PAPARAN SINAR MATAHARI DAN SUPLEMENTASI VITAMIN D-KALSIUM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP SERUM 25-HIDROKSIVITAMIN D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WANITA USIA SUBUR
BETTY YOSEPHIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Paparan Sinar Matahari dan Suplementasi Vitamin D-Kalsium serta Pengaruhnya terhadap Serum 25Hidroksivitamin D, Tekanan Darah dan Profil Lipid Pekerja Wanita Usia Subur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014 Betty Yosephin NIM I162100021
RINGKASAN BETTY YOSEPHIN. Paparan Sinar Matahari dan Suplementasi Vitamin D-Kalsium serta Pengaruhnya terhadap Serum 25-hidroksivitamin D, Tekanan Darah dan Profil Lipid Pekerja Wanita Usia Subur. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN, DODIK BRIAWAN dan RIMBAWAN. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak dan mengandung struktur molekul steroid. Sumber utama vitamin D berasal dari sinar matahari. Tingginya defisiensi vitamin D sangat terkait dengan paparan sinar matahari yang rendah. Penggunaan tabir surya, pergeseran banyak pekerjaan dari kegiatan di luar ruangan menjadi kegiatan indoor, peningkatan penggunaan angkutan umum juga telah membatasi waktu kegiatan di luar ruangan. Dampak kekurangan vitamin ini menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga meningkatkan level Parathyroid hormone (PTH). Selain itu defisit vitamin D meningkatkan terjadi risiko diabetes melitus tipe 2, gangguan kardiovaskular yang disebabkan hipertensi, obesitas dan gangguan profil lipid. Indonesia merupakan negara tropis yang sepanjang tahun disinari matahari. Sampai saat ini sangat jarang dilakukan studi tentang prevalensi kekurangan vitamin D khususnya pada pekerja wanita usia subur (WUS). Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D di Indonesia cukup tinggi. Pemberian suplementasi sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki status serum 25(OH)D kepada pekerja WUS terutama bagi pekerja garmen. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis efikasi pemberian suplementasi vitamin D ditambah kalsium pada pekerja WUS terhadap peningkatan konsentrasi serum 25(OH)D, (2) untuk menganalisis efikasi pemberian suplementasi vitamin D ditambah kalsium pada pekerja WUS terhadap tekanan darah, (3) untuk menganalisis efikasi pemberian suplementasi vitamin D ditambah kalsium terhadap profil lipid pada pekerja WUS. Desain yang digunakan adalah studi eksperimental (randomized control trial), dan telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan RI Nomor LB.02.01/5.2/KE.093/2013, dengan total subjek 39 wanita usia subur yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Subjek dialokasikan secara acak ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok VDK (400 IU vitamin D ditambah 500 mg kalsium) dan kelompok VD (400 IU vitamin D). Suplemen dikemas dalam bentuk kapsul dengan ukuran dan warna yang sama dibungkus dengan aluminium foil dikonsumsi setiap hari selama 12 minggu. Selain itu penelitian juga dilakukan dengan pemberian paparan sinar matahari 30 menit dari pukul 09.00 sampai dengan 09.30 pada sejumlah 21 orang WUS yang bekerja di Kantor Sekda Kab. Bogor selama 12 minggu. Paparan sinar matahari dapat meningkatkan serum 25(OH)D sebesar 15.9% dan peningkatan serum vitamin ini disertai dengan penurunan kosleterol total (K-total) sebesar 10.3% dan kolesterol LDL (K-LDL) sebesar 17%, tekanan darah sistolik sebesar 9.1% dan diastolik sebesar 7.5%. Suplementasi vitamin D berhasil meningkatkan serum 25(OH)D. Sebelum suplementasi, rata-rata kadar serum 25(OH)D pada kelompok VDK 16.7 ± 4.5 ng/dL dan rata-rata kadar serum 25(OH)D kelompok VD 14.9 ± 5.1 ng/dL. Setelah suplementasi pada subjek kelompok VDK terdapat peningkatan rata-rata serum 25(OH)D sebesar 3.6 ng/dL, sedangkan peningkatan rata-rata serum 25(OH)D kelompok VD sebesar 6.3 ng/dL. Pada kelompok VDK, terjadi peningkatan sebesar 21.6% sementara pada kelompok VD
terjadi peningkatan hampir dua kali lebih tinggi (42.3%) dibandingkan kelompok VDK. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata kadar serum 25(OH)D berbeda signifikan antara kedua kelompok perlakuan. Sebelum suplementasi, rata-rata kadar kalsium serum pada kelompok VDK sebesar 10.2 mg/dL sedangkan kelompok VD 10.3 mg/dL. Setelah suplementasi rata-rata kalsium serum pada kelompok VDK meningkat sedikit yaitu 0.1 mg/dL. Sedangkan pada kelompok VD turun 0.1 mg/dL. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata kadar kalsium sebelum dan setelah suplementasi tidak berbeda nyata (p>0.05) baik pada kelompok VDK maupun kelompok VD. Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 128.5±22.5 mmHg sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 131.1±18 mmHg. Setelah pemberian suplementasi, pada kedua kelompok perlakuan terjadi penurunan tekanan darah sistolik namun masih sangat sedikit. Pada kelompok VDK terjadi penurunan sebesar 1.5 mmHg sedangkan pada kelompok VD sebesar 0.5 mmHg. Rata-rata K-total sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 165.6 ± 39.0 mg/dL sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 167.6 ± 25.5 mg/dL. Setelah mendapat suplementasi rata-rata K-total kelompok VDK meningkat menjadi 187.8±46.7 mg/dL. Peningkatan ini juga terjadi pada kelompok VD dengan rata-rata K-total sebesar 187.5 ± 34.8 mg/dL. Meskipun kadar K-total masih di bawah batas normal yaitu 200 mg/dL. Sebelum suplementasi rata-rata K-LDL kelompok VDK sebesar 94.7 ± 27.7 mg/dL sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 104.4 ± 22.0 mg/dL. Setelah suplementasi 12 minggu terjadi K-LDL pada kelompok VDK meningkat menjadi 113.5±26.4 mg/dL dan pada kelompok VD menjadi 121.3 ± 31.5mg/dL. Meskipun kadar K-LDL ini masih di bawah normal yaitu 130 mg/dL. Sebelum suplementasi rata-rata kolesterol HDL kelompok VDK sebesar 39.7 ± 6.9 mg/dL sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD yaitu 43.8 ± 6.6 mg/dL. Setelah suplementasi rata-rata K-HDL kelompok VDK meningkat menjadi 40.2 ± 6.8 mg/dL, sementara rata-rata K-HDL kelompok VD justru menurun menjadi 43.2 ± 10.1 mmHg. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata K-HDL sebelum dan setelah suplementasi tidak berbeda nyata (p>0.05). Sebelum suplementasi, rata-rata trigliserida kelompok VDK sebesar 140.3 ± 106.4 mg/dL, lebih tinggi dibandingkan kelompok VD 96.9 ± 39.3 mg/dL. Rata-rata trigliserida setelah suplementasi kelompok VDK sebesar 158.6 ± 127.9 mg/dL lebih tinggi dibandingkan kelompok VD sebesar 116.1 ± 60.3 mg/dL. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata trigliserida sebelum dan setelah suplementasi tidak berbeda nyata (p>0.05). Paparan sinar matahari memperbaiki serum 25(OH)D dan memngurangi kolesetrol total dan LDL serta menurukan tekanan darah. Suplementasi vitamin D dengan dosis 400 IU telah terbukti dapat memperbaiki status vitamin D pada pekerja WUS yang bekerja di pabrik garmen, namun perlu ditingkatkan dosis pemberian mengingat kelompok ini sangat jarang terpapar sinar matahari sebagai prekursor vitamin D.
Kata kunci: hipertensi, pekerja wanita usia subur, profil lipid, vitamin D
SUMMARY BETTY YOSEPHIN. Sunlight Exposure and Vitamin D-Calcium Supplementation and Its Effect on Serum 25-hydroxyvitamin D, Blood Pressure and Lipid Profiles on working women at childbearing age. Supervised by ALI KHOMSAN, DODIK BRIAWAN and RIMBAWAN. Vitamin D is a fat-soluble vitamin that contains steroids molecular structure. The main source of vitamin D comes from sunlight. The high vitamin D deficiency is strongly associated with low sun exposure. Use of sunscreen, a shift in the work of many outdoor activities into indoor activities, increasing use of public transportation also reduce time for outdoor activities. The impact of the vitamin deficiency causes a decrease in the efficiency of calcium and phosphorus absorptions, thus increasing the level of paratyroid hormone (PTH). In addition, the deficit of vitamin D increases the risk occurring of type 2 diabetes mellitus, cardiovascular disorder caused by hypertension, obesity and of lipid profiles disorder. Indonesia is a tropical country exposed to the sunlight throughout the year. Until now, studies on the prevalence of vitamin D deficiency, especially to working women of childbearing age are rarely conducted. However, several researches indicate that vitamin D deficiency in Indonesia is relatively high. Supplementation is one of the efforts to improve the status of serum 25(OH)D of working women at childbearing age especially for garment workers. The purposes of this study were (1) to analyze the efficacy of calcium plus vitamin D supplementation in working women of childbearing age on the increased concentrations of serum 25(OH)D, (2) to analyze the efficacy of calcium plus vitamin D supplementation in working women of childbearing age on the blood pressure, (3) to analyze the efficacy of calcium plus vitamin D supplementation on lipid profile in working women of childbearing age. The design used in this research was an experimental study (randomized control trial), and was approved by the Ethics Committee for Health Research, Health Research Agency, Indonesia No. LB.02.01/5.2/KE.093/2013, with 39 subjects of women at childbearing age who meet the inclusion criteria for the study. Subjects were randomly allocated into two treatment groups, the VDK group (400 IU of vitamin D plus 500 mg of calcium) and the VD group (400 IU of vitamin D). Supplements were packaged in capsules with the same size and color, stripped with aluminum foil and consumed every day for 12 weeks. In addition, the research was also conducted by giving 30 minutes of sun exposure from 09:00 until 09:30 on 21 women of childbearing age who worked in the office of Regional Secretary of Bogor Regency for 12 weeks. The exposure to sunlight increased serum 25(OH)D as much as 15.9% and followed by lowering 10.3% total cholesterol, and LDL cholesterol 17.1%, systolic blood pressure 9.1% and 7.5% diastolic. Vitamin D supplementation was successfully increased serum 25(OH)D. Prior to supplementation, the average level of serum 25(OH)D in VDK group was 16.7 ± 4.5 ng/dL which was higher than the average level of serum 25(OH)D in VD group which was 14.9 ± 5.1 ng/dL. After supplementation, the subjects of VDK group showed an average increased 3.6 ng/dL of serum 25(OH)D. The average increased of serum 25(OH)D in VD group was 6.3 ng/dL. In the vitamin D-calcium group the increase of serum 25(OH)D was 21.6%, while in the vitamin D group the increase was almost two times higher (42.3%) than vitamin D-calcium group. Statistical test results showed that
the average levels of serum 25(OH)D between the two treatment groups were significantly different. Prior to supplementation, the average serum calcium levels in the VDK group was 10.2 mg/dL, while the VD group was 10.3 mg/dL. After supplementation, the average serum calcium of VDK group was slightly increased (0.1 mg/dL), while in the VD group decreased was 0.1 mg/dL. Statistical test results showed that the average calcium levels prior to and after the supplementation were not significantly different (p> 0.05), either in VDK group nor VD group. The average systolic blood pressure prior to supplementation of VDK group was 128.5±22.5 mmHg which was slightly lower than VD group (131.1±18 mmHg). After supplementation, in both treatment groups a very little decreased of systolic blood pressure was occured. In the VDK group, the decrease was 1.5 mmHg, while the VD group was 0.5 mmHg. The average total cholesterol prior to supplementation of VDK group was 165.6±39.0 mg/dL which was slightly lower than VD group (167.6± 25.5 mg/dL). After receiving supplementation, the average total cholesterol of VDK group increased to 187.8±46.7 mg/dL. This increase was also occurred in VD group with the average total cholesterol of 187.5±34.8 mg/dL. The level of total cholesterol was still on normal value (under 200 mg/dL). Prior to supplementation, the average LDL cholesterol of VDK group was 94.7±27.7 mg/dL which was slightly lower than VD group (104.4±22.0 mg/dL). After 12 weeks of supplementation, an increase in the average LDL cholesterol was occured which were 113.5±26.4 mg/dL and 121.3±31.5mg/dL in VDK group and VD group, respectively these levels were stillat the normal value (under 130 mg/dL). Prior to supplementation, average HDL cholesterol of VDK group was 39.7±6.9 mg/dL which was slightly lower than the VD group (3.8±6.6 VD mg/dL). After supplementation, the average HDL cholesterol of VDK group was increased to 40.2±6.8 mg/dL, while the average HDL cholesterol of VD group was decreased to 43.2±10.1 mmHg. The statistical test showed that the average HDL cholesterol between the two groups were not significantly different (p> 0.05). Prior to supplementation, the average triglycerides of VDK group was 140.3±106.4 mg/dL which was higher than VD group (96.9±39.3 mg/dL). Average triglycerides level after supplementation of VDK group was 158.6±127.9 mg/dL which was higher than VD group at 116.1±60.3 mg/dL. The statistical test showed that the average in triglycerides level between the two groups were not significantly different (p> 0.05). Sunlight exposure icreased serum 25 (OH)D and decreased total cholesterol and LDL, blood pressure. Suplementation of vitamin D 400 IU improved status of vitamin D of working women at childbearing age. But was increased dose because this group rarely was exposed sunlight. Keywords: blood pressure, lipid profiles, vitamin D, working women of childbearing age
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PAPARAN SINAR MATAHARI DAN SUPLEMENTASI VITAMIN D-KALSIUM SERTA PENGARUHNYA TERHADAP SERUM 25-HIDROKSIVITAMIN D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WANITA USIA SUBUR
BETTY YOSEPHIN
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Sandjaja 2. Dr. Hadi Riyadi
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, Ph.D 2. Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
ix
Judul Disertasi
: Paparan Sinar Matahari dan Suplementasi Vitamin DKalsium serta Pengaruhnya terhadap Serum Hidroksivitamin D, Tekanan Darah dan Profil Lipid Pekerja Wanita Usia Subur
Nama NIM
: Betty Yosephin : I162100021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Ketua
Prof. Dr.Ir. Dodik Briawan, MCN Anggota
Dr. Rimbawan Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena dengan rahmat dan segala karuniaNya sehingga penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih untuk serangkaian penelitian yang dilaksanakan sejak Januari hingga Juni 2013 adalah: “ Paparan Sinar Matahari dan Suplementasi Vitamin D-Kalsium serta Pengaruhnya terhadap Serum Hidroksivitamin D, Tekanan Darah dan Profil Lipid Pekerja Wanita Usia Subur”. Ucapan terima kasih dengan penuh hormat disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan MS sebagai ketua komisi pembimbing dan juga sebagai Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia, yang selalu bersedia untuk berdiskusi, memberikan nasihat dan solusi pada setiap masalah yang dihadapi penulis. Sebagai anggota komisi pembimbing dan juga Ketua Departemen Gizi Masyarakat, Bapak Dr. Rimbawan yang tidak pernah bosan menampung keluh kesah serta selalu memberikan semangat kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN yang telah memberikan masukan dan arahan selama penelitian dan penulisan disertasi ini. Kepada yang terhormat Bapak Dr. Sandjaja dan Dr. Hadi Riyadi sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Bapak dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, Ph.D dan Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi MS sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka, terima kasih atas kesediaan dan masukan serta saransaran yang sangat berharga untuk disertasi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Arif Satria MS (Dekan Fakultas Ekologi Manusia), sebagai pimpinan sidang ujian terbuka serta Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman MS (Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia) sebagai pimpinan sidang ujian tertutup, terimakasih atas segala kesediaan waktu dan masukan yang telah diberikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Ketua Jurusan Gizi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh studi di Sekolah Pasca Sarjana IPB dan terimakasih atas beasiswa yang telah diberikan, serta teman-teman dosen yang telah memberikan dukungan serta menggantikan tugas selama saya menempuh studi S3. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan reward kepada penulis atas dipublikasinya sebagian disertasi ini ke jurnal internasional. Tak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada Yayasan Supersemar yang telah memberikan bantuan berupa dana penelitian. Ucapan terimakasih dengan tulus juga penulis sampaikan untuk seluruh Guru Besar dan Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Gizi Manusia Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB, yang telah memberikan wawasan keilmuan selama penulis menimbang ilmu di IPB, juga kepada pengelola dan staf yang telah banyak membantu dan memberikan layanan yang baik selama penulis menjadi mahasiswa. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan atas kebaikan, ketulusan dan support dari teman-teman seperjuangan Angkatan 2010 khususnya bu Tetty,
mba Nia, pak Rahman, pak Muksin, pak Widodo dan pak Dady serta kakakkakak dan adik kelasku bu Wiwik, bu Dewi, pak Mansyur, bu Katrin, bu Iskari, bu Dara dan bu Trini. Terima kasih atas persahabatan yang indah dan semoga tetap terjalin meskipun kita akan kembali ke institusi masing-masing. Juga terimakasih kepada pak Gholib, pak Mury, Desri serta rekan-rekan lain yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data dan penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada pihak pengelola jurnal ilmiah yaitu Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dan Pakistan Journal of Nutrition yang telah menerima sebagian karya ini untuk dipublikasikan. Ungkapan terimakasih yang setinggi-tingginya disampaikan kepada Bapak dan Ibuku atas doa, kasih sayang dan dukungan materi yang diberikan kepada saya sehingga dapat mencapai strata pendidikan yang tertinggi. Juga kepada Bapak dan Ibu mertua serta kakak adikku terima kasih atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan selama ini. Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada suamiku Parlin Hutahaean dan anak-anakku Patrick, Petra dan Paskalis atas doa, limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan dan perhatian yang diberikan selama penulis menempuh studi S3. Penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna, saran dan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Betty Yosephin
xiii
DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI
xi xiii
DAFTAR SINGKATAN
xv
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Vitamin D Penilaian Status Vitamin D Hubungan Vitamin D dan Kalsium dengan Hipertensi Hubungan Vitamin D dan Kalsium dengan Profil Lipid Suplementasi Vitamin D dan Kalsium
5 5 11 11 14 16
3
METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Studi Metode Analisis Pengolahan dan Analisis Data
19 19 21 22
4
PROFIL LIPID DAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA WANITA USIA SUBUR Pendahuluan Metode Analisis data Hasil dan Pembahasan Simpulan
24 24 25 26 27 30
PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP PENINGKATAN SERUM 25(OH)D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WUS Pendahuluan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
31 31 32 34 42
5
1 1 4 4 4 4
6
EFIKASI SUPLEMENTASI VITAMIN D DAN KALSIUM TERHADAP PERBAIKAN STATUS SERUM 25(OH)D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WUS Pendahuluan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan
43 43 44 47 56
7
PEMBAHASAN UMUM Keterbatasan penelitian Implikasi hasil penelitian
57 62 62
8
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
64 64 64
DAFTAR PUSTAKA
65
LAMPIRAN
72
xv
DAFTAR SINGKATAN AKG AMP CRE HDL IOM IU LDL MED PTH RXR SDM Serum 25(OH)D TDS VD VBD VDK VDR VDRE WUS
Angka Kecukupan Gizi Adenosin mono posfat cAMP respon elements High density lipoprotein Institute of Medicine International Unit Low density lipoprotein Minimal Erythemal Dose Para Thyroid Hormone Retinoid acid X receptor Sumber Daya Manusia Serum hidroksivitamin D Tekanan Darah Sistolik Vitamin D vitamin D-binding protein Vitamin D Kalsium Vitamin D Receptor Vitamin D Responsive Element Wanita Usia Subur
DAFTAR TABEL 1 Angka kecukupan vitamin D berdasarkan kelompok umur 2 Cut off status vitamin D berdasarkan konsentrasi serum 25(OH)D 3 Beberapa studi yang telah dilakukan terkait peranan vitamin D dengan kejadian hipertensi 4 Beberapa studi yang telah dilakukan terkait peranan vitamin D terhadap profil lipid 5 Berbagai penelitian suplementasi vitamin D, paparan sinar matahari dikaitkan dengan tekanan darah dan profil lipid 6 Variabel penelitian dan cara pengukurannya 7 Distribusi IMT dan tekanan darah saat penapisan 8 Distribusi profil lipid darah saat penapisan 9 Profil lipid dan tekanan darah pada pekerja WUS berdasarkan IMT 10 Distribusi Indeks Massa Tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum intervensi 11 Distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum intervensi 12 Karakteristik subjek sebelum perlakuan 13 Asupan zat gizi sebelum dan setelah intervensi 14 Rata-rata kadar serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi 15 Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan setelah intervensi 16 Profil lipid sebelum dan setelah intervensi 17 Uji bivariat asupan makanan dengan parameter biokimia darah 18 Karakteristik subjek menurut Usia, Indeks Massa Tubuh dan tekanan darah sebelum intervensi 19 Asupan zat gizi sebelum dan setelah intervensi 20 Uji bivariat asupan makanan dengan parameter biokimia darah 21 Distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum intervensi 22 Rata-rata serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi 23 Rata-rata tekanan darah (mmHg) sebelum dan setelah intervensi 24 Rata-rata profil lipid (mg/dL) sebelum dan setelah intervensi
8 11 13 14 17 26 27 28 29 35 36 37 38 40 41 42 42 48 49 51 51 52 54 56
DAFTAR GAMBAR
1 Mekanisme dan aktifitas vitamin D di dalam tubuh (Mertens dan Muller 2010) 7 2 Peranan vitamin D pada penyakit jantung (Kimura et al. 1999) 15 3 Kerangka pemikiran 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Ringkasan hasil olah statistik Persetujuan Etik Formulir Food Frequency Questionnares (FFQ) Formulir Food Recall
73 77 78 80
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak dan mengandung struktur molekul steroid. Vitamin D tidak murni vitamin, karena vitamin D dapat disintesis oleh tubuh dengan bantuan paparan sinar matahari. Secara alami vitamin D ditemukan dalam minyak ikan, telur, mentega, hati, ikan seperti makarel, salmon, sarden dan tuna. Saat ini ada banyak makanan yang sudah difortifikasi vitamin D, terutama produk susu dan sereal. Makanan nabati umumnya rendah kandungan vitamin D (Kauffman 2009). Indonesia merupakan negara tropis yang sepanjang tahun disinari matahari. Sampai saat ini sangat jarang dilakukan studi tentang prevalensi kekurangan vitamin D apalagi yang secara spesifik ditujukan pada pekerja wanita usia subur (WUS). Beberapa studi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi kekurangan vitamin D sebesar 50% dijumpai pada wanita Indonesia berusia 4555 tahun (Oemardi et al. 2007). Setiati et al. (2007) pada subjek penelitian yang berusia 60-75 tahun ditemukan sebesar 35.1% mengalami defisiensi vitamin D. Hasil penelitian kolaborasi Malaysia dan Indonesia pada 504 wanita usia subur berumur 18-40 tahun yang dilakukan di Kuala Lumpur dan Jakarta menemukan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 48 nmol/L sedangkan defisiensi vitamin ini di Indonesia sebesar 63% (Green et al. 2008). Dari beberapa studi ini dapat disimpulkan bahwa wanita yang tinggal di negara tropis khatulistiwa tidak sepenuhnya menjamin status vitamin D mereka. Data prevalensi kekurangan vitamin D di berbagai negara sangat bervariasi. Studi terbaru tentangpengukuran konsentrasi serum 25(OH)D pada wanita dewasa berusia di bawah 50 tahun menemukan prevalensi kekurangan vitamin D yang tinggi di beberapa negara yaitu Vietnam 92.4%, Thailand 42-77%, Malaysia 48%, India 47%, 42% wanita Amerika (Khor dan Thuy 2011). Wanita pekerja merupakan bagian dari WUS yang perlu mendapatkan perhatian karena rentan terhadap masalah gizi. Hal ini terkait dengan peran fisiologis wanita yang mengalami menstruasi dan melahirkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa meskipun sinar matahari berlimpah, prevalensi hipovitaminosis D pada wanita usia reproduksi meningkat di negara-negara Asia, dan masalah ini menjadi epidemi. Selain wanita bekerja di dalam ruangan tertutup sehingga jarang terpapar sinar matahari seringkali para pekerja wanita mempunyai aktifitas luar ruangan yang terbatas/ jam bekerja dimulai dari pagi hingga sore, menggunakan pakaian yang menutup seluruh tubuh dan asupan makanan rendah vitamin D dan kalsium sehingga dapat menjadi penyebab keadaan kekurangan vitamin D (Islam et al. 2008; Looker et al. 2008; Islam et al. 2010). Kekurangan vitamin D menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga meningkatkan level paratiroid hormon (PTH). Selain itu, defisit vitamin D meningkatkan risiko diabetes melitus tipe 2, gangguan kardiovaskular yang disebabkan hipertensi, obesitas dan gangguan profil lipid. Kekurangan vitamin D berkaitan dengan resistensi insulin, diabetes melitus, disfungsi sel β, penyakit autoimun, arthritis, multipel sklerosis, kanker kolon,
2
kanker payudara, kanker prostat, hipertensi dan penyakit kardiovaskular (Stroud et al. 2008). Penelitian Forman et al. (2007) pada kelompok wanita berusia 40-43 tahun menemukan bahwa dua pertiga wanita mengalami kekurangan vitamin D, dan proporsi kejadian hipertensi pada wanita muda dapat dikaitkan dengan kekurangan vitamin D. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa OR kejadian hipertensi 1.66. Hal ini berarti bahwa wanita yang kekurangan vitamin D berisiko 1.6 kali untuk menderita hipertensi dibanding dengan wanita yang memiliki serum 25(OH)D normal. Sebuah studi metaanalisis yang dilakukan oleh Parker et al. (2010) menemukan bahwa responden yang memiliki tingkat serum vitamin D tinggi dapat menurunkan 43% gangguan kardiometabolik. Tingginya prevalensi penyakit kardiovaskular merupakan konsekuensi modernisasi. Penyakit ini merupakan penyakit non infeksi (non communicable disease) yang sedang meningkat di negara maju dan sedang berkembang. Fenomena ini disebut dengan New World Syndrome yang akan menimbulkan beban sosio-ekonomik serta kesehatan masyarakat yang sangat besar di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO (2008) penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian utama seluruh dunia yang terus meningkat, dan menjadi pandemik yang tidak melihat batasan apapun. Hasil pendataan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian akibat penyakit kardiovaskular mengalami peningkatan tajam. Urutan kematian yang disebabkan penyakit tidak menular didominasi oleh hipertensi pada kelompok usia 24-45 tahun (24.45%) dan penyakit kardiovaskular (15.4%) (Balitbangkes 2007). Faktor yang menyebabkan defisiensi vitamin D pada perempuan meliputi gaya hidup yang cenderung menghindari sinar matahari, penggunaan sunblock, rendahnya asupan makanan kaya vitamin D serta bekerja di dalam ruangan dalam jangka waktu yang panjang. Defisiensi vitamin ini dapat diatasi dengan meningkatkan sintesis vitamin D melalui pajanan sinar matahari, fortifikasi makanan atau memberikan suplementasi vitamin D (Holick 2007). Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan tidak ditemukan kasus intoksikasi vitamin D akibat oleh terpapar sinar matahari berlebihan Webb et al. (1988)(Holick 1988). Individu yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar dengan sinar matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock, tabir surya memiliki konsentrasi 25(OH)D di atas 30 ng/mL (Kauffman 2009). Hanwell et al. (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh pajanan matahari terhadap kadar serum vitamin D pada pekerja rumah sakit di Italia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata serum 25(OH)D lebih tinggi pada musim panas daripada musim dingin dengan nilai serum 25(OH)D masing-masing 58.6 ±16.5 nmol/ L dan 38.8 ±29.0 nmol/L (p= 0.003). Pilz et al. (2012) meneliti penderita hipertensi berusia 34-64 tahun di Austria yang diberi pajanan matahari pada musim panas dan musim dingin. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil pajanan matahari dapat meningkatkan serum 25(OH)D lebih tinggi di musim panas dibandingkan musim dingin dan menurunkan paratiroid hormon (PTH). Pajanan matahari menjadi penting untuk menjaga fisiologi vitamin D dan status PTH. Studi yang dilakukan oleh Wang et al. (2008) pada 120 responden menemukan bahwa responden yang memiliki serum 25(OH)D <15 ng/mL berisiko
3
dua kali untuk menderita hipertensi setelah dikontrol usia dan jenis kelamin. Interaksi potensial antara kekurangan vitamin D dan hipertensi dikarenakan kekurangan vitamin D juga dapat mempengaruhi remodeling jantung dan pembuluh darah. Hipertensi berperan dalam pengembangan hipertrofi ventrikel kiri dan remodeling vaskuler dan pada akhirnya efek merugikan pada sistem kardiovaskular. Martins et al. (2007) dalam penelitiannya pada 7186 laki-laki dan 7902 wanita dewasa berumur >20 tahun menemukan bahwa serum 25(OH)D lebih rendah pada wanita dan berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada orang dewasa AS. Nilai OR serum 25(OH)D terhadap hipertensi sebesar 1.3 sedangkan nilai OR serum 25(OH)D terhadap trigliserida adalah 1.47. Namun nilai OR serum 25(OH)D terhadap kolesterol total adalah sebesar 0.97. Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi serum 25(OH)D dengan hipertensi dan trigliserida. Hipertensi dan ketidaknormalan profil lipid berkaitan dengan beragam faktor risiko baik yang tidak dapat diubah maupun faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi genetik, keadaan gizi, riwayat kesehatan masa lalu, jenis kelamin dan umur. Faktor risiko yang dapat diubah adalah kegemukan, asupan makanan, gaya hidup dan aktifitas fisik. Dalam kaitannya dengan upaya preventif dan kuratif prehipertensi dan dislipidemia, faktor risiko yang dapat diubah tersebut perlu dikelola dengan baik melalui perubahan perilaku makan, kesehatan, gaya hidup melalui pemberian suplemen dan paparan sinar matahari. Vitamin D terutama bertanggung jawab untuk mengatur efisiensi penyerapan kalsium di usus. Defisiensi vitamin D menurunkan penyerapan kalsium dari usus kecil. Penelitian yang dilakukan Major et al. (2007) pada 63 wanita berumur 38-48 tahun diberikan suplementasi vitamin D 200 IU ditambah kalsium 600 mg selama 15 minggu dapat menurunkan rasio kolesterol LDL:HDL (p<0.01), menurunkan kolesterol LDL (p<0.05), namun tidak memperbaiki keadaan hipertensi. Hasil penelitian yang dilakukan pada wanita berusia 16-50 tahun di berbagai negara menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium masih rendah, antara lain di USA 626 mg/hari, Bangladesh 180 mg/hari, Malaysia 386 mg/hari, Indonesia 270 mg/hari (Peterlik dan Cross 2005). Angka-angka ini masih jauh di bawah AKG di masing-masing negara. Penambahan kalsium pada penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan asupan kalsium WUS. Penelitian ini mengkaji pengaruh paparan sinar matahari terhadap perbaikan serum 25(OH)D dan perbaikan tekanan darah serta profil lipid. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji efikasi suplementasi vitamin D ditambah kalsium (VDK) terhadap perbaikan serum 25(OH)D pada kelompok pekerja WUS. Efikasi tersebut diuji dengan membandingkan suplementasi vitamin d ditambah kalsium terhadap suplementasi vitamin D (VD) sebagai alternatif bagi pekerja wanita yang jarang terpapar sinar matahari. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pemberian suplementasi VDK pada pekerja WUS meningkatkan serum 25(OH)D yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang diberikan suplementasi VD?, 2) Apakah pemberian suplementasi VDK pada pekerja WUS akan lebih baik untuk memperbaiki tekanan darah dibandingkan dengan kelompok yang diberikan suplementasi VD?, 3) Apakah pemberian suplementasi VDK pada pekerja WUS akan lebih baik untuk memperbaiki profil lipid dibanding kelompok yang diberikan suplementasi VD?
