EDISI 11, NOVEMBER 2014 BMKG
Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam
BULETIN KATA PENGANTAR Bumi adalah tempat kita berpijak, berbagai kebutuhan kita disediakan oleh bumi. Yang lahir dan hidup di bumi bukan hanya generasi saat ini, namun berkelanjutan untuk anak cucu di masa depan. Jika mengulas tentang bumi, begitu banyak aspek yang diperhatikan. Mulai dari aspek lingkungan, ekonomi, politik, sampai kegiatan manusia. Semua mempunyai kontribusi besar bagi keadaan bumi nantinya. Salah satu faktor terpenting adalah faktor meteorologi, yang berperan dalam mendorong berbagai program pembangunan di bumi. Dengan menilik hal itu, serta mengkhususkan pada pembangunan di kawasan Barelang, Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam setiap bulannya menerbitkan BULETIN METEOROLOGI. Buletin Meteorologi edisi November 2014 akan mengulas informasi hasil evaluasi cuaca dan iklim wilayah Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2014, prakiraan hujan dan gelombang laut, serta prakiraan pasang surut bulan November 2014. Buletin ini dibuat sebagai salah satu sarana penunjang penyampaian informasi meteorologi, baik kepada para pengguna jasa informasi meteorologi dan juga kepada masyarakat umum. Kami menyadari bahwa penulisan buletin ini masih belum sempurna, terdapat banyak kekurangan dan belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas dari media informasi ini. Besar harapan kami agar buletin ini dapat terus berkembang dan berkesinambungan, serta dapat menjawab semua pertanyaan mengenai isu-isu meteorologI di wilayah Kepulauan Riau .
KEPALA STASIUN METEOROLOGI KELAS I HANG NADIM BATAM
PHILIP MUSTAMU S.Sos NIP. 19590406 198203 1 002
TIM REDAKSI PELINDUNG : PHILIP MUSTAMU, S.Sos.
KEPALA STASIUN METEOROLOGI KELAS I HANG NADIM BATAM PENANGGUNGJAWAB : TRI AGUS PRAMONO, S.Kom
KEPALA SEKSI DATA DAN INFORMASI
ANGGOTA TIM : YAYAN HERMAWAN DUDI JUHANDINATA, S.Stat., M.M. SRI SULISMIYATI, A.Md. PURWO AJI SETIAWAN, S.ST. AGITA DEVI PRASTIWI, A.Md. DEBORA TRULY MARPAUNG, S.ST. SABILA RAHMABUDHI, A.Md. TATA NASKAH NANGSIP CAHYANA, S.SI. DUATI WARDANI, S.SI. MOHAMMAD TAUFIQ, S.SI.
STASIUN METEOROLOGI HANG NADIM BATAM
Jl. Hang Nadim Batu Besar, batam 29466 Phone : +62-778-761507 ext 1025 Fax. +62-778-761401 E-mail :
[email protected] hangnadim.kepri.bmkg.go.id bmkg.bpbatam.go.id
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR I.
RINGKASAN
II. PENGERTIAN
4 5
III. ANALISA CUACA DAN IKLIM A. KERAGAMAN HUJAN
5
B. DINAMIKA ATMOSFIR & LAUTAN BULAN OKTOBER 2014
7
1.
Monsun
2.
El Nino - Southern Oscilation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD)
7 9 10
3.
Madden - Julian Oscilation (MJO)
4.
IOD (Indian Ocean Dipole)
12
C. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2014
13
IV. PRAKIRAAN BULAN NOVEMBER 2014 A. DINAMIKA ATMOSFIR
17
1.
Tekanan Udara dan Angin
17
2.
ENSO (El Nino - Southern Oscilation)
18
3.
MJO
19
4.
Dipole Mode / IOD (Indian Ocean Dipole)
21
A. PRAKIRAAN HUJAN BULAN OKTOBER 2014 1.
Prakiraan Hujan Dasarian
23
2.
Prakiraan Hujan Bulanan
24
V. PRAKIRAAN ANGIN, GELOMBANG DAN ARUS LAUT BULAN NOVEMBER 2014
26
VI.PREDIKSI PASANG SURUT BULAN NOVEMBER 2014
30
VII.INFORMASI MATAHARI TERBIT/TERBENAM DAN BULAN TERBIT/TERBENAM NOVEMBER 2014
35
VIII.DAFTAR ISTILAH
38
Page 4
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
I. RINGKASAN 1.
Berdasarkan data curah hujan bulan Oktober 2014 yang diterima dari stasiun / pos hujan di Barelang yang mewakili daerah-daerah di sekitarnya, maka evaluasi jumlah curah hujan dan sifat hujan bulan Oktober 2014 adalah sebagai berikut:
Secara umum bahwa kejadian hujan di Pulau Batam cukup merata ditandai dengan sifat hujan berada pada kisaran dibawah normal terhadap rata-ratanya kecuali untuk wilayah Pagoda yang memiliki sifat hujan normal atau sesuai dengan rata-ratanya. Jumlah curah hujan di wilayah Batam berkisar antara 0.5 – 130 mm. Berdasarkan hasil analisa angin di sekitar wilayah Kepulauan Riau dominan dari arah Selatan hingga Barat dengan kecepatan 05 hingga 20 km/jam.
Untuk kondisi atmosfer dibulan Oktober 2014 adalah sebagai berikut: MJO pada bulan Oktober berada pada fase 1 hingga 8 dengan sifat kuat hingga lemah. Wilayah Indonesia berada fase 3 sampai 5 dalam hal ini MJO melewati wilayah Indonesia namun MJO kurang berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia termasuk Batam karena saat MJO melewati wilayah Indonesia sifatnya lemah. Secara umum nilai OLR pada bulan Oktober bernilai relatif rendah di utara wilayah Indonesia termasuk Kepulauan Riau. Nilai OLR yang semakin kecil menunjukkan bahwa semakin banyak tutupan awan konvektif di wilayah tersebut. Kondisi rata-rata suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia termasuk Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2014 berkisar antara 28.00C hingga 30.00C. Suhu muka laut yang hangat (>27.00C) mengindikasikan ketersediaan uap air yang lebih banyak. Kondisi yang demikian ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembentukan awan-awan yang menjulang tinggi sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hujan. Nilai anomali Suhu Muka Laut di wilayah perairan Indonesia secara umum merata, termasuk Kepulauan Riau sebesar 0.5 - 1.5 terhadap normalnya, hal ini menunjukan pada bulan Oktober 2014 kondisi suhu muka laut berada pada nilai diatas normalnya.
II.
Secara umum kondisi cuaca bulan Nopember 2014 di Batam Berdasarkan keluaran program HyBMG 2.0.7 dengan model prediksi ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) diperoleh prediksi curah hujan tiap dasarian mulai Nopember 2014 hingga Desember 2015. Data masukan yang digunakan adalah data series hujan dasarian Hang Nadim periode Nopember 1998 s.d Oktober 2014. Dengan membandingkan prediksi hujan model ARIMA dengan normal hujan dasarian periode 1993-2012 diperoleh nilai korelasi 0,919092 dan RMSE (error) 9.2247 dan dengan mempertimbangkan kondisi terakhir dinamika atmosfer di wilayah Indonesia dan sekitarnya, serta membandingkan dengan normal hujannya maka sifat hujan bulan Nopember 2014 adalah normal dengan curah hujan bulanan antara 150 mm – 400 mm .
Page 5
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
II. PENGERTIAN A. SIFAT HUJAN Sifat Hujan adalah Perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu: 1. Di atas normal ( A ), jika nilai perbandingannya lebih besar dari 115 %. 2. Normal ( N ), jika nila perbandingannya antara 85 % - 115 %. 3. Di bawah normal ( B ), jika nilai perbandingannya kurang dari 85 %. B. NORMAL CURAH HUJAN 1. RATA-RATA CURAH HUJAN BULANAN: Nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun. 2. NORMAL CURAH HUJAN BULANAN : Nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. 3. STANDARD NORMAL CURAH HUJAN BULANAN : Nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan selama periode 30 tahun dimulai dari 1 Januari 1901 s/d 31 Januari 1930, 1 Januari 1931 s/d 31 Januari 1960, 1 Januari 1961 s/d 31 Januari 1990, dan seterusnya. C. INTENSITAS CURAH HUJAN (CH) KRITERIA CH
CH/hari
CH/Jam
Sangat Lebat
> 100 mm
> 20 mm
Lebat
50 - 100 mm
10 - 20 mm
Sedang
20 - 50 mm
5 - 10 mm
Ringan
5 - 20 mm
1 - 5 mm
III. ANALISA CUACA DAN IKLIM A. KERAGAMAN HUJAN Kepulauan Riau merupakan wilayah negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dan dilewati garis khatulistiwa. Wilayah negara Indonesia dilewati oleh garis katulistiwa serta dikelilingi oleh dua Samudra dan dua Benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara-Selatan) dikenal sebagai Sirkulasi Hadley dan sirkulasi zonal (Timur-Barat) dikenal sebagai Sirkulasi Walker, dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia.
Page 6
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o Lintang Utara ke 23.5o Lintang Selatan sepanjang tahun mengakibatkan timbulnya aktivitas monsun yang juga ikut berperan dalam mempengaruhi keragaman iklim. Pengaruh lokal terhadap keragaman iklim juga tidak dapat diabaikan, karena Kepri merupakan kepulauan dengan bentuk topografi sangat beragam menyebabkan sistem golakan lokal cukup dominan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap keragaman iklim ialah gangguan siklon tropis. Semua aktivitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun akan tetapi besar pengaruh dari masing-masing aktivitas atau sistem tersebut tidak sama dan dapat berubah dari tahun ke tahun. El-Nino dan La-Nina merupakan salah satu akibat dari penyimpangan iklim. Fenomena ini akan menyebabkan penurunan dan peningkatan jumlah curah hujan untuk beberapa daerah di Indonesia. Pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang berpola hujan monsun, lemah pada daerah berpola hujan equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan pola hujan lokal, sedangkan IOD (Indian Ocean Dipole) hanya berpengaruh jelas pada daerah berpola hujan monsun. Selain akibat pengaruh fluktuasi suhu permukaan laut di samudera pasifik (El Nino-Southern Oscillation/ENSO) dan Samudera Hindia (Indian Ocean Dipole / IOD), fenomena fase aktif osilasi intra -musiman yang dikenal sebagai MJO (Madden-Julian Oscillation) juga mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia. Menurut Geerts and Wheeler (1998) MJO akan menyebabkan terjadinya variasi pada pola angin, SML (Suhu Muka Laut), awan dan hujan. Fase aktif MJO bila bersamaan waktunya dengan monsun timur laut di Kepulauan Riau (Desember-April) dapat menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan sekitar 200%. Pergerakan MJO ke timur dari samudra India menuju samudra Pasifik dibagi dalam 8 phase. Phase-1 di Afrika (210° BB - 60° BT), phase-2 di samudra India bagian barat (60° BT – 80° BT), phase-3 di samudra India bagian timar (80° BT – 100° BT) phase-4 & phase-5 di benua maritim Indonesia (100° BT – 140° BT), phase-6 di kawasan Pasifik barat (140°BT-160° BT), phase 7 di Pasifik tengah (160° BT – 180° BT) , dan phase-8 daerah konveksi di belahan bumi bagian barat (180° – 160° BB). Pada umumnya hujan tropis berasal dari awan konvektif dengan puncak awan sangat dingin (sedikit mengemisi radiasi gelombang panjang), oleh karenanya sangat baik memonitor MJO dengan memperhatikan variasi OLR (Outgoing Longwave Radiation) yang dipantau melalui sensor infra merah pada satelit.
Page 7
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
B. DINAMIKA ATMOSFER & LAUTAN BULAN OKTOBER 2014 1. Monsun Pada bulan Oktober matahari telah melewati equator dan sudah berada di wilayah Bumi Bagian Selatan dengan pergerakan semu sejauh kurang lebih 6° yaitu dari 16°LS menuju 22°LS. Hal ini berdampak ke peningkatan suhu muka laut di daerah sekitar ekuator dan BBU yang memicu terbentuknya pola-pola tekanan udara rendah. Pada bulan Oktober 2014 tercatat ada tiga kejadian siklon tropis yaitu siklon tropis Phanfone, Vangfong, dan Nuri. Namun hal ini kurang berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah curah hujan di wilayah Kepulauan Riau. Gbr.1 Peta Rata-rata Suhu Muka Laut bulan Oktober 2014
Sumber: http://www.emc.ncep.noaa.gov/research/cmb/ sst_analysis/images/monsstv2.png
Gbr.2 Peta Anomali Suhu Muka Laut bulan Oktober 2014
Sumber: http://www.emc.ncep.noaa.gov/research/cmb/ sst_analysis/images/monanomv2.png
Page 8
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Kondisi rata-rata suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia termasuk Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2014 berkisar antara 28.0 0C hingga 30.00C (Gbr.1). Suhu muka laut yang hangat (>27.00C) mengindikasikan ketersediaan uap air yang lebih banyak. Kondisi yang demikian ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembentukan awan-awan yang menjulang tinggi sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hujan. Nilai anomali Suhu Muka Laut (Gbr.2) di wilayah perairan Indonesia secara umum merata, termasuk Kepulauan Riau sebesar 0.5 - 1.5 terhadap normalnya hal ini menunjukan pada bulan Oktober 2014 kondisi suhu muka laut berada pada nilai diatas normalnya. Keadaan seperti ini mendukung dalam proses pembentukan awan-awan konvektif di wilayah Kepulauan Riau sehingga jumlah curah hujan cenderung meningkat pada bulan Oktober 2014. Gbr.3 Rata-rata Tekanan Udara Permukaan Laut Bulan Oktober 2014
Sumber : : http://www.bom.gov.au/cg-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=mslp&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
Pada bulan Oktober 2014, tekanan udara di BBS secara umum lebih tinggi dari pada BBU menyebabkan massa udara bergerak dari BBS (bertekanan tinggi) menuju BBU (bertekanan rendah) sehingga menyebabkan pola angin di sekitar wilayah Kepulauan Riau dominan dari arah selatan hingga barat serta membentuk daerah pola belokan angin (shearline). Pada daerah belokan angin terjadi perlambatan kecepatan angin yang menyebabkan penumpukkan massa udara sehingga terjadi pengangkatan massa udara, sedangkan pola konvergen menyebabkan daerah-daerah pertemuan massa udara sehingga keduanya menimbulkan potensi pembentukan awan-awan konvektif.
Page 9
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.4 Klimatologi Arah Angin 3000 Feet pada Bulan Oktober 2014
Berdasarkan hasil analisa (Gbr.5) daerah Kepulauan Riau angin bertiup dengan kecepatan 5 hingga 10 knot. Kondisi angin dengan kecepatan lemah ini mendukung dalam proses pembentukan banyak awan. Gbr.5 Rata-rata Arah dan Kecepatan Angin 850 mb pada Bulan Oktober 2014
Sumber: http://www.bom.gov.au/cgi-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=850wind&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
2. El Nino - Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) Pada bulan Oktober, ENSO berada pada kondisi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai anomali SST Nino 3.4 pada akhir Oktober +0.82 °C. Sedangkan kondisi SOI (Southern Oscillation Index) pada Oktober 2014 berada pada kondisi normal. Nilainya pada akhir Oktober 2014 sebesar -8.6 Hal ini tidak berpengaruh terhadap penambahan atau pengurangan jumlah curah hujan pada bulan Oktober di wilayah Kepulauan Riau.
Page 10
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.6 Grafik indeks SST Nino3.4
Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml
Gbr.7 Grafik indeks ENSO / SOI
Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/monitoring/soi30.png
3. Madden-Julian Oscillation ( MJO) a. Outgoing Longwave Radiation (OLR) OLR merupakan suatu radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh bumi ke luar angkasa. Tidak semua radiasi gelombang panjang yang terpancar dari bumi sampai ke luar angkasa. Awan awan konvektif adalah salah satu faktor yang menghalangi perjalanan gelombang panjang. Jika pada suatu wilayah tertutup hamparan awan konvektif, maka nilai OLR akan kecil. Secara umum nilai OLR pada bulan September bernilai relatif rendah di utara wilayah Indonesia termasuk Kepulauan Riau. Nilai OLR yang semakin kecil menunjukkan bahwa semakin banyak tutupan awan konvektif di wilayah tersebut.
Page 11
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.8 Rata-rata OLR bulan Oktober 2014
Sumber: http://www.bom.gov.au/cgi-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=olr&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
b. Fase MJO (Median Julian Oscilation) MJO pada bulan Oktober berada pada fase 1 hingga 8 dengan sifat kuat hingga lemah. Wilayah Indonesia berada fase 3 sampai 5. Dalam hal ini MJO melewati wilayah Indonesia namun MJO kurang berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia termasuk Batam karena saat MJO melewati wilayah Indonesia sifatnya lemah. Gbr.9 Fase MJO
Page 12
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
4. IOD (Indian Ocean Dipole) Fenomena Dipole Mode di Samudera Hindia atau IOD (Indian Ocean Dipole) berada pada kisaran dibawah normal dengan kondisi netral (-0,5°C s.d 0,5°C). Pada akhir Oktober nilai IOD memiliki kondisi normal yang bernilai 0.21 0C. Sehingga bisa diketahui bahwa selama bulan Oktober 2014, secara umum IOD kurang signifikan dalam menambah peluang pertumbuhan awan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk wilayah Kepulauan Riau.
Gbr.10 Grafik IOD
C. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2014 Berdasarkan data curah hujan bulan Oktober 2014 yang diterima dari stasiun dan AWS (Automatic Weather Station) di Pulau Batam yang mewakili daerah-daerah di sekitarnya, maka evaluasi jumlah curah hujan dan sifat hujan bulan Oktober 2014 adalah sebagai berikut:
Page 13
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Tabel 1: Analisis Curah Hujan dan Sifat Hujan Bulan Oktober 2014 Hang Nadim
19.9
206.2
Bawah Normal
Mukakuning
118.2
176.2
Bawah Normal
Nongsa
72.0
130.5
Bawah Normal
Tg. Uncang
0.6
159.8
Bawah Normal
Pagoda
128.2
129.7
Normal
Sengkuang
0.6
133.7
Bawah Normal
Dari tabel di atas tampak bahwa kejadian hujan di Pulau Batam cukup merata ditandai dengan sifat hujan secara umum berada pada kisaran dibawah normal terhadap rata-ratanya kecuali untuk wilayah Pagoda yang memiliki sifat hujan normal atau sesuai dengan rata-ratanya. Jumlah curah hujan di wilayah Batam berkisar antara 0.5 – 130 mm.
