Edisi 10, OKTOBER 2014 BMKG
Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam
BULETIN KATA PENGANTAR Bumi adalah tempat kita berpijak, berbagai kebutuhan kita disediakan oleh bumi. Yang lahir dan hidup di bumi bukan hanya generasi saat ini, namun berkelanjutan untuk anak cucu di masa depan. Jika mengulas tentang bumi, begitu banyak aspek yang diperhatikan. Mulai dari aspek lingkungan, ekonomi, politik, sampai kegiatan manusia. Semua mempunyai kontribusi besar bagi keadaan bumi nantinya. Salah satu faktor terpenting adalah faktor meteorologi, yang berperan dalam mendorong berbagai program pembangunan di bumi. Dengan menilik hal itu, serta mengkhususkan pada pembangunan di kawasan Barelang, Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam setiap bulannya menerbitkan BULETIN METEOROLOGI. Buletin Meteorologi edisi Oktober 2014 akan mengulas informasi hasil evaluasi cuaca dan iklim wilayah Kepulauan Riau pada bulan September 2014, prakiraan hujan dan gelombang laut, serta prakiraan pasang surut bulan Oktober 2014. Buletin ini dibuat sebagai salah satu sarana penunjang penyampaian informasi meteorologi, baik kepada para pengguna jasa informasi meteorologi dan juga kepada masyarakat umum. Kami menyadari bahwa penulisan buletin ini masih belum sempurna, terdapat banyak kekurangan dan belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh pembaca. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas dari media informasi ini. Besar harapan kami agar buletin ini dapat terus berkembang dan berkesinambungan, serta dapat menjawab semua pertanyaan mengenai isu-isu meteorologI di wilayah Kepulauan Riau .
KEPALA STASIUN METEOROLOGI KELAS I HANG NADIM BATAM
PHILIP MUSTAMU S.Sos NIP. 19590406 198203 1 002
TIM REDAKSI PELINDUNG : PHILIP MUSTAMU, S.Sos.
KEPALA STASIUN METEOROLOGI KELAS I HANG NADIM BATAM PENANGGUNGJAWAB : TRI AGUS PRAMONO, S.Kom
KEPALA SEKSI DATA DAN INFORMASI
ANGGOTA TIM : YAYAN HERMAWAN DUDI JUHANDINATA, S.Stat., M.M. SRI SULISMIYATI, A.Md. NIZAM MAWARDI, A.Md. ADHITYA PRAKOSO, A.Md. AGITA DEVIPRASTIWI, A.Md. TATA NASKAH NANGSIP CAHYANA, S.SI. DUATI WARDANI, S.SI. MOHAMMAD TAUFIQ, S.SI.
STASIUN METEOROLOGI HANG NADIM BATAM
Jl. Hang Nadim Batu Besar, batam 29466 Phone : +62-778-761507 ext 1025 Fax. +62-778-761401 E-mail :
[email protected] hangnadim.kepri.bmkg.go.id bmkg.bpbatam.go.id
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR I.
RINGKASAN
II. PENGERTIAN
4 5
III. ANALISA CUACA DAN IKLIM A. KERAGAMAN HUJAN
5
B. DINAMIKA ATMOSFIR & LAUTAN BULAN SEPTEMBER 2014
7
1.
Monsun
2.
El Nino - Southern Oscilation (ENSO) dan Indian Ocean
7 9
Dipole (IOD) 10
3.
Madden - Julian Oscilation (MJO)
4.
IOD (Indian Ocean Dipole)
12
C. ANALISIS HUJAN BULAN SEPTEMBER 2014
13
IV. PRAKIRAAN BULAN OKTOBER 2014 A. DINAMIKA ATMOSFIR
17
1.
Tekanan Udara dan Angin
17
2.
ENSO (El Nino - Southern Oscilation)
18
3.
MJO
19
4.
Dipole Mode / IOD (Indian Ocean Dipole)
21
A. PRAKIRAAN HUJAN BULAN OKTOBER 2014 1.
Prakiraan Hujan Dasarian
23
2.
Prakiraan Hujan Bulanan
24
V. PRAKIRAAN ANGIN, GELOMBANG DAN ARUS LAUT BULAN OKTOBER 2014
26
VI.PREDIKSI PASANG SURUT BULAN OKTOBER 2014
30
VII.INFORMASI MATAHARI TERBIT/TERBENAM DAN BULAN TERBIT/TERBENAM BULAN OKTOBER 2014
35
VIII.DAFTAR ISTILAH
38
Page 4
EDISI 10 — OKTOBER 2014
I. RINGKASAN 1.
Berdasarkan data curah hujan bulan September 2014 yang diterima dari stasiun / pos hujan di Barelang yang mewakili daerah-daerah di sekitarnya, maka evaluasi jumlah curah hujan dan sifat hujan bulan September 2014 adalah sebagai berikut
Sebaran hujan kurang merata di wilayah Pulau Batam, Rempang dan Galang. dengan nilai Jumlah curah hujan di wilayah Batam berkisar antara 20 – 160 mm, konsentrasi jumlah curah hujan tertinggi terdapat di wilayah Pagoda. Berdasarkan hasil analisa angin di sekitar wilayah Kepulauan Riau dominan dari arah Selatan hingga Barat dengan kecepatan 05 hingga 20 km/jam .
Untuk kondisi atmosfer dibulan September 2014 adalah sebagai berikut: MJO pada bulan September berada pada fase 1 hingga 4 dengan sifat kuat hingga lemah. Wilayah Indonesia berada fase 3 sampai 5, dalam hal ini MJO melewati wilayah Indonesia sehingga MJO sedikit berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia termasuk. Secara umum nilai OLR pada bulan September bernilai relatif rendah di utara wilayah Indonesia termasuk Kepulauan Riau. Nilai OLR yang semakin kecil menunjukkan bahwa semakin banyak tutupan awan konvektif di wilayah tersebut. Kondisi rata-rata suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia termasuk Kepulauan Riau pada bulan September 2014 berkisar antara 29.00C hingga 32.00C. Suhu muka laut tersebut masuk dalam kategori hangat (>27.00C). Dengan nilai anomali Suhu Muka Laut sebesar 0.5 - 1.5 terhadap normalnya, hal ini menunjukan pada bulan Septemer 2014 kondisi suhu muka laut berada pada nilai diatas normalnya yang mengindikasikan ketersediaan uap air yang lebih banyak. Kondisi yang demikian ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembentukan awan-awan konvektif sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hujan.
II.
Secara umum kondisi cuaca bulan Oktober 2014 di Batam Berdasarkan keluaran program HyBMG 2.0.7 dengan model prediksi ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) diperoleh prediksi curah hujan tiap dasarian mulai Oktober 2014 hingga September 2015. Data masukan yang digunakan adalah data series hujan dasarian Hang Nadim periode Oktober 1998 s.d September 2014. Dan dengan mempertimbangkan kondisi terakhir dinamika atmosfer di wilayah Indonesia dan sekitarnya, serta membandingkan dengan normal hujannya maka sifat hujan bulan Oktober 2014 di wilayah Batam adalah normal.
Page 5
EDISI 10 — OKTOBER 2014
II. PENGERTIAN A. SIFAT HUJAN Sifat Hujan adalah Perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu: 1. Di atas normal ( A ), jika nilai perbandingannya lebih besar dari 115 %. 2. Normal ( N ), jika nila perbandingannya antara 85 % - 115 %. 3. Di bawah normal ( B ), jika nilai perbandingannya kurang dari 85 %. B. NORMAL CURAH HUJAN 1. RATA-RATA CURAH HUJAN BULANAN: Nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun. 2. NORMAL CURAH HUJAN BULANAN : Nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. 3. STANDARD NORMAL CURAH HUJAN BULANAN : Nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan selama periode 30 tahun dimulai dari 1 Januari 1901 s/d 31 Januari 1930, 1 Januari 1931 s/d 31 Januari 1960, 1 Januari 1961 s/d 31 Januari 1990, dan seterusnya. C. INTENSITAS CURAH HUJAN (CH) KRITERIA CH
CH/hari
CH/Jam
Sangat Lebat
> 100 mm
> 20 mm
Lebat
50 - 100 mm
10 - 20 mm
Sedang
20 - 50 mm
5 - 10 mm
Ringan
5 - 20 mm
1 - 5 mm
III. ANALISA CUACA DAN IKLIM A. KERAGAMAN HUJAN Kepulauan Riau merupakan wilayah negara Indonesia yang berbentuk kepulauan dan dilewati garis khatulistiwa. Wilayah negara Indonesia dilewati oleh garis katulistiwa serta dikelilingi oleh dua Samudra dan dua Benua. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan sirkulasi meridional (Utara-Selatan) dikenal sebagai Sirkulasi Hadley dan sirkulasi zonal (Timur-Barat) dikenal sebagai Sirkulasi Walker, dua sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia.
Page 6
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Pergerakan matahari yang berpindah dari 23.5o Lintang Utara ke 23.5o Lintang Selatan sepanjang tahun mengakibatkan timbulnya aktivitas monsun yang juga ikut berperan dalam mempengaruhi keragaman iklim. Pengaruh lokal terhadap keragaman iklim juga tidak dapat diabaikan, karena Kepri merupakan kepulauan dengan bentuk topografi sangat beragam menyebabkan sistem golakan lokal cukup dominan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap keragaman iklim ialah gangguan siklon tropis. Semua aktivitas dan sistem ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun akan tetapi besar pengaruh dari masingmasing aktivitas atau sistem tersebut tidak sama dan dapat berubah dari tahun ke tahun. El-Nino dan La-Nina merupakan salah satu akibat dari penyimpangan iklim. Fenomena ini akan menyebabkan penurunan dan peningkatan jumlah curah hujan untuk beberapa daerah di Indonesia. Pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang berpola hujan monsun, lemah pada daerah berpola hujan equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan pola hujan lokal, sedangkan IOD (Indian Ocean Dipole) hanya berpengaruh jelas pada daerah berpola hujan monsun. Selain akibat pengaruh fluktuasi suhu permukaan laut di samudera pasifik (El NinoSouthern Oscillation / ENSO) dan Samudera Hindia (Indian Ocean Dipole / IOD), fenomena fase aktif osilasi intra-musiman yang dikenal sebagai MJO (Madden-Julian Oscillation) juga mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia. Menurut Geerts and Wheeler (1998) MJO akan menyebabkan terjadinya variasi pada pola angin, SML (Suhu Muka Laut), awan dan hujan. Fase aktif MJO bila bersamaan waktunya dengan monsun timur laut di Kepulauan Riau (DesemberApril) dapat menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan sekitar 200%. Pergerakan MJO ke timur dari samudra India menuju samudra Pasifik dibagi dalam 8 phase. Phase-1 di Afrika (210° BB - 60° BT), phase-2 di samudra India bagian barat (60° BT – 80° BT), phase-3 di samudra India bagian timar (80° BT – 100° BT) phase-4 & phase-5 di benua maritim Indonesia ( 100° BT – 140° BT), phase-6 di kawasan Pasifik barat (140°BT160° BT), phase 7 di Pasifik tengah ( 160° BT – 180° BT) , dan phase-8 daerah konveksi di belahan bumi bagian barat ( 180° – 160° BB). Pada umumnya hujan tropis berasal dari awan konvektif dengan puncak awan sangat dingin (sedikit mengemisi radiasi gelombang panjang), oleh karenanya sangat baik memonitor MJO dengan memperhatikan variasi OLR (Outgoing Longwave Radiation) yang dipantau melalui sensor infra merah pada satelit.
Page 7
EDISI 10 — OKTOBER 2014
B. DINAMIKA ATMOSFER & LAUTAN BULAN SEPTEMBER 2014 1. Monsun Pada bulan September matahari telah berada di wilayah Bumi Bagian Utara menuju dalam penjalarannya ke Bumi Bagian Selatan dan mengalami pergerakan semu kurang lebih sejauh 13.7° yaitu dari 9.7°LU menuju 4.0°LS. Matahari melewati equator atau berada pada titik 0° atau disebut sebagai ‘September Equinox’ pada tanggal 23 September. Hal ini berdampak ke peningkatan suhu muka laut di daerah sekitar ekuator dan BBU yang memicu terbentuknya pola-pola tekanan udara rendah. Pada bulan September 2014 tercatat ada enam kejadian siklon tropis yaitu siklon tropis Feng Shen, TD Karding, Kalnaegi, Fung Wong, Kamumuri, dan siklon tropis Phanfone. Dimana hal ini cukup berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah curah hujan di wilayah Kepulauan Riau. Gbr. 1 Peta Rata-rata Suhu Muka Laut bulan September 2014
Sumber: http://www.emc.ncep.noaa.gov/research/cmb/ sst_analysis/images/monsstv2.png
Gbr. 2 Peta Anomali Suhu Muka Laut bulan September 2014
Sumber: http://www.emc.ncep.noaa.gov/research/cmb/ sst_analysis/images/monanomv2.png
Page 8
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Kondisi rata-rata suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Indonesia termasuk Kepulauan Riau pada bulan September 2014 berkisar antara 29.00C hingga 32.00C (Gbr.1). Suhu muka laut yang hangat (>27.00C) mengindikasikan ketersediaan uap air yang lebih banyak. Kondisi yang demikian ini meningkatkan kemungkinan terjadinya pembentukan awanawan yang menjulang tinggi sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hujan. Nilai anomali Suhu Muka Laut (Gbr.2) di wilayah perairan Indonesia secara umum merata, termasuk Kepulauan Riau sebesar 0.5 - 1.5 terhadap normalnya hal ini menunjukan pada bulan September 2014 kondisi suhu muka laut berada pada nilai diatas normalnya. Keadaan seperti ini mendukung dalam proses pembentukan awan-awan konvektif di wilayah Kepulauan Riau sehingga jumlah curah hujan cenderung meningkat pada bulan September 2014. Gbr. 3 Rata-rata Tekanan Udara Permukaan Laut Bulan September 2014
Sumber : : http://www.bom.gov.au/cg-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=mslp&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
Pada bulan September 2014, tekanan udara di BBS secara umum lebih tinggi dari pada BBU menyebabkan massa udara bergerak dari BBS (bertekanan tinggi) menuju BBU (bertekanan rendah) sehingga menyebabkan pola angin di sekitar wilayah Kepulauan Riau dominan dari arah selatan hingga barat serta membentuk daerah pola belokan angin (shearline). Pada daerah belokan angin terjadi perlambatan kecepatan angin yang menyebabkan penumpukkan massa udara sehingga terjadi pengangkatan massa udara, sedangkan pola konvergen menyebabkan daerah-daerah pertemuan massa udara sehingga keduanya menimbulkan potensi pembentukan awan – awan konvektif.
Page 9
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr. 4 Klimatologi Arah Angin 3000 Feet pada Bulan September 2014
Berdasarkan hasil analisa Angin 850 mb daerah Kepulauan Riau (Gbr.5) , angin bertiup dengan kecepatan 5 hingga 10 knot. Kondisi angin dengan kecepatan lemah ini mendukung dalam proses pembentukan banyak awan. Gbr. 5 Rata-rata Arah dan Kecepatan Angin 850 mb pada Bulan September 2014
Sumber: http://www.bom.gov.au/cgi-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=850wind&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
2. El Nino - Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) Pada bulan September, ENSO berada pada kondisi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai anomali SST Nino 3.4 pada akhir September 2014 sebesar +0.37 °C. Sedangkan kondisi SOI (Southern Oscillation Index) pada September 2014 berada pada kondisi normal. Nilainya pada akhir September 2014 sebesar -6.8. Hal ini tidak berpengaruh terhadap penambahan atau pengurangan jumlah curah hujan pada bulan September di wilayah Kepulauan Riau.
Page 10
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr.6 Grafik indeks SST Nino3.4
Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml
Gbr. 7 Grafik indeks ENSO / SOI
Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/enso/monitoring/soi30.png
3. Madden-Julian Oscillation ( MJO) a. Outgoing Longwave Radiation (OLR) OLR merupakan suatu radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh bumi ke luar angkasa. Tidak semua radiasi gelombang panjang yang terpancar dari bumi sampai ke luar angkasa. Awan awan konvektif adalah salah satu faktor yang menghalangi perjalanan gelombang panjang. Jika pada suatu wilayah tertutup hamparan awan konvektif, maka nilai OLR akan kecil. Secara umum nilai OLR pada bulan Agustus bernilai relatif rendah di utara wilayah Indonesia termasuk Kepulauan Riau. Nilai OLR yang semakin kecil menunjukkan bahwa semakin banyak tutupan awan konvektif di wilayah tersebut.
Page 11
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr. 8 Rata-rata OLR bulan September 2014
Sumber: http://www.bom.gov.au/cgi-bin/climate/cmb.cgi? page=map&variable=olr&vstatus=mean&period=month&area=rsmc
b. Fase MJO (Median Julian Oscilation) MJO pada bulan September berada pada fase 1 hingga 4 dengan sifat kuat hingga lemah. Wilayah Indonesia berada fase 3 sampai 5 dalam hal ini MJO melewati wilayah Indonesia sehingga MJO sedikit berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia termasuk Batam. Gbr. 9 Fase MJO
Page 12
EDISI 10 — OKTOBER 2014
4. IOD (Indian Ocean Dipole) Fenomena Dipole Mode di Samudera Hindia atau IOD (Indian Ocean Dipole) berada pada kisaran dibawah normal dengan kondisi netral (-0,5°C s.d 0,5°C). Pada akhir September nilai IOD memiliki kecenderungan berada di bawah -0,50C yaitu bernilai 0.170C. Sehingga bisa diketahui bahwa selama bulan September 2014, secara umum IOD kurang signifikan dalam menambah peluang pertumbuhan awan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk wilayah Kepulauan Riau.
Gbr. 10 Grafik IOD
C. ANALISIS HUJAN BULAN SEPTEMBER 2014 Berdasarkan data curah hujan bulan September 2014 yang diterima dari stasiun / AWS (Automatic Weather Station) di Pulau Batam yang mewakili daerah-daerah di sekitarnya, maka evaluasi jumlah curah hujan dan sifat hujan bulan September 2014 adalah sebagai berikut:
Page 13
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Tabel 1: Analisis Curah Hujan dan Sifat Hujan Bulan September 2014 Lokasi
RR September 2014 (mm)
Rata - rata (mm)
Sifat Hujan
Hang Nadim
162.3
159.6
Normal
Mukakuning
81.8
161.8
Bawah Normal
Nongsa
96.0
157.1
Bawah Normal
Tg. Uncang
21.8
143.4
Bawah Normal
Pagoda
152.8
128.6
Atas Normal
Sengkuang
70.2
148.7
Bawah Normal
Dari tabel di atas tampak bahwa kejadian hujan di Pulau Batam kurang merata ditandai dengan sifat hujan dibawah normal terhadap rata-ratanya pada daerah Batam Bagian Barat dan Tengah. Sifat hujan normal pada bagian Timur dan sifat hujan diatas normal pada Batam bagian Selatan. Jumlah curah hujan di wilayah Batam berkisar antara 20 – 160 mm. Gbr.11 Evaluasi Curah Hujan Bulan September 2014
Page 14
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr. 12 Evaluasi Sifat Hujan Bulan September 2014
Dari gambar peta isohyet di atas dapat diketahui konsentrasi hujan di Barelang yang terjadi selama bulan September 2014. Sebaran hujan cukup merata di wilayah Pulau Batam, Rempang dan Galang. dengan nilai antara 70 – 160 mm. konsentrasi jumlah curah hujan tertinggi terdapat di wilayah Bandara Hang Nadim Batam.
Page 15
EDISI 10 — OKTOBER 2014
1. Analisa Unsur Cuaca Signifikan Bulan September 2014 Stamet Hang Nadim a. Hujan Sifat hujan bulan September 2014 di Barelang Bawah Normal (B) dengan curah hujan selama sebulan berkisar 21,8 mm - 160,0 mm atau antara 8,7 % - 63,5 %. Curah hujan terendah terjadi di Uncang dan tertinggi di Hang Nadim. Khusus di Hang Nadim dalam bulan September 2014 terdapat 9 hari hujan terukur dengan total curah hujan sebesar 160,0 mm atau berkisar 63,5 % dari rata-rata yang berarti sifat hujan Bawah Normal (B). Pada dasarian I terjadi 3 hari hujan dengan jumlah curah hujan 17,3 mm, dasarian II terjadi 4 hari hujan dengan jumlah curah hujan 71,2 mm, dan dasarian III terjadi 2 hari hujan dengan jumlah curah hujan 71,3 mm. Curah hujan tertinggi 60,3 mm terjadi pada tanggal 25 September 2014. Gbr.13 Grafik Curah Hujan bulan September 2014 di Hang Nadim
Page 16
EDISI 10 — OKTOBER 2014
b. Suhu Udara Suhu udara harian rata-rata berkisar antara 24,0 -
28,4 ° C. Suhu udara terendah
dalam bulan September 2014 adalah 22,2 °C terjadi pada tanggal 20 September 2014 pagi hari dan suhu udara tertinggi 32,8 °C terjadi pada tanggal 02 dan 15 September 2014 siang hari. Gbr.14 Grafik Suhu Udara bulan September 2014 di Hang Nadim
C.Kelembaban
Udara Kelembaban udara harian rata-rata berkisar antara 69 % - 88 %. Kelembaban udara
terendah mutlak 48% terjadi pada tanggal 01 September 2014 siang hari, sedangkan kelembaban udara tertinggi 98% terjadi tanggal 08, 18,19, dan 20 September 2014. Dengan demikian udara pada bulan September 2014 lebih kering dibandingkan bulan Agustus 2014. Gbr.15 Grafik Kelembaban Udara Bulan September 2014 di Hang Nadim
d. Angin Permukaan Selama periode dasarian I – III September 2014 angin permukaan secara umum didominasi dari arah Tenggara sampai Barat Daya dengan kecepatan rata-rata 05 km/ jam – 12 km/jam, arah dan kecepatan maximum dari Tenggara sekitar 54 km/jam terjadi pada tanggal 18 September 2014.
Page 17
EDISI 10 — OKTOBER 2014
IV. PRAKIRAAN BULAN OKTOBER 2014 A. DINAMIKA ATMOSFIR 1. Tekanan Udara dan Angin. Pada bulan Oktober, posisi matahari dalam gerak semunya sudah berada di BBS (Belahan Bumi Selatan) dan mengalami pergerakan semu sejauh kurang lebih 12.0° yaitu dari 4.0°LS
menuju 16.0°LS (http://www.physicalgeography.net). Sehingga, dominasi pola-pola
daerah bertekanan udara rendah pada Oktober 2014 berada pada wilayah equator. Gbr.16 Prediksi Anomali Suhu Muka Laut dan Rata-rata Tekanan Udara pada Bulan OKTOBER 2014 Prediksi Anomali Suhu Muka Laut
Rata-rata Tekanan Udara
periode Oktober-Oktober-November 2014
pada Bulan OKTOBER 2014
Sumber: http://pred.ldeo.columbia.edu/forecast/sst/12/ glbbld_DJF_nov2012.html
Sumber: http://www.esrl.noaa.gov/psd/cgi-bin/data/composites/
Akibatnya, pola angin rata-rata bulan Oktober secara dominan bertiup dari Bumi Bagian Selatan (BBS) menuju Bumi Bagian Utara (BBU). Sedangkan untuk wilayah Kepulauan Riau, pola angin yang terbentuk berada dekat dengan daerah pertemuan angin (konvergensi). Pola angin konvergensi ini memicu terkumpulnya banyak massa udara yang mendukung dalam proses pertumbuhan awan-awan hujan.
Page 18
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr.17 Rata-rata Streamline 3000 feet pada Bulan Oktober 2014
2. ENSO (EL Nino-Southern Oscillation) ENSO merupakan salah satu fenomena cuaca skala global yang mempengaruhi penambahan curah hujan (fase La Nina) maupun pengurangan curah hujan (fase El Nino) di wilayah Indonesia. Prediksi ENSO menurut institusi internasional yaitu NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan POAMA (Predictive Ocean Atmosphere Model for Australia) menyatakan bahwa ENSO masih dalam kondisi normal. Sedangkan BMKG dan JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology) menyatakan bahwa terjadi EL Nino Lemah untuk Oktober 2014. Dengan demikian, di Wilayah Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur diprediksi akan terjadi pengurangan jumlah curah hujan. Gbr.18 Prediksi ENSO dari NOAA, JAMSTEC, POAMA dan BMKG
Page 19
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Salah satu parameter ENSO yaitu data SOI (Southern Oscillation Index) dari BoM (Bureau of Meteorology Australia) hingga awal Oktober menunjukkan kondisi normal dengan nilai mencapai -6.8. Sehingga diprakirakan untuk bulan Oktober 2014 di wilayah Indonesia tidak akan terdapat penambahan jumlah curah hujan yang signifikan. Gbr.19 Grafik SOI Januari 2012 sampai dengan awal OKTOBER 2014
3. MJO (Madden-Julian Oscillation) Salah satu fenomena cuaca global yang juga mempengaruhi jumlah curah hujan di Indonesia, khususnya daerah dekat khatulistiwa adalah osilasi gugusan awan atau disