DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP FUNGSI EKONOMI LINGKUNGAN DAN PENDAPATAN MASYARAKAT STUDI KASUS PERTAMBANGAN BIJIH BESI PT JUYA ACEH MINING DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA PROPINSI NAD
Erlan Aan Suriansyah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2009
Erlan Aan Suriansyah NRP: P052070121
ABSTRACT ERLAN AAN SURIANSYAH. Impact of Iron Mining on Economic Value of Environmental Functions and Community’s Income. A Case Study from PT Juya Aceh Mining at Aceh Barat Daya Regency Province of NAD. Under supervision of Syaiful Anwar and Sri Mulatsih Mining activities basically is a process of transferring natural resources into the real economy capital for the country economic development and social capital building. In that process, it is necessary to observe the interaction among social, economic, and environment factors, since the mining activities have positive and negative impacts. Economic valuation of the impacts are important thing in order to calculate the environment as economic assets. In this study, Total Economic Valuation (TEV) are covered of all valuable goods that were lost from the environmental because of ore mining by PT Juya Aceh Mining. Meanwhile, calculation of community income changes and community’s perception were analyzed with triangulation technique. Results of this study showed that environmental economic goods that lost from the conversion of forest and community plantations become mining areas, which was calculated as direct environmental benefit and indirect environmental benefit was Rp69,002,802,610. Community’s income after the mining had decreased from Rp1,253,571 to Rp1,193,565/household/month. Whilst, community’s perception toward the existence of the mining in their area showed that 56.1% of community were agree, and 35.2% of community were not agree. Keywords: Environmental economic functions.
RINGKASAN Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, karena kegiatan pertambangan berdampak positif dan negatif terhadap faktor tersebut, sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin. Salah satu cara untuk menghitung biaya akibat kegiatan pertambangan adalah dengan menilai hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan serta perubahan pendapatan dan persepsi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan pilihan penting untuk menilai dampak tersebut agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan perhitungan Nilai Ekonomi Total (NET) atas barang-barang lingkungan yang hilang dari dampak pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Pendekatan penghitungan dilakukan berdasarkan keadaan lapang yaitu analisis manfaat ekonomi berupa manfaat langsung (direct use values), manfaat tidak langsung (indirect use values), nilai pilihan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence values). Berdasarkan penghitungan tersebut menunjukkan nilai ekonomi lingkungan yang hilang adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha. Nilai fungsi ekonomi lingkungan yang hilang didominansi oleh hilangnya lahan perkebunan yaitu sebesar Rp50.089.879.167 selama masa izin pertambangan (15 tahun) yang hanya dalam areal seluas 44 ha. Adapun hutan dengan luas 56 ha hanya mengalami kehilangan nilai sebesar Rp18.892.826.443. Kehilangan nilai lingkungan merupakan implikasi dari kebijakan pemerintah atas pertambangan yang telah mengubah manfaat sumberdaya bersifat common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai bersama yang mampu menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh individuindividu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Dengan berubahnya pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, hal ini terbukti sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan, penurunan pendapatan masyarakat dikarenakan oleh hilangnya lahan perkebunan dan pertanian serta akses pemanfaatan hutan. Kenyataan menunjukkan bahwa konversi lahan perkebunan dan hutan untuk KP (Kuasa Pertambangan) oleh PT Juya Aceh Mining bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan tidak menguntungkan. Namun demikian dilihat dari segi persepsi terhadap kehadiran pertambangan, sebesar 56,1% masyarakat menunjukkan sikap setuju dan 35,2% masyarakat tidak setuju. Persepsi yang dikemukakan oleh masyarakat sangat tergantung pada dampak yang dirasakan dari hadirnya pertambangan. Masyarakat yang setuju karena merasakan dampak positif, atau tidak merasa dirugikan dengan kehadiran pertambangan. Sedangkan yang tidak setuju karena besarnya dampak negatif yang mereka rasakan seperti hilangnya lahan perkebunan dan pertanian, lapangan kerja serta akses ke hutan akibat dari kegiatan pertambangan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP FUNGSI EKONOMI LINGKUNGAN DAN PENDAPATAN MASYARAKAT Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining Di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD
ERLAN AAN SURIANSYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis : Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) Nama : Erlan Aan Suriansyah NRP : P052070121
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 29 Juli 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul: Dampak Pertambangan terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dari awal perencanaan hingga selesainya tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pada Bapak Dr Wonny Ahmad Ridwan, SE. MM (Penguji luar komisi pembimbing) yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono. H Sutjahjo sebagai Ketua Program Studi, dan Rekan-rekan angkatan 2007 PSL yang telah banyak memberikan motivasi saran dan kerja samanya selama masa pendidikan. Ucapan terimakasih penulis yang teristimewa buat Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah tercinta yang telah melahirkan membesarkan dan memperkenalkan penulis pada pendidikan, serta keluarga tersayang kanda Etiska Aliansyah Putra S.Hut. Kakak Risma Zuarnita, S.Ag. yang telah memberikan dorongan, nasehat dan semangat. adinda Riska Murlia tersayang, Cut abang T. Murdani S.Ag, Kak Sundari, serta keponakan Ku: Delfi Febriatiska, Cut S Rumi, Humairah Altiska dan si Jagoan T. Sultan S. Rumi dan Silva. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2009 Erlan Aan Suriansyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Uteun Pulo Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 17 Januari 1982. Sebagai anak ke tiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1994. Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1997. dan Sekolah Menengah Umum SMU Negeri 1 Darul Makmur pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi salah seorang mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis pernah bekerja pada GenAssit-CIDA (Canadian International Development Agency) sampai dengan tahun 2007, kemudian mengundurkan diri karena penulis diterima sebagai salah seorang mahasiswa Pascasarjana (S2) IPB pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Selama mengikuti kuliah penulis dibiayai oleh kedua orang tua.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 1.3 Perumusan Masalah ................................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................................
1 2 4 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pertambangan .................................................................................. 7 2.2 Dampak Pertambangan dan Ekosistem ...................................................... 8 2.3 Peran Ekonomi terhadap Lingkungan ........................................................ 11 2.4 Pendekatan Valuasi Ekonomi .................................................................... 12 2.5 Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat .......................... 16 2.6 Persepsi Masyarakat ................................................................................... 17 2.7 Ekologi dan Kesehatan ............................................................................... 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 21 3.2 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 21 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................. 21 3.4 Penentuan Sampel ...................................................................................... 22 3.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 22 3.6 Pengumpulan Data ..................................................................................... 23 3.7 Analisis Data .............................................................................................. 24 3.7.1 Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan .......................... 24 3.7.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga................................................. 25 3.7.3 Analisis Persepsi Masyarakat............................................................ 25 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian ............................................. 26 4.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan ................................................................. 27 4.3 Kondisi Flora dan Fauna ........................................................................... 28 4.4 Kondisi Alam Topografi dan Hidrologi ..................................................... 29 4.5 Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih ...................................... 32 4.6 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ........................................................ 33
i
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Dampak terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan ........................................ 35 5.1.1 Manfaat Langsung ............................................................................ 35 5.1.2 Manfaat Tidak Langsung ................................................................. 39 5.1.3 Nilai Pilihan ...................................................................................... 41 5.1.4 Nilai Keberadaan .............................................................................. 42 5.2 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga .......................................... 43 5.2.1 Perubahan Pendapatan ...................................................................... 43 5.2.2 Persepsi Masyarakat ......................................................................... 45 5.3 Implikasi Kebijakan ................................................................................... 49 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 52 6.2 Saran .......................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54 LAMPIRAN ....................................................................................................... 59
ii
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman
Jumlah penduduk dan kepala keluarga ......................................................... 27 Suhu, curah hujan dan kelembaban .............................................................. 28 Jenis fauna pada lokasi penelitian ................................................................. 30 Jenis dan nilai perkebunan pada lokasi tambang .......................................... 36 Jenis, volume dan nilai hutan pada areal pertambangan ............................... 39 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan areal pertambangan ............. 41 Perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah adanya pertambangan ............ 43 Persepsi masyarakat menurut alasan terhadap kegiatan pertambangan ........ 45 Persepsi masyarakat menurut tingkat pendidikan terhadap pertambangan... 48
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman
Kerangka pemikiran ..................................................................................... 5 Peta lokasi penelitian KP PT Juya Aceh Mining .......................................... 27 Tipe dan kondisi rumah masyarakat daerah penelitian ................................. 32 Tempat penampungan air di Desa Ie Mirah ................................................. 33 Persentase jenis pekerjaan masyarakat daerah penelitian ............................ 34
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Penghitungan jumlah dan produksi tanaman ................................................ 2. Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan ..................... 3. Rekapitulasi jumlah kayu dalam m3 pada areal ekploitasi PT Juya. ............. 4. Penghitungan manfaat tidak langsung hutan pada areal pertambangan........ 5. Metode penghitungan tingkat simpanan air.. ................................................ 6. Tingkat kesediaan membayar masyarakat terhadap SD hutan ..................... 7. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan .......... 8. Persepsi masyarakat terhadap pertambangan PT Juya Aceh Mining............ 9. Data demografi Kecamatan Babah Rot Kab Aceh Barat Daya..................... 10. Hasil penghitungan korelasi antara persepsi dan tingkat pendidikan ........... 11. Kuisioner penelitian ......................................................................................
60 61 71 72 73 74 76 79 81 82 83
vi
DAFTAR ISTILAH Keanekaragaman Hayati : Keanekaragaman mahluk hidup dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya, dimana mahluk hidup itu terdapat, dan mencakup keanekaragaman genetik, spesies dan ekosisitem. HPH : Hak Penguasaan Hutan. Izin yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan dengan sistem tebang pilih tanam Indonesis. NET : Nilai Ekonomi Total. Metode yang digunakan untuk menilai sumberdaya alam. Sumberdaya : Unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, non hayati dan sumberdaya buatan. Vegetasi : Tumbuh-tumbuhan pada suatu area yang terkait sebagai suatu komunitas tetapi tidak secara taksonomi. Atau jumlah tumbuhan yang meliputi wilayah tertentu atau di atas bumi secara menyeluruh. AMDAL : Analisis mengenai dampak lingkungan. Hasil studi yang menyajikan dampak penting suatu asaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan, sebagai dasar dalam proses pengambil kebijakan. Degradasi Lingkungan : Perubahan terhadap sifat fisik dan hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan tersebut kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang kehidupan yang berkesinambungan. Ekonomi Lingkungan : Proses kuantifikasi dan pemberian nilai (evaluasi) ekonomi terhadap dampak lingkungan dalam bentuk moneter setelah dilakukan identifikasi. Manfaat langsung : Nilai guna atas sumberdaya alam yang dapat dirasakan langsung dari konsumsi atau produksi. Manfaat tidak langsung : Merupakan nilai guna fungsi pendukung terhadap manfaat langsung dari sumberdaya alam yang berkaitan. Nilai pilihan : Nilai dari barang publik yang sebagai manfaat potensial yang dapat diambil untuk masa yang akan datang. Nilai keberadaan : Nilai kepedulian akan keberadaan atas suatu opjek sumberdaya.
i
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial, yang diharapkan mampu meningkatkan nilai kualitas insan bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin (Soelistijo, 2005). Dampak dari kegiatan pertambangan menurut Muhammad (2000) dapat bersifat positif bagi daerah pengusaha pertambangan. Sedangkan Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) mengatakan bahwa kegiatan pertambangan bersifat negatif terhadap ekosistem daerah setempat. Munculnya dampak positif maupun negatif dari usaha pertambangan, terjadi pada tahap eksplorasi, eksploitasi dan tahap pemrosesan serta penjualan hasil tambang (Noor, 2005). Kontribusi pengusahaan pertambangan terhadap pembangunan secara nasional melalui penerimaan negara sangat besar, namun terhadap pembangunan daerah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik melalui program community development maupun program pembangunan lainnya belum merupakan jaminan kesejahteraan sosial-ekonomi (Saleng, 2004). Pengusahaan pertambangan yang lokasinya relatif terpencil atau daerah yang baru dibuka, masyarakat pendatang jauh lebih maju dan sejahtera serta mampu/memiliki semangat bersaing (competition spirit) yang tinggi dibandingkan masyarakat asli setempat. Contoh kasus masyarakat Kamoro dan Amungme di sekitar Freeport Indonesia, masyarakat Kutai di sekitar PT Kaltim Prima Coal, dan masyarakat Luwu di sekitar INCO. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pertambangan selalu menimbulkan dampak positif dan negatif atau biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan pertambangan, oleh karena itu diperlukan suatu penilaian terhadap hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan, tanpa adanya pemberian nilai terhadap ekosistem,
2
akan sulit untuk menyatakan bahwa kegiatan pertambangan itu berdampak negatif atau positif dibandingkan dengan fungsi ekonomi lingkungan yang hilang (Suparmoko, 2008). Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara lain: (1) dapat menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek pertambangan
serta
manfaat
dan
kerugian
lingkungan
(2)
mendorong
pertimbangan konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan sistematis (3) dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi proyekproyek yang cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam (Irham, 1999). Selain memberikan dampak positif, kegiatan pertambangan juga dapat berdampak negatif karena mengakibatkan hilangnya fungsi ekonomi lingkungan. Upaya untuk menghitung atau mengkuantifikasi hilangnya fungsi ekonomi lingkungan telah dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Tietenberg (1992) dan Constanza (1997) dalam mengevaluasi ekonomi lingkungan. Pentingnya valuasi dilakukan agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi sehingga segala bentuk analisa dampak lingkungan yang juga merupakan bagian dari kelayakan suatu proyek dapat dilihat untung ruginya dari segi lingkungan hidup. Adanya dampak kegiatan pertambangan terhadap hilangnya fungsi-fungsi ekonomi lingkungan, peneliti merasa adanya hal yang penting untuk melakukan penelitian pada pertambangan bijih besi yang dilaksanakan oleh PT Juya Aceh Mining, yang berada di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
1.2. Kerangka Pemikiran Kata ekologi dan ekonomi berasal dari akar kata yang sama yakni oikos, yang berarti “rumah tangga”, namun dalam perkembangannya kedua bidang ilmu ekonomi (yang roh-nya developmentalis) dan ilmu ekologi (yang roh-nya environmentalis) jarang berpandangan sama, bahkan sering saling bertolak belakang dalam mendefinisikan bagaimana memperlakukan alam (Saragih dan Tungkot, 2001).
3
Menurut pandangan Developmentalis alam harus dimanfaatkan dan didayagunakan untuk mengatasi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumberdaya alam seperti lahan, hutan, perairan, keanekaragaman hayati harus didayagunakan untuk menghasilkan barang ekonomi. Sebaliknya menurut pandangan environmentalis, sumberdaya alam tersebut tidak boleh dieksplotasi karena akan merubah ekosistem secara keseluruhan. Umumnya pandangan environmentalis beralasan karena alam akan cukup memenuhi kebutuhan hidup manusia tetapi tidak akan cukup memenuhi kerakusan manusia. Kemiskinan terjadi bukanlah karena sumberdaya alam tidak dimanfaatkan, melainkan akibat dari eksploitasi sumberdaya alam (Saragih dan Tungkot, 2001). Kegiatan pertambangan merupakan salah satu pemanfaatan sumberdaya alam yang pada umumnya berupa peningkatan produksi bahan tambang. Dalam pelaksanaannya kegiatan pertambangan memberi dampak terhadap ekosistem, dampak tersebut dapat besifat positif maupun negatif. Dampak positif seperti terciptanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan baik untuk perusahaan, pemerintah maupun para pekerja. Dampak negatif kegiatan pertambangan adalah rusaknya bentang alam, hilangnya vegetasi, timbulnya erosi, banjir, sedimentasi, polusi kebisingan demikian pula sering terjadi limbah pertambangan (tailing) yang mempengaruhi kualitas sumberdaya air. Bagi masyarakat dampak negatif dapat berupa tertutupnya ruang partisipasi, terabaikannya hak-hak masyarakat lokal, perubahan pola kepemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, aksesibilitas dan perubahan tingkat pendapatan keluarga (Djajadiningrat, 2001). Para pengambil kebijakan umumnya membuat alokasi sumberdaya mineral berdasarkan pada keuntungan
ekonomi yang akan didapat dari hasil
pertambangan, sementara penghitungan terhadap barang dan jasa lingkungan baik yang dapat dihitung maupun yang tidak dapat dihitung belum mendapat perhatian. Oleh karena itu, pengambil kebijakan atau pengelola pertambangan perlu diberi alasan yang kuat tentang valuasi sumberdaya pertambangan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta sebagai modal pembangunan daerah yang dalam pemanfaatanya penilaian terhadap barang-barang dan jasa lingkungan harus dilakukan, sehingga kualitas lingkungan akan tetap terjaga.
4
Lingkungan hidup merupakan suatu ekosistem yang utuh. Informasi tentang nilai secara objektif dan kuantitatif sangat diperlukan. Dengan diketahuinya nilai ekonomi dari barang-barang lingkungan yang hilang akibat pertambangan akan lebih mudah bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan, bagi pihak perusahaan akan lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan dan bagi masyarakat akan lebih mudah menilai dan melakukan pengawasan. Keuntungan ekonomi dari kebijaksanan pemanfaatan lingkungan, baik upaya pelestarian maupun pengendalian masalah lingkungan adalah nilai uang dari peningkatan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia yang dihasilkan oleh kebijaksanaan atau dapat dihindarkan biaya yang besar dalam menangani kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki lingkungan bisa juga disebut sebagai keuntungan yang hilang. Dari berbagai dampak yang muncul akibat adanya pertambangan bijih besi, maka perlu adanya suatu evaluasi atas pemanfaatan SDA dengan menghitung dampak terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan dan persepsi masyarakat akibat sebuah kebijakan, sehingga diketahui nilai lingkungan yang hilang, tercapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat dan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dari kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining (Gambar 1).
1.3. Perumusan Masalah Kehadiran pertambangan bijih besi di Aceh Barat Daya menyebabkan terjadinya kehilangan ekositem yang benilai ekonomi yang berdampak kepada masyarakat. Agar pertambangan PT Juya Aceh Mining dalam pelaksanaannya dapat lebih berwawasan lingkungan maka perlu kiranya melakukan evaluasi terhadap barang ekonomi lingkungan yang hilang serta pendapatan masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan, sehubungan dengan persoalan tersebut maka rumusan permasalahan dapat dibatasi dan difokuskan dalam konteks sebagai berikut: 1. Seberapa besar hilangnya fungsi ekonomi lingkungan dari konversi lahan hutan menjadi lahan pertambangan?
5
2. Seberapa besar dampak perubahan pendapatan rumah tangga masyarakat dengan adanya kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining? 3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Juya Aceh Mining di daerahnya?
Developmentalis
Environmentalis
SDA
DAMPAK Pertambangan Bijih Besi DAMPAK (-)
DAMPAK (+)
-
Peningkatan
Ekologi
PAD Tenaga keja SDM Usaha mikro masyarakat lingkar
Hilangnya barang lingkungan (ekosistem)
Sosial - Tertutupnya ruang pertisipasi masyarakat - Mengabaikan hak-hak masyarakat
Ekonomi - Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat - Serapan tenaga kerja lokal
Kajian analisis dampak pertambangan terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan serta persepsi masyarakat
- Terdeteksinya nilai lingkungan yang hilang dari kegiatan pertambangan - Tecapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat. - Terakomodir persepsi dan peran serta masyarakat
Tercapainya pembangunan berkelanjutan
Keterangan:
= Batasan penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
= Aliran.
6
1.4. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang dampak ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat dari pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining khususnya bagi masyarakat lokal di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mempelajari dan menghitung kehilangan fungsi ekonomi lingkungan langsung dan tidak langsung akibat dari kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining 2. Menghitung dampak terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan 3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang dilaksanakan oleh PT Juya Aceh Mining
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah Propinsi NAD dan Kabupaten Aceh Barat Daya serta pihak pertambangan tentang keuntungan dan potensi munculnya permasalahan lingkungan dan sosial akibat dari proyek PT Juya Aceh Mining. Bagi masyarakat lokal, dapat dijadikan landasan dalam menentukan dan menerima kebijakan yang lebih menguntungkan dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Pertambangan Seiring meningkatnya kebutuhan bahan mineral dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, meningkat pula dampak terhadap lingkungan, seperti pencemaran pada tanah, udara, air serta tergangunya ekosistem. Ketergantungan manusia terhadap material-material yang berasal dari bumi tidak dapat dielakkan, seperti kebutuhan akan transportasi, perumahan, peralatan listrik, komputer, rumah tangga dan seluruh produk industri (manufaktur). Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan batuan (tanah). Berdasarkan jenisnya, sumberdaya mineral dapat dikelompokkan menjadi mineral logam dan mineral non logam yang namun diperoleh dari hasil pertambangan (Noor, 2005). Kebangkitan pertambangan di Indonesia titik awalnya ketika ditandatangani Kontrak Karya (KK) pertambangan-pertambangan luar negeri sekaligus sebagai pemodal asing yang masuk ke Indonesia seperti PT Freeport Indonesia Inc dari USA. Menyusul kemudian dalam kurun waktu 1968-1972, sebanyak 16 perusahaan pertambangan luar negeri seperti ALCOA, Bilton Mij, INCO, Kennecott, dan US Steel adalah salah satu perusahaan yang menambang bijih besi. Besi sebagai unsur logam mempunyai kelimpahan nomor dua setelah aluminium. Logam ini sudah dikenal jauh sebelum masehi, tetapi pemisahan secara besar-besaran baru dilakukan mulai abad ke-17, bersamaan dengan pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar. Bijih besi terdiri dari berbagai macam, namun dari sekian banyak di alam, yang diusahakan dan memiliki nilai ekonomi tidak banyak, diantaranya adalah macnetit (Fe3O4) dengan kadar besi 72,4%, hematit (Fe2O3) kadar besi 70,0%, limonit (Fe2O3.H2O) kadar besi 5963%, dan siderit (Fe2CO3) dengan kadar besi 48,2%. Kotoran-kotoran yang terkandung dalam bijih besi adalah silika, karbonat, fosfor, mangan terutama dalam bijih hematit, belerang, alumina, air dan titanium (Sukandarrumidi, 2007). Dalam prakteknya
untuk masing-masing bijih besi dipakai nama lain.