4
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh paparan sinar matahari dan suplementasi vitamin D ditambah kalsium terhadap perbaikan serum 25(OH)D, tekanan darah dan profil lipid pada pekerja wanita usia subur. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengukur status gizi, asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin D dan kalsium pekerja WUS 2. Mengetahui proporsi hipertensi dengan mengukur tekanan darah pekerja WUS. 3. Menganalisis profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL dan trigliserida) pekerja WUS. 4. Menganalisis pengaruh paparan sinar matahari terhadap perbaikan serum 25(OH)D, tekanan darah dan profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL dan trigliserida) pada pekerja WUS. 5. Mengkaji efikasi suplementasi vitamin D ditambah kalsium (VDK) terhadap perbaikan serum 25(OH)D pekerja WUS dibanding vitamin D (VD). 6. Mengkaji efikasi suplementasi vitamin D ditambah kalsium (VDK) terhadap tekanan darah pekerja WUS dibandingkan dengan vitamin D (VD). 7. Mengkaji efikasi suplementasi vitamin D ditambah kalsium (VDK) terhadap profil lipid pekerja WUS dibandingkan dengan vitamin D (VD). Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian tentang paparan sinar matahari dan pemberian suplementasi vitamin D sebagai salah satu alternatif pilihan bagi tenaga kerja khususnya wanita usia subur yang bekerja di ruangan tertutup dalam waktu kerja yang panjang (dari pagi hingga sore) dan dampaknya terhadap penyakit degeneratif antara lain hipertensi dan gangguan lipid (K-total, K-LDL, K-HDL serta trigliserida). Hipotesis Penelitian 1. Paparan sinar matahari meningkatkan serum 25(OH)D, dan memperbaiki tekanan darah dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) pekerja WUS 2. Suplementasi VDK meningkatkan serum 25(OH)D pekerja WUS lebih baik dibanding VD. 3. Suplementasi VDK memperbaiki tekanan darah dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) pekerja WUS lebih baik dibanding VD. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan program peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) baik oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan yang banyak mempekerjakan WUS sehingga dapat mencegah penyakit khususnya penyakit tidak menular.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA Vitamin D Vitamin D merupakan secosteroid yang dibentuk di kulit melalui proses fotosintesis oleh sinar matahari. Struktur vitamin D diturunkan dari senyawa steroid yang memiliki empat cincin senyawa cyclo-pentano-perhydrophenanthrene (cincin A,B,C,D). Cincin A, C dan D merupakan struktur cincin yang utuh, sedangkan struktur cincin B tidak utuh lagi. Dikenal sebagai secosteroid karena cincin B telah lepas ikatan karbon-karbonnya. Vitamin D secara biologik bersifat inert dan menjalani dua (2) kali proses hidroksilasi berturut-turut di hati dan di ginjal sehingga terbentuk metabolit aktif yaitu 1,25(OH)2D3 (Holick 1995). Efek biologik utama vitamin D3 aktif ialah memelihara konsentrasi kalsium serum dalam rentang normal (Holick 2007). Kondisi tersebut dicapai dengan meningkatkan absorpsi usus terhadap kalsium yang berasal dari makanan dan dengan memobilisasi cadangan kalsium di tulang untuk masuk ke sirkulasi (Lips et al. 2001). Vitamin D penting untuk pembentukan skeleton dan untuk hemostatis mineral, termasuk untuk peningkatan absorpsi kalsium dan posfor. Defisiensi vitamin D ditandai dengan tidak maksimalnya proses mineralisasi tulang pada anak, defisit berat vitamin D dapat menyebabkan kurang maksimalnya pembentukan skeleton (riketsia). Sementara itu kekurangan vitamin D pada kelompok dewasa dapat menyebabkan hipokalsemia dan tingkat lanjut menyebabkan osteomalasia. Beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan tingginya prevalensi kekurangan vitamin D adalah; (1) rendahnya asupan makanan yang mengandung vitamin D seperti susu dan makanan yang difortifikasi, (2) adanya kecendrungan mengurangi bahan makanan tinggi lemak yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya asupan vitamin D, (3) penggunaan tabir surya dan (4) kurangnya pajanan sinar matahari (Holick 2004). Eksposur sinar matahari pada kulit merupakan cara terbaik untuk sintesis vitamin D dari previtamin D yang terdapat di bawah kulit. Seseorang terpapar sinar ultraviolet, kulit akan mengubah vitamin D menjadi zat gizi yang esensial (Garrow et al. 1993). Sinar UVB dengan panjang gelombang 290-315 nm, yang berasal dari matahari akan diserap oleh kulit dan kemudian akan mengubah 7- dehidrokolesterol di kulit menjadi previtamin D3, yang selanjutnya secara spontan akan dikonversikan menjadi vitamin D3 dan seterusnya akan menjalani metabolisme di hati menjadi 25(OH)D dan di ginjal menjadi 1,25(OH)2D3 (Webb dan Holick 1988). Sintesis vitamin D di kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar melanin, usia, penggunaan tabir surya, musim serta posisi lintang suatu tempat. Melanin sangat kuat dalam mengabsorpsi radiasi UVB, sehingga terjadinya pigmentasi kulit dapat menurunkan sintesis vitamin D. Pigmentasi kulit dianggap sebagai tabir surya alami tubuh, karenanya pada individu yang sering memakai tabir surya dapat mengalami penurunan sintesis vitamin D (Cannell et al. 2008). Orang putih yang terpapar sinar matahari dalam waktu lama selama musim panas tidak mengalami intoksikasi vitamin D. Hal ini dikarenakan berapapun banyaknya pigmen di kulit, jumlah maksimum previtamin D yang dapat difotosintesis di kulit
6
dalam sehari adalah sekitar 15% dari konsentrasi provitamin D3 awal. Keterpajanan dengan sinar matahari selanjutnya hanya akan menyebabkan previtamin D3 berisomerisasi menjadi dua fotoproduk inaktif secara biologik yaitu lumisterol dan takisterol (Webb dan Holick 1988). Sintesa, regulasi dan ekskresi vitamin D Vitamin D3 berasal dari sintesis di kulit berdifusi ke pembuluh darah menggunakan α 2 globulin vitamin D-binding protein (DBP). Cholecalciferol ini akan diambil dan diangkut oleh DBP. Sekitar 60% cholecalciferol yang terikat dengan DBP akan diangkut ke jaringan tubuh terutama hati serta jaringan lain seperti otot, dan jaringan lemak. Vitamin D2 dan vitamin D3 yang berasal dari makanan diabsorpsi dalam bentuk misel secara difusi pasif dan masuk ke dalam usus. Hanya sekitar 50% dari asupan vitamin D yang diabsorpsi. Saat berada di dalam usus, vitamin D2 dan D3 bergabung dengan kilomikron selanjutnya menuju sistem limfatik dan dibawa ke sirkulasi pembuluh darah. Kilomikron membawa sekitar 40% vitamin D2 dan D3 dalam sirkulasi darah. Sejumlah vitamin D2 dan D3 dipindahkan dari kilomikron ke DBP untuk diangkut ke jaringan ekstrahepatik, kilomikron remnan akan membawa vitamin D2 dan D3 ke hati (Gropper dan Groff 2009). Kolekalsiferol setelah mencapai hati akan dimetabolisme oleh enzim hidrosilase hati untuk membentuk metabolit aktif. Hidroksilasi vitamin D3 dilakukan oleh enzim sitokrom P450 yakni 25-hydroxylase, 1-hydroxylase, 24hydroxylase. Enzim 25-hydroxylase hati akan menghidrolisis karbon 25 kolekalsiferol menjadi kalsidiol, yang sangat tergantung dengan kandungan vitamin D dan metabolitnya. Kerja 25-hydroxylase lebih cepat ketika tubuh kekurangan vitamin D (Cannell et al. 2008). Agar menjadi bentuk aktif, vitamin D2 dan D3 memerlukan dua tahap hidrosilasi, pertama terjadi di hati oleh enzim hidrosilase hati membentuk metabolit aktif. Hidroksilasi vitamin D2 dan D3 dilakukan oleh enzim 25-hidroksilase, menghasilkan 25(OH)D atau kalsidiol yang paling banyak bersirkulasi di dalam darah (Gallagher 2008; Gropper dan Groff 2009). Karena vitamin D yang paling banyak bersirkulasi tersebut memiliki waktu paruh 2-3 minggu, pengukuran konsentrasi 25(OH)D yang bersirkulasi merupakan indikator klinik status nutrisi vitamin D (Lips et al. 2001). Kalsidiol yang telah dihasilkan merupakan bentuk vitamin D yang paling banyak bersirkulasi dalam darah, namun tidak aktif secara biologik, mempunyai waktu paruh sekitar 10 hari sampai tiga minggu dalam sirkulasi. Agar menjadi aktif senyawa kalsidiol dibawa ke korteks ginjal untuk mengalami hidroksilasi tahap kedua oleh enzim α1-hidroksilase menjadi bentuk vitamin D aktif yaitu 1,25 dihidroksi vitamin D atau 1,25(OH)2D3 atau disebut kalsitriol. Kadar kalsitriol mempengaruhi aktifitas 1-hydroxylase, tingginya kadar kalsitriol menghambat aktifitas 1-hydroxylase, sehingga kadar 1-hydroxylase menurun. Kerja 1hydroxylase ginjal yang menurun akan digantikan oleh aktifitas enzim 24hydroxylase. Enzim ini berlawanan kerjanya dengan 1-hydroxylase, menurunkan kebutuhan dan pembentukan kalsitriol di dalam tubuh agar tidak terjadi kelebihan dengan cara membentuk metabolit. Enzim 24-hydroxylase akan menghidrosilasi kalsidiol dan kalsitriol menjadi 24,25(OH)2D3 dan 1,24,25 (OH)2D3. Bentuk metabolit 24,25(OH)2D3 dilepaskan di jaringan sirkulasi dan terikat dengan DBP
7
untuk dibawa ke jaringan target sedangkan 1,24,25 (OH)2D3 dapat dibawa ke ginjal untuk diubah menjadi senyawa yang dapat diekskresikan (Gropper dan Smith 2012). Sebagian besar vitamin D akan diekskresikan dari tubuh di dalam feses, melalui empedu; kurang dari lima persen diekskresikan sebagai metabolit larut air di dalam urin. Sekitar 2-3% vitamin D yang terdapat di empedu adalah kolekalsiferol, 25(OH)D dan 1,25(OH)2D3 tetapi sebagian besar adalah metabolit lain seperti 24-oxo-derivative, 23-hydroxylation dan calcitroic acid (Bender 2003). Mekanisme aktifitas vitamin D Kalsitriol sebagai bentuk aktif dari vitamin D mempunyai dua mekanisme dalam menjalankan fungsinya, yaitu secara genomik dan non genomik. Mekanisme genomik diawali dengan masuknya kalsitriol ke dalam sel target selanjutnya berinteraksi dengan vitamin D receptors (VDRs) di dalam inti sel. Ikatan VDRskalsitriol-inti sel akan mengalami fosforilasi, kemudian terikat dengan retinoid acid X receptor (RXR) membentuk kompleks heterodimer yang akan berikatan dengan vitamin D responsive element (VDRE) dalam DNA membentuk komplek nukleoprotein. Selanjutnya dikenali sebagai specific site di dalam kromosom yang akan meregulasi terjadinya transkripsi gen (transfer informasi dari DNA ke RNA untuk memulai transkripsi gen) (Mertens dan Muller 2010).
Gambar 1 Mekanisme dan aktifitas vitamin D di dalam tubuh (Mertens dan Muller 2010) Reseptor vitamin D dijumpai di berbagai jaringan, sehingga nukleoprotein tersebut akan memodulasi berbagai gen antara lain dengan menghambat sintesis renin. Sintesis renin diawali dengan adanya sinyal dari siklik adenosin monofosfat (cAMP). Sinyal ini merupakan sinyal intraseluller utama dalam hal menstimulasi ekspresi gen renin dengan membentuk ikatan pada sub unit katalitik protein kinase A (PKA) berikatan dengan cAMP respon elements (CRE) untuk memulai transkripsi gen menghasilkan prorenin. Prorenin yang terbentuk diubah menjadi
8
renin aktif di ginjal dan memiliki waktu paruh dalam sirkulasi sekitar 80 menit. Hal ini yang menyebabkan seseorang yang defisiensi VDRs atau vitamin D akan mengalami hiperreninemia dan meningkatkan tekanan darah (Gropper dan Groff 2009). Mekanisme non genomik vitamin D terjadi tanpa adanya transkripsi gen, misalnya homeostatis kalsium. Sintesis kalsitriol merupakan respon terhadap perubahan kadar kalsium dalam darah dan penglepasan hormon paratiroid. Hipokalsemia menstimulasi sekresi hormon tiroid. Hormon paratiroid ini selanjutnya akan menstimulasi 1-hidroksilase di ginjal yang akan mengubah kalsidiol menjadi kalsitriol. Keberadaan kalsitriol dan hormon paratiroid di jaringan target menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum (Gropper dan Smith 2012). Bioavailabilitas, sumber, angka kecukupan dan toksisitas vitamin D Bioavailabilitas vitamin D dipengaruhi oleh bentuk vitamin D. Kolekalsiferol (vitamin D3) lebih berperan menyebabkan peningkatan konsentrasi sirkulasi kalsidiol dibandingkan dengan ergokalsiferol (vitamin D2) (Holick 2006). Vitamin D baik vitamin D2 atau vitamin D3 jarang terdapat pada makanan. Sumber utama vitamin D alamiah adalah ikan berlemak, seperti salmon, mackerel, ikan tuna, jamur, kuning telur. Vitamin D juga dapat diperoleh dari makanan yang diperkaya dengan vitamin D, diantaranya produk sereal, produk roti, makanan bayi, susu, mentega, keju, margarin (Holick 2007). Tabel 1 Angka kecukupan vitamin D berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur dan jenis kelamin Anak-anak 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun Pria 10-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Lebih 64 tahun Wanita 10-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Lebih 64 tahun Sumber: LIPI (2004)
Angka Kecukupan Gizi Vitamin D µg IU 5 5 5 5 5
200 200 200 200 200
5 5 5 10 15
200 200 200 400 600
5 5 5 10 15
200 200 200 400 600
Untuk mencegah kekurangan vitamin D, Institute of Medicine (IOM) merekomendasikan bahwa asupan vitamin D 200 IU/hari untuk anak-anak, dewasa sampai dengan 50 tahun, 400 IU untuk 51-70 tahun dan 600 UI di atas 71 tahun.
9
Beberapa ahli menganggap hal ini terlalu rendah dan merekomendasikan anak-anak dan orang dewasa yang tidak cukup paparan sinar matahari untuk mengkonsumsi 800 sampai 1000 IU per hari sehingga serum vitamin D tercukupi (Kulie et al. 2009). Asupan vitamin D yang berlebihan akan menyebabkan hiperkalsemia dan hiperkalsiurea yang berakibat kurang nafsu makan, haus berlebihan, kencing terus, mual, muntah, lemas, diare dan pertumbuhan terlambat. Toksisitas akan terjadi apabila kadar kalsidiol (25(OH)D) >160 ng/mL. Tolerable upper intake level untuk orang dewasa sekitar 50 mcg atau 2000 IU per hari (Gallagher 2008; Gropper dan Groff 2009; Kulie et al. 2009). Paparan sinar matahari salah satu cara meningkatkan serum 25(OH)D Variasi konsentrasi 25(OH)D dipengaruhi oleh musim, dengan konsentrasi lebih tinggi pada musim panas, dan lebih rendah pada musim dingin. Selama musim dingin pada lintang utara, sinar matahari harus melalui jarak yang lebih panjang untuk menembus atmosfer dan sebagian besar sinar UV diserap. Pajanan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan tidak terdapat kasus intoksikasi vitamin D akibat terpapar sinar matahari berlebihan, karena sekali previtamin D3 dan vitamin D3 terbentuk maka akan mengabsorpsi radiasi solar UVB dan mengalami transformasi menjadi beberapa photoproduk secara biologik tidak aktif sehingga tidak akan terjadi intoksikasi vitamin D (Walker et al. 2003). Negara Indonesia yang kaya matahari sepanjang tahun berada pada 6°LU (Lintang Utara) - 11°08' LS (Lintang Selatan) dan 95°BT - 141° BT. Individu yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar dengan sinar matahari tanpa pelindung sinar matahari memiliki konsentrasi 25 (OH)D di atas 30 ng/mL. Penggunaan tabir surya kronik dapat menyebabkan defisiensi vitamin D. Penggunaan tabir surya dengan SPF 8 menurunkan produksi vitamin D kulit hingga 93% dan akan meningkat menjadi 99% bila menggunakan tabir surya dengan SPF 15 (Holick 2003). Carbone et al. (2008) meneliti pada 50 pria dan wanita dewasa yang diberikan paparan ultraviolet buatan 2 kali seminggu selama 12 minggu memperlihatkan hasil adanya peningkatan serum 25(OH)D dan memiliki korelasi negatif antara konsentrasi 25(OH)D dengan kolesterol HDL dan rasio LDL: HDL. Faktor-faktor yang mempengaruhi defisiensi vitamin D Defisiensi vitamin D dapat terjadi pada semua kelompok populasi dengan berbagai ragam faktor risikonya. Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi angka kejadian defisiensi vitamin D antara lain faktor usia, jenis kelamin, kadar melanin (warna kulit), pemakaian tabir surya, cuaca/musim (tempat tinggal), serta lama dan waktu pajanan sinar matahari (Fraser 1995; Norman 1998; Norman 2008). Angka kejadian defisiensi vitamin D yang pernah dilaporkan dari berbagai studi pada kisaran 14-42% pada populasi umum. Data terbaru pengukuran serum 25(OH)D pada wanita dewasa berusia di bawah 50 tahun adalah sebagai berikut Thailand 42-77%, Malaysia 48%, India 47%, 42% wanita America (Khor dan Thuy 2011). Penelitian mengenai prevalensi defisiensi vitamin D di Indonesia masih belum banyak dilakukan karena dianggap sebagai negara yang kaya sinar matahari sepanjang tahun. Angka kejadian defisiensi vitamin D di Indonesia pada populasi wanita berusia 45-55 tahun yang masih aktif dan mandiri sebesar 50%, pada 74 subjek berusia 60-75 tahun sebesar 35.1%, wanita berumur 18-40 tahun di Jakarta
10
prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 63% (Oemardi et al. (2007); Setiati et al. (2007); Green et al. 2008). Penyebab utama defisiensi vitamin D adalah kurangnya pajanan sinar matahari, sehingga sintesis vitamin D di kulit menurun. Selain itu kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak dapat seluruhnya dipenuhi dari asupan sumber bahan makanan, karena jumlah bahan makanan yang mengandung vitamin D sangat sedikit, disamping itu makanan yang telah difortifikasi vitamin D belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Holick dan Chen 2008). Selama musim dingin di lintang utara, sinar matahari harus melalui jarak yang lebih panjang untuk menembus atmosfer dan sebagian besar sinar UV diserap. Jarak yang harus dilalui sinar UVB melalui atmosfer merupakan fungsi sudut zenith matahari dan tergantung pada letak lintang, musim, intensitas dan waktu pajanan sinar matahari. Letak lintang memiliki pengaruh yang penting terhadap kemampuan kulit untuk menghasilkan previtamin D3 (Webb dan Holick 1988). Orang kulit putih yang terpajan dengan sinar matahari dalam waktu lama selama musim panas tidak akan mengalami toksisitas vitamin D. Hal ini dikarenakan berapapun banyaknya pigmen di kulit, jumlah maksimal previtamin D3 yang dapat difotosintesis di kulit dalam sehari sekitar 15% dari konsentrasi provitamin D3 awal. Keterpajanan dengan sinar matahari selanjutnya hanya akan menyebabkan previtamin D3 berisomerisasi menjadi dua fotoproduk inaktif yaitu lumisterol dan takisterol. Webb dan Holick (1988) merekomendasikan usia lanjut kulit putih untuk memajankan daerah wajah, lengan, dan tangan dengan sinar matahari dua sampai tiga kali seminggu selama seperempat dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1 MED untuk memenuhi kebutuhan vitamin D yang adekuat. Minimal Erythemal Dose adalah dosis terendah pada area kecil kulit dengan panjang gelombang tertentu, yang menimbulkan eritema lambat berwarna merah muda (Holick 2003). Gaya hidup seperti penggunaan tabir surya, pakaian dan kultur setempat serta obesitas dapat mempengaruhi sintesis vitamin D. Tabir surya seperti asam paminobenzoat menghambat absorbsi spektrum sinar matahari yang berguna untuk sintesis vitamin D di kulit (UVB). Nilai rerata serum 25(OH)D lebih rendah pada pengguna tabir surya kronik dibandingkan dengan subjek kontrol (Lips et al. 2001). Selain itu, pakaian juga memberikan perlindungan terhadap spektrum sinar matahari. Penelitian yang dilakukan oleh Robson dan Diffey (1990) menunjukkan bahwa pakaian yang terbuat dari polyester memberikan perlindungan yang rendah terhadap radiasi, sedangkan kapas dan jeans akan memberikan perlindungan yang lebih banyak terhadap sinar matahari. Matsuoka et al. (1992) menemukan bahwa pakaian dapat mengganggu pembentukan vitamin D3. Wanita muslim yang memakai cadar memiliki risiko 2.5 kali defisiensi vitamin D dibandingkan perempuan Eropa (Tsiaras dan Weinstock 2011). Obesitas juga mempengaruhi kejadian defisiensi vitamin D, akibat penurunan bioavaibilitas vitamin D3 dari kulit dan adanya deposisi di lemak tubuh. Obesitas berkaitan dengan defisiensi vitamin D. Hal ini dikarenakan vitamin D terperangkap di dalam lemak dan tidak dapat dengan mudah keluar. Akibatnya, seseorang yang mengalami obesitas memerlukan setidaknya dua kali lebih banyak vitamin D dibanding dengan individu tidak obesitas untuk mempertahankan status vitamin D yang normal dengan 25(OH)D antara 30-60 ng/mL (Wortsman et al. 2000). Di negara-negara dengan empat musim, angka kejadian defisiensi vitamin
11
D sangat dipengaruhi musim dan warna kulit. Tapi secara umum faktor umur sebagai faktor yang cukup dominan mempengaruhi kejadian defisiensi vitamin D. Penilaian Status Vitamin D Kerja kalsitriol seratus kali lebih poten dibandingkan kalsidiol, namun konsentrasi kalsidiol di dalam darah seratus kali lebih banyak, hal tersebut dikarenakan lebih dari 99% kalsitriol terikat dengan DBP dan albumin serta mempunyai paruh sangat pendek yaitu 4-6 jam; sehingga untuk menilai status vitamin D seseorang digunakan pengukuran konsentrasi kalsidiol (Gropper dan Smith 2012). Selain itu konsentrasi kalsitriol juga bukan merupakan indikator yang baik dalam mengukur status vitamin D, karena (1) penurunan mendadak konsentrasi kalsium akibat defisiensi vitamin D menyebabkan peningkatan hormon paratiroid (PTH) yang menginduksi peningkatan aktifitas 1α-hidroksilase, sehingga kadar konsentrasi 1,25(OH)2D3 tersebut akan menjadi normal atau bahkan akan meningkat. Jadi walaupun terjadi defisiensi vitamin D, konsentrasi 1,25(OH)2D3 bisa tetap normal atau bahkan meningkat, dan (2) konsentrasi 1,25(OH)2D3 yang bersirkulasi dalam darah 100-1000 kali lebih rendah dibandingkan 25(OH)D (Grant dan Holick 2005). Metabolit yang digunakan untuk penentuan status vitamin D adalah kadar kalsidiol, yang ketersediaannya dipengaruhi oleh asupan vitamin D3 dan pajanan sinar matahari. Sebagian besar peneliti menyetujui penggunaan kalsidiol sebagai indikator penilaian status vitamin D, oleh karena (1) enzim 25 hidroksilase tidak dapat dipengaruhi kerjanya sehingga kadar kalsidiol merupakan indikator adekuat untuk kadar vitamin D yang berasal dari sintesis di kulit dan asupan sehari-hari, (2) konsentrasi kalsidiol berkaitan dengan banyak manifestasi klinis penyakit. Status vitamin D berdasarkan serum 25(OH)D tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Cut off status vitamin D berdasarkan konsentrasi serum 25(OH)D 25(OH)D (ng/mL) 25(OH)D (nmol/L) Implikasi Kesehatan <12 <30 Defisiensi 12.0-19.9 30 – 49.9 Tidak cukup ≥ 20 ≥ 50 Cukup Ket: untuk mengkonversi 1 nmol/L menjadi 1 ng/mL dibagi 2.5 (Ross et al. 2011) Hubungan Vitamin D dan Kalsium dengan Hipertensi Peran utama vitamin D yang selama ini paling banyak diketahui adalah menjaga mineralisasi tulang disebut sebagai efek kalsiotropik, mengatur metabolisme kalsium dan fosfat di usus kecil, osteoblast, ginjal dan kelenjar paratiroid. Studi terbaru diketahui bahwa VDR juga ditemukan pada hampir seluruh sel dan jaringan tubuh seperti otak, jantung, kulit, pankreas, payudara, kolon dan sel imun dan sekaligus diketahui juga adanya produksi 1,25(OH)2D3 ekstrarenal di sel-sel tersebut (Holick 2003). Penurunan vitamin D merusak homeostasis kalsium dan posfor dalam tubuh. Vitamin D terutama bertanggung jawab untuk mengatur efisiensi penyerapan kalsium di usus. Defisiensi vitamin D menurunkan penyerapan kalsium dari usus kecil. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan PTH ke dalam sirkulasi, sehingga mengembalikan homeostasis kalsium dengan meningkatkan
12
reabsorpsi tubular kalsium di dalam ginjal, meningkatkan mobilisasi kalsium tulang dari tulang, dan meningkatkan produksi 1,25(OH)2D3. Ligan 1,25(OH)2D3 berikatan dengan reseptor vitamin D (VDR) dan memicu peningkatan penyerapan kalsium dan fosfor di usus. Vitamin D juga terlibat dalam pembentukan tulang, resorpsi, dan mineralisasi serta menjaga fungsi neuromuskuler. Mekanisme peredaran 1,25(OH)2D3 akan mengurangi PTH dengan cara penurunan aktifitas kelenjar paratiroid (secara langsung dan secara tidak langsung dengan meningkatkan serum kalsium). Ini juga mengatur metabolisme tulang sebagian berinteraksi dengan VDR di osteoblas untuk melepaskan sinyal biokimia, yang mengarah ke pembentukan osteoklas dewasa. Osteoklas dan asam klorida untuk melarutkan matriks dan mineral, melepaskan kalsium ke dalam darah (Ullah et al. 2009). Studi yang dilakukan Wang et al. (2008) dengan menggunakan desain cohort pada 120 responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki serum vitamin D <15 ng/mL berisiko dua kali untuk menderita hipertensi setelah dikontrol usia dan jenis kelamin. Interaksi potensial antara kekurangan vitamin D dan hipertensi dikarenakan kekurangan vitamin D dapat mempengaruhi remodeling jantung dan pembuluh darah, hipertensi berperan dalam pengembangan hipertrofi ventrikel kiri dan remodeling vaskuler dan pada akhirnya efek merugikan pada sistem kardiovaskular. Judd et al. (2008) melakukan penelitian cross sectional pada responden berusia 20-80 tahun dari data The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya, kemudian dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan status vitamin D yaitu defisiensi, insufisiensi, dan cukup. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang bermakna antara usia dan kadar vitamin D dengan tekanan darah sistolik (TDS) (p<0.05). Subjek dengan kadar kalsidiol <50 nmol/L didapatkan peningkatan TDS sebesar 0.50 mmHg/tahun usia, peningkatan TDS berkurang menjadi 0.48 mmHg/tahun usia pada subyek dengan kadar kalsidiol 50-79 nmol/L dan 0.40 mmHg/tahun usia pada subyek dengan kadar kalsidiol >80 mmHg. Scragg et al. (2007) melakukan penelitian pada 12.644 responden yang berusia >20 tahun menggunakan data NHANES III dan tidak sedang mendapat obat antihipertensi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada usia ≥50 tahun terdapat hubungan terbalik antara kadar kalsidiol dengan TDS dan tekanan nadi dibanding usia yang lebih muda (<50 tahun). Vitamin D dapat mengatur tekanan darah melalui interaksi dengan RAAS. Efek vitamin D pada penekanan aktifitas renin mungkin karena meningkatnya intraseluler kalsium (Burgess et al. 1990). Penelitian Forman et al. (2007) meneliti pada 1484 wanita berusia 40-43 tahun menemukan dua pertiga mengalami kekurangan vitamin D, dan proporsi kejadian hipertensi pada wanita muda dapat dikaitkan dengan defisit 25(OH)D. Hasil juga menunjukkan OR kejadian hipertensi 1.66 (95% CI: 1.11- 2.48). Hal ini berarti wanita yang kekurangan vitamin D berisiko 1.6 kali untuk menderita hipertensi dibanding dengan wanita yang memiliki serum 25(OH)D normal. Pilz et al. (2012) meneliti 111 penderita hipertensi berusia 34-64 tahun di Austria yang diberi paparan matahari pada musim panas dan musim dingin dan memperoleh hasil bahwa pajanan matahari dapat meningkatkan serum 25(OH)D lebih tinggi di musim panas dibandingkan musim dingin dan menurunkan paratiroid hormon (PTH).
