastruktur mulai dari tingkat desa sampai pada permukiman yang terpencil. Misi ketiga diperlukan untuk mewujudkan Kabupaten Natuna sebagai kabupaten yang maju dalam pelayanan publik dan memiliki pemerintahan yang bersih untuk menunjang daerah Natuna sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu berkembang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara keseluruhan. Ketiga misi ini diperlukan untuk dapat mewujudkan pembangunan daerah yang berkeadilan dan mengutamakan kepentingan bersama. Visi dan misi ini selanjutnya dijadikan sebagai landasan utama dalam penyusunan strategi kebijakan dan program pembangunan daerah dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Kabupaten Natuna selama periode 2006-2011. Untuk dapat mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah sebagaimana telah ditetapkan, maka strategi pembangunan Kabupaten Natuna dalam RPJM periode 2006-2011 ini tercakup dalam lima pilar utama pembangunan daerah. Kelima pilar pembangunan daerah Kabupaten Natuna tersebut adalah: 1) Peningkatan dan pemahaman iman dan taqwa merupakan cerminan dalam bentuk kualitas hidup beragama sehari-hari. Iman dan taqwa merupakan landasan utama dalam seluruh kegiatan pembangunan daerah. Meningkatkan kualitas hidup beragama diarahkan pada peningkatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengikuti ketentuan yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadist. 2) Pemenuhan rakyat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, derajat kesehatan menjadi titik tolak dalam pencapaian keberhasilan kedepan dari pembangunan yang sedang
62
dilaksanakan. Menyeimbangkan pembangunan kesehatan baik pembangunan fisik dan peningkatan mutu kesehatan artinya berorientasi pada kualitas pelayanan kesehatan. 3) Pembangunan pendidikan karena kualitas sumberdaya manusia merupakan
titik sentral yang sangat menentukan bagi terwujudnya proses
keberhasilan pembangunan tersebut. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan strategi pembangunan daerah yang tepat untuk mendorong proses pembangunan
Kabupaten
Natuna
untuk
masa
lima
tahun
mendatang.
4) Peningkatan ekonomi melalui penyiapan fasilitas yang memadai untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Natuna baik secara makro maupun secara mikro yang dapat mensejahterakan masyarakat secara merata dan berimbang. 5) Penegakan dan taat hukum, dengan upaya mewujudkan pemerintah yang dipercaya dan didukung masyarakat dengan pemerintah yang transparan, bebas KKN (good governance) dan berwibawa. 4.3
Sarana dan Prasarana Daerah Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat.
Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang mobilitas penduduk dan melancarkan distribusi barang dan jasa guna meningkatkan perekonomian daerah. Pada tahun 2008 Kabupaten Natuna memiliki panjang jalan 1.359 km. Panjang jalan menurut tingkat pemerintah berjumlah 1.582 km, dengan rincian jalan negara 116 km, jalan propinsi 242 dan jalan kabupaten 1.233 km. Panjang jalan menurut kondisi dengan jumlah panjang 1.582 km dengan jalan kondisi baik 1.142 km, kondisi sedang 277 km, kondisi rusak 97 km, dan rusak berat 66 km. Wilayah Kabupaten Natuna terdiri dari 99 persen lautan keadaan tersebut menempatkan angkutan laut menjadi sarana utama untuk menghubungkan suatu pulau dengan pulau lain, dari desa ke ibukota kecamatan dan dari kecamatan ke ibukota kabupaten. Sarana perhubungan di sektor angkutan laut terlihat semakin baik dengan bertambahnya frekuensi pelayaran untuk menghubungkan gugusan pulau-pulau Anambas dan Pulau-pulau Natuna yang dilayani oleh kapal penumpang “KM Bukit Raya” (milik PELNI) yang secara reguler melayari rute tersebut. Sarana angkutan udara Kabupaten Natuna memiliki sebuah bandara yang merupakan lapangan udara miliki TNI AU Ranai, hingga kini melayani pelayanan penerbangan komersial diantaranya pesawat RAL (Riau Air Lines), Wings Air,
63
dan Trigana dengan rute Natuna - Batam - Natuna, dan Natuna - Tanjung Pinang - Natuna, serta Natuna – Pontianak - Natuna. Menurut data 2008
frekuensi
penerbangan Bandara Ranai menunjukan peningkatan yang signifikan. 4.4
Perekonomian Kabupaten Natuna Kondisi sektoral terhadap PDRB Kabupaten Natuna pada tahun 2005
sampai dengan 2007 disajikan Tabel 4. Dari data tersebut tampak bahwa sektor pertanian merupakan kontributor utama PDRB. Kontribusi sektor pertanian Kabupaten Natuna mencapai 67,34 persen (Rp. 394,441 milyar) pada tahun 2005, sedangkan tahun 2007 mencapai 67,04 persen (Rp.437,54 milyar). Kedua angka tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian mendominasi perekonomian di wilayah tersebut, sehingga pengembangan pertanian sub sektor perikanan sangat sesuai dikembangkan di wilayah tersebut. Sektor lain yang memiliki kontribusi lebih besar 10 persen terhadap PDRB adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran (14,66 persen). Sektor-sektor lainnya yang memiliki kontribusi PDRB relatif besar namun kurang dari 10 persen, adalah sebagai berikut: jasa-jasa (5,5 persen), pengangkutan dan komunikasi (3,81 persen), keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (2,96 persen), industri pengolahan (2,90 persen), bangunan (2,80 persen). Adapun sektor yang memiliki kontribusi terendah adalah pertambangan dan penggalian (0,37 persen) serta listrik, gas dan air bersih (0,08 persen). Tabel 4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005 – 2007 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa 8. Perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah Sumber : Natuna Dalam Angka, 2008
Tahun (Dalam Milyar Rupiah) 2005 2006 2007 392,44
416,28 437,54
2,10 16,80 0,51 13,85 85,43 22,19
2,16 17,61 0,52 14,62 88,59 23,63
2,42 18,49 0,54 17,06 94,95 25,77
17,25
18,11
19,00
32,05 582,72
33,98 36,89 615,49 652,66
64
4.5
Investasi Gas Natuna Indonesia akan tetap menjadi produsen gas bumi terkemuka pada tahun-
tahun mendatang. Disamping penemuan lapangan gas baru sering terjadi, kemampuan produksi gas akan meningkat lebih besar lagi bila pembangunan proyek gas Natuna bisa direalisir. Pada saat ini persiapan ke arah pelaksanaan pembangunan fisik sedang dilakukan. Namun demikian gas yang terdapat di wilayah ini banyak mengandung CO2 . Analisa laboratorium terhadap gas bumi Natuna yang diambil dari lima sumur yang dibor menunjukkan tingginya kadar CO2 dalam gas bumi ini mengharuskan dilakukan penanganan secara khusus, sehingga diperlukan Investasi yang cukup besar. Sementara itu pendanaan investasi proyek hilir (proyek LNG dan infrastruktur) akan mengikuti pola Project financing dengan persyaratan antara lain bunga rendah dan pembayaran
kembali jangka panjang. Maka tahapan
pembangunan adalah sebagai-berikut: Tahapan Pembangunan proyek gas Natuna dapat dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu: 1) Kegiatan Hulu terdiri dari, produksi gas bumi, pemisahan CO2 dari gas, penyaluran gas komersil di Pulau Natuna. Dan 2) kegiatan hilir, melakukan pencarian gas alam menjadi LNG. Kegiatan hulu dalam rangka ekploitasi gas alam Natuna direncanakan akan dikembangkan suatu komplek yang mencakup pembangunan: anjungan pemboran, anjungan pengolahan, anjungan akomodasi, anjungan injeksi dan jaringan pipa. Sedangkan kegiatan hilir adalah memproses gas methane menjadi LNG di komplek pabrik LNG yang akan dibangun di daratan Pulau Natuna. Untuk menunjang pabrik ini, akan dibangun fasilitas dan infrastruktur seperti pelabuhan, lapangan terbang, gudang, pemukiman dan sebagainya. Pembangunan proyek ini akan dilakukan secara bertahap dan pada tahap pertama direncanakan akan dibangun dua anjungan pemboran dan dua anjungan pengolahan. Selain itu juga dibangun anjungan injeksi satu buah dan anjungan akomodasi juga satu buah.
4.6
Rencana Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna Blok D-Alpha Natuna merupakan aset sangat strategis bagi negara.
Keseluruhan Blok Natuna mempunyai luas 17.000 km2 dan kedalaman lautnya antara 140-200 meter. Dengan kedalaman ini, secara teknis Natuna masuk
65
kategori offshore, pengeboran dangkal. Wilayah migas Natuna sendiri dibagi menjadi Natuna Barat dan Natuna Timur, dimana khusus untuk Natuna Barat, sejumlah kontraktor sudah melakukan eksploitasi minyak dan gas disana, yang produksinya antara lain dikirim ke Singapore dan Malaysia. Perlu dicatat bahwa kandungan gas CO2 lebih kecil di daerah Natuna Barat dibanding Natuna Timur. Blok D-Alpha Natuna terletak di dalam wilayah Natuna Timur, yang mengandung cadangan minyak dan gas. Disamping menyimpan sekitar 500 juta barel minyak, blok ini adalah salah satu blok gas dengan cadangan terbesar di dunia saat ini, dengan total potensi gas mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf). Potensi gas yang recoverable sebesar 46 tcf (46,000 bcf) atau setara dengan 8,383 miliar barel minyak (1 boe, barel oil equivalent = 5.487 cf ). Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata-rata minyak US$ 75/ barel selama periode eksploitasi, maka nilai potensi ekonomi gas Natuna adalah US$ 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25 triliun (kurs US$/Rp = Rp 10.000). Pengelolaan Natuna oleh Pertamina dan mitranya harus dilakukan sedemikian rupa sehingga negara memperoleh penerimaan yang maksimal dari potensi pendapatan sebesar Rp 6.287,25 triliun ini. Selain itu, letak Natuna yang hanya berjarak sekitar 1.100 km dari Jakarta dan 200 km dari Singapura, memiliki nilai strategis untuk memasok kebutuhan gas bagi negara-negara sekitar seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina, Jepang, dan Korea. Termasuk pula untuk memasok gas bagi Pulau Jawa dan Indonesia secara umum, yang membutuhkan gas dalam jumlah besar setelah diimplementasikannya kebijakan konversi energi dari minyak tanah ke gas. Perkiraaan total biaya investasi yang lebih akurat akan diperoleh saat plan of development (PoD) diajukan oleh operator kepada Badan Pengelola Migas. Namun saat ini, dengan angka investasi US$ 25 miliar dibanding US$ 40 miliar yang diajukan oleh Exxon Mobil, yang memang sangat perlu diwaspadai. Pemerintah perlu menjaga dan meyakinkan bahwa total investasi yang dibutuhkan kelak, telah dihitung secara objektif dan bebas dari penggelembungan (mark up), karena pada ujungnya seluruh biaya tersebut akan menjadi tanggungan negara dalam cost recovery. Investasi yang besar membutuhkan potensi pengembalian yang terjamin dari para konsumen gas. Dalam hal ini Pertamina memperkirakan, berdasarkan harga
66
pokok di wel sebesar US$ 4/ mmbtu, harga jual gas Natuna haruslah sekitar US$ 7 atau 8/ mmbtu. Adapun target pasar penjualan gas Natuna antara lain Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, Korea, Jepang, serta konsumen domestik terutama di Jawa dan Batam. DESDM (Departemen Energi Sumberdaya Mineral) sedang mengkaji moda transportasi yang akan digunakan, apakah pipa transmisi yang menghubungkan Natuna dengan seluruh lokasi pembeli, atau menggunakan tanker dengan membangun fasilitas LNG terapung di Natuna. Potensi Natuna yang ribuan triliun rupiah, pentingnya menjaga ketahanan energi, dan terkontrolnya total biaya investasi (dari mark-up) adalah sekian diantara banyak alasan mengapa Natuna harus dikelola oleh Pertamina.
4.7
Kependudukan Kabupaten Natuna Masalah kependudukan di Kabupaten Natuna pada dasarnya sama dengan
masalah kependudukan daerah lain di Indonesia. Untuk mencapai manusia yang berkualitas dengan kuantitas penduduk yang tidak terkendali tentu akan sulit dicapai. Masalah kependudukan ini terkait erat dengan masalah pembangunan, karena penduduk merupakan objek sekaligus subjek pembangunan. Pembangunan merupakan realisasi dari aspirasi dan tujuan suatu bangsa untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya-upaya sistematis dan terencana. Tujuan utama pembangunan pada dasarnya adalah mengupayakan sehingga terwujud peningkatan kualitas dari kondisi sebelumnya, dalam hal ini adalah kesejahteraan rakyat (Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009). Salah satu tujuan penting perencanaan wilayah terbelakang adalah untuk meningkatkan laju pembangunan ekonomi. Lebih lanjut, kebutuhan perencanaan di wilayah terbelakang didorong oleh keperluan menghapus pengangguran dan pengangguran tersembunyi yang tersebar luas dalam perekonomian seperti itu. Karena modal langka dan buruh melimpah ruah maka masalah penyediaan kesempatan kerja bagi tenaga buruh yang senantiasa meningkat merupakan suatu yang sulit. Hanya badan perencanaan yang terpusat yang dapat mengatasi kesulitan
ini. Di tengah ketiadaan usaha dan inisiatif yang memadai, badan
perencanaan merupakan satu-satunya lembaga yang pantas untuk merencanakan pembangunan perekonomian secara berimbang. Demi pembangunan ekonomi
67
yang cepat, wilayah terbelakang memerlukan pembangunan sektor pertanian dan industri, pembentukan overhead sosial dan ekonomi, pengembangan sektor perdagangan luar negeri dan domestik dengan cara yang harmonis. Semua ini memerlukan investasi serentak diberbagai sektor yang hanya dilakukan melalui perencanaan pembangunan (Jhingan, 2008). Perencanaan pada dasarnya memerlukan kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan/ penataan pekerjaan secara komprehensif dan spesifik dengan penjadwalan (target waktu) yang
jelas, sasaran yang jelas dan tepat untuk
masing-masing program. Hal ini berarti dengan perencanaan akan lebih lanjut menjamin efisiensi dan efektivitas implementasi suatu kegiatan/ program. Dengan demikian, maka suatu keputusan atau kebijakan yang diambil tanpa dilandasi oleh situasi dan kondisi yang objektif dari permasalahan yang dihadapi akan menghasilkan kebijakan yang tidak tepat sasaran. Data dan informasi statistik sangat berperan dalam memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi objektif yang diperlukan dalam suatu proses perencanaan. Sedangkan dalam
tahap
monitoring dan evaluasi, maka suatu yang harus dipertimbangkan dalam tahap perencanaan adalah tentang bagaimana cara mengukur efektivitas program. Dengan demikian, maka kebutuhan data dan informasi statistik tidak dapat dihindari mengingat tuntutan efisiensi dan efektivitas merupakan prasyarat bagi implementasi suatu program.
4.7.1 Jumlah, Distribusi dan Kepadatan Penduduk Pembangunan di daerah Kabupaten Natuna memiliki dampak terhadap kedinamisan penduduk. Seiring dengan pembangunan yang sedang dilaksanakan, jumlah penduduk Kabupaten Natuna mengalami perkembangan
yang cukup
pesat. Tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Natuna adalah sebanyak 91.263 orang, yang terdiri dari 47.542 orang penduduk laki-laki dan 43.721 orang penduduk perempuan, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 42,99 persen, sedangkan jumlah rumah-tangga tercatat sebanyak 17.232 rumah tangga. Konsentrasi penduduk tetap berada di empat kecamatan, yaitu di Kecamatan Bunguran Timur 28,89 persen, Kecamatan Bunguran Barat 16,26 persen,
68
Kecaamatan Seraasan 8,24 peersen, dan Kecamatan K Pulau P Tiga 7,57 persenn. Sebagian besarr pendudukk Kabupateen Natuna tinggal di perdesaan,, yaitu sekkitar 75,64 perseen, dan sisaanya sebesar 24,36 persen berad da/ tinggal di daerah perkotaan. Denggan luas wilayah w
2.0001 km2, maka kepadatan pennduduk di Kabupaten
Natuuna pada tahhun 2008 addalah sebesar 46 orang g/ km2. Sedangkan jum mlah rumah tanggga penduduuk sebanyakk 17.232 kepala k keluarga, dengaan demikiaan rata-rata kepaadatan penduuduk lima orang/ o kepaala keluargaa. Kabupateen Natuna tterdapat 12 kecam matan yanng termasuuk dalam wilayah ad dministrasi Kabupatenn Natuna, Kecaamatan Middai merupakkan kecamaatan yang mempunyai m kepadatan penduduk tertinnggi 247 oraang/ km2 bila dibandingkan dengaan kecamataan lain.