Untuk magnetit disebut sebagi bijih besi hitam, hematit disebut sebagai bijih besi
8
merah, limonit sebagai bijih besi coklat, dan siderit dipakai nama bijih besi lempung berlapis hitam. Dalam pemanfaatan bijih besi, penambangan dilakukan berdasarkan jenis endapan. Bijih besi sedimen dan laterit penambangan dikerjakan secara open pit, dengan alat-alat berat, sedangkan untuk bijih macmatit dilakukan dengan tambang dalam. Proses pemisahan biji besi agar dapat digunakan industri melalui proses mereduksi bijih menjadi pig iron, dan proses pembuatan besi tuang, besi lunak atau baja (Sukandarrumidi 2007).
2.2. Dampak Pertambangan dan Ekosistem Dampak diartikan sebagai adanya suatu benturan antara dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena tercermin dari benturan tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini juga banyak ditentang oleh para pemilik atau pengusul proyek, karena dalam perkembangannya yang dianalisis bukan hanya dampak negatif melainkan juga dampak positif dan dengan bobot analisis yang sama. Apabila didefinisikan lebih lanjut, dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem akibat adanya aktivitas manusia. Di sini tidak disebut karena adanya suatu proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak kegiatan manusia yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar terhadap lingkungan (Kristanto, 2004). Menurut Muhammad (2000) kegiatan pertambangan memberikan dampak positif, karena dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang, meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang, meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang, meningkatkan SDM masyarakat lingkar tambang dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Sedangkan pertambangan
menurut
berdampak
Kusnoto negatif
dan bagi
Kusumodirdjo suatu
(1995)
ekosistem,
kegiatan
karena
dapat
menghilangkan vegetasi darat, keanekaragaman hayati dari hutan yang dikonversi,
9
peninggalan budaya dan situs arkeologi, perubahan pola drainase dan terciptanya lubang-lubang besar. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif terhadap penurunan produktivitas tanah, penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas air (Radyanprasetyo, 2007). Dampak negatif juga dapat berupa peningkatan kebisingan akibat pengangkutan dan peledakan, terjadinya erosi dan sedimentasi, perubahan iklim mikro, terganggunya keamanan, kesehatan, keselamatan kerja dan keresahan serta kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar pertambangan akibat pembebasan lahan. Selanjutnya pengupasan lapisan atas tanah akan berdampak terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya tanah longsor sebagai akibat hilangnya vegetasi penutup tanah (Anonim, 1999). Setiap dampak terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari aktivitas pertambangan, menurut Noor (2005) terjadi dari tiga tahap kegiatan pertambangan 1. Tahap eksplorasi. Dampak yang ditimbulkan pada tahap ini adalah pembukaan lahan-lahan yang tertutup tanaman, seperti di hutan lindung, hutan suakamargasatwa dan hutan nasional. Masuknya kegiatan survey dan masuknya alat-alat berat, akan menyebabkan terganggunya ekosistem daerah tersebut. Bekas-bekas lubang pengeboran, pengupasan lapisan tanah oleh alat berat dan aktivitas pekerja bawah tanah yang ditinggalkan setelah penyelidikan eksplorasi selesai akan mengakibatkan degradasi lingkungan. 2. Tahap eksploitasi/penambangan. Dampak yang ditimbulkan pada tahap eksploitasi adalah ketika alat-alat berat masuk ke lokasi penambangan serta sejumlah besar material (limbah material padat), baik yang berasal dari batuan maupun pengupasan lapisan tanah untuk mendapatkan mineral yang diinginkan, dimana limbah-limbah material ini harus dipindahkan ke lokasilokasi di luar lokasi tambang, dan biasanya terjadi pembuangan pada tempat yang tidak semestinya sehingga mencemari lingkungan. 3. Tahap pemrosesan mineral. Dalam pemrosesan bahan mineral kegiatan terdiri dari, pencucian untuk memisahkan lempung dan pasir, proses penggerusan, penggilingan dan pemisahan material-material yang tidak ekonomis (limbah padat) kebanyakan limbah padat yang dihasilkan lebih besar dari material yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga dampak lingkungan yang sering dijumpai pada tahap ini adalah mereka sering membuang limbah padat ke dalam sungai
10
sehingga mencemari air, dampak lain yang timbul seperti degradasi lingkungan akibat suara dan getaran dari peledakan dinamit, debu dari lalu lintas jalan dan masalah yang cukup serius adalah bekas-bekas saluran pembuangan (drainase) yang ditinggalkan di wilayah pertambangan dimana air yang bersifat sangat asam dan mengandung unsur besi, serta air yang berasal dari pertambangan seringkali mengandung tembaga (Cu) atau seng (Zn), dan apabila air tersebut masuk ke dalam sungai, maka tidak baik bagi kehidupan ikan dan lingkungan. Proses dalam menghasilkan produk bijih besi mempunyai kontribusi sangat besar terhadap lingkungan. Disatu sisi menutup pertambangan yang menghasilkan mineral yang dibutuhkan oleh manusia suatu hal yang tidak bijaksana. Disisi lain akibat pertumbuhan industri pertambangan harus disikapi dengan cara mencegah agar dampak negatif yang timbul dapat diminimalkan, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tidak harus menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Noor, 2005). Lingkungan merupakan suatu kesatuan ruang yang terdiri dari komponen fisik (abiotik) seperti air, tanah, batuan dan iklim serta komponen biotik seperti tumbuhan, hewan dan jasat renik, komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya (Indrawan, 2002). Perubahan pada salah satu unsur akan memberikan pengaruh pada unsur yang lain. Jadi lingkungan hidup itu merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem itulah yang dinamakan dengan unsur atau barang-barang lingkungan hidup. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya berlangsung karena manusia membutuhkan bantuan lingkungan untuk hidupnya seperti air untuk minum, makanan, pakaian, rumah, bahkan oksigen untuk bernafas yang kesemua bahan-bahan tersebut didapat dari alam. Seperti halnya sumberdaya hutan, sebagai sebuah ekosistem yang mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama ekosistem hutan adalah fungsi ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Fungsi ekonomi sumberdaya hutan adalah sebagai sumber makanan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan dan manfaat lainnya (Nugroho, 2002). Fungsi ekologis antara lain sebagai penyerap karbondioksida (carbon sequester) dan gas-gas beracun lainnya,
11
melindungi dari gas-gas akibat adanya efek rumah kaca, menjaga keseimbangan sumberdaya air sepanjang musim, dan juga pencipta iklim mikro yang sesuai untuk berbagai kehidupan hayati (Indrawan, 2002). Fungsi sosial ekosistem hutan berupa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang ada di hutan tetapi juga masyarakat di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka ragam budaya masyarakat akibat interaksi manusia dengan alam yang memungkinkan munculnya teknologi tepat guna setempat, bahasa, jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya (CEPF, 2001).
2.3. Peran Ekonomi terhadap Lingkungan Manusia memanfaatkan sumberdaya alam, sumberdaya kapital, sumberdaya teknologi dan sumberdaya informasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Disamping barang dan jasa yang dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya yang ada itu, muncul pula limbah atau sisa buangan yang masuk ke dalam lingkungan. Barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai sektor perekonomian, seperti pertanian, pertambangan, dan energi, industri serta jasa secara totalitas dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) “kotor” (BPS ABDYA, 2007). Dewasa ini masyarakat berminat untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi bersih, misal dengan memperhitungkan hasil kegiatan rumah tangga dan biaya sosial karena adanya pencemaran (sakit, meninggal sebelum waktunya dan lain-lain) dan ketidaknikmatan hidup karena gangguan lingkungan. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana menilai dan mengukur barangbarang lingkungan yang tidak berwujud dan tidak ada pasarnya, agar dapat diperoleh kesatuan ukuran (common denominator) dan dibandingkan dengan barang-barang dan jasa-jasa yang ada nilai dan satuan ukuran Rupiah, sehingga diperoleh PDB bersih, dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara sistem sosial ekonomi dengan lingkungan baik alami maupun fisik. Sistem sosialekonomi bisa berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan, dampak positif bisa berwujud maupun tidak berwujud, dampak berwujud seperti barang
12
dan jasa, mudah mengukurnya karena biasanya ada pasar. Nilai hal yang berwujud kuantitas dikalikan harga pasarnya, yang tidak berwujud seperti keindahan, kesenangan dan lain-lain atau juga dikenal dengan eksternalitas ekonomi atau eksternalitas positif, mengukurnya adalah dengan menggunakan metode tertentu (Reksohadiprodjo, 1999).
2.4. Pendekatan Valuasi Ekonomi Teori valuasi ekonomi bukanlah hal baru dalam menghitung sumberdaya alam. Konsep ini telah dimulai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahirkan Undang-Undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih dikembangkan setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih dikembangkan ke pengukuran nilai tidak langsung (intangible) atau nilai yang tidak nampak (Cantlon dan Herman, 1999). Menurut Suparmoko (2005) pendekatan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya alam dapat dilakukan dengan empat metode. (1) Perubahan produksi, dimana terdiri dari jenis produksi apa saja, seperti produksi pertanian, perikanan, produksi air, dan juga perubahan tingkat kesehatan dalam masyarakat yang menyebabkan penurunan produktivitas serta Opportunity Cost (biaya peluang) juga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, misal sebelum kuliah pendapatan 1 juta, setelah kuliah uang 1 juta tersebut hilang, ini yang disebut dengan Opportunity Cost. (2) Nilai property (hedonic approach) nilai lahan, beda pendapatan/upah. Terjadi perubahan pendapatan, misalnya tadinya sebagai petani, sekarang menjadi buruh tambang. (3) Metode survey (survey method) seperti Contingan Valuation Method (CVM), dilakukan dengan mengsurvey orang tentang seberapa besar mereka mau membayar. (4) Pasar pengganti (surrogate market). Barbier et al. (1997), mengatakan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap ekosistem alam memiliki tiga tipe pendekatan, yaitu: 1. Analisis dampak (impact analysis) penilaian ini dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai
13
akibat dari aktivitas tertentu, misalnya pertambangan terhadap ekosistem hutan. 2. Partial analysis, pendekatan ini dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem hutan, sedangkan 3. Total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat. Nilai ekonimi (Economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kehendak membayar dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud (CVM, Willingness To Pay/WTP). Jadi dengan demikian, valuasi ekonomi dalam kontek lingkungan hidup adalah pengukuran preferensi masyarakat untuk lingkungan yang baik dibandingkan dengan yang buruk. Valuasi bersifat fundamental untuk memikirkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), namun hal yang terpenting adalah mengetahui apa dan bagaimana melakukan valuasi ekonomi (Djijono, 2002). Hasil valuasi ekonomi dinyatakan dalam nilai uang, sebagai cara dalam mencari
preference
revelation,
misalnya
dengan
menanyakan
“Apakah
masyarakat berkehendak untuk membayar?”. Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggunaan nilai uang memungkinkan membandingkan antara nilai lingkungan hidup dengan nilai pembangunan. Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai nyata dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai nyata yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut. Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif-alternatif. Alternatif-alternatif yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih komplek dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam kontek barang-barang privat murni yang mudah dinilai (Suparmoko, 2008).
Salah satu tantangan yang
dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak hanya nilai pasar dari barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga jasa yang
14
ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan yang lazim timbul adalah bagaimana menilai dan mengukur sumberdaya tersebut sementara tidak memiliki konsumen tetap. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur sumberdaya alam adalah melakukan valuasi ekonomi yaitu dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (NET) (Kusnandar, 2008). Nilai ekonomi total adalah nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan bermanfaat. Nilai ekonomi total ini dapat dibagi dalam beberapa komponen, sebagai ilustrasi misalnya dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan dari ekosistem hutan sekunder dan perkebunan berdasarkan hukum biaya dan manfaat keputusan untuk mengembangkan ekosistem hutan menjadi pertambangan dapat dibenarkan apabila manfaat bersih dari pertambangan lebih besar dari manfaat bersih konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi dihitung dengan NET dari ekositem hutan dan perkebunan tersebut yang juga berfungsi sebagai pendukung kesejahteraan rakyat (Suparmoko, 2008). Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara lain: (1) dapat menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek pertambangan dengan menyajikan manfaat dan kerugian lingkungan (2) mendorong pertimbangan konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan sistematis (3) dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi proyek-proyek yang cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam (Irham, 1999). Valuasi ekonomi pada suatu ekosistem merupakan suatu pendekatan yang sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk menilai secara ekonomi pemanfaatan ekosistem hutan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997). Akan tetapi permasalahan yang paling utama adalah kompleksitas ekosistem hutan. Sehingga menimbulkan berbagai persoalan dalam mengkuantifikasi parameter-parameter yang dapat digunakan sebagai standar dalam valuasi ekonomi pemanfaatan ekositem hutan. Berbagai penelitian yang telah berhasil melakukan penilaian ekonomi ekosistem hutan yang dimanfaatkan sebagai hutan maupun sebagai areal
15
lainnya, adalah sebagai berikut. Godoy (1992) mengatakan beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam valuasi ekonomi hutan sekunder, yaitu: (1) Sewa hutan, (2) penerimaan dari produk-produk selain kayu dan pelayanan, (3) konservasi tanah dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), (4) pendapatan dari turis dan keanekaragaman hayati. Riley dan Scrimgeour (1991) menerapkan penghitungan NPV hutan di Selandia baru. Nilai hutan yang dominan untuk rekreasi dan pengontrolan erosi (non-use values) adalah berbeda nyata dibandingkan dengan penggunaan untuk tahan pertanian. Patz (1990) memperkenalkan tiga metode valuasi hutan di Jerman Timur tergantung pada tujuan ekonomi, berdasarkan pada nilai langsung dan nilai tak langsung dari harga kayu umum. Pearce (1991) membuat perkiraan penghitungan valuasi ekonomi hutan di Inggris yang mempertimbangkan: (1) keuntungan alamiah dari investasi hutan, (2) kegagalan pasar dan valuasi keuntungan hutan, (3) nilai ekonomi alam, dan (4) komponen CBA dari kayu, rekreasi, konservasi kehidupan liar, dampak sumberdaya air, evaluasi bentang lahan, dampak rumah kaca keamanan ekonomi dan integritas masyarakat. Grimes et al. (1994) menghitung 3 ha hutan primer Amazona di Equador berdasarkan ekstraksi potensi produk-produk non kayu. Nilai NPVnya adalah US $ 2.830 pada lahan kering dan US $ 1.257 pada lahan Aluvial. Nilai-nilai ini secara nyata lebih tinggi dari biaya total pemanfaatan lahan untuk tujuan lainnya. Voon (1992) melaporkan pemanfaatan lahan kering berlereng yang digunakan untuk tujuan parawisata secara berlebihan ternyata berdampak negatif dalam jangka panjang. Tobias dan Mendelsohn (1991) melakukan valuasi ekoturisme hutan hujan tropis di Costa Rica dengan metoda biaya perjalanan. Analisis ekonomi cara rehabilitasi lahan dapat menggunakan analisis manfaat dan biaya, atau penghitungan biaya pengendalian erosi sampai erosi yang terjadi tidak membahayakan produktivitas tanah. Untuk mengendalikan erosi sampai 25 ton/ha/thn (berkurang sebesar 63%), dibutuhkan biaya sebesar US $ 0,33/ton tanah hilang. Bila erosi dikurangi sampai 80% (12,6 ton/ha/thn), maka dibutuhkan biaya US $ 0,45/ton tanah hilang (Council for Agricultural Science and Technology, 1982).
16
Kurnia (1996) melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan mulsa jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp2.175 dan Rp1.640/ton tanah tererosi. Pupuk kandang mempunyai biaya pengendalian erosi lebih tinggi, yaitu Rp4.085/ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp291.175/ha sehingga biaya rehabilitasi kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1,2-9,2% dari biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi.
2.5. Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Pembangunan suatu proyek yang berada di wilayah yang penduduk atau lokasi tempat mencari nafkah bagi penduduk sekitarnya, maka dampak kegiatan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya serta perubahan pendapatan keluarga, pola kepemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, perkembangan fasilitas sosial dan aksesibilitas wilayah (Djajadiningrat, 2001). Perubahan tingkat pendapatan keluarga akan terjadi jika penduduk mengalami perubahan yang berarti akibat adanya pembangunan. Pembangunan akan berdampak positif terhadap masyarakat jika dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas umum dan sosial, tetapi jika mengurangi fungsi dari fasilitas umum dan sosial yang ada maka berarti pembangunan proyek tersebut berdampak negatif (Utomo, 2002). Usaha pertambangan dan industri biasanya dilakukan dengan padat modal dan teknologi tetapi terletak di daerah pedesaan yang miskin. Perbedaan kedua lingkungan sosial ini dapat menimbulkan masalah sosial di masyarakat, dan untuk menghindarinya sangat perlu diperhitungkan pembangunan fasilitas kehidupan masyarakat sekitar pertambangan, hal ini agar masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari kegiatan pertambangan dan pengusaha juga merasa bertanggung jawab untuk menjaga kualitas lingkungan dimana mereka berusaha serta memperhatikan pola kehidupan sosial masyarakat yang sudah ada. Dampak kegiatan pertambangan bijih besi yang positif diharapkan tidak hanya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan, tetapi juga terhadap peningkatan kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat yang berdomisili di sekitar
17
pertambangan, kesejahteraan antar individu dapat berbeda-beda satu dengan yang lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Sukanto (1998) bahwa kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat batiniah atau spiritual. Dalam ekonomi mikro, indikator yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah melalui tingkat kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera. Pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi
masyarakat,
ekonomi
masyarakat yang
makmur
ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah. Ada beberapa indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan adalah: 1. Konsumsi rumah tangga per tahun 2. Keadaan tempat tinggal 3. Fasilitas tempat tinggal 4. Kesehatan anggota rumah tangga 5. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis. 6. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 7. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi 8. Kehidupan beragama 9. Perasaan aman dari tindakan kejahatan Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki sebagai tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah suatu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran kesejahteraan seseorang, sehingga status sosial masyarakat dapat diketahui (BPS NAD, 1996).
2.6. Persepsi Masyarakat Sejak individu dilahirkan, saat itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimulus atau rangsangan dari luar di samping dari dalam dirinya
18
sendiri. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya sehingga memunculkan persepsi. Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian. Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang obyek dan peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang obyek tersebut. Persepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek dan lingkungan di sekitarnya, sehingga tercapai komunikasi antara manusia dengan lingkungannya. Persepsi merupakan proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah cara seseorang untuk mengubah energi fisik lingkungan menjadi pengalaman yang bermakna (Sarwono, 1987). Menurut Mar’at (1981) persepsi merupakan bagian dari konsep diri manusia yang
diartikan
sebagai
memahami/menanggapi
sesuatu.
proses
pandangan/tanggapan
Persepsi
seseorang
berkaitan
dalam dengan
pengalaman, kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya. Pengetahuan dan
pengalaman
yang
diperolehnya
akan
memperkaya
diri
dengan
perbendaharaan untuk memperkaya daya persepsinya. Dari beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa proses pemberian makna atau persepsi sangatlah berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan individu melalui proses stimulasi dengan lingkungannya. Persepsi positif terhadap stimulasi mengadakan terhadap
perhatian/pendekatan terhadap
stimulasi
cenderung
yang
cenderung
bersangkutan untuk
stimulasi.
Sebaliknya
bersangkutan
untuk
persepsi
mengadakan
pengindaran/penilaian yang negatif dan bahkan reaksi tingkah laku (respon) yang negatif berupa perlawanan dan pelampiasan pada obyek lain. Persepsi menurut Abizar (1988) adalah proses dengan mana seseorang individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari lingkungannya. Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek atau permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu mempengaruhi persepsi seseorang nantinya akan mempengaruhi perilaku yang dipilihnya. Persepsi juga merupakan suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa
19
lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Dari kondisi yang tercipta akibat kegiatan pertambangan menimbulkan persepsi dari masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Menurut Liana (1994) persepsi yang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan akan tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan tersebut karena manfaat yang dirasakan, dan masyarakat akan mendukungnya secara berkesinambungan. Persepsi masyarakat mengenai lingkungannya sangat tergantung pada dampak langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas dan sarana-sarana yang menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan proyek yang dilakukan di lingkungan mereka serta faktor sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan.
2.7. Ekologi dan Kesehatan Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan erat pula hubungannya dengan taraf sosial ekonomi. Karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan lingkungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Kemampuan manusia untuk mengubah atau memodifikasi kualitas lingkungnya tergantung sekali pada taraf sosial budaya. Masyarakat yang primitif hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat tersebut. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai ke taraf yang irreversibel. Gununggunung dapat dibelah atau dipotong sesuai dengan keperluannya. Hutan dapat diubah menjadi kota dalam waktu yang singkat. Pemanfaatan sumberdaya alam menurut Sugandhi dan Hakim (2007) dalam memodifikasi lingkungan hidup dengan tujuan memperbaiki nasib manusia tidak selalu berhasil dengan baik bila tidak diperhatikan proses-proses yang terjadi di dalam ekosistem yang mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Apabila modifikasi lingkungan dilakukan sedemikian rupa sehingga alam tidak dapat lagi mempertahankan keseimbangannya, maka akan terjadi hal-hal yang merugikan manusia sendiri. Karena manusia selain mendayagunakan unsur-unsur dari alam,
20
manusia juga membuang kembali segala sesuatu yang tidak dipergunakan kembali ke alam biasanya disebut dengan limbah, tindakan ini akan berakibat buruk bagi manusia apabila jumlah buangan sudah telalu banyak sehingga alam tidak dapat lagi membersihkan keseluruhannya. Dengan demikian, terjadi pengotoran lingkungan dan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Sebagai akibatnya, manusia akan mengalami gangguan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, jelas bahwa kelangsungan hidup masyarakat sangat tergantung pada pengetahuan dan pengertian tentang proses-proses interaksi di dalam ekosistem (Slamet, 2007).
21
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada usaha pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, yang berlokasi di Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat, Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jarak dari ibukota propinsi (Banda Aceh) 412 km arah barat, dapat ditempuh dalam waktu 11-12 jam dengan transportasi darat. Secara geografis lokasi pertambangan bijih besi ini terletak pada posisi 96048, 29’84” BT dan 30 47, 45’582”. LU. Pengusahaan pertambangan berada dalam dua wilayah administrasi desa yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Desa Ie Mirah terbagi dalam empat dusun yaitu: Dusun Kuta Malaka, Dusun Kubang Gajah, Dusun Pancang Besi dan Dusun Seujahtra, dan memiliki berpenduduk sebanyak 1.579 jiwa. Sedangkan Desa Pante Rakyat terdiri atas sepuluh dusun yaitu dusun Pasar, Alue Pineung, Plak Mirah, Kampong Teungoeh, Lhoek Gayoe, Geunang Jaya, Alue Mentri, Blang Raja, Lhoek Meukek dan Dusun Alue Dawah, serta memiliki penduduk 6.728 jiwa. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Maret 2009.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini sepenuhnya dilakukan di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD. Penelitian ini terkonsentrasi pada pencarian seberapa besar kehilangan fungsi ekonomi lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan, menghitung perbedaan tingkat
pendapatan
masyarakat
sebelum dan
sesudah
adanya
kegiatan
pertambangan dan mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.