13
Pajanan matahari menjadi penting untuk menjaga fisiologi vitamin D dan status PTH. Tabel 3 Beberapa studi yang telah dilakukan terkait peranan vitamin D dengan kejadian hipertensi Studi Wang et al. (2008)
Desain Cohort pada 120 responden berusia ≥ 45 tahun
Judd et al. (2008)
cross sectional pada 7699 responden yang berusia 20-80 tahun
Scragg et al. (2007)
cross sectional pada 12644 responden yang berusia >20 tahun
Martins et al. (2007)
7186 laki-laki dan 7902 wanita dewasa berumur > 20 tahun
Forman et al. (2005)
Cohort (4-8 tahun) pada 613 subjek laki-laki dan 1198 perempuan
Forman et al. (2007)
Pada 1484 wanita berusia 40-43 tahun
Hasil Responden yang memiliki serum 25(OH)D <15 ng/mL berisiko dua kali untuk menderita hipertensi Terdapat hubungan antara konsentrasi vitamin D dengan tekanan darah sistolik Hubungan terbalik antara serum 25(OH)D dengan tekanan darah sistolik pada usia ≥ 50 tahun serum 25(OH)D lebih rendah pada wanita dan berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada orang dewasa dan nilai OR serum 25(OH)D terhadap hipertensi sebesar 1.3 Kadar 25(OH)D yang rendah berhubungan dengan tingginya risiko hipertensi Dua pertiga mengalami kekurangan vitamin D, hasil menunjukkan OR kejadian hipertensi 1.66.
Penelitian Forman et al. (2007) pada 613 laki-laki dan 1198 perempuan berusia 40-75 tahun yang diamati selama 4-8 tahun, menunjukkan bahwa kadar serum 25(OH)D yang rendah berhubungan dengan tingginya risiko hipertensi. Besarnya risiko relatif (relative risk) terjadinya hipertensi setelah empat tahun pengamatan pada kelompok laki-laki dengan kadar 25(OH)D <15 ng/mL dibandingkan dengan memiliki kadar 25(OH)D >30 ng/mL adalah 6.13 (CI 95% 1.00–37.8), sedangkan pada kelompok perempuan dengan kadar 25(OH)D <15 ng/mL dibandingkan dengan yang memiliki kadar 25(OH)D >30 ng/mL diperoleh risiko relatif terjadinya hipertensi adalah 2.67 (CI 95% 1.05-6.79). Setelah delapan tahun pengamatan, risiko relatif terjadinya hipertensi pada kelompok laki-laki dengan kadar serum 25(OH)D <15 ng/mL dibandingkan dengan yang memiliki
14
kadar serum 25(OH)D >30ng/mL sebesar 3.53 (CI 95% 1.02-12.3). Sedangkan pada kelompok perempuan dengan kadar serum 25(OH)D <15 ng/mL dibandingkan dengan yang memiliki kadar serum 25(OH)D >30 ng/mL risiko relatif terjadinya hipertensi sebesar 1.7 (Tabel 3). Hubungan Vitamin D dan Kalsium dengan Profil Lipid Kekurangan vitamin D mengurangi kadar kalsium serum, menyebabkan peningkatan PTH, akan meningkatkan aterosklerosis dan risiko kardiovaskular. Sebagian besar bukti untuk peran vitamin D dalam penyakit kardiovaskular (CVD) muncul dari penelitian yang melibatkan pasien dengan stadium akhir penyakit ginjal. Kematian kardiovaskular sepuluh sampai dua puluh kali lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis. Pada pasien yang menggunakan dialisis, risiko kematian akibat CVD dapat dikurangi dengan penggantian vitamin D. Hal ini terkait dengan fungsi ginjal yang memburuk, sehingga kadar kalsitriol menurun yang akan mengakibatkan hipokalsemia dan meningkatkan PTH. Kelebihan PTH dapat mengganggu metabolisme kalsium intraseluler dan mempromosikan aterosklerosis kronis. Peningkatan PTH dapat meningkatkan kontraktilitas insulin, resistensi jantung, kalsium dan pengendapan fosfat di dinding pembuluh, kalsifikasi miokard kronis, dan kalsifikasi katup jantung kronis (Pilz et al. 2009). Tabel 4 Beberapa studi yang telah dilakukan terkait peranan vitamin D terhadap profil lipid Studi
Desain
Martins et al. (2007)
cross sectional
Maki et al. (2009)
cross sectional
Carbone et al. (2008)
sejumlah 50 pria dan wanita dewasa yang diberikan paparan ultraviolet buatan 2 kali seminggu selama 12 minggu
Hasil Subjek yang memiliki serum 25(OH) di bawah 21 ng/mL memiliki risiko 1.47 kali untuk memiliki kadar trigliserida di atas 150 mg/dL dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum 25(OH)D dengan K-total Terdapat hubungan yang signifikan antara serum 25(OH)D dengan kolesterol HDL. Setiap kenaikan 25 nmol/L serum 25(OH)D berkaitan dengan kenaikan dari 0.1 nmol/L K-HDL Adanya peningkatan serum 25(OH)D dan memiliki korelasi negatif antara konsentrasi 25(OH)D dengan K- HDL dan rasio LDL: HDL
15
Berbagai studi menunjukkan bahwa vitamin D memiliki peranan pada penyakit jantung. Martins et al. (2007) dalam penelitiannya pada 7186 laki-laki dan 7902 wanita dewasa berumur >20 tahun menemukan bahwa serum 25(OH)D berhubungan dengan faktor risiko penyakit kardiovaskular pada orang dewasa AS (Tabel 4). Subjek yang memiliki serum 25(OH) di bawah 21 ng/mL memiliki risiko 1.47 kali untuk memiliki kadar trigliserida di atas 150 mg/dL dan tidak terdapat hubungan signifikan antara kadar serum 25(OH)D dengan kolesterol total (p=0.65). Hasil penelitian juga menemukan bahwa subjek yang memiliki kadar serum 25(OH)D di bawah 21 ng/mL berisiko 1.3 kali untuk terkena hipertensi (≥140/≥90 mmHg). Maki et al. (2009) melakukan penelitian cross sectional dan menemukan adanya hubungan yang kuat antara serum 25(OH)D dengan kolesterol HDL. Setiap kenaikan 25 nmol/L serum 25(OH)D berkaitan dengan kenaikan dari 0.1 nmol/L kolesterol HDL. Hal ini menjadi penting mengingat setiap kenaikan 0.03 nmol/L kolesterol HDL akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner (PJK) dari 3% atau lebih (Gordon et al. 1989). Mekanisme pengurangan risiko kardiovaskular dengan suplementasi vitamin D dapat terjadi melalui mekanisme penghambatan proliferasi otot polos, penekanan kalsifikasi vaskular, down regulasi inflamasi sitokin, peningkatan regulasi anti-inflamasi sitokin, dan negatif regulasi dari renin-angiotensin aldosterone system (RAAS). Stimulasi RAAS dikaitkan dengan kejadian hipertensi, infark miokard dan stroke. Suplementasi kalsitriol telah terbukti mengurangi tekanan darah, renin, dan tingkat angiotensin II (Kimura et al. 1999). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2 yang menggambarkan peranan vitamin D pada penyakit kardiovaskular.
Gambar 2 Peranan vitamin D pada penyakit jantung (Kimura et al. 1999)
16
Suplementasi Vitamin D dan Kalsium Berbagai multivitamin mengandung vitamin D3 plain (vitamin D standar) saat ini tersedia di pasaran, sebagai suplemen nutrisi. Di samping itu, sekarang telah tersedia pula vitamin D3 yang sudah terhidroksilasi berupa kalsitriol dan alfakalsidol. Kalsitriol merupakan vitamin D3 aktif (sudah mengalami hidrosilasi sempurna) yang dapat langsung bekerja berikatan dengan reseptor vitamin D di usus sehingga dapat meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Alfakalsidol merupakan analog aktif sintetik vitamin D yang telah terhidroksilasi, yang secara fisiologik akan berlangsung di ginjal hanya setelah proses hidroksilasi di hati. Setelah dikonsumsi secara oral dan diabsorpsi di usus, 1α-OHD akan dihidroksilasi di hati dan menjadi 1α 25 (OH)2D3 (Grant dan Holick 2005). Individu berisiko mengalami insufisiensi vitamin D (<30 nmol/L serum 25(OH)D), apabila pajanan sinar matahari terbatas, kulit gelap, kulit terlindung dari sinar matahari oleh kaca, pakaian panjang, atau menggunakan lotion tabir surya dan atau rendah asupan vitamin D dari diet. Pencegahan defisiensi ini pada usia 1950 tahun dilakukan dengan mengkonsumsi suplemen vitamin D sedikitnya 600 IU/hari sehingga dapat mencegah penyakit tulang dan fungsi otot. Namun untuk meningkatkan serum 25(OH)D sehingga di atas 30 ng/mL direkomendasikan mengkonsumsi suplemen vitamin D 1500-2000 IU/hari (Holick et al. 2011). Pemberian suplementasi sebagai perlakuan diberikan untuk memperbaiki status serum 25-hidroksivitamin D kepada pekerja WUS. Selain itu diharapkan pemberian suplementasi vitamin D dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, trigliserida, kadar gula darah, menurunkan berat badan serta menaikkan kadar kolesterol HDL. Rekomendasi vitamin D dalam hal pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab kekurangannya. Respon biokimia darah setelah diberikan dosis vitamin D bervariasi. Hal ini dikarenakan perbedaan penyebab kekurangan serta tingkat keparahannya. Sebuah rekomendasi menunjukkan bahwa konsumsi suplemen 400 IU per hari akan menaikkan konsentrasi serum 25(OH)D hanya 2.8- 4.8 ng/mL (7-12 nmol/L) dan konsumsi suplemen harian 1700 IU dapat meningkatkan konsentrasi serum 25(OH)D berkisar antara 20 sampai 32 ng/mL (50-80 nmol/ L) (Vieth et al. 2004). Peningkatan kadar vitamin D dalam darah secara langsung atau tidak langsung telah terbukti mengurangi tekanan darah pada beberapa studi. Dalam sebuah penelitian terhadap subyek yang diberi ultraviolet buatan tiga kali seminggu selama 3 bulan, serum 25(OH)D tiga kali lipat meningkat dan tekanan darah sistolik dan diastolik berkurang 6 mmHg (Holick 2007). Studi oleh Krause et al. (1998) pada 18 penderita hipertensi ringan yang diberi UVB dan UVA, 3 kali seminggu selama 6 minggu. Studi ini menunjukkan adanya peningkatan 162% serum 25(OH)D dalam kelompok UVB bersamaan dengan penurunan baik tekanan darah sistolik dan diastolik sebanyak 6 mmHg (Tabel 5). Tidak ada perubahan tekanan darah diamati dengan paparan UVA (UVA tidak memproduksi vitamin D). Studi lain acak terkontrol pada 148 wanita lanjut usia menunjukkan bahwa 800 IU vitamin D3 ditambah 1200 mg kalsium secara signifikan mengurangi tekanan darah sebesar 9.3% setelah 8 minggu, sedangkan pemberian 1200 mg kalsium mengurangi tekanan darah dengan hanya 4.0% (Pfeifer et al. 2001).
17
Tabel 5 Berbagai penelitian suplementasi vitamin D, paparan sinar matahari dikaitkan dengan tekanan darah dan profil lipid Studi Subjek Perlakuan Major et al. 63 wanita berusia suplementasi (2007) 38-48 tahun vitamin D 200 IU ditambah kalsium 600 mg kalsium selama 15 minggu Maki et al. 60 subjek MVM ditambah (2011) berumur ≥ 50 1200 IU vitamin tahun D dan MVM saja tanpa vitamin D setiap hari selama 8 minggu Margolis et al. (2008)
Pfeifer et al. (2001)
Carbone et al. (2008)
Zittermann et al. (2009)
Krause et al. (1998)
Hasil Studi Menurunkan K-LDL, serta menurunkan rasio K-LDL:HDL.
Peningkatan serum 25(OH)D pada kelompok MVM ditambah vitamin D 1200 IU/hari. Tidak ada perubahan signifikan HDL, LDL, K-total dan trigliserida wanita usia 50- 400 UI vitamin Tidak terjadi penurunan 79 tahun D ditambah 1000 tekanan darah mg Ca/hari selama 7 tahun 148 subjek 800 IU vitamin Meningkatkan serum lansia wanita D3 ditambah 25(OH)D dan kalsium 1200 menurunkan tekanan mg/hari selama 8 darah sistolik dan minggu diastolik 50 pria dan Diberikan Adanya peningkatan wanita dewasa paparan ultra serum 25(OH)D dan violet buatan 2 memiliki korelasi negatif kali seminggu antara K-HDL dengan selama 12 serum 25(OH)D minggu 200 subjek Diberikan Meningkatkan serum berusia 18- 70 vitamin D 83 µg 25(OH)D hingga 55.5 tahun dan BMI (3320 IU)/hari nmol/L, menurunkan K>27 selama 12 bulan LDL dan trigliserida namun tidak menurunkan K-HDL 18 penderita diberi UVB dan Peningkatan 162% serum hipertensi ringan UVA, 3 kali 25(OH)D pada kelompok seminggu selama UVB dan penurunan 6 minggu tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 6 mmHg.
Maki et al. (2011) melakukan penelitian pada 60 subjek berumur ≥ 50 tahun yang memiliki lingkar pinggang yang tidak normal (wanita ≥ 88 cm, pria ≥ 102 cm) selama 8 minggu diberikan MVM ditambah 1200 IU vitamin D dan MVM saja
18
tanpa vitamin D. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan serum 25(OH)D sebesar 11.7 nmol/L pada kelompok MVM ditambah vitamin D 1200 IU/hari (p=0.003). Namun tidak perubahan yang signifikan pada K-HDL, LDL, Ktotal maupun trigliserida subjek.
19
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Studi Kekurangan vitamin D didefinisikan bila kadar 25(OH) D kurang dari 20 ng/mL (50 nmol/L) (Ross et al. 2011). Seharusnya masyarakat yang hidup dekat khatulistiwa yang terkena sinar matahari memiliki 25(OH)D di atas 30 ng/mL, namun kekurangan vitamin D terjadi ketika sebagian besar kulit terlindung dari sinar matahari. Pekerja wanita usia subur yang bekerja di perkantoran dan pabrik garmen merupakan salah satu kelompok produktif dalam masyarakat yang rentan terkena kekurangan vitamin D. Hal ini disebabkan karena pekerja melakukan kegiatan di dalam ruangan (indoor), cara berpakaian yang menutupi seluruh tubuh dan wajah yang sering menggunakan tabir surya, serta perilaku menghindari sinar matahari. Penyebab utama defisiensi vitamin D adalah kurangnya paparan sinar matahari, sehingga sintesis vitamin D di kulit menurun. Selain itu kebutuhan tubuh vitamin D tidak dapat dipenuhi dari asupan makanan (Holick 2007). Konsentrasi serum 25(OH)D sangat dipengaruhi oleh paparan sinar matahari karena sinar ultraviolet dari matahari akan mengaktifkan sintesis vitamin D di kulit yang selanjutnya berubah menjadi vitamin D dan mengalami perubahan di hati menjadi 25(OH)D dan kemudian mengalami hidroksilasi lagi di ginjal menjadi 1,25 (OH)2D3 atau disebut juga sebagai vitamin D aktif (Cannell et al. 2008). Kauffman (2009) menyebutkan orang-orang yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar sinar matahari tanpa menggunakan pelindung sinar matahari memiliki konsentrasi 25(OH)D di atas 50 nmol/L. Namun penelitian Green et al. (2008) pada 504 wanita usia subur di Indonesia ditemukan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D adalah 48 nmol/L dan prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 63%. Studi ini menyimpulkan wanita yang tinggal di negara khatulistiwa seperti Indonesia tidak sepenuhnya memiliki status vitamin D normal. Pemberian suplemen merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki status serum 25(OH)D kepada pekerja WUS terutama bagi pekerja garmen. Selain itu diharapkan pemberian suplemen vitamin D dapat menurunkan tekanan darah, Ktotal, K-LDL dan trigliserida, serta menaikkan K-HDL. Perbedaan perlakuan dibedakan pada jenis intervensi yaitu suplemen vitamin D ditambah kalsium (VDK), dan suplemen vitamin D saja (VD). Dalam penelitian ini dosis suplemen vitamin D sebesar 400 IU per hari (dua kali AKG) karena diasumsikan Indonesia sebagai negara yang memiliki dua musim masih memungkinkan untuk mendapatkan paparan sinar matahari. Adapun jika dosis vitamin D 200 IU per hari pada penelitian terdahulu belum dapat memperbaiki keadaan hipertensi (Major et al. 2007). Vitamin D terutama bertanggung jawab untuk mengatur efisiensi penyerapan kalsium di usus. Defisiensi vitamin D menurunkan penyerapan kalsium di usus kecil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Major et al (2007) pada 63 wanita berumur 38-48 tahun diberikan suplemen vitamin D 200 IU ditambah kalsium 600 mg selama 15 minggu dapat menurunkan rasio K-LDL:HDL (p<0.01), menurunkan K-LDL (p<0.05), namun belum memberikan perbedaan nyata pada tekanan darah. Penambahan 500 mg kalsium pada penelitian ini dimaksudkan untuk mempercepat perbaikan tekanan darah dan profil lipid.
20
Selain faktor kurangnya paparan matahari dan makanan sumber vitamin D, serum 25(OH)D juga dipengaruhi oleh obesitas. Obesitas berkaitan dengan defisiensi vitamin D. Hal ini dikarenakan vitamin D terperangkap di dalam lemak dan tidak dapat dengan mudah untuk dimetabolisme dalam tubuh. Akibatnya, seseorang yang mengalami obesitas memerlukan setidaknya dua kali lebih banyak vitamin D dibanding dengan individu tidak obesitas untuk mempertahankan serum 25(OH)D antara 30-60 ng/mL (Wortsman et al. 2000). Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi pengaruh suplementasi vitamin D sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kurang vitamin D, maka pendekatan studi ini dilakukan melalui 3 tahapan penelitian yaitu: 1. Kajian tentang status gizi, tekanan darah dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) pada pekerja wanita usia subur. Desain penelitian pendahuluan (tahap 1) menggunakan desain cross sectional di dua lokasi penelitian yaitu di pabrik garmen PT SUI Kota Bogor dan Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor, yang diawali dengan mendaftar semua wanita berusia 30-45 tahun di kedua tempat. Calon subjek penelitian diundang untuk mendapat penjelasan tentang penelitian meliputi tahapan penelitian serta kerugian dan keuntungan menjadi subjek penelitian. Calon subjek penelitian yang bersedia mengikuti tahapan penelitian diminta untuk mengisi form persetujuan. 2. Kajian tentang pengaruh paparan sinar matahari terhadap perbaikan serum 25(OH)D, tekanan darah dan profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida) pada pekerja wanita usia subur. Rancangan penelitian yang digunakan pada tahap 2 ini adalah penelitian pre-post tanpa kelompok kontrol. Intervensi yang dilakukan adalah pemberian paparan sinar matahari selama 30 menit, 3 kali seminggu selama 12 minggu dilaksanakan di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor. Selama pemajanan subjek diberikan kegiatan senam berupa peregangan sehingga tidak membosankan. 3. Uji efikasi suplementasi vitamin D ditambah kalsium (VDK) terhadap konsentrasi serum 25(OH)D pekerja WUS dibanding vitamin D (VD). Desain penelitian tahap 3 adalah eksperimental murni teracak buta ganda (double blind randomized controlled trial), dilakukan di pabrik garmen PT SUI di Kota Bogor. Penelitian ini terdiri dari dua kelompok perlakuan. Randomisasi dilakukan untuk penempatan subjek dalam kelompok. Kelompok perlakuan terdiri dari 1) Kelompok I diberi suplemen berupa kapsul berisi vitamin D3 400 IU ditambah kalsium 500 mg (VDK), 2) Kelompok II diberi suplemen berupa kapsul berisi 400 IU vitamin D3 (VD). Masing-masing suplemen diminum setiap hari selama 12 minggu. Penelitian ini telah mendapat ethical cleareance dari komisi etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI No. LB.02.01/5.2/KE.093/2013. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 3.
21
Asupan pangan
Suplementasi: 1. Vitamin D ditambah Kalsium (VDK) 2. Vitamin D (VD)
Total asupan energi dan zat gizi (protein, lemak, karbohidrat, vitamin D, kalsium)
Serum 25(OH)D
Status gizi (IMT) Kalsium serum
Tekanan darah (sistolik dan diastolik)
Profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL, trigliserida)
Gambar 3 Kerangka pemikiran
Metode Analisis 1. Pemeriksaan kolesterol total Kolesterol total diperiksa dengan menggunakan monotest Cholesterol CHOD-PAP, dengan metoda enzimatik kolorimetrik dengan batas normal < 200 mg/dL. Kolesterol ditentukan secara enzimatik menggunakan kolesterol esterase dan kolesterol oksidase. Sampel dituang dalam kuvet kecil ditambah reagent kolesterol, diletakkan dalam alat dan pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm dimulai, hasil pemeriksaan akan keluar secara digital. 2. Pemeriksaan kolesterol LDL Pemeriksaan K-LDL dilakukan dengan menggunakan metode LDL Cholesterol CHOD-PAP dengan batas normal 130 mg/dL. Sample dituang dalam kuvet dan ditambahkan reagent K-LDL dan pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm dimulai, hasil pemeriksaan akan keluar secara digital.
22
3. Pemeriksaan kolesterol HDL Pemeriksaan K-HDL dilakukan dengan menggunakan metode HDL Cholesterol CHOD-PAP, secara homogeneous kolorimetrik dengan batas normal 50 mg/dL. Sampel dituang dalam kuvet dan ditambah R1 dan R2 (PEG-modified enzymes/4-amino-antipyrine/buffer) dan pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm dimulai, hasil pemeriksaan akan keluar secara digital. 4. Pemeriksaan trigliserida Trigliserida diperiksa dengan menggunakan pemeriksaan enzimatik kolorimetrik”trigliserida GPO-PAP” dengan batas normal < 150 mg/dL. Sampel dituang dalam kuvet dan ditambah buffer/4-chlorophenol/enzymes dan pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm dimulai serta hasil pemeriksaan akan keluar secara digital. 5. Pemeriksaan serum 25(OH)D total Pemeriksaan serum 25(OH)D total menggunakan metode ELISA dengan kit dari Immunodiagnostic System (IDS) 25(OH)D EIA 5396, dengan batas normal < 20 mg/dL. Prinsip pemeriksaan ini berdasarkan pengujian competitive protein binding, dikarenakan semua 25(OH)D terikat dengan vitamin D binding protein (VBP). Sampel dituangkan ke dalam well, tambahkan VDBP (binding protein), antibodi (Anti-VDBP antibodi), Enzyme conjugate, dan stop solution pada masingmasing well. Pengukuran absorbance dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 450 nm. 6. Pemeriksaan kalsium serum Pemeriksaan kalsium digunakan untuk mengukur konsentrasi kalsium (Ca) di dalam serum, bukan yang tersimpan di dalam tulang. Sebanyak 20 µL serum dicampur dengan Monoreagen 1000 µL. Dicampur dan diinkubasi ketiga tabung tersebut (sampel, standar, blangko) pada suhu 250C selama 5 menit, kemudian membaca absorban sampel dan standar terhadap blangko dengan panjang gelombang 578 nm. 7. Pengukuran tekanan darah Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh seorang dokter menggunakan alat ukur tensimeter digital. Tekanan darah diukur pada lengan kiri subjek penelitian dalam keadaan duduk setelah 10 menit beristirahat. Pengukuran dilakukan dua kali dengan selisih waktu minimal 5 menit, dan kemudian hasil pengukuran dirataratakan. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dari data yang terkumpul di lapangan hingga data siap untuk dianalisis. Data yang telah terkumpul di lapangan diperiksa oleh peneliti, bila terdapat kekurangan data pewawancara akan melengkapi dengan wawancara ulang kepada subjek penelitian. Jawaban pertanyaan dikoding oleh pewawancara sehingga mempermudah proses input data, selanjutnya data diinput ke komputer, dilanjutkan proses pembersihan data dengan melihat setiap sebaran data setiap variabel. Data yang telah dibersihkan selanjutnya
23
dianalisis secara diskriptif (minimal, maksimal, rata-rata dan standar deviasi) dan statistik menggunakan software statistik yaitu SPSS. Data asupan pangan yang dikumpulkan melalui food recall untuk diidentifikasi berbagai jenis dan ukuran pangan yang telah dikonsumsi oleh subjek. Daftar ini digunakan sebagai panduan pada saat melakukan konversi asupan makanan dari ukuran rumah tangga menjadi gram. Konversi ke dalam zat gizi dilakukan dengan menggunakan DKBM, software Nutrisurvey, dan label pangan. Data jumlah pangan yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam energi dan zat gizi meliputi protein, karbohidrat, lemak, vitamin D, dan kalsium. Penghitungan tingkat kecukupan gizi (%AKG) dilakukan dengan membandingkan kandungan zat gizi semua makanan yang dimakan oleh pekerja WUS selama 24 jam dengan AKG 2004 (LIPI 2004). Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk keenam macam zat gizi tersebut adalah energi 1800 kkal, protein 50 gram, lemak 48 gram, karbohidrat 292.5 gram, vitamin D 5 µg (200 IU) dan kalsium 800 mg (LIPI 2004). Analisis data yang pertama dilakukanadalah pengukuran diskriptif terhadap beberapa parameter yang meliputi karakteristik subjek (berat badan, tinggi badan, IMT, umur dan data asupan makanan. Beberapa ukuran yang dianalisis adalah ratarata, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimal. Uji statistik terhadap parameter biokimia darah (serum 25(OH)D, profil lipid, kalsium serum dan tekanan darah) dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah menguji distribusi sebaran normalitas data dengan menggunakan Uji Kosmogorov-Smirnov dan Uji homogenitas varian menggunakan Lavena test. Jika p>0.05 maka sebaran data tergolong terdistribusi normal dan varians data tergolong homogen. Untuk mengetahui perubahan kadar parameter biokimia darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (K-total, K-LDL, K-HDL, trigliserida, serum 25(OH)D, kalsium) serum digunakan Uji paired t-test. Untuk menguji homogenitas antar kelompok perlakuan digunakan Uji t independen. Uji chi-square digunakan untuk menguji kesamaan distribusi proporsi peubah non parametrik. Untuk mengetahui hubungan masing-masing asupan zat gizi terhadap perubahan setiap parameter biokimia darah dan tekanan darah dilakukan uji bivariat dengan uji Pearson bila data terdistribusi normal dan uji Rank Spearman jika data tidak terdistribusi normal.