1 14.000 1 12.000 1 10.000 8.000 6.000 4.000
Lk
2.000
Pr
‐
n Natuna, 2008 2 Sumber : Profil Ketenagakerjaan Gambbar 6. Diagraam Jumlah Penduduk Menurut M Jennis Kelaminn per Kecam matan di Kabbupaten Nattuna Tahun 2008
4.7.22 Struktur Penduduk P Pendudukk Natuna meerupakan juumlah orang g yang berteempat tingggal di suatu wilayyah pada waktu tertenttu dan meruupakan hasill proses dem mografi yaittu fertilitas dan mortalitas m d migrasii. Komposisi menggam dan mbarkan sussunan pendduduk yang dibuaat berdasarkkan pengeloompokan penduduk menurut m karaakteristik-kaarakteristik yangg sama. Padda Tabel 5 menggamba m arkan strukttur penduduuk menurutt kelompok
69
umur. Struktur penduduk menurut umur Kabupaten Natuna pada tahun 2007 masih didominasi anak-anak berusia 0-4 tahun sebesar 11.303 orang atau 12,13 persen. Sedangkan yang paling sedikit penduduk berusia 70-74 dengan jumlah sebesar 804 orang atau 0,86 persen. Penduduk usia produktif usia 25- 29 sebesar 10.113 orang atau 10,86 persen. Dari rentang Tahun 2005 sampai dengan 2007 laju pertumbuhan penduduk yang paling tinggi terdapat pada kelompok umur 0-4 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,19 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan yang paling kecil bahkan negatif pada kelompok umur 15-19 sebesar -0,11 persen dalam setiap tahun. Tabel 5. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2005 – 2007 Kelompok Umur (Tahun) 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 > Kabupaten Natuna
2005 8.284 8.576 9.077 9.370 8.393 8.663 6.604 6.389 6.679 4.332 3.749 2.469 2.091 1.491 785 723 87.675
Tahun (Orang) 2006 9.087 10.434 9.104 7.522 8.063 8.810 8.291 8.899 5.744 5.015 4.143 2.184 1.965 647 947 571 91.426
2007 11.303 9.971 10.292 7.371 7.526 10.113 7.940 7.658 5.243 4.403 3.872 2.222 1.749 1.557 804 1.085 93.109
Sumber : Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009
4.8
Keragaan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna Masalah ketenagakerjaan selalu berkaitan dengan masalah kependudukan,
salah satu contoh adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh pada tingginya penyediaan tenagakerja. Penawaran tenagakerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan
70
pengangguran dan setengah pengangguran. Menurut Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja
(15 tahun ke atas) yang bekerja,
mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (10 tahun ke atas) yang tidak bekerja, tidak mencari pekerjaan, tetapi kegiatan golongan ini masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (seperti tidak mampu bekerja, pensiun). Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya yang komprehensif dan ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenagakerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wiraswasta sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga pada gilirannya akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh dan merata. Seiring dengan pertambahan penduduk maka penduduk usia kerja di Kabupaten Natuna juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk usia kerja sebesar 15,47 persen. Pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan namun tidak signifikan sebesar -0,90 persen atau menurun sebesar 6.228 orang, dan mengalami peningkatan signifikan di tahun 2007 sebesar 48,87 persen atau 30.696 orang. Penduduk yang bekerja rata-rata tiap tahun sebesar 50 persen dari jumlah penduduk usia kerja, perkembangan penduduk dan tenagakerja disajikan pada tabel 6. Tingkat partisipasi angkatan kerja dari tahun 2005 sampai dengan 2007 tercata yang paling tinggi adalah pada tahun 2007 sebesar 56,40 persen dan paling rendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 46,36 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 6,79 persen dan paling rendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 3,75 persen.
71
Tabel 6. Perkembangan Penduduk dan Tenagakerja di Kabupaten Natuna Tahun 2005-2007 Kegiatan Utama 1. Penduduk Usia Kerja 2. Angkatan Kerja a.Bekerja
2005 69.029
2006 62.801
2007 93.497
32.005
35.415
52.735
31.884
33.415
50.070
1.201
2.436
2.665
37.024
26.950
40.762
3,75
6,79
5,05
46,36
53,10
56,40
93,644
94.282
101.423
4,29
0,68
7,57
b.Mencari Kerja 3.Bukan Angkatan Kerja 4.Tingkat Pengangguran Terbuka 5.Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 6.Penduduk 7.Pertumbuhan Penduduk Sumber : Natuna Dalam Angka, 2008
Pada Tabel 7, menurut data tahun 2008 bahwa angkatan kerja di Kabupaten Natuna masih didominasi jenis kelamin laki-laki sebesar 67,16 persen dan perempuan sebesar 32,83 persen. Sedangkan penduduk usia kerja yang bukan angkatan kerja lebih besar berjenis kelamin perempuan sebesar 79,31 persen dan sisanya 20,68 persen laki-laki, hal ini disebabkan perempuan banyak mengurus rumah tangga sebesar 14.185 orang. Tabel 7. Banyaknya Penduduk 15 Tahun Ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Di Kabupaten Natuna Tahun 2008 No
URAIAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH (Orang)
I.
Angkatan Kerja
16.642
8.135
24.777
1.
Bekerja
15.710
7.769
23.479
2.
Mencari Kerja
932
366
1.298
II.
Bukan Angkatan Kerja
4.676
17.927
22.603
1.
Sekolah
2.056
1.630
3.686
2.
Mengurus Rumah Tangga
66
14.185
14.251
3.
Lainnya
2.554
2.112
4.666
21.318
26.062
47.380
Jumlah
Sumber: Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009
72
Perkembangan pendidikan yang ditamatkan pada penduduk usia kerja di Kabupaten Natuna masih didominasi pendidikan sekolah dasar dengan rata-rata sebesar 42,23 persen tiap tahunnya. Selanjutnya terbesar kedua diikuti pendidikan tidak tamat sekolah dasar dengan rata-rata sebesar 27,43 persen. Untuk pendidikan tertinggi universitas/ diploma IV hanya mencapai 1,63 persen dalam tiap tahun. Sedangkan untuk tamatan pendidikan akademi/ diploma III hanya sebesar 1,12 persen, lebih kecil dibandingkan tamatan universitas/ diploma IV.
Tabel 8. Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi di Kabupaten Natuna Tahun 2005 - 2007 Pendidikan Tertinggi Yang ditamatkan
2005
2006
2007
16.274 29.902
18.582 30.171
23.331 24.848
7.Universitas/ Diploma IV
12.006 6.609 353 366 829
11.209 5.335 1.041 388 776
10.260 5.776 807 661 806
KABUPATEN NATUNA
66.339
67.502
66.489
1.Tidak/Belum Tamat SD 2.Sekolah Dasar 3.SMP 4.SMTA/ SMK 5.Diploma I/II 6.Akademi/ Diploma III
Sumber: Natuna Dalam Angka, 2008 Menurut data tahun 2007, berdasarkan lapangan usaha sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor dengan ketersediaan lapangan usaha yang paling besar (39,72 persen), diikuti sektor jasa-jasa (24,47 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (16,56 persen). Lebih jelasnya mengenai perkembangan ketersediaan lapangan usaha di Kabupaten Natuna sejak tahun 2005 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini:
73
Tabel 9. Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2005 – 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
LAPANGAN USAHA Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas & Air Bersih Bangunan, Hotel & Restoran Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Lainnya KABUPATEN NATUNA
2005
2006
2007
16.416 344 1.839 99 3.016 2.832 454 56 4.294 43 29.393
19.621 1.029 1.189 99 2.342 3.882 1.006 106 4.240 43 33.008
20.731 1.473 1.948 95 2.795 3.638 949 96 5.821 426 38.008
Sumber: Natuna Dalam Angka, 2008
4.9
Strategi dan Kebijakan Ketenagakerjaan Kabupaten Natuna Untuk mencapai sasaran dan strategi kebijakan pengembangan investasi dan
peningkatan lapangan pekerjaan diperlukan beberapa program yang saling terintegrasi (RPJM Kabupaten Natuna 2006-2011): memiliki empat program pokok yakni: 1. Program Peningkatan Investasi daerah. 2. Program Peningkatan keterampilan dan kapasitas angkatan kerja. 3. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenagakerja 4. Program Peningkatan Kesempatan Kerja. Dalam melaksanakan program peningkatan kesempatan kerja, maka diperlukan beberapa kegiatan diantaranya, menyusun informasi bursa tenagakerja, penyebarluasan informasi bursa tenagakerja, kerjasama pendidikan dan pelatihan, penyiapan tenagakerja siap pakai, pengembangan kelembagaan produktivitas dan pelatihan kewirausahaan, pemberian fasilitas dan mendorong sistem pendanaan pelatihan berbasis masyarakat. Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinsosnaker Kabupaten Tahun 2006-2011, memaparkan program-program terkait bidang ketenagakerjaan, antara lain sebagai-berikut: 1. Program peningkatan kualitas dan Produktivitas Tenagakerja.
74
Program ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan keahlian dan kompetensi tenagakerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan diberbagai sektor, dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, mengisi lowongan pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Program Peningkatan Kesempatan Kerja. Program ini bertujuan meningkatkan kesempatan kerja bagi penganggur, setengah pengangguran, mendorong mobilitas tenagakerja pada industri padat karya serta menciptakan lapangan kerja produktif yang seluas-luasnya. Dengan sasaran program adalah terbukanya peluang kerja dan kesempatan berusaha bagi tenagakerja. 3. Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenagakerja. Program ini bertujuan menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis antara pelaku industri, melalui peningkatan pelaksanaan hubungan industrial yang merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan. Dengan sasaran program ini adalah terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara pekerja dan pengusaha serta lembaga dan perantara industrial yang sehat sebagai sarana hubungan industrial.
Dengan mempertimbangkan dan menganut nilai-nilai yang dipakai seluruh komponen di lingkungan Dinsosnaker Kabupaten Natuna
yang meliputi,
tanggungjawab, prestasi kerja, kepastian masa depan, kualitas dan keahlian, maka visi yang hendak diwujudkan sesuai dengan Visi dan Misi Kabupaten Natuna untuk periode lima tahun ke depan adalah menuju “Natuna Makmur Adil Sejahtera”, untuk mewujudkan Kabupaten Natuna yang makmur, adil, sejahtera diupayakan melalui mendorong
pemberdayaan ekonomi kerakyatan diperlukan untuk
dan mempercepat proses pertumbuhan ekonomi daerah sehingga
dapat menyediakan lapangan kerja dan peningkatan derajat kesejahteraan masyarakat setempat akan dapat diwujudkan. Visi dan misi Dinsosnaker Kabupaten Natuna adalah: “Terwujudnya ketahanan sosial dan tenagakerja yang mandiri, produktif, dan profesional melalui terciptanya pelayanan sosial dan perluasan kesempatan
75
kerja yang berkelanjutan dan berkesinambungan,” Dinas sosial dan tenagakerja menyadari bahwa keberadaannya dapat memberikan sumbangsih yang berharga bagi pemerintah Kabupaten Natuna untuk itu dinas sosial dan tenagakerja mempunyai cita-cita luhur dalam melaksanakan tugas pengabdian
di bidang
sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian. Cita-cita tersebut yaitu dengan memberikan
kontribusi
dalam
pelayanan
sosial
ketenagakerjaan
dan
ketransmigrasian sebagai bagian pelaksanaan otonomi daerah untuk tercapainya pemerintahan yang baik (good governance). Pernyataan misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan organisasi tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang sangat penting untuk mengarahkan kegiatan dinas sosial dan tenagakerja untuk lebih
eksis dan dapat melaksanakan otonomi daerah.
Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, maka Dinas Sosial dan Tenagakerja Kabupaten Natuna memiliki misi sebagai berikut : mengembangkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi angkatan kerja, mengembangkan dan meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) baik aparatur maupun non aparatur, meningkatkan pelayanan di bidang
kesejahteraan
sosial,
ketenagakerjaan,
dan
ketransmigrasian,
meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana pelatihan keterampilan tenagakerja pada Balai
Latihan Kerja (BLK), Memberdayakan masyarakat
transmigran menjadi warga mandiri, trampil, dan produktif Misi mengembangkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi angkatan kerja, maka pemerintah akan melaksanakan program dan kegiatan yang banyak memberdayakan masyarakat penganggur/ setengah penganggur melalui padat karya produktif. Misi peningkatan keterampilan
sumberdaya manusia
(SDM) baik apartur maupun non aparatur, misi dalam rangka mewujudkan kualitas dibidang pelayanan kesejahteraan sosial dan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pemerintah yang baik, maka ditingkatkanlah mutu ketenagakerjaan yang mengutamakan
pelayanan
pada kesejahteraan tenagakerja yang
mendukung kemajuan dunia usaha. Misi meningkatkan sarana dan prasarana khususnya di BLK untuk meningkatkan keterampilan tenagakerja melalui pelatihan-pelatihan.
76
Tujuan yang ingin dicapai dalam misi dan visi merupakan jangkauan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu dan merupakan jabaran atau implementasi misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, maka semua tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai dengan baik dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, visi dan misi serta faktor kunci keberhasilan yang telah ditetapkan, maka tujuan Dinsosnaker Kabupaten Natuna dirumuskan sebagai berikut: meningkatkan kesempatan kerja bagi penganggur dan setengah penganggur di perdesaan dan perkotaan, mendorong mobilitas tenagakerja
pada industri padat karya serta
menciptakan lapangan kerja produktif yang seluas-luasnya, meningkatkan keterampilan, keahlian dan kompetensi tenagakerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan diberbagai sektor, dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, mengisi lowongan pekerjaan baik di dalam maupun luar negeri, sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis antara pelaku industri, melalui peningkatan pelaksanaan hubungan industrial yang merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan. Adapun strategi yang ditempuh untuk mengatasi kondisi masa kini dan untuk
mewujudkan
kondisi
masa
depan
yang
diinginkan
berdasarkan
permasalahan/ tantangan yang dihadapi, dapat ditempuh dengan cara antara lain: 1. Tingkat pengangguran yang cukup tinggi. a. Strategi program penyediaan/ perluasan lapangan pekerjaan dengan berbasis sektor potensi daerah, sektor perikanan, pertanian dan perkebunan. b. Program pelatihan yang tepat sasaran, dengan tujuan membentuk tenagakerja yang trampil, produktif dan mandiri. c. Program pemberdayaan dan peningkatan berbasis ekonomi kerakyatan serta penarikan investor, investasi pada bidang-bidang kegiatan ekonomi, sejauh mungkin diarahkan pada pola padat karya. 2. Ketimpangan tingkat produktivitas antar ekonomi. a. Melakukan reinventarisasi terhadap permasalahan ketenagakerjaan pada tiap sektor/ sub sektor ekonomi.
77
b. Strategi pengkajian terhadap keterkaitan sektor primer dan industri turunannya serta rencana pengembangannya. Studi ini dilakukan baik terhadap penyerapan tenagakerja masing-masing sektor juga dari output yang dihasilkannya. 3. Rendahnya produktivitas pekerja. a. Modernisasi teknologi tepat guna dan tepat sasaran. b. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang dapat diterapkan dengan mudah (aplicable). c. Peningkatan produksi yang diarahkan pada intensifikasi. d. Program perluasan jaringan pasar baik dalam maupun luar negeri. 4. Rendahnya pendidikan pekerja dengan melaksanakan strategi peningkatan keterampilan segala bidang sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki. 5. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung bagi peningkatan kinerja diatasi dengan melaksanakan strategi peningkatan sarana dan prasarana pada Balai Latihan Kerja. Untuk melaksanakan rencana strategis lima tahun Dinsosnaker Kabupaten Natuna perlu diuraikan dalam program dan kegiatan spesifik yang terkait dengan ketenagakerjaan maka dapat dijelaskan sebagai-berikut: 1. Strategi peningkatan kualitas dan produktivitas tenagakerja. Program ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan keahlian dan kompetensi tenagakerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan diberbagai sektor, dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, mengisi lowongan pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasaran program adalah tersedianya tenagakerja yang berkualitas, produktivitas dan berdaya saing untuk mengisi kebutuhan pasar kerja. a. Penyempurnaan berbagai peraturan yang berkaitan dengan pelatihan kerja dan permagangan. b. Pengembangan standar kompetensi dan sistem sertifikasi tenagakerja. c. Peningkatan relevansi dan kualitas tenagakerja melalui penyelenggaraan oleh pelatihan kerja.
78
d. Pendidikan, pelatihan mesin bubut, las, mesin kapal dan jahit bordir. e. Peningkatan profesionalisme tenaga kepelatihan dan instruktur BLK. f. Pembangunan pagar keliling dan taman BLK Kabupaten Natuna. g. Pemeliharaan rutin/ berkala gedung BLK dan asrama BLK Kabupaten Natuna. 2. Strategi peningkatan kesempatan kerja. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi penganggur dan setengah pengangguran, mendorong mobilitas tenagakerja pada industri padat karya serta menciptakan lapangan kerja produktif yang seluas-luasnya. Dengan sasaran program adalah terbukanya peluang kerja dan kesempatan berusaha bagi tenagakerja. a.
Penyusunan peraturan dan penyempurnaan kebijakan perencanaan perencanaan tenagakerja daerah.
b.
Penyusunan informasi pasar kerja dan peningkatan pelayanan bursa kerja.
c.
Pembinaan dan pengembangan pola kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.
d.
Penyusunan mekanisme antar kerja dan pengembangan tenagakerja khusus.
e.
Penyebaran informasi lowongan kerja.
f.
Pendayagunaan tenagakerja dan pengembangan usaha mandiri.
g.
Kegiatan padat karya produktif.