3.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang merupakan kombinasi dari “descriptive research” dan “problem solving research”. Menurut Ethridge (1995), Penelitian descriptive adalah upaya sederhana untuk menentukan,
22
mengidentifikasi dan mendeskripsikan apa yang terjadi. Sementara itu penelitian problem solving research, (penelitian pemecahan masalah) adalah penelitian yang dirancang untuk memecahkan masalah yang spesifik guna mengambil keputusan yang spesifik pula. Dengan penggunaan metode penelitian ini, maka hasil penelitian selain dapat dideskripsikan juga dapat diketemukan masalah yang penting, untuk selanjutnya ditentukan alternatif pemecahannya.
3.4. Penentuan Sampel Dalam penelitian ini pengambilan sampel terdiri dari dua desa yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Dari desa tersebut diambil 4 dusun yaitu: tiga dusun dari Desa Ie Mirah dipilih Dusun Kuta Malaka, Seujahtera dan Dusun Pancang Besi dan satu dusun dari Desa Pante Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah. Pemilihan tempat berdasarkan asumsi dimana dampak permasalahan seperti fasilitas, aktifitas, hilangnya sumber kehidupan, terjadinya pencemaran, tersedia lapangan kerja, peningkatan dan penurunan pendapatan/kapita, konflik dan lain sebagainya, selama proyek beroperasi, dampak paling utama akan dipikul oleh masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat.
3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data atau informasi langsung dari masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat yang berdomisili di sekitar pertambangan PT Juya Aceh Mining. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota masyarakat yang dipandu dengan kuisioner. Data primer ini mencakup komponen ekonomi, sosial dan lingkungan yang terkena dampak dari kegiatan proyek PT Juya Aceh Mining. Data ini berupa: • Data tentang vegetasi dari ekosistem yang terdapat pada areal pertambangan PT Juya Aceh Mining • Data jumlah tenaga kerja yang memiliki kesempatan kerja di pertambangan • Data pendapatan masyarakat pada saat sebelum dan setelah adanya tambang
23
• Persepsi masyarakat (sikap dan pandangan masyarakat) terhadap kegiatan pertambangan Data sekunder, merupakan data/informasi yang sudah didokumentasikan baik berupa data statistik maupun hasil penelitian yang diperoleh dari dinas/instansi atau kelembagaan yang terkait dengan penelitian ini. Data ini berupa: • Data luasan hutan dan pemanfaatannya • Data tentang kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat pada hutan konversi oleh PT Juya Aceh Mining • Data harga dasar produk kehutanan dan pertanian • Dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining • Data luas areal yang dikonversi oleh PT Juya Aceh Mining • Data demografi (kependudukan) yang berdomisili di sekitar tambang • Data tingkat pendidikan dan pekerjaan • Data jumlah KK, pekerjaan, dan pendidikan
3.6. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui kehilangan fungsi ekonomi lingkungan diperoleh dari menghitung barang ekonomi yang hilang. Pengambilan data dilakukan pada seluruh areal pertambangan dengan merujuk pada dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining. Sedangkan data sosial, diperoleh melalui diskusi/wawancara secara mendalam dengan masyarakat yang dijadikan sampel, tokoh masyarakat, pihak perusahaan dan pemerintah diikuti dengan pengisian kuisioner. Pemilihan responden berdasarkan pendapat Siegel (1997) yang menyatakan bahwa apabila subjeknya lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10–15% atau 20–25% atau lebih. Dengan merujuk pendapat tersebut, maka responden pada penelitian ini adalah 91 orang yaitu (20% dari populasi), dari jumlah penduduk disetiap dusun dan dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan dusun. Tiga dusun berada dalam administrasi Desa Ie Mirah yaitu Dusun Kuta Malaka, Seujahtera dan Dusun Pancang Besi, dan satu dusun berada dalam administrasi Desa Pante
24
Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah. Data pendukung berupa telaah pustaka yang mencakup kajian konsep teoritis dan telaah hasil penelitian.
3.7. Analisis Data 3.7.1. Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan Untuk mengetahui dampak pertambangan terhadap hilangnya barang lingkungan, analisis dilakukakan dengan kuantitatif dengan cara melakukan penghitungan Nilai Ekonomi Total (NET) terhadap vegatasi yang terdapat pada areal pertambangan PT Juya Aceh Mining. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap pendekatan Tietenberg (1992) yaitu (1) identifikasi manfaat dan fungsifungsi barang lingkungan (2) mengkuantifikasi segenap manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang. Tahap identifikasi manfaat dan fungsi dari barang lingkungan yang diteliti diawali dengan studi pustaka mengenai nilai-nilai dari barang lingkungan (Yakin, 2004). Identifikasi ini meliputi manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. a. Manfaat langsung (Direct use value) ML=∑ MLi Diamana: ML : Total manfaat langsung MLi : Manfaat langsung dari barang lingkungan ke-i b. Manfaat tidak langsung (Indirect use value) MTL=∑MTLi Dimana : MTL : Total manfaat tidak langsung MTL1: Manfaat tidak langsung dari barang lingkungan ke-i Selanjutnya Nilai Ekonomi Total dari barang lingkungan yang dikonversi pertambangan dapat diformulasikan sebagai berikut NMT=ML+MTL Dimana : NMT : Nilai manfaat total ML
: Total manfaat langsung
MT
: Total manfaat tidak langsung
Setelah semua manfaat dan fungsi barang lingkungan yang diteliti berhasil diidentifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah mengkuantifikasi manfaat dan
25
fungsi tersebut ke dalam nilai rupiah. Teknik kuantifikasi yang akan dipakai adalah penggunaan nilai pasar.
3.7.2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Ada tidaknya perbedaan tingkat pendapatan rumah tangga masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan pertambangan di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat, sesudah adanya kegiatan pertambangan, dianalisi dengan statistik deskriptif dengan menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik meneliti yang menggunakan metode lebih dari satu secara independen, sehingga dapat diperoleh informasi yang mendekati kebenaran dari data yang dihimpun (Hadi, 2005). Adapun data yang digunakan berupa pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan.
3.7.3. Analisis Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan, dilihat dari sikap dan pandangan responden terhadap keberadaan PT Juya Aceh Mining atas dampak yang telah ditimbulkannya terhadap kehidupan mereka. Persepsi yang baik/positif menunjukkan bahwa masyarakat mendukung kegiatan pertambangan, sedangkan persepsi yang kurang baik/negatif menunjukkan kurangnya dukungan terhadap kegiatan pertambangan. Jadi persepsi ini didasari oleh manfaat yang masyarakat rasakan sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan, data ini disajikan secara deskriptif.
26
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) terbagi menjadi 6 kecamatan dengan Blang Pidie sebagai ibu kota kabupaten. Pertanian dan perdagangan adalah pilar utama yang membangun struktur perekonomian Kabupaten Aceh Barat Daya. Pertanian di daerah ini mengandalkan tanaman pangan sebagai hasil utama yang berupa padi, kacang hijau, kacang tanah, ketela pohon, dan pisang. Seluruh komoditi ini akan dipacu produksi dan produktivitasnya untuk program agropolitan. Pada kelompok tanaman buah-buahan juga dikembangkan antara lain buah mangga, durian, kuini, dan rambutan. Di sektor perkebunan komoditas pala, kelapa sawit, dan karet juga diandalkan untuk pengembangan agropolitan. Pengembangan perikanan laut di daerah ini lebih dimungkinkan sebab lima kecamatan di ABDYA berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Secara umum setiap kecamatan di daerah ini telah memiliki peruntukan kegiatan ekonomi masing-masing sesuai dengan karakter daerah yang dimiliki. Blang Pidie menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan. Kecamatan Susoh menjadi sentral pengembangan sektor kelautan, Kecamatan Manggeng, Kuala Batee dan Babah Rot menjadi agropolitan. Daerah penelitian merupakan salah satu kecamatan yang berada dalam Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu Kecamatan Babah Rot. Secara administrasi daerah penelitian berada dalam dua desa, yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Luas Desa Ie Mirah 7.700 ha, dengan jumlah penduduk laki-laki 830 jiwa, wanita 746 jiwa dan terdiri dari 383 Kepala Keluarga (KK). Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, sebelah selatan dengan samudra Hindia, sebelah timur dengan Desa Pante Rakyat, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Samarinda. Luas Desa Pante Rakyat 8.200 ha, dengan jumlah penduduk 3.205 jiwa lakilaki dan 3.525 jiwa wanita, terbagi dalam 1.514 KK. Desa ini di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah selatan Samudra Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pante Cermen, sebelah barat dengan Desa
27
Ie Mirah. Kedua desa tersebut terletak di dalam administrasi Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD. (Tabel 1) Tabel 1 Jumlah penduduk dan kepala keluarga No
Desa
1 Ie Mirah 2 Pante Rakyat Jumlah
Jumlah KK
Penduduk Akhir Bulan Februari 2009 Laki-laki Perempuan L+P
340 1.514 1.854
829 3.204 4.033
750 3.524 4.274
1.605 6.748 8.353
Sumber: Kantor Camat Kecamatan Babah Rot Kecamatan Babah Rot berjarak 45 km dari ibukota Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu Blang Pidi. Secara geografis terletak pada posisi 960, 48 BT dan 30 47 LU.
\
Gambar 2 Peta lokasi penelitian KP PT Juya Aceh Mining (Sumber: Laporan studi kelayakan PT Juya Aceh Mining) 4.2. Kondisi Iklim dan Curah Hujan Tipe iklim daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Oldeman (1980) termasuk kategori iklim A (hujan tropis). Bila dilihat dari nilai suhu udara ratarata bulanan, semua berada di atas 180C dan distribusi hujan bulanan semua
28
bernilai di atas 60 mm (Tabel 2). Wilayah penelitian memiliki suhu udara rata-rata 25,6 0C dengan kisaran antara 22,4 0C sampai 31,1 0C. Kelembaban nisbi udara yang relatif tinggi berkisar antara 79%, pada bulan Agustus hingga 89% pada bulan Januari. Evapotranspirasi potensial bulanan atau penguapan setiap bulan berkisar antara 3,0 mm, pada bulan Januari 4,5 mm, total penguapan setahun mencapai 23,8 mm. Curah hujan daerah penelitian sebesar 3.877 mm/tahun, termasuk kategori bulan basah, dengan distribusi bulanan terendah hujan 186 mm pada bulan Agustus hingga tertinggi 451 mm pada bulan Januari. Hujan total terbanyak 3.877 mm berakumulasi selama 132 hari. Hari hujan dengan hujan terendah pada bulan Juli dengan 13 hari dan tertinggi 28 hari pada bulan Januari. Hujan total dalam sehari sering terjadi pada bulan Januari yang mencapai 16 mm/hari. Tabel 2 Data suhu, curah hujan dan kelembaban Kabupaten ABDYA
Jan Feb
22,6 22,6
25 25,2
29,3 30,1
3 3,4
89 88
28 24
CH (mm) min 297 73
Mar Apr Mei Jun Jul
22,8 22,9 22,6 22 21,5
25,6 26 25,8 25,6 25,6
31,1 31,4 31,3 31,2 31,7
3,7 3,7 3,4 3,4 3,8
86 86 85 83 81
25 24 20 15 14
98 245 209 51 24
368 430 371 274 217
741 596 518 470 366
Agt Sep Okt Nov
21,7 22,2 22,6 22,7
25,7 25,9 25,9 25,7
32,2 32,3 31,7 30,9
4,3 4,5 4 3,8
79 81 84 86
12 15 21 25
10 45 36 181
186 234 329 415
431 445 573 709
Des
22,7
25,5
30,5
3,8
86
24
70
260
414
84,5
21
112
323
536
Bulan/Unsur Suhu 0C Iklim Min
Suhu 0C Rata2
Suhu 0C Maks
ETP (mm)
RH (%)
HH (hari)
Rata2 22,4 25,6 31,1 3,7 Sumber: Dokumen Amdal PT Juya Aceh Mining
CH (mm) rata2 451 342
CH (mm) maks 629 538
4.3. Kondisi Flora dan Fauna Daerah Penelitian a. Flora Secara umum kondisi alam daerah penelitian dibagi atas tiga komposisi vegetasi. 1. Vegetasi hutan yang didominasi oleh Kuli minyak (Litsea glutinose), Medang (Dehaosia sp), Tapu (Mancaraga tanarius), Pasang (Castanopsis argentea) dan Kapur (Eugenia acuminatissima). Spesies tersebut merupakan spesies
29
yang sering dijumpai pada hutan sekunder. Kehadiran kelompok tumbuhan seperti Tapu, Kapur dan Lara mengindikasikan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hutan sudah pernah dieksploitasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa kawasan hutan sekunder tersebut merupakan areal bekas Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) PT ASDAL yang telah berakhir sekitar tahun 1998 yang lalu. 2. Vegetasi agroforestry. Daerah ini merupakan daerah yang telah berubah dari hutan menjadi daerah yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat mencari nafkah dengan bercocok tanam. Hal ini terbukti dengan vegetasi yang mendominasi kawasan ini antara lain: Pala (Myristica sp), Pinang (Areca catechu), Kelapa sawit (Elaeis quineensis), Durian (Durio zebhatinus) yang kesemuanya merupakan tanaman yang dibudidayakan. 3. Vegetasi perkarangan. Tanaman yang mendominasi kawasan ini berupa jambu air (Syzigium aquaticum), Pisang (Musa paradisiacal), Coklat (Theobroma cacao), Rambutan (Nephelium sp), Melinjo (Gnetum gnemon), Sirsak (Annona muriceta), Belimbing (Averhoa bilimbi), Pepaya (Carica papaya), Nangka (Arthocarpus integra). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada kawasan eksploitasi bijih besi oleh PT Juya Aceh Mining tidak dijumpai hutan primer. Bila ditinjau dari fungsi hutan primer seperti pemelihara iklim, hidrologi, habitat satwa liar, pemelihara siklus biokimia, pemelihara kesuburan dan lainnya, maka fungsifungsi tersebut sudah menurun. Akan tetapi dari segi pendapatan masyarakat sebagai tempat berusaha dan secara ekonomi lingkungan vegetasi ini masih memiliki nilai. b. Kondisi Fauna Pada daerah penelitian ada beberapa jenis fauna yang dijumpai, yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam Mamalia, Reptilia dan Aves (Tabel 3).
4.4. Kondisi Alam, Topografi dan Hidrologi Dilihat dari sejarah, kawasan penelitian yaitu Kecamatan Babah Rot, memiliki sejarah pahit dalam menerima hukum alam berupa banjir bandang yang terjadi pada tahun 2002 lalu, yang menelan korban jiwa dan harta benda.
30
Kejadian ini diprediksikan sebagai akibat dari hilangnya vegetasi hutan bagian hulu Kabupaten Aceh Barat Daya. Tabel 3 Jenis fauna pada lokasi penelitian Nama daerah Nama ilmiah Kelompok Mamalia Kerbau Babalus bubalis Babi Sus Scrofa Tupai Caloceorus notacus Kera ekor Panjang Macaca fascicularis Siamang Symphalangus sundactylus Kalong protopterus vampirus Musang Paradoxurus hemaproditus Kambing Capra sp Anjing Canis canis Kucing Felis domesticus Rusa Cervus sp Harimau Sumatara Panthera tigris sumatrae Kancil Malacocincla sp. Landak Hystrix brachyura Kelompok Reptilia Kadal Maboyya multifasciata Biawak Varanus salvatorius Tokek Gekko-gekko Ular fiton Sanca molurus Ular mati ekor Trimeresurus sp Kelompok Aves Elang hitam Ictinaetus malayensis* burung Cekakak Halcyon chloris Walet sarang putih Collocalia fuchipaga Kentul Kerbau Bubulkus ibis Tekukur Streptopelia chinensis Punai kecil Treron olax Burung Cabee Dicaeum trochileum Alap-alap api Falco moluccencis* Layang-layang batu Hirundo taitica Kirik-kirik laut Merops philippinus Kicuit batu Motacilla cinerea Kipasan Rhipidura javanica* Burung madu sepah raja Aethopyga siparaja Burung madu kelapa Antreptes malacencis* Burung madu sriganti Nectarinia jugularis* Burung kepodang Oriolus chinensis Bondol haji Lonchura maja Bondol taruk Lonchura molucca Burung terucuk Pycnonotus goiavier Burung geri kecil Aploinis minor Jalak kerbau Acridotheres javanicus Burung cinenen Orthotomus surtorius Srigunting Dicrurus sp Perling kumbang Aplonis panayensis Burung kucica Capsycus saularis Sumber: LSM YLI dan dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining
Keterangan Mamalia Peliharaan Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia peliharaan Mamalia peliharaan Mamalia peliharaan Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Mamalia Liar Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Dilindungi Tidak dilindungi Dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi Dilindungi Tidak dilindungi Tidak dilindungi
31
Dua desa di Kecamatan Babah Rot yaitu Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat yang dijadikan sampel penelitian, merupakan daerah yang rawan bencana banjir. Pada Desa Ie Mirah banjir terjadi hampir setiap tahun, menurut hasil pengamatan dan wawancara dengan penduduk yang sudah 30 tahun tinggal di desa tersebut serta dinas kehutanan, banjir ini terjadi karena curah hujan yang tinggi, topografi hulu yang terjal dan berbatu, kondisi hutan bukan primer dan ketidakmampuan sungai Ie Mirah menampung air. Alasan lain adalah daerah serapan berupa lahan gambut di hilir telah dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Kondisi lain juga dapat dilihat dari tipe rumah panggung yang dibangun oleh masyarakat setempat untuk mengantisipasi banjir yang tiap tahun kerap terjadi, (Gambar 3). Rutinitas banjir telah terjadi sejak 30 tahun sebagai dampak dari meluapnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ie Mirah yang merupakan anak DAS utama Krueng Babah Rot. Wilayah penelitian termasuk ke dalam DAS Krung Babah Rot dengan beberapa sub DAS yang terdapat di kawasan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, salah satunya adalah sub DAS Krung Ie Mirah. Air permukaan di lokasi penelitian berkualitas baik, yaitu jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, jaringan sungai umumnya rapat dan berair hanya pada musim penghujan. Muka air sungai cepat naik manakala hujan turun dan cepat surut setelah beberapa saat hujan berhenti. Masyarakat di wilayah ini menggunakan air sungai dan air pegunungan yang ditampung untuk keperluan hidup sehari-hari mulai dari keperluan MCK sampai konsumsi. Topografi daerah penelitian terdiri dari bentang alam dataran dan perbukitan, kecuraman terdiri atas ringan, sedang hingga berat. Karakteristik topografi sebagian besar berupa perbukitan, hanya sebagian kecil bertopografi datar. Daerah perbukitan menempati bagian timur, tengah dan selatan, disusun oleh rangkaian perbukitan yang memanjang searah dengan sumbu Pulau Sumatra, yaitu berarah barat laut-tenggara dengan elevasi tinggi 500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan topografi dataran hanya terletak di bagian utara.
32
Gambar 3 Tipe dan kondisi rumah masyarakat daerah penelitian
4.5. Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia maupun mahluk hidup lainnya yang ada di muka bumi. Sejalan dengan pertambahan dan perkembangan penduduk serta industri, maka kebutuhan terhadap air bersih semakin meningkat pula. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas pembangunan yang tinggi, serta adanya eksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan berlebihan, memberikan peringatan kepada kita untuk menyusun suatu strategi yang lebih baik dalam mengelola sumberdaya alam air. Sebagai wilayah yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi mencapai 3.877 mm/tahun hingga terkadang di berbagai wilayah mengalami banjir, seperti halnya salah satu desa penelitian yaitu Desa Ie Mirah, yang hampir setiap tahun mengalami banjir. Namun demikian pada daerah penelitian ketersedian air bersih terbatas, hal ini terbukti dari ketergantungan masyarakat pada air sungai dan air pegunungan untuk penggunaan seluruh kebutuhan hidup. Air yang dipergunakan oleh mayoritas masyarakat Desa Ie Mirah saat ini bersumber dari air pegunungan yang dialirkan melalui pipa ke tempat penampungan (Gambar 4). Tempat penampungan berada tepat di tengah-tengah Desa Ie Mirah. Dari hasil wawancara yang dilakukan, sumber air tersebut berasal dari kawasan pengunungan dalam kawasan eksploitasi bijih besi PT Juya Aceh Mining. Hingga penelitian dilakukan belum diketemukan masalah ketidak
33
tersediaan air baik secara kualitas maupun kuantitas dalam penampungan di Desa Ie Mirah tersebut.
Gambar 4 Tempat penampungan air di Desa Ie Mirah
4.6. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Mayoritas penduduk Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat adalah suku Aneuk Jamee. Suku ini terdapat dibeberapa tempat di bagian pesisir barat-selatan Nanggroe Aceh Darussalam. Dari segi bahasa, dialek mereka masih merupakan dialek Minang Kabau dan menurut cerita, mereka memang berasal dari Ranah Minang. Orang Aceh menyebut mereka sebagai Aneuk Jamee yang berarti tamu atau pendatang. Hubungan antara masyarakat dengan hutan pada dasarnya telah terjalin lama. Hubungan ini bukannya semata-mata didorong oleh adanya manfaat langsung barang dan jasa yang dapat diperoleh dari hutan tetapi lebih dari itu. Hutan merupakan objek terpenting lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup amat erat hubungannya dengan sosial ekonomi dan budaya. Keadaan dan perkembangan tingkat sosial, budaya dan ekonomi masyarakat akan menentukan baik buruknya lingkungan tersebut dan pada gilirannya hal tersebut akan tercermin pada keadaan hutan itu sendiri. Karateristik masyarakat
yang
mempengaruhi adalah jumlah penduduk. Intensitas penduduk yang tinggi akan mempersempit kesempatan kerja, karena mayoritas penduduk daerah penelitian
34
73,6% adalah petani yang memanfaatkan bekas hutan sebagai lahan bercocok tanam. Kesempatan usaha juga ditentukan oleh tingkat pendidikan, tingginya pendidikan
akan
memperluas
kesempatan
berkerja.