24
4 PROFIL LIPID DAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA WANITA USIA SUBUR Pendahuluan Penyakit jantung koroner terjadi karena adanya proses aterosklerosis, yaitu pengerasan atau pengapuran pada dinding pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyakit yang terjadi secara perlahan-lahan yang ditandai oleh pengerasan arteri sebagai hasil dari akumulasi kolesterol pada dinding pembuluh darah akibat dari ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran kolesterol. Manifestasi klinis aterosklerosis berupa penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke. Penyakit ini mempunyai penyebab yang multifaktor. Faktor risiko tradisional meliputi hiperlipidemia, penurunan high density lippoprotein (HDL), merokok, obesitas, hipertensi dan diabetes melitus (Sargowo 1998). Kondisi hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko terhadap aterosklerosis yang akhirnya dapat meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular. Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana kadar kolesterol darah di atas 250 mg/dL (Mahan dan Escott-Stump 2008). Berdasarkan SKRT (2004) dilaporkan bahwa prevalensi hiperkolesterolemia di Indonesia pada rentang umur 25-65 tahun sebesar 1.5% dan prevalensi batas tinggi (bila kadar kolesterol total darah berkisar 200-249 mg/dL) adalah sebesar 11.2%. Individu-individu yang tergolong dalam batas tinggi dapat menjadi hiperkolesterolemia apabila tidak menjaga pola hidup sehat dan seimbang. Kelainan lipid darah (dislipidemia) merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan kadar fraksi lipid dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kolesterol LDL, peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Dislipidemia sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (O'Meara et al. 2004). Hasil penelitian Liu et al. (2004) menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan K-HDL rendah pada pekerja disebabkan perubahan pola makan dan kurangnya aktifitas fisik. Menurut rekomendasi NCEP ATP III, K-total <200 mg/dL, trigliserida <150 mg/dL dan K-HDL >50 mg/dL (NCEP 2001). Berdasarkan kadar low density lipoprotein (LDL) <130 mg/dL, hasil studi epidemiologis menunjukkan bahwa penurunan K-total sebesar 1% dapat menurunkan angka kejadian PJK 2-3%. Selain itu, untuk mempertinggi daya diagnostik/prediksi maka perlu dihitung rasio antara 2 jenis lipid, misalnya rasio K-total/HDL, rasio LDL/HDL. Penurunan 2 mg/dL KHDL akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 2%. Sementara bila K-HDL <35 mg/dL, risiko kematian karena penyakit jantung koroner empat kali lipat meningkat (Yuniarti 2000; Chobanian et al. 2003; Wiyono et al. 2004). Gabungan kelainan lemak sering juga terjadi terutama kombinasi abnormal antara trigliserida dan rendah K-HDL, diikuti peningkatan K-LDL dan rendah K-HDL. Gabungan kelainan berbagai lipoprotein memperburuk risiko kardiovaskular (NCEP 2001). Di samping profil lipid, tekanan darah diastolik merupakan indikator risiko penyakit kardiovaskular paling kuat dibanding dengan tekanan darah sistolik sebelum usia 50 tahun (Chobanian et al. 2003). Widyaningsih dan Latifah (2008)
25
menyebutkan bahwa setiap kenaikan usia satu tahun maka tekanan darah sistolik akan meningkat sebesar 0.369 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0.283. Prevalensi hipertensi pada wanita usia subur adalah 64.6% lebih tinggi dibanding angka nasional (31.7%) (Balitbangkes 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji status gizi, tekanan darah dan profil lipid pada pekerja wanita usia subur. Metode Desain penelitian, tempat, waktu dan jumlah subjek Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2013. Lokasi penelitian bertempat di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor dan pabrik garmen PT SUI di Kota Bogor. Formula Sachs digunakan untuk menghitung subjek penelitian minimal dengan mempertimbangkan prevalensi kolesterol total batas tinggi pada rentang usia 25-64 tahun sebesar 11.2% (SKRT 2004). [n = z² x p (1-p)/ (a)²] Keterangan: n = jumlah subjek penelitian minimal z = interval kepercayaan 95% (1.96) p = prevalensi hiperkolesterol usia 25- 64 tahun = 11.2% (SKRT 2004) a = kesalahan yang mungkin (5%) Dari hasil perhitungan berdasarkan formula di atas diperoleh subjek penelitian minimal sebanyak 138 orang. Namun ketika pengumpulan data awal subjek penelitian yang bersedia ikut penelitian awal sebanyak 144 orang. Kriteria inklusi subjek adalah wanita usia subur berusia antara 30-45 tahun, sehat, tidak hamil atau menyusui, tidak merokok atau minum alkohol dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit infeksi dan belum menikah. Penelitian ini telah mendapat ethical cleareance dari komisi etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI No. LB.02.01/5.2/KE.093/2013. Jenis dan cara pengumpulan data Data karakteristik yang dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi nama subjek, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan formal, lama bekerja, kebiasaan konsumsi suplemen. Data status gizi dikumpulkan melalui pengukuran antropometri, yang meliputi penimbangan berat badan (BB) dan pengukuran tinggi badan (TB). Sebelum pengukuran antropometri subjek diminta mengeluarkan isi saku/kantong baju, tidak mengenakan sepatu, dan melepaskan jaket. Untuk pengukuran tinggi dan berat badan menggunakan alat timbang (microtoise) ketelitian 0.1 cm dan timbangan injak (ketelitian 0.1 kg). Pengambilan sampel darah dilakukan secara serentak pada pagi hari (pukul 07.30 – 08.30). Subjek diminta untuk tidak makan dan minum sejak pukul 20.00 sebelum pengambilan darah dilakukan di pagi hari. Sampel darah diambil sebanyak 5 mL melalui pembuluh vena yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (2 orang) dari Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kota Bogor. Sampel darah diletakkan di dalam ice box dan segera dibawa ke Laboratorium Kesehatan Kota Bogor untuk dilakukan analisis profil lipid darah dan kalsium serum. Pemisahan serum dilakukan menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm
26
selama 15 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh seorang dokter menggunakan alat ukur tensimeter. Tekanan darah diukur pada lengan kiri subjek dalam keadaan duduk setelah 10 menit beristirahat. Pengukuran dilakukan dua kali dengan selisih waktu minimal 5 menit, dan kemudian hasil pengukuran dirataratakan. Untuk lebih jelas jenis dan cara pengumpulan variabel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Variabel penelitian dan cara pengukurannya Variabel Cara ukur Alat ukur Status Gizi Menimbang BB Timbangan (IMT) dan TB Takana dan microtoise Kolesterol total
Pengambilan Chemistry darah lewat vena Analyzer dan dianalisis Selectra Yunior Kolesterol Pengambilan Chemistry LDL darah lewat vena Analyzer dan dianalisis Selectra Yunior Kolesterol Pengambilan Chemistry HDL darah lewat vena Analyzer dan dianalisis Selectra Yunior Trigliserida Pengambilan Chemistry darah lewat vena Analyzer dan dianalisis Selectra Yunior Tekanan Mengukur Tensi meter darah sistolik tekanan darah pada lengan kiri Tekanan Mengukur Tensi meter darah tekanan darah diastolik pada lengan kiri Rasio K- Mengukur K- Chemistry Total/K-HDL Total dan K- Analyzer HDL Selectra Yunior Rasio K- Mengukur K- Chemistry LDL/K-HDL Total dan K- Analyzer HDL Selectra Yunior
Hasil ukur Kurus : < 18.5 Normal : 18.5 – 24.9 Overweight : 25.0 – 26.9 Obesitas : ≥ 27.0 Tinggi : ≥230 mg/dL Ambang batas:200-229 mg/dL Normal: <200 mg/dL Tinggi: ≥150 mg/dL Ambang batas:130-149 mg/dL Normal: <130 mg/dL Rendah: <50 mg/dL Normal: ≥ 50 mg/dL Tinggi: ≥ 200 mg/dL Ambang batas:150-199 mg/dL Normal: <150 mg/dL Hipertensi: ≥140 mmHg Prehipertensi: 120-139 mmHg Normal: <120 mmHg Hipertensi: ≥90 mmHg Prehipertensi: 80-89 mmHg Normal: < 80 mmHg Normal: ≤ 5 Tidak Normal: >5 Normal: ≤ 2.5 Tidak Normal: > 2.5
Analisis data Data diolah melalui analisis diskriptif dan inferensial dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis diskriptif digunakan untuk menggambarkan variabel yang
27
diteliti antara lain rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimal, yang disajikan dalam bentuk tabel. Uji chi-square digunakan untuk menguji kesamaan distribusi proporsi peubah non parametrik, dengan taraf kepercayaan p <0.05. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan data dari Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor diperoleh subjek 55 orang berumur 30-45 tahun, namun hanya 33 orang yang hadir saat pengambilan darah. Alasan ketidakhadiran adalah karena menyusui, hamil, sakit, tidak bersedia mengikuti penelitian selama 3 bulan dan pindah tugas. Pabrik garmen PT SUI yang memenuhi kriteria awal inklusi yaitu berumur 30-45 tahun sejumlah 168 orang. Namun yang hadir pada saat pemeriksaan darah sebanyak 111 orang. Alasan ketidakhadiran adalah tidak masuk kerja, hamil dan menyusui, takut diambil darahnya dan tidak puasa. Calon subjek penelitian selanjutnya mengikuti penapisan awal untuk dilakukan pemeriksaan profil lipid (K-total, K-HDL, K-LDL, trigliserida), tekanan darah, penimbangan BB dan pengukuran TB untuk menentukan IMT. Tabel 7 Distribusi IMT dan tekanan darah saat penapisan Variabel IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
Kriteria Kurus Normal Gemuk Obesitas Normal Hipertensi
n 4 69 24 47 51 93
% 2.8 47.9 16.7 32.6 35.4 64.6
Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur untuk mengetahui sebaran status gizi subjek berdasarkan perbandingan BB dalam kilogram dengan TB kuadrat dalam meter. Data tentang distribusi IMT yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase IMT terbesar adalah normal dan obesitas disusul gemuk dan terendah adalah kurang. Data yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa 32.6% subjek penelitian mengalami obesitas dan prevalensi ini jauh di atas prevalensi nasional obesitas pada dewasa wanita yaitu 26.6% (Balitbangkes 2013) . Tekanan darah diukur pada subjek meliputi tekanan sistolik (tekanan darah yang dihasilkan pada saat jantung berkontraksi) dan tekanan diastolik (tekanan darah yang dihasilkan pada saat jantung berelaksasi). Peningkatan tekanan darah merupakan karakteristik dari hipertensi yaitu kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Hasil SKRT 1992, 1995, dan 2001, menunjukkan peningkatan persentase hipertensi yang cukup bermakna yaitu 16.0%, 18.9% dan 26.4% sedangkan Riskesdas 2007 menunjukkan angka sebesar 29.8%. Disebutkan pula bahwa persentase wanita mengalami hipertensi lebih tinggi dibanding laki-laki (Balitbangkes 2007). Hasil penapisan (Tabel 7) menunjukkan bahwa lebih dari separuh subjek penelitian (64.6%) WUS mengalami hipertensi lebih tinggi dibanding angka nasional (31.7%). Prevalensi hipertensi berbeda di 8 propinsi di Jawa Bali. Prevalensi tertinggi di Propinsi Jawa Timur sebesar 27.9 persen, diikuti dengan Propinsi Jawa Barat, Jawa
28
Tengah, DI Yogyakarta, Bali, DKI Jakarta dan terendah adalah Propinsi Banten sebesar 20.3 persen (Balitbangkes 2007). Menurut JNC VII tekanan darah diastolik merupakan indikator risiko penyakit kardiovaskular paling kuat dibanding dengan tekanan darah sistolik sebelum usia 50 tahun (Chobanian et al. 2003). Widyaningsih dan Latifah (2008) menyebutkan bahwa setiap kenaikan usia satu tahun maka tekanan darah sistolik akan meningkat sebesar 0.369 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0.283. Tabel 8 menunjukkan distribusi calon subjek penelitian berdasarkan profil lipid penapisan darah. Persentase terbesar dari profil lipid yang tidak normal adalah kolesterol HDL disusul dengan kolesterol total dan kolesterol LDL dengan jumlah lebih dari kadar trigliserida yang tidak normal yaitu kurang dari 10% subjek. Almatsier (2004) menyatakan bahwa kadar trigliserida dalam tubuh diperoleh dari lemak makanan dan perubahan unsur-unsur energi yang berlebihan terutama asupan karbohidrat sederhana yang berlebihan. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner, meskipun mekanisme pada proses terjadinya aterogenik belum pasti. Selain faktor makanan, faktor lain yang dapat meningkatkan trigliserida adalah kegemukan. Tabel 8 Distribusi profil lipid darah saat penapisan Profil lipid (mg/dL) K-Total K-LDL K-HDL Trigliserida K-Total/K-HDL K-LDL/K-HDL
Rerata±SD 169.3±37.9 101.1±33.0 49.7±9.8 92.6±60.2 3.5±1.0 2.1±0.9
Normal n 116 120 72 132 133 109
% 80.6 83.3 50.0 91.7 92.4 75.7
Tidak normal n % 28 19.4 24 16.7 72 50.0 12 8.3 11 7.6 35 24.3
Standard: NCEP (2001)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata K-HDL mendekati nilai standar normal. Semakin tinggi kadar kolesterol HDL menunjukkan kondisi yang lebih baik. Kolesterol HDL merupakan salah satu jenis kolesterol yang bersifat menghambat kejadian penyakit jantung koroner. Hal tersebut dikarenakan fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol dari jaringan ke hati, yang selanjutnya dikeluarkan di usus halus (Yuniarti 2000). Selain itu HDL juga berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya LDL. Penurunan 2 mg/dL K-HDL akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 2%. Sementara bila kolesterol HDL <35 mg/dL, risiko kematian karena penyakit jantung koroner empat kali lipat meningkat (Yuniarti 2000; Wiyono et al. 2004). Rata-rata K-total subjek sebesar 169.26±37.9 mg/dL dan terdapat 19.4% responden yang memiliki kadar kolesterol total di atas 200 mg/dL. Kolesterol total merupakan ukuran yang paling banyak digunakan untuk menggambarkan kolesterol darah. Kolesterol terdapat dalam darah dalam bentuk lipoprotein maupun jaringan tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai ester yang berikatan dengan asam lemak rantai panjang. Kolesterol berfungsi sebagai komponen membran sel, prekursor garam empedu dan hormon steroid serta salah satu bagian lipoprotein darah. Kolesterol dapat dibentuk dari makanan maupun dari hampir seluruh sel tubuh khususnya hati dan usus. Prekursor pembentuk kolesterol adalah
29
asetil KoA yang diperoleh dari glukosa, asam lemak dan asam amino (Marks et al. 2000). Tabel 9 Profil lipid dan tekanan darah pada pekerja WUS berdasarkan IMT Kriteria
Tidak Obes (n = 97) Obes (n=47) n % n %
p
K-total Normal 84 86.6 32 68.1 0.023 Ambang batas 11 11.3 11 23.4 Tinggi 2 2.1 4 8.5 K-LDL Normal 87 89.7 33 70.2 0.009 Ambang batas 6 6.2 6 12.8 Tinggi 4 4.1 8 17.0 K-HDL Normal 57 58.8 15 31.9 0.003 Rendah 40 41.2 32 68.1 Trigliserida Normal 92 94.8 40 85.1 0.060 Ambang batas 4 4.1 3 6.4 Tinggi 1 1 4 8.5 Tekanan darah sistolik Normal 42 43.3 9 19.1 0.006 Prehipertensi 41 42.3 23 48.9 Hipertensi 14 14.4 15 31.9 Tekanan darah diastolik Normal 74 76.3 23 48.9 0.005 Prehipertensi 4 4.1 4 8.5 Hipertensi 19 19.6 20 42.6 Dislipidemia Tidak 47 48.5 10 21.3 0.002 Ya 50 51.5 37 78.7 Ket: Tidak obes terdiri dari kurus (n=4 orang), normal (n= 69 orang), gemuk (n=24 orang) Rata-rata kadar trigliserida darah subjek 92.58±60.2 mg/dL, dan hanya 8.3% yang memiliki trigliserida di atas 150 mg/dL. Almatsier (2004) menyatakan bahwa kadar trigliserida dalam tubuh diperoleh dari lemak makanan dan perubahan unsurunsur energi yang berlebihan terutana asupan karbohidrat sederhana yang berlebihan. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Selain faktor makanan, faktor lain yang dapat meningkatkan kadar trigliserida adalah kegemukan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa 16.7% subjek penelitian memiliki kadar kolesterol LDL di atas 130 mg/dL, dengan rata-rata kadar kolesterol LDL 101.1±33.0 mg/dL. Peningkatan K-LDL yang merupakan kolesterol yang bersifat aterogenik, berkorelasi positif dengan usia, dan BMI. Subjek penelitian ini mempunyai rasio K-LDL/HDL tidak normal (>2.5) sebesar 24.3%. Beberapa ahli menggunakan rasio K-LDL/HDL untuk mengetahui risiko penyakit jantung
30
koroner. Rasio K-LDL/HDL yang direkomendasikan oleh NCEP ATP III adalah ≤ 2.5. Kadar kolesterol total dan LDL darah yang tinggi dan HDL yang rendah akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (Alwi 1996, AHA 2005). Dislipidemia berhubungan terhadap status gizi dan tekanan darah seseorang. Studi yang dilakukan oleh Liu et al. (2004) menunjukkan bahwa kegemukan lebih banyak terjadi pada individu yang mengalami dislipidemia. Selain itu kondisi dislipidemia akan menyebabkan kerusakan pada endotel dan berkurangnya aktifitas vasomotor sehingga meningkatkan tekanan darah. Studi croos sectional menunjukkan adanya hubungan dislipidemia dengan kejadian hipertensi (Oparil et al. 2003; Boos dan Lip 2006). Dislipidemia adalah suatu keadaan ketidaknormalan profil lipid yang dicirikan meningkatnya kadar trigliserida, K-total, K-LDL, atau rendahnya K-HDL (Osuji et al. 2010). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa proporsi subjek yang menderita dislipidemia lebih tinggi untuk mengalami obesitas daripada subjek yang memiliki berat badan normal (p<0.05). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular (Genest et al. 2009). Kondisi gangguan profil lipid tersebut memicu terjadinya proses inflamasi di dalam tubuh dalam proses aterosklerosis. Simpulan Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ditemukan 32.6% subjek mengalami obesitas dan 16.7% overweight. Sebanyak 64.6% WUS mengalami prehipertensi dan hipertensi. Persentase terbesar dari profil lipid yang tidak normal adalah kolesterol HDL disusul dengan K-total, K-LDL dan kadar trigliserida. Rata-rata Ktotal subjek sebesar 169.3 mg/dL dan terdapat 19.4% subjek yang memiliki K-total di atas 200 mg/dL. Sejumlah 16.7% subjek memiliki K-LDL di atas 130 mg/dL dengan rata-rata K-LDL 101.1 mg/dL. Sejumlah 50% subjek memiliki K-HDL <50 mg/dL dengan rata-rata K-HDL sebesar 49.7 mg/dL. Rata-rata kadar trigliserida darah subjek 92.58±60.2 mg/dL, dan hanya 8.3% yang memiliki trigliserida di atas 150 mg/dL.
31
5 PENGARUH PAPARAN SINAR MATAHARI TERHADAP PENINGKATAN SERUM 25(OH)D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WUS Pendahuluan Data prevalensi defisiensi vitamin D pada WUS di berbagai negara negara Eropa, Amerika, dan Asia (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Jepang dan Hongkong) bervariasi dari 42%-90%. Sampai saat ini sangat jarang dilakukan tentang prevalensi defisit vitamin D apalagi spesifik pada pekerja WUS. Dari beberapa studi yang ada, misalnya Oemardi et al. (2007) menemukan prevalensi defisit vitamin D sebesar 50% pada wanita berusia 45-55 tahun, sedangkan penelitian Setiati (2008) yang melibatkan 74 subjek penelitian wanita berusia 6075 tahun menemukan defisiensi vitamin D cukup tinggi yaitu 35.1%. Hasil penelitian kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia pada 504 Wanita Usia Subur (WUS) berusia 18-40 tahun mendapatkan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 48 nmol/L dengan prevalensi defisiensi sebesar 63% (Green et al. 2008). Wanita pekerja merupakan bagian dari WUS yang perlu mendapatkan perhatian karena rentan terhadap masalah gizi terkait dengan peran fisiologisnya yaitu melahirkan dan menstruasi. Selain itu pekerja wanita seringkali jarang terpapar dengan sinar matahari. Hal ini terkait dengan jam bekerja dimulai dari pagi hingga sore hari dan bekerja di dalam ruangan tertutup sehingga berisiko terjadinya kekurangan vitamin D yang didapatkan dari sinar matahari (Looker et al. 2008). Selain itu faktor yang menyebabkan defisiensi vitamin D meliputi gaya hidup yang cenderung menghindari matahari, penggunaan sunblock, rendahnya asupan makanan kaya vitamin D. Defisiensi vitamin ini dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan sintesis vitamin D melalui fortifikasi makanan, pemberian suplementasi vitamin D dan melalui pajanan sinar matahari (Holick 2007). Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan tidak terdapat kasus intosikasi vitamin D akibat oleh paparan sinar matahari berlebihan (Holick 1988). Orang-orang yang tinggal dekat ekuator yang terpapar sinar matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock, tabir surya memiliki konsentrasi serum 25(OH)D di atas 30 ng/mL (Kauffman 2009). Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga meningkatkan level PTH. Selain itu studi terbaru, defisit vitamin D meningkatkan risiko terjadi diabetes melitus tipe 2, gangguan kardiovaskular yang disebabkan hipertensi, obesitas dan gangguan profil lipid. Kekurangan vitamin D berkaitan dengan insulin resisten, diabetes melitus, disfungsi sel β, penakit autoimun, arthritis, multipel sclerosis, kanker kolon, kanker payudara, kanker prostat, hipertensi dan penyakit kardiovaskular (Stroud et al. 2008). Hanwell et al. (2010) pada penelitiannya membuktikan bahwa rata-rata serum 25(OH)D pada pekerja rumah sakit lebih tinggi pada musim panas daripada musim dingin dengan nilai serum 25(OH)D masing-masing 58.6 ± 16.5 nmol/L dan 38.8 ± 29.0 nmol/L. Demikian pula dengan hasil penelitian Pilz et al. (2012) yang meneliti 111 penderita hipertensi berusia 34-64 tahun di Austria yang diberi pajanan
32
matahari. Hasilnya menunjukkan adanya dapat meningkatkan serum 25(OH)D lebih tinggi di musim panas dibandingkan musim dingin. Dengan meningkatnya jumlah WUS yang bekerja di dalam ruangan, penggunaan tabir surya dan peningkatan penggunaan angkutan umum juga telah membatasi waktu kegiatan di luar ruangan diperkirakan angka defisiensi vitamin D di Indonesia semakin meningkat. Upaya yang dilakukan hanya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, yang biasanya harganya mahal dan makanan sumber vitamin D terbatas. Sampai saat ini penelitian yang memberikan paparan sinar matahari pada kelompok WUS untuk memperbaiki dan mempertahankan serum 25(OH)D belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah paparan sinar matahari dapat memperbaiki status vitamin D, yang berdampak pada perbaikan tekanan darah dan profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL dan trigliserida) pada pekerja WUS. Metode Desain, tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Kantor Sekretariat Daerah Kab. Bogor Jawa Barat pada 21 wanita sehat usia subur dari bulan Februari-Juni 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian pre-post tanpa kelompok kontrol. Intervensi yang dilakukan adalah pemberian paparan sinar matahari selama 30 menit, 3 kali seminggu selama 12 minggu. Populasi dan subjek penelitian Populasi penelitian adalah wanita pekerja berusia 30-45 tahun yang bekerja di Kantor Sekretariat Daerah Kab. Bogor. Jumlah minimal subjek penelitian yang ditetapkan untuk penelitian ini menggunakan asumsi bahwa α= 5% (Zα= 1.96); power of test=90% (Zβ=1.28); SD= 0.44, d=0.5 (Major et al. 2007), sehingga diperoleh jumlah minimum sampel 16 orang. Untuk antisipasi adanya subjek yang drop out, maka jumlah sampel ditambah 30 persen, maka jumlah sampel minimal adalah 21 orang. Daftar keseluruhan wanita usia subur berusia 30-45 tahun di Sekda Kab. Bogor yang diperoleh dari Bagian Kepegawaian Sekda Kab. Bogor sebanyak 55 orang. Penentuan subjek terpilih untuk mengikuti intervensi ditetapkan berdasarkan kriteria awal penapisan ditambah dengan jika salah satu dari profil lipidnya tidak normal. Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 33 calon subjek penelitian dan terjadi drop out sebanyak 12 orang, sehingga di akhir penelitian yang mempunyai data lengkap berjumlah 21 orang. Alasan drop out 12 orang adalah 4 orang tidak bersedia mengikuti intervensi karena sering dinas keluar, 3 orang tidak hadir saat pengambilan darah terakhir, 3 orang sakit tipus, dan 2 orang karena data tidak lengkap. Untuk kegiatan pemberian paparan sinar matahari, dilakukan serangkaian proses seleksi dengan kriteria inklusi yaitu sehat, tidak sedang hamil atau menyusui, telah menikah, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menjalani diet, salah satu profil lipid darah tidak normal (K-total >200 mg/dL, K-LDL >130 mg/dL, trigliserida >150 mg/dL, K-HDL <50 mg/dL. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit infeksi dan belum menikah. Calon subjek penelitian diminta kesediaannya
33
untuk mengikuti penelitian hingga selesai dengan menandatangani informed consent. Pelaksanaan paparan sinar matahari Intervensi yang diberikan adalah paparan sinar matahari. Subjek diminta untuk memajankan wajah dan kedua lengan di bawah sinar matahari selama 30 menit dari pukul 09.00 sampai dengan 09.30, dilakukan tiga kali dalam satu minggu selama 12 minggu. Subjek diminta untuk tidak menggunakan tabir surya. Selama pemajanan subjek diberikan kegiatan senam (tidak terstruktur) berupa peregangan sehingga tidak membosankan. Jenis dan cara pengumpulan data Data karakteristik yang dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner meliputi nama subjek, umur, status pernikahan, tingkat pendidikan formal, lama bekerja, dan kebiasaan asupan suplemen. Data status gizi dengan pengukuran antropometri yang dikumpulkan sebelum dan setelah intervensi, yang meliputi berat dan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan (TB) dilakukan di awal penelitian sedangkan pengukuran berat badan (BB) dilakukan awal dan di akhir intervensi. Sebelum pengukuran antropometri subjek diminta mengeluarkan isi saku/kantong baju, tidak mengenakan sepatu, melepaskan jaket. Berat badan pekerja WUS ditimbang dengan menggunakan timbangan injak merek Takana dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran TB menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Status gizi antropometri pekerja WUS ditentukan dengan menghitung Indeks Massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2), kemudian dikategorikan menjadi kurus (IMT <18.5), normal (IMT 18.5–24.9), overweight (IMT 25-26.9) dan obesitas (IMT ≥27.0) (Departemen Kesehatan 1996). Data tekanan darah dikumpulkan di awal dan akhir intervensi oleh dokter menggunakan alat ukur tensimeter. Tekanan darah diukur pada lengan kiri subjek dalam keadaan duduk setelah 10 menit beristirahat. Pengukuran dilakukan dua kali dengan selisih waktu minimal 5 menit, dan kemudian hasil pengukuran dirataratakan. Pengumpulan data asupan makanan dilakukan dengan menggunakan food recall yang diambil 2 hari yaitu satu hari kerja dan satu hari libur sebelum intervensi dan setelah intervensi. Bahan makanan khususnya jajanan yang sering dikonsumsi oleh subjek, peneliti membeli makanan tersebut di warung sekitar tempat kerja subjek. Semua jenis makanan dan berat makanan dimasukkan ke dalam software Nutrisurvey untuk dihitung energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium. Khusus untuk vitamin D, peneliti menggunakan Food Composition Database in Japan. Hasil asupan makanan tersebut kemudian dibandingkan dengan AKG 2004 untuk mengetahui kecukupan zat gizi setiap subjek penelitian. Data kualitatif asupan pangan dikumpulkan menggunakan Food Frequency Questionnares (FFQ) yang telah dimodifikasi bahan makanannya merupakan data pendukung kuantitatif diambil satu bulan terakhir untuk menggambarkan frekuensi asupan makan subjek. Pengambilan sampel darah pada awal dan akhir intervensi dilakukan secara serentak pada pagi hari (pukul 07.30 – 08.30). Subjek diminta untuk tidak makan dan minum sejak pukul 20.00 sampai dengan sebelum pengambilan darah
34
dilakukan di pagi hari. Sampel darah diambil sebanyak 5 mL melalui pembuluh vena yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (2 orang) dari Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kota Bogor. Sampel darah diletakkan di dalam ice box dan segera dibawa ke Laboratorium Kesehatan Kota Bogor untuk dilakukan analisis profil lipid dan kalsium serum. Pemisahan serum dilakukan dengan sentrifuse dan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Untuk analisis serum 25(OH)D dilakukan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB menggunakan metode ELISA dengan kit 25(OH)D EIA 5396. Serum disimpan dalam freezer pada suhu -200C sebelum dilakukan analisis secara bersama-sama antara baseline dan endline. Data biokimia darah meliputi serum 25(OH)D, profil lipid dan kalsium serum. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali yaitu awal dan akhir intervensi. Sampel darah diambil sebanyak 5 mL melalui pembuluh vena yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (2 orang) dari Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor. Analisis serum 25(OH)D dilakukan di Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB menggunakan kit 25(OH)D EIA 5396, sedangkan untuk analisis K-total, K-LDL, K-HDL, trigliserida, dan kalsium serum darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor. Selama intervensi, setiap awal minggu kepada subjek dibagikan formulir untuk melaporkan (self reported) paparan matahari dan penggunaan suplemen. Selain itu subjek juga diminta mengisi formulir tentang manfaat yang dirasakan, keluhan yang timbul, sakit yang dialami dan obat-obatan yang digunakan. Selama pelaksanaan intervensi, subjek diminta untuk tidak minum suplemen apapun kecuali obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Pengolahan dan analisis data Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi 17. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut, seluruh peubah hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk statistik deskriptif (rerata, standar deviasi, rentang dan frekuensi). Uji statistik paired-sample t-test digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah parametrik sebelum dan setelah intervensi. Untuk mengetahui hubungan masing-masing asupan zat gizi terhadap perubahan setiap parameter biokimia darah dan tekanan darah dilakukan uji bivariat dengan uji Pearson bila data terdistribusi normal (selisih K-total, LDL, HDL, trigliserida, tekanan darah sistolik dan diastolik, serum 25(OH)D, dan kalsium serum) dan uji korelasi Rank Spearman bila data tidak terdistribusi normal (asupan karbohidrat dan vitamin D). Hasil dan Pembahasan Hasil penapisan awal Berdasarkan kriteria awal penapisan, telah ditetapkan individu yang akan menjadi subjek dalam penelitian ini. Sebelum masuk masa intervensi subjek diminta untuk mencatat lama terpapar sinar matahari dan untuk tidak mengkonsumsi suplemen. Apabila mengkonsumsi suplemen diwajibkan untuk
35
mencatatnya selama masa intervensi. Data mengenai distribusi indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik subjek disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Distribusi Indeks Massa Tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum intervensi Variabel IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
Kriteria Kurus Normal Overweight Obesitas Sistolik Normal Pre hipertensi Hipertensi Diastolik Normal Pre hipertensi Hipertensi
n 0 13 5 15
% 0.0 39.4 15.2 45.5
16 11 6
48.5 33.3 18.2
18 7 8
54.5 21.2 24.2
Tabel 10 memperlihatkan bahwa berdasarkan distribusi IMT tidak terdapat calon subjek tergolong kurus, lebih dari 60% subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 15.2% overweight dan persentase tertinggi (45.5%) subjek mengalami obesitas. IMT tertinggi subjek adalah 35.2 dan terendah 18.7. Jika dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yaitu penderita obesitas pada wanita di atas usia 15 tahun adalah sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada calon subjek penelitian mendekati angka dua kali lipat angka nasional. Pengukuran tekanan darah pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur sistolik dan diastolik calon subjek penelitian. Hipertensi apabila tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Hasil penapisan pada penelitian ini ditemukan proporsi hipertensi 18.2% berdasarkan tekanan darah sistolik dan 24.2% berdasarkan diastolik. Angka ini masih dibawah angka hasil Riskesdas 2007 sebesar 29.8%. Hasil penelitian Aghamohammadzadeh dan Heagerty (2012) menyebutkan bahwa keadaan obesitas berkorelasi dengan peningkatan tekanan darah. Di Indonesia, penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan proporsi hipertensi penduduk usia 25 tahun ke atas sebesar 27.8 persen, pada laki-laki 27 persen dan perempuan 29 persen (SKRT 2001). Laporan Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa prevalensi nasional hipertensi pada wanita usia 18 tahun ke atas adalah sebesar 31.7 persen (Balitbangkes 2007). Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya umur baik pada laki-laki maupun perempuan. Sebelum umur 35 tahun prevalensi hipertensi pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan terjadi sebaliknya setelah umur 35 tahun atau lebih. Hal ini berarti bahwa penderita hipertensi di Indonesia terjadi pada umur yang lebih muda dibandingkan hasil penelitian di India. Hasil penelitian di India menunjukkan risiko hipertensi meningkat pada kelompok umur 45 tahun atau lebih, pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (Kusuma et al. 2003).
36
Kadar profil lipid serta prevalensi dislipidemia sebelum intervensi Tabel 11 menunjukkan distribusi calon subjek penelitian berdasarkan profil lipid sebelum diberikan paparan sinar matahari. Persentase terbesar dari profil lipid yang tidak normal adalah kolesterol total diikuti dengan LDL dan HDL dengan jumlah mendekati 50%, sedangkan untuk trigliserida yang tidak normal persentasenya di bawah 20%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata kolesterol total dan LDL lebih tinggi dari normal sedangkan rata-rata kolesterol HDL dan trigliserida masih tergolong normal. Lebih dua per tiga calon subjek penelitian (81.8%) memiliki rasio kolesterol total/HDL normal, namun terdapat hampir separuh calon subjek penelitian (45.5%) memiliki rasio LDL/HDL tergolong tidak normal. Hal ini disebabkan karena rata-rata kadar kolesterol HDL subjek di atas normal yaitu 57.0±30.1 (Tabel 11). Tingginya persentase obesitas dan rasio kolesterol total/HDL pada calon subjek penelitian dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko PJK. Li et al. (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan kolesterol HDL rendah pada pekerja disebabkan perubahan pola makan dan kurangnya aktifitas fisik. Tabel 11 Distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum intervensi Profil lipid
K-Total K-LDL K-HDL Trigliserida Rasio K-total/HDL Rasio LDL/HDL
Standar normal (mg/dL) < 200 < 130 > 50 < 150 ≤5 ≤2.5
Rerata±SD
209.7±36.4 133.0±33.8 57.0±30.1 108.6±69.3
Normal n 12 14 17 27 27 18
% 36.3 42.4 51.5 81.8 81.8 54.5
Tidak normal n 21 19 16 6 6 15
% 63.6 57.6 48.5 18.2 18.2 45.5
Karakteristik subjek Umur subjek berada pada rentang 31 tahun sampai dengan 44 tahun dengan rerata 38.3±3.3 tahun. Rerata berat badan dan tinggi badan subjek sebelum intervensi adalah 56.6±10.5 kg (42.0-82.0 kg) dan 150±1 cm (140-170 cm). Rerata nilai IMT subjek sebesar 25.1±4.2 kg/m2 (18.7-34.1 kg/m2). Berdasarkan IMT tidak satupun subjek yang tergolong kurus, hampir separuh (47.6%) subjek tergolong status gizi normal, dan lebih dari separuh subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 42.9% subjek tergolong obesitas dan 9.5% overweight (Tabel 12). Bila dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yang menemukan wanita berusia di atas 15 tahun mengalami obesitas sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada penelitian ini hampir dua kali lipat angka nasional, menyebabkan risiko terkena penyakit degeneratif semakin besar. Nilai rerata berat badan pekerja wanita adalah 56.6 kg dengan berat badan terendah subjek adalah 42.0 kg dan tertinggi 82.0 kg, sedangkan rata-rata tinggi badan subjek 150 cm dengan tinggi badan terendah adalah 140 cm dan tertinggi 170 cm. Status gizi antropometri pekerja wanita diukur dengan menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) (Departemen Kesehatan 1996). IMT merupakan salah satu ukuran antropometri yang digunakan untuk mengukur status gizi yakni dengan
37
membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2), kemudian dikategorikan menjadi kurus (IMT <18.5), normal (IMT 18.5–24.9), overweight (IMT 25-26.9) dan obesitas (IMT ≥27.0). Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata IMT subjek 25.1±4.2 kg/m2 dengan IMT terendah 18.7 kg/m2 dan tertinggi 34.1 kg/m2. Berdasarkan IMT tidak satupun subjek yang tergolong kurus, hampir separuh (47.6%) subjek tergolong status gizi normal, dan lebih dari separuh subjek memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 42.9% subjek tergolong obesitas dan 9.5% overweight. Bila dibanding dengan angka nasional berdasarkan Riskesdas 2007 yang menemukan wanita berusia di atas 15 tahun mengalami obesitas sebesar 23.8%, maka prevalensi obesitas yang ditemukan pada penelitian ini hampir dua kali lipat angka nasional, yang menyebabkan risiko terkena penyakit degeneratif semakin besar. Tabel 12 Karakteristik subjek sebelum perlakuan Variabel Usia (tahun)
Rerata±SD 38.3±3.3
IMT (kg/m2)
25.1±4.2
K-total (mg/dL)
210.0±27.1
K-LDL (mg/dL)
134.4±24.3
K-HDL (mg/dL)
54.6±10.4
Trigliserida (mg/dL)
104.6±59.1
Rasio koles/HDL
4.0±0.9
Rasio LDL/HDL
2.6±0.7
Serum 25(OH)D (ng/dL)
15.7±4.1
Kriteria 30-34 35-39 40-44 Kurus Normal Overweight Obesitas Normal Tidak normal Normal Tidak normal Normal Tidak normal Normal Tidak normal Normal Tidak normal Normal Tidak normal Defisiensi Tidak cukup Cukup
n 3 13 5 0 10 2 9 8 13 10 11 9 12 18 3 20 1 14 7 3 14 4
% 14.3 61.9 23.8 0.0 47.6 9.5 42.9 38.1 61.9 47.6 52.4 42.9 57.1 85.7 14.3 95.2 4.8 66.7 33.3 14.3 66.7 19.0
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa profil lipid subjek sebelum intervensi, terlihat bahwa rata-rata serum kolesterol total dan LDL lebih tinggi dari normal sedangkan rata-rata trigliserida dan HDL masih tergolong normal. Jika dilihat dari besarnya persentasi profil lipid, terlihat bahwa lebih dari separuh jumlah subjek memiliki kadar K-total di atas normal, sedangkan K-LDL yang tergolong normal mendekati separuh jumlah responden. Sementara trigliserida dan K-HDL yang tergolong normal lebih dari separuh responden. Lebih dua per tiga subjek penelitian (85.7%) memiliki rasio K-total/HDL normal, namun terdapat lebih sepertiga subjek (38.1%) memiliki rasio K-LDL/HDL tergolong tidak normal.
38
Tingginya persentase obesitas dan rasio K-LDL/HDL pada calon subjek penelitian dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko PJK. Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi Nilai rerata asupan energi dan zat gizi yang diukur pada pekerja wanita untuk energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium dapat dilihat pada Tabel 13. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk keenam macam zat gizi tersebut adalah energi 1800 kkal, protein 50 gram, lemak 48 gram, karbohidrat 292.5 gram, vitamin D 5 µg (200 IU) dan kalsium 800 mg (LIPI 2004). Tabel 13 menunjukkan rata-rata asupan zat gizi subjek sebelum dan setelah intervensi. Persentase perbandingan antara asupan dengan angka kecukupan gizi atau %AKG. Kecukupan energi subjek baik sebelum maupun setelah intervensi masih jauh dari kecukupan, dimana rata-rata kecukupan sebelum intervensi sebesar 59.1% (22.1% - 101.6%) dan setelah diberikan intervensi 75.1% (47.2% - 112.6%). Hasil perhitungan % AKG makro pada pekerja wanita untuk energi termasuk kategori kurang. Rerata asupan energi meningkat dari 1065 kalori sebelum intervensi menjadi 1352 kalori setelah intervensi. Hampir seluruh subjek mengkonsumsi nasi sebagai sumber utama energi. Hasil uji t memperlihatkan bahwa ada perbedaan nyata sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Tabel 13 Asupan zat gizi sebelum dan setelah intervensi Asupan Sebelum Setelah p value
Energi (Kal) 1065 1352 0.000
Protein (g) 36.3±13.4 45.0±9.3 0.003
Lemak (g) 37.2±15.0 58.3±18.8 0.000
Karbohirat (g) 175±166 208±124 0.472
Vitamin D (µg) 1.3±2.4 1.0±2.4 0.141
Kalsium (mg) 229±150 249±175 0.67
1) t-test berpasangan (p<0.05 ada perbedaan nyata sebelum dan setelah intervensi)
Tabel 13 juga menunjukkan bahwa kecukupan protein sebelum dan setelah pemberian paparan sinar matahari berbeda signifikan, meskipun masih di bawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (72.6% dan 90%). Kisaran AKG sebelum intervensi (19.6% - 116%) lebih rendah dibanding setelah intervensi (54.6% 123.2%). Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Indriani et al. ( 2011) yang menemukan kecukupan protein pada pekerja wanita sebesar 107%. Rata-rata asupan protein sebelum (36.3 gr) dan setelah intervensi (45.0 gr) lebih rendah bila dibanding hasil kajian Riskesdas 2010 pola asupan penduduk Indonesia berdasarkan asupan protein 9-14% total energi (48.4 g/hari75.3 g/hari). Kemungkinan masih belum tercapainya pemenuhan AKG protein karena masih kurangnya asupan sumber protein hewani. Pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam, dan ayam, sedangkan daging, dalam sebulan terakhir tidak dikonsumsi oleh subjek. Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 25% asupan total energi. Jika AKG energi adalah 1800 Kkal, sebaiknya tidak lebih 25% dari AKG adalah 50 gram lemak sehingga rata-rata asupan subjek sebelum intervensi sebesar 37.2 g lemak memenuhi sekitar 77.5% AKG lemak atau 18.6 % dari total energi AKG. Jika dibanding dengan asupan rata-rata subjek, sebelum intervensi asupan lemak di atas 25% total energi, sementara setelah intervensi meningkat mendekati 29.15% total energi. Asupan lemak setelah intervensi pada penelitian ini hampir sama dengan
39
temuan Riskesdas 2010 yang melaporkan bahwa pola asupan lemak penduduk Indonesia sekitar 24-36% dari total energi. Hasil penelitian Adachi et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat tren peningkatan kadar kolesterol darah seiring dengan tren peningkatan asupan protein dan lemak di Jepang selama 50 tahun. Kecukupan karbohidrat sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda bermakna, meskipun pada setelah intervensi terlihat sedikit lebih tinggi. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) disebutkan bahwa kebutuhan karbohidrat sebesar 65% total energi atau sebesar 292.5 g/hari wanita 30-49 tahun. Jika dibandingkan dengan angka ini, maka persentasi asupan karbohidrat subjek sebelum intervensi 59.9% total energi dan setelah intervensi meningkat menjadi 70.9% total energi. Kecukupan vitamin D baik sebelum maupun setelah intervensi tidak berbeda bermakna (p>0.05) dan masih jauh dari angka kecukupan, dimana rata-rata kecukupan sebelum intervensi sebesar 26.0% dan setelah intervensi 20%. Sebagian besar subjek tidak mengkonsumsi sumber vitamin D pada produk makanan, dikarenakan sumber vitamin D pada makanan sangat terbatas. Ditemukan subjek dengan asupan vitamin D di atas AKG, yang diperoleh dari suplemen yang dikonsumsi setiap hari oleh subjek penelitian. Berdasarkan hasil food recall sumber utama vitamin D yang dikonsumsi oleh subjek adalah telur ayam, daging sapi, energen, yogurt, susu bubuk, susu high calcium low fat, keju dan kuning telur. Kecukupan gizi kalsium tergolong sangat rendah di bawah 35%. Rendahnya asupan kalsium subjek disebabkan kurangnya dalam mengkonsumsi pangan hewaninya yang merupakan sumber kalsium utama seperti susu dan ikan teri. Berdasarkan hasil wawancara menggunakan FFQ, pangan sumber kalsium yang sering dikonsumsi subjek adalah tempe (85.7%) dan tahu (71.4%). Status serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi Kepatuhan subjek untuk mengikut intervensi terkategori rendah, diperoleh rata-rata kepatuhan 50.3%, dengan persentase terendah 22.2 persen dan tertinggi 97.2 persen. Alasan subjek tidak mengikuti intervensi secara rutin adalah dinas, rapat, sakit, dan ada anggota keluarga yang sakit. Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak, yang sumber utamanya adalah paparan sinar matahari yang akan mensintesis vitamin D3 (kolekalsiferol) dari kulit manusia. Tingginya defisiensi vitamin D sangat terkait dengan paparan sinar matahari yang rendah. Penggunaan tabir surya, pergeseran dalam banyak pekerjaan dari kegiatan di luar ruangan (seperti pertanian dan memancing) menjadi kegiatan indoor (layanan dan informasi) peningkatan penggunaan angkutan umum juga telah membatasi waktu kegiatan di luar ruangan. Letak Indonesia di bumi ini berada di wilayah 6°LU (Lintang Utara) - 11°08' LS (Lintang Selatan) dan 95°BT - 141° BT, negara yang kaya matahari sepanjang tahun. Sejogyanya orang-orang yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar dengan sinar matahari tanpa pelindung sinar matahari memiliki konsentrasi 25(OH)D di atas 30 ng/mL. Menurut Institute of Medicine (IOM) 2011, serum 25(OH)D dikategorikan atas defisiensi apabila serum 25(OH)D < 12 ng/mL (< 30 nmol/L), rendah 12-20 ng/mL (30-50 nmol/L, cukup ≥ 20 ng/mL (≥ 50 nmol/L) (Ross et al. 2011). Lebih dari dua per tiga subjek (81%) memiliki serum vitamin D tidak normal terbagi menjadi 66.7% rendah dan 14.3% defisiensi. Rata-rata serum 25(OH)D 15.7 ng/mL dengan serum tertinggi subjek adalah 23.4 dan terendah 7.2 ng/mL.
40
Hasil ini sejalan dengan temuan Green et al. (2008) bahwa 63% WUS di Jakarta mengalami defisiensi vitamin ini dengan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D adalah 19.2 ng/mL. Tabel 14 Rata-rata kadar serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi Parameter Serum 25(OH)D (ng/mL) Kalsium serum (mg/dL)
Sebelum 15.7±4.1
Setelah 18.2±4.6
Selisih 2.5
% selisih 15.9
p value 0.05
13.0 ± 0.5
9.8 ± 0.3
-3.2
-24.6
0.000
Hasil penelitian Nurbazlin et al. (2013) menunjukkan bahwa rata-rata kadar serum 25(OH)D wanita berusia di atas 40 tahun di perkotaan sedikit lebih rendah dibanding hasil penelitian ini yaitu 12.76 ng/dL. Hasil penelitian Islam et al. (2008) menunjukkan bahwa wanita yang bekerja 14-16 jam setiap hari di perusahaan garmen mempunyai serum 25(OH)D rendah yaitu 14.68 ng/mL. Produksi vitamin D endogen memerlukan paparan kulit terhadap radiasi UVB dengan panjang gelombang 290-315 nm, yang mungkin didapat sepanjang tahun di negara tropis. Banyak faktor yang dapat membatasi kulit sintesis vitamin D, termasuk kondisi lingkungan seperti polusi, waktu yang dihabiskan di dalam ruangan dan kondisi kerja, kebiasaan berpakaian (cuaca, budaya dan agama), pigmentasi kulit dan penggunaan tabir surya. Sinar ultraviolet (UVB) yang berasal dari matahari akan diserap oleh kulit dan akan mengubah 7-dehidrokolesterol di kulit menjadi previtamin D3, yang selanjutnya secara spontan akan dikonversikan menjadi vitamin D3 dan seterusnya akan menjalani metabolisme di hati menjadi 25(OH)D dan di ginjal menjadi 1,25(OH)2D3 Holick (1995). Studi Setiati et al. (2007) pada kelompok usia lanjut di Bekasi dan Jakarta menunjukkan paparan matahari 25 menit tiga kali seminggu pada pukul 09.00 WIB dapat memperbaiki status vitamin D. Menurut Holick (2004) cara yang sederhana mendapatkan UVB dengan membiarkan wajah, telapak tangan, dan lengan terkena sinar matahari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan sinar matahari pada pukul 09.00 sampai dengan 09.30, tiga kali seminggu selama 12 minggu secara nyata meningkatkan serum 25(OH)D pada pekerja WUS sebesar 15.9%. Hasil serupa dikemukakan oleh Nurbazlin et al. (2013) bahwa konsentrasi serum 25(OH)D mempunyai hubungan positif terhadap lamanya terpapar sinar matahari. Tekanan darah sebelum dan setelah intervensi Tabel 15 menyajikan rata-rata dan rata-rata selisih tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan setelah intervensi. Rata-rata dan standar deviasi tekanan darah sistolik sebelum intervensi sebesar 122.6±17.6 mmHg dan menurun sebesar 11.2% menjadi 111.4±12.4 mmHg setelah intervensi. Hal serupa terjadi pada tekanan darah diastolik terjadi penurunan sebesar 7.5%, dengan rata-rata dan standar deviasi tekanan darah diastolik sebelum intervensi sebesar 80.3±11.6 mmHg menjadi 74.3±6.0 mmHg setelah intervensi. Peningkatan serum vitamin D dalam darah secara langsung atau tidak langsung telah terbukti mengurangi tekanan darah pada beberapa studi. Studi Krause et al. (1998) pada 18 penderita hipertensi ringan yang diberi UVB dan UVA,
41
3 kali seminggu selama 6 minggu, melaporkan bahwa terjadi peningkatan 162% serum 25(OH)D dalam kelompok UVB bersamaan dengan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik sebanyak 6 mmHg. Tidak ada perubahan tekanan darah pada kelompok UVA (UVA tidak memproduksi vitamin D). Pilz et al. (2012) meneliti 111 penderita hipertensi berusia 34-64 tahun di Austria yang diberi paparan matahari pada musim panas dan musim dingin diperoleh hasil pajanan matahari dapat meningkatkan serum 25(OH)D lebih tinggi di musim panas dibandingkan musim dingin dan menurunkan paratiroid hormon (PTH). Pajanan matahari menjadi penting untuk menjaga fisiologi vitamin D dan status PTH. Tabel 15 Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan setelah intervensi Parameter Sebelum Setelah Selisih % selisih Sistolik (mmHg) 122.6±17.6 111.4 ± 12.4 -11.2 -9.1 Diastolik (mmHg) 80.3±11.6 74.3±6.0 -6.0 -7.5
p value 0.004 0.011
Kadar profil lipid sebelum dan setelah intervensi Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata serum K-total dan LDL lebih tinggi dari normal sedangkan rata-rata trigliserida dan HDL masih tergolong normal. Jika dilihat dari besarnya persentasi profil lipid, terlihat bahwa lebih dari separuh jumlah subjek memiliki kadar kolesterol total di atas normal, sedangkan kolesterol LDL yang tergolong normal mendekati separuh jumlah responden. Trigliserida dan HDL yang tergolong normal ditemukan pada lebih dari separuh subjek penelitian. Lebih dua per tiga subjek (85.7%) memiliki rasio K-total/HDL normal, namun terdapat lebih sepertiga subjek (38.1%) memiliki rasio LDL/HDL tergolong tidak normal. Tingginya persentase obesitas dan rasio LDL/HDL pada calon subjek penelitian dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko PJK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paparan sinar matahari dapat memperbaiki profil lipid secara bermakna terutama K-total sebesar 10.3%, K-LDL sebesar 17.1%, namun tidak terjadi penurunan trigliserida dan peningkatan K-HDL. Pada Tabel 16 disajikan rata-rata selisih profil lipid darah sebelum dan sesudah perlakuan. Penurunan K-total subjek sebesar 21.8 mg/dL dari 210.0 mg/dL menjadi 188.2 mg/dL. Hal serupa terjadi pada K-LDL, setelah intervensi sebesar 23 mg/dL dari 134.4 mg/dL menurun menjadi 111.4 mg/dL. Hal ini juga diperkuat oleh hasil uji t yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan K-total dan K-LDL darah setelah mendapat paparan sinar matahari selama 12 minggu (p < 0.05). Terjadi sedikit peningkatan pada trigliserida dari 104.6 mg/dL menjadi 107.7 mg/dL di akhir intervensi. K-HDL menurun dari 54.6 mg/dL menjadi 52.7 mg/dL setelah intervensi. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada α<0.05 K-HDL dan trigliserida. Carbone et al. (2008) meneliti pada 50 individu dewasa yang diberikan paparan UV 2 kali seminggu selama 12 minggu dan memperlihatkan peningkatan serum 25(OH)D dan hasil juga menunjukkan adanya korelasi negatif serum 25(OH)D dengan K-HDL dan rasio LDL: HDL. Martins et al. (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa serum 25(OH)D berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular pada orang dewasa AS. Subjek yang memiliki serum 25(OH)D di bawah 21 ng/mL memiliki risiko 1.47 kali memiliki kadar trigliserida di atas 150 mg/dL dan tidak terdapat hubungan signifikan antara kadar serum 25(OH)D dengan K-total (p=0.65).
42
Tabel 16 Profil lipid sebelum dan setelah intervensi Parameter K-Total (mg/dL) K-LDL (mg/dL) K-HDL (mg/dL) Trigliserida (mg/dL)
Sebelum 210.0 ± 27.1 134.4 ± 24.3 54.6 ± 10.4 104.6 ± 59.1
Setelah 188.2 ± 27.9 111.4 ± 26.5 52.7 ± 11.5 107.7 ± 55.3
Selisih -21.8 -23.0 -1.9 3.1
% selisih -10.3 -17.1 3.5 2.9
p value 0.000 0.000 0.205 0.697
Tidak cukupnya paparan sinar matahari dan rendah asupan vitamin D menyebabkan rendahnya sirkulasi serum 25(OH)D dalam darah sehingga menyebabkan kalsitriol rendah. Bila terjadi penurunan vitamin D meningkatkan PTH. Kelebihan PTH dapat mengganggu metabolisme kalsium intraseluler dan mempromosikan aterosklerosis kronis. Meningkatnya vitamin D dapat memperbaiki profil lipid melalui mekanisme vitamin D reseptor (VDR) menghambat proliferasi, penekanan kalsifikasi vaskular, mengdown regulasi inflamasi sitokin, dan penurunan paratiroid hormon (PTH) (Pilz et al. 2012). Pengaruh asupan makanan terhadap parameter darah Asupan makanan yang diterjemahkan dalam zat gizi dapat mempengaruhi status biokimia darah seseorang. Pada tabel berikut disajikan hasil uji hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat,vitamin D dan kalsium serum) dengan perubahan atau delta biokimia darah. Hasil analasis bivariat menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap delta K-LDL adalah hanya asupan karbohidrat. Terlihat semakin tinggi asupan karbohidrat maka semakin kecil penurunan K-LDL yang terjadi selama intervensi. Delta K-total, K-HDL, delta trigliserida, delta sistolik, diatolik dan delta serum 25(OH)D dalam penelitian ini tidak dipengaruhi asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium. Tabel 17 Uji bivariat asupan makanan dengan parameter biokimia darah Asupan makanan Energi Protein Lemak Karbohidrat
Delta Ktotal ns ns ns ns
Delta KLDL ns ns ns 0.016
Delta KHDL ns ns ns ns
Delta TG ns ns ns ns
Delta TDS ns ns ns ns
Delta TDD ns ns ns ns
Delta 25(OH)D ns ns ns ns
Vitamin D Kalsium
ns ns
ns ns
ns ns
ns ns
ns ns
ns ns
ns ns
Keterangan: ns = not significant Simpulan Paparan sinar matahari 30 menit pada pukul 09.00 – 09.30, tiga kali seminggu selama 12 minggu memiliki efek meningkatkan serum 25(OH)D sebesar 15.9% dan peningkatan serum vitamin ini berdampak mengurangi kolesterol total sebesar 10.3% dan LDL sebesar 17.1%, tekanan darah sistolik sebesar 9.1% dan diastolik sebesar 7.5%. Paparan sinar matahari adalah metode yang efektif dan tanpa biaya untuk mempertahankan dan memperbaiki status vitamin D.
43
6 EFIKASI SUPLEMENTASI VITAMIN D DAN KALSIUM TERHADAP PERBAIKAN STATUS SERUM 25(OH)D, TEKANAN DARAH DAN PROFIL LIPID PEKERJA WUS Pendahuluan Wanita pekerja merupakan bagian dari Wanita Usia Subur (WUS) yang perlu mendapatkan perhatian karena rentan terhadap masalah gizi disebabkan peran fisiologis wanita untuk melahirkan dan menjalani menstruasi. Selain itu pekerja wanita tersebut jarangnya terpapar dengan sinar matahari. Hal ini terkait dengan jam bekerja dimulai dari pagi hingga sore dan bekerja di dalam ruangan tertutup sehingga berisiko terjadinya kekurangan vitamin D akibat kurangnya sinar matahari (Looker et al. 2008). Faktor yang menyebabkan defisiensi vitamin D pada perempuan meliputi gaya hidup yang cenderung menghindari sinar matahari, penggunaan sunblock, rendahnya asupan makanan kaya vitamin D serta bekerja di dalam ruangan dalam jangka waktu yang panjang. Defisiensi vitamin ini dapat diatasi dengan meningkatkan sintesis vitamin D melalui pajanan sinar matahari, fortifikasi makanan atau memberikan suplementasi vitamin D (Holick 2007). Individu akan berisiko mengalami vitamin D apabila tidak cukup serum 25(OH)D), pajanan sinar matahari terbatas, kulit gelap, kulit terlindung dari sinar matahari oleh kaca, pakaian panjang, atau lotion tabir surya dan atau rendah asupan vitamin D dalam diet. Pencegahan defisiensi ini pada usia 19-50 tahun dilakukan dengan mengonsumsi suplemen vitamin D sedikitnya 600 IU/hari sehingga dapat mencegah penyakit tulang dan fungsi otot. Namun untuk meningkatkan serum 25(OH)D hingga di atas 30 ng/mL direkomendasikan untuk mengonsumsi suplemen vitamin D 1500-2000 IU/hari (Holick et al. 2011). Studi yang dilakukan Major et al. (2007) pada 63 wanita berumur 38-48 tahun diberikan suplementasi vitamin D 200 IU ditambah 600 mg kalsium selama 15 minggu dapat menurunkan rasio K-LDL:HDL (p<0.01), menurunkan K-LDL (p<0.05), namun tidak memperbaiki keadaan hipertensi. Hasil penelitian yang dilakukan pada wanita berusia 16-50 tahun di berbagai negara menunjukkan rata-rata asupan kalsium masih rendah, antara lain di USA 626 mg/hari, Bangladesh 180 mg/hari, Malaysia 386 mg/hari, Indonesia 270 mg/hari (Peterlik dan Cross 2005). Angka-angka ini masih jauh di bawah AKG pada masing-masing negara. Penambahan kalsium pada penelitian ini juga bertujuan untuk meningkatkan asupan kalsium WUS. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekurangan vitamin D adalah melalui pemberian suplementasi yang bertujuan untuk memperbaiki status serum 25(OH)D kepada pekerja WUS yang bekerja di garmen. Selain itu diharapkan pemberian suplemen vitamin D dapat menurunkan tekanan darah, K-total, K-LDL, menaikkan K-HDL, dan trigliserida, Perbedaan perlakuan dilakukan pada jenis intervensi yaitu suplemen vitamin D ditambah kalsium (VDK), dan suplemen vitamin D saja (VD). Dosis yang diberikan adalah 400 IU vitamin D namun pada salah satu kelompok ditambah 500 mg kalsium. Penelitian ini mengkaji efikasi suplementasi VDK terhadap perbaikan serum 25(OH)D pada kelompok pekerja WUS dan dampak perbaikan tersebut terhadap tekanan darah serta profil
44
lipid. Efikasi tersebut diuji dengan membandingkannya dengan suplementasi vitamin D saja (VD). Metode Desain, tempat dan waktu penelitian Desain penelitian ini adalah eksperimental murni teracak buta ganda (double blind randomized controlled trial) dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan No. LB.02.01/5.2/KE.093/2013. Penelitian lapang dilaksanakan 6 bulan pada bulan Februari hingga Juli 2013, di pabrik garmen PT SUI Kota Bogor. Pemilihan lokasi dan subjek penelitian di pabrik garmen PT SUI, Kota Bogor didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: 1. Karyawati pabrik merupakan kelompok wanita usia subur yang berisiko paparan matahari sangat rendah 2. Jam operasional pabrik ini dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan 18.00 dan tidak memiliki pembagian shift 3. Tingkat sosial ekonomi serta aktifitas fisik karyawati hampir sama 4. Pengaruh makanan dapat dikontrol karena sebagian besar makan pagi dan siang dibeli dari warung sekitar pabrik. 5. Mudah mendistribusikan bahan suplemen dan mudah mengontrol kepatuhan mengkonsumsi suplemen Formulasi kapsul suplemen Formulasi kapsul suplemen kedua kelompok perlakuan tersebut berupa serbuk berwarna cream keputihan yang dikemas dalam satu butir kapsul orange dengan ukuran 0 (sedang) kemudian dibungkus kembali/strip. Sebagai filler untuk kedua kelompok formula suplemen digunakan selulosa. Seluruh suplemen untuk penelitian ini diformulasikan di Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi (STTIF) Bogor, kemudian formulasi tersebut diuji kembali di laboratorium keamanan pangan Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor dan Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor untuk mengetahui kandungan vitamin D dan kalsium masing-masing formulasi serta kehomogenitasan dari kapsul. Formulasi VDK terdiri dari 392.5 IU vitamin D dan 498.6 mg kalsium sedangkan formulasi VD terdiri dari 393.8 IU vitamin D. Penarikan contoh penelitian Subjek penelitian adalah wanita pekerja berusia 30-45 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan dipilih secara random. Adapun kriteria inklusi adalah sehat, telah menikah, tidak sedang hamil dan menyusui, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menjalani diet, salah satu profil lipid darah tidak normal (K-total >200 mg/dL, K-LDL >130 mg/dL, trigliserida >150 mg/dL, KHDL <50 mg/dL), dan bersedia menandatangani formulir persetujuan etik informed consent. Sedangkan kriteria eksklusi adalah menderita penyakit infeksi dan belum menikah. Jumlah minimal subjek penelitian yang ditetapkan untuk penelitian ini menggunakan asumsi bahwa tingkat kesalahan (α) = 5% (Zα = 1.96), power of test = 90% (Zβ = 1.28). Perhitungan besar subjek penelitian menggunakan rumus:
45
n = 2 (SD)2 [ Zα+Zβ]2 d2 a. Berdasarkan perhitungan, diperoleh besar subjek penelitian minimal (n) untuk variabel serum 25(OH)D dengan SD=7.1 ng/mL, d= 9.3 ng/mL (Holick dan Chen (2008) adalah 13 subjek penelitian untuk setiap perlakuan. Untuk mengantisipasi drop out, maka jumlah subjek penelitian ditambah 30 persen masing-masing kelompok perlakuan sehingga diperoleh 17 sampel setiap perlakuan. Besar sampel yang diperlukan sebanyak 34 orang. b. Berdasarkan perhitungan, diperoleh besar subjek penelitian minimal (n) untuk variabel hipertensi dengan SD = 25.84, d = 39.19 (Pfeifer et al. 2001) adalah 9 orang subjek penelitian untuk setiap perlakuan. Untuk mengantisipasi adanya subjek drop out, maka jumlah subjek penelitian ditambah 30 persen masing-masing kelompok perlakuan sehingga diperoleh 12 sampel setiap perlakuan. Besar subjek penelitian yang diperlukan sebanyak 24 orang. c. Besar subjek penelitian untuk variabel profil lipid adalah 16 subjek untuk tiap kelompok perlakuan, dimana SD kolesterol total = 0.44, d = 0.5 (Major et al. 2007). Untuk antisipasi adanya subjek yang drop out, maka jumlah subjek penelitian ditambah 30 persen masing-masing kelompok perlakuan sehingga diperoleh 21 subjek setiap perlakuan. Besar subjek penelitian yang dibutuhkan sebanyak 42 orang. Berdasarkan perhitungan besar subjek penelitian tersebut, yang dipilih adalah perhitungan jumlah subjek penelitian dengan angka yang paling besar yakni menggunakan variabel profil lipid. Setiap WUS berusia 30-45 tahun di kedua tempat yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan selanjutnya dilakukan pemilihan secara acak untuk mendapatkan 21 subjek penelitian. Pemilihan subjek untuk kelompok intervensi pemberian suplementasi di pabrik garmen dilakukan dengan random allocation (randomisasi), dengan tujuan agar perbedaan yang terjadi semata-mata disebabkan karena perbedaan perlakuan, dan bukan oleh karena perbedaan karakteristik subjek pada masing-masing kelompok. Secara acak subjek penelitian dibagi menjadi dua perlakuan, dimana setiap perlakuan terdiri dari 21subjek. Setelah diketahui hasil pemeriksaan darah awal (baseline), kemudian dilakukan penempatan subjek untuk kedua jenis perlakuan yang berbeda secara random untuk menentukan subjek yang mendapat suplemen vitamin D ditambah kalsium (VDK) atau kelompok yang mendapat vitamin D saja (VD). Pengacakan subjek maupun perlakuan hanya diketahui oleh asisten peneliti. Untuk menghindari bias perlakuan, maka seluruh peserta harus menerima kapsul suplementasi yang sama bentuk, kemasan, dan ukurannya. Pelaksanaan suplementasi Jumlah kapsul masing-masing formula suplemen diproduksi sebanyak 2000 kapsul yang dibungkus dengan distrip lalu dimasukkan ke dalam amplop tertutup yang diberi label formula A dan formula B. Setiap minggu, kedua formula kapsul dipindahkan ke dalam plastik kecil (sealed) sebanyak 7 kapsul. Pada setiap plastik diberi nama responden dan jenis formula yang diterima responden terlebih dahulu diacak di awal perlakuan. Setiap kantong plastik kecil ini diberikan kepada petugas distribusi yaitu serikat pekerja sebanyak 2 orang. Jenis suplemen dan perbedaan
46
komposisi yang terdapat dalam kapsul yang diberikan kepada masing-masing wanita pekerja tidak diketahui oleh peneliti maupun petugas distribusi. Setiap Senin pagi, asisten peneliti mengumpulkan kembali kantong plastik kecil yang berisi sobekan strip kapsul dan menukarnya dengan kantong plastik kecil yang berisi 7 kapsul untuk diminum pada minggu berikutnya, yang dititipkan kepada serikat pekerja. Suplemen diminum setiap hari selama 12 minggu. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap suplemen, setiap pagi sekitar pukul 07.00 sebelum masuk bekerja, subjek meminum kapsul suplemen menggunakan air minum di depan serikat pekerja dan bekas/sobekan strip kapsul dimasukkan kembali ke dalam kantong plastik. Untuk hari Minggu/libur atau subjek sedang berpuasa, serikat pekerja meminta subjek untuk meminum kapsul di rumah dan membawa sobekannya keesokan harinya. Untuk menjaga kepatuhan konsumsi kapsul (compliance) dilakukan berbagai upaya di antaranya melalui sosialisasi pada awal kegiatan, penjelasan pada saat pengumpulan data baseline, mengingatkan subjek untuk meminum kapsul melalui pesan singkat (SMS) terutama untuk hari libur/Minggu. Selama pelaksanaan suplementasi, subjek direkomendasikan untuk tidak minum suplemen apapun kecuali obat-obat yang diresepkan oleh dokter. Jenis dan cara pengumpulan data Variabel yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian meliputi karakteristik subjek, riwayat penyakit, pengukuran antropometri, serum vitamin D (25 (OH)D), profil lipid, kalsium serum, pengukuran tekanan darah. Identitas subjek yang dikumpulkan meliputi nama, tanggal lahir, status perkawinan, pendidikan terakhir, nama, tanggal lahir, suku bangsa, pendidikan, kebiasaan menggunakan kosmetik/tabir surya, aktifitas olahraga. Identitas subjek dikumpulkan satu kali pada saat sebelum pemberian suplementasi. Data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan. Sebelum pengukuran antropometri, subjek diminta untuk mengeluarkan dompet dan handphone dari saku, tidak mengenakan alas kaki. Untuk pengukuran tinggi badan digunakan alat microtoise dengan ketelitian 0.1 cm sedangkan untuk pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak merek Takana. Data antropometri dikumpulkan dua kali yaitu pada saat sebelum dan 12 minggu sesudah suplementasi. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh seorang dokter, dilakukan dua kali yaitu pada saat sebelum dan 12 minggu sesudah suplementasi. Pengumpulan data asupan makanan dilakukan dengan menggunakan food recall yang diambil 2 hari yaitu satu hari kerja dan satu hari libur sebelum intervensi dan setelah intervensi. Untuk bahan makanan khususnya jajanan yang sering dikonsumsi oleh subjek, peneliti membeli bahan makanan tersebut di warung sekitar tempat kerja subjek. Semua jenis makanan dan berat makanan dimasukkan ke dalam software Nutrisurvey untuk dihitung energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin D dan kalsium. Khusus untuk vitamin D, peneliti menggunakan Food Composition Database in Japan. Hasil asupan makanan tersebut kemudian dibandingkan dengan AKG 2004 untuk mengetahui kecukupan zat gizi setiap subjek. Data kualitatif asupan pangan dikumpulkan menggunakan Food Frequency Questionnares (FFQ) yang telah dimodifikasi bahan makanannya, merupakan data pendukung kuantitatif diambil satu bulan terakhir untuk menggambarkan frekuensi asupan makanan subjek.
47
Pengambilan sampel darah pada awal dan akhir perlakuan dilakukan secara serentak pada pagi hari. Subjek diminta untuk tidak makan dan minum sejak jam 21.00 sebelum pengambilan darah dilakukan di pagi hari. Analisis serum darah (kolesterol total, K-HDL, K-LDL, trigliserida, dan kalsium serum) dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor, Laboratorium Hormon Unit Rehabilitasi dan Reproduksi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan untuk pemeriksaan serum 25(OH)D menggunakan kit 25(OH)D EIA 5396. Pengolahan dan analisis data Pengolahan data dilakukan secara bertahap, mulai dari data yang terkumpul di lapangan hingga data siap untuk dianalisis. Terhadap data hasil pengumpulan di lapangan dilakukan pengeditan (editing), pengkodean (coding), dan pemasukan data ke dalam komputer (entry data). Uji statistik dilakukan untuk mengetahui perbedaan keragaman keseluruhan peubah antar kelompok perlakuan (baseline dan endline). Uji Chi-Square digunakan untuk menguji kesamaan distribusi proporsi peubah non-parametrik antar kelompok perlakuan. Uji beda independent sample digunakan untuk membandingkan perbedaan peubah parametrik sebelum perlakuan. Uji paired sample digunakan untuk membandingkan signifikansi peubah parametrik sebelum dan sesudah suplementasi. Uji efikasi suplementasi dilakukan berdasarkan selisih nilai (sebelum dan sesudah) serum 25(OH)D, tekanan darah sistolik dan diastolik, profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL dan trigliserida) pada kedua perlakuan dan antar perlakuan menggunakan menggunakan Uji t. Untuk itu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas terhadap data biomarker menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, sedangkan uji homegenitas varian menggunakan Lavene. Kriteria pengujian adalah p>0.05 untuk menerima hipotesis (Ho) bahwa data berdistribusi normal. Untuk mengetahui hubungan masing-masing asupan zat gizi terhadap perubahan setiap parameter biokimia darah dan tekanan darah dilakukan uji bivariat dengan uji Pearson bila data terdistribusi normal (delta energi, delta ptotein, delta lemak, delta karbohidrat, delta sistolik, delta kolesterol total, delta HDL, delta LDL) dan uji kolerasi Rank Spearman jika data tidak terdistribusi normal (delta tekanan darah diastolik dan delta trigliserida). Untuk mengetahui pengaruh variabel lain terhadap selisih serum 25(OH)D dan profil lipid dilakukan uji regresi linier ganda. Variabel yang diuji adalah umur subjek, IMT awal, asupan vitamin D, asupan lemak, serum 25(OH)D awal, K-total awal, K-LDL awal, K-HDL awal, dan trigliserida awal. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Subjek Penelitian Penentuan subjek terpilih untuk mengikuti intervensi ditetapkan berdasar kriteria awal penapisan ditambah dengan jika salah satu dari kadar profil lipidnya tidak normal. Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 42 calon subjek penelitian, masing-masing kelompok perlakuan memiliki 21 subjek namun dimana 1 orang diantaranya hamil pada kelompok VDK sedangkan pada kelompok VD saja 2 orang subjek tidak dapat mengikuti penelitian hingga akhir dikarenakan keluar dari perusahaan pabrik garmen tersebut.
48
Usia subjek dihitung sejak dari lahir sampai dengan saat awal pemberian suplemen dengan menggunakan satuan tahun. Rata-rata usia subjek sebelum perlakuan kelompok VDK adalah 37.7±4.3 tahun sementara usia subjek kelompok VD 38.8±4.1 tahun. Hasil uji t independent menunjukkan bahwa usia subjek antar kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Sebagian besar (45.0%) subjek kelompok VD berada pada usia 40-44 tahun sedangkan pada kelompok VD sebagian besar berada pada usia 35-39 tahun. Tabel 18 Karakteristik subjek menurut Usia, Indeks Massa Tubuh dan tekanan darah sebelum intervensi VDK (n = 20)
VD (n=19)
Variabel
p value Rerata ± SD
Rerata ± SD
Usia (tahun)
37.7±4.3
38.8±4.1
0.631
IMT (kg/m2)
27.7±6.5
27.8±3.4
0.07
Tekanan darah sistolik (mmHg)
128.5±22.5
131.1±18.8
0.703
Tekanan darah diastolik (mmHg)
82.5±9.7
86.8±13.8
0.680
Serum 25(OH)D (ng/dL)
16.7±4.5
14.9±5.1
0.263
Kalsium serum (mg/dL)
10.2±0.5
10.3±0.7
0.140
Penilaian status gizi ditetapkan dengan menggunakan ukuran indeks massa tubuh (IMT). Rata-rata IMT subjek kelompok VDK sebelum suplementasi adalah 27.7±6.5 sedangkan rata-rata IMT subjek kelompok VD adalah 27.8±3.4. Hasil uji t independen menunjukkan bahwa rata-rata IMT antar kelompok tidak beda nyata (p>0.05). Seorang wanita berisiko terjadinya kegemukan semakin meningkat, meskipun pada usia di atas 70-80 tahun risiko tersebut akan menurun kembali. Hal tersebut terbukti bahwa tidak satupun subjek yang tergolong kurus berdasar IMT. Persentasi tertinggi terdapat pada kelompok obesitas (40.0%) pada kelompok VDK dan 68.4% pada kelompok VD saja. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pada kelompok VDK lebih dari separoh subjek (55.0%) memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 15.0% overweight dan 40.0% obesitas. Lebih dari dua per tiga subjek (78.9%) memiliki IMT tidak normal yang terbagi menjadi 10.5% overweight dan 68.4% obesitas pada kelompok VD. Subjek yang mengalami hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik tergolong tinggi 35.0% pada kelompok VDK dan 31.6% pada kelompok VD. Ratarata dan standar deviasi sistolik subjek VDK sebesar 128.5±22.5 mmHg sedangkan kelompok VD sebesar 131.1±18.8 mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan nyata tekanan darah sistolik sebelum perlakuan antar kelompok (p>0.05). Subjek yang menderita hipertensi berdasarkan tekanan darah diastolik sebesar 47.3% pada kelompok VD lebih tinggi dibanding kelompok VDK (35.0%). Ratarata dan standar deviasi diastolik subjek VDK sebesar 82.5±9.7 mmHg sedangkan kelompok VD sebesar 86.8±13.8 mmHg. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan antar kelompok tekanan darah diastolik sebelum perlakuan (p>0.05) (Tabel 18).
49
Asupan dan tingkat kecukupan zat gizi Rata-rata asupan energi pada kedua kelompok perlakuan sebelum intervensi maupun setelah intervensi berbeda signifikan namun masih jauh dari angka kecukupan, dimana rata-rata asupan energi sebelum intervensi sebesar 62.3% dan terjadi peningkatan asupan energi setelah intervensi menjadi 67.7% pada kelompok VDK. Peningkatan energi juga terjadi pada kelompok VD dimana rata-rata asupan energi sebelum intervensi 66.4% dan terjadi peningkatan setelah mendapat intervensi 12 minggu menjadi 74.3%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ratarata asupan energi sebelum dan setelah intervensi berbeda signifikan (p<0.05). Tabel 19 Asupan zat gizi sebelum dan setelah intervensi Asupan Sebelum Energi (Kal) VDK 1121±244 VD 1196±237 p value 0.284 Protein (g) VDK 36.9±8.6 VD 40.0±9.6 p value 0.293 Lemak (g) VDK 47.2±15.0 VD 47.3 ±18.0 p value 0.988 Karbohidrat (g) VDK 136.3±38.0 VD 152.4±30.4 p value 0.153 Vitamin D (µg) VDK 0.2±0.2 VD 0.3±0.2 p value 0.160 Kalsium (mg) VDK 168±104 VD 200± 97 p value 0.323
Setelah
p value
selisih
p value
1218.8±203 1336.8±285 0.068
0.023 0.005
107±192 172±234
0.353
40.0 ± 8.3 41.3±11.6 0.689
0.165 0.578
3.1 ± 9.8 1.3±10.3
0.576
49.4±11.6 56.5± 16.7 0.130
0.447 0.025
2.2±12.7 9.2±16.4
0.142
153.8±35.3 179.4±49.4 0.070
0.064 0.016
17.5±39.8 27.0±44.2
0.485
0.2±0.3 0.3±0.4 0.512
0.777 0.647
156.3 ± 71 202.9±121 0.150
0.564 0.895
0.627
-11.2±85.4 2.9 ± 94.7
0.627
1) t-test (p>0.05 tidak terdapat perbedaan nyata antar kelompok)
Tabel 19 menunjukkan bahwa kecukupan protein sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda bermakna, yaitu 73.8% dan 80.0% pada kelompok VDK serta 80.0% dan 82.6% pada kelompok VD, keduanya masih di bawah angka kecukupan yang dianjurkan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein sebelum dan setelah intervensi tidak berbeda signifikan (p> 0.05). Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 25% asupan total energi. Jika AKG energi wanita usia 30-49 tahun adalah 1800 Kal, maka 25% AKG energi adalah 48 g lemak, sehingga rata-rata asupan lemak subjek kelompok VDK sebelum intervensi sebesar 47.2 g lemak memenuhi sekitar 98.3% AKG lemak (mendekati
50
25% total energi). Setelah mendapat intervensi rata-rata asupan lemak subjek kelompok VDK sebesar 49.4 g lemak memenuhi sekitar 102.9% AKG lemak. Ratarata asupan lemak subjek kelompok VD sebelum intervensi sebesar 47.3 g lemak memenuhi sekitar 98.5% AKG lemak (mendekati 25% total energi). Setelah mendapat intervensi rata-rata asupan lemak subjek kelompok VD sebesar 56.5 g lemak memenuhi sekitar 117.7% AKG lemak. Hal ini berarti asupan lemak setelah mendapat intervensi pada kelompok VDK dan VD sudah melebih 25% total energi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata asupan lemak sebelum dan setelah suplementasi pada kelompok VD berbeda signifikan (p<0.05). Angka Kecukupan Gizi untuk karbohidrat tidak tersedia di Indonesia. Pada penelitian ini, persentasi asupan karbohidrat subjek ditetapkan 65% dari total energi. Jika AKG energi adalah 1800 Kal, maka 65% dari AKG adalah 292.5 g karbohidrat. Rata-rata asupan karbohidrat sebelum intervensi sebesar 46.6% dan terjadi peningkatan asupan karbohidrat setelah intervensi menjadi 52.6% pada kelompok VDK. Peningkatan karbohidrat juga terjadi pada kelompok VD dimana rata-rata karbohidrat sebelum intervensi 52.1% dan terjadi peningkatan setelah mendapat intervensi 12 minggu menjadi 61.3 %. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ratarata asupan karbohidrat sebelum dan setelah intervensi kelompok VD berbeda signifikan (p<0.05). Gambaran asupan vitamin D bersumber dari makanan menunjukkan bahwa rata-rata asupan vitamin D tergolong sangat rendah, hanya sekitar 4% AKG pada kelompok VDK dan 6% pada kelompok VD. Jarangnya subjek mengonsumsi jamur, orange jus, susu, keju, sereal menyebabkan rendahnya konsumsi vitamin D. Bahan makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian kecil responden adalah telur ayam, energen, ikan sarden, susu serta yogurt sebagai sumber vitamin D. Sumber vitamin D pada makanan hanya berkisar 10%. Sementara hasil FFQ menunjukkan bahwa kebiasaan mengonsumsi suplemen sebelum pemberian suplementasi ini tidak sering dilakukan oleh subjek. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kalsium baik kelompok VDK maupun kelompok VD saja masih di bawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan yaitu 800 mg per hari. Rata-rata asupan kalsium sebelum intervensi sebesar 20.9% dan terjadi penurunan asupan kalsium setelah intervensi menjadi 19.5% pada kelompok VDK. Rata-rata asupan kalsium sedikit meningkat pada kelompok VD dimana rata-rata kalsium sebelum intervensi 25.0% dan setelah mendapat intervensi 12 minggu menjadi 25.4%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalsium sebelum dan setelah intervensi pada kedua kelompok intervensi tidak berbeda signifikan (p>0.05). Penyebab asupan kalsium sangat rendah dikarenakan asupan kalsium yang bersumber dari hewani sangat rendah. Kebiasaan mengonsumsi susu pada kedua kelompok intervensi sangat rendah. Susu yang sering dikonsumsi adalah susu kental manis 25% pada kelompok suplemen VDK dan 21.1% pada kelompok VD, diikuti konsumsi susu UHT hanya 10.0% pada kelompok VDK. Tak satupun subjek di kedua kelompok intervensi mengonsumsi susu bubuk full cream, susu skim, yogurt dalam satu bulan terakhir. Sedangkan sumber kalsium nabati diperoleh dari tempe, lebih dari 60% subjek tergolong sering mengonsumsi pada kedua kelompok namun untuk asupan pangan tahu subjek kelompok VDK lebih tinggi (70%) dibanding VD (42.1%). Subjek yang tergolong sering mengonsumsi kacang-
51
kacangan masih kurang dari 20% total subjek (15% untuk kelompok VDK dan hanya 5.3% kelompok VD). Pengaruh asupan terhadap parameter darah Asupan pangan yang diterjemahkan dalam zat gizi dapat mempengaruhi status biokimia darah seseorang. Pada tabel berikut disajikan hasil uji korelasi Pearson dan Rank Spearman untuk melihat hubungan antara asupan zat gizi dengan perubahan atau delta biokimia darah. Tabel 20 Uji bivariat asupan makanan dengan parameter biokimia darah Asupan Energi Protein Lemak Karbohidrat Vitamin D Kalsium
Delta KTotal ns ns ns ns ns ns
Delta K-LDL ns 0.000 ns ns ns ns
Delta K- Delta HDL TG ns ns 0.002 ns ns ns ns ns ns ns ns ns
Delta TDS ns ns ns ns ns ns
Delta TDD ns ns ns ns ns ns
Delta 25(OH)D ns ns ns ns ns ns
Keterangan: ns= not significant Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap KLDL sebelum dan setelah intervensi (delta) adalah konsumsi protein. Terlihat bahwa semakin tinggi asupan protein subjek maka semakin kecil penurunan K-LDL yang terjadi selama tahap intervensi. Delta K-HDL dipengaruhi oleh asupan protein subjek namun delta K-total, delta trigliserida, delta sistolik, delta diastolik dan delta serum 25(OH)D dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh asupan makanan subjek. Kadar profil lipid serta prevalensi dislipidemia sebelum intervensi Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan kadar fraksi lipid dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar K-total, kenaikan K-LDL, peningkatan trigliserida dan penurunan K-HDL. Dislipidemia sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (O'Meara et al. 2004). Tabel 21 menunjukkan distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum diberikan suplemen vitamin D. Persentase terbesar dari profil lipid yang tidak normal adalah K-HDL dengan jumlah di atas 75% diikuti dengan K-total dan trigliserida dengan jumlah mendekati 20%, sedangkan untuk K-LDL yang tidak normal persentasenya sedikit di atas 10%. Rata-rata K-HDL lebih rendah dari normal sedangkan rata-rata K-total, K-LDL dan trigliserida masih tergolong normal. Tabel 21 Distribusi subjek berdasarkan profil lipid sebelum intervensi Profil lipid K-Total K-LDL K-HDL Trigliserida
Standar Rerata ± SD normal (mg/dL) < 200 166.5±32.7 < 130 101.9±26.8 > 50 41.7±6.9 < 150 119.2±82.9
Normal n % 32 35 6 32
82.1 89.7 15.4 82.1
Tidak normal n % 7 4 33 7
17.9 10.3 84.6 17.9
52
Efikasi suplementasi terhadap serum 25(OH)D dan kalsium serum Kapsul sebanyak 7 butir diberikan kepada pekerja wanita usia subur di setiap Senin pagi oleh Serikat Pekerja yang terlebih dahulu diberi label nama pada plastik suplementasi. Kepada semua subjek penelitian diusahakan minum kapsul di depan serikat pekerja dengan menggunakan air minum. Untuk meningkatkan kepatuhan minum kapsul dilakukan melalui mengumpulkan kembali bungkus dan sisa kapsul setiap minggunya. Seluruh subjek mengisi formulir monitoring minum kapsul dan dikumpulkan bersamaan dengan mengembalikan bungkus kapsul setiap hari Senin. Kapsul diberikan satu kali seminggu (7 butir), sehingga selama suplementasi 12 minggu subjek akan menerima 84 butir kapsul. Peserta VDK menjadi 20 orang sedangkan peserta VD menjadi 19 orang. Alasan peserta drop out (3 orang) adalah peserta tersebut hamil dan resign dari perusahaan. Kapsul yang dikonsumsi subjek berkisar antara 64-77 butir. Hal ini berarti paling sedikit di antara subjek sudah mengkonsumsi kapsul tersebut minimal selama 9 minggu. Rata-rata jumlah kapsul yang dikonsumsi pada kedua kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p=0.848). Rata-rata jumlah kapsul yang dikonsumsi kelompok VDK 75 butir sedangkan kelompok VD sebanyak 76 butir kapsul . Tabel 22 menunjukkan bahwa kadar serum 25(OH)D sebelum dan setelah intervensi. Sebelum suplementasi, rata-rata kadar serum 25(OH)D pada kelompok VDK 16.7 ng/dL dengan serum tertinggi subjek adalah 24.9 ng/dL dan terendah 8.7 ng/dL. Rata-rata kadar serum 25(OH)D kelompok VD 14.9 ng/dL dengan serum tertinggi 22.20 ng/dL dan terendah 3.5 ng/dL. Apabila dibandingkan rata-rata kadar serum 25(OH)D kedua kelompok perbedaannya tidak nyata (p>0.05). Setelah suplementasi, pada kelompok VDK terdapat peningkatan rata-rata serum 25(OH)D sebesar 3.6 ng/dL dengan serum tertinggi subjek adalah 36.50 ng/dL dan terendah 12.60 ng/dL. Peningkatan rata-rata serum 25(OH)D kelompok VD sebesar 6.3 ng/dL dengan serum tertinggi subjek adalah 31.90 ng/dL dan terendah 12.80 ng/dL. Terlihat bahwa sesudah suplementasi 12 minggu terjadi kenaikan serum 25(OH)D pada kedua kelompok. Pada kelompok vitamin D kalsium, terjadi peningkatan sebesar 21.6% sementara pada kelompok vitamin D saja terjadi peningkatan hampir dua kali lebih tinggi (42.3%) dari kelompok vitamin D kalsium. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata kadar serum 25(OH)D berbeda signifikan antara kedua kelompok perlakuan. Tabel 22 Rata-rata serum 25(OH)D dan kalsium serum sebelum dan setelah intervensi Parameter
Sebelum
Serum 25(OH)D (ng/dL) VDK 16.7 ± 4.5 VD 14.9 ± 5.1 p value 0.263 Kalsium serum (mg/dL) VDK 10.2 ± 0.5 VD 10.3 ± 0.7 p value 0.140
Setelah
p value Selisih
% Selisih
p value
20.3 ± 6.1 21.2 ± 5.0 0.592
0.035 0.000 0.000
3.6 ± 7.0 6.3 ± 3.4
21.6 42.3
0.018
10.3 ± 0.3 10.2 ± 0.2 0.075
0.661 0.366 0.690
0.1 ± 0.6 -0.1 ± 0.6
0.9 -0.9
0.851
53
Setiati et al. (2007) melaporkan angka defisiensi vitamin D pada kelompok wanita berusia 60-75 tahun sebesar 35.1% dan studi yang dilakukan oleh Green et al. (2008) pada kelompok wanita berusia 18-40 tahun menyimpulkan defisiensi vitamin D sebesar 63% lebih rendah daripada angka defisiensi vitamin D yang diperoleh dari penelitian ini (82.0%). Berbagai temuan ini menunjukkan bahwa letak lintang suatu negara tidak menjamin sepenuhnya status vitamin D. Negara Indonesia sebagai negara tropis yang disinari matahari sepanjang tahun tidak menjamin vitamin D tercukupi. Data yang disajikan pada Tabel 22 memperlihatkan bahwa sebelum suplementasi, rata-rata kadar kalsium serum pada kelompok VDK 10.2 mg/dL sedangkan kelompok VD 10.3 mg/dL. Apabila dibandingkan rata-rata kadar kalsium serum kedua kelompok perbedaannya tidak nyata (p>0.05). Setelah suplementasi rata-rata kalsium serum pada kelompok VDK meningkat sedikit yaitu 0.1 mg/dL, sedangkan pada kelompok VD turun 0.1 mg/dL. Dengan uji t berpasangan kadar kalsium sebelum dan setelah suplementasi tidak berbeda nyata (p>0.05) baik pada kelompok VDK maupun kelompok VD. Kadar kalsium normal berkisar 9.2-10.4 mg/dL, dan sekitar 6% berikatan dengan sitrat, fosfat dan anion lain. Sisanya (94%) terbagi dua yaitu bentuk yang terikat protein plasma terutama dengan albumin (47%) dan bentuk yang terionisasi atau yang tak terikat (47%) (Murray et al. 2003). Bentuk aktif 1,25-vitamin D bertindak untuk mempertahankan homeostasis kalsium serum melalui kontrol fungsi osteoblas dan osteoklas. Selain itu, 1,25vitamin D adalah satu-satunya stimulator untuk penyerapan kalsium usus, sehingga berperan penting dalam pencegahan osteoporosis (Watson et al. 1997). Konsumsi oral vitamin D tidak secara langsung berhubungan dengan peningkatan kadar 1,25vitamin D karena sangat tergantung fisiologis enzim yang bertugas mengaktifkan 25-hidroksilase dan 1-α–hidroksilase. Selain itu makrofag pada lesi aterosklerosis berhubungan dengan kalsifikasi vaskular dapat mengekspresikan aktifitas 1-αhidroksilase, memproduksi 1,25 -vitamin D. Beberapa makrofag dapat berbagi kapasitas osteoklastik untuk menghilangkan fagosit kalsium mineral dari dinding arteri, dan resorpsi tersebut akan menyediakan sumber kalsium serum namun berpotensi mengurangi aktifasi vitamin D. Dari hasil analisis regresi linier diketahui bahwa selisih serum 25(OH)D subjek dipengaruhi nyata (p<0.05) oleh pemberian suplementasi. Akan tetapi selain suplementasi, konsentrasi serum 25(OH)D sebelum mendapat suplementasi berpengaruh terhadap peningkatan serum 25(OH)D, dengan kontribusi 23.2%. Hal ini sejalan dengan Vieth et al. (2004) yang menyatakan bahwa rendahnya konsentrasi serum 25(OH)D awal akan mempengaruhi peningkatan konsentrasi serum 25(OH)D. Oleh karena itu pemberian dosis suplementasi harus disesuaikan dengan keadaan serum 25(OH)D awal. Semakin rendah serum 25(OH)D awal maka dosis suplementasi yang akan diberikan semakin tinggi sehingga dapat meningkatkan konsentrasi serum di atas 75 nmol/L (Vieth et al. 2004). Efikasi suplementasi terhadap tekanan darah Rata-rata tekanan darah sistolik sebelum suplementasi pada kelompok VDK sebesar adalah 128.5±22.5 mmHg. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kelompok VD 131.1±18 mmHg. Setelah pemberian suplementasi, pada kedua kelompok perlakuan terjadi penurunan tekanan darah sistolik namun masih
54
sangat sedikit. Pada kelompok VDK terjadi penurunan sebesar 1.5 mmHg sedangkan pada kelompok VD sebesar 0.5 mmHg. Uji t berpasangan yang dilakukan terhadap kadar tekanan darah sistolik sebelum dan setelah suplementasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) baik pada kelompok VDK maupun VD. Hasil uji statistik menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik antar kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan (p = 0.867). Rata-rata tekanan darah diastolik sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 82.5±9.7 mmHg sedikit lebih rendah dibanding kelompok VD 86.8±13.8 mmHg. Setelah suplementasi rata-rata tekanan darah diastolik kelompok VDK meningkat sebesar 1.5 mmHg menjadi 84.0± 14.3 mmHg, sedangkan pada kelompok VD menurun 2.1 mmHg menjadi 84.7±10.7 mmHg. Uji t berpasangan pada kadar tekanan darah diastolik sebelum dan setelah suplementasi menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p> 0.05) antara kelompok VDK dan VD. Apabila dibandingkan rata-rata tekanan darah diastolik antar kedua kelompok perbedaannya tidak nyata (p>0.05) (Tabel 23). Tabel 23 Rata-rata tekanan darah (mmHg) sebelum dan setelah intervensi Parameter Sistolik (mmHg) VDK VD p value Diastolik (mmHg) VDK VD p value
Sebelum
Setelah
p value Selisih
128.5±22.5 131.1±18.8 0.703
127.0±23.0 0.651 130.5± 20.7 0.905 0.297
82.5±9.7 86.8±13.8 0.680
84.0±14.3 84.7±10.7 0.909
0.591 0.542
% selisih
p value
-1.5 -0.5
-1.16 -0.38
0.867
1.5 -2.1
1.82 -2.41
0.452
Burgaz et al. (2011) dalam meta analisis yang dilakukan terhadap 18 studi yang terdiri dari 4 studi prospektif dan 14 studi cross sectional yang dipublikasi tahun hingga 2010 menyebutkan bahwa serum 25(OH)D berbanding terbalik dengan kejadian hipertensi. Dalam penelitiannya Li et al. (2004) yang mendeteksi adanya efek injeksi vitamin D pada tikus sebagai antihipertensi untuk mengontrol produksi renin dan tekanan darah. Dalam penelitian ini tikus yang mengalami kekurangan vitamin D terjadi peningkatan produksi renin dan angiotensin (Ang) II , yang menyebabkan hipertensi, hipertrofi jantung dan asupan air meningkat. Namun pada tikus yang diberi injeksi vitamin D dapat mengurangi sintesis renin, melaluli transkripsi gen yang menekan renin. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Margolis et al. (2008) pada wanita usia 50-79 tahun yang diberikan 400 IU vitamin D ditambah 1000 mg Ca yang diberikan setiap hari, menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dengan pemberian suplementasi ini pada tekanan darah sistolik dan diastolik ditunjukkan dengan menurunkan 0.22 mmHg pada sistolik dan diastolik hanya turun 0.11 mmHg. Efikasi suplementasi terhadap profil lipid Rata-rata K-total sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 165.6 ± 39.0 mg/dL, sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 167.6±25.5 mg/dL. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata K-total antar kedua kelompok tidak berbeda
55
nyata (p>0.05). Setelah mendapat suplementasi rata-rata K-total kelompok VDK meningkat menjadi 187.8±46.7 mg/dL. Peningkatan ini juga terjadi pada kelompok VD, rata-rata K-total sebesar 187.5 ± 34.8 mg/dL, meskipun kadar K-LDL masih di bawah 200 mg/dL. Hasil analisis regresi linier terhadap selisih K-total diperoleh bahwa status gizi (IMT) awal (p= 0.006) dan kolesterol total awal (p=0.000) berpengaruh nyata terhadap perubahan kolesterol setelah mendapat suplementasi dengan kontribusi 30.1% dan 29.6%. Akibat dari penimbunan lemak (obesitas) dalam jangka panjang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Sebelum suplementasi rata-rata K-LDL kelompok VDK sebesar 94.7 ± 27.7 mg/dL, sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 104.4 ± 22.0 mg/dL. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan rata-rata K-LDL sebelum suplementasi kelompok VDK dan kelompok VD (p=0.247). Setelah suplementasi 12 minggu terjadi peningkatan rata-rata K-LDL pada kelompok VDK 113.5 ± 26.4 mg/dL dan kelompok VD 121.3 ± 31.5 mg/dL, meskipun kadar K-LDL masih di bawah 130 mg/dL. Hasil regresi linier pada penelitian ini menunjukkan bahwa selain ada pengaruh pemberian suplementasi terhadap selisih K-LDL. Perubahan K-LDL juga dipengaruhi oleh konsentrasi LDL awal dan IMT subjek masing-masing memberi kontribusi sebesar 42.5% dan 41.8%. Rata-rata K-HDL sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 39.7 ± 6.9 mg/dL, sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok VD 43.8 ± 6.6 mg/dL. Setelah suplementasi rata-rata K-HDL kelompok VDK meningkat menjadi 40.2 ± 6.8 mg/dL. Berbeda dengan kondisi tersebut, rata-rata kolesterol HDL kelompok VD justru menurun menjadi 43.2 ± 10.1 mmHg. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata K-HDL antar kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Pemberian suplementasi pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap selisih K-HDL (p>0.05). Perubahan K-HDL dipengaruhi konsentrasi K-HDL awal (sebelum) mendapat suplementasi dengan kontribusi 5.5%. Rata-rata trigliserida sebelum suplementasi kelompok VDK sebesar 140.3 ± 106.4 mg/dL, lebih tinggi dibandingkan kelompok VD 96.9 ± 39.3 mg/dL. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata trigliserida antar kedua kelompok juga tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata trigliserida setelah suplementasi kelompok VDK sebesar 158.6 ± 127.9 mg/dL, lebih tinggi dibandingkan kelompok VD sebesar 116.1 ± 60.3 mg/dL. Dengan uji beda, perbedaan rata-rata trigliserida antar kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil analisis regresi linier, pada penelitian ini tidak terdapat pengaruh nyata (p>0.05) pemberian suplementasi terhadap selisih kadar trigliserida. Penurunan kadar trigliserida dipengaruhi oleh umur subjek dengan kontribusi 7.9%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi vitamin D 400 IU baik yang ditambahkan kalsium 500 mg maupun yang tanpa tambahan kalsium justru meningkatkan kadar K-total, K-LDL, dan trigliserida. Namun kolesterol HDL pada kelompok vitamin ditambah kalsium sedikit meningkat (1.2%) meskipun hasil uji statistik menunjukkan peningkatan tidak signifikan (p=0.718) sedangkan pada kelompok vitamin D menurun sebesar 1.6% (Tabel 24). Maki et al. (2011) melakukan penelitian dengan membandingkan pemberian MVM ditambah 1200 IU/hari vitamin D dengan MVM saja tanpa vitamin D selama 8 minggu diberikan pada subjek berumur ≥ 50 tahun yang memiliki lingkar pinggang
56
yang tidak normal (wanita ≥ 88 cm, pria ≥ 102 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan serum 25(OH)D sebesar 11.7 nmol/L pada kelompok MVM ditambah vitamin D 1200 IU/hari (p= 0.003). Namun tidak ada perubahan yang signifikan pada kolesterol total, kolesterol HDL, LDL maupun trigliserida subjek. Tabel 24 Rata-rata profil lipid (mg/dL) sebelum dan setelah intervensi Parameter K-Total VDK VD p value K-LDL VDK VD p value K-HDL VDK VD p value Trigliserida VDK VD p value
Sebelum
Setelah
p value Selisih
% Selisih
p value
165.6 ± 39.0 167.6 ± 25.5 0.849
187.8 ± 46.7 187.5 ± 34.8 0.987
0.009 0.002
22.2 ± 33.9 19.9 ± 23.7
13.4 11.8
0.812
94.7 ± 27.7 104.4 ± 22.0 0.247
113.5 ± 26.4 121.3 ± 31.5 0.423
0.006 0.003
18.8 ± 25.5 16.9 ± 21.7
19.8 16.2
0.810
39.7 ± 6.9 43.8 ± 6.6 0.063
40.2 ± 6.8 43.2 ± 10.1 0.290
0.718 0.711
0.5 ± 6.1
1.2 -1.6
0.603
18.4 ± 43.0 19.2 ± 42.7
13.1 19.8
140.3 ± 106.4 158.6 ± 127.9 0.071 96.9 ± 39.3 116.1 ± 60.3 0.066 0.104 0.196
0.953
Simpulan Setelah pemberian suplementasi vitamin D, pada kelompok VDK terdapat peningkatan rata-rata serum 25(OH)D sebesar 3.6 ng/dL dan pada kelompok VD sebesar 6.3 ng/dL. Pada kelompok VDK, terjadi peningkatan serum 25(OH)D sebesar 21.6% sementara pada kelompok vitamin D saja terjadi peningkatan serum 25(OH)D hampir dua kali lebih tinggi (42.3%) dibanding kelompok VDK. Pemberian suplementasi ini dapat meningkatkan serum 25(OH)D namun tidak diikuti penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik. Demikian juga pada profil lipid subjek tidak terlihat penurunan baik pada kelompok intervensi yang mendapat suplementasi VDK maupun kelompok VD saja.
57
7 PEMBAHASAN UMUM Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di berbagai negara baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Penyakit kardiovaskular disebabkan oleh beberapa faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes, obesitas, dan pola hidup santai. Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan kadar fraksi lipid dalam darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kolesterol LDL, peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Dislipidemia sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular (O'Meara et al. 2004). Di Indonesia, penderita hipertensi jumlahnya terus meningkat. Hasil penapisan awal menunjukkan bahwa lebih dari separuh calon subjek (64.6%) wanita usia subur yang diukur mengalami hipertensi lebih tinggi dibanding angka nasional (31.7%). Calon subjek mengalami obesitas sebesar 32.6% dan prevalensi ini jauh di atas prevalensi nasional obesitas pada dewasa wanita yaitu 23.8%. Hasil Riskesdas 2007 ini juga menemukan 19.1% kasus kelebihan berat badan menurut IMT pada penduduk usia di atas 15 tahun merupakan faktor risiko utama terjadi hipertensi (Balitbangkes 2007). Obesitas mempunyai risiko 3.9 kali lipat lebih tinggi menjadi hipertensi dibandingkan dengan IMT kurang dari 25 kg/m 2 (Liu et al. 2004). Status gizi yang tidak normal (overweight dan obesitas) pada subjek menunjukkan bahwa masalah gizi lebih tidak hanya terjadi pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi tetapi juga dijumpai pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah seperti pada subjek penelitian ini. Obesitas sering disertai dengan meningkatnya kolesterol total dan menurunnya HDL. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa 19.4% subjek memiliki kadar kolesterol di atas 200 mg/dL dan 16.7% subjek memiliki kadar kolesterol LDL di atas 130 mg/dL. Keadaan ini dapat mengakibatkan peningkatan indeks massa tubuh seseorang (Hull 1996). Berat badan sebagai salah satu variabel penentuan IMT mempunyai hubungan dengan kadar kolesterol LDL. Penurunan berat badan akan menurunkan kadar kolesterol LDL. Kelebihan berat badan mempunyai hubungan dengan kadar lipid dalam darah. Setiap kenaikan 1 unit IMT akan meningkatkan 1.65 mg/dL K-LDL. Kejadian penyakit jantung koroner meningkat 1% untuk setiap peningkatan 1 mg/dL K-LDL (Yuniarti 2000; Wiyono et al. 2004). Untuk menilai status vitamin D seseorang digunakan konsentrasi kalsidiol (serum 25(OH)D). Alasan digunakan kalsidiol karena konsentrasi kalsidiol di dalam darah seratus kali lebih banyak meskipun kerja kalsitriol (1,25 (OH)D) sebagai bentuk aktif vitamin D seratus kali lebih poten dibandingkan kalsidiol. Hal ini dikarenakan 99% kalsitriol terikat dengan DBP dan albumin serta mempunyai paruh sangat pendek yaitu 4-6 jam (Gropper dan Smith 2012). Konsentrasi kalsitriol juga bukan merupakan indikator yang baik dalam mengukur status vitamin D, karena (1) penurunan mendadak konsentrasi kalsium akibat defisiensi vitamin D menyebabkan peningkatan hormon paratiroid (PTH) yang menginduksi peningkatan aktifitas 1α-hidroksilase, sehingga kadar konsentrasi 1,25(OH)2D3 tersebut akan menjadi normal atau bahkan akan meningkat. Jadi walaupun terjadi
58
defisiensi vitamin D, konsentrasi 1,25(OH)2D3 bisa tetap normal atau bahkan meningkat, dan (2) konsentrasi 1,25(OH)2D3 yang bersirkulasi dalam darah 1001000 kali lebih rendah dibandingkan 25(OH)D (Grant dan Holick 2005). Menurut Tsiaras dan Weinstock (2011) kemungkian kegagalan studi intervensi paparan sinar matahari dan suplementasi diantaranya disebabkan oleh 1) rendahnya tingkat kepatuhan, 2) rendahnya dosis yang diberikan, 3) status gizi (obesitas), 4) serum 25(OH)D awal, 5) aktivitas enzim 25 hydrosilase dan 1-αhidroksilase, 6) bentuk vitamin D yang diberikan, dan 7) jangka waktu intervensi. Beberapa faktor tersebut di atas digunakan oleh peneliti di dalam pembahasan hasil studi ini. Penyebab utama defisiensi vitamin D adalah kurang pajanan sinar matahari, sehingga sintesis vitamin D di kulit menurun. Selain itu kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak dapat seluruhnya dipenuhi dari asupan sumber bahan makanan, karena jumlah bahan makanan yang mengandung vitamin D sangat sedikit, disamping itu makanan yang telah difortifikasi vitamin D belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Holick dan Chen 2008). Indonesia adalah negara yang kaya sinar matahari sepanjang tahun. Data prevalensi defisiensi vitamin D pada WUS di berbagai negara negara Eropa, Amerika, dan Asia (Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Jepang dan Hongkong) bervariasi dari 42%-90%. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata serum 25(OH)D lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Green et al. (2008) di Jakarta yang menemukan rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 48 nmol/L (19.2 ng/mL) dan prevalensi defisiensi vitamin D sebesar 63% pada WUS 18-40 tahun. Rata-rata serum 25(OH)D di dua tempat penelitian adalah 15.79 ng/mL, dengan rata-rata serum vitamin D 15.75 ng/mL pada wanita yang bekerja di Setda Kabupaten Bogor dan 15.83 ng/mL pada pekerja pabrik garmen. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Hasil penelitian Islam et al. (2010) yang menemukan bahwa 87% subjek memiliki serum 25(OH)D <20 nmol/L. Islam et al. (2008) menunjukkan bahwa wanita yang bekerja 14-16 jam setiap hari di pabrik garmen mempunyai rata-rata serum 25(OH)D rendah yaitu 14.68 ng/mL. WUS yang bekerja di kantor Sekda Kabupaten Bogor sebanyak 42.9% subjek mengalami obesitas dan 54.2% pekerja WUS di pabrik garmen mengalami obesitas. Keadaan tersebut nampaknya mempengaruhi kejadian defisiensi vitamin D akibat penurunan bioavaibilitas vitamin D3 dari kulit dan adanya deposisi di lemak tubuh. Obesitas berkaitan dengan defisiensi vitamin D. Hal ini dikarenakan vitamin D terperangkap di dalam lemak dan tidak dapat dengan mudah keluar. Untuk mempertahankan serum 25(OH)D, individu yang memiliki kelebihan berat badan dan obesitas harus mengkonsumsi vitamin D dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan subjek dengan berat badan normal. Seseorang yang mengalami obesitas memerlukan setidaknya dua kali lebih banyak vitamin D dibanding dengan individu tidak obesitas untuk mempertahankan status vitamin D yang normal dengan 25(OH)D antara 30-60 ng/mL (Wortsman et al. 2000; Arunabh et al. 2003). Sebuah studi di Philadelphia menunjukkan bahwa konsentrasi 25(OH)D lebih rendah (<30 ng/mL) cenderung pada kelompok BMI yang lebih besar dan terdapat hubungan terbalik antara serum 25(OH)D dengan kejadian obesitas. Hal ini dikaitkan dengan penyimpanan atau degradasi vitamin D dalam jaringan adiposa (Lenders et al. 2009).
59
Dalam rangkaian penelitian yang telah dilakukan, juga dikaji pengaruh paparan sinar matahari terhadap peningkatan serum 25(OH)D, tekanan darah dan profil lipid. Setelah mendapat paparan sinar matahari 30 menit pada pukul 09.00 sampai dengan 09.30 selama 12 minggu serum 25(OH)D meningkat sebesar 15.9% dan peningkatan serum vitamin ini berdampak mengurangi kolesterol total sebesar 10.3% dan K-LDL sebesar 17.1%, tekanan darah sistolik sebesar 9.1% dan diastolik sebesar 7.5% yang membantu mengurangi timbulnya penyakit degeneratif pada wanita usia subur. Mengacu kepada Setiati et al. (2007), waktu pemberian paparan sinar matahari yang paling tepat pada pukul 09.00, karena untuk menjaga kenyamanan dan kepatuhan subjek. Intensitas sinar matahari rendah pada pukul 07.00 pagi, meningkat pada jam-jam berikutnya sampai dengan pukul 11.00. Setelah pukul 11.00 intensitas relatif stabil dan tinggi sampai dengan pukul 14.00 kemudian menurun dan pada pukul 16.00 mencapai intensitas yang sama dengan pada pukul 07.00. Temuan ini sejalan dengan studi yang dilakukan Setiati et al. (2007) pada kelompok umur 60-75 tahun dengan memajankan wajah dan kedua lengan selama 30 menit pada pukul 09.00-09.30 selama 6 minggu dapat meningkatkan konsentrasi serum 25(OH)D. Paparan sinar matahari 30 menit tiga kali seminggu pada pukul 09.00 sampai dengan 09.30 selama 12 minggu dapat memperbaiki tekanan darah sistolik dan diastolik. Hal ini disebabkan pengaruh positif sinar matahari terhadap serum vitamin D dan memperbaiki tekanan darah karena terjadi pembentukan vitamin D pada erythemal dan pra-erythaemal. Efek ini terjadi karena penurunan pada keseluruhan resistensi pembuluh darah ketika kulit mengalami vasodilatasi, sehingga terjadi peningkatan pelepasan oksida nitrat (nitric oxide) dalam pembuluh darah kulit (Al Mheid et al. 2013). Peningkatan kadar vitamin D ke dalam darah secara langsung atau tidak langsung telah terbukti mengurangi tekanan darah pada beberapa studi. Studi cross sectional yang dilakukan oleh Jorde et al. (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara serum 25(OH)D dan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Sebuah studi metaanalisis juga menyimpulkan bahwa konsentrasi 25(OH)D dalam darah berbanding terbalik dengan hipertensi (Burgaz et al. 2011). Review pada delapan studi intervensi yang dilakukan oleh Witham et al. (2009) menyimpulkan terjadinya penurunan yang signifikan tekanan darah diastolik sebesar 3.1 mmHg dan penurunan pada tekanan darah sistolik sebesar 3.6 mmHg pada subyek yang diberikan vitamin D oral dibandingkan dengan kelompok plasebo yang tidak mengalami penurunan signifikan. Keterlibatan serum 25(OH)D dalam pengaturan tekanan darah, dan yang terpenting adalah 1,25-dihidroxivitamin D menghambat ekspresi mRNA renin (Li et al. 2002). Fungsi vitamin D sebagai regulator endokrin dari sistem renin-angiotensin. Keadaan serum 1,25 (OH)2D3 dalam tingkat normal adalah penting, tidak hanya untuk homeostasis kalsium, tetapi juga untuk homeostasis elektrolit, volume, dan tekanan darah. Metabolit aktif vitamin D (1,25(OH)2D3) bertindak sebagai regulator positif melalui mengikat VDR (vitamin D reseptor) dan mengikat urutan DNA tertentu (VDRE) di target gen tertentu untuk mengatur ekspresi gen. Di sisi lain, 1,25(OH)2D3 dapat bertindak sebagai regulator negatif, misalnya penghambatan kompleks transkripsi lain dengan VDR-RXR heterodimer dan mengikat dari VDR ke VDRE negatif untuk VDR-dimediasi represi transkripsi melalui 1,25(OH)2D3 menekan ekspresi gen renin (Burgess et al. 1990; Li et al. 2002).
60
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian suplementasi vitamin D dengan dosis 400 IU/hari ditambah kalsium maupun tanpa tambahan kalsium mampu meningkatkan serum 25(OH)D pekerja WUS di garmen PT SUI. Terlihat bahwa sesudah suplementasi 12 minggu terjadi kenaikan serum 25(OH)D pada kedua kelompok. Pada kelompok VDK, terjadi peningkatan sebesar 21.6% sementara pada kelompok VD saja terjadi peningkatan hampir dua kali lebih tinggi (42.3%) dari kelompok VDK. Gambaran kepatuhan konsumsi suplemen memperlihatkan kelompok VD lebih tinggi kepatuhannya dibandingkan kelompok VDK. Konsumsi oral vitamin D tidak secara langsung berhubungan dengan peningkatan kadar 1,25-vitamin D karena secara fisiologis bentuk aktif vitamin D ini perlu mengaktifkan enzim 25-hidroksilase dan 1-α-hidroksilase. Sebuah intervensi dilakukan pada wanita berpenghasilan rendah di Bangladesh yang, asupan makanan rendah Ca dan vitamin D, tidak memiliki kegiatan di luar ruangan meskipun tinggal di negara yang disinari matahari diberikan suplementasi 1000 IU vitamin D ditambah 600 mg kalsium/hari yang diberikan selama 12 bulan dapat mempertahankan dan memperbaiki serum 25(OH)D sebesar 12.96 ng/mL tidak berbeda dengan kelompok yang hanya mendapatkan 1000 IU vitamin D saja per hari yang memperbaiki serum 25(OH)D sebesar 12.88 ng/mL (Islam et al. 2010). Pada studi ini terjadi penurunan prevalensi defisiensi vitamin D baik pada kelompok VDK maupun kelompok VD. Distribusi prevalensi vitamin D sebelum suplementasi pada masing-masing kelompok adalah 75% dan 89.5%. Demikian pula setelah suplementasi, prevalensi defisiensi vitamin D turun menjadi 50% pada kelompok VDK dan 36.8% pada kelompok VD. Status serum 25(OH)D awal pada kelompok VD lebih rendah dibanding kelompok VDK sehingga respon perbaikan serum 25(OH)D lebih baik dibanding subjek yang tidak defisiensi. Peningkatan serum 25(OH)D tidak diikuti dengan perubahan tekanan darah dan profil lipid. Hal ini disebabkan karena respon biokimia darah setelah diberikan dosis vitamin D bervariasi, perbedaan penyebab kekurangan serta tingkat keparahannya. Sebelum suplementasi, ditemukan serum 25(OH)D yang sangat rendah (3.5 ng/dL) pada kelompok garmen yang mungkin karena jarang terpapar sinar matahari mengingat jam bekerja dimulai dari pukul 07.00 hingga 18.00. Keadaan tersebut nampaknya yang menyebabkan pemberian dosis vitamin D dua kali AKG (400 IU) masih terlalu rendah sehingga belum mampu memperbaiki serum 25(OH)D, tekanan darah dan profil lipid. Semakin rendah konsentrasi 25(OH)D awal maka dosis suplementasi yang akan diberikan semakin tinggi sehingga dapat meningkatkan konsentrasi serum di atas 75 nmol/L (Vieth et al. 2004). Kondisi konsentrasi serum 25(OH)D awal < 50 nmol/L diperkirakan dapat meningkatkan 1.2 nmol/L untuk pemberian setiap 40 IU suplemen vitamin D yang dikonsumsi harian. Ketika serum 25(OH)D <10 nmol/L, terjadi percepatan peningkatan serum 25(OH)D mencapai 3.45 nmol/L untuk pemberian setiap 40 IU suplemen vitamin D. Kondisi awal serum 25(OH)D >70 nmol/L penyerapan menurun hingga 0.7 nmol/L untuk pemberian setiap 40 IU suplemen vitamin D (Tsiaras dan Weinstock 2011) Bahan makanan sumber vitamin D sangat terbatas. Sumber utama vitamin D adalah salmon, mackerel, ikan tuna, jamur, kuning telur dan jus jeruk. Vitamin D juga dapat diperoleh dari makanan yang diperkaya dengan vitamin D, diantaranya produk sereal, produk roti, susu, mentega, keju, margarin (Holick 2007). Asupan
61
vitamin D subjek tidak mempengaruhi keadaan serum 25(OH)D dikarenakan makanan sumber vitamin D ini relatif mahal. Bahan makanan yang sering dikonsumsi sebagai sumber vitamin D adalah telur ayam, serelia, dan yogurt. Jaringan adipositas juga memberikan kontribusi terhadap variabilitas respon 25(OH)D terhadap suplemen yang diberikan. Vitamin D larut dalam lemak memiliki sifat tersimpan dalam jaringan adiposa sehingga konsentrasi 25(OH)D yang beredar lebih rendah dibanding subjek dengan berat badan normal. Dengan demikian, diperlukan vitamin D yang lebih besar pada individu yang memiliki kelebihan berat badan dan obesitas (Wortsman et al. 2000; Maki et al. 2009). Selain itu bila dikaitkan dengan asupan makanan terlihat bahwa asupan energi, lemak dan karbohidrat terjadi pada kedua kelompok setelah mendapat intervensi. Pada akhir suplementasi terjadi peningkatan rata-rata asupan lemak. Asupan lemak subjek kelompok VDK meningkat menjadi 49.4 g yang memenuhi sekitar 102.9% AKG lemak, sementara rata-rata asupan lemak subjek kelompok VD meningkat menjadi 56.5 g lemak memenuhi sekitar 117.7% AKG lemak. Frekuensi asupan sumber lemak dari gorengan pada sebagian besar subjek tergolong tinggi, dimana lebih dari separuh subjek mengonsumsi gorengan setiap kali makan. Umumnya gorengan yang dikonsumsi antara lain bakwan, pisang goreng, tahu goreng. Yang dikhawatirkan adalah minyak goreng yang telah digunakan berulang kali sehingga mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap peningkatan kolesterol total dan LDL. Selain itu dapat menurunkan kadar kolesterol HDL subjek. Asam lemak tidak jenuh pada minyak goreng saat pemanasan berulang dapat berubah menjadi minyak jenuh dan lemak trans. Hal ini didukung hasil analisis rasio K-total/K-HDL terjadi peningkatan dari 3.9 menjadi 4.6 pada kelompok VD sedangkan rasio K-LDL/KHDL meningkat dari 2.4 menjadi 3.0 pada akhir intervensi. Sementara kelompok VDK rasio K-total/K-HDL terjadi peningkatan dari 4.2 menjadi 4.4 sedangkan rasio K-LDL/K-HDL meningkat dari 2.4 menjadi 2.8 di akhir intervensi. Selain itu, suplementasi kolekalsiferol atau ergokalsiferol dapat meningkatkan serum 25(OH)D tidak seefektif paparan sinar matahari. Namun untuk sintesis vitamin D di kulit memerlukan prekursor kolesterol yang sudah diubah menjadi 7-dehidrokolesterol dan dapat menghasilkan photoproduk lain yang dapat mempengaruhi tingkat lipid. Seringnya kulit terpapar dengan sinar matahari mengakibatkan kolesterol endogen di dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan hormon antara lain hormon sekosterol yang merupakan derivate 7dehidrokolesterol lebih banyak. Derivate 7-dehidrokolesterol (previtamin D) merupakan prekursor langsung kolesterol yang dibentuk dari kolesterol endogen tubuh (Marks et al. 2000; Almatsier 2004). Dengan kata lain kolesterol dibutuhkan untuk pembentukan previtamin D yang akan dikonversikan menjadi vitamin D3 bila terpapar dengan sinar matahari. Hal inilah yang menyebabkan terjadi penurunan Ktotal dan K-LDL setelah mendapatkan paparan sinar matahari. Hasil penelitian ini menemukan bahwa rata-rata kalsium serum pada subjek yang bekerja di Sekda Kabupaten Bogor justru menurun setelah mendapat paparan sinar matahari. Rata-rata kalsium serum sebelum mendapat paparan matahari sebesar 13.0 mg/dL menurun menjadi 9.8 mg/dL setelah mendapat paparan sinar matahari. Sementara rata-rata kalsium serum pada subjek di pabrik garmen tidak mengalami perubahan pada kedua perlakuan. Hal ini dapat dikarenakan metabolisme kalsium dalam tubuh tidak lepas dari peran vitamin D3 (kalsitriol) pada saluran cerna dan sintesis vitamin D3 endogen (Passeri et al. 2008). Peningkatan
62
serum 25(OH)D dapat mempertahankan konsentrasi kalsium serum dalam kisaran normal (9-11 mg/dL) dengan meningkatkan efisiensi usus halus menyerap kalsium (Bushinsky dan Monk 1998; Murray et al. 2003). Namun bila tubuh mengalami penurunan vitamin D juga merusak homeostasis kalsium dan fosfor dalam tubuh. Defisiensi vitamin D menurunkan penyerapan kalsium dari usus kecil. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan PTH ke dalam sirkulasi, sehingga mengembalikan homeostasis kalsium melalui peningkatan reabsorpsi tubular kalsium di dalam ginjal, meningkatkan mobilisasi kalsium tulang dari tulang, dan meningkatkan produksi 1,25(OH)2D (Ullah et al. 2009). Keterbatasan penelitian Penelitian ini hanya menggunakan dua perlakuan dengan dosis vitamin D sama (400 IU) hanya saja dikombinasikan dengan 500 mg kalsium pada salah satu perlakuan, dengan ukuran subjek penelitian yang relatif kecil. Hal ini dikarenakan alasan secara teknis sulit mendapat izin dari pihak garmen untuk menggunakan subjek yang lebih banyak. Pertimbangan waktu yang semakin lama jika lebih dari dua perlakuan serta kekhawatiran drop out yang tinggi mengingat intervensi yang diberikan adalah dalam bentuk obat yang berisiko pada kebosanan. Faktor risiko yang mempengaruhi peningkatan serum 25(OH)D antara lain rendahnya tingkat kepatuhan dan penerimaan baik pada kelompok WUS di Sekda maupun WUS yang bekerja di pabrik garmen. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan subjek yang berdampak tidak termotivasi untuk mengikuti intervensi. Perhitungan asupan zat gizi secara kuantitatif menggunakan food recall yang dilakukan 2 hari (satu hari kerja dan satu hari libur) sebanyak 2 kali (sebelum dan setelah) intervensi dan secara kualitatif dengan FFQ satu bulan terakhir. Kelemahan metode ini adalah subjek lupa makanan yang dikonsumsi baik jumlah maupun jenis. Subjek pada penelitian ini adalah pekerja wanita usia subur yang bekerja di pabrik garmen sehingga interpretasi mungkin lebih menggambarkan keadaan pekerja wanita di pabrik garmen. Sebagian besar subjek berasal dari ekonomi golongan menengah ke bawah sehingga kemungkinan kurang dapat menggambarkan keadaan pola konsumsi pekerja dengan ekonomi golongan menengah ke atas. Implikasi hasil penelitian Masalah kekurangan vitamin D tidak hanya mengincar negara yang memiliki empat musim saja (sub tropis) namun juga meningkat di negara tropis seperti Indonesia terutama pada pekerja yang mengabdikan dirinya bekerja dari mulai pagi hari hingga sore hari di ruangan tertutup. Oleh sebab itu penerima manfaat studi ini adalah wanita usia subur yang bekerja di ruangan tertutup, namun juga dapat dimanfaatkan pada pekerja laki-laki yang berisiko untuk jarang terpapar matahari antara lain pekerja bank, rumah sakit, para narapidana, dan lainnya. Sinar matahari yang sangat mudah didapat serta tidak mengeluarkan biaya sebagai alternatif terbaik untuk meningkatkan konsentrasi vitamin D. Namun bila hal ini sangat tidak mungkin untuk dilakukan, suplementasi vitamin D dapat digunakan sebagai salah satu upaya penanggulangan kekurangan vitamin D.
63
Paparan sinar matahari pada wajah dan lengan selama 20-30 menit diperkirakan setara dengan 2000 IU vitamin D per kali pemajanan. Dalam penelitian ini dipajankan tiga kali seminggu, vitamin D yang diperoleh melalui paparan sinar matahari sekitar 6000 IU/ minggu. Bila dibandingkan dengan suplemen yang diberikan dengan dosis 400 IU/hari maka suplemen memberikan kontribusi terhadap vitamin D sekitar 2800 IU/minggu. Paparan matahari dilakukan 36 X 2000 IU = 72.000 IU, sementara suplementasi yang diberikan setara dengan 2800 IU X 12 minggu = 33.600 IU. Hal ini berarti suplemen memberikan vitamin D lebih rendah (hampir separuh) dari paparan sinar matahari. Paparan sinar matahari adalah salah salah satu pendekatan yang efektif dan tidak mahal untuk memperbaiki dan mempertahankan status vitamin D. Perkiraan biaya produksi suplementasi vitamin ini sebesar Rp 1500/kapsul. Biaya yang dikeluarkan untuk 12 minggu adalah Rp 1500 x 7 kapsul x 12 minggu = Rp 126.000. Hal ini berati dengan paparan sinar matahari dapat menghemat sekitar Rp 84.000 per bulan untuk biaya suplementasi vitamin D.