3. Strategi perlindungan dan pengembangan lembaga tenagakerja. Program ini bertujuan menciptakan suasana hubungan kerja yang harmonis antara pelaku industri, melalui peningkatan pelaksanaan hubungan industrial yang merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja
dengan
kemampuan perusahaan. Sasaran program adalah terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara pekerja dan pengusaha serta lembaga dan perantara industrial yang sehat sebagai sarana hubungan industrial a. Penyempurnaan berbagai peraturan yang berkaitan dengan pengawasan dan perlindungan ketenagakerjaan. b. Melaksanakan survey KHL di setiap kecamatan dan penyusunan bahan untuk acuan dalam penetapan dan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
79
V. ANALISIS KETENAGAKERJAAN KABUPATEN NATUNA 5.1. Analisis Persediaan dan Kebutuhan Tenagakerja Daerah Jumlah Penduduk Usia Kerja Kabupaten Natuna masa mendatang diperkirakan akan terus meningkat sehubungan dengan pengaruh demografi dan perekonomian. Pada tahun 2012 jumlah diperkirakan mencapai
61.449 orang,
kemudian berturut bertambah pada tahun 2014 hingga 2015 menjadi 64.112 orang (lihat Tabel 10). Penduduk usia kerja Kabupaten Natuna di masa mendatang masih didominasi oleh usia 25-29 tahun, yakni proporsinya, mencapai lebih dari 25 persen. Mereka yang termasuk dalam golongan umur 25-29 tahun terbilang masih sangat produktif. Golongan umur 10-14 tahun juga diperkirakan akan terus mengalami kenaikan seiring meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Natuna. Tabel 10. Proyeksi Penduduk Usia Kerja Menurut Golongan Umur di Kabupaten Natuna Tahun 2012-2015 Golongan Umur 2012 2013 10 – 14 13.136 13.743 15 – 19 2.091 1.091 20 – 24 5.393 4.959 25 – 29 13.545 14.270 30 – 34 11.620 12.288 35 – 39 11.456 12.090 40 – 44 1.581 836 45 – 49 4.796 4.832 50 – 54 4.290 4.352 55 – 59 1.557 1.427 60 + 5.120 5.172 Kabupaten Natuna 61.449 61.317 Sumber: Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009. Diolah
2014 14.351 902 4.526 14.995 12.956 12.725 145 4.867 4.413 1.304 5.225 61.248
2015 14.958 907 4092 15.720 13.624 13.359 575 4.902 4.475 1.180 5.278 64.112
Proporsi penduduk usia kerja yang berpendidikan rendah diharapkan terus menurun dimasa yang akan datang, namun menurut data proyeksi penduduk Kabupaten Natuna penduduk usia kerja yang berpendidikan rendah justeru meningkat dengan proporsi yang paling tinggi sebesar 30 persen pada tahun 2015 sebesar 26.715 orang. Peningkatan proporsi PUK berpendidikan SD ke bawah dan SLTP diperkirakan diikuti dengan peningkatan proporsi PUK pada tingkat pendidikan diatasnya. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun (sampai tamat
80
SMTP) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Natuna masih perlu dipertanyakan keberhasilannya. Sedangkan yang menarik dari data proyeksi PUK bahwa yang berpendidikan SMTA menjadi menurun pada tahun 2012 sebesar 3.408 orang dan mengalami penurunan hingga mencapai 2.158 orang pada tahun 2015. Dan pendidikan Diploma baik I, II dan III, merupakan pendidikan yang berada diatas SMU mengalami peningkatan. Hal tersebut mengindikasikan penduduk sudah melirik pendidikan tinggi diploma baik di Kabupaten Natuna sendiri seperti dengan berdirinya Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) di Kabupaten Natuna, maupun di luar daerah. Pengaruh lain adalah semakin lancarnya akses transportasi ke dan dalam wilayah Kabupaten Natuna. Tabel 11. Proyeksi Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Natuna Tahun 2012-2015 Tingkat Pendidikan Maksimum SD
2012
2013
2014
2015
53.711
54.712
55.714
56.716
SLTP
5.920
5.047
4.174
3.301
SMTA
3.408
2.991
2.575
2.158
Diploma
3.452
3.826
4.201
4.575
735
723
712
700
67.226
67.299
67.376
67.450
Universitas Jumlah
Sumber: Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009. Diolah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Natuna di masa yang akan datang diperkirakan masih cukup tinggi. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang semakin tinggi sangat berpengaruh terhadap Tingkat Partisipasi Angkatan kerja. Secara total TPAK Kabupaten Natuna di masa akan datang mengalami peningkatan dari 82,1 pada tahun 2012 dan meningkat pada tahun 2013 dan 2014 dan sebesar 97,1 pada tahun 2015, sebagaimana tersaji Tabel 12. Ini berarti tingkat kesempatan kerja penduduk di Kabupaten Natuna pada masamasa yang akan mengalami peningkatan serta semakin berpeluang besar.
81
Tabel 12. Proyeksi Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Angkatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2012-2015 Tahun
TPAK
2012 82,1 2013 87,1 2014 92,1 2015 97,1 Sumber : Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009. Diolah
Angkatan Kerja 102.242 112.607 112.972 133.337
Perkembangan sosial ekonomi maka kondisi angkatan kerja juga akan berkembang dengan berbagai variasinya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi TPAK. Secara teoritis, semakin tinggi golongan umur (dalam rentang usia produktif), maka tingkat partisipasi angkatan kerja akan semakin meningkat pula sejalan dengan bertambahnya tuntutan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kinerja perekonomian Kabupaten Natuna dimasa mendatang diperkirakan akan terus membaik. Gambaran kinerja perekonomian Kabupaten Natuna dimaksud dapat dilihat melalui perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Natuna tahun 2013-2015 sebagaimana disajikan dalam Tabel 13. PDRB Kabupaten Natuna pada tahun 2013-2015 diperkirakan akan selalu mengalami pertumbuhan positif. Proyeksi kinerja
perekonomian yang
mampu menghasilkan laju pertumbuhan positif ini menunjukkan bahwa perekonomian di Kabupaten Natuna dalam era otonomi ini dari tahun ke tahun semakin membaik, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan akses terhadap barang dan jasa, serta mendorong terciptanya kesempatan kerja. Tabel 13, menunjukkan bahwa semua lapangan usaha diperkirakan akan mengalami pertumbuhan selama tahun 2013-2015,
pada tahun 2013,
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Natuna diperkirakan sebesar 4,04 persen dan mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2015 dengan pertumbuhan sebesar 3,92 persen. Selama tahun 2013-2015 tersebut, lapangan usaha yang diperkirakan menjadi penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Natuna adalah sektor pertanian dengan rata-rata kontribusi pertahun 67,2 persen, kemudian diikuti sektor perdagangan
dengan rata-rata kontribusi pertahun
82
sebesar 14,4 persen. Penyumbang terbesar ketiga dan keempat dalam pembentukan PDRB Kabupaten Natuna selama 2013-2015 adalah sektor jasa-jasa dan bangunan masing-masing, 6,1 persen dan 3,2 persen. Tabel 13. Proyeksi PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2013-2015 (Milyar) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan dan Persewaan Jasa-jasa Jumlah
2013 573,265 3,331 23,298 0,628 26,390 122,979 26,390 24,231 51,538 852,050
Tahun 2014 595,815 3,488 24,104 0,643 27,992 127,739 27,992 25,104 53,657 886,534
2015 618,364 3,646 24,909 0,658 29,593 132,500 29,593 25,977 56,075 921,315
Sumber : BPS Natuna, 2011. Diolah Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Natuna sudah pada jalur yang benar (on-the-right track), karena landasan perekonomiannya dibangun berbasiskan sektor tradisional (pertanian) dan sektor modern (perdagangan dan jasa-jasa). Sektor pertanian masih merupakan basis utama perekonomian Kabupaten Natuna karena secara turun-menurun menjadi mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Natuna, selain karakteristik alam atau potensi wilayah yang memang mendukung. Sedangkan sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa tidak boleh dikesampingkan. Karena ketiganya merupakan tuntutan perekonomian modern sekarang ini. Sektor pertanian diperkirakan masih akan mendominasi penciptaan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna di masa-masa yang akan datang. Hal ini selaras dengan karakteristik dan potensi daerah Kabupaten Natuna yang berbasis pertanian sub sektor perikanan. Selain mendominasi, penciptaan kesempatan kerja di sektor pertanian juga akan terus meningkat baik secara absolut maupun secara proporsi, yakni pada tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 34.025 orang atau
83
52,18 persen meningkat menjadi 36.183 orang atau 54,94 persen pada tahun 2014 dan tahun 2015 menjadi 38.340 orang atau 51,95 persen. Sektor Jasa-jasa adalah sektor yang juga mengalami pertumbuhan kesempatan kerja yang cukup baik, yakni nomor dua setelah pertanian. Sektor jasa yang pertumbuhan PDRB-nya merupakan nomor tiga setelah pertanian dan perdagangan, namun dalam hal penciptaan kerja justeru lebih produktif dibanding sektor perdagangan. Bahkan selisihnya cukup signifikan. Pada tahun 2013 sektor jasa-jasa diperkirakan mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak 13.173 orang atau sebesar 20,20 persen, kemudian meningkat menjadi 14.128 orang atau sebesar 20,33 persen, dan mencapai 15.083 orang pada tahun 2015 atau sebesar 20,43 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB berdampak positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, yakni berupa tumbuhnya kesempatan kerja yang banyak di sektor tersebut. Tabel 14. Proyeksi Struktur Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Natuna Tahun 2013 – 2015 No
Lapangan Usaha
2013 Pertanian 34.025 Pertambangan dan Penggalian 4.900 Industri Pengolahan 2.040 Listrik, Gas dan Air Bersih 84 Bangunan 1.944 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6.272 Pengangkutan dan komunikasi 2.536 Perusahaan dan persewaan 226 Jasa-jasa 13.173 Kabupaten Natuna 65.200 Sumber : Profil Ketenagakerjaan Natuna, 2009. Diolah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahun 2014 36.183 5.465 2.095 82 1.834 6.675 2.783 246 14.128 69.491
2015 38.340 6.029 2.149 95 1.723 7.078 3.031 266 15.083 73.794
Berbeda dengan sektor jasa-jasa, sektor perdagangan juga mengalami peningkatkan dari tahun ke tahun proyeksi, namun tidak signifikan. Pada tahun 2013 diperkirakan kesempatan kerja sebesar 6.272 orang dan meningkat terus mencapai 6.675 orang pada tahun 2014 dan 7.078 orang atau 9,59 persen.
84
5.2
Kesempatan Kerja Pendekatan Ekonomi Lokal Daya saing dapat diukur dengan beberapa kategori indikator. Tiap ukuran
mencerminkan insentif penting berinvestasi di daerah tersebut. Setidaknya ada empat kategori penilaian yang digunakan untuk mengukur daya saing: 1. Struktur ekonomi: komposisi ekonomi, produktivitas, output, nilai tambah, serta tingkat investasi asing dan domestic. Beberapa teknik analisis yang biasa digunakan perencana, termasuk: Location quotient (LQ), Shift Share analysis, economic base analysis, regional income indikators. 2. Potensi wilayah: yang non-tradeable seperti lokasi, prasarana, sumberdaya alam, amenity, biaya hidup dan bisnis, citra daerah. 3. Sumberdaya manusia: kualitas SDM yang mendukung kegiatan ekonomi. 4. Kelembagaan: konsistensi kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat yang pro Pembangunan Ekonomi Lokal, serta budaya yang mendukung produktivitas.
Penilaian struktur ekonomi di Kabupaten Natuna melalui kesempatan kerja selama periode 2002-2009, sebagaimana tersaji pada Tabel 15, menunjukkan peningkatan sebesar 50 persen dan peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan kesempatan kerja yang terjadi di Provinsi Riau sebesar 33 persen. Semua sektor mengalami peningkatan perubahan yang positif bahkan melebihi 100 persen diantara sektor industri, pengangkutan, jasa-jasa dan pertambangan digabungkan dengan listrik gas dan air bersih. Secara absolut peningkatan kesempatan kerja tertinggi pada sektor jasa-jasa sebesar 4.849 orang dan diikuti pertanian sebesar 3.809 orang sedangkan yang paling kecil memberikan kesempatan kerja adalah sektor keuangan adalah 35 orang. Secara umum perkembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna dan Provinsi Riau dan Kepri memiliki arah yang sama, kecuali pada sektor keuangan Provinsi mengalami pengurangan kesempatan kerja secara absolut.
85
Tabel 15. Perubahan Kesempatan Kerja per Sektor di Kabupaten Natuna, Provinsi Riau dan Kepri Tahun 2002 – 2009 Lapangan Usaha Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa Pertambangan & Listrik,Gas Total
Kabupaten Natuna 2002 2009 (Eij) (E*ij)
Perubahan Absolut (orang)
Persen (rij)
Wilayah Provinsi Riau dan Kepri 2002 2009 (Ein) (E*in)
Perubahan Absolut (orang)
Persen (rin)
17.644 622 2.308 2.731 584 67 2.461 514
21.453 2.198 2.931 3.485 1.205 102 7.310 1.714
3.809 1.576 623 754 621 35 4.849 1.200
22 1.081.753 1.083.206 253 161.566 276.502 27 95.432 138.230 28 340.140 515.191 106 97.373 161.738 52 55.367 46.609 197 194.572 405.035 233 5.884 67.305
1.453 114.936 42.798 175.051 64.365 ‐8.758 210.463 61.421
0,13 71 45 51 66 ‐16 108 1044
26.931
40.398
13.467
50 2.032.087 2.693.813
661.726
33
Sumber : BPS Natuna, 2010 dan BPS RI, 2010. Diolah Melalui analisis shift share yang disajikan Tabel 16, kesempatan kerja nyata yang terjadi di Kabupaten Natuna dapat dilihat berdasarkan komponenkomponen yang mempengaruhinya seperti komponen pertumbuhan kesempatan kerja Provinsi Riau dan Kepri, komponen bauran industri, dan komponen keunggulan kompetitif. Laju pertumbuhan kesempatan kerja wilayah Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sebesar 33 persen telah menciptakan kesempatan kerja 8.887 orang. Sektor yang paling besar menciptakan kesempatan kerja sebagai pengaruh dari pertumbuhan kesempatan kerja provinsi adalah sektor pertanian sebesar 5.823 orang dan yang terendah adalah sektor keuangan sebesar 22 orang. Pengaruh bauran industri merupakan komponen pertumbuhan sektoral yang timbul karena permintaan tenagakerja, ketersediaan bahan baku dan, kebijakan sektoral, serta pelaku dan kinerja struktur pasar setiap sektor wilayah. Pengaruh bauran industri Provinsi Riau telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 2.421 orang. Kesempatan kerja terbesar diberikan pada sektor gabungan yakni, sektor pertambangan dan listrik, gas dan air bersih sebesar 5.196 orang.
Pengaruh
bauran industri di daerah Riau menyebabkan penurunan kesempatan kerja pada sektor pertanian sebesar 5.799 orang selama kurun waktu tujuh tahun.
86
Tabel 16. Analisis Shift Share Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009
Lapangan Usaha
Pertanian Industri Bangunan Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa Pertambangan & Listrik,Gas Total
Komponen Pertumbuhan Provinsi Riau dan Kepri (Nij)
Komponen Bauran Industri
Komponen Keunggulan Kompetitif
Kesempatan Kerja Nyata
(Mij)
(Cij)
(Dij)
5.823 205 762 901 193 22 812
(5.800) 236 277 492 193 (33) 1.846
3.786 1.134 (416) (639) 236 46 2.191
3.810 1.579 628 760 628 43 4.858
170 8.887
5.197 2.407
(4.166) 2.172
1.200 13.467
Sumber: Tabel 15 diolah Selain karena pengaruh pertumbuhan di tingkat provinsi dan bauran industri, perubahan kesempatan nyata di Kabupaten Natuna juga dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif yang dimiliki. Menurut Syafrizal (2008) bahwa keunggulan kompetitif muncul dari dua sisi, yang pertama, sektor-sektor mampu berproduksi dengan biaya per unit yang lebih murah dibandingkan dengan produk yang sama pada daerah lain. Kedua, sektor-sektor yang mampu memproduksi barang dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Dampak dari keunggulan kompetitif yang dimiliki, Kabupaten Natuna
mampu
menciptakan kesempatan kerja baru sebesar 2.172 orang. Sektor terbesar yang menciptakan kesempatan kerja adalah sektor pertanian sebesar 3.786 orang. Sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif adalah sektor bangunan, perdagangan dan (gabungan sektor pertambangan dan listrik, gas dan air bersih). Secara umum, kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna yang tercipta selama kurun waktu tujuh tahun dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 sebanyak 13.466 orang.