Tingkat
pendidikan
masyarakat daerah penelitian dari sampel yang diperoleh adalah: Tidak Sekolah sebesar 9,89%, tamat SD sebesar 54,95%, tamat SMP sebesar 19,78%, tamat SMA sebesar 13,19% dan S1 sebesar 2,2%. Berdasarkan hasil yang diperoleh membuktikan bahwa tamat SD yang lebih mendominasi, sehingga pekerjaan di bidang pertanian terbukti merupakan lahan utama bagi mayoritas penduduk Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat. Ditinjau dari struktur sosial masyarakat di lokasi penelitian, kehidupan masyarakat mayoritas bersumber dari aktifitas sektor pertanian, pedagang, PNS, buruh, sopir dan pedagang (Gambar 5).
Gambar 5 Persentase jenis pekerjaan masyarakat daerah penelitian
35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Dampak terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan Pola pendekatan dalam pembahasan ini meliputi dua tahap yaitu: (1) identifikasi manfaat dan fungsi-fungsi barang lingkungan yang terdapat pada areal pertambangan khususnya jenis vegetasi penutup tanah dan (2) mengkuantifikasi segenap manfaat dan fungsi ke dalam nilai uang. Pendekatan penghitungan dilakukan berdasarkan keadaan lapang yaitu analisis seluruh jenis vegetasi yang terdapat pada areal pertambangan, dengan manfaat ekonomi berupa manfaat langsung (Direct use values), manfaat tidak langsung (Indirect use values), nilai pilihan (Bequest value) dan nilai keberadaan (Existence values). 5.1.1 Manfaat Langsung (Direct use values) Manfaat langsung adalah nilai guna dari sumberdaya alam yang dapat diperkirakan langsung dari konsumsi atau produksi, yaitu penentuan harga dalam transaksi pasar. Nilai guna ini dimanfaatkan oleh orang yang secara langsung menggunakan dan mendapatkan manfaat seperti penebangan pohon dan pemungutan hasil usaha perkebunan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, pada areal pertambangan terdapat tanaman perkebunan dan tumbuhan hutan, yang dalam kehidupan masyarakat di sekitar tambang memiliki manfaat langsung sebagai sumber perekonomian dalam menopang kehidupannya.
5.1.1.1. Manfaat Langsung Perkebunan Perkebunan merupakan usaha yang memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya yaitu berupa hasil atas tanaman yang dibudidayakan, tanaman perkebunan biasanya memberikan manfaat secara kontinyu dalam waktu yang relatif lama apabila dipelihara dan dijaga kelestariannya. Pada penelitian ini tanaman perkebunan merupakan salah satu bagian yang hilang akibat dari konversi lahan menjadi pertambangan bijih besi, asumsi penghitungan tersebut karena tanaman perkebunan merupakan barang-barang lingkungan yang memiliki nilai ekonomi, barang-barang tersebut berupa perkebunan pinang, coklat, durian, kopi, kelapa sawit, pala, rambutan dan pisang, (Tabel 4). Seluruh jenis tersebut memiliki nilai pasar yang dapat dikuantifikasikan.
36
Tabel 4 Jenis dan nilai perkebunan pada lokasi tambang Jenis vegetasi
Luas (ha)
Pinang Coklat Kopi Durian Sawit Pala Rambutan Pisang Total
8,72 2,03 3,55 6,32 18,7 3,78 0,83 0,05
Umur produktif (th) 15 15 15 15 15 15 15 15
∑ Batang 14.533 1.692 5.917 632 2.597 420 102 13
∑ Produksi (kg) 1.220.800 453.367 159.750 1.895.100 13.791.250 1.176.933 138.333 36.250
Harga/kg (Rp) 3.500 21.000 17.000 2.000 930 14.000 3.000 2.000
Harga Total (Rp) 4.272.800.000 9.520.700.000 2.715.750.000 3.790.200.000 12.825.862.500 16.477.066.667 415.000.000 72.500.000 50.089.879.167
Seluruh jenis tanaman perkebunan seperti terlihat pada Tabel 4, merupakan milik masyarakat yang dibebaskan oleh pihak pertambangan karena pada areal tersebut mengandung deposit bijih besi. Dalam penelitian ini tanaman tersebut merupakan barang-barang lingkungan yang memiliki nilai ekonomi langsung bagi pendapatan maupun status sosial masyarakat, sehingga sangat rasional jika dilakukan pemberian nilai yang didasari atas produksi tanaman per satuan waktu, menurut masa produktif tanaman dan masa usaha pertambangan. Penghitungan untuk mencari nilai uang atau mengkuantifikasi setiap komoditi tanaman yang terdapat pada areal pertambangan bijih besi adalah mengidentifikasi luas tanaman, selanjutnya mengukur jarak tanaman, mengetahui produktifitas per tanaman atau per hektar serta mengetahui umur saat ini. Sehingga dengan mengetahui hal tersebut, produksi tanaman (panen) per satuan waktu dapat diketahui dengan mengalikan antara keseluruhan tanaman dan produksinya selama waktu produktif atau masa tambang, dikurangi umur saat ini dan dikalikan dengan harga pasar lokal dimana produk tanaman dihasilkan (Lampiran 1). Dari hasil penghitungan tersebut menghasilkan nilai untuk setiap komoditi yaitu: pinang dengan luas 8,72 ha yang dikonversi ke pertambangan mengalami kehilangan nilai guna langsung sebesar Rp4.272.800.000/15 tahun, dengan harga pasar lokal Rp3.500/kg. Tanaman coklat
seluas 3,55 ha dengan harga jual
Rp21.000/kg mengalami kehilangan nilai sebesar Rp9.520.700.000/15 tahun. Tanaman kopi dengan jenis robusta pada areal seluas 3,55 ha dengan harga pasar lokal Rp17.000/kg mengalami kehilangan nilai Rp2.715.750.000/15 tahun.
37
Tanaman durian dengan luas areal 6,32 ha dari harga jual Rp2.000/kg mengalami kehilangan nilai sebesar Rp3.790.200.000/15 tahun. Selanjutnya komoditi kelapa sawit dengan luas areal 18,7 ha dengan harga jual Tandan Buah Segar (TBS) Rp930/kg mengalami kehilangan nilai sebesar Rp12.825.862.500/15 tahun, tanaman pala pada areal 3,78 ha dengan harga jual biji pala/kg Rp14.000 mengalami kehilangan nilai sebesar Rp16.477.066.667/15 tahun. Rambutan pada luas areal 0,83 ha dengan total produksi 138.333 kg/15 tahun dan harga jual buah rambutan Rp3.000/kg, maka mengalami kehilangan nilai sebesar Rp415.000.000/15 tahun. Tanaman pisang dengan luas areal 0,005 ha dengan total produksi 36.250 kg, mengalami kehilangan nilai sebesar Rp72.500.000/15 tahun. Berdasarkan penghitungan tersebut diperoleh nilai total manfaat langsung perkebunan yang hilang adalah sebesar Rp50.089.879.167/15 tahun atau 75.893.756/ha/tahun. Nilai ini akan lebih besar apabila penghitungan dilakukan sesuai dengan analisis biaya dan manfaat budidaya tanaman dalam produksi maksimal untuk masing-masing komoditi selama seumur hidup, seperti dilakukan oleh Diratpahgar (2008) dalam budidaya tanaman pinang, Siregar et al. (2008) budidaya tanaman coklat, Najiati dan Danarti (2008) budidaya tanaman kopi, Pahan (2008) budidaya tanaman kelapa sawit. Dari setiap nilai yang dihasilkan dalam penelitian ini bersifat tidak tetap karena harga pasar bersifat fluktuatif, sehingga dapat terjadi perubahan dalam waktu tertentu. Dari hal tersebut yang menjadi catatan bahwa kebijakan pemerintah atas izin konversi lahan perkebunan menjadi pertambangan bijih besi menyebabkan hilangnya nilai manfaat langsung lahan dan produksi perkebunan bagi 27 KK masyarakat di daerah tersebut.
5.1.1.2. Manfaat Langsung Hutan Hutan merupakan suatu ekosistem yang memiliki manfaat langsung bagi masyarakat, baik yang tinggal di sekitarnya maupun yang berdomisili di daerah lain, manfaat langsung antara lain: sebagai tempat memperoleh kayu, tempat mencari rotan, tempat mencari madu lebah, tempat berburu, tempat rekreasi, tempat mengambil getah kayu (Damar), tempat penyedia bahan obat-obatan
38
tradisional, tempat mengambil rebung, tempat mencari umbi-umbian serta sebagai tempat mengambil sagu. Pada penelitian ini manfaat langsung hutan yang dihitung hanya kuantitas nilai kayu yang terdapat pada kawasan eksploitasi bijih besi PT Juya Aceh mining. Masyarakat di daerah penelitian tidak mengakses hutan pada areal konversi untuk memperoleh manfaat lain selain kayu. Hasil transek yang dilakukan pada areal eksploitasi bijih besi PT Juya Aceh Mining, menunjukkan bahwa vegetasi hutan pada areal pertambangan PT Juya Aceh Mining merupakan hutan sekunder dimana terdapat banyak tanaman yang mendominasi seperti tapu, bangkire, lara, langgin, dan laban. Jenis ini merupakan vegetasi yang mendominasi pada hutan sekunder dan juga masih terdapat beberapa tanaman klimaks semula (Tabel 5). Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan 38 jenis kayu pada areal pertambangan. Jenis tersebut dihitung dari hasil transek dengan mencari kerapatan, jumlah individu dibagi dengan jumlah petak sampel. Dengan demikian diketahui jumlah batang, diameter pangkal, diameter ujung dan tinggi batang, sehingga volume kayu dalam kubik (m3) dapat diketahui, selanjutnya dilakukan kuantifikasi berdasarkan volumenya (Soerianegara dan Indrawan, 2007) (Lampiran 2). Untuk penentuan harga pasar atas setiap jenis kayu berdasarkan pada PP nomor 6 tahun 1999 tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa jenis kayu dibagi antara kayu komersil dan kayu campuran. Pada daerah penelitian diketahui bahwa dari 38 jenis kayu, delapan diantaranya termasuk jenis kayu komersil, dengan harga jual rata-rata Rp2000.000/m3. Sedangkan 30 jenis lainnya termasuk
jenis
kayu
sembarang
yang
memiliki
harga
jual
rata-rata
Rp1.600.000/m3. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan untuk areal hutan terkonversi seluas 56 ha, dengan pemanfaatan hutan sekali tebang habis untuk kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, maka manfaat langsung yang hilang sebesar Rp16.880.151.647/sekali tebang. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai total hutan kayu putih yaitu Rp15.56.719/ha/tahun dalam
39
penggunaan usaha minyak kayu putih (Parea, 2006). Nilai tersebut tidak termasuk harga tanah yang digantirugikan oleh PT Juya Aceh Mining kepada masyarakat. Tabel 5 Jenis, volume dan nilai hutan pada areal pertambangan Jumlah (btg) 1 Balam 280 2 Sibreuh-breuh 840 3 Jambu Hutan Eugenia cuatini 840 4 Krileng 280 5 Taroek panah 280 6 Lara Ficus sp 1400 7 Baruh 840 8 Tampu Macaraga triloba 3080 9 Langgin 1120 10 Laban Vitex pubescen 1960 11 Mata cicem Hopea myrtifolia 280 12 Tarok Ranudla rombidae 560 13 Merbaow Intsia sp 560 14 Pungki 840 15 Pupoek 840 16 Dama Agathis sp 560 17 Durian Durio sp 280 18 Siroen 280 19 Petee Parkia speciosa 280 20 Pala Kremafur furacea Jarb 280 21 Krueng Dipterocarpus sp 280 22 Beringin Gunung Ficus septic 280 23 Dama kuning Agathis sp 280 24 Kercheng 280 25 Kusubak 280 26 Waru 280 27 Semantoek Shorea sp 280 28 Bangkiree 1680 29 Bak Jrok 560 30 Rancong Buloh 560 31 Rubek Miliosma sarawa kensisi 840 32 Bayur Scopium sp 280 33 Geuregang 280 34 Gajah tunggai 560 35 Tampu siron Macaraga sp 280 36 Tapis gunung Polyathia laterifolia 280 37 Rambutan hutan Nephelium lappaceum 280 38 Mancang hutan Mangifera foetida 280 Total 23520 No Nama Daerah
Nama Latin
Volume (M3) 346.471 235.508 155.752 195.046 13.023 534.259 100.642 1759.665 627.851 721.132 364.011 790.918 232.730 556.516 237.908 56.808 269.459 113.473 132.003 40.871 12.633 48.336 211.617 76.548 82.512 11.755 51.978 603.764 119.908 36.259 327.316 59.989 28.409 28.043 124.109 118.757 127.686 206.210 9.759.875
Harga/ M3 Nilai Manfaat Kete (Rp) (Rp) rangan 1.600.000 554.353.730 Campuran 1.600.000 376.812.175 Campuran 1.600.000 249.202.519 Campuran 1.600.000 312.073.601 Campuran 1.600.000 20.836.662 Campuran 1.600.000 854.814.657 Campuran 1.600.000 161.027.483 Campuran 1.600.000 2.815.463.844 Campuran 1.600.000 1.004.561.974 Campuran 1.600.000 1.153/811.851 Campuran 1.600.000 582.417.580 Campuran 1.600.000 1.265.469.090 Campuran 3.500.000 814.554.460 Campuran 1.600.000 890.425.887 Campuran 1.600.000 380.653.598 Campuran 2.200.000 124.978.079 Komersil 2.200.000 592.809.191 Komersil 1.600.000 181.557.588 Campuran 1.600.000 211.204.804 Campuran 1.600.000 65.393.912 Campuran 2.500.000 31.581.425 Komersil 1.600.000 77.337.773 Campuran 2.200.000 465.557.223 Komersil 1.600.000 122.476.470 Campuran 1.600.000 132.019.771 Campuran 1.600.000 18.808.194 Campuran 3.000.000 155.934.376 Komersil 2.200.000 1.328.280.190 Komersil 1.600.000 191.852.108 Campuran 1.600.000 58.014.545 Campuran 1.600.000 523.705.474 Campuran 2.200.000 131.975.129 Komersil 2.200.000 62.498.716 Komersil 1.600.000 44.869.085 Campuran 1.600.000 198.574.378 Campuran 1.600.000 190.011.005 Campuran 1.600.000 204.297.368 Campuran 1.600.000 329.935.733 Campuran 16.880.151.647
5.1.2. Manfaat Tidak Langsung (Indirect use values) Manfaat tidak langsung dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan merupakan nilai guna fungsi pendukung terhadap nilai guna langsung dari sumberdaya alam yang berkaitan, seperti fungsi pencegah erosi, habitat flora dan fauna, sebagai penyedia makanan dan sebagai penyimpan air. Pada penelitian ini manfaat tidak langsung yang diperhitungkan adalah besarnya peranan ekosistem hutan sekunder sebagai pencegah erosi, penjaga siklus makanan, habitat flora dan
40
fauna serta sebagai penyimpan air (Tabel 6). Perkiraan manfaat tersebut dihitung berdasarkan manfaat tidak langsung, untuk besarnya biaya a. Pencegah erosi Nilai tidak langsung sebagai pencegah erosi dihitung berdasarkan biaya pengganti dari biaya yang dikeluarkan untuk rehabilitasi lahan apabila tidak ada ekosistem hutan pada areal pertambangan. Biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lahan dengan mulsa Mucuna sp rata-rata sebesar Rp1.641/ha/tahun (Kurnia, 1996 dalam Wildayana, 1999). Tanah yang tererosi pada hutan sekunder diperkirakan sebesar 15 ton/ha/tahun (Lampiran 4). Maka besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pencegah erosi dengan mulsa Mucuna sp pada areal hutan seluas 56 ha yang dikonversi ke pertambangan adalah sebesar Rp20.676.600/15 tahun (Rp24.615/ha/tahun) (Tabel 6). b. Pendugaan penjaga siklus makanan. Penghitungan penjagaan siklus makanan dihitung atas ketersediaan serasah dari tanaman sebagai penyedia makanan baik untuk tumbuhan maupun hewan dalam areal hutan sekunder seluas 56 ha, yang berfungsi sebagai penyeimbang rantai makanan bagi kehidupan suatu ekosistem. Nilai penghitungan ini diukur dari nilai serasah sebanyak 2 ton/ha/tahun (Wildayana, 1999), setara dengan harga kompos Rp1.000/kg sehingga diperoleh harga total yang hilang dari konversi lahan
ke
pertambangan
adalah
sebesar
Rp1.680.000.000/15
tahun
(Rp3.000.000/ha/tahun) (Lampiran 4). c. Manfaat tidak langsung sebagai habitat flora dan fauna Dalam UU No 11 tahun 67 pasal 30 disebutkan apabila selesai melakukan penambangan pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya bagi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu pemberian nilai ini berdasarkan biaya reboisasi yang dihitung atas penggunaan bibit pohon dan penanaman kembali (replanting) serta pemeliharaan sebesar Rp1.500.000/ha (Wildayana, 1999). Maka untuk luas areal 100 ha yang dikonversi ke pertambangan dibutuhkan biaya sebesar Rp150.000.000/100 ha (Lampiran 4). Penghitungan ini tidak lebih besar dari hasil penelitian Nurfitriani (2007) yang
41
mengemukakan apabila hutan rusak biaya rehabilitasi untuk penyerap air sebesar Rp1.900.000/ha. d. Penyimpan air Konversi lahan menjadi pertambangan merupakan salah satu bentuk perubahan fungsi daerah tangkapan air, sehingga dari kegiatan pertambangan akan menyebabkan defisit air pada daerah tesebut. Jumlah serapan air yang hilang akibat pertambangan adalah sebesar 115.713 m3/15 tahun,
jumlah tersebut
dihitung dengan penetapan nilai CN (Curve Number). Berdasarkan kelompok hidrologi tanah, pada daerah penelitian merupakan tanah Latosol, yang bertekstur liat termasuk dalam kategori hidologi golongan C. Berdasarkan pendugaan penghitungan tersebut, masyarakat yang berada di sekitar pertambangan apabila sumberdaya hutan dan perkebunan hilang, maka harus
menanggung
kerugian
dengan
membeli
air
bersih
sebesar
Rp161.998.196/15 tahun (Rp107.999/ha/tahun). Penghitungan ini berdasarkan Metode Dinas Konservasi Tanah (SCS) (Arsyad, 2006) (Lampiran 5). Penghitungan nilai pasar berdasarkan harga air di PDAM Tirta Naga Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan yaitu Rp 1.400/m3. Tabel 6 Nilai manfaat tidak langsung ekosistem hutan areal pertambangan No Jenis manfaat 1 Pencegah erosi 2 Penjaga siklus makanan 3 Habitat flora dan fauna 4 Penyimpan air Total manfaat tidak langsung
Nilai manfaat tidak langsung (Rp) 20.676.600 1.680.000.000 150.000.000 161.998.196 2.012.674.796
5.1.3. Nilai Pilihan (Bequest value) Penghitungan mengenai nilai guna pilihan dari ekosistem yang dikonservasi ke lahan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining, dihitung berdasarkan manfaat keanekaragaman hayati yang dapat diperoleh dengan tetap menjaga keberadaan hutan pada daerah tersebut, nilai manfaat pilihan dari ekosistem hutan sekunder adalah sebesar US $ 32,5/ha/tahun (dihitung dalam nilai Rp10.500/US $) apabila lahan tersebut tetap dipertahankan secara ekologis hingga mencapai klimak kembali dengan kepentingan atas pelestarian keanekaragaman hayati, untuk mempertahankan rantai makanan dan sebagai tempat untuk pendidikan (Ministry of State for Population and Environment, 1993). Dengan demikian
42
penggunaan lahan hutan seluas 56 ha untuk kegiatan pertambangan bijih besi berdampak pada hilangnya nilai pilihan sebesar Rp286.650.000/15 tahun (Rp341.250/ha/tahun) (Lampiran 4).
5.1.4. Nilai Keberadaan (Existence values) Nilai keberadaan lahan hutan sekunder yang dikonversi ke lahan pertambangan oleh PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya, dihitung dengan metode Contingent Valuation Method
(CVM).
Penggunaan
metode ini diterapkan pada responden secara acak pada daerah yang sama sebanyak 91 orang responden.
Responden adalah masyarakat yang tekena
dampak baik langsung maupun tidak langsung dari manfaat hutan yang dikonversi oleh pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Dari pertanyaan yang diajukan diperoleh nilai kesediaan membayar masyarakat antara Rp0-Rp10.000. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh rata-rata menghargai keberadaan sumberdaya hutan adalah Rp275/kk/bulan. Dengan demikian nilai total yang diperoleh dari penghitungan atas 406 KK adalah sebesar Rp20.097.000/15 tahun (Lampiran 6). Kesediaan membayar masyarakat sangat dipengaruhi oleh lapangan kerja dan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula kemampuan untuk menganalisa manfaat dari sumberdaya hutan yang ada, sehingga memiliki kemauan untuk membayar guna perbaikan apabila sumberdaya tersebut rusak atau hilang. Seperti yang dikemukakan oleh Susanti (2007) dalam menilai manfaat sumberdaya alam sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan nilai manfaat langsung dan tidak langsung hutan yang dikonversi ke pertambangan, diperoleh harga barang ekonomi lingkungan yang hilang sebesar Rp18.892.826.443/56 ha. Nilai ini mendekati hasil penelitian Wildayana (1999) dalam menghitung manfaat langsung hutan tanpa produksi kayu dan manfaat tak langsung hutan sekunder di Sumatra Selatan sebesar Rp24 millyal/4.500 ha/tahun atau Rp298.666.666/56 ha/tahun. Hasil penghitungan nilai keseluruhan barang lingkungan yang hilang dari manfaat langsung dan tidak langsung perkebunan dan hutan yang dikonversi ke pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha, keseluruhan nilai
43
manfaat langsung dan tidak langsung dari ekosistem yang dikonversi oleh PT Juya Aceh Mining masih lebih rendah dari nilai ekosistem Kars yaitu Rp639.556.607.830/tahun
dalam
luas
areal
1033
ha
atau
Rp61.912.546.740.56/100 ha (Gustami dan Waluyo, 2002).