64
8 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Paparan sinar matahari 30 menit tiga kali seminggu selama 12 minggu dapat meningkatkan serum 25(OH)D sebesar 15.9% dan peningkatan serum vitamin ini berdampak menurunkan K-total sebesar 10.3% dan LDL sebesar 17.1%, tekanan darah sistolik sebesar 9.1% dan diastolik sebesar 7.5%. Setelah pemberian suplementasi vitamin D setiap hari selama 12 minggu, terdapat peningkatan rata-rata serum 25(OH)D sebesar 3.6 ng/dL kelompok VDK, sedangkan kelompok VD sebesar 6.3 ng/dL. Pada kelompok VDK, terjadi peningkatan serum 25(OH)D sebesar 21.6% sementara pada kelompok VD terjadi peningkatan serum 25(OH)D hampir dua kali lebih tinggi (42.3%) dari kelompok VDK. Pemberian suplementasi pada kedua kelompok, tidak memperbaiki tekanan darah sistolik dan diastolik, tidak memperbaiki profil lipid (K-total, K-LDL, trigliserida dan K- HDL) subjek. Saran Penelitian ini menjelaskan pengaruh paparan sinar matahari dan efikasi suplementasi vitamin D dan kalsium terhadap perbaikan status serum vitamin D, tekanan darah sistolik dan diastolik dan profil lipid (K-total, K-LDL, K-HDL, trigliserida pekerja wanita usia subur. Untuk membuktikan lebih lanjut pengaruh intervensi ini pada sistem endokrin perlu penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme fungsi vitamin D secara genomik sehingga terlihat perubahan reseptor vitamin D pada jaringan tubuh. Studi ini menyimpulkan bahwa WUS yang tinggal di negara khatulistiwa seperti Indonesia tidak menjamin memiliki status vitamin D normal, oleh karena itu perlu dilakukan edukasi tentang manfaat dan dampak/akibat yang terjadi apabila kekurangan vitamin D yang dikarenakan jarangnya terpapar sinar matahari. Untuk peningkatan kualitas dan produktifitas SDM yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta perlu dialokasikan waktu untuk berjemur di bawah sinar matahari. Defisiensi vitamin D pada kelompok WUS di Indonesia cukup tinggi terutama pada WUS yang jarang terpapar sinar matahari. Bila program penanggulangan defisiensi vitamin D dilakukan melalui program suplementasi perlu dipertimbangkan kondisi serum 25 (OH)D awal. Suplementasi vitamin D dengan dosis 400 IU telah terbukti dapat memperbaiki status vitamin D pada pekerja WUS yang bekerja di pabrik garmen, namun perlu ditingkatkan dosis pemberian mengingat kelompok ini sangat jarang terpapar sinar matahari sebagai prekursor vitamin D. Masalah yang kerap kali ditemukan pada program suplementasi adalah rendahnya tingkat kepatuhan asupan suplemen, akibatnya penerimaan terhadap suplementasi merupakan salah satu faktor yang harus diatasi. Untuk itu perlu dilakukan edukasi dengan menitikberatkan pentingnya permasalahan kekurangan vitamin D, dampak yang ditimbulkan dan manfaat yang diperoleh. Untuk pelaksanaan edukasi ini perlu kerjasama lintas sektoral antara lain dinas tenaga kerja, kesehatan, organisasi profesi, pemberdayaan wanita dan lainnya
65
DAFTAR PUSTAKA Adachi H, Hirai Y, Sasaki S, Enomoto M, Fukami A, Kumagai E, Esaki E, Imaizumi T. 2011. Trends in Dietary Intakes and Serum Cholesterol Levels over 50 Years in Tanushimaru in Japanese Men. Food & Nutrition Sciences 2(5). Aghamohammadzadeh R, Heagerty AM. 2012. Obesity-related hypertension: epidemiology, pathophysiology, treatments, and the contribution of perivascular adipose tissue. Annals of Medicine 44(S1): S74-S84. Al Mheid I, Patel RS, Tangpricha V, Quyyumi AA. 2013. Vitamin D and cardiovascular disease: is the evidence solid? European Heart Journal 34(48): 3691-3698. Almatsier S. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta.: Gramedia Pustaka Utama. Arunabh S, Pollack S, Yeh J, Aloia JF. 2003. Body fat content and 25hydroxyvitamin D levels in healthy women. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 88(1): 157-161. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Jakarta. [Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2013. Jakarta: Depkes. Bender DA. 2003. Nutritional Biochemistry of the Vitamins: Cambridge university press. Boos CJ, Lip GY. 2006. Is hypertension an inflammatory process? Current Pharmaceutical Design 12(13): 1623-1635. Burgaz A, Orsini N, Larsson SC, Wolk A. 2011. Blood 25-hydroxyvitamin D concentration and hypertension: a meta-analysis. Journal of Hypertension 29(4): 636-645. Burgess, D E, Hawkins, G R, Watanabe, Mamoru. 1990. Interaction of 1, 25dihydroxyvitamin D and plasma renin activity in high renin essential hypertension. American Journal of Hypertension 3(12 Pt 1): 903-905. Bushinsky DA, Monk RD. 1998. Calcium. The Lancet 352(9124): 306-311. Cannell, John, Hollis, Bruce W. 2008. Use of vitamin D in clinical practice. Alternative Medicine Review 13(1). Carbone LD, Rosenberg EW, Tolley EA, Holick MF, Hughes TA, Watsky MA, Barrow KD, Chen TC, Wilkin, Nathaniel K, et al. 2008. 25-Hydroxyvitamin D, cholesterol, and ultraviolet irradiation. Metabolism 57(6): 741-748. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL, Jones DW, Materson BJ, Oparil S, Wright Jr JT. 2003. The seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure: the JNC 7 report. JAMA 289(19): 2560-2571. Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Menilai Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes. Forman JP, Ferrari B, Heike A, Willett, Walter C, Stampfer, Meir J, Curhan, Gary C. 2005. Vitamin D intake and risk of incident hypertension results from three large prospective cohort studies. Hypertension 46(4): 676-682.
66
Forman JP, Giovannucci E, Holmes MD, Bischoff-Ferrari HA, Tworoger SS, Willett, Walter C, Curhan, C G. 2007. Plasma 25-hydroxyvitamin D levels and risk of incident hypertension. Hypertension 49(5): 1063-1069. Fraser D. 1995. Vitamin D. New York: Lancet Gallagher M. 2008. The nutrients and their metabolism in Krause’s Food & Nutrition Therapy. Saunders: Philadelphia. Garrow, Stuart J, James, Trehearne WP. 1993. Human Nutrition and Dietetics. London: Churchill Livingstone. Genest J, McPherson R, Frohlich J, Anderson T, Campbell N, Carpentier A, Couture P, Dufour R, Fodor G, Francis, et al. 2009. Canadian Cardiovascular Society/Canadian guidelines for the diagnosis and treatment of dyslipidemia and prevention of cardiovascular disease in the adult–2009 recommendations. Canadian Journal of Cardiology 25(10): 567-579. Gordon DJ, Probstfield JL, Garrison RJ, Neaton JD, Castelli WP, Knoke JD, Jacobs D, Bangdiwala, Shrikant, Tyroler H. 1989. High-density lipoprotein cholesterol and cardiovascular disease. Four prospective American studies. Circulation 79(1): 8-15. Grant WB, Holick MF. 2005. Benefits and requirements of vitamin D for optimal health: a review. Alternative Medicine Review 10(2). Green TJ, Skeaff CM, Rockell JE, Venn BJ, Lambert A, Todd J, Khor GL, Loh SP, Muslimatun S, Agustina R. 2008. Vitamin D status and its association with parathyroid hormone concentrations in women of child-bearing age living in Jakarta and Kuala Lumpur. European Journal of Clinical Nutrition 62(3): 373-378. Gropper S, Groff J. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Canada: Wadsworth, Cengage Learning. Gropper SS, Smith JL. 2012. Advanced nutrition and human metabolism: Cengage Learning. Hanwell H, Vieth R, Cole D, Scillitani A, Modoni S, Frusciante V, Ritrovato G, Chiodini I, Minisola S, Carnevale V. 2010. Sun exposure questionnaire predicts circulating 25-hydroxyvitamin D concentrations in Caucasian hospital workers in Southern Italy. The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 121(1): 334-337. Holick M, Chen TC. 2008. Vitamin D deficiency: a worldwide problem with health consequences. The American Journal of Clinical Nutrition 87(4): 1080S1086S. Holick MF. 1995. Environmental factors that influence the cutaneous production of vitamin D. The American Journal of Clinical Nutrition 61(3): 638S-645S. Holick MF. 2003. Vitamin D: A millenium perspective. Journal of Cellular Biochemistry 88(2): 296-307. Holick MF. 2004. Sunlight and vitamin D for bone health and prevention of autoimmune diseases, cancers, and cardiovascular disease. The American Journal of Clinical Nutrition 80(6): 1678S-1688S. Holick MF. 2006. Vitamin D. Biochemical, Physiological, Molecular Aspects of Human Nutrition. Di dalam. Missouri, Saunders Elsevier: 863-883. Holick MF. 2007. Vitamin D deficiency. New England Journal of Medicine 357(3): 266-281.
67
Holick MF, Binkley NC, Bischoff-Ferrari HA, Gordon CM, Hanley DA, Heaney RP, Murad MH, Weaver CM, Endocrine S. 2011. Evaluation, treatment, and prevention of vitamin D deficiency: an Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab 96(7): 1911-1930. doi: 10.1210/jc.20110385. Hull. 1996. Heart Disease, Hypertension and Nutrition. Jakarta: Bumi Aksara. Indriani Y, Khomsan A, Sukandar, Riyadi. 2011. Pengaruh Pemberian Zat Gizi Terhadap Status Besi dan Kebugaran Fisik Pekerja Wanita Usia Subur. Jurnal Gizi Pangan 3: 171-177. Islam MZ, Shamim AA, Kemi V, Nevanlinna A, Akhtaruzzaman M, Laaksonen M, Jehan AH, Jahan K, Khan HU, Lamberg-Allardt C. 2008. Vitamin D deficiency and low bone status in adult female garment factory workers in Bangladesh. British Journal of Nutrition 99(06): 1322-1329. Islam MZ, Shamim AA, Viljakainen HT, Akhtaruzzaman M, Jehan AH, Khan HU, Al-Arif FA, Lamberg-Allardt C. 2010. Effect of vitamin D, calcium and multiple micronutrient supplementation on vitamin D and bone status in Bangladeshi premenopausal garment factory workers with hypovitaminosis D: a double-blinded, randomised, placebo-controlled 1-year intervention. British Journal of Nutrition 104(02): 241-247. Jorde R, Figenschau Y, Emaus N, Hutchinson M, Grimnes G. 2010. Serum 25hydroxyvitamin D levels are strongly related to systolic blood pressure but do not predict future hypertension. Hypertension 55(3): 792-798. Judd SE, Nanes MS, Ziegler TR, Wilson PW, Tangpricha V. 2008. Optimal vitamin D status attenuates the age-associated increase in systolic blood pressure in white Americans: results from the third National Health and Nutrition Examination Survey. The American Journal of Clinical Nutrition 87(1): 136141. Kauffman JM. 2009. Benefits of Vitamin D Supplementation. Journal of American Physicians and Surgeons Volume 14 Khor, Thuy. 2011. Vitamin D Deficiency and Health Outcomes in Asia. Conference Vitamin D and Health, Jakarta 30 November 2011. Kimura Y, Kawamura M, Owada M, Oshima T, Murooka M, Fujiwara T, Hiramori K. 1999. Effectiveness of 1, 25-dihydroxyvitamin D supplementation on blood pressure reduction in a pseudohypoparathyroidism patient with high renin activity. Internal Medicine 38(1): 31-35. Krause R, Bühring M, Hopfenmüller W, Holick MF, Sharma AM. 1998. Ultraviolet B and blood pressure. The Lancet 352(9129): 709-710. Kulie T, Groff A, Redmer J, Hounshell J, Schrager S. 2009. Vitamin D: an evidence-based review. J Am Board Fam Med 22(6): 698-706. doi: 10.3122/jabfm.2009.06.090037. Kusuma YS, Babu BV, Naidu JM. 2003. Prevalence of hypertension in some crosscultural populations of Visakhapatnam district, South India. Ethnicity & Disease 14(2): 250-259. Lenders CM, Feldman HA, Von Scheven E, Merewood A, Sweeney C, Wilson DM, Lee PD, Abrams SH, Gitelman SE, Wertz MS. 2009. Relation of body fat indexes to vitamin D status and deficiency among obese adolescents. The American Journal of Clinical Nutrition 90(3): 459-467.
68
Li YC, Kong J, Wei M, Chen Z-F, Liu SQ, Cao L-P. 2002. 1, 25-Dihydroxyvitamin D3 is a negative endocrine regulator of the renin-angiotensin system. Journal of Clinical Investigation 110(2): 229-238. Li YC, Qiao G, Uskokovic M, Xiang W, Zheng W, Kong J. 2004. Vitamin D: a negative endocrine regulator of the renin–angiotensin system and blood pressure. The Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology 89: 387-392. Li Z, Yang R, Xu G, Xia T. 2005. Serum lipid concentrations and prevalence of dyslipidemia in a large professional population in Beijing. Clinical Chemistry 51(1): 144-150. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII. LIPI: Jakarta. Lips P, Duong T, Oleksik A, Black D, Cummings S, Cox D, Nickelsen T. 2001. A global study of vitamin D status and parathyroid function in postmenopausal women with osteoporosis: baseline data from the multiple outcomes of raloxifene evaluation clinical trial. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 86(3): 1212-1221. Liu L, Ikeda K, Chen M, Yin W, Mizushima S, Miki T, Nara Y, Yamori Y. 2004. Obesity, emerging risk in China: trend of increasing prevalence of obesity and its association with hypertension and hypercholesterolaemia among the Chinese. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology 31(s2): S8-S10. Looker AC, Pfeiffer CM, Lacher DA, Schleicher RL, Picciano MF, Yetley EA. 2008. Serum 25-hydroxyvitamin D status of the US population: 1988–1994 compared with 2000–2004. The American Journal of Clinical Nutrition 88(6): 1519-1527. Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause's Food and Nutrition Therapy. St. Louis: Saunders Elsevier. Major GC, Alarie F, Doré J, Phouttama S, Tremblay A. 2007. Supplementation with calcium+ vitamin D enhances the beneficial effect of weight loss on plasma lipid and lipoprotein concentrations. The American Journal of Clinical Nutrition 85(1): 54-59. Maki KC, Marshall JW, Rubin MR, Wong LG, McManus JF, Jensen CD, Lawless A. 2009. Serum 25-Hydroxyvitamin D is an Independent Predictor of HighDensity Lipoprotein Cholesterol and Metabolic Syndrome in Men and Women. Journal of Clinical Lipidology 3(3): 213. Maki KC, Rubin MR, Wong LG, McManus JF, Jensen CD, Lawless A. 2011. Effects of vitamin D supplementation on 25-hydroxyvitamin D, high-density lipoprotein cholesterol, and other cardiovascular disease risk markers in subjects with elevated waist circumference. International Journal of Food Sciences and Nutrition 62(04): 318-327. Margolis KL, Ray RM, Van Horn L, Manson JE, Allison MA, Black HR, Beresford SA, Connelly SA, Curb JD, Grimm RH. 2008. Effect of calcium and vitamin d supplementation on blood pressure The Women’s Health Initiative Randomized Trial. Hypertension 52(5): 847-855. Marks D, Marks AD, Smith CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
69
Martins D, Wolf M, Pan D, Zadshir A, Tareen N, Thadhani R, Felsenfeld A, Levine B, Mehrotra R, Norris K. 2007. Prevalence of cardiovascular risk factors and the serum levels of 25-hydroxyvitamin D in the United States: data from the Third National Health and Nutrition Examination Survey. Archives of Internal Medicine 167(11): 1159-1165. Matsuoka LY, Wortsman J, Dannenberg MJ, Hollis BW, Lu Z, Holick MF. 1992. Clothing prevents ultraviolet-B radiation-dependent photosynthesis of vitamin D3. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 75(4): 1099-1103. Mertens P, Muller R. 2010. Vitamin D and cardiovascular risk. International Urology and Nephrology 42(1): 165-171. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper Jakarta: EGC. [NCEP] National Cholesterol Education Program. 2001. Expert Panel on Detection and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. JAMA 285:2468-2497 Norman AW. 1998. Sunlight, season, skin pigmentation, vitamin D, and 25hydroxyvitamin D: integral components of the vitamin D endocrine system. The American Journal of Clinical Nutrition 67(6): 1108-1110. Norman AW. 2008. A vitamin D nutritional cornucopia: new insights concerning the serum 25-hydroxyvitamin D status of the US population. Am J Clin Nutr 88(6): 1455-1456. doi: 10.3945/ajcn.2008.27049. Nurbazlin M, Chee WSS, Rokiah P, Tan ATB, Chew YY, Nusaibah ARS, Chan SP. 2013. Effects of sun exposure on 25 (OH) vitamin D concentration in urban and rural women in Malaysia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition 22(3). O'Meara JG, Kardia SL, Armon JJ, Brown CA, Boerwinkle E, Turner ST. 2004. Ethnic and sex differences in the prevalence, treatment, and control of dyslipidemia among hypertensive adults in the GENOA study. Archives of Internal Medicine 164(12): 1313-1318. Oemardi M, Horowitz M, Wishart JM, Morris HA, Need AG, O’Loughlin PD, Nordin B. 2007. The effect of menopause on bone mineral density and bone‐ related biochemical variables in Indonesian women. Clinical Endocrinology 67(1): 93-100. Oparil S, Zaman MA, Calhoun DA. 2003. Pathogenesis of hypertension. Annals of Internal Medicine 139(9): 761-776. Osuji C, Nzerem B, Meludu S, Dioka C, Nwobodo E, Amilo G. 2010. The Prevalence of Overweight/Obesity and Dyslipidemia Amongst a Group of Women Attending" August" Meeting. Nigerian Medical Journal 51(4). Parker J, Hashmi O, Dutton D, Mavrodaris A, Stranges S, Kandala N-B, Clarke A, Franco OH. 2010. Levels of vitamin D and cardiometabolic disorders: systematic review and meta-analysis. Maturitas 65(3): 225-236. Passeri G, Vescovini R, Sansoni P, Galli C, Franceschi C, Passeri M. 2008. Calcium metabolism and vitamin D in the extreme longevity. Experimental Gerontology 43(2): 79-87. Peterlik M, Cross H. 2005. Vitamin D and calcium deficits predispose for multiple chronic diseases. European Journal of Clinical Investigation 35(5): 290-304. Pfeifer M, Begerow B, Minne HW, Nachtigall D, Hansen C. 2001. Effects of a Short-Term Vitamin D3 and Calcium Supplementation on Blood Pressure
70
and Parathyroid Hormone Levels in Elderly Women 1. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 86(4): 1633-1637. Pilz S, Kienreich K, Stuckler D, Meinitzer A, Tomaschitz A. 2012. Associations of sun exposure with 25-hydroxyvitamin D and parathyroid hormone levels in a cohort of hypertensive patients: the Graz Endocrine Causes of Hypertension (GECOH) study. International Journal of Endocrinology. Pilz S, Tomaschitz A, Ritz E, Pieber TR. 2009. Vitamin D status and arterial hypertension: a systematic review. Nature Reviews Cardiology 6(10): 621630. Robson J, Diffey B. 1990. Textiles and sun protection. Photodermatology, Photoimmunology & Photo Medicine 7(1): 32-34. Ross AC, Manson JE, Abrams SA, Aloia JF, Brannon PM, Clinton SK, DurazoArvizu RA, Gallagher JC, Gallo RL, Jones G. 2011. The 2011 report on dietary reference intakes for calcium and vitamin D from the Institute of Medicine: what clinicians need to know. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 96(1): 53-58. Sargowo. 1998. Peranan radikal bebas dalam patogenesis aterosklerosis. Majalah Kedokteran Indonesia 48(2): 100-109. Scragg R, Sowers M, Bell C. 2007. Serum 25-hydroxyvitamin D, ethnicity, and blood pressure in the Third National Health and Nutrition Examination Survey. American Journal of Hypertension 20(7): 713-719. Setiati S. 2008. Vitamin D status among Indonesian elderly women living in institutionalized care units. Population 40(2). Setiati S, Oemardi M, Sutrisna B. 2007. The role of ultraviolet-B from sun exposure on vitamin D3 and parathyroid hormone level in elderly women in Indonesia. Asian Journal of Gerontology & Geriatrics 2(3): 126-132. [SKRT] Survei Kesehatan Rumah Tangga. 2001. Status Kesehatan masyarakat Indonesia. Jakarta: Depkes RI. [SKRT] Survei Kesehatan Rumah Tangga. 2004. Status Kesehatan masyarakat Indonesia. Jakarta: Depkes RI. Stroud ML, Stilgoe S, Stott VE, Alhabian O, Salman K. 2008. Vitamin D-a review. Australian Family Physician 37(12): 1002-1005. Tsiaras WG, Weinstock MA. 2011. Factors influencing vitamin D status. Acta Derm Venereol 91(2): 115-124. doi: 10.2340/00015555-0980. Ullah MI, Uwaifo GI, Nicholas WC, Koch CA. 2009. Does vitamin D deficiency cause hypertension? Current evidence from clinical studies and potential mechanisms. International Journal of Endocrinology 2010. Vieth R, Kimball S, Hu A, Walfish PG. 2004. Randomized comparison of the effects of the vitamin D3 adequate intake versus 100 mcg (4000 IU) per day on biochemical responses and the wellbeing of patients. Nutr J 3: 8. doi: 10.1186/1475-2891-3-8. Walker S, Hawk J, Young A. 2003. Acute and chronic effects of ultraviolet radiation on the skin. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. NewYork: Mc Graw-Hill: 1275-1282. Wang TJ, Pencina MJ, Booth SL, Jacques PF, Ingelsson E, Lanier K, Benjamin EJ, D’Agostino RB, Wolf M, Vasan RS. 2008. Vitamin D deficiency and risk of cardiovascular disease. Circulation 117(4): 503-511.
71
Watson KE, Abrolat ML, Malone LL, Hoeg JM, Doherty T, Detrano R, Demer LL. 1997. Active serum vitamin D levels are inversely correlated with coronary calcification. Circulation 96(6): 1755-1760. Webb AR, Holick MF. 1988. The role of sunlight in the cutaneous production of vitamin D3. Annual Review of Nutrition 8(1): 375-399. Webb AR, Kline L, Holick MF. 1988. Influence of Season and Latitude on the Cutaneous Synthesis of Vitamin D3: Exposure to Winter Sunlight in Boston and Edmonton Will Not Promote Vitamin D3 Synthesis in Human Skin*. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 67(2): 373-378. [WHO] World Health Organization. 2008. The Global Burden of Disease: Update 2004: WHO. Witham MD, Nadir MA, Struthers AD. 2009. Effect of vitamin D on blood pressure: a systematic review and meta-analysis. Journal of Hypertension 27(10): 1948-1954. Wiyono, K B, RDj H, SW S. 2004. Hubungan antara rasio lingkar pinggang-pinggul dengan kadar kolesterol pada orang dewasa di Kota Surakarta. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran 143: 44-48. Wortsman J, Matsuoka LY, Chen TC, Lu Z, Holick MF. 2000. Decreased bioavailability of vitamin D in obesity. The American Journal of Clinical Nutrition 72(3): 690-693. Yuniarti. 2000. Epidemiologi penyakit jantung koroner. Medika 2: 307-312. Zittermann A, Frisch S, Berthold HK, Götting C, Kuhn J, Kleesiek K, Stehle P, Koertke H, Koerfer R. 2009. Vitamin D supplementation enhances the beneficial effects of weight loss on cardiovascular disease risk markers. The American Journal of Clinical Nutrition 89(5): 1321-1327.
72
LAMPIRAN Lampiran 1 Ringkasan hasil olah statistik Variabel Asupan lemak Awal Asupan Awal
lemak Korelasi Pearson
Selisih IMT K-total Umur subjek awalKolesterol subjek Awal akhir total Awal 1 -.048 .040 .067 -.144
Nilai p Umur subjek
Korelasi Pearson Nilai p
IMT subjek Awal Korelasi Pearson Nilai p Selisih kolesterol Korelasi Pearson total Awal-Akhir Nilai p K-total Awal
Korelasi Pearson Nilai p
-.048
.714
.763
.611
.273
1
.086
.076
.164
.515
.566
.210
1
.299
.027
.020
.835
1
-.47
.714 .040
.086
.763
.515
.067
.076
.299*
.611
.566
.020
-.144
.164
.027
-.471
.273
.210
.835
.000
.000 1
73
Lampiran 1 (Lanjutan ringkasan hasil olah statistik) Variabel
Asupan lemak awal Asupan lemak Korelasi Pearson 1 awal Nilai p Umur subjek
IMT Selisih KUmur Subjek K-HDL HDL Awal subjek Awal Awal Akhir -.048 .040 -.263* -.123 .714 .763 .043 .349
Korelasi Pearson Nilai p
-.048 .714
1
.086 .515
.053 .688
.153 .243
subjek Korelasi Pearson Nilai p
.040 .763
.086 .515
1
-.317* .014
-.018 .894
K-HDL Awal Korelasi Pearson Nilai p
-.263* .043
.053 .688
-.317* .014
1
-.233 .073
Selisih K-HDL Korelasi Pearson Awal Akhir Nilai p
-.123 .349
.153 .243
-.018 .894
-.233 .073
1
IMT Awal
74
Lampiran 1 (Lanjutan ringkasan hasil olah statistik)
Asupan lemak awal
Asupan lemak awal Korelasi Pearson 1 Nilai p
Umur subjek -.048 .714
IMT subjek Awal .040 .763
K-LDL Awal -.033 .802
Selisih KLDL Awal Akhir .089 .499
Umur subjek Korelasi Pearson Nilai p
-.048 .714
1
.086 .515
.184 .159
-.154 .241
IMT subjek Korelasi Pearson Awal Nilai p
.040 .763
.086 .515
1
.038 .773
.332* .010
K-LDL Awal Korelasi Pearson Nilai p
-.033 .802
.184 .159
.038 .773
1
-.542 .000
Selisih K- Korelasi Pearson LDL Awal Nilai p Akhir
.089 .499
-.154 .241
.332* .010
-.542** .000
1
75
Lampiran 1 (Lanjutan ringkasan hasil olah statistik)
Asupan lemak Awal
Asupan lemak Umur Awal subjek Korelasi Pearson 1 -.048 Nilai p .714
IMT subjek Awal .040 .763
Selisih Trigliserida Trigliserida Awal Awal Akhir -.088 .022 0.505 .866
Umur subjek Korelasi Pearson Nilai p
-.048 .714
1
.086 .515
.153 .242
.281* .030
IMT subjek Korelasi Pearson Awal Nilai p
.040 .763
.086 .515
1
.255* .050
.097 .459
Trigliserida Awal
Korelasi Pearson Nilai p
-.088 .505
.153 .242
.255* .050
1
.103 .433
Selisih Trigliserida Awal Akhir
Korelasi Pearson Nilai p
.022 .866
.281* .030
.097 .459
.103 .433
1
76
Lampiran 2. Persetujuan Etik
77
Lampiran 3. Formulir Food Frequency Questionnares (FFQ) Nama Responden : No. Responden : Tanggal : Rata-rata frekuensi makan selama 1 bulan yang lalu
Banyak
Jenis makanan Tidak sering
Karbohidrat Nasi Mie Roti Kentang Singkong Jagung Sereal Pangan Hewani Telur ayam Ikan asin Ayam Ikan Laut Ikan sungai/tawar Jeroan ayam, kambing, sapi Daging sapi Udang segar/kering
Kepiting Hati sapi Telur puyuh Pangan nabati Tempe Tahu Kacang-kacangan Susu Kedelai Sayur/Buah/jus Sayur hijau Sayur warna Sayur putih Sayur polong (buncis, kc.pjg) Jamur Orange Jus
Tidak pernah
<1x/bln
0
1
23x/bln
2
Sering 12x/mgg
3
3-4 /mgg
4
5-6 /mgg
≥1x/hr (berapa kali)
5
6
URT Gr
78
Lanjutan lampiran 3 Susu dan produk fortifikasi Susu Kental manis Susu bubuk Susu bubuk instan Susu Skim Susu UHT Yogurt Keju Mentega Margarin Martabak keju Cake keju Snack ringan rasa keju Suplemen: a. CDR b. Redoxon c. Supradin d. Vitamin C e. Dll (sebutkan merek...)
79
Lampiran 4. Formulir Food Recall FORMULIR FOOD RECALL Nama responden : No responden : Tanggal/hari ke : Waktu Pagi
Siang
Malam
Nama makanan/minuman
Bahan makanan
Jumlah URT
Gr
Keterangan
80
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah putri ketiga dari delapan bersaudara keluarga Bapak D. Simanjuntak dan Ibu R. Rumapea yang dilahirkan di Medan, 26 September 1973. Penulis melewati masa pendidikannya mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi di kota yang sama. Tahun 1995, setelah lulus dari Pendidikan Ahli Madya Gizi, mulai masa pengabdiannya sebagai tenaga gizi di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Kemudian tahun 2000-2002 menyelesaikan studi S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dengan beasiswa dari Kementerian Kesehatan. Setelah lulus sarjana, penulis pindah dan mengabdikan diri di Politeknik Kesehatan Bengkulu. Pada tahun 2004-2006 penulis mendapat beasiswa dari Politeknik Kesehatan Bengkulu untuk melanjutkan pendidikan di Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Pada tahun 2010, dengan beasiswa dari DIPA Politeknik Kesehatan Bengkulu, akhirnya penulis memutuskan untuk melanjutkan pendalamannya di bidang Ilmu Gizi Manusia di Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Artikel yang diterbitkan selama mengikuti pendidikan program S3 adalah Lipid Profiles and Blood Pressure among Worker Women, Its Correlation with Risk Factor of Coronary Heart Disease di Pakistan Journal of Nutrition 12 (9): 806-810, 2013. Sebuah artikel dengan judul “Peranan UVB dari Sinar Matahari terhadap Status Vitamin D dan Tekanan darah pada Wanita Usia Subur” telah diterima dan sedang proses review pada jurnal nasional Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (terakreditasi DIKTI).