87
Tabel 17. Koofisien Location Quotient (LQ) Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009 Location Quotient
Lapangan Usaha
2002
Pertanian Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pertambangan dan Penggalian & Listrik,Gas, dan Air Total
2009
1,23 0,29 1,82 0,61 0,45 0,09 0,95 6,59
1,32 0,53 1,41 0,45 0,50 0,15 1,20 1,70
1,00
1,00
Sumber : Tabel 15 diolah Berdasarkan analisis LQ
pada tabel 17, diketahui sektor-sektor yang
merupakan sektor basis dan sektor non basis di Kabupaten Natuna. Sektor-sektor yang merupakan basis apabila nilai koofisien LQ >1. Pada tahun 2002 sektor basis terdapat tiga sektor, yakni masing-masing sektor pertanian LQ = 1,23 sektor bangunan LQ = 1,82 dan gabungan sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih LQ = 6,59. Ketiga sektor tersebut adalah sektor yang mampu menyerap tenagakerja lebih dari cukup sehingga dapat menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan lokal (Kabupaten Natuna) dan juga dapat dijual ke daerah lain. Karena hanya ada tiga sektor yang merupakan sektor basis maka sisanya merupakan sektor non basis karena nilai kooefisien LQ < 1. Sektor tersebut diantaranya: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Pada tahun 2009 sektor pertanian, sektor bangunan dan sektor gabungan sektor pertambangan, penggalian dan listrik, gas dan air bersih masih menjadi sektor basis dengan tambahan satu sektor basis yakni sektor jasa-jasa. Perubahan sektor jasa-jasa dari sektor non basis
menjadi basis. Hal ini diakibatkan
meningkatnya penduduk yang berdomisili di Ranai sebagai ibukota Kabupaten Natuna. Meningkatnya jumlah penduduk yang berdomisili di wilayah Kecamatan
88
Bunguran Timur mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan berbagai jasajasa, tentunya sektor akan banyak menyerap tenagakerja yang relatif besar. Tabel 18. Angka Pengganda Basis Lapangan Kerja di Kabupaten Natuna Tahun 2002-2009 No
Komponen Perhitungan
(1)
Kesempatan Kerja Basis
(2)
Kesempatan Kerja Non Basis
(3)
Total Kesempatan Kerja (1) + (2)
(4) (5)
2002
2009
20.466
33.408
6.465
6.990
26.931
40.398
Pengganda Basis Kesempatan Kerja (3) : (1)
1,32
1,21
Rasio Basis (2) : (1)
0,32
0,21
Sumber : Tabel 15 diolah Nilai pengganda basis kesempatan kerja pada Tabel 18 menunjukkan besarnya total kesempatan kerja yang terjadi jika adanya perubahan pada sektor basis. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besarnya angka pengganda kesempatan kerja basis pada tahun 2002 sebesar 1,32 dan pada tahun 2009 justeru menurun menjadi 1,21. Angka 1,32 diintrepretasikan bahwa bila kesempatan kerja di sektor basis meningkat 100 persen, akan berdampak terhadap pertambahan kesempatan kerja total sebesar 132 persen yaitu 100 persen disektor basis dan 32 persen di sektor non basis. Nilai pengganda basis kesempatan kerja di Kabupaten Natuna tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 1,21. Ini berarti peningkatan kesempatan kerja sektor basis sebesar 100 persen akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 121 persen, yaitu 100 persen di sektor basis dan 21 persen di sektor non basis. Penurunan ini mengindikasikan bahwa kemampuan sektor basis dalam menciptakan lapangan kerja baru semakin menurun. Oleh karena itu sektor-sektor basis
yang merupakan sektor penyerap tenagakerja yang tinggi harus ditata
kembali agar kemampuannya meningkat dan tetap bisa bersaing dengan daerah lain. Sejalan dengan perkembangan permasalahan dan beberapa isu kebijakan pembangunan ekonomi lokal, menurut World Bank menyebutkan bahwa fokus
89
dari pembangunan ekonomi lokal juga telah mengalami pergeseran dari tiga dekade belakangan ini, sebagaimana Tabel 19. Fokus pendekatan dan tools yang digunakan mengarah pada pendekatan yang holistik guna membangun lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi, mengutamakan networking kemitraan antar pelaku bisnis dan stakeholders pembangunan, pengembangan business clusters guna membentuk daya saing kegiatan ekonomi, serta pengembangan sumberdaya manusia. Tabel 19. Fokus dan pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal Fokus Tools Akhir 1990an – Seterusnya (public sector led) - Membuat keseluruhan lingkungan - Strategi holistik untuk bisnis kondusif. menyediakan lingkungan bisnis - Investasi non-fisik (pengembangan yang kompetitif & rangsangan bagi SDM, rasionalisasi peraturan) pertumbuhan bisnis setempat. - Kemitraan pemerintah- swasta. - Networking dan kerjasama antar - Target tinggi untuk menarik komunitas. investasi, membangun daya saing - Memfasilitasi business clusters lokasi. (kumpulan bisnis yang saling berkaitan). - Pengembangan angkatan kerja. - Menunjang peningkatan kualitas hidup. Sumber : World Bank, 2001 Menurut World Bank (2001) bahwa model pengembangan ekonomi lokal yang pada intinya berfokus pada lima kata kunci: (1). Ekspor (ke luar daerah). Dalam pendekatan ini diprioritaskan untuk mengembangkan kegiatan yang beorientasi ekspor ke luar daerah karena kegiatan ini memberikan. 1). Permintaan lebih besar, pasar lebih luas bagi produksi daerah. 2). Tambahan pendapatan bagi daerah. 3). Dampak postitif bagi peningkatan belanja rumah tangga lokal. (2). Pemasaran. Dalam pemasaran terdapat beberapa kendala, antara lain: 1). UKM umumnya terlalu kecil untuk bersaing di pasar luar daerah, 2). Sementara usaha menengah - besar mengeluh karena permintaan besar, 3). Tapi mereka kesulitan untuk menyediakan pasokan produk yang memadai dan
berkualitas
baik.
Solusi
yang
dapat
dilakukan
antara
lain:
90
a). Hubungkan produsen skala kecil dengan lebih besar, b). Jual produk melalui perantara seperti perusahaan besar (eksportir) atau trading house, c). Pada sisi produk: tingkatkan kualitas melalui pelatihan dan bantuan teknis d). Promosikan merek dagang bagi produsen daerah e). Sertifikasi pemasok berdasarkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas. (3). Pendekatan Pengembangan kluster. Kriteria dalam menyeleksi kegiatan ekonomi untuk diprioritaskan pengembangan clusternya antara lain: 1). Potensinya (kapasitas, kualitas) untuk diekspor ke luar daerah, 2). Luas efek ganda (multifliers) dan nilai tambah dari kegiatan ekonomi tersebut, 3). Jumlah pelaku (UKM) yang dapat dilibatkan dalam kluster, 4). Daya saing daerah terhadap daerah lain. Untuk kegiatan ekonomi tersebut, 5). Sektor tersebut relatif telah terorganisasi. (4). Kemitraan stakeholder. Forum kemitraan dibentuk stakeholder Potensial yang terkait dengan kluster yang dipilih, dengan keanggotaan yang diambil dari, antara lain: 1). Produsen primer (petani, nelayan, UKM), 2). Pengolah sekunder (sortir, pengepakan, pengolahan) 3). Pedagang, pengumpul dan grosir, 4). Dinas teknis dan lembaga lain yang terkait dengan kluster di pemda (pertanian, industri dan perdagangan, koperasi, dst). 5). BUMD (kalau ada), 6). Lembaga keuangan (bank atau non-bank yang ada), 7). Pusat pelatihan dan penelitian, 8). KADIN, LSM, 9). Pembeli besar dari luar daerah. (5). Pemberdayaan Forum. Dalam pemberdayan forum kemitraan, diarahkan agar: 1). Kelompok yang relatif kecil, lebih fokus kepada berbagi kepentingan bersama, 2). Memberdayakan forum kemitraan untuk saling berbagi (sharing) dalam merumuskan masalah, solusi, rencana tindakan. 3). Delegasikan kewenangan kepada mereka untuk mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan usaha dan kerjasama dengan pihak terkait, 4). Pertimbangkan dalam mengalokasikan dana agar fokus pada tujuan (spesifik), langsung kepada kelompok sasaran. Mengembangkan
ekonomi
lokal
berarti
bekerja
secara
langsung
membangun economic competitiveness (daya saing ekonomi) suatu daerah untuk
91
meningkatkan ekonominya. Prioritas ekonomi lokal pada peningkatan daya saing ini adalah krusial, mengingat keberhasilan (kelangsungan hidup) komunitas ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar. Setiap komunitas mempunyai potensi lokal yang unik yang dapat membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih tumbuhnya strategi pembangunan ekonomi lokal memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap komunitas perlu memahami dan bertindak atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman untuk membuat lokasi/ kota nya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang. Pengembangan business cluster merupakan mesin dari ekonomi lokal. Suatu kluster mempunyai tiga dimensi yang menyangkut: produsen pengekspor, pemasok dan perantara, dan institusi dasar yang memberikan input, seperti ide, inovasi, modal dan prasarana. Kluster industri dimaksudkan sebagai lokomotif untuk mendorong perkembangan sistem industri di daerahnya melalui fokus pada dukungan terhadap jenis-jenis industri setempat yang potensial sebagai basis ekspor ke luar daerah. Hubungan keterkaitan antar industri, dan meningkatnya pendapatan daerah, dapat merangsang kebutuhan atau permintaan akan jasa dan produk lokal yang lebih luas lagi (multiflier effects). Pengembangan kluster berfokus pada fasilitas atau penguatan keterkaitan dan saling ketergantungan antar unit usaha (hubungan pemasok dan pembeli) dalam suatu network produksi dan penjualan produk dan jasa. Dengan mendorong industri yang prospek pasarnya tinggi, mampu berkompetisi diharapkan akan meningkatkan perolehan devisa (surplus) dan menciptakan kebutuhan akan produk industri setempat atau sekitarnya. Demikian pula peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan permintaan akan produk dan jasa dari kegiatan ekonomi setempat pula (domestic demand). Rantai ini jika berhasil diperluas akan mengembangkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat. 5.3
Pemberdayaan Penganggur Terbuka guna Mengantisipasi Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha di Kabupaten Natuna. Pada tahun 2009 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna
sebesar 3.632 orang. Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut golongan
92
umur dan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 20. Penduduk Natuna penganggur terbuka terbanyak mengikuti pendidikan dasar (≤ SD dan SMTP), yaitu mencapai 1.985 orang. Sedangkan penganggur terbuka hingga berpendidikan
yang paling sedikit bersekolah
tinggi (Diploma dan Universitas), yaitu sebanyak 272
orang. Penganggur terbuka terbanyak berada pada golongan 15-24 tahun (1.600 orang; 44,05 persen), jumlah terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas (28 orang; 0,77 persen). Tabulasi menunjukkan pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna terbanyak adalah penduduk berpendidikan
menengah pada golongan
umur 15-24 tahun. Penduduk pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna pada tahun 2009 sebanyak 3.632 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penduduk penganggur terbuka adalah perempuan sebanyak 1.986. Sedangkan sisanya sebanyak 1.646 adalah laki-laki. Pada pengangguran terbuka berjenis kelamin perempuan menunjukkan bahwa golongan umur yang terbanyak pada golongan 25-34 tahun, sedangkan yang terkecil bahkan 0 pada golongan umur 50 tahun keatas. Pengangguran terbuka berjenis laki-laki, terbanyak pengangguran pada golongan umur 15-24 tahun (882 orang) dan terkecil pada golongan umur 50 tahun keatas. Tabel 20. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Pendidikan di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 Pendidikan Golongan Umur Dasar Menengah 15-24 555 1.045 25-34 738 330 35-44 332 0 45-54 332 0 55+ 28 0 Total 1.985 1.375 Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011
Tinggi 0 272 0 0 0 272
Jumlah 1.600 1.340 332 332 28 3.632
Persentase 44,05 36,89 9,14 9,14 0,77
Banyaknya penduduk penganggur terbuka menurut kategori dan jenis kelamin dapat dilihat melalui Tabel 21. Terlihat bahwa penduduk menganggur terbuka terbesar termasuk dalam kategori mencari pekerjaan yaitu sebanyak 2.705 orang (74,47 persen) dan terkecil adalah kategori sedang mempersiapkan usaha/ pekerjaan yaitu sebanyak 23 orang (0,63 persen). Penganggur terbuka kategori mencari pekerjaan berjenis kelamin perempuan lebih besar dibanding laki-laki.
93
Sedangkan kategori merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan berjenis kelamin laki-laki (448 orang) lebih besar dibanding perempuan yang hanya (236 orang). Tabel 21. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 15-24 822 778 25-34 364 976 35-44 154 178 45-54 278 54 55+ 28 0 Total 1.646 1.986 Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011 Golongan Umur
Jumlah 1.600 1.340 332 332 28 3.632
Persentase 44,05 36,89 9,14 9,14 0,77
Penganggur terbuka lebih dominan berdomisili di perdesaan sebanyak 1.986 orang bila dibanding dengan perkotaan yang hanya sebesar 1.646 orang. Penganggur terbuka terbesar adalah golongan umur 15-24 tahun (1.600 orang; 44,05 persen). Pengangguran terbuka terkecil adalah golongan umur 50 tahun ke atas (28 orang; 0,77 persen). Berdasarkan Tabel 21 bahwa penganggur terbuka terbanyak terdapat pada golongan umur 15-24 tahun daerah perdesaan (840 orang). Penganggur terbuka terkecil pada golongan umur 55 tahun ke atas daerah perkotaan (0 orang). Berdasarkan data dari Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Depnakertrans RI, Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan terbanyak adalah tidak mengikuti kursus (3.506 orang; 96,53 persen) dan terbanyak kedua adalah aneka kejuruan (126 orang; 3,46 persen).
Pengangguran terbuka
keterampilan tidak mengikuti kursus berjenis kelamin laki-laki (1.520 orang) dan berjenis kelamin perempuan (1.986 orang). Pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna menurut keterampilan dan golongan umur terbanyak adalah tidak mengikuti kursus golongan umur 15-24 tahun sebesar 1.559 orang. Penganggur terbuka menurut keterampilan dan golongan umur terkecil adalah aneka kejuruan golongan umur 45-54 tahun. Pengangguran terbuka menurut keterampilan otomotif, listrik/ elektro, bangunan, teknik mekanik, tata niaga, pariwisata, dan pertanian golongan semua umur di Kabupaten Natuna adalah nihil.
94
Blok D-Alpha Natuna adalah blok gas dengan kandungan gas terbesar di dunia, selain diperkirakan menyimpan sekitar 500 juta barel minyak, blok D-Alpha adalah blok gas dengan cadangan terbesar di dunia saat ini. Total potensi gas diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf). Potensi gas yang recoverable sebesar 46 tcf (46,000 bcf) atau setara dengan 8,383 miliar barel minyak (1 boe, barel oil equivalent = 5.487 cf ). Dengan potensi sebesar itu, dan asumsi harga rata-rata minyak US$ 75/barel selama periode eksploitasi, nilai potensi ekonomi gas Natuna adalah US$ 628,725 miliar atau sekitar Rp 6.287,25 triliun (kurs US$/Rp = Rp 10.000). Hingga kini belum diperoleh informasi akurat tentang total biaya untuk pengembangan Blok Natuna. Berdasarkan data Exxon Mobil, total biaya yang dibutuhkan sekitar US$ 40 miliar. Salah satu penyebab besarnya investasi karena gas Natuna mengandung banyak CO2 yang memerlukan teknologi untuk memisahkannya. Tabel 22. Penganggur Terbuka Menurut Kategori dan Jenis Kelamin di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 Kategori*)
Jenis Kelamin Laki-laki
Mencari pekerjaan 1.094 Mempersiapkan usaha/ 23 pekerjaan Merasa tdk mungkin 448 mendapatkan pekerjaan Sudah punya pekerjaan, tapi 81 belum bekerja Total 1.646 Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011
Perempuan 1.611
0 236 139 1.986
Jumlah
Persentase
2.705
74,47
23
0,63
684
18,83
220
6,05
3.632
Base camp merupakan instalasi penting dalam pengelolaan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas bumi. Instalasi ini dilengkapi dengan pelabuhan, pergudangan, landasan terbang dan sarana penginapan. Base camp ini berfungsi sebagai penunjang logistik bagi kegiatan-kegiatan anjungan produksi ataupun pengeboran lepas pantai. Base camp di bawah pengelolaan Dirjen Migas Departemen Energi Sumber Daya Mineral. Dampak pembangunan base camp ini adalah merupakan peluang bagi daerah Kabupaten Natuna. Rencana ekplorasi gas
95
dengan membangun Base Camp Blok D-Alpha Natuna di Kabupaten Natuna tepatnya di Pulau Bunguran akan menguntungkan bagi daerah. Dampak pembangunan base camp ini akan menciptakan trikle down effect pada perekonomian daerah, terutama pada penyerapan tenagakerja yang menganggur khususnya di Kabupaten Natuna, umumnya secara nasional. Penganggur terbuka di Kabupaten Natuna secara dominan tidak memiliki keterampilan dan kursus yang memadai dan berpendidikan rendah. Untuk itu diperlukan penyiapan tenagakerja yang terampil dengan mengadakan kursus dan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan yang mengelola Blok D-Alpha Natuna. Pemerintah daerah perlu proaktif dengan mengajukan kerjasama kepada perusahaan Pertamina dan Exxon Mobil untuk menyiapkan sarana dan prasarana balai latihan kerja khusus eksplorasi dan ekspoitasi gas. Peningkatan kualitas tenagakerja masyarakat lokal agar mampu bekerja di perusahaan gas terbesar di dunia ini. Tabel 23. Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur dan Daerah di Kabupaten Natuna Bulan Agustus Tahun 2009 Daerah Perkotaan Perdesaan 15-24 760 840 25-34 574 766 35-44 160 172 45-54 255 77 55+ 0 28 Total 1.646 1.986 Sumber: Pusdatin Depnakertrans RI, 2011 Golongan Umur
Jumlah 1.600 1.340 332 332 28 3.632
Persentase 44,05 36,89 9,14 9,14 0,77
Selain menyiapkan tenagakerja yang akan bekerja pada perusahaan. Peluang ekonomi lain yang perlu dipikirkan adalah bagaimana daerah mampu menyediakan keperluan logistik pada base camp. Logistik merupakan seni dan ilmu mengatur dan mengontrol arus barang, energi, informasi, dan sumberdaya lainnya, seperti produk, jasa, manusia, dari sumber produksi ke pasar. Manufaktur dan marketing akan sulit dilakukan tanpa dukungan logistik. Logistik juga mencakup integrasi, informasi, transportasi, inventory, pergudangan dan pemaketan. Memperhatikan hal tersebut maka perlu pembangunan agroindustri yang berkelanjutan
dapat ditetapkan sebagai agroindustri yang tumbuh dan
96
berkembang secara berkelanjutan, mampu berkompetisi, mampu merespons dinamika perubahan pasar dan pesaing, baik dipasar domestik maupun di pasar internasional serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan agroindustri yang tepat di Kabupaten Natuna adalah industrialisasi pada sektor pertanian sub sektor perikanan guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian akan menjadi penilaian yang strategis untuk menanggulangi masalah pengangguran dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan Kabupaten Natuna. Hal ini karena agroindustri merupakan sub sektor yang mampu menjamin perluasan lapangan kerja mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Selain itu karena industri kecil yang berbasis pertanian telah mengakar pada masyarakat tingkat menengah ke bawah, merupakan sektor yang paling sesuai untuk menampung banyak tenagakerja serta dapat menjamin perluasan berusaha sehingga akan sangat efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat di perdesaan. Masyarakat Natuna adalah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya di sepanjang hari dengan kehidupan yang dihasilkan oleh laut. Laut adalah tempat dimana mereka mengelola kehidupannya, mengembangkan kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi kelautan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari mereka, berperan serta baik dalam konservasi, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan secara optimal terhadap potensi kelautan, tidak berarti melupakan faktor yang sangat penting bagi nilai pengembangan kawasan wisata bahari yang berkelanjutan, yaitu berupaya perbaikan terhadap kawasan yang rusak dan keanekaragaman potensinya telah berkurang. Pengembangan kawasan wisata bahari adalah salah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata yang berupaya untuk memberikan manfaat terutama bagi perlindungan dan pelestarian serta pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan sumberdaya kelautan. Masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara langsung pada usaha pariwisata melalui terbukanya kesempatan kerja dan usaha yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir Kabupaten Natuna. Dalam model Kusumastanto (2007) bahwa pengembangan ekonomi daerah berbasis kepulauan menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk pariwisata bahari pulau-pulau kecil didekati dengan menggunakan analisis keterkaitan lima
97
domain yaitu domain ekonomi, turis dan jumlah kamar, populasi, pemerintah dan lingkungan. Domain ekonomi, asumsi dasar yang digunakan adalah dua sektor yaitu sektor ekonomi pariwisata bahari dan sektor ekonomi lain yang dalam konteks pengembangan pulau-pulau kecil bisa direpresentasikan oleh sektor perikanan. Dalam sektor pariwisata bahari, gross-output dari kegiatan ini didekati oleh faktor jumlah turis dan harga per turis yang dipresentasikan oleh harga per kamar (price per room). Harga per kamar ditentukan non konstan dan dipengaruhi dinamika biaya tenagakerja (labor costs). Kapital stok dari kegiatan pariwisata bahari ini adalah jumlah kamar yang tersedia dan investasinya
merupakan
penjumlahan dari investasi regional (propinsi) dan investasi nasional. Investasi regional untuk kegiatan kegiatan pariwisata bahari pada level nasional diasumsikan sebesar 0,2 persen dari total PDB nasional. Persentase ini diperoleh dari data investasi nasional sektor hotel dan restoran baik dari skema PMDN maupun PMA tahun 2000 terhadap PDB nasional pada tahun yang sama. Sementara itu karakteristik pulau-pulau kecil adalah sebagai-berikut: (a) secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habibat pulau induk sehingga bersifat insular; (b) mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tifikal dan bernilai tinggi; (c) daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut; (d) dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya. Daratan yang pada saat pasang tertinggi permukaannya ditutup air, tidak termasuk kategori pulau kecil. Kabupaten Natuna memiliki pulau-pulau baik berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni. Karakteristik pulau yang dijelaskan di atas banyak ditemukan di Kabupaten Natuna. Sehingga ini berpotensi untuk dikembangkan pariwisata berbasis bahari dan kepulauan. Pengembangan kawasan wisata bahari lebih diupayakan pengembangan kawasan wisata ramah lingkungan. Pengembangan kawasan wisata bahari harus menghindari pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan pemborosan sumberdaya alam bahari. Keterkaitan luas dengan peran masyarakat pesisir membutuhkan zonasi yang tepat dari setiap wilayah menghindari benturan kepentingan antara zona kawasan wisata bahari yang
98
dikelola dan dimanfaatkan bagi kegiatan rekreasi. Pengembangan prasarana yang dapat
mendorong
pertumbuhan
antar
wilayah
melalui
sistem prioritas
pengembangan kawasan wisata bahari berdasarkan tipe, potensi dan karakter alam yang dimiliki oleh masing-masing kawasan.
99
VI. STRATEGI PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA KABUPATEN NATUNA
6.1
Identifikasi SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja Sebagaimana yang dituangkan dalam metodologi, bahwa unit yang
dijadikan basis analisis dalam menentukan stakeholder internal dan eksternal adalah kondisi sumberdaya manusia dan ketenagakerjaan di wilayah tersebut akan terkategori sebagai pihak eksternal. Tenagakerja, pemerintah daerah dan pengusaha diidentifikasikan sebagai pihak internal.
6.1.1 Identifikasi Kekuatan (Strengths) 1) Meningkatnya penduduk usia produktif. Jumlah Penduduk Kabupaten Natuna tergolong rendah bila dibandingkan dengan penduduk kabupaten/ kota yang ada di Jawa maupun Sumatera. Penyebaran penduduk menempati berbagai pulau-pulau yang tersebar di Laut Cina Selatan. Kepadatan penduduk Natuna relatif kecil. Struktur penduduk menurut umur Kabupaten Natuna pada tahun 2007 masih didominasi anak-anak berusia 0-4 tahun sebesar 11.303 orang atau 12,13 persen. Sedangkan yang paling sedikit penduduk berusia 70-74 dengan jumlah sebesar 804 orang atau 0,86 persen. Penduduk usia produktif usia 25- 29 sebesar 10.113 orang atau 10,86 persen.
Dari rentang Tahun 2005 sampai dengan 2007 laju pertumbuhan
penduduk yang paling tinggi terdapat pada kelompok umur 0-4 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,19 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan yang paling kecil bahkan negatif pada kelompok umur 15-19 sebesar -0,11 persen dalam setiap tahun. Sedangkan menurut analisis persediaan tenagakerja di Kabupaten Natuna bahwa penduduk usia kerja yang telah diproyeksikan bahwa penduduk usia kerja yang mendominasi pada masa-masa yang akan datang pada kelompok umur 2529 tahun dengan proporsi 25 persen. Umur ini terbilang masih sangat produktif, begitu halnya dengan penduduk usia kerja dengan kelompok 10-14 tahun memiliki peringkat kedua diperkirakan mengalami peningkatan signifikan.
100
2) Banyaknya penyerapan tenagakerja di sektor pertanian. Sektor Pertanian atau sub sektor perikanan merupakan primadona dalam menyerap tenagakerja masyarakat lokal. Melihat dari kondisi alam Kabupaten Natuna sub sektor perikanan merupakan penopang pendapatan masyarakat Kabupaten Natuna secara umum. Menurut data rentang waktu 2005 – 2007 lapangan usaha sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan sektor dengan ketersediaan lapangan usaha yang paling besar 39,72 persen. Sektor Jasa-jasa/ sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang cukup besar dalam penyediaan lapangan usaha, yakni sebesar 24,47 persen dan 16,56 persen. Hasil proyeksi yang dilakukan bahwa sektor pertanian masih akan mendominasi penciptaan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna di masa-masa yang akan datang. Hal ini selaras dengan karakteristik dan potensi daerah Kabupaten Natuna yang berbasis pertanian sub sektor perikanan. Selain mendominasi, penciptaan kesempatan kerja di sektor pertanian juga akan terus meningkat baik secara absolut maupun secara proporsi, yakni pada tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 34.025 orang atau 52,18 persen meningkat menjadi 36.183 orang atau 54,94 persen pada tahun 2014 dan tahun 2015 menjadi 38.340 orang atau 51,95 persen.
3) Meningkatnya jumlah sektor basis. Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) di Kabupaten Natuna menunjukkan hasil bahwa dalam perekomian yang sedang berkembang di wilayah Kabupaten Natuna pada tahun 2002 memiliki tiga sektor basis yakni sektor pertanian, sektor bangunan dan gabungan dua sektor yakni: pertambangan, penggalian dan listrik, gas dan air bersih dengan nilai LQ > 1. Dan selama rentang waktu selama tujuh tahun, perubahan ke arah perekonomian yang semakin membaik dengan bertambahnya 1 sektor jasa-jasa menjadi basis sehingga total sektor basis di Kabupaten Natuna menjadi 4 sektor basis pada tahun 2009. Penilaian sektor basis ini penting karena analisis pengganda basis lapangan pekerjaan
akan memiliki efek ganda jika diperlakukan penambahan pada
lapangan kerja di sektor basis. Menurut analisis pengganda basis lapangan kerja di
101
Kabupaten Natuna tahun 2002 sebesar 1,32 berarti akan berdampak pada kesempatan kerja total sebesar 132 persen.
4)
Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Natuna. Kabupaten Natuna dianugerahkan potensi sumberdaya alam yang melimpah
dengan kekayaan. Laut yang terhampar luas bukan saja menjadi objek pariwisata yang menarik namun memiliki kandungan potensi perikanan, tercatat sebesar 361.430 ton/ tahun (Dinas Perikanan Provinsi Riau, 2005), potensi ini juga dimanfaatkan kabupaten-kabupaten yang ada disekitarnya kawasan laut Cina Selatan bahkan nelayan-nelayan asing ikut menikmatinya dengan ilegal fishing. Mengatakan SDA memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif berdasarkan analisis Shift share dan LQ dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2009. Dampak dari keunggulan kompetitif daerah maka tercipta kesempatan kerja sebesar 2.157 orang, pengaruh komponen pertumbuhan Provinsi Riau menciptakan kesempatan kerja 8.887 orang, dampak bauran industri wilayah memberikan peluang kerja sebesar 2.421 orang, maka dengan kesempatan kerja nyata Kabupaten Natuna sebesar 13.466 orang. Berdasarkan analisis angka pengganda basis lapangan kerja Kabupaten Natuna bahwa kesempatan kerja basis pada tahun 2002 sebesar 20.466 orang dan meningkat signifikan menjadi 33.408 orang di tahun 2009.
5) Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna terus menggesa pembangunan di segala sektor dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada ekonomi rakyat dengan banyak menyerap tenagakerja lokal. Upaya ini dilakukan dalam rangka melepaskan diri dari ketertinggalan daerah sebagaimana Keputusan Menteri Pembangunan Tertinggal Nomor. 01 tahun 2005 tentang Rencana Strategis Daerah Tertinggal. Kabupaten Natuna salah satu daerah tertinggal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, ketertinggalan Kabupaten Natuna disebabkan wilayahnya merupakan daerah perbatasan dengan negara-negara luar. Dalam rangka mempercepat pembangunan sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan daerah, yang merupakan misi pertama Kabupaten Natuna
102
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Natuna Tahun 2006-2011, maka ditempuh kebijakan sebagai berikut: a) Perbaikan iklim investasi melalui regulasi pemerintah daerah dengan memberikan insentif terhadap investor yang diarahkan pada sektor pertambangan dan pertanian yang menjadi basis perekonomian daerah, b)
Mengarahkan
investasi pada program produktif yang dapat memacu perluasan lapangan pekerjaan. Khususnya sektor perkebunan, usaha penangkapan dan budidaya perikanan,
c)
Mengatasi
persoalan
pengangguran
yang
tinggi
dengan
mengarahkan pada peningkatan keterampilan pada pengangguran usia 30 tahun dan kelompok laki-laki yang memberikan kontribusi pengangguran terbesar, d) Perbaikan sektor pendidikan yang diarahkan pada persiapan output pendidikan yang akan masuk pasar kerja.
6.1.2 Identifikasi Kelemahan (Weaknesses) 1) Rendahnya kualitas tenagakerja Penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan menggambarkan bahwa masih meningkatnya jumlah penduduk yang menamatkan pada sekolah dasar pada tahun 2012 mencapai 53.711 orang atau sebesar 67,00 persen meningkat ke tahun berikutnya menjadi 54.712 orang atau sebesar 66,33 persen, hingga pada tahun 2015 mencapai 56.716 orang. Seiring dengan semakin menurunnya
penduduk
berpendidikan
SMTA
maka
penduduk
yang
berpendidikan diploma mengalami peningkatan dari tahun ke tahun relatif signifikan pada tahun 2012 sebesar 3.452 orang atau sebesar
51,34 persen
meningkat terus dari tahun ke tahun hingga pada tahun 2015 sebesar 4.575 orang atau sebesar 67,82 persen. Tenagakerja intelektual yakni berpendidikan sarjana yang diharapkan terus mengalami peningkatan justeru mengalami penurunan menurut perhitungan proyeksi.
2) Kecilnya penyerapan tenagakerja di sektor keuangan Menurut analisis shift share kesempatan kerja nyata di Kabupaten Natuna bahwa lapangan usaha ini menempati urutan ke kedelapan dari delapan lapangan usaha yang tersedia dengan menyerap tenagakerja sebanyak 35 orang di akhir
103
tahun 2009. Usaha keuangan dan perbankan terhadap pembentukan PDB menjadi relatif kecil. Tetapi posisinya bagi pembangunan lapangan usaha lain dalam sektor riil karena merupakan sumber pembiayaan diseluruh sektor kegiatan ekonomi. Tanpa jasa lembaga keuangan dan perbankan sektor ekonomi dan stagflasi. Sampai dengan akhir tahun 2008, sektor perbankan di Kabupaten Natuna belum menunjukkan adanya peningkatan yang cukup berarti, baik dari segi kuantitas maupun aktivitasnya. Hal ini terbukti dari masih minimnya jumlah bank di Kabupaten Natuna baru sebanyak empat unit bank, diantara Bank Pembangunan Daerah Riau, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Mandiri Syariah. Pengalaman masa krisis memperlihatkan masalah keuangan dan perbankan dapat menyebabkan perubahan struktural dalam bidang ketenagkerjaan, karena banyak perusahaan yang bangkrut akibat tidak mampu membayar bunga dan angsuran kredit. Lapangan usaha ini sangat penting karena efektivitasnya memfasilitasi kegiatan lapangan usaha lain. Lapangan usaha keuangan dan perbankan dapat memberikan sumbangan secara langsung bagi penciptaan kesempatan kerja, dengan cara mendorong pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan (bank dan non bank). Lembaga keuangan non bank mencakup bidang kegiatan yang sangat luas termasuk pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan usaha jasa pembiayaan.
3)
Tingginya Angka Pengangguran Menurut data Pusdatin Depnakertran RI tahun 2010 bahwa tingkat
pengangguran terbuka di Kabupaten Natuna mencapai 8,4 persen pada tahun 2009 meningkat signifikan dari 4,3 persen di tahun 2008. Tingkat pengangguran tergolong relatif tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran di Provinsi Kepri dan Nasional disajikan pada Tabel 2. Tingginya angka pengangguran merupakan salah satu permasalahan perekonomian di daerah ini, menjadikan salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup masyarakat Kabupaten Natuna. Persoalannya adalah terbatasnya penyerapan sumberdaya manusia pada struktur perekonomian yang tidak efisien dan efektif dalam mengelola sumberdaya yang ada. Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 tahun sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum
104
mendapatkannya. Indikator yang biasa untuk mengukur pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).
4)
Balai Latihan Kerja Belum Optimal Balai latihan kerja adalah unit pelaksana teknis yang berada dibawah
lingkungan Departemen Tenagakerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenagakerja No.Kep.181/Men/1994, menyebutkan bahwa Balai Latihan Kerja memiliki tugas sebagai unit pelatihan penerapan teknik dalam bidang industri, pertanian, tata niaga, dan berbagai keterampilan, yang pengoperasiannya berada dibawah tanggungjawab kantor wilayah Departemen Tenagakerja dengan petunjuk teknis dari Direktorat Jendral Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Dirjen Binlatas). Balai Latihan Kerja dalam kegiatannya mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unit percontohan pelatihan bagi lembaga pelatihan lainnya, baik pemerintah maupun swasta. Sebagai unit pelaksana pelatihan balai latihan kerja mengemban fungsi sebagai berikut: a. Menyelenggara pelatihan dalam berbagai jenis dan tingkat program yang bersifat standar dan non standar. b. Menyediakan fasilitas praktek bagi sekolah kejuruan
dan lembaga
pelatihan swasta yang memerlukan. c. Melaksanakan uji keterampilan untuk sertifikasi tenagakerja.
Balai Latihan kerja berdasarkan daya tampungnya dibagi dalam tiga tipe yaitu: a). Balai Latihan Kerja Tipe A dengan kapasitas tampung sebanyak 1.200 siswa. b). Balai Latihan Kerja Tipe B dengan kapasitas tampung sebanyak 700 siswa. c). Kapasitas tampung hanya 600 siswa disebut dengan Loka Latihan Kerja. Penetapan tipe balai latihan kerja atau loka latihan kerja di suatu daerah ditentukan berdasarkan banyaknya kebutuhan masyarakat setempat terhadap pelatihan dan keterampilan. Khusus di Kabupaten Natuna gedung balai latihan kerja sudah berdiri sejak tahun 2005 diatas lahan seluas lebih kurang tiga hektar. Gedung terdiri dari lima bangunan dengan rincian satu gedung induk untuk perkantoran dan ruang belajar, satu gedung diperuntukan untuk asrama siswa yang berjumlah 16 kamar dan tiga
105
gedung untuk ruang makan dan olah raga, ruang praktek las, mesin pompong, dan ruang praktek mesin bubut. Hingga saat ini status Balai Latihan Kerja Kabupaten Natuna masih belum tetap atau masih dibawah Dinas Tenagakerja Kabupaten Natuna. Pada tahun 2009 Dinsosnaker pernah mengadakan pelatihan bordir menjahit, pelatihan bubut dengan bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja Provinsi Kepulauan Riau, karena Balai Latihan Kerja Kabupaten Natuna belum memiliki intstruktur/ staf pengajar.