5.2 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pada penelitian ini pendapatan rumah tangga masyarakat yang dimaksud adalah perbedaan pendapatan keluarga masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan total rata-rata seluruh masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan mengalami penurunan yaitu sebelum hadirnya pertambangan ratarata pendapatan masyarakat sebesar Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan.
5.2.1 Perubahan Pendapatan Responden sampel adalah 91 orang yang terdapat di Desa Ie Mirah dan Desa Pente Rakyat di Kecamatan Babah Rot yang berdomisili di sekitar pertambangan, baik sebagai pekerja tambang maupun yang berprofesi lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penduduk yang berdomisili di sekitar pertambangan, sesudah adanya kegiatan tambang mengalami perubahan pendapatan (Tabel 7). Tabel 7 Perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah adanya pertambangan Dampak kegiatan Pertambangan
Jumlah responden
Pendapatan rata-rata (Rp/Bulan)
Perubahan (Rp)
Orang
(%)
Sebelum
Sesudah
Meningkat
6
6,59
1.112.500
1.500.000
387.500
Menurun
16
17,58
1.453.125
965.625
(487.500)
Tetap
69
75,82
1.219.565
1.219.565
Total/Rata-rata
91
100
1.253.571
1.193.565
-
Pada Tabel 7 terlihat bahwa hadirnya kegiatan pertambangan menyebabkan 6,59% masyarakat mengalami peningkatan pendapatan. Sebelum adanya kegiatan pertambangan, pendapatan rata-rata Rp1.112.500/KK/bulan dan setelah adanya kegiatan pertambangan menjadi Rp1.500.000/KK/bulan (Lampiran 7). Dari 6,59% masyarakat yang mengalami peningkatan pendapatan sebanyak 4,4% diantaranya
44
karena telah menjadi karyawan pada pertambangan yang sebelumya bekerja sebagai petani. Sedangkan 2,2% masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang, peningkatan pendapatan diperoleh dari adanya pertambangan pada daerah tersebut yang menyebabkan pertambahan jumlah penduduk dan pekerjaan sehingga terjadi peningkatan daya beli. Sebesar 17,58% masyarakat mengalami penurunan pendapatan, sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.453.125/KK/bulan namun setelah adanya pertambangan menjadi Rp965.625/KK/bulan. Dari 17,58% masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan 11% diantaranya disebabkan karena masyarakat kehilangan lahan perkebunan yang selama ini menjadi sumber pendapatan keluarga dan 3,3% masyarakat mengalami penurunan pendapatan karena hilangnya lapangan pekerjaan sebagai buruh tani yang bekerja menggarap lahan orang lain. Sedangkan 3,3% masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dikarenakan hilangnya akses ke hutan yang sekarang menjadi kawasan pertambangan. Bagi sebagian masyarakat lainnya yaitu sebanyak 75,82%, kehadiran pertambangan bijih besi di daerah mereka tidak menyebabkan perubahan pendapatan
(pendapatan
tetap),
dengan
pendapatan
rata-rata
Rp1.219.565/KK/bulan. Tidak terjadinya perubahan pendapatan bagi masyarakat dikarenakan rata-rata masyarakat masih berprofesi sama baik sebelum maupun sesudah hadirnya kegiatan pertambangan. Berdasarkan
tingkat
pendapatan
rata-rata
menunjukkan
kehadiran
pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya, Kecamatan Babah Rot Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat, menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa kehadiran pertambangan dari segi pendapatan masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan tidak menguntungkan. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Malanuang (2002) yang mengatakan bahwa dengan beroperasinya pertambangan proyek Batu Hijau PT NTB terjadi penurunan pendapatan masyarakat komunal Tonggo-Sejorong karena hilangnya aksesibilitas ke hutan dan laut. Selanjutnya menurut Qomariah (2003) kegiatan pertambangan Batu Bara di Kabupaten Banjar
45
menyebabkan terjadinya penurunan secara total pendapatan masyarakat karena berkurangnya areal usaha dan produktivitas pertanian.
5.2.2. Persepsi Masyarakat Persepsi merupakan suatu proses pengenalan maupun proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu, hal ini mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi sesuatu yang di alami untuk dipersepsikan, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam kegiatan yang dipersepsikan dan terbentuk gambaran mengenai suatu keadaan sebagai objek persepsi tersebut (Fauzi, 2004).
5.2.2.1 Persepsi Masyarakat Menurut Alasan Persepsi dan alasan masyarakat terhadap kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining (Tabel 8). Tabel 8 Persepsi masyarakat menurut alasan terhadap kegiatan pertambangan Persepsi masyarakat
Setuju
Tidak setuju
Abstain
Alasan
(%)
Karena program kerja pemerintah Tidak mengganggu ketentraman Membuka lapangan kerja Dapat memberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Mengutamakan tenaga kerja lokal
25,3 5,5 14,3 7,7 3,3
Sub Total
56,1
Tidak peduli terhadap pembangunan sarana, prasarana desa
5,5
Hilangnya lahan perkebunan
11
Hilangnya lapangan pekerjaan sebagai petani Tidak adanya program pemberdayaan ekonomi
12,1
Hilangnya akses ke hutan
3,3
Sub Total
35,2
Tanpa alas an
8,8
Total
3,3
100
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat tiga tipe persepsi dengan berbagai alasan. Persepsi antara setuju, tidak setuju dan abstain terhadap kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining di daerah mereka.
46
a. Masyarakat setuju Seperti terlihat pada Tabel 8 yang menunjukkan bahwa sebesar 56% masyarakat menunjukkan sikapnya setuju dengan kegiatan pertambangan bijih besi di daerahnya, sikap tersebut didukung dengan berbagai alasan yang berbedabeda. Sebesar 25,3% masyarakat mengatakan setuju karena merupakan program pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat Daya, sehingga patut didukung dan dihornati sebagimana kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Sebanyak 5,5% mengatakan setuju karena keberadaan pertambangan tidak menjadi pengganggu dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari, 14,3% setuju karena mereka beranggapan dengan adanya kegiatan pertambangan akan membuka lapangan pekerjaan dengan harapan dapat menjadi karyawan di pertambangan, serta sebesar 7,7% berpendapat bahwa dengan hadirnya pertambangan memberikan nilai tambah bagi keluarga karena bertambahnya penduduk dan pekerjaan sehingga berdampak positif terhadap pedagang, petani, peternak dan lainnya, serta sebesar 3,3% lagi menyatakan setuju karena dalam penerimaan tenaga kerja, perusahan pertambangan lebih mengutamakan tenaga kerja lokal, hal ini terbukti pada pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining dari 100% karyawannya 88% diantaranya merupakan penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD. b. Masyarakat yang tidak setuju Persepsi masyarakat yang tidak setuju dengan kehadiran pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining di daerahnya adalah sebesar 35,2%. Alasan masyarakat mengatakan tidak setuju terdiri dari 5,5% masyarakat karena melihat dan merasakan bahwa sudah setahun lebih kehadiran pertambangan di daerahnya, tidak pernah peduli terhadap pembangunan, baik sarana maupun prasarana yang ada di Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat, melainkan mereka hanya menggunakan saja, seperti jalan desa yang digunakan untuk menuju ke lokasi pertambangan. Sedangkan 11% mengatakan tidak setuju karena dengan hadirnya pertambangan mereka kehilangan lahan perkebunan yang selama ini mereka usahakan dan 3,3% kehilangan lapangan pekerjaan sebagai buruh tani yang selama ini bekerja pada lahan perkebunan yang dikonversi ke pertambangan. Sementara pada perusahaan pertambangan mereka tidak dapat bekerja karena tidak memiliki keahlian.
47
Sedangkan 12,1% mengatakan tidak setuju karena PT Juya Aceh Mining tidak pernah melakukan program pemberdayaan ekonomi dalam bentuk apapun untuk masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan, sehingga mereka menilai keberadaan pertambangan tidak menguntungkan terhadap perekonomian mereka, dan sebesar 3,3% lainnya ketidaksetujuannya karena hilangnya akses ke hutan, yang kini telah menjadi milik pertambangan, padahal bagi mereka kawasan tersebut merupakan tempat untuk mencari kayu, sehingga aktivitas yang dulunya mereka lakoni untuk kebutuhan rumah tangga, kini telah hilang. c. Masyarakat abstain Keadaan abstain terhadap suatau hal atas pandangan atau persepsi masyarakat merupakan fenomena yang lazim timbul, tidak hanya pada masyarakat awam namun juga sering terjadi pada kaum yang berpendidikan. Di masyarakat fenomena ini didasari atas ketidakpedulian pada sesuatu kebijakan, mereka biasanya mengeleluh ketika memang merasa dirugikan dengan dampak langsung yang bersifat negatif dan merasa senang ketika terkena dampak langsung yang positif.
Pada
penelitian
ini
sebayak
8,8%
masyarakat
bersikap
tidak
mengemukakan persepsinya terhadap kegiatan pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Keseluruhan masyarakat saat diwawancara menjawab terserah pada pemerintah dan disambung dengan mengeluarkan kata-kata dalam bahasa aceh “asai lon bek teupeh, soe pih jih han teu peh” artinya asal tidak menggangu saya maka siapapun dia tidak saya ganggu. Berdasarkan ketiga persepsi yang dianalisis dapat disimpulkan bahwa, persepsi secara umum masyarakat terhadap kehadiran pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining. Sebanyak 56,1% masyarakat setuju dan mendukung, bersifat positif dan 35,2% masyarakat tidak setuju dan tidak mendukung yang bersifat negatif, serta 8,8% masyarakat abstain bersifat tidak peduli.
5.2.2.2 Persepsi Masyarakat Menurut Tingkat Pendidikan Persepsi masyarakat pada penelitian ini dilihat juga dari segi hubungan dengan tingkat pendidikan, dengan asumsi tingginya pendidikan akan mampu menganalisa dampak baik positif maupun negatif dari usaha pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining yang sedang beroperasi di daerah mereka. Hasil yang
48
diperoleh menunjukkan bahwa persentase persepsi masyarakat yang dihubungkan dengan
tingkat
pendidikan,
yang
menyatakan
setuju
dengan
kegiatan
pertambangan adalah sebesar 56,1% dengan perincian 4,4% tidak sekolah, 37% tamat Sekolah Dasar (SD), 9,9% tamat SMP, 3,3% tamat SMA dan 1,1% tamat Strata Satu (Tabel 9),. Tabel 9 Persepsi masyarakat menurut tingkat pendidikan Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA S1 Total
Setuju 4,4 37,4 9,9 3,3 1,1 56,1
Persepsi (%) Tidak setuju 5,5 13,2 8,8 6,6 1,1 35,2
Abstain 4,4 1,1 3,3 8,8
Tingkat persentase masyarakat yang tidak setuju dengan kegiatan pertambangan dilihat dari tingkat pendidikan sebanyak 35,2%. Persentase tersebut terdiri dari 5,5% tidak sekolah, 13,2% tamat Sekolah Dasar (SD), 8,8% tamat SMP, 6,6% tamat SMA dan 1,1% tamat Strata Satu. Persentase masyarakat yang abstain menurut tingkat pendidikan terhadap kegiatan pertambangan adalah 8,8%, yang mana 4,4% Tamat SD, 1,1% tamat SMP dan 3,3% tamat SMA. Dari 5 tingkat pendidikan yang mengemukakan persepsi terhadap kegiatan pertambangan persentase tertinggi adalah masyarakat yang berpendidikan tamat SD dan SMP, baik yang setuju, tidak setuju maupun yang abstain. Bagi yang tidak sekolah persentase yang mengatakan setuju lebih rendah dibandingkan dengan yang mengatakan tidak setuju, namun bagi masyarakat yang tamat SMA persentase yang mengatakan menolak lebih tinggi dari pada yang setuju dengan kegiatan pertambangan, sedangkan untuk strata satu persentasenya sama. Berdasarkan analisis rank spearman pada alpha 10% antara tingkat pendidikan dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan memiliki korelasi negatif yang menunjukkan nilai -0,197. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi persepsi yang mengatakan setuju dengan hadirnya pertambangan, dan semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah persepsi masyarakat mengatakan setuju terhadap kegiatan pertambangan. Tingkat persepsi menunjukkan bahwa masyarakat yang berpendidikan rendah menilai sumberdaya hanya dari manfaat
49
langsung yang dirasakan, seperti halnya bertambah lapangan kerja menjadi pekerja tambang, bertambahnya penduduk sehingga bertambahnya daya beli serta merasa bangga dengan keberadaan perusahaan tambang di daerahnya walaupun mereka harus kehilangan lahan usaha taninya berupa perkebunan. Kenyataan ini dapat dilihat dari para pekerja tambangan yang didominasi oleh masyarakat yang berpendidikan rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat masih mendefinisikan manfaat sumberdaya alam secara tradisional yaitu hanya akan bermakna apabila sumberdaya tersebut memberikan manfaat secara langsung bagi kehidupan mereka. Sedangkan manfaat tidak langsung yang mereka rasakan dari suatu sumberdaya masih kurang dimengerti sehingga tidak dihargai (Dunn, 2000). Sedangkan masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi, menilai sumberdaya tidak hanya pada manfaat langsung yang dirasakan akan tetapi juga manfaat tidak langsung yang merupakan pendukung kelangsungan suatu ekosistem, sehingga persepsi masyarakat pada tingkat pendidikan yang tinggi akan cenderung menolak adanya kegiatan pertambangan.
5.3. Implikasi Kebijakan Pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup secara strategis adalah terakomodirnya keterpaduan antara pemerintah, masyarakat dan pertambangan. Dalam tahap awal pembangunan ekonomi suatu daerah terdapat kecenderungan untuk meletakkan tekanan utama pada maksimalisasi manfaat ekonomi bersih (net economi benefit) sebagai kriteria pengembangan sumberdaya alam. Dengan meningkatnya pendapatan regional daerah tersebut dari pemanfaatan sumberdaya alam, kriteria-kriteria lain memerlukan perhatian seperti perlindungan terhadap lingkungan alam fisik, sosial dan keamanan. Pengambilan keputusan atas usaha pertambangan merupakan proses politik yang melibatkan pertimbangan mengenai bermacam-macam kriteria baik secara regional, nasional maupun internasional. Penentuan mengenai bobot untuk masing-masing merupakan suatu proses yang meliputi pertimbangan keinginan berbagai pihak. Pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu daerah tidak harus didasarkan pada keuntungan ekonomi yang maksimal saja, tetapi pertimbangan
50
pemerataan atau harga lingkungan sangat diharapkan menjadi pertimbangan dalam penetapan kebijakan (Suparmoko, 2008). Secara tradisional sumberdaya alam hanya dipandang sebagai barang maupun jasa yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Perkembangan pengetahuan dan peradaban manusia menjadikan pandangan terhadap sumberdaya ini diperkaya, selain manfaat langsung juga manfaat tidak langsung. Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Barat Daya, dalam surat keputusan Bupati No 541.11/195/2008 tentang pemberian kuasa pertambangan ekploitasi bijih besi, menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan bertujuan untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tercapainya kemakmuran rakyat dan peningkatan pembangunan daerah maka dipandang perlu memberikan kuasa pertambangan kepada PT Juya Aceh Mining. Berdasarkan pernyataan di atas sebenarnya kebijakan pemerintah atas pertambangan telah merubah manfaat sumberdaya bersifat common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai dan dikelola berdasarkan tata aturan kelompok masyarakat sehingga setiap individu anggota kelompok terhadap sumberdaya yang dikuasai bersama menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh individu-individu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain, sehingga manfaat tersebut tidak menguntungkan. Perubahan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan perkapita masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pemberian konversi lahan perkebunan dan hutan untuk KP pada PT Juya Aceh Mining bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan tidak menguntungkan karena telah menghilangkan areal perkebunan dan akses ke hutan yang menyebabkan menurunnya pendapatan rumah tangga (Dunn, 2000). Menurunnya tingkat pendapatan bertolak belakang dengan persepsi masyarakat, karena mayoritas masyarakat setuju dengan adanya kegiatan pertambangan hingga mencapai angka 56,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa persepsi masyarakat belum mampu mendefinisikan dan melindungi manfaat dari sumberdaya baik secara langsung dan maupun tidak langsung, serta adanya
51
bentuk tekanan sehingga harus melepaskan sumberdaya yang mereka miliki. Kenyataan ini terbukti karena masyarakat pada daerah penelitian mayoritas adalah petani dengan dominansi pendidikan tamat SD mencapai 55%. Pemanfaatan atas sumberdaya alam sangat didukung oleh tingkat pendidikan dan tingkat sosial, masyarakat terhadap kegiatan pertambangan (Hadi, 2005) Saat ini sumberdaya pertambangan baik dalam pengertian tradisional maupun pengertian modern menjadi sangat berharga untuk dilindungi fungsinya sehingga prasyarat lingkungan hidup merupakah hal penting yang harus diperhitungkan
dalam
pengelolaannya.
Jika
penduduk
Indonesia
ingin
mendapatkan manfaat dari sektor pertambangan, berbagai aktifitas pertambangan harus dilakukan dengan mengikuti kaedah menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mengingat potensi bijih besi yang dieksploitasi oleh PT Juya Aceh Mining tersebut maka menjadi keharusan untuk memperhatikan aspek nilai ekonomi lingkungan yang hilang. Sehingga nilai tersebut dapat menjadi patokan untuk pengelolaan
lingkungan
hidup
dan
kegiatan
pengembangan
masyarakat
(community development) sehingga paradigma pertambangan yang lazim disebut sebagai modal pembangunan akan menjadi realita bagi masyarakat Aceh Barat Daya khususnya dan Indonesia pada umumnya.
52
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya tentang dampak pertambangan terhadap fungsi ekonomi lingkungan dan pendapatan masyarakat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Fungsi ekonomi lingkungan yang hilang dari manfaat langsung dan tidak langsung keseluruhan ekosistem yang dikonversi ke pertambangan selama 15 tahun adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha, bersumber dari hilangnya lahan perkebunan yaitu sebesar Rp50.089.879.167 dalam areal 44 ha, dan hutan dengan luas 56 ha sebesar Rp18.892.826.443. 2. Kehadiran pertambangan PT Juya Aceh Mining menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan masyarakat karena hilangnya lahan perkebunan dan akses ke hutan. Bagi masyarakat Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat pengembangan usaha di bidang pertanian lebih menguntungkan dari pada usaha pertambangan karena mayoritas masyarakat daerah tersebut berprofesi sebagai petani, dan dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga mempersempit peluang usaha di bidang selain pertanian. 3. Persepsi masyarakat, sebanyak 56,1% setuju dengan kehadiran pertambangan, 35,2% masyarakat tidak setuju, serta 8,8% abstain.
Persepsi masyarakat
berkorelasi dengan tingkat pendidikan, yaitu semakin rendah tingkat pendidikan semakin setuju dengan kegiatan pertambangan dan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tidak setuju dengan kegiatan pertambangan daerahnya.
53
6.2. Saran 1. Usaha pertambangan yang lazim disebut sebagai modal pembangunan, dalam pemanfaatannya, harus diingat bahwa harga barang-barang lingkungan merupakan bagian yang harus dievaluasi dalam penentuan kelayakan usaha. 2. Untuk mencegah terjadinya degradasi baik terhadap pemiskinan masyarakat maupun lingkungan atas pemanfaatan sumberdaya alam, para pengambil kebijakan mestinya tidak menggunakan lahan perkebunan milik masyarakat untuk pertambangan tanpa adanya perkebunan pengganti. 3. Perlu peningkatan pemahaman masyarakat mengenai fungsi baik langsung maupun tidak langsung dari ekosistem mereka. 4. Jika
penduduk
pertambangan,
Indonesia kaidah
ingin
menjaga
mendapatkan kelestarian
manfaat
lingkungan
dari
sektor
hidup
harus
ditingkatkan dengan penentuan aspek nilai ekonomi lingkungan yang hilang menjadi patokan untuk pengelolaan lingkungan hidup dan kegiatan pengembangan masyarakat. 5. Para pengambil kebijakan kiranya dapat menghitung lebih lanjut biaya eksternalitas terhadap jalan, komponen flora, kuantitas karbon, dan kualitas perairan sehingga dapat diketahui PAD bersih dari hasil kegiatan pertambangan.
54
DAFTAR PUSTAKA Abizar. 1988. Kemiskinan Organisasi. Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta. Anonim. 1999. Rencana pengelolaan lingkungan pasca penambangan batubara. Buletin informasi lingkungan. 32: 33-34. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Barbier, R, Acreman, G, and Nowler, V. 1997. Economic Valuation of Wetland: A Guide for Makers and Planners. RAMSAR Convention Berau, Glend Switzerland. BPS. 1996. Daerah Istimewa Aceh dalam Angka 1996. BPS Naggroe Aceh Darussalam. BPS ABDYA. 2007. PDRB (Produk Domestik Bruto). Kabupaten Aceh Barat Daya Menurut Lapangan Usaha. Cantlon, J.E, dan Herman, E. 1999 Analisis Sustainable ecological economic. Ecological Economic. 31:107-121. CEPF (Critical Ecosystem Partnership Fund). 2001. Ekosistem hutan Sumatera dan keanekaragaman hayati Sundaland. Indonesia. 112-001. Constanza, R. 1997. The value of the world’s ecosystem services and natural capital. Nature. 387: 253-288. Council for Agricultural Science and Technology. 1982. Soil Erosion: it’s Agricultural, Environmental and Socioeconomic Implication. CAST Report. .92-101. Diratpahgar. 2008. Budidaya Pinang. Direktorat Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar. ditjenbun. deptan.go.id [17 Mei 2009]. Djajadiningrat, S.T. 2001. Untuk Generasi Masa Depan, Pemikiran Tantangan dan Permasalahan Lingkungan. Aksara Buana. Jakarta. Djijono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan Metode Travel Cost Taman Wisata Hutan, di Tamana Wan Abdul Rachman. (Makalah Pengantar Falsafah Sain (PPS702). Institut Pertanian Bogor. Dokumen AMDAL. 2007. PT Juya Aceh Mining. Kabupaten Aceh Barat Daya. Propinsi Naggroe Aceh Darussalam. Dunn, W.N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
55
Ethridge, D. 1995. Research Methodology in Applied Economics. Iowa State University Press, Ames. Fauzi, A. 2004. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Sasaran Dalam Program Pengembangan Usaha Kelompok Kecil. Skripsi Sarjana IPB. Bogor. Godoy, R. 1992. Some Organizing Principles In The Valuation of Tropical Forests. Forest Ecology and Management. 50: 171-180. Grimes, A.S. Loomis, P. Jahnige, M. Burnham, K. Onthank, R. Alarco, W.P. Cuenca, C.C. Martinez, D. Neill, M. Balick, B. Bennett and R. Mendelsohn. 1994. Valuing the Rain Forest: The Economic Value of Non Timber Forest Products in Ecuador. Ambio. 23: 405-410. Gustami dan Waluyo, H. 2002. Valuasi ekonomi biodiversity Kars kasus kawasan Kars Maros Sulawesi Selatan. Jurnal of people and environment. IX: 69-78. Hadi, P.S. 2005. Aspek Sosial Amdal. Sejarah, Teori dan Metode. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Indrawan, A. 2002. Bahan Mata Kuliah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Irham. 1999. Analisis Biaya Manfaat dalam Proyek Pembangunan Berdampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. ANDI. Yogyakarta. Kusnandar. 2008. Valuasi Ekonomi Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesejahteraan masyarakat Pesisir. Tesis. IPB. Bogor. Kusnoto dan Kusumodirdjo. 1995. Dampak Penambangan dan Reklamasi Dirjen Pertambangan Umum. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral. Bandung. Liana, R. 1994. Dampak Usaha Tani Konservasi Terhadap Produktivitas Lahan dan Sosial Ekonomi Petani di DAS Solo Bagian Hulu. Tesis. IPB. Bogor. Malanuang, L. 2002. Analisis Ekonomi dan Dampak Sosial Tambang Emas dan Tembaga Bagi Masyarakat Komunal dan Pembangunan Wilayah Propinsi NTB. Studi Kasus Proyek Batu Hujau PT Newmont NTB. Tesis. IPB. Bogor. Mar’at. 1984. Sikap Manusia: Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia. Jakarta. Ministry of State for Population and Environment, 1993. Indonesia Country Study on Biological Diversity. Jakarta.