Gbr.11 Evaluasi Curah Hujan Bulan Oktober 2014
Page 14
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.12 Evaluasi Sifat Hujan Bulan Oktober 2014
Dari gambar peta isohyet di atas dapat diketahui konsentrasi hujan di Barelang yang terjadi selama bulan Oktober 2014. Sebaran hujan cukup merata di wilayah Pulau Batam, Rempang dan Galang. dengan nilai antara 230 – 280 mm. konsentrasi jumlah curah hujan tertinggi terdapat di wilayah Pagoda.
Page 15
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
1. Analisa Unsur Cuaca Signifikan Bulan Oktober 2014 Stamet Hang Nadim a. Hujan Sifat hujan bulan Oktober 2014 di Barelang adalah Bawah Normal (B) dengan curah hujan selama sebulan berkisar 19,9 mm - 128,2 mm atau antara 7,9 % - 50,9 %. Curah hujan terendah terjadi di Hang Nadim dan tertinggi di Pagoda. Khusus di Hang Nadim dalam bulan Oktober 2014 terdapat 7 hari hujan terukur dan 4 hari hujan tidak terukur (ttu) dengan total curah hujan sebesar 19,9 mm atau berkisar 7,9% dari rata-rata yang berarti sifat hujan Bawah Normal (B). Pada decade I terjadi 1 hari hujan dengan jumlah curah hujan 5,6 mm, decade II terjadi 4 hari hujan dengan jumlah curah hujan 3 mm, dan decade III terjadi 6 hari hujan dengan jumlah curah hujan 11,3 mm. Curah hujan tertinggi 7,8 mm terjadi pada tanggal 22 Oktober 2014
.
Gbr.13 Grafik Curah Hujan bulan Oktober 2014 di Hang Nadim
Page 16
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
b. Suhu Udara Suhu udara harian rata-rata berkisar antara 24,8 - 27,5 ° C. Suhu udara terendah dalam bulan Oktober 2014 adalah 23,9 °C terjadi pada tanggal 22 Oktober 2014 pagi hari dan suhu udara tertinggi 34,1 °C terjadi pada tanggal 29 Oktober 2014 siang hari. Gbr.14 Grafik Suhu Udara bulan Oktober 2014 di Hang Nadim
C.
Kelembaban Udara Kelembaban udara harian rata-rata berkisar antara 73 % - 91 %. Kelembaban udara terendah mutlak 43% terjadi pada tanggal 24 Oktober 2014 siang hari, sedangkan kelembaban udara tertinggi 98% terjadi tanggal 17 dan 18 Oktober 2014. Dengan demikian udara pada bulan Oktober 2014 lebih kering dibandingkan bulan September 2014. Gbr.15 Grafik Kelembaban Udara Bulan Oktober 2014 di Hang Nadim
d. Angin Permukaan Selama periode dasarian I – III Oktober 2014 angin permukaan secara umum didominasi dari arah Timur sampai Barat Daya dengan kecepatan rata-rata 7 km/jam 11 km/jam, arah dan kecepatan maximum dari Selatan sekitar 36 km/jam terjadi pada tanggal 18 Oktober 2014.
Page 17
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
IV. PRAKIRAAN BULAN NOVEMBER 2014 A. DINAMIKA ATMOSFIR 1. Tekanan Udara dan Angin. Pada bulan November 2014, posisi matahari dalam gerak semunya berada di BBS (Belahan Bumi Selatan) dengan pergerakan semu sejauh kurang lebih 1,5° yaitu dari 22°LS menuju 23,5°LS (http://www.physicalgeography.net). Namun, dominasi pola-pola daerah bertekanan udara rendah pada November 2014 akan bergeser ke wilayah Bumi Bagian Selatan (BBS). Gbr.16 Prediksi Anomali Suhu Muka Laut dan Rata-rata Tekanan Udara pada Bulan November 2014 Prediksi Anomali Suhu Muka Laut
Rata-rata Tekanan Udara
periode November 2014
pada Bulan November 2014
Sumber: http://pred.ldeo.columbia.edu/forecast/sst/12/ glbbld_DJF_nov2012.html
Sumber: http://www.esrl.noaa.gov/psd/cgi-bin/data/composites/
Pola angin rata-rata bulan November 2014 secara dominan bertiup dari Bumi Bagian Selatan (BBS) menuju Bumi Bagian Utara (BBU). Sedangkan untuk wilayah Kepulauan Riau, pola angin yang terbentuk berada dekat dengan daerah belokan angin (shearline) dan daerah pertemuan massa udara (konvergensi). Pola angin belokan dan konvergensi ini memicu terkumpulnya banyak massa udara yang mendukung dalam proses pertumbuhan awanawan hujan.
Page 18
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.17 Rata-rata Streamline 3000 feet pada Bulan November 2014
2. ENSO (EL Nino-Southern Oscillation) ENSO merupakan salah satu fenomena cuaca skala global yang mempengaruhi penambahan curah hujan (fase La Nina) maupun pengurangan curah hujan (fase El Nino) di wilayah Indonesia. Prediksi ENSO menurut institusi internasional yaitu NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan POAMA (Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia) menyatakan bahwa ENSO masih dalam kondisi normal. Sedangkan BMKG dan JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology) menyatakan bahwa terjadi EL Nino Lemah untuk November 2014. Dengan demikian, di Wilayah Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur diprediksi akan terjadi pengurangan jumlah curah hujan. Gbr.18 Prediksi ENSO dari NOAA, JAMSTEC, POAMA dan BMKG
Page 19
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Salah satu parameter ENSO yaitu data SOI (Southern Oscillation Index) dari BoM (Bureau of Meteorology Australia) hingga awal November menunjukkan kondisi normal dengan nilai mencapai -8.6. Sehingga diprakirakan untuk bulan November 2014 di wilayah Indonesia tidak akan terdapat penambahan jumlah curah hujan yang signifikan. Gbr.19 Grafik SOI Januari 2012 sampai dengan awal November 2014
3. MJO (Madden-Julian Oscillation) Salah satu fenomena cuaca global yang juga mempengaruhi jumlah curah hujan di Indonesia, khususnya daerah dekat khatulistiwa adalah osilasi gugusan awan atau disebut MJO. Berdasarkan data dari NOAA, diprakirakan pada tanggal 31 Oktober 2014 s.d 14 November 2014 MJO mengalami peningkatan aktivitas. Pada akhir September hingga pertengahan Oktober intensitasnya meningkat namun tidak berada di sekitar Kepulauan Indonesia. Sehingga diprediksi tidak mempengaruhi jumlah curah hujan di wilayah Indonesia. Sedangkan berdasarkan data anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) yang merupakan salah satu indikator MJO menunjukkan nilai -5 s.d +5 Wm-2 di sekitar Indonesia Bagian Barat. Hal ini berarti tutupan awan di wilayah Kepulauan Riau pada November 2014 cenderung lebih sedikit.
Page 20
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr. 20 Grafik Fase MJO pada Bulan Oktober 2014 dan Prakiraan Bulan November 2014
Sumber: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/
Gbr. 21 Anomali OLR sampai dengan 31 Oktober 2014 dan prakiraan 15 hari kedepan
Sumber: http://cawcr.gov.au/staff/mwheeler/maproom OLR_modes/
Page 21
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
4. Dipole Mode / IOD (Indian Ocean Dipole) Fenomena cuaca global terakhir yang juga mempengaruhi peluang hujan di Indonesia, khususnya Indonesia Bagian Barat, adalah dipole mode. Menurut data dari BoM, grafik indeks IOD akhir November berada pada kondisi normal dengan nilai terakhir +0.21 (Gbr.22) dibandingkan dengan nilai normalnya kisaran -0,50 C s.d 0,50 C dan prediksi November bernilai -0.13. Sedangkan BMKG memprediksi nilai indeks dipole mode pada bulan November bernilai 0,13. (Gbr.23). Secara umum berdasarkan data prakiraan yang didapat dari BMKG dan BoM keduanya menunjukan bahwa nilai IOD pada bulan November tidak berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia Bagian Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa IOD masih dalam kondisi normal sehingga penambahan curah hujan di Indonesia bagian barat kurang signifikan. Gbr.22 Grafik indeks IOD sampai dengan akhir November 2014 dari BoM
Sumber:www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml
Gbr. 23 Prediksi Indeks Dipole Mode dari BoM dan BMKG
Page 22
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
5. Tinjauan Klimatologis Kondisi cuaca bulan November di Batam berdasarkan data klimatologis selama 21 tahun (1993-2013) diketahui:
Minimum
Rata-rata
Maksimum
SUHU UDARA (C)
21.6
24.3
31.1
KELEMBAPAN UDARA
44%
86%
100%
ANGIN (Km/Jam)
6
8
14
HARI HUJAN
10
19
26
*14 hari disertai petir
Secara umum curah hujan merata di seluruh wilayah Batam berkisar antara 150 – 400 mm selama bulan November. Wilayah Batam bagian Timur merupakan daerah dengan konsentrasi hujan tertinggi yaitu sekitar 350 – 400 mm. Sedangkan daerah Batam Tengah dengan konsentrasi hujan terendah yaitu sekitar 150 – 200 mm. Kesimpulan: Dari uraian di atas diketahui bahwa peluang pertumbuhan awan-awan hujan di Batam pada bulan November 2014 cenderung tidak jauh berbeda dibandingkan dengan bulan Oktober yang lalu.
Page 23
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
B. PRAKIRAAN HUJAN BULAN NOVEMBER 2014 1. Prakiraan Hujan Dasarian Berdasarkan keluaran program HyBMG 2.0.7 dengan model prediksi ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) diperoleh prediksi curah hujan tiap dasarian mulai November 2014 hingga Desember 2015. Data masukan yang digunakan adalah data series hujan dasarian Hang Nadim periode Nopember 1998 s.d Oktober 2014. Dengan membandingkan prediksi hujan model ARIMA dengan normal hujan dasarian periode 1993 - 2012 diperoleh nilai korelasi 0,919092 dan RMSE (error) 9.2247 Hasilnya menunjukkan bahwa curah hujan di bulan November 2014 diprakirakan:
Sifat Hujan
Jumlah Curah Hujan
Dasarian Pertama
Normal
63.5
Dasarian Kedua
Normal
43.8
Dasarian Ketiga
Normal
88.2
Sesuai dengan kriteria sifat hujan dalam dasarian, prakiraan curah hujan pada dasarian I dan III berada pada normalnya, sedangkan curah hujan pada dasarian II di bawah normalnya 85%.
Page 24
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
2. Prakiraan Hujan Bulanan Berdasarkan data-data dan analisis model serta program HyBMG 2.0.7 dapat diperoleh hasil prakiraan curah hujan satu bulan pada bulan November 2014 di wilayah Barelang sebagai berikut: Tabel 2: Prakiraan Curah Hujan Bulan November 2014
Gbr.24 Peta Prakiraan Curah Hujan Bulan November 2014
Page 25
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Berdasarkan prakiraan curah hujan bulan November 2014 dapat diperoleh sifat hujan bulan November 2014 di Barelang sebagai berikut : Tabel 3: Prakiraan Sifat Hujan Bulan NOVEMBER 2014
Gbr.25 Peta Prakiraan Sifat Hujan Bulan November 2014
Page 26
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
V. PRAKIRAAN ANGIN DAN GELOMBANG LAUT NOVEMBER 2014 Berdasarkan peta prakiraan angin dan gelombang laut mingguan di wilayah perairan Kepulauan Riau pada bulan November 2014 yang dibuat Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam menggunakan Software Windwave – 05, dapat disampaikan prakiraan angin permukaan dan tinggi gelombang laut serta arus laut perairan Kepulauan Riau dan sekitarnya sebagai berikut:
Tabel 4 : Prakiraan Tinggi Gelombang Laut Bulan November 2014 TINGGI
ARUS LAUT
(m)
ARAH & KECEP. ANGIN ( km/jam )
0,5 – 1,5
Tenggara – 20
Tenggara –10
Batam - Tarempa
1–2
Selatan - 20
Selatan - 10
Batam - Natuna
1–2
Selatan - 18
Barat - 15
Batam - Karimun
0,5 – 1,5
Tenggara – 20
Timur Laut - 5
1–2
Tenggara – 20
Selatan – 15
0,5 – 1
Tenggara – 20
Tenggara – 5
0,5 – 1,5
Tenggara – 20
Tenggara -5
1–2
Tenggara – 20
Selatan – 15
WILAYAH PERAIRAN
Batam - Tanjung Pinang
Batam - Lingga
Batam - Singapura
Batam - Dumai
Batam - Tambelan
GELOMBANG
( cm/s )
Page 27
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.27 Peta Prakiraan Angin Minggu I November 2014
Gbr.28 Peta Analisa Angin Bulan Oktober 2014
Page 28
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.29 Peta Prakiraan Tinggi Gelombang Laut Minggu I November 2014
Gbr.30 Peta Analisa Tinggi Gelombang Laut Bulan Oktober 2014
Page 29
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Gbr.30 Peta Prakiraan Arus Laut Minggu I November 2014
Gbr.31 Peta Analisa Arus Laut Bulan Oktober 2014
Page 30
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
VI. PREDIKSI PASANG SURUT (TIDAL) A. Pendahuluan
Pasang surut air adalah gelombang yang mirip dengan gelombang air yang terjadi akibat tiupan angin. Pasang surut memiliki panjang gelombang yang panjang, seperti yang terdapat pada laut dalam namun terjadi untuk air dangkal, ini berarti pasang surut dibiaskan oleh keadaan topografi kedalaman bawah air. Periodenya pun cukup panjang, dalam orde jam. Pasang surut air terjadi disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh gerakan bumi, bulan, dan matahari.
B. Pola Pasang Surut Di seluruh dunia pasang surut berbeda baik ketinggian paras air maupun waktu kejadiannya. Area pantai yang hanya punya satu pasang surut tertinggi dan terendah setiap hari disebut diurnal tide (air pasang harian). Wilayah yang mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari disebut mempunyai semi-diurnal tide. Jika semidiurnal tide mempunyai ketinggian air pasang yang dicapai berbeda dan saat surut juga level air tidak sama disebut semi-diurnal mixed tide. Pola pasang surut dapat dijelaskan secara gelombang dengan grafik yang menunjukkan paras air untuk sumbu vertical dan sumbu mendatar menyatakan waktu hari. Pengamatan pasang surut dalam jangka waktu yang lama digunakan untuk menghitung rata-rata ketinggian pasang. Dengan nilai Rata-rata ini dapat
dihitung
anomaly pasang naik dan pasang surut air. C. Paras Pasang Surut. Ketinggian air tertinggi yang dicapai permukaan air setiap hari disebut High Water (HT) / Higt Tide (Ht) Titik terendah dimana permukaan air surut disebut Low Water (LW) / Low Tide Mengingat Propinsi Kepulauan Riau sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan maka phenomena Pasang Surut air laut sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan yang berhubungan dengan kelautan seperti Bongkar Muat di Pelabuhan Laut, kegiatan para nelayan dan lain sebagainya. Untuk itu dalam buletin ini kami sajikan prediksi pasang surut di seluruh Propinsi Kepulauan Riau yang meliputi 6 (enam) Kabupaten Kota Sebagai Berikut :
Page 31
I. KOTA BATAM 1. Batu Ampar, November 2014
2. Sekupang, November 2014
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
1 2
Page 32
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
II. KABUPATEN BINTAN 1. Tanjung Uban, November 2014
2. Tanjung Pinang, November 2014
3 4
Page 33
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
III. KABUPATEN KARIMUN 1. Tanjung Balai Karimun, November 2014
5
IV. KABUPATEN LINGGA 1. Dabo Singkep, November 2014
6
Page 34
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
IV. KABUPATEN ANAMBAS 7
1. Selat Peninting, November 2014
V. KABUPATEN NATUNA 1. Sedanau, November 2014 8
Page 35
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
VII. INFORMASI MATAHARI TERBIT/TERBENAM DAN BULAN TERBIT/TERBENAM NOVEMBER 2014 1. Stasiun Meterorologi Hang Nadim Batam Location : E104 07, N01 07, November 2014 SUN MOON DATE
Rise hm
Set hm
Rise hm
Set hm
1 2 3 4 5 6 7 8
0545 0545 0545 0545 0545 0545 0545 0545
1749 1749 1749 1749 1749 1749 1749 1749
1301 1354 1446 1538 1631 1724 1817 1911
0032 0125 0218 0311 0404 0458 0551 0646
9 10 11
0545 0545 0545
1749 1750 1750
2004 2056 2146
0739 0832 0923
12
0546
1750
2234
1012
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
0546 0546 0546 0546 0546 0547 0547 0547 0547 0548 0548
1750 1750 1750 1750 1750 1751 1751 1751 1751 1752 1752
2320 000 0004 0047 0130 0214 0258 0344 0433 0524 0618
1058 1143 1226 1309 1351 1434 1519 1606 1655 1747 1842
24 25 26 27 28 29 30
0548 0548 0549 0549 0549 0550 0550
1752 1752 1753 1753 1753 1754 1754
0714 0811 0908 1004 1058 1151 1242
1938 2036 2133 2228 2322 000 0015
2. Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Location : E104 32, N00 55, November 2014 SUN MOON Rise Set Rise Set hm hm hm hm 0543 1748 1300 0030 0543 1748 1352 0124 0543 1748 1445 0217 0543 1748 1537 0309 0543 1748 1629 0402 0543 1748 1722 0456 0543 1748 1816 0550 0543 1748 1909 0644 0543 1748 2002 0737 0543 1748 2054 0830 0543 1748 2144 0921 0544 1748 2232 1010 0544 1748 2318 1057 0544 1749 000 1141 0544 1749 0003 1225 0544 1749 0046 1307 0544 1749 0129 1350 0545 1749 0212 1433 0545 1749 0256 1517 0545 1750 0343 1604 0545 1750 0431 1653 0546 1750 0522 1746 0546 1750 0616 1840 0546 1751 0712 1937 0547 1751 0809 2034 0547 1751 0906 2131 0547 1752 1002 2227 0547 1752 1057 2321 0548 1752 1149 000 0548 1753 1241 0013
Page 36
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
3. Stasiun Meteorologi Ranai Natuna
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Location : E108 24, N03 55, November 2014 SUN MOON Rise Set Rise Set hm hm hm hm 0539 1737 1254 0020 0539 1737 1346 0114 0539 1737 1437 0208 0539 1737 1528 0302 0539 1737 1619 0356 0539 1737 1712 0450 0539 1737 1804 0545 0539 1737 1858 0640 0539 1737 1951 0734 0540 1737 2042 0827 0540 1737 2133 0917 0540 1737 2221 1006 0540 1737 2308 1052 0540 1737 2353 1136 0541 1737 000 1219 0541 1737 0037 1300 0541 1737 0121 1342 0541 1738 0205 1424 0542 1738 0250 1508 0542 1738 0337 1554 0542 1738 0426 1642 0543 1738 0518 1734 0543 1739 0612 1828 0543 1739 0709 1925 0544 1739 0806 2022 0544 1739 0902 2120 0544 1740 0958 2216 0545 1740 1051 2311 0545 1740 1143 000 0545 1740 1233 0004
4. Stasiun Meteorologi Tanjung Balai Karimun
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Location : E103 23, N01 03, November 2014 SUN MOON Rise Set Rise Set hm hm hm hm 0548 1752 1304 0035 0548 1752 1357 0128 0548 1752 1449 0222 0548 1752 1541 0314 0548 1752 1634 0407 0548 1752 1727 0501 0548 1752 1820 0554 0548 1752 1914 0649 0548 1753 2007 0742 0548 1753 2059 0835 0548 1753 2149 0926 0548 1753 2237 1015 0549 1753 2323 1101 0549 1753 000 1146 0549 1753 0007 1229 0549 1753 0051 1312 0549 1754 0134 1354 0549 1754 0217 1437 0550 1754 0301 1522 0550 1754 0347 1609 0550 1754 0436 1658 0550 1755 0527 1750 0551 1755 0621 1845 0551 1755 0717 1941 0551 1755 0814 2039 0552 1756 0911 2136 0552 1756 1007 2231 0552 1756 1101 2325 0553 1757 1154 000 0553 1757 1245 0018
Page 37
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
5. Stasiun Meteorologi Dabo Singkep DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Location : E104 34, S00 28, November 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0542 1748 1259 0542 1748 1352 0542 1748 1444 0542 1748 1537 0542 1748 1629 0542 1748 1722 0542 1748 1816 0543 1748 1910 0543 1748 2003 0543 1749 2055 0543 1749 2145 0543 1749 2233 0543 1749 2318 0543 1749 000 0543 1749 0003 0543 1749 0046 0544 1750 0129 0544 1750 0212 0544 1750 0256 0544 1750 0342 0545 1750 0430 0545 1751 0522 0545 1751 0615 0545 1751 0711 0546 1752 0809 0546 1752 0906 0546 1752 1002 0547 1752 1056 0547 1753 1149 0547 1753 000
Set hm 0030 0124 0217 0309 0402 0455 0549 0643 0737 0829 0920 1009 1056 1141 1224 1307 1349 1433 1517 1604 1654 1746 1841 1937 2035 2131 2227 2321 000 000
6. Stasiun Meteorologi Tarempa DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Location : E106 15, N03 12, November 2014 SUN MOON Rise Set Rise Set hm hm hm hm 0538 1739 1254 0021 0538 1739 1346 0115 0539 1739 1437 0209 0539 1739 1529 0303 0539 1738 1621 0356 0539 1738 1713 0450 0539 1738 1806 0545 0539 1738 1859 0639 0539 1738 1952 0733 0539 1738 2044 0826 0539 1738 2134 0917 0540 1739 2223 1006 0540 1739 2309 1052 0540 1739 2354 1136 0540 1739 000 1219 0540 1739 0038 1301 0541 1739 0121 1343 0541 1739 0205 1425 0541 1739 0250 1509 0541 1740 0337 1555 0542 1740 0426 1644 0542 1740 0518 1736 0542 1740 0612 1830 0543 1740 0708 1926 0543 1741 0805 2024 0543 1741 0902 2121 0544 1741 0958 2217 0544 1742 1051 2312 0545 1742 1143 000 0545 1742 1234 0005
Page 38
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Anomali
:
Penyimpangan suatu variabel dari nilai rata-rata
Awan Konvektif
:
Awan tebal menjulang tinggi yang terbentuk dari proses pemanasan vertikal yang membawa uap air. Awan ini mengakibatkan terjadinya hujan secara tiba-tiba, petir dan angin kencang.
Cold Surge
:
Aliran udara dingin dari daratan Asia yang menjalar memasuki wilayah Indonesia bagian barat, cold surge biasa terjadi pada saat Asia memasuki musim dingin.
Cuaca
:
Kondisi fisis atmosfer pada suatu wilayah yang sempit pada waktu tertentu
Dasarian
:
Periode sepuluh harian
Dipole Mode /IOD (Indian Ocean Dipole)
:
Tingkat ketersediaan uap air akibat perbedaan suhu muka laut
DMI (Dipole Mode Index)
:
antara Samudera Hindia dan Perairan Pantai Timur Afrika. Indeks yang menunjukkan perkembangan dan intensitas Dipole Mode. DMI yang bernilai negatif akan menambah kandungan uap air di sekitar wilayah Sumatera, sehingga curah hujannya secara umum meningkat. Sedangkan nilai positif tidak menambah kandungan uap air, sehingga curah hujan cenderung berkurang.
Divergensi
:
Beraian angin, yang mengindikasikan daerah cuaca baik
Eddy
:
Pusaran angin dengan durasi harian dan biasanya jika suatu daerah terdapat eddy, maka cenderung banyak hujan.
El Nino
:
Fenomena memanasnya suhu permukaan laut di Pasifik Timur sehingga secara umum menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang.
ENSO (El Nino-Shouthern Oscillation) Gelombang
:
Fluktuasi musiman antara fase El Nino dan La Nina.
:
Pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan laut.
Iklim
:
Kondisi Rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang lama dan wilayah yang luas
ITCZ (Intertropical Convergence Zone)
:
Daerah pertemuan massa udara antar benua dengan cakupan yang luas. Umumnya daerah-daerah yang dilintasi ITCZ berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan lebat dan cukup lama (bisa lebih dari satu hari).
Konvergensi
:
Pumpunan angin, pola angin yang mengumpul
Page 39
La Nina
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
:
Fenomena yang merupakan kebalikan dari El Nino. Secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat.
MJO (MaddenOktoberan Oscillation)
:
Fluktuasi musiman/osilasi/gelombang tekanan (pola tekanan tinggitekanan rendah)
di kawasan tropik yang
terkait dengan
penambahan gugusan uap air yang menyuplai pembentukan awan hujan dengan periode lebih kurang 48 hari yang menjalar dari barat ke timur. Biasanya berawal di pantai timur Afrika kemudian menjalar ke timur dan menghilang di bagian tengah Pasifik.
MJO ini
berkaitan dengan OLR (Outgoing Longwave Radiation) Monsun
:
Suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Di Indonesia dikenal dengan 2 istilah monsun yaitu monsun Asia dan Monsun Australia. Monsun Asia berkaitan dengan musim hujan di Indonesia, sedangkan Monsun Australia berkaitan dengan musim kemarau.
Normal
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang tidak ditentukan (1971-2000, 1976-2005, 1978-2007, dsb)
OLR (Outgoing Longwave Radiation).
:
Radiasi gelombang panjang (infra merah) yang dipancarakan keluar dari bumi. OLR yang bernilai negatif menunjukkan tutupan awan konvektif yang banyak, sedangkan nilai positif tutupan awan konvektifnya sedikit.
Rata-rata
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama minimal periode 10 tahun (1971 -1980, 1976-1985, 1993-2002, 1995-2010, dsb)
Shearline
:
Garis atau zona lintasan yang terdapat perubahan arah dan kecepatan angin secara tiba-tiba.
SOI (Southern Oscillation Index) Standar Normal
:
Indeks yang menunjukkan perkembangan dan intensitas El Nino atau La Nina.
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang sudah ditentukan, dimulai tahun berakhiran 1 diakhiri tahun berakhiran 0 (1961-1990, 1971-2000, 1981-2010, dst)
Konveksi
:
Pergerakan molekul-molekul pada fluida (cairan atau gas)
Updraft
:
Pergerakan vertikal ke atas dari suatu kolom udara yang berhubungan dengan fenomena cuaca
Page 40
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Uji Kompetensi Aeronautical Meteorological Personnel (AMP) 2014
Senin, 6 Oktober 2014 bertempat di Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam, Bapak Philip Mustamu, S.Sos selaku Kepala Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam memimpin pelaksanaan Uji KompetensiAeronautical Meteorological Personnel (AMP) bagi Forecaster dan Observer Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam. Uji Kompetensi AMP ini baru dilaksanakan di bebarapa UPT BMKG di Indonesia. Pelaksanaan Uji Kompetensi AMP di Batam dilaksankan tanggal 6 sampai dengan 8 Oktober 2014. Acara ini dipandu oleh tim Uji Kompetensi AMP dari BMKG Pusat. Uji Kompetensi AMP ini diikuti oleh 6 Pegawai Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam yaitu 3 orang dari Forecaster dan 3 orang dari Observer. Uji Kompetensi AMP dimulai tepat pukul 13.00 WIB yang diawali dengan pembukaan dari Kepala Staiun Meteorologi Hang Nadim Batam dan sambutan dari ketua tim asesor. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan presentasi dari tim secretariat. Uji kompetensi tertulis dilaksanakan pada hari yang sama setelah istirahat dan diskusi informal usai. Uji kompetensi penilaian praktek dilaksankan tanggal 7 Oktober 2014 saat pegawai Forecaster dan Observer sesuai jadwal dinas masing -masing. Bahan Uji Kompetensi untuk Observer Meteorologi Penerabangan adalah Standard Operating Procedure tentang METAR dan SPECI Manual, Standard Operating Procedure tentang Local Routine Report dan Local Special Report Manual, Peraturan Kepala BMKG No.KEP.001 tahun 2009 tentang Pembuatan dan Penyandian METAR dan SPECI, Peraturan Kepala BMKG No.KEP.010 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Aerodrome Climatological Summary dan Instruksi Deputi Bidang Meteorologi No. SK 335/ME403/DI/BMKG-2009 Tentang Penyebaran dan Pertukaran Informasi METAR /SPECI melalui jaringan komunikasi CMSS.
Page 41
EDISI 11 — NOVEMBER 2014
Sedangkan bahan Uji Kompetensi untuk Forecaster Meteorologi Penerbangan adalah Standard Operating Procedure Kerja Forecaster Meteorologi Penerbangan, Standard Operating Procedure Pelayanan lnformasi SIGMET, Standard Operating Procedure Pengelolaan Citra Satelit Cuaca, Peraturan Kepala BMKG No.KEP.007 tahun 2010 tentang Penyiapan dan Penyebaran Aerodrome Foreca st untuk Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan dan Peraturan Kepala BMKG No.KEP.013 tahun 2010 tentang Tata Cara Tetap Penyandian Aerodrome Forecast untuk Pelayanan lnformasi Meteorologi Penerbangan di Lingkungan BMKG. Pada tanggal 8 Oktober 2014 dilakukan pemeriksaan hasil uji kompetensi dan diskusi umum. Ujian kompetensi ini dilaksanakan sebagai syarat menjadi seorang forecaster dan observer yang sesuai standar nasional dan internasional. [/red]