6.1.3 Identifikasi Peluang (Opportunities) 1) Pangsa Pasar Asia Beberapa forum internasional yang menjadi keterlibatan aktif Indonesia dalam sektor ketenagakerjaan, diantaranya, International Labor Organization (ILO), ASEAN Labor Ministers Meeting (ALMM),
Asia Europe Meeting
(ASEM), Colombo Process, Abu Dabhi Dialogue, serta kerjasama bilateral seperti dengan Brunei Darussalam, Kuwait, Syria, dan Yordania untuk memperbaiki MoU untuk mengantisipasi traffiking in person karena memberlakukan visa on arrival di negara tersebut. Indonesia dapat digolongkan sebagai negara yang progresif dalam mengadopsi standar-standar ketenagakerjaan yang dikeluarkan lembaga ILO yang didirikan tahun 1919 dan Indonesia sendiri menjadi anggota ILO. Keanggotaan Indonesia di Forum ILO ini penting bagi pembangunan ketenagakerjaan nasional, melalui pergaulan internasional terdapat proses saling belajar, peluang kerjasama multirateral maupun bilateral, dukungan dalam forum-forum ketenagakerjaan internasional lainnya terhadap suatu isu tertentu yang menjadi kepentingan nasional.
2) Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) dipastikan belum menetapkan daerah tempat pengolahan gas hasil dari Blok D-Alpha Natuna. Selain itu, hingga kini pemerintah juga belum menetapkan perusahaan yang melakukan eksplorasi gas alam cair atau Liquid Natural Gas (LNG) di Blok tersebut. Namun Pemerintah Kabupaten Natuna yakin bahwa tempat pembangunan base camp
106
Blok D-Alpha Natuna akan berada di wilayahnya. Untuk meyakinkan BP Migas terkait itu sudah dipersiapkan lahan di wilayah Bunguran untuk dijadikan base camp. Dampak mega proyek ini akan memerlukan tenagakerja mencapai ribuan orang baik yang memiliki skill atau keterampilan maupun tenagakerja kasar atau buruh. Hal ini akan memberikan peluang kepada tenagakerja daerah untuk berkiprah terhadap pembangunan base camp tersebut. Industrialisasi ini akan menimbulkan trikcle down effect pada sektor lainnya. Seperti pertanian khususnya sub sektor perikanan di Kabupaten Natuna, juga sektor pariwisata daerah ikut akan menikmati hasil dari banyaknya tenagakerja asing yang akan menikmati keindahan alam di Kabupaten Natuna.
3) Kebijakan Otonomi Daerah Undang undang No. 33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan kebijakan nasional yang memberi peluang kepada daerah untuk semakin berdaya dan mandiri dalam pengelolaan daerah. Dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah diberi peluang untuk lebih berkreatif mengembangkan daerahnya. Bagi Kabupaten Natuna yang termasuk kategori daerah tertinggal disebabkan daerah perbatasan, kebijakan otonomi daerah memberikan peluang yang harus dicermati
dan disikapi untuk menata diri guna mengejar
ketertinggalan dari daerah lain. Kebijakan otonomi daerah merupakan momentum bagi Kabupaten Natuna untuk memulai proses implementasi kebijakan pengembangan kesempatan kerja. Kebijakan otonomi daerah menimbulkan implikasi bagi Kabupaten Natuna untuk mengembangkan kemampuan mobilisasi serta mengelola sektor ketenagakerjaan yang memiliki keunggulan daya saing komparatif dan kompetitif, baik untuk pasaran lokal, regional, nasional bahkan internasional.
4) Perkembangan Pendidikan Tinggi Nasional Pendidikan tinggi adalah lembaga yang berfungsi sebagai “agent of development” dalam rangka pembangunan nasional secara keseluruhan. Perguruan tinggi diharapkan
berperan, mempersiapkan
sumberdaya manusia
yang
107
berkualitas. Kemajuan teknologi telah membawa
perubahan-perubahan yang
sangat mendasar termasuk dalam konsep pembangunan perekonomian. Semula ekonomi dunia lebih mengandalkan kekuatan SDA (natural resources based) tetapi sekarang bergeser dan beralih pada kekuatan
SDM yang dikenal
knowlegde based economy. Perguruan tinggi merupakan instansi yang berkaitan langsung dan paling bertanggungjawab atas penyiapan SDM yang demikian. Tanpa mengabaikan ilmu-ilmu sosial yang juga penting bagi kehidupan bangsa dan pembangunan, perguruan tinggi harus banyak menghasilkan lulusanlulusan dibidang sain dan teknologi dalam menunjang
proses industrialisasi
bangsa kita dan masyarakat didaerah pada khususnya. Perguruan tinggi harus mencetak SDM yang dapat menjadi wirausahawan yang akan menjadi pelopor dan menggerakkan pembangunan daerah. Instansi pemerintah sudah tidak boleh lagi jadi tujuan lapangan pekerjaan dari para lulusan perguruan tinggi. Tugas perguruan tinggi justeru adalah menghasilkan SDM mandiri. Perguruan tinggi sebagai institusi sosial yang modern harus menjalankan peran dan fungsi sebagai agen transformasi budaya. Peran strategis ini dilakukan melalui penyebaran gagasan-gagasan baru kepada masyarakat
dan menjadi
jembatan antara pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penerapannya oleh masyarakat. Sosialisasi nilai-nilai budaya modern
serta ini
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis pada industri. Perguruan tinggi diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta berperan secara aktif dalam memecahkan masalah-masalah praktis yang dihadapi dalam pembangunan.
Mengidentifikasi masalah secara cermat, melakukan
analisis yang mendalam, dan mencari solusi atau merekomendasikan alternatif pemecahannya. Pakar ilmu ekonomi, sosial dan budaya tidak hanya berteori melainkan mencari jalan pemecahan masalah. Perguruan tinggi aktif berkiprah ditengah masyarakat untuk membantu memberdayakan masyarakat pendampingan kelompok-kelompok masyarakat dalam melepaskan diri dari belenggu kemiskinan dan membangun kesejahteraan merupakan tugas pokok perguruan tinggi yang berorientasi kemasyarakatan.
108
5)
Dukungan Kebijakan Agroindustri Menurut Syam dan Ma’arif (2004) bahwa dampak dari pola pembangunan
ekonomi Indonesia yang mengarah pada era liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan adanya perubahan term of trade. Menimbulkan kondisi industri Indonesia mengalami, 1). Mendapat perlindungan dari pemerintah melalui subsidi dan tarif, 2). Industri yang padat modal dan tergolong industri berat yang selama ini memiliki tingkat
keunggulan komparatif rendah akan dihadapkan pada
tantangan produk-produk impor. 3). Industri yang insentif sumberdaya lokal tampaknya berada dalam posisi yang aman dalam liberalisasi perdagangan. Oleh karena itu agroindustri berbasis pada sumberdaya lokal akan memiliki prospek yang cerah sehingga dimungkinkan akan menjadi leading sector dengan beberapa alasan, diantaranya: a) Kegiatan agroindustri umumnya bersifat resources based industry, kenyataan menunjukan bahwa pasar internasional
hanya industri yang berbasiskan
sumberdaya lokal yang mempunyai keunggulan kompetitif dan mempunyai kontribusi terhadap ekspor terbesar, dengan demikian pengembangan agroindustri di Indonesia menjamin perdagangan yang lebih kompetitif. b) Kegiatan agroindustri mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang sangat besar, keterkaitan berspektrum luas bahwa keterkaitan agroindustri tidak hanya dengan produk sebagai bahan baku, tapi juga dengan kosumsi, investasi dan fiskal. c) Teknologi agroindustri sangat fleksibel yang dapat dikembangkan dalam padat modal ataupun padat tenagakerja, dari manajemen sederhana sampai canggih dari skala kecil hingga besar. Berdasarkan alasan tersebut, maka strategi pembangunan agribisnis nasional harus menjadi pilihan utama dan tidak bisa ditawar lagi. Hal ini dikarenakan oleh usaha peningkatan
kesempatan kerja, peningkatan ekspor, pertumbuhan,
pemerataan pengentasan kemiskinan dan ketahanan nasional dapat terjamin. Jadi agroindustri harus dipandang sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi nasional.
109
6)
Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses penjalinan kepentingan
antara
sektor
pemerintah,
swasta,
produsen
dan
masyarakat
dengan
mengoptimalkan sumberdaya lokal (manusia, alam dan sosial), di dalam sebuah komunitas dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Perhatian khusus diberikana pada dampak pertumbuhan ekonomi rumah tangga miskin dan usaha kecil (Boulle et al, 2002). Sedangkan Dendi et al (2004) bahwa penekanan pembangunan ekonomi lokal terletak pada kewenangan lokal dalam menggunakan sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan kelembagaan. Kemitraan pengembangan ekonomi lokal mengintegrasikan upaya mobilisasi para pelaku, organisasi dan sumberdaya, serta pengembangan kelembagaan baru melalui dialog dan kegiatan-kegiatan strategik. Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah pendekatan yang menghubungkan daerah perdesaan atau daerah terbelakang dengan sistem ekonomi pasar guna memacu kegiatan ekonomi daerah tersebut. Pengembangan dan integrasi tersebut dicapai dengan berfokus pada klaster yang memberikan kesempatan bagi kaum miskin untuk menaikan peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Implementasi pengembangan ekonomi lokal
akan meningkatkan
jumlah lapangan pekerjaan dan kesempatan, serta memunculkan strategi untuk menjaga agar sebahagian besar kesempatan memperoleh pendapatan bertahan di daerah bersangkutan. Daerah akan memberikan manfaat berupa peningkatan kegiatan ekonomi sebagai akibat dari peningkatan pendapatan rumah tangga, disamping memproleh pendapatan langsung (Boulle et al, 2002).
6.1.4 Identifikasi Ancaman (Threats) 1) Globalisasi Tenagakerja Globalisasi merupakan sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.
Di
sisi
lain,
ada yang melihat
globalisasi
sebagai
sebuah
proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang
110
memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Globalisasi tenagakerja Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenagakerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional
diambil
dari
tenagakerja yang telah
memiliki
pengalaman
internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. Dalam kaitannya dengan tenagakerja di Kabupaten Natuna globalisasi tenagakerja merupakan ancaman bagi kelangsungan mobilitas tenagakerja, karena kondisi tenagakerja Kabupaten Natuna pada umumnya tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai, dampak globalisasi tenagakerja menimbulkan arus migrasi tenagakerja dari negara negara lain ke Indonesia bahkan ke Kabupaten Natuna untuk bekerja atau memulai usaha perekonomian. Hal demikian akan mematikan usaha tenagakerja masyarakat lokal yang sulit melakukan persaingan terhadap kompetisi global.
2) Ketidakstabilan Ekonomi Menurut Ahli ekonomi makro dari Universitas Harvard, Jeffrey Frankel, mengingatkan kemungkinan siklus krisis ekonomi global tiap 15 tahun. Implikasi krisis ini terutama melanda pasar-pasar bertumbuh pada 2012 nanti. Kajian Frankel tentang krisis ekonomi global akibat aliran modal internasional terjadi sebanyak tiga kali, pertama pada 1975-1981 saat produksi minyak dunia berujung pada krisis keuangan dunia. Produk akhirnya terjadi pada 1982 berujung pada
generasi
yang
hilang
di
Amerika
Latin
pada
1982-1989.
Siklus kedua terjadi akibat ledakan pasar-pasar bertumbuh pada 1990-1996. Indonesia dan Thailand menderita keguncangan besar politik dan ekonomi akibat krisis moneter yang juga disebabkan kebijakan salah IMF tentang cara penanganan beban hutang luar negeri Indonesia.
111
Pada siklus kedua ini, negara Amerika Latin, yaitu Brazil dan Argentina, bersama Turki dan Russia juga mengalami akibat lanjutan krisis moneter pada 1998-2002. Yang terakhir pada 2003-2008 yang menunda krisis keuangan global pasca periode itu, yaitu pada 2008-2009. Siklus ketiga ini bisa dianggap berujung pada kelahiran siklus keempat pada 2010-2011. Akan tetapi waktu berubah, sekarang banyak negara berkembang yang telah mengungguli perekonomian negara maju. Pada resesi 2008 – 2009, China, Indonesia, India tetap memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik. Terlebih itu posisi tabungan dana swasta negara-negara pasar bertumbuh juga semakin mantap yang disempurnakan dengan kebijakan fiskal dengan lebih menghindari mekanisme prosiklik. Kebijakan ekonomi makro yang cendrung kurang memperhatikan perhatian terhadap usaha pengembangan kesempatan kerja di daerah merupakan ancaman bagi keberlangsungan mobilitas tenagakerja daerah. Kebijakan ekonomi makro kesenjangan antar kelompok dan antar daerah. Hanya kelompok atau daerah yang memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi dan kekuasaan yang dapat mengambil manfaat dari program-program pembangunan.
3) Persaingan Antar Daerah Penyerahan wewenang ke daerah pada prinsipnya
menimbulkan
kemandirian serta menciptakan daya saing bagi daerah. Kompetisi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun disatu sisi bisa menyulut konflik intern dan antar kawasan yang akhirnya mengancam perkembangan pembangunan pada masing-masing daerah se kawasan. Persaingan antar daerah terlihat ketika adanya rencana pembangunan mega proyek Blok D-Alpha Natuna. Antara Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Natuna saling mengklaim sebagai daerah tempat pengelolaan minyak dan gas (migas) Blok D-Alpha Natuna. Ego daerah bisa menyebabkan akibat yang fatal dan stabilitas yang kurang kondusif bagi pengembangan kesempatan kerja di kedua daerah
tersebut, oleh karena dalam meletakkan perencanaan pengembangan
kesempatan kerja ke dalam konteks ekonomi regional yang lebih luas.
112 FAKTOR INTERNAL 1. 2.
3. 4.
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Meningkatnya penduduk usia produktif. Banyaknya penyerapan tenagakerja di sektor pertanian (sub sektor perikanan). Meningkatnya jumlah sektor basis. Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Natuna.
1. 2. 3. 4.
Rendahnya kualitas tenagakerja. Kecilnya penyerapan tenagakerja di sektor keuangan. Tingginya angka pengangguran. BLK belum optimal
FAKTOR EKSTERNAL Peluang (Opportunities) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pangsa Pasar Asia Pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Kebijakan Otonomi Daerah. Perkembangan Perguruan Tinggi Nasional. Dukungan Kebijakan Agroindustri. Dukungan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Lokal. Ancaman (Threats)
1. 2. 3.
Globalisasi Tenagakerja Ketidakstabilan Ekonomi Persaingan Antar Daerah
STRATEGI SO (Aggresive Strategies) 1. Pemberdayaan usia produktif guna mendukung pembangunan agroindustri (S1,2,3, dan O1,3,5). 2. Peningkatan Pembangunan Ekonomi lokal berbasis perikanan dan kelautan. (S,2,3, dan O6).
STRATEGI WO (Turn-Around Strategies) 1. Peningkatan Penyerapan tenagakerja. (W1,3,4,5 dan O1,2,3). 2. Revitalisasi Balai Latihan Kerja (W1,2,4 dan O1,2,3). 3. Peningkatan kerjasama dengan Pemkab dan Perguruan Tinggi (W1, 2 dan O4).
STRATEGI ST (Dversification Strategies)
STRATEGI WT (Defensive Strategies)
1.Pemberlakuan kebijakan penggunaan tenagakerja asing yang kondusif (S1,2,3,4, dan T1,2,3). 2.Peningkatan kemitraan/Forum kerjasama Ketenagakerjaan antar daerah. (S1,2, dan T1,2,3)
1. Menyelenggarakan Perlindungan Kesejahteraan Pekerja (W3,4, dan T1,2).
Gambar 7. Matrik SWOT Pengembangan Kesempatan Kerja di Kabupaten Natuna 6.2
Perumusan Strategi Perumusan strategi adalah tahap penggabungan (matching stage) dengan
teknik analisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna. Perumusan strategi dengan analisis SWOT dilakukan
113
dengan mencocokan antara kedua faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), secara jelas dapat dilihat pada gambar 7.
6.2.1 Strategi SO (Aggressive Strategies) Aggresive Strategies merupakan strategi yang bernuansa pengembangan atau ekspansif. Berdasarkan empat kekuatan yang dimiliki dan disertai enam peluang yang ada, maka dapat dirumuskan dua strategi bersifat ekspansif. 1) Peningkatan mutu dan kualitas PUK Produktif guna mendukung pembangunan agroindustri. Untuk
menghasilkan
produk
agroindustri
yang
berkualitas
dan
berkeunggulan kompetitif maka dengan memperhatikan peluang dan kendala yang ada,
Departemen
Pertanian
menetapkan
kebijaksanaan
pengembangan
agroindustri. Pengembangan agorindustri diarahkan untuk mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjang. Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala kecil yang didukung industri pengolahan skala menengah dan besar. Strategi pengembangan dilakukan melalui Gerakan Industrialisasi Perdesaan (GERINDA). Menumbuhkembangkan agroindustri yang menghasilkan komoditas unggulan standar ekspor yang bisa memenuhi logistik Base Camp Blok D-Alpha Natuna. Mengembangkan
agroindustri tertentu di perdesaan melalui pola kemitraan
dengan petani (pendekatan kesesuaian komoditas dengan kondisi sosial budaya dan geografis). 1) Pengembangan ekonomi lokal berbasis perikanan dan kelautan. Pengembangan kluster berarti bahwa inisiatif PEL dikonsentrasikan pada mendorong dan mendukung kerjasama antar perusahaan, pengembangan kelembagaan dan mendukung sektor industri yang dipilih. Pengembangan network, perhatian khusus diberikan untuk mendorong kerjasama penduduk setempat dalam kluster yang sama untuk secara bersama meningkatkan peluang pengembangan bisnis. Network kemudian
memulai
Mengembangkan
perdagangan
upaya
ini dapat pemasaran produk bersama dan antar
pemasaran
perusahaan
bersama
dalam satu
kluster.
kluster.