56
Muhammad, C. 2000. Studi Agenda Tersembunyi Dibalik Kontrak Karya dan Operasi Tambang INCO. Disampaikan Temu Profesi Tahunan (TPT) IX dan Kongres IV Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), 14 September 2000. Jakarta. Najiati, S. dan Danarti. 2008. Kopi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya Jakarta. Noor, M. 2005. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Nugroho, B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Nurfitriani, F. 2007. Manfaat hidrologi hutan di hulu DAS Citarum sebagai jasa lingkungan. Jurnal Ekonomi Lingkungan. 23: 23-43. Oldeman, R.L, Irsal L.M. 1980. The Agroclimate Map of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, Sumatra, Wests and East Nusa Tenggara. Contrib. Centr. Res, Institute Agriculture. Bogor. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya Jakarta. Parea, E. 2006. Nilai Ekonomi Total Hutan Kayu Putih. Kasus di Piru Kabupaten Seram Barat Maluku. Tesis. IPB. Bogor. Patz, G. 1990. On the economic valuations of forest. Baitrage fuer die Forstwirtschaft. 24 (3): 120-122. Pearce, D. 1991. Forestry Expansion. A Study of Technical, Economic and Ecological Factors. 14: 44-52. Qomariah, R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin Batu Bara Terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat. Tesis IPB. Bogor. Radyanprasetyo. 2007. Aspek Lingkungan dalam Amdal Bidang Pertambangan. http//radyanprasetyo.blogspot.com/2007/10/05. Reksohadiprodjo, S. 1999. Peran analisis ekonomi terhadap lingkungan, Environmental impect management agency. Jakarta. 183-264. Riley, D. F. Scrimgeour. 1991. The Social Value of an Indigenous Forest. Papers Presented at the New Zealand Branch. Linco in University. New Zealand. Saleng, A. 2004. Hukum Pertambangan. UII Press. Yogyakarta.
57
Saragih, B., dan Tungkot, P. 2001. Pemanfaatan sumberdaya hayati dalam pandangan developmentalis dan environmentalis. Environmental impact managemen agency. Indonesia. Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori Umum Psikologi Sosial. Rajawali. Jakarta. Siegel, S. 1997. Statistika Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Siregar, T.H.S. Riadi, S., dan Nuraeni, L. 2008. Budidaya Pengelolaan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya Jakarta. Slamet, J. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soelistijo, U. 2005. Konsep pengembangan sumberdaya alam puslitbang teknologi mineral dan batubara, TEKMIRA. Bandung. 127-432. Soerianegara, I. dan Andri, I. 2007. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Kehutanan. IPB. Bogor. Sughandhy, A. Hakim, R. 2007. Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta. Sukandarrumidi. 2007. Geologi Mineral Logam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sukanto. 1998. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE. Yogyakarta. Suparmoko, M. 2005. Neraca Sumberdaya Alam (Natural Resource Acconting). BPFE. Yogyakarta. Suparmoko, M. 2008. Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE. Yogyakarta. Susanti, E. 2007. Nilai keberadaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jurnal Lingkungan Hidup.18:69-84. Tietenberg, T. 1992. Environmental and Natural Resources Economics. New York. USA. Tobias, D. and Mendelsohn, R. 1991. Valuing Ecotourism in a Tropical Rainforest Reserve. Ambio. 20 (2): 91-93. Undang-Undang No 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Utomo, B.S. 2002. Bahan Matakuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
58
Voon, P.K. 1992. Land use and the environment in the South Kinabalu highlands. Malaysia. Malaysia Journal of Tropical Geography. 23(2): 102-118. Wildayana, E. 1999. Valuasi Ekonomi Konversi Hutan Sekunder ke Usaha Tani Lahan Kering. Tesis. IPB. Bogor. Yakin, A. 2004. Ekonomi sumberdaya dan lingkungan. teori dan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Akedemika Pressindo. Jakarta.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penghitungan jumlah dan produksi tanaman yang terdapat dalam areal pertambangan
No
Jenis tanaman
Luas Umur (ha) saat ini
Jarak tanam (m)
Total Jumlah Produksi/ batang batang/ batang seluruhny ha (Kg) a(ha)
Jumlah produksi (waktu)
Masa produksi (dalam setahun) (X)
Lama hidup tanaman (thn)
Total Total batang x masa Total produksi pdoduk/btg x T. produksi Harga/kg seumur produksi selama sesuai umur (Rp) tanaman - umur - umur tambang Umur saat saat ini (Kg) (thn) ini (thn)
Harga Total (Rp)
1
Pinang
8.72
6
2x3
1,667
14,533
1
1 x/2 bulan
6
21
15
84
1.220.800
3.500
4.272.800.000
2
Coklat
2.03
4
3x4
833
1,692
0.5
3 X/bulan
36
25
15
536
453.367
21.000
9.520.700.000
3
Kopi
3.55
3
2x3
1,667
5,917
1
2X/Tahun
2
15
15
27
159.750
17.000
2.715.750.000
6
1.895.100
2.000
3.790.200.000
4
Durian
6.32
9
10x10
100
632
500
1X /Tahun
1
90
15
5
Sawit
18.70
6
8x9
139
2,597
15
2X /Bulan
24
24
15
354
13.791.250
930
12.825.862.500
7
1.176.933
14.000
16.477.066.667
6
Pala
3.78
8
9x10
111
420
400
1X /Tahun
1
40
15
7
Rambutan
0.83
6
9x9
123
102
150
1X /Tahun
1
20
15
9
138.333
3.000
415.000.000
8
Pisang
0.05
2
6x6
278
13
50
1X /3 Blan
4
19
15
58
36.250
2.000
72.500.000 50.089.879.167
Total
60
61
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan PETAK 1. (20x20 M) No
Jenis kayu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Balam Sibreuh-breuh Balam Mata cicem Balam Krileng Balam Merbaow Taroek panah Krileng Tarok Krileng Tampu Tampu Langgin Langgin Mata cicem Mata cicem Langgin Mata cicem Tampu Langgin Langgin Langgin Laban Laban Tampu Tampu Tampu Tampu Tampu Tampu Tampu Tampu Tampu Lara Tampu Tampu Lara Krileng Laban Tarok Lara Laban Laban Lara Tarok Lara Laban Baruh Baruh
Diameter pangkal (cm) 145 40 70 118 59 96 160 49 25 90 125 72 34 38 40 46 131 77 88 138 70 118 77 89 40 46 110 117 47 54 61 131 138 145 124 30 55 53 90 78 96 69 55 30 73 55 117 35 50 18 80
Diameter ujung (cm) 75 20 55 90 25 50 80 34 10 70 70 45 20 25 25 30 100 50 65 105 40 90 50 40 25 30 85 90 20 20 25 100 105 110 95 15 40 37 70 55 60 50 45 10 50 30 80 20 25 10 60
Tinggi batang (m) 11 5 7 6 4 9 9 4 4 7 11 4 4 4 3 6 7 7 6 8 10 6 7 11 3 6 7 11 9 8 10 7 8 9 8 4 3 5 9 6 9 5 3 7 6 7 8 5 12 4 10
Diameter rata2 (cm) 55 15 31 52 21 37 60 21 9 40 49 29 14 16 16 19 58 32 38 61 28 52 32 32 16 19 49 52 17 19 22 58 61 64 55 11 24 23 40 33 39 30 25 10 31 21 49 14 19 7 35
Volume m3 (1/4π.D2)t 2.61 0.09 0.537 1.274 0.139 0.94 2.545 0.135 0.02 0.880 2.053 0.269 0.057 0.078 0.062 0.170 1.834 0.554 0.689 2.319 0.594 1.274 0.554 0.899 0.062 0.170 1.307 2.314 0.198 0.215 0.363 1.834 2.319 2.873 1.883 0.040 0.133 0.199 1.131 0.521 1.075 0.348 0.147 0.055 0.446 0.248 1.524 0.074 0.331 0.015 0.962
62
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan
Lanjutan PETAK 1. (20x20 M) No 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83
Jenis kayu Laban Baruh Baruh Merbaow Baruh Laban Balam Tampu Laban Laban Jambu Hutan Laban Tarok Merbaow Sibreuh-breuh Merbaow Tampu Merbaow Jambu Hutan Langgin Sibreuh-breuh Jambu Hutan Sibreuh-breuh Jambu Hutan Sibreuh-breuh Langgin Mata cicem Sibreuh-breuh Tarok Merbaow Sibreuh-breuh Laban
Diameter pangkal (cm) 40 33 39 45 51 76 65 30 20 59 37 47 109 69 53 85 35 77 55 59 35 58 77 27 29 30 75 25 200 75 83 210
Keterangan π = 3,14 D = Diameter Rata-rata Pohon t = Tinggi Pohon Rumus [ 1/4π x D2] t
Diameter ujung (cm) 25 20 24 31 32 45 55 11 10 10 34 20 75 50 40 60 10 55 40 10 15 45 52 20 10 10 40 15 150 65 18 180
Tinggi batang (m) 7 6 5 6 5 7 5 6 3 12 5 9 9 5 4 8 7 6 9 12 8 6 4 4 9 7 8 4 7 2 6 6
Diameter rata2 (cm) 16 13 16 19 21 30 30 10 8 17 18 17 46 30 23 36 11 33 24 17 13 26 32 12 10 10 29 10 88 35 25 98
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.145 0.083 0.097 0.170 0.169 0.503 0.353 0.05 0.013 0.280 0.124 0.198 1.496 0.348 0.170 0.826 0.07 0.513 0.399 0.28 0.098 0.312 0.327 0.043 0.067 0.05 0.52 0.031 4.21 0.19 0.300 4.48
63
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan PETAK 2. (20x20 M) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jenis kayu Pungki Lara Langgin Merbaow Pungki Langgin Merbaow Puepok Dama Durian Puepok Dama Puepok Dama Puepok Puepok Dama Lara Dama Beringin Gunung Lara Jambu Hutan Lara Merbaow Durian Tampu Lara Pungki Tampu Tampu Pupoek Lara Tampu Pungki Dama Durian Pungki Durian Krueng Pungki Siroen Siroen Tampu Dama Durian Tampu Petee Petee Tampu Langgin
Diameter pangkal (cm) 35 85 94 41 89 112 79 30 41 42 45 38 37 19 41 49 36 60 61 46 65 40 80 37 55 46 70 96 50 54 40 75 42 75 55 132 82 62 38 93 37 118 58 15 151 58 61 68 67 50
Diameter ujung (cm) 25 65 70 28 67 85 35 10 30 10 31 10 25 10 28 34 25 40 40 35 45 30 60 25 45 35 50 71 40 45 30 55 30 59 35 125 63 35 20 65 20 90 35 10 130 45 40 45 55 25
Tinggi batang (m) 9 8 5 4 5 7 11 7 6 4 6 6 5 4 4 4 6 7 4 4 4 4 12 5 3 5 6 9 4 3 8 9 5 4 5 5 6 6 4 7 4 5 7 3 7 6 7 5 4 12
Diameter rata2 (cm) 15 38 41 17 39 49 29 10 18 13 19 12 16 7 17 21 15 25 25 20 28 18 35 16 25 20 30 42 23 25 18 33 18 34 23 64 36 24 15 40 14 52 23 6 70 26 25 28 31 19
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.16 0.884 0.660 0.093 0.597 1.334 0.702 0.055 0.148 0.053 0.170 0.068 0.094 0.017 0.093 0.135 0.110 0.344 0.200 0.129 0.238 0.10 1.155 0.094 0.147 0.161 0.424 1.232 0.159 0.144 0.19 0.747 0.127 0.353 0.199 1.621 0.619 0.277 0.066 0.858 0.064 1.062 0.297 0.01 2.71 0.312 0.351 0.313 0.292 0.33
64
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan Lanjutan PETAK 2. (20x20 M) No
Jenis kayu
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Jambu Hutan Pungki Jambu Hutan Siroen Tampu Petee Pala Jambu Hutan Lara Jambu Hutan Merbaow Dama Pungki Krueng Siroen Dama Pala Krueng Pala Beringin Gunung Tampu Tampu Pala Krueng Beringin Gunung Tampu Langgin Dama Pala Beringin Gunung Petee Beringin Gunung Petee Krueng Siroen Langgin Tampu Tampu
Keterangan π = 3,14 D = Diameter Rata-rata Pohon t = Tinggi Pohon Rumus [ 1/4π x D2] t
Diameter pangkal (cm) 29 103 35 10 180 90 60 31 80 33 86 20 25 10 64 47 57 24 54 58 61 64 44 17 64 35 100 44 49 40 54 52 75 31 91 106 40 45
Diameter ujung (cm) 15 80 31 8 90 50 55 25 60 28 80 10 19 6 40 35 50 10 40 45 50 55 35 8 50 25 75 35 30 25 35 45 50 20 80 80 30 30
Tinggi batang (m) 6 8 4 5 12 8 2 5 9 7 8 9 6 6 6 4 4 5 3 4 5 3 3 7 3 8 10 3 5 5 6 5 9 8 4 5 6 7
Diameter rata2 (cm) 11 46 17 5 68 35 29 14 35 15 42 8 11 4 26 21 27 9 24 26 28 30 20 6 29 15 44 20 20 16 22 24 31 13 43 47 18 19
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.057 1.315 0.086 0.01 4.29 0.77 0.13 0.077 0.87 0.128 1.08 0.04 0.06 0.01 0.319 0.132 0.225 0.028 0.130 0.208 0.302 0.209 0.092 0.021 0.191 0.14 1.503 0.092 0.153 0.10 0.233 0.231 0.690 0.102 0.574 0.849 0.14 0.19
65
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan PETAK 3. (20x20 M) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jenis kayu Langgin Lara Lara Pungki Dama kuning Kusubak Dadap Dadap Bangkiree Kusubak Lara Bangkiree Pungki Lara Rancong Buloh Lara Dama kuning Kusubak Bangkiree Kusubak Lara Langgin Dama kuning Rancong Buloh Kercheng Rancong Buloh Langgin Bak Jrok Langgin Pungki Tampu Langgin Pungki Langgin Tampu Tampu Pungki Jambu Hutan Langgin Dama kuning Jambu Hutan Tampu Kercheng Bangkiree Bak Jrok Tampu Tampu Tampu Bak Jrok Jambu Hutan
Diameter pangkal (cm) 96 65 70 70 88 47 21 27 45 89 60 37 60 45 41 55 90 61 41 75 35 52 98 29 79 43 82 67 75 75 70 58 55 70 86 40 82 43 64 69 52 74 55 79 53 78 82 45 55 46
Diameter ujung (cm) 60 40 60 60 50 25 15 20 31 60 45 25 45 40 10 35 55 50 28 45 30 40 66 15 40 35 75 45 65 59 50 35 30 55 70 25 63 37 45 30 35 55 25 35 50 60 65 31 35 35
Tinggi batang (m) 9 7 5 5 6 5 6 4 6 5 5 5 5 4 7 5 7 4 4 6 2 3 5 5 5 4 3 5 2 4 7 6 7 4 4 7 6 9 4 5 7 3 7 11 2 6 5 6 4 5
Diameter rata2 (cm) 39 26 33 33 35 18 9 12 19 37 26 16 26 21 13 23 36 28 17 30 16 23 41 11 30 20 39 28 35 34 30 23 21 31 39 16 36 20 27 25 22 32 20 29 26 35 37 19 23 20
Volume m3 (1/4π.D2)t 1.08 0.379 0.415 0.415 0.561 0.127 0.038 0.043 0.170 0.545 0.271 0.094 0.271 0.142 0.089 0.199 0.722 0.242 0.093 0.424 0.041 0.125 0.660 0.048 0.348 0.119 0.363 0.308 0.192 0.353 0.495 0.255 0.248 0.307 0.478 0.145 0.619 0.283 0.233 0.241 0.260 0.245 0.220 0.702 0.104 0.561 0.530 0.170 0.159 0.161
66
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan Lanjutan PETAK 3. (20x20 M) No 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
Jenis kayu Tampu Bangkiree Tampu Laban Laban Kercheng Bangkiree Dama kuning Laban Bangkiree Laban Kercheng Jambu Hutan Bangkiree Tampu Bangkiree Laban Laban Tampu Pungki Kercheng Pungki Tampu Tampu Lara Semantoek Kusubak Sibreuh-breuh Dadap Dadap Semantoek Dadap Jambu Hutan Sibreuh-breuh Sibreuh-breuh Semantoek Bangkiree Semantoek Bak Jrok Rancong Buloh Semantoek Laban
Keterangan π = 3,14 D = Diameter Rata‐rata Pohon t = Tinggi Pohon Rumus [ 1/4π x D2] t
Diameter pangkal (cm) 41 76 49 45 49 59 59 110 79 90 53 63 49 75 40 44 37 41 45 135 85 50 62 66 70 60 63 59 33 39 20 15 67 41 47 51 45 63 44 26 59 56
Diameter ujung (cm) 28 45 34 31 34 30 30 80 35 55 37 40 30 40 25 35 25 28 25 80 50 40 40 45 50 40 20 43 10 10 8 10 18 20 25 20 20 40 20 10 30 30
Tinggi batang (m) 4 7 4 6 4 6 6 9 11 5 5 4 6 7 4 3 5 4 5 12 4 3 5 6 11 7 4 7 5 6 5 4 15 6 5 5 6 4 3 4 6 4
Diameter rata2 (cm) 17 30 21 19 21 22 22 48 29 36 23 26 20 29 16 20 16 17 18 54 34 23 26 28 30 25 21 26 11 12 7 6 21 15 18 18 16 26 16 9 22 22
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.093 0.503 0.135 0.170 0.135 0.233 0.233 1.59 0.702 0.516 0.199 0.208 0.184 0.454 0.08 0.092 0.094 0.093 0.12 2.72 0.36 0.119 0.255 0.363 0.78 0.344 0.14 0.357 0.045 0.071 0.019 0.01 0.53 0.110 0.127 0.12 0.12 0.208 0.06 0.03 0.233 0.15
67
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan PETAK 4 (20x20 M) N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jenis kayu Laban Bangkiree Baruh Bangkiree Lara Laban Lara Baruh Bangkiree Baruh Sibreuh-breuh Bangkiree Geuregang Geuregang Laban Lara Baruh Puepok Baruh Bangkiree Rubek Laban Bangkiree Bangkiree Rubek Geuregang Rubek Laban Puepok Geuregang Puepok Gajah tunggai Sibreuh-breuh Laban Laban Puepok Rubek Gajah tunggai Rubek Puepok Bangkiree Rubek Gajah tunggai Bayur Rubek Bayur Bangkiree Rubek Bangkiree Bayur
Diameter pangkal (cm) 44 88 20 75 50 82 40 21 94 30 65 100 75 39 54 45 24 40 27 115 55 75 63 40 27 35 104 70 96 37 46 27 71 61 68 50 48 39 62 73 88 34 37 75 55 40 60 41 40 85
Diameter ujung (cm) 20 65 15 65 40 63 20 12 70 18 46 75 55 10 20 30 15 25 10 75 25 59 40 20 15 20 70 60 60 25 30 15 49 25 55 25 30 10 40 50 25 20 25 55 35 30 40 25 25 40
Tinggi batang (m) 7 6 8 2 3 6 6 3 5 7 5 10 3 5 8 8 4 3 3 8 7 4 4 4 3 4 11 5 9 6 6 3 8 10 5 12 3 5 6 6 8 3 6 3 4 8 7 4 8 6
Diameter rata2 (cm) 16 38 9 35 23 36 15 8 41 12 28 44 33 12 19 19 10 16 9 48 20 34 26 15 11 14 44 33 39 16 19 11 30 22 31 19 20 12 26 31 28 14 16 33 23 18 25 17 16 31
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.14 0.689 0.05 0.192 0.119 0.619 0.106 0.016 0.660 0.079 0.302 1.503 0.249 0.059 0.215 0.221 0.030 0.062 0.020 1.418 0.22 0.353 0.208 0.071 0.026 0.059 1.635 0.415 1.075 0.113 0.170 0.026 0.565 0.363 0.371 0.331 0.090 0.059 0.306 0.446 0.501 0.043 0.113 0.249 0.159 0.19 0.344 0.086 0.17 0.460
68
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan Lanjutan PETAK 4 (20x20 M) N0 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
Jenis kayu Lara Geuregang Bayur Bayur Bangkiree Gajah tunggai Puepok Laban Rubek Bangkiree Laban Puepok Bangkiree Puepok Lara Puepok Sibreuh-breuh
Diameter pangkal (cm) 15 22 47 39 10 10 76 20 20 60 15 50 20 53 45 79 35
Keterangan π = 3,14 D = Diameter Rata‐rata Pohon t = Tinggi Pohon Rumus [ 1/4π x D2] t
Diameter ujung (cm) 8 15 35 10 5 5 45 10 10 40 10 8 8 25 20 35 18
Tinggi batang (m) 5 4 3 6 8 5 7 3 2 7 9 6 5 4 3 11 6
Diameter rata2 (cm) 6 9 21 12 4 4 30 8 8 25 6 15 7 20 16 29 13
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.01 0.03 0.099 0.071 0.01 0.01 0.503 0.01 0.01 0.34 0.03 0.10 0.02 0.12 0.06 0.702 0.08
69
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan PETAK 5 (20x20 m) N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jenis kayu Bangkiree Baruh Laban Tarok Rancong Buloh Baruh Rancong Buloh Tarok Gajah tunggai Baruh Bangkiree Tampu Tampu Laban Laban Tampu Tampu Laban Tampu Bangkiree Rancong Buloh Bak Jrok Bangkiree Bak Jrok Bangkiree Tampu Laban Bangkiree Laban Laban Bak Jrok Bak Jrok Rancong Buloh Gajah tunggai Rancong Buloh Gajah tunggai Tampu siron Gajah tunggai Tampu siron Tapis gunung Tapis gunung Tampu siron Tampu siron Rubek Bak Jrok Bangkiree Tampu Tapis gunung Tampu Gajah tunggai
Diameter pangkal (cm) 10 42 40 85 37 45 35 93 10 48 55 68 75 55 50 96 103 20 82 132 33 75 42 85 55 89 60 62 45 35 47 48 31 33 39 34 91 31 59 69 47 64 118 20 90 29 73 76 37 41
Diameter ujung (cm) 5 25 20 60 25 28 20 65 5 30 45 55 59 30 40 71 80 10 63 125 15 55 10 40 35 67 45 35 30 20 35 25 25 15 10 20 80 25 30 45 35 40 90 10 45 10 50 50 25 25
Tinggi batang (m) 8 5 6 8 6 6 4 7 5 5 3 5 4 7 3 9 8 3 6 5 5 3 4 6 5 5 5 6 8 5 3 4 3 5 5 3 4 3 6 5 3 6 5 2 6 4 6 6 5 4