Identifikasi
dan
114
pengembangan kluster membentuk basis untuk promosi invetasi dan pemasaran sebagai bagian dari program city marketing. Mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan. Kunci untuk netwoking bisnis di dalam suatu inisiatif kluster adalah apresiasi keterampilan di dalam sektor. Bila sejumlah bisnis mengekpresikan kebutuhan, sehingga pelatihan yang sesuai akan diberikan.
6.2.2 Strategi ST (Diversification Strategies) Diversification
Strategies
merupakan
strategi
yang
bernuansa
pengembangan alternatif tindakan yang didasarkan pada upaya pemanfaatan secara optimal berbagai kekuatan yang dimiliki untuk menekan berbagai ancaman yang dihadapi. Terdapat dua strategi yang dikembangkan berdasar pada empat kekuatan dan tiga ancaman. 1) Pemberlakuan kebijakan penggunaan tenagakerja asing yang kondusif. Mem-perda-kan pembatasan pemakaian tenagakerja asing terhadap proyekproyek Nasional yang ada di daerah. Memanfaatkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Natuna dengan mengeluarkan aturan-aturan dan ketentuan pemakaian tenagakerja asing baik luar negeri maupun tenagakerja non lokal. Hal ini untuk mengakomodir tenagakerja lokal yang mempunyai kemampuan dan memiliki skill untuk berkiprah pada proyek-proyek yang bertaraf internasional. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya kecemburuan sosial bagi masyarakat setempat. 2) Membentuk Kemitraan/ Forum Kerjasama ketenagakerjaan antar daerah. Kerjasama dua daerah dalam bidang Ketenagakerjaan
antara Kabupaten
Paloh Provinsi Kalimantan Barat diperlukan dalam mengantisipasi perkembangan pembangunan mega proyek diantara dua kawasan. Pada akhir-akhir tahun 2010 ini timbul ketegangan antara kedua daerah, yakni: Kabupaten
Sambas dan
Kabupaten Natuna yang memiliki daerah teritorial yang hampir berdekatan dalam mengklaim diri sebagai daerah tempat pengelolaan perusahaan Migas (Minyak dan Gas) atau tempat base camp Blok D-Alpha Natuna. Masing-masing daerah sudah menyiapkan lahan, namun pihak Pemerintah Pusat dan Pertamina belum menetapkan daerah mana sebagai base camp Mega Proyek tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan Forum Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan
115
kedua Daerah tersebut dalam mengantisipasi pembangunan Mega Proyek terbesar di dunia ini dalam hal menyediakan sarana dan prasarana dan kebutuhan akan tenagakerja.
6.2.3 Strategi WT (Defensive Strategies) Defensive strategies merupakan strategi yang bernuansa bertahan terhadap serangan dari luar sekaligus menutupi kelemahan yang dimiliki. Terdapat satu strategi defensif ini didasarkan pada empat kelemahan dan tiga ancaman. 1) Peningkatan Perlindungan kesejahteraan tenagakerja. Perlindungan dan peningkatan kesejahteraan tenagakerja adalah merupakan hal penting bagi terciptanya suasana hubungan kerja yang harmonis antara pelaku produksi. Peningkatan pelaksanaan hubungan industrial yang merupakan sarana untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan pemberi kerja. Pekerja harus duduk sejajar dengan pemberi kerja dalam memperjuangkan hak-haknya. Peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja melalui pelaksanaan upah yang wajar dan pemberian jaminan sosial ketenagakerjaan melalui pendanaan jamsostek (Jaminan Sosial Tenagakerja).
6.2.4 Strategi WO (Turn-Arround Strategies) Turn Around Strategies merupakan strategi yang berusaha memanfaatkan peluang guna mengurangi kelemahan yang dimiliki. Berdasarkan empat jenis kelemahan dan enam peluang, dapat dikembangkan tiga jenis strategi. 1) Peningkatan Penyerapan Tenagakerja Pengurangan jumlah penganggur dan setengah penganggur hanya bisa berhasil jika dilakukan melalui penyiapan tenagakerja yang berkualitas, produktif, unggul, dan berdaya saing global. Jadi, ketersediaan angkatan kerja yang berkualitas
merupakan kunci keberhasilan dalam mengatasi permasalahan
ketenagakerjaan. Untuk itu, upaya peningkatan kualitas angkatan kerja atau sumberdaya manusia di Kabupaten Natuna dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan daerah Kabupaten Natuna. Peningkatan kualitas angkatan kerja dilakukan melalui pendidikan formal, pelatihan kerja dan pengembangan ditempat
116
kerja sebagai satu kesatuan sistem pengembangan SDM yang komprehensif dan terpadu. 2) Revitalisasi Balai Latihan Kerja Revitalisasi balai latihan kerja yang dilaksanakan meliputi semua aspek dalam rangka mempersiapkan tenagakerja profesional melalui pelatihan kerja berbasis kompetensi, dan dilaksanakan secara proaktif dan bertahap. Langkahlangkah proses revitalisasi ini dapat membawa balai latihan kerja mencapai visi yang dicita-citakan yaitu menjadikan balai latihan kerja yang mampu mempersiapkan tenagakerja yang profesional dalam bekerja atau berusaha mandiri. Menyikapi hal ini dan dalam menghadapi era globalisasi dimana tingkat kompetensi dari tenagakerja yang paling diutamakan. Sehingga nantinya balai latihan kerja dapat bersaing sebagai suatu institusi pelatihan yang handal, juga dapat memberi manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan. 3) Peningkatan Kerjasama Perguruan Tinggi dan Daerah Lembaga Perguruan Tinggi (LPT) mengembankan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Peningkatan kemampuan lembaga (institutional capacity building), sumberdaya manusia, perumusan kebijakan publik (public policy), revitalisasi fungsi DPRD, pengawasan publik, konservasi dan pendayagunaan sumberdaya alam merupakan sebahagian tema lingkup pemerintah daerah yang dapat digunakan sebagai wilayah kegiatan UPT, baik dalam konteks pendidikan, penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat. Kerjasama sama perguruan tinggi dan pemerintah daerah sangat diperlukan guna membantu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah atau wilayahnya. Perguruan tinggi dengan pengalaman akademisnya dengan wawasan yang luas diharapkan juga dapat membantu pemerintah dalam memprediksi keadaan yang akan dihadapi oleh suatu daerah dan wilayahnya pada masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan membantu menyususn rencana dan program jangka panjang, menengah maupun pendek. Perguruan tinggi dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun program-program strategis untuk pembangunan di suatu daerah.
117
4) Peningkatan Kerjasama LKS Tripartit Kabupaten Tripartit merupakan istilah dalam hubungan ketenagakerjaan sebuah LKS (Lembaga Kerja Sama) yang terdiri dari unsur pemerintah, serikat pekerja dan organisasi pengusaha. Menurut UU no. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 107 menyatakan bahwa LKS Tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam menyusun kebijakan dana pemecahan ketenagakerjaan. Keberadaan LKS Tripartit dibutuhkan untuk menyamakan persepsi dan membangun kepercayaan dalam kedudukan seimbang dan proporsional demi memperjuangkan kepentingan bersama antara pekerja/ buruh, pengusaha dan pemerintah. LKS Tripartit perlu memberdayakan kelembagaan
membangun
komunikasi
untuk
memperoleh
masukan
pengembangan hubungan industrial dan pemecahan permasalahan dibidang ketenagakerjaan. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah perubahan iklim ketenagakerjaan yang dipengaruhi oleh globalisasi.
6.3
Road Map Strategy Pengembangan Kesempatan Kerja Kedelapan strategi yang telah dirumuskan sebelumnya perlu dilaksanakan
agar upaya pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna dapat terarah dan berjalan dengan baik. Namun kedelapan strategi tersebut tidak dilaksanakan sekaligus, mengingat banyaknya keterbatasan dan kendala yang bersifat sekuensial antara satu strategi dengan lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan road map pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna yang dapat dijadikan panduan dalam pelaksanaannya. Road map strategy disusun dalam rentang waktu lima periode waktu. Hal ini terkait dengan kesiapan berbagai pihak yang terlibat dalam pengembangan kesempatan kerja, terutama kondisi tenagakerja. Gambar 8
menjelaskan road map yang dimaksud.
Secara vertikal, bahwa road map terbagi atas tiga kluster strategi : (1) Ketersediaan dan mutu tenagakerja daerah (2) Pengembangan Kelembagaan Tenagakerja (3) Pengembangan Hubungan Industrial Ketenagakerjaan.
118
Tujuan
Pengembangan Hubungan Industrial Ketenagakerjaan
Sustainabilitas Program Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Di Kabupaten Natuna
Perlindungan kesejahteraan
Pengembangan Kerjasama Kelembagaan Tenagakerja
Peningkatan Kerjasama Tripartit Pemrth, Pengusaha dan SP/SB
Kerjasama Pemkab dan Perguruan Tinggi
Kerjasama Ketenagakerjaan Natuna - Sambas
Pembangunan Ekonomi Lokal
Ketersediaan dan mutu tenagakerja daerah
Berbasis Perikanan dan Kelautan
Pemberdayaan PUK Produktif guna mendukung Pembangunan Agroindustri Revitalisasi BLK
Peningkatan penyerapan
0
1
2
3
4
5
Gambar 8. Road Map Strategi Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna
119
Kluster strategi ketersediaan dan mutu tenagakerja daerah pengembangan persediaan dan kebutuhan tenagakerja daerah menekankan adanya keseimbangan tenagakerja yang dibutuhkan dan yang tersedia dalam upaya mengurangi pengangguran. Strategi yang masuk dalam kluster ini adalah Peningkatan SDM yang unggul dan berdaya saing, pemberlakuan kebijakan penggunaan tenagakerja asing
yang kondusif dan strategi pembentukan kemitraan/ forum kerjasama
ketenagakerjaan antar daerah. Strategi pengembangan kesempatan kerja menekankan pada pendekatan ekonomi basis yang dimiliki Kabupaten Natuna yaitu strategi peningkatan tenagakerja sektor basis, dan peningkatan, propaganda, doumentasi
dan
promosi
daerah.
Kluster
Pengembangan
Kesejahteraan
tenagakerja menekankan pada strategi kerjasama lembaga keuangan dan perbankan, dan peningkatan upah dan penghasilan tenagakerja. Secara horizontal, road map menggambarkan time frame pelaksanaan kedelapan strategi yang telah dirumuskan. Diawali dengan strategi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada periode pertama, lalu dilanjutkan dengan strategi revitalisasi balai latihan kerja. Selanjutnya pada akhir tahun pertama dapat dimulai pelaksanaan strategi pemberdayaan penduduk usia kerja produktif guna mendukung pembangunan agroindustri. Pada periode waktu ketiga dapat dilaksanakan strategi pembangunan ekonomi lokal berbasis perikanan dan kelautan. Pada periode keempat berturut-turut dapat dilaksanakan strategi kerjasama ketenagakerjaan daerah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas, strategi kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Natuna dan perguruan tinggi, strategi peningkatan kerjasama Tripartit antara pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh dan strategi menyelenggarakan perlindungan kesejahteraan pekerja/ buruh. 6.4
Pembentukan Kluster dalam Road Map Strategy Pembentukan kluster dalam road map strategy merupakan pengelompokan
strategi yang memiliki kesamaan tujuan. Adapun dasar kluster dalam pemetaan strategi pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna. Kebijakan ketenagakerjaa yang diarahkan pada upaya perluasan dan penciptaan kesempatan kerja merupakan upaya yang dilakukan guna menyediakan banyak lapangan kerja yang produktif dan renumeratif. Dengan demikian, bukan
120
sekedar untuk menanggulangi pengangguran, melainkan juga diarahkan kepada upaya untuk memberikan pekerjaan yang layak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Upaya perluasan dan penciptaan kesempatan kerja ditentukan oleh banyak faktor, seperti investasi, ketersediaan modal, sumberdaya manusia yang mempunyai jiwa wirasusaha (entrepreuneurship), sumberdaya alam/potensi wilayah yang bersangkutan, dan sebagainya. Upaya perluasan dan penciptaan kesempatan kerja bukan merupakan tanggungjawab instansi ketenagakerjaan semata,
melainkan
merupakan
tanggungjawab
segenap
stakeholders
pembangunan ketenagakerjaan, seperti instansi sektoral, swasta, perguruan tinggi atau bahkan setiap individu yang memiliki kepekaan (sense) terhadap peluang usaha. Dalam rangka mewujudkan pengembangan kesempatan kerja di Kabupaten Natuna, terdapat (1) Ketersediaan dan mutu tenagakerja daerah (2) Pengembangan kerjasama kelembagaan tenagakerja daerah (3) Pengembangan Hubungan Industrial Ketenagakerjaan, dapat dijelaskan sebagai-berikut:
1) Ketersediaan dan mutu tenagakerja daerah. Tujuan yang ingin dicapai dalam kluster ini adalah terwujudnya ketersediaan tenagakerja dengan kualitas dan mutu yang baik. Mendukung dalam pembangunan ekonomi lokal yang mengarah pada agroindustri. Kabupaten Natuna adalah daerah penghasil hasil perikanan dan kelautan. Agroindustri dapat menciptakan nilai tambah bagi masyarakat petani dan nelayan. Agroindustri yang dikelola secara lokal akan menciptakan lapangan-lapangan kerja tambahan. Berdampak kepada peningkatan pendapatan masyarakat. Strategi yang ada dalam kluster ini adalah: (1). Peningkatan Penyerapan Tenagakerja, (2). Revitalisasi Balai Latihan Kerja, (3). Pemberdayaan Penduduk Usia Kerja Produktif guna mendukung Pembangunan Agroindustri, (4). Pembangunan Ekonomi Lokal berbasis Perikanan dan Kelautan. 2) Pengembangan Kerjasama Kelembagaan Tenagakerja Daerah. Kluster ini bertujuan terwujudnya kerjasama lembaga yang harmonis guna mengfungsikan lembaga-lembaga yang ada. Terjalin koordinasi dan komunikasi antar lembaga untuk memecahkan permasalahan bidang ketenagakerjaan.
121
Mengantisipasi dan menyiapkan hal-hal yang terkait dengan masuknya investasi ke daerah. Kerjasama kelembagaan antar daerah dapat saling tukar informasi terkait dengan spesialisasi tenagakerja. Lembaga keuangan dan perbankan merupakan lembaga strategi dalam penjaminan kredit bagi usaha kecil dan menengah bagi masyarakat perdesaan. Ada dua strategi dalam kluster ini adalah: (1). Peningkatan Kerjasama Perguruan Tinggi dan Daerah, (2). Forum Kerjasama Tenagakerja Daerah antara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas.
3) Pengembangan Hubungan Industrial Ketenagakerjaan. Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan atas keberhasilan perusahaan dan berhubungan langsung sehari-hari adalah pengusaha atau manajemen dan pekerja. Disamping itu masyarakat juga mempunyai kepentingan, baik sebagai pemasok faktor produksi yaitu barang dan jasa kebutuhan perusahaan, maupun sebagai masyarakat konsumen atau pengguna hasil-hasil perusahaan tersebut. Pemerintah juga mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung atas pertumbuhan perusahaan, antara lain sebagai sumber penerimaan pajak. Jadi hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan tersebut. Dalam pengertian sempit, hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara manajemen dan pekerja atau management-employess relationship. Kluster ini memiliki dua strategi: (1). Peningkatan Kerjasama LKS Tripartit Kabupaten. (2). Perlindungan Kesejahteraan Pekerja/Buruh.
6.5 Program Pengembangan Kesempatan Kerja Dalam upaya mencapai sustainable program pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna maka perlu di laksanakan program-program yang akan dilaksanakan oleh masing-masing penanggungjawab SKPD. Dalam strategi yang perlu dengan cepat dilaksanakan adalah peningkatan penyerapan tenagakerja dengan melaksanakan program workshop bursa kerja, pelaksanaan program padat karya produktif perdesaan, penyelenggaraan seminar kewirausahaan, sosialisasi penerapan teknologi tepat guna dan pendampingan
122
usaha mandiri. Program dilaksanakan pada tahun pertama dan kedua dari time frame yang disusun. Pelaksanaan strategi revitalisasi balai latihan kerja dengan melaksanakan program penetapan status balai latihan kerja yang berdiri sendiri, peningkatan sarana dan prasarana BLK dan pengadaan instruktur dilaksanakan pada tahun pertama. Dinsosnaker Kabupaten Natuna akan menjadi koordinator dalam pelaksanaan program dimaksud. Pemberdayaan penduduk usia produktif guna mendukung pembangunan agroindustri merupakan strategi ketiga yang dilaksanakan pada tahun kedua dan ketiga. Program yang dilaksanakan antara lain: pengadaan sarana produksi dan peralatan perikanan, pelatihan pembenihan terhadap usaha ternak ikan, pelatihan pengolahan hasil perikanan dan pemasaran hasil olahan perikanan. Dinas kelautan dan perikanan merupakan SKPD yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program ini. Strategi yang keempat adalah pembangunan ekonomi lokal berbasis kelautan dan perikanan. Program yang akan diterapkan dalam mencapai tujuan strategi dimaksud adalah membangun forum kemitraan pengembangan eonomi lokal ditingkat Kabupaten Natuna dan mobilitas sumber dana untuk pembiayaan dan akses kredit dengan SKPD penangungjawab program ini adalah Bappeda. Strategi kelima peningkatan kerja sama perguruan tinggi dan daerah dengan program peningkatan kapasitas aparatur melalui program tugas belajar di perguruan tinggi tertentu dan program kerjasama studi kajian tentang pembangunan daerah dengan masing-masing SKPD penanggungjawab BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan Bappeda dengan tahap mulai dilaksanakan pada tahun keempat dan kelima. Strategi keenam peningkatan kemitraan/ forum kerjasama ketenagakerjaan antar daerah dengan melaksanakan program pembentukan forum kemitraan ketenagakerjaan antara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas yang diinisiasi oleh Dinsosnaker Kabupaten Natuna. Program kedua merupakan program sosialisasi dan koordinasi tentang kesiapan dalam pembangunan Base Camp Blok D-Alpha
Natuna dengan pelaksana Bappeda
Kabupaten Natuna. Adapun waktu pelaksanaan kedua program tersebut pada periode tahun keempat. Strategi tujuh dalam pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna adalah strategi peningkatan kerjasama LKS (Lembaga
123
Kerja Sama) Tripartit Kabupaten, dengan melaksanakan program penentuan upah yang lebih fleksibel disesuaikan dengan peningkatan prosuktivitas pekerja dan tingkat kebutuhan hidup pekerja dan program peningkatan kesejahteraan tenagakerja melalui perbaikan syarat-syarat kerja, seperti perbaikan mutu/ kualitas kesepakatan kerja bersama perbikan sistem pengupahan dan penggajian agar hidup layak. Strategi terakhir adalah strategi kedelapan menyelenggarakan perlindungan kesejahteraan pekerja dengan melaksanakan program peningkatan pemberian jaminan sosial ketenagakerjaan daerah pada
pekerja dan buruh.
Program tersebut dilaksanakan oleh Dinsosnaker Kabupaten Natuna dimulai pelaksanaan pada tahun keempat dan kelima.
124
Tabel 24. Rancangan Program Pengembangan Kesempatan Kerja Untuk Membangun Daerah Kabupaten Natuna No
1
2
3
4.
5.
6.
7.
8.
Strategi Peningkatan Penyerapan tenagakerja
Program
Pelaksana
1. Penyelenggaraan Workshop Bursa Kerja. 2. Penyelenggaraan Program Padat Karya Produktif Perdesaan. 3. Penyelenggaraan Seminar Kewirausahaan. 4. Sosialisasi Penerapan Teknologi Tepat Guna Perikanan. 5. Pendampingan Usaha mandiri
Dinsosnaker
Revitalisasi Balai Latihan Kerja.
1. Penetapan Status Balai Latihan Kerja Natuna. 2. Peningkatan Sarana dan Prasarana BLK. 3. Pengadaan Instruktur/ Tenaga Pengajar.
Dinsosnaker
Pemberdayaan Penduduk Usia Produktif guna mendukung Pembangunan agroindustri
1. Pengadaan Sarana Produksi dan Peralatan Perikanan. 2. Pelatihan Pembenihan terhadap nelayan usaha budidaya ikan. 3. Pelatihan Pengolahan Hasil Perikanan. 4. Pemasaran Hasil Olahan Perikanan.
Dinas Kelautan dan Perikanan
Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Kelautan dan Perikanan
1.
Peningkatan Kerjasama Ketenagakerjaan antara Pemkab Natuna dan Sambas
1. Membentuk forum kemitraan ketenagakerjaan antara Kabupaten Natuna dan Kabupaten Sambas. 2. Sosialisasi dan koordinasi tentang kesiapan dalam pembangunan base camp Blok D-Alpha.
Peningkatan Kerjasama antara Perguruan Tinggi dan daerah
1. 2.
Peningkatan Lembaga Kerja Sama Tripartit (Pemerintah, Serikat Pekerja/ Buruh dan Organisasi Pengusaha)
1. Penentuan upah yang lebih fleksibel disesuaikan dengan peningkatan produktivitas pekerja dan tingkat kebutuhan hidup pekerja. 2. Peningkatan kesejahteraan tenagakerja melalui perbaikan syarat-syarat kerja, seperti perbaikan mutu/kualitas kesepakatan kerja bersama, perbaikan sistem pengupahan dan penggajian, agar dapat hidup layak.
Peningkatan Perlindungan Kesejahteraan Pekerja/buruh
1. Pemberian Jaminan Sosial Tenagakerja Daerah pada pekerja/ buruh
2.
Membangun forum kemitraan pengembangan ekonomi lokal di tingkat Kabupaten Natuna. Mobilitas sumber dana untuk pembiayaan dan akses kredit.
Peningkatan kapasitas aparatur daerah melalui Program Tugas Belajar, izin belajar di Perguruan Tinggi. Peningkatan Kerjasama Study tentang Pembangunan Daerah.
Bappeda
Bappeda
BKD
Bappeda
Dinsosnaker
BPKAD
125
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian strategi pengembangan kesempatan kerja untuk
membangun daerah Kabupaten Natuna dapat disimpulkan sebagai-berikut: 1. Diperkirakan penduduk usia produktif Kabupaten Natuna akan meningkat secara signifikan, hal ini merupakan potensi yang perlu diantisipasi pada masa-masa yang akan datang dengan menyiapkan pendidikan dan keterampilan diarahkan pada sumberdaya manusia yang berbasis sektor unggulan daerah dan kekayaan alam minyak dan gas. Tenagakerja yang berpendidikan rendah akan mengalami peningkatan pada masa-masa yang akan datang hal ini perlu diantisipasi dengan mengarahkan investasi padat karya.. 2. Kesempatan kerja nyata yang tercipta di Kabupaten Natuna dari tahun analisis 2002 sampai dengan 2009 sebesar 13.467 orang. Pengaruh keunggulan kompetitif menciptakan kesempatan kerja sebesar 2.172 orang. Sektor-sektor basis Kabupaten Natuna tahun 2002 merupakan sektor yang memiliki kesempatan kerja lebih dari cukup adalah tiga sektor yaitu: sektor pertanian, sektor bangunan dan gabungan dua sektor (sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih). Dengan perkembangan ekonomi selama kurun waktu tujuh tahun, terjadi penambahan satu sektor basis yaitu dari sektor jasa, maka pada tahun 2009 Kabupaten Natuna memiliki empat sektor basis yakni: pertanian, bangunan, gabungan (pertambangan, penggalian dan listrik, gas dan air bersih). Nilai pengganda basis kesempatan kerja di Kabupaten Natuna tahun 2009 sebesar 1,21 ini berarti peningkatan kesempatan kerja sektor basis sebesar 100 persen akan meningkatkan kesempatan kerja total sebesar 121 persen. 3. Berdasarkan pengangguran
metode terbuka
analisis di
deskriptif
Kabupaten
pada Natuna
Bulan
Agustus
2009
sebesar
3.632
orang.
Pengangguran terbuka terbesar menurut golongan umur dan pendidikan adalah golongan umur 15-24 tahun berpendidikan menengah (SMA umum/Kejuruan) sebesar 1.045 orang. Pengangguran terbuka menurut jenis kelamin adalah
126
perempuan sebesar 1.986 orang dan sisanya laki-laki sebesar 1.646 orang. Pengangguran terbuka menurut keterampilan dan golongan umur terbanyak tidak mengikuti kursus golongan umur 15-24 sebesar 1.559 orang. Berdasarkan karakteristik penganggur terbuka di Kabupaten Natuna dan rencana pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna yang merupakan investasi terbesar nasional, maka perlu peningkatan kualitas dan mutu tenagakerja penganggur dalam upaya mengantisipasi pengembangan ekonomi akibat dampak industrialisasi pertambangan migas di Kabupaten Natuna. 4. Hasil rumusan strategi dan perancangan program pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna diantaranya strategi pemberdayaan penduduk usia produktif guna mendukung pembangunan agroindustri melaksanakan program pengadaan sarana produksi perikanan dan kelautan, pelatihan pembenihan terhadap nelayan usaha budidaya perikanan, pengolahan hasil perikanan dan pemasaran hasil olahan perikanan sebagai pelaksana Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna,
keempat
program tersebut dilaksanakan mulai periode tahun kedua dan ketiga. 7.2
Saran Untuk efektifitas pelaksanaan pengembangan kesempatan kerja untuk
membangun daerah Kabupaten Natuna, maka disarankan beberapa hal: 1. Meningkatkan pembangunan ekonomi berbasis perikanan dan kelautan Pemerintah Kabupaten Natuna perlu memanfaatkan penduduk usia produktif dengan menyiapkan pelatihan-pelatihan dan training sesuai dengan kebutuhan tenagakerja daerah yang dimiliki, guna mengantisipasi pembangunan Base Camp Blok D-Alpha Natuna, kebutuhan pada sektor basis pertanian, sektor bangunan, sektor jasa dan, gabungan dua sektor (sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas, dan air bersih. 2. Dalam upaya pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna dengan mengarahkan investasi
pada sektor basis agar
terjadi penambahan lapangan kerja akan berdampak kesempatan kerja meningkat.
127
3. Peningkatan kualitas dan mutu tenagakerja penganggur terbuka dengan meningkatkan pelatihan di badan latihan kerja yang bekerjasama dengan Pertamina
dan
Exxon
Mobil
sebagai
perusahaan
yang
mengelola
Blok D-Alpha Natuna. 4. Meningkatkan koordinasi antar satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Natuna yang terlibat sebagai pelaksana program pengembangan kesempatan kerja untuk mencapai program pengembangan kesempatan kerja untuk membangun daerah Kabupaten Natuna yang berkelanjutan.
128
DAFTAR PUSTAKA [Bappeda Kabupaten Natuna] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal. 2008. Buku Saku Kabupaten Natuna 2008. Ranai. Kerjasama Bappeda dan PM dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna. [Bappeda Kepulauan Anambas] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal. 2009. Kepulauan Anambas Dalam Angka 2009. Tanjungpinang. Kerjasama Bappeda dan PM Kabupaten Kepulauan Anambas dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. [Depnakertrans RI] Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi. 2005. Glosarium Ketenagakerjaan 2005. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan. [Depnakertrans RI] Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2010. Rencana Tenagakerja Kabupaten Sragen 2011-2014 : Kerjasama Depankertrans RI dan Pemerintah Kabupaten Sragen. _______________Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Ketenagakerjaan Edisi Revisi 2010. Bandung: Fokusmedia. [Dinsosnaker Natuna] Dinas Sosial dan Tenagakerja Kabupaten Natuna. 2009.
Database/ Profil Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Natuna Tahun 2009. Ranai. Kerjasama Dinsosnaker Natuna dengan PT. Dellasonta Moulding Internasional. [Disnakertrans Kepri] Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. 2007. Perencanaan Tenagakerja Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006- 2010. Tanjungpinang. Kerjasama Disnakertran Kepri dan PT. Duta Citra Design Consult. Adioetomo et al. 2010. Dasar-dasar Demografi. Ed ke-2. Jakarta: Salemba Empat. Arfida BR. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Baga ML. 2009. Strategi Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pertanian Berbasis Jagung di Provinsi Gorontalo. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. Volume 1 No. 1. April 2009. Bellante D dan Jackson M. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Wimanjaya, penerjemah. Jakarta: FEUI. Terjemahan dari: Labor Economics, Choise In Labor Markets.
129
Blakely EJ. 1994. Planning Local Economic Development: Theory and Practise, Sage Publication. Cahyono BT. 1983. Pengembangan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: FE UGM. David FR. 2008. Manajemen Strategis Konsep Ed-10. Jakarta: Salemba Empat. Fadel M. 2008. Reinventing Local Government : Pengalaman Dari Daerah. Jakarta : Elex Media Komputindo. Gesellschaft fur Technische Zusammernabeit (GTZ). 2004. Development position pape : What Makes LED?
Local Economic
Hauser. 1981. The Measurement of Labor Utilization. The Malayan Economic Review. Vol. XIX No.1. Hicks. 1996. Organisasi Teori dan Tingkah Laku. Alih bahasa Kartasapoetra. Jakarta : Bumi Aksara. Hunger JD, Wheelen TL. 2003. Manajemen Strategis. Agung Julianto, penerjemah. Yogyakarta: ANDI. Terjemahan dari: Strategic Management 5th Edition. Jhingan ML. 2008. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Guritno D, penerjemah. Ed ke-1. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Terjemahan dari: The Economic of Development and Planning. Kunarjo. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia UI Press. Kuncoro. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta : Erlangga. Kusmuljono BS. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha. Bogor: IPB Press. Myrdal G. 1968. Asian Drama : An Inquire Into The Poverty of Nation, Vol. II. Purwanti. 2009. Analisis Kesempatan Kerja Sektoral di Kabupaten Bangli Dengan Pendekatan Pertumbuhan Berbasis Ekspor. Piramida Vol V No.1. ISSN:1907-3275. Razalinda. 2008. Dampak Pembangunan Ekonomi Berbasis Agribisnis Terhadap Distribusi Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Siak Provinsi Riau [Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana Prodi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.
130
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sastrayuda GS. 2010. Hand Out Mata Kuliah Concept Resort and Leisure, strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort and Leisure. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/GUMELAR_S/HAND_OUT MATKUL_KONSEP_RESORT_AND_LEISURE/KONSEP_PENGEMBA NGAN_KAWASAN_WISATA_BAHARI.pdf Sedarmayanti. 2009. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja : Suatu Tinjauan Dari Aspek Ergonomi atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerjanya. Bandung: Mandar Maju. Simanjuntak. 1985. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta : Rajawali Pers. Sukirno S. 1994. Pengantar Teori Ekonomi Makro. Jakarta : Raja Grafindo. Syafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media. Syam
dan Ma’arif. 2004. Kajian Perlunya Kebijakan Pengembangan Agroindustri Sebagai Leading Sector. Jurnal Agrimedia. Volume 9. No. 1 – Maret 2004.
Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Ed Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Todaro MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Ed ke-7. Jakarta: Erlangga. Widodo T. 2006. Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Jakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta. Widyaningsih. 2001. Kebijakan Publik di bidang Perencanaan Ketenagakerjaan Dalam Memperluas Kesempatan Kerja di Provinsi Bali [Tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana Prodi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. World Bank. 2001. City Strategies To Reduces Urban Proverty Though Local Economic Development. Urban and City Management Distance Learning. World Bank Institute.
131
LAMPIRAN
132
Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut Lapangan Usaha Kabupaten Natuna 2002‐2009 Tahun 1 3 2002 17.644 622 2003 19.613 533 2004 16.416 1.839 2005 20.002 942 2006 19.621 1.189 2007 20.731 1.984 2008 20.909 1.973 2009 21.453 2.198 Sumber : BPS Natuna 2010, Diolah.
Lapangan Pekerjaan Utama/ Main Industry 5 6 7 8 9 2.308 2.731 584 67 2.461 2.013 2.642 782 96 2.756 3.016 2.832 454 56 4.337 2.707 1.295 1.060 56 5.072 2.342 3.882 1.006 106 4.283 2.795 3.638 449 96 6.247 2.842 3.378 1.116 97 6.617 2.931 3.485 1.205 102 7.310
2/4 514 1.053 443 948 1.128 1.568 1.543 1.714
Jumlah 26.931 29.488 29.393 32.082 33.557 37.508 38.475 40.398
Keterangan : 1. Pertanian, kehutanan, Perburuan dan perikanan/ agriculture, forestry, hunting and fishery 3. Industri Pengolahan/ manufacturing industry 5. Bangunan/ construction 6. Perdagangan Besar, Eceran, makan dan hotel/ wholesale trade, retail trade, restaurant and hotels 7. angkutan, pergudangan dan komunikasi/ transportation, storage and communication 8. keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan/ financing, insurance, real estate and business services 9. Jasa kemasyarakatan/ community, social and personal services 2/4. Pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air/ minning and quarrying, electricity, gas and water
133
Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut Lapangan Usaha Propinsi Riau dan Kepri 2002 ‐ 2009 Tahun 1 3 2002 1.081.753 161.566 2003 911.465 250.148 2004 902.342 149.765 2005 212.765 184.706 2006 261.760 200.402 2007 250.183 217.191 2008 316.986 227.100 2009 1.083.206 276.502 Sumber: BPS RI 2010, Diolah.
Lapangan Pekerjaan Utama/ Main Industry 5 6 7 8 9 95.432 340.140 97.373 55.367 194.572 103.587 363.154 105.867 178.016 207.163 114.092 350.255 118.160 108.529 261.151 128.325 101.489 88.224 14.213 261.847 126.236 102.771 79.650 13.642 224.710 119.660 136.754 76.363 21.261 266.665 114.298 129.959 82.049 21.934 287.217 138.230 515.191 161.738 46.609 405.035
2/4 5.884 14.182 21.672 68.311 62.181 54.116 56.380 67.302
Jumlah 2.032.087 2.133.582 2.025.966 1.059.880 1.071.352 1.142.193 1.235.923 2.693.813
Keterangan : 1. Pertanian, kehutanan, Perburuan dan perikanan/ agriculture, forestry, hunting and fishery 3. Industri Pengolahan/ manufacturing industry 5. Bangunan/ construction 6. Perdagangan Besar, Eceran, makan dan hotel/ wholesale trade, retail trade, restaurant and hotels 7. angkutan, pergudangan dan komunikasi/ transportation, storage and communication 8. keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan/ financing, insurance, real estate and business services 9. Jasa kemasyarakatan/ community, social and personal services 2/4. Pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air/ minning and quarrying, electricity, gas and water