Diameter rata2 (cm) 4 17 15 36 16 18 14 40 4 20 25 31 34 21 23 42 46 8 36 64 12 33 13 31 23 39 26 24 19 14 21 18 14 12 12 14 43 14 22 29 21 26 52 8 34 10 31 32 16 17
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.01 0.110 0.106 0.826 0.113 0.157 0.059 0.858 0.01 0.149 0.147 0.371 0.353 0.248 0.119 1.232 1.315 0.01 0.619 1.621 0.057 0.249 0.053 0.460 0.199 0.597 0.271 0.277 0.221 0.074 0.099 0.105 0.046 0.057 0.059 0.043 0.574 0.046 0.233 0.319 0.099 0.319 1.062 0.01 0.537 0.030 0.446 0.468 0.094 0.086
70
Lampiran 2 Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan Lanjutan PETAK 5 (20x20 m) N0
Jenis kayu
51 Rubek 52 Tampu 53 Tapis gunung 54 Bak Jrok 55 Tampu 56 Tarok 57 Tarok 58 Rubek 59 Rancong Buloh 60 Rubek 61 Tampu siron 62 Rubek 63 Gajah tunggai 64 Rambutan hutan 65 Rambutan hutan 66 Tampu 67 Rubek 68 Tampu 69 Mancang hutan 70 Tarok 71 Mancang hutan 72 Tapis gunung 73 Mancang hutan 74 Rambutan hutan 75 Mancang hutan 76 Sibreuh-breuh 77 Rambutan hutan 78 Barus 79 Mancang hutan 80 Tampu Keterangan π = 3,14 D = Diameter Rata‐rata Pohon t = Tinggi Pohon Rumus [ 1/4π x D2] t
Diameter pangkal (cm) 69 76 83 44 79 77 101 90 26 97 24 83 29 43 85 40 76 45 85 120 99 90 57 110 160 40 71 15 71 30
Diameter ujung (cm) 45 45 55 20 35 55 70 60 10 65 10 55 15 35 65 25 50 25 45 40 50 40 35 90 100 20 40 8 40 15
Tinggi batang (m) 5 7 7 3 11 6 9 6 4 9 5 7 5 3 4 4 6 5 7 8 8 7 5 6 5 5 6 2 6 5
Diameter rata2 (cm) 29 30 35 16 29 33 43 38 9 41 9 35 11 20 38 16 32 18 33 40 37 33 23 50 65 15 28 6 28 11
Volume m3 (1/4π.D2)t 0.319 0.503 0.654 0.06 0.702 0.513 1.292 0.663 0.03 1.159 0.03 0.654 0.048 0.090 0.442 0.08 0.468 0.12 0.581 1.01 0.872 0.58 0.208 1.18 1.66 0.1 0.363 0.01 0.363 0.05
71
Lampiran 3 Rekapitulasi jumlah dan jenis kayu pada areal PT Juya Aceh Mining No
Nama Latin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 Total
Eugenia cuatini Ficus sp Macaraga triloba Vitex pubescen Hopea myrtifolia Ranudla rombidae Agathis sp Kremafur furacea Jarb Dipterocarpus sp Ficus septica Shorea sp Miliosma sarawa kensisi Scopium sp Macaraga sp Polyathia laterifolia Nephelium lappaceum mangifera foetida
Jenis kayu/ Jumlah Nama Daerah (batang) Balam 280 Sibreuh-breuh 840 Jambu Hutan 840 Krileng 280 Taroek panah 280 Lara 1400 Baruh 840 Tampu 3080 Langgin 1120 Laban 1960 Mata cicem 280 Tarok 560 Merbaow 560 Pungki 840 Pupoek 840 Dama 560 Durian 280 Siroen 280 Petee 280 Pala 280 Krueng 280 Beringin Gunung 280 Dama kuning 280 Kercheng 280 Kusubak 280 Waru 280 Semantoek 280 Bangkiree 1680 Bak Jrok 560 Rancong Buloh 560 Rubek 840 Bayur 280 Geuregang 280 Gajah tunggai 560 Tampu siron 280 Tapis gunung 280 Rambutan hutan 280 Mancang hutan 280 23.520
Volume (M3) 346.471 235.508 155.752 195.046 13.023 534.259 100.642 1759.665 627.851 721.132 364.011 790.918 232.730 556.516 237.908 56.808 269.459 113.473 132.003 40.871 12.633 48.336 211.617 76.548 82.512 11.755 51.978 603.764 119.908 36.259 327.316 59.989 28.409 28.043 124.109 118.757 127.686 206.210 9759.875
Harga/ M3 (Rp) 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 3.500.000 1.600.000 1.600.000 2.200.000 2.200.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 2.500.000 1.600.000 2.200.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 3.000.000 2.200.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 2.200.000 2,200,000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000 1.600.000
Harga Total (Rp) 554.353.730 76.812.175 249.202.519 312.073.601 20.836.662 854.814.657 161.027.483 2.815.463.844 1.004.561.974 1.153.811.851 582.417.580 1.265.469.090 814.554.460 890.425.887 380.653.598 124.978.079 592.809.191 181.557.588 211.204.804 65.393.912 31.581.425 77.337.773 465.557.223 122.476.470 132.019.771 18.808.194 155.934.376 1.328.280.190 191.852.108 58.014.545 523.705.474 131.975.129 62.498.716 44.869.085 198.574.378 190.011.005 204.297.368 329.935.733 16.880.151.647
Kete rangan Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran Komersil Komersil Campuran Campuran Campuran Komersil Campuran Komersil Campuran Campuran Campuran Komersil Komersil Campuran Campuran Campuran Komersil Komersil Campuran Campuran Campuran Campuran Campuran
Lampiran 4 Penghitungan manfaat tidak langsung hutan pada areal pertambangan Penghitungan biaya pencegah erosi Rehabilitasi dengan penanaman Mucuna SP/ha (Rp)
Luas hutan
Tanah tererosi 15 ton/ha/tahun (ton)
Total tanah tererosi dalam areal 56 ha (ton)
Umur tambangan (Tahun)
Total
1.641
56
15
840
15
20.676.600
Penghitungan biaya pengganti sumber makanan dari serasah dengan kompos Serasah (2 ton/ha/tahun) (Kg)
Biaya penganti kompos/kg (Rp)
Luas areal konversi (ha)
2.000
1.000
56
Jumlah total /thn (kg) 112.000
Umur tambang (tahun)
Total/umur tambang (Kg)
Total (Rp)
15
1.680.000
1.680.000.000
Umur tambang (thn)
Total (Rp)
15
286.650.000
Penghitungan biaya penjaga habitan flora dan fauna Biaya/tahun untuk reboisasi 1.500.000
luas areal (ha)
Total/100 ha
100
150.000.000
Penghitungan nilai pilihan Harga /ha/tahun (Rp10.500) ($) 32.5
Harga /ha/tahun (Rp) 341.250
Harga /ha/tahun (Rp)
Luas areal (ha) 56
19.110.000
72
70
Lampiran 5 Metode penghitungan nilai S bardasarkan Tabel nilai CN untuk mengetahui tingkat simpanan air Latosol Land cover
Total
Nilai (CN*)
S (m3/ha/th
Serapan air/luas tambangan (m3)
Umur tambang 15 tahun
Harga air PDAM/m3 (Rp)
Total (Rp)
Luas (ha)
Nilai (CN)
Hutan**
56
73
56
73
93.9
5.260.93
78.914
1.400
110.479.562
Perkebunan*** Total
44
82
44
82
55.8
2.453.27
36.799
1.400
51.518.634
149.7
7.714.20
115.713
161.998.196
Keterangan * CN Rata-rata ** Hutan kondisi sedang *** Menurut kontur baik Rumus CN*=Luas x CN/Luas Total S = 25400/CN-254
73
71
74
Lampiran 6 Tingkat kesediaan membayar masyarakat atas sumberdaya hutan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Nama Responden Sukardi Muhammad Yuslaili Ibrahim Abdul Haris Ibrahim HS Sumardi Yusri, YS Salbiah Bukhari Sopian Cut Ali Wahidin US Darwis Abu Aden Salamuddin Razuardi Marjuddin Sabri M. Nuzul. AW Sulaiman Maimu Sani Hameah Salman Jasman KM Abdurahman Ramli Syarifah Aluwin Asri Nasrijal Midhi Safrizal Nyak Maneh Fredi'S Muktaruddin Abbas Salman M. Nasir Samsul Bahri Nyak Cut Jawahir Siaman T. Cut Hasanah Muktar Nilawati Ainal marziah Nurhasanah Rajuddin
Dusun
Pendidikan
KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah
SD SD SMP SMA SMA SD SMP SD SD SMP SMP SMP SD SD SMP SMP SMA SMA SMA SMA SD SD SD SD SD SMP SMP TS SD SMA SMA SMP SD SD SMP SD SD TS SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMA SD TS
Kesediaan Membayar (Rp/bln) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1000 5000 0 0 0 0 0 0 0 0
75
Lanjutan Lampiran 6 Tingkat kesediaan membayar masyarakat atas SDA hutan No
Nama Responden
Dusun
Pendidikan
51 Ubat. P Alue Dawah 52 Darmi Alue Dawah 53 Ansar Alue Dawah 54 Nurmani Alue Dawah 55 Sahbiddin NA Alue Dawah 56 Drs, Intisar Alue Dawah 57 Suhada Seujahtra 58 Marni Seujahtra 59 M. Ali. L Seujahtra 60 Muklis Seujahtra 61 Umar Seujahtra 62 Tgk, Zaini Seujahtra 63 Muntazar Seujahtra 64 Sardiman Seujahtra 65 M. Nasir Seujahtra 66 M. Thaleb Seujahtra 67 Nainunis Seujahtra 68 M. Tasar Seujahtra 69 Nizar Seujahtra 70 Ibrahim Seujahtra 71 Khalidi Seujahtra 72 Hasanudin Seujahtra 73 Khamarudin Seujahtra 74 Roslawati Seujahtra 75 Kaiean. A Seujahtra 76 Ali Musir Seujahtra 77 Tgk,Marhaban P. Besi 78 Aminurdin P. Besi 79 Zainal Abidin P. Besi 80 M. Yunus P. Besi 81 Hamzah P. Besi 82 Zainal Abidin.U P. Besi 83 Masykur P. Besi 84 Kamarudin P. Besi 85 Aida P. Besi 86 Syamsuar P. Besi 87 Yusmar P. Besi 88 Darwis YS P. Besi 89 Zairin P. Besi 90 Hamidi P. Besi 91 Abdul Jalin P. Besi Total Rata-rata Rumus KK x Rp/kk x 12 bulan x 15 Tahun Jumlah kesediaan membayar masyarakat Rp 20.097.000/15 tahun Keterangan: KK= 406 15 = Masa waku pertambangan
TS SD SMP SD SMA S1 SD SD TS SD SD SMP SD SD SD SD SMP TS TS SD SD SD SD SD SMP SD SD TS TS SD SMA SD SMP SD S1 SD SMA SD SMP SMP SD
Kesediaan Membayar (Rp/bln) 0 0 0 0 0 5.000 0 1.000 0 0 0 10.000 0 0 0 0 0 0 1.000 1.000 0 1.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25.000 275
Lampiran 7 Pendapatan rumah tangga masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nama responden Sukardi Muhammad Yuslaili Ibrahim Abdul Haris Ibrahim HS Sumardi Yusri, YS Salbiah Bukhari Sopian Cut Ali Wahidin US Darwis Abu Aden Salamuddin Razuardi Marjuddin Sabri M. Nuzul. AW Sulaiman Maimu Sani Hameah Salman Jasman KM Abdurahman Ramli Syarifah Aluwin Asri Nasrijal Midhi Safrizal Nyak Maneh
Sebelum adanya kegiatan pertambangan a
b
c
d
e
f
100.000 40.000 50.000 100.000 50.000 25.000 35.000 100.000 40.000 40.000 30.000 40.000 50.000
40.000 50.000
50.000 30.000 50.000 40.000 40.000 30.000 1.200.000 30.000 40.000 50.000 40.000 30.000 30.000 30.000 30.000 30.000 40.000 35.000
35.000 40.000
Sesudah adanya kegiatan pertambangan Total/bln 3.000.000 1.200.000 1.500.000 3.000.000 1.500.000 750.000 1.050.000 3.000.000 1.200.000 1.200.000 900.000 1.200.000 1.500.000 1.500.000 900.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000 900.000 1.500.000 900.000 1.200.000 1.500.000 1.200.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 1.200.000 1.050.000 1.050.000 1.200.000
b
c
d
e 100.000
30.000
50.000 35.000 40.000 40.000 40.000 30.000 30.000 40.000
40.000 50.000
45.000
f
Total/bln
3.000.000 900.000 50.000 1.500.000 100.000 3.000.000 1.500.000 15.000 450.000 1.050.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 900.000 900.000 1.200.000 30.000 900.000 30.000 900.000 40.000 1.200.000 20.000 600.000 40.000 1.200.000 30.000 900.000 1.200.000 1.500.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 40.000 1.200.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 40.000 1.200.000 35.000 1.050.000 1.350.000 40.000 1.200.000
Selisih (300.000) (300.000) (1.800.000) (300.000) (300.000) (600.000) (300.000) (600.000) Tetap (300.000) (600.000) 300.000 -
Tetap Menurun Tetap Tetap Tetap Menurun Tetap Menurun Tetap Tetap Tetap Menurun Menurun Menurun Tetap Menurun Menurun Tetap Tetap Tetap Tetap Menurun Menurun Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Meningkat Tetap
76
a
Kecen drungan
Lanjutan Lampiran 7 Pendapatan rumah tangga masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan No
Nama responden
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Fredi'S Muktaruddin Abbas Salman M. Nasir Samsul Bahri Nyak Cut Jawahir Siaman T. Cut Hasanah Muktar Nilawati Ainal marziah Nurhasanah Rajuddin Ubat. P Darmi Ansar Nurmani
55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Sahbiddin NA Drs, Intisar Suhada Marni M. Ali. L Muklis Umar Tgk, Zaini Muntazar Sardiman M. Nasir
Sebelum adanya kegiatan pertambangan a
b
c
d
e
f
Total/bln
50.000 40.000 30.000 30.000
1.500.000 1.200.000 900.000 900.000 1.200.000 1.500.000 1.050.000 1.500.000 900.000 900.000 900.000 900.000 1.200.000
40.000 50.000
30.000
50.000
Sesudah adanya kegiatan pertambangan
35.000 50.000 30.000 30.000 30.000 30.000 40.000 900.000 40.000 40.000 15.000 50.000 30.000 30.000
a
b
50.000 50.000 40.000 40.000 25.000 30.000 30.000 40.000 50.000
d
e
40.000 50.000 40.000 75.000
30.000 1.200.000 1.200.000 450.000 1.500.000 900.000 900.000
65.000
1.500.000
100.000
c
f
100.000 50.000 50.000 40.000 40.000 25.000 30.000 30.000 40.000 50.000
3.000.000 1.500.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000 750.000 900.000 900.000 1.200.000 1.500.000
Tetap -
Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap
76
Selisih
50.000 1.500.000 Tetap 40.000 1.200.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap 1.200.000 Tetap 1.500.000 Tetap 1.200.000 150.000 Meningkat 2.250.000 750.000 Meningkat 30.000 900.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap 40.000 1.200.000 Tetap 900.000 Tetap 40.000 1.200.000 Tetap 40.000 1.200.000 Tetap 15.000 450.000 Tetap 1.950.000 450.000 Meningkat 30.000 900.000 Tetap 30.000 900.000 Tetap
50.000 1.500.000 3.000.000 1.500.000 1.500.000 1.200.000 1.200.000 750.000 900.000 900.000 1.200.000 1.500.000
Total/bln
Kecen drungan
Lanjutan Lampiran 7 Pendapatan rumah tangga masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan No 66 67 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
Nama responden M. Thaleb Nainunis Nizar Ibrahim Khalidi Hasanudin Khamarudin Roslawati Kaiean. A Ali Musir Tgk,Marhaban Aminurdin Zainal Abidin M. Yunus Hamzah Zainal Abidin.U Masykur Kamarudin Aida Syamsuar Yusmar Darwis YS Zairin Hamidi Abdul Jalin
Sebelum adanya kegiatan pertambangan a
b
c
d
e
f
Total/bln
35.000 50.000 35.000 30.000 30.000 30.000 30,000 35.000
1.050.000 1.500.000 1.050.000 900.000 900.000 900.000 900.000 1.050.000 525.000 1.200.000
17.500 20.000 30.000 30.000
40.000 100.000 40.000
50.000 40.000
Total Rata-rata
Sesudah adanya kegiatan pertambangan
40.000 600.000 30.000 900.000
a
b
c
e
f 35.000 40.000 35.000 30.000 30.000 30.000 30.000
900.000
900.000 50.000 1.500.000 40.000 1.200.000 50.000 1.500.000 1.200.000 3.000.000 1.200.000 50.000 1.500.000 50.000 1.500.000 1.500.000 100.000 3.000.000 1.200.000 114.075.000 1.253.571
d
40.000 100.000 40.000
40.000 40.000 Total Rata-rata
Total/bln
1.050.000 1.200.000 1.050.000 900.000 900.000 900.000 900.000 40.000 1.200.000 35.000 1.050.000 30.000 900.000 20.000 600.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 30.000 900.000 40.000 1.200.000 30.000 900.000 1.200.000 3.000.000 1.200.000 40.000 1.200.000 50.000 1.500.000 1.200.000 100.000 3.000.000 1.200.000 108.600.000 1.193.407
Selisih (300.000) 150.000 525.000 (300.000) Tetap Tetap (600.000) Tetap (600.000) (300.000) (300.000) 5.475.000 - 60.164.84
Kecen drungan Tetap Menurun Tetap Tetap Tetap Tetap Tetap Meningkat Meningkat Menurun Tetap Tetap Menurun Menurun Tetap Tetap Tetap Menurun Tetap Menurun Tetap Tetap
Keterangan: a Sopir b. PNS c. Buruh tani d. Pekerja tambang e. Pedagang f. Petani pemilik (bekerja pada lahan sendiri)
76
79
Lampiran 8 Persepsi masyarakat terhadap pertambangan PT Juya Aceh Mining
Persepsi masyarakat yang setuju terhadap kegiatan pertambangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Nama Responden Ibrahim HS Hameah Salman Jasman KM Aluwin Muktaruddin Siaman T. Cut Hasanah Muktar Nilawati M. Thaleb M. Yunus Darwis YS Kaiean. A Ansar Fredi'S Ramli Sumardi Nasrijal Ibrahim Ainal marziah Drs, Intisar Syarifah Safrizal Samsul Bahri Umar Tgk, Zaini M. Tasar Nizar Abbas Nurhasanah Muklis Muntazar Sardiman Roslawati Ibrahim Khalidi Hasanudin Khamarudin Nainunis M. Ali. L Nyak Cut Jawahir Suhada Nurmani Abdurahman Salamuddin Darmi Marni M. Nasir
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Responden Rajuddin Ubat. P Salbiah Tgk, Marhaban Zainal Abidin.U Abdul Haris Bukhari Sopian Sabri M. Nuzul. AW
Dusun KT malaka KT malaka KT malaka Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Seujahtra P. Besi P. Besi Seujahtra Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah KT malaka Alue Dawah KT malaka Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Alue Dawah Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Alue Dawah Alue Dawah Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Seujahtra Alue Dawah Alue Dawah Seujahtra Alue Dawah Alue Dawah KT malaka Alue Dawah Seujahtra Seujahtra
Pendidikan SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SMP SMP SMP SMP SMA SMA SMA S1 TS SD SD SD SMP TS TS SD SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP TS SD SD SD SD SMP SMP SD SD SD
Alasan Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Karena Program kerja pemerintah Tidak Mengganggu ketentraman Tidak Mengganggu ketentraman Tidak Mengganggu ketentraman Tidak Mengganggu ketentraman Tidak Mengganggu ketentraman Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Membuka Lapangan kerja Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga Dapat menberi nilai tambah bagi pendapatan keluarga PT Juya Lebih mengutamakan Tenaga kerja lokal PT Juya Lebih mengutamakan Tenaga kerja lokal PT Juya Lebih mengutamakan Tenaga kerja lokal
Persepsi masyarakat yang tidak setuju terhadap kegiatan pertambangan Dusun Alue Dawah Alue Dawah KT malaka P. Besi P. Besi KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka KT malaka
Pendidikan TS TS SD SD SD SMA SMP SMP SMA SMA
Alasan Tidak perduli pada pembangunan sarana dan prasarana desa Tidak perduli pada pembangunan sarana dan prasarana desa Tidak perduli pada pembangunan sarana dan prasarana desa Tidak perduli pada pembangunan sarana dan prasarana desa Tidak perduli pada pembangunan sarana dan prasarana desa Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan
80
Lanjutan Persepsi masyarakat yang setuju terhadap kegiatan pertambangan No 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Nama Responden Wahidin US Yusri, YS Aida Zainal Abidin Syamsuar Abdul Jalin Sulaiman Maimu Sani Masykur Zairin Hamidi Yuslaili Cut Ali Yusmar Salman Ali Musir Nyak Maneh Abu Aden Razuardi Aminurdin M. Nasir Asri
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Responden Sukardi Muhammad Kamarudin Darwis Midhi Marjuddin Sahbiddin NA Hamzah
Dusun KT malaka KT malaka P. Besi P. Besi P. Besi P. Besi KT malaka KT malaka P. Besi P. Besi P. Besi KT malaka KT malaka P. Besi Alue Dawah Seujahtra Alue Dawah KT malaka KT malaka P. Besi Alue Dawah Alue Dawah
Pendidikan SD SD S1 TS SD SD SD SD SMP SMP SMP SMP SMP SMA TS SD SD SMP SMA TS SD SMA
Alasan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lahan perkebunan Hilangnya lapangan pekerjaan sebagi buruh tani Hilangnya lapangan pekerjaan sebagi buruh tani Hilangnya lapangan pekerjaan sebagi buruh tani Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Tidak ada program pemberdayaan ekonomi Hilangnya akses ke hutan Hilangnya akses ke hutan Hilangnya akses ke hutan
Persepsi masyarakat yang absen terhadap kegiatan pertambangan
Keterangan Setuju Tidak Setuju Absen
Dusun KT malaka KT malaka P. Besi KT malaka Alue Dawah KT malaka Alue Dawah P. Besi
Pendidikan SD SD SD SD SMP SMA SMA SMA
Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan Tanpa Alasan
: 56.04% : 35.2% : 8.8%
Lampiran 9 Data demografi Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD
No
1
Desa
Gng Samarinda
Pendatang bulan ini
Jumlah KK
350
Lahir bulan ini
Meninggal bulan ini
Penduduk awal bulan ini
Pindah bulan ini
Penduduk akhir bulan Ini
LK
PR
L+P
Lk
PR
L+P
Lk
PR
L+P
LK
PR
L+P
LK
PR
L+P
LK
PR
L+P
0
0
0
0
0
0
0
0
0
721
743
1464
0
0
0
721
743
1467
2
Ie Mirah
340
1
2
3
1
1
2
1
0
1
828
747
1575
0
0
0
829
750
1605
3
Pante Rakyat
1514
1
1
2
4
3
7
2
3
5
3205
3525
6730
4
2
6
3204
3524
6748
4
Pante Cermin
629
14
11
25
2
3
5
1
0
1
1361
1251
2612
0
0
0
1376
1265
2697
5
Alue Jeureujak
607
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1273
1252
2525
0
0
0
1274
1252
2785
6
Blang Dalam
401
2
1
3
0
0
0
1
0
1
738
727
1465
1
1
2
738
727
1469
7
Alue Peunawa
251
0
0
0
1
0
1
0
0
0
461
446
907
0
0
0
462
446
813
Jumlah
4092
18
15
33
9
7
16
5
3
8
8587
8691
17278
5
3
8
8604
8707
17584
Sumber: Kantor Camat Kecamatan Babah Rot bulan Februari 2009
81
82
Lampiran 10 hasil Penghitungan korelasi antara persepsi dan tingkat pendidikan Pendidikan * Persepsi Crosstabulation Persepsi absen Pendidikan
TS SD SMP SMA S1
Total
Total
tidak setuju 0 4 1 3 0 8
setuju 5 12 8 6 1 32
absen 4 34 9 3 1 51
9 50 18 12 2 91
Correlations Spearman's rho
Pendidikan
Persepsi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Pendidikan 1.000 . 91 -.197 .062 91
Persepsi -.197 .062 91 1.000 . 91
Hipotesis yang diuji: H0: pendidikan dan persepsi saling bebas H1: pendidikan dan persepsi berkorelasi (ada hubungan) Tolak H0 jika Sig. (2-tailed) atau yang biasa disebut p-value < alpha. Karena bidang ilmu yang digunakan adalah ilmu social, maka pada kesempatan ini digunakan alpha 0,1 (10%). Berdasarkan analisis rank spearman, dari output di atas terlihat bahwa nilai Sig. (2-tailed) atau p-value = 0,062 < alpha (0,1) maka tolak H0. jadi antara pendidikan dan persepsi memiliki hubungan. Dari hasil analisis mendapatkan nilai korelasi -0,197. tanda negatif ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif. Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang, orang tersebut semakin menolak kegiatan pertambangan atau absen. Keterangan pengkodean untuk pendidikan: 0 = TS (tidak sekolah) 1 = SD 2 = SMP 3 = SMA 4 = S1 Keterangan pengkodean untuk persepsi: 0 = absen 1 = tidak setuju 2 = setuju
83
Lampiran 11 Kuisioner penelitian
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama: 2. Jenis Kelamin 3. Agama 4. Alamat Responden 5. Pendidikan terkhir
: …………………………………… : LK / PR : (a) Islam. (b) Lainnya : Dususn………………Desa.….…Kab ABDYA : (a) Tidak Sekolah (b)SD (c)SMP (d) SMA (e)S1 (f) S2 (g)S3 6. Pekerjaan :………………………………… 7. Lama tinggal di daerah ini : ………………Tahun……………..Bulan 8. Berapa jumlah seluruh anggota keluarga:…………Orang Anak Laki-laki…… Orang. Anak Perempuan………………Orang 9. Struktur Umur: Orang tua Laki-laki:…………………Tahun Orang tua Perempuan:…………………Tahun Anak umur 0 – 16 tahun:…………………Orang Anak umur 17- 25 Tahun:…………………Orang ≥ 26 tahun:…………………Orang
Dusun…………. Tgl……Bln……2009
Nama dan Tanda Tangan Responden
84
II. KOMPONEN EKOLOGI 1. PT Juya Aceh Mining dalam melakukan pengambilan bijih besi, lahan apa yang digunakan? a. Hutan b. Perkebunan c. Hutan dan perkebunan h. Lain-lain (sebutkan)……………………… 2. Jika jawabannya HUTAN: Hutan itu dapat menjadi tempat yang bermanfaat apa bagi bapak/ibu? (manfaat langsung) (a) Tempat memperoleh kayu (b) Tempat mencari kayu bakar (c) Tempat mencari rotan (d) Tempat mecari madu lebah (e) Tempat berburu (f) Tempat rekreasi (g) Tempat mengambil getah kayu (Damar) (h) Tempat Penyedia bahan obat-obatan tradisional (i) Tempat mengambil rebung (j) Tempat mencari umbi-umbian (k) Tempat mengambil sagu (l) Tidak ada manfaat langsung (m) Lainnya (sebutkan)…………………………………………… 2.1. Jika Jawaban poin (a) (Tempat Memperoleh kayu), kayu apa saya yang bapak/ibu ambil? 1…………2……………3…………4….………5………………6……… ……………………7………………………..8…………………………… …. dan kayu tersebut anda gunakan (a) untuk Perumahan pribadi, (b). untuk dijual (berapa harga/Kubik untuk No 1.Rp.…………. 2.Rp………….3.Rp…..………4.Rp….…… 5.Rp………….. 6.Rp..…………) (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.2. Jika jawabannya poin (b) (Tempat mencari kayu bakar) kayu bakar tersebut digunakan? (a) Untuk keperluan Pribadi (b) Untuk dijual (Berapa harga/Ikat Rp……) (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.3. Jika Jawabannya (c) (Tempat mencari rotan) rotan apa saya yang bapak/ibu ambil? 1………………………2…………………….3……………………..4…… ………………..5………………….rotan tersebut bapak/ibu pergunakan untuk: (a) Keperluan Rumah Tangga (b) Dijual (berapa harganya/batang untuk jenis No. 1. Rp…………..2Rp………….3.Rp…………… 4.Rp……………… 5.Rp…………………. (c) konsumsi pribadi dan dijual
85
2.4. Jika Jawabannya poin (d) (Tempat mencari lebah madu), madu tersebut bapak/ibu manfaatkan untuk? (a) Keperluan Rumah tangga (b) Di Jual (berapa harga / liter. Rp………………………) (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.5. Jika jawabannya poin (e) (Tempat berburu) Hewan apa saja yang bapak/ibu buru? 1……………………..2……………………3……………….4…………… …….5……………………6………….......hasil buruan tersebut bapak/ibu manfaatkan untuk? (a) Konsumsi Pribadi (b) di Jual (berapa haraga/………) untuk No.1.Rp……….. 2Rp…………… 3.Rp………………4.Rp……………5.Rp……………..6.Rp……… (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.6. Jika jawabanya poin (f) (Tempat Rekreasi) Setiap kapan bapak/ibu melakukan rekreasi?................ /hari/minggu/ Bln/Thn dan apakah ada wisatawan lain yang melakukan rekreasi? a. Ada b. Tidak Jika a (ada) kebanyakan wisatawanberasal dari a. Lokal, b. Nasional c. Mancannagara 2.7. Jika jawaban poin (g) (tempat mengambil getah kayau (damar).) damar tersebut bapak/ibu gunakan untuk? (a) Keperluan Pribadi (b) Di Jual (berapa harga / kg. Rp…………) (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.8. Jika Jawaban poin (h) (Tempat mengambil Obat-obatan tradisional), jenis tanaman/hewan apa yang dapat dijadikan obat-obatan? Tanaman: 1…………………….2…………………3……………………4………… Hewan: 1……………….2…………………..3…………………..4……………… Obat-obatan tersebut anda pergunakan untuk (a) Keperluan Pribadi (b) Di jual (berapa haraga/…..………..) untuk No Tanaman: 1.Rp………. 2.Rp…………… 3.Rp……………… 4.Rp……………. Hewan: 1Rp……………2Rp……………3Rp…………….4Rp………………. (c) konsumsi pribadi dan dijual 2.9 Jika jawaban poin (i) (Tempat mengambil rebung) rebung apa saja yang bapak/ibu ambil? (a) rebung bambu (b) Lainnya (sebutkan)…………………………………………… Rebung tersebut anda gunakan untuk:
86
(a) konsumsi pribadi (b) Dijual berapa haraga/kg, Rp…………………………. (c) Konsumsi pribadi dan dijual 2.10 Jika jawaban poin (j) (Tempat mencari umbi-umbian) umbi tanaman apa saja yang anda ambil? (a) Umbi Gadung (b) Lainnya (sebutkan)………………………… Umbi tersebut Anda gunakan Untuk keperluan: (a) Pribadi (b) Dijual (berapa harga/kg. Rp……………(c) Konsumsi pribadi dan dijual 2.11. Jika jawaban poin (k) (Tempat mengambil sagu) sagu tersebut bapak/ibu pergunakan untuk? (a) Kebutuhan pribadi (b) Dijual Berapa harga/kg. Rp……………………………….. (c) Konsumsi pribadi dan dijual 2.12. idak ada manfaat Hutan bagi Bapak/ibu secara langsung Karena : (a) Rumah bapa/ibu tidak terbuat dari kayu (b) Tidak pernah mengambil hasil hutan apapun bentuknya (c) lainnya (sebutkan)…………………………..…………………………….. 3. Jika lahan yang di gunakan oleh PT Juya Aceh Mining tersebut adalah Perkebunan, apakah manfaat langsung perkebunan bagi bapak/ibu? 1. sebagai tempat memperoleh pendapatan utama keluarga dari hasi penjualan hasil penggarapan dan panen tanaman (a) Apa jenis tanaman di perkebunan bapak? 1………….……..2……………….3…………………4…..…………..5 (b) yang paling banyak (dominan) No 1, 2, 3, 4. Berapa……….% 2. Sebagai lapangan kerja utama 3. Sebagai borok (jaminan) pinjaman modal pada perbangkan (a) modal yang anda peroleh anda gunakan untuk usaha apa?......... 4. Tidak ada manfaat lansung (karena)………………………………… 5. Lainnya (sebutkan) ………………………………………….. 4. Dari manfaat hutan yang bapak /ibu rasakan, kalau seandainya hutan rusak berapa kerelaan bapak memberi biaya untuk memperbaikinya /bulan? (a) 1.000 (b) 5.000 (c) 10.000 (d) 15.000 (f) Lainnya Berapa?………
87
III. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI 1. Dengan adanya Pertambangan PT Juya Aceh Mining, apakah ada kekayaan/ harta benda bapak/ibu yang digantirugikan/dibeli? (a) ADA (b) TIDAK ADA 2. Jika ada apa saja? 1. Rumah (ukuran)…………………M2 2. Lahan Pertanian/Perkebunan (berapa luasnya)………………… M2 2.1. Tanamannya terdiri dari? (a) Durian (b) Kopi (c)Rambutan (d)Pinang (e)Melinjo (f) Kakao (g)Kelapa sawit (h)Jati (i) Pisang (j) Lain-lain (tanaman apa): ………Banyaknya……………Batang 3. Lainnya…………………………………………….. 3. Berapa nilai ganti rugi untuk masing-masing harta kekayaan bapak/ibu tersebut di bayar oleh PT Juya Aceh Mining? 1. Rumah ukuran (berapa harganya) Rp………………… 2. Lahan Pertanina/Perkebunan seluas (Berapa harganya) RP..………… a. Tanamannya. (a) Durian/Batang Rp………………… (b) Kopi /Batang Rp………………… (c) Rambutan/Batang Rp………………… (d) Pinang/Batang Rp………………… (e) Melinjo/Batang Rp………………… (f) Kakao/Batang Rp………………… (g) Kelapa sawit/Batang Rp………………… (h) Jati/Batang Rp………………… (i) Pisang/Batang Rp……………….. (j) Lain-lain tanaman apa: Rp………………… 3. Lainnya (sebutkan apa)................. Rp…………………… 4. Mengapa lahan pertanian/perkebunan yang bapak miliki bapak jual ke ke pihak pertambangan? (a) Karena harganya yang dibayar PT Juya mahal/meter Rp (sebutkan)………………… (b) Karena lahan tersebut tidak di garab lagi karena konflik (c) Lahan tersebut tidak di usahakan/digarap lagi karena tidak ada modal
88
(d) Terpaksa dijual karena terjepit kebutuhan hidup sehari-hari (e) Dipaksa minta dibeli oleh pihak-pihak tertentu. (f) Lainnya (sebutkan)…………………… 5. Sekarang berapa luas kebun/atau lahan pertanian yang tersisa, dari yang telah bapak/ibu jual ke pertambangan. (a) Sebutkan ……………ha 6. SEBELUM adanya kegiatan pertambangan bapak/ibu bekerja sebagai? (a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain) (b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri) (c) Tukang (pertukangan apa)…………………………….. (d) Pedagang (dagang apa)…………………………………. (e) Perbengkelan (bengkel apa)………………………….. (f) Buruh industri (Industri apa)………………………….. (g) Peternak (ternak apa)……………………………………. (h) Sopir (i) Pegawai Negeri (sebagai) ……………………………... (j) TNI/Polri (k) Lain-lain (Sebutkan)……………………………………….. 7. SETELAH adanya kegiatan pertambangan bapak/ibu bekerja sebagai? (a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain) (b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri) (c) Tukang (pertukangan apa)…………………………….. (d) Pedagang (dagang apa)…………………………………. (e) Perbengkelan (bengkel apa)…………………………. (f) Buruh industri (Industri apa)…………………………. (g) Peternak (ternak apa)…………………………………… (h) Sopir (i) Pegawai Negeri (sebagai) …………………………….. (j) TNI/Polri (k) Lain-lain (Sebutkan)…………………………………….. 8. Selain dari pekerjaan Utama diatas, Apa bapak/ibu ada Mata Pencaharian Sampingan? (Bila ada sebagai) (a) Buruh Tani (bekerja pada lahan milik orang lain) (b) Petani Pemilik (Bekerja pada lahan sendiri) (c) Tukang (pertukangan apa)…………………… (d) Pedagang (dagang apa)………………………… (e) Perbengkelan (bengkel apa)………………… (f) Buruh industri (Industri apa)………………… (g) Peternak (ternak apa)…………………………… (h) Sopir (i) Pegawai Negeri (sebagai) …………………….. (j) TNI/Polri
89
(k) Lain-lain (Sebutkan)……………………………… 9. Berapa Pendapatan rata-rata Bapak/ibu SEBELUM adanya kegiatan Pertambangan di desa ini? Rp:…………………./hari 10. Berapa Pendapatan rata-rata Bapak/ibu SETELAH adanya kegiatan Pertambangan desa ini? Rp:…………………../hari Alasannya:………………………………………… 11. Penghasilan keluarga bapak/ibu/bulan dimasa sekarang bersumber dari? (a) Pekerjaan Pokok Suami Rp:……………………………/hari (b) Pekerjaan Pokok Istri. Rp………………………/hari (c) Pekerjaan anak yang sudah layak kerja tetapi belum menikah Rp…./hari (d) Pekerjaan sampingan keluaraga. Rp:………………………../hari 12. Pemgeluaran keluarga bapak/ibu dimasa sekarang untuk kebutuhan? 1. Makan/hari : Rp:……………………………… 2. Minum /hari : Rp:……………………………… 3. rumah tangga/hari : Rp:……………………………… 4. Pendidikan/Hari : Rp:……………………………… 5. Kesehatan/hari : Rp:……………………………… 6. sosial/hari : Rp:………………………………
III. PERSEPSI MASYARAKAT 1. Apakah Bapak/ibu mengetahui bahwa disini telah beroperasinya PT Juya Aceh Mining yang mengambil Bijih Besi? (a) Tahu (b) Tida Tahu (langsung isi ke No 4) 2. Jika TAHU dari siapa informasi Bapak/Ibu peroleh? (a) Karyawan PT Juya Aceh Mining (b) Kepala Desa (c) Kepala dusun (d) Imum mukim (e) Saudara/famili (f) Surat kabar (g) Lainnya (sebutkan)………………… 3. Menurut Bapak/ibu sudah berapa lama PT Juya Aceh Mining hadir di desa anda? (a) < 6 bulan (b) 1 tahun (c) 1,5 tahun (d) 2 tahun (e) 2,5 tahun (e) > 3 tahun 4. Bagaimana sikap Bapak/ibu dengan beroperasinya PT Juya Aceh Mining di desa ini? (a) Setuju (b) Tidak Setuju (lanjut ke No 6) (c) Terserah Pemerintah 5. Jika setuju, Apa alasan Bapak/ibu? (a) Karena dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan keluarga (b) Karena tidak mengganggu kenyamanan tinggal di sini (c) Karena dapat bekerja di PT juya Aceh Mining. (e) Karena Program pemerintah (f) Karena PT Juya Aceh mining peduli terhadap masyarakat dan banyak melakukan pembangunan sarana/prasarana untuk desa/dusun kami
90
6.
7.
8.
9.
(g) Karena PT Juya Lebih mengutamakan tenaga kerja lokal (h) Lainnya (sebutkan)…………………………………… Jika TIDAK setuju, Apa alasan Bapak/ibu? (a) Karena hilangnya lahan perkebunan/pertanian (b) Pt Juya tidak peduli terhadap pembangunan sarana dan prasarana pedesaan/dusun (c) Tidak menguntungkan secara ekonomi (d) Kerena mengganggu kenyamanan dengan banyaknya pendatang dari daerah lain (e) Hilangnya akses atau mata pencaharian karena areal hutan setelah di kelola PT Juya. (f) Tidak adanya program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar oleh PT Juya. (g) Lainnya (sebutkan)…………………….. Menurut pandangan bapak/ibu, bagaimanakah kesan keberadaan PT Juya Aceh Mining di daerah anda? (1) Tidak mengganggu malah menyenangkan (2) Suara mobil dan alat berat cukup mengganggu kenyamanan (3) Mencemari air sungai (4) Mengganggu tempat kehidupan satwa liar (5) Bertambahnya kesempatan masyarakat untuk bekerja di PT Juya (6) Lainnya (sebutkan)……………………... Menurut Pandangan Bapak/Ibu setelah beroperasinya PT Juya Aceh Mining masalah apa yang sering terjadi? (a) Tidak pernah terjadi apa-apa, aman-aman saja (b) Keresahan Masyarakat yang tidakmemiliki kesempatan kerja (c) Konflik/sengketa tanah yang belum tuntas (d) Sering banjir (e) Erosi/tanah longsor (f) Adanya binatang buas dan hama babi yang banyak turun ke perkampungan (g) Kebisingan (akibat suara mobil, alat berat dan dynamit) (h) Banyaknya debu saat musim kemarau akibat mobil proyek yang lalulalang (i) Lainnya (sebutkan)……………………………….. Selama beroperasinya PT Juya Aceh Mining, bentuk BANTUAN apa yang pernah diberikan untuk dusun bapak/ibu? (a) Bantuan beasiswa (biaya pendidikan) (b) Santunan anak yatim piatu (c) Santunan untuk fakir miskin (d) Sunat masal gratis (e) Pengobatan gratis
91
(f) Tunjangan Hari raya (g) Bantuan modal usaha (h) Bantuan bibit pertanian (i) Tidak ada (jika jawaban Tidak ada, Lansung Ke No 11) (j) Lainnya, apa (sebutkan)…………………………… 10 SARANA apa yang telah di bangun di desa/dusun bapak/ibu selama PT. Juya Aceh Mining beroperasi? (a) Kantor Desa (b) Tempat Ibadah (mesjid/meunasah) (c) Rumah untuk penduduk (d) Klinik (e) Irigasi (f) Saluran Air bersih (g) Jalan desa/kampung (h) Tidak ada (i) Lainnya, (sebutkan)…………………………………. 11. Menurut informasi yang bapak/ibu terima/dengar, Ada Tidak rencana bantuan yang akan diberikan untuk desa/dusun bapak ibu oleh PT Juya Aceh Mining? (a) Ada (b) Tidak (jika jawaban Tidak Jaban Cukup disini) 12 Jika ADA Jenis bantuan apa yang bapak/ibu dengar/ketahui? (a) ………………………………………………….. (b) ………………………………………………….. (c) …………………………………………………… (d) ……………………………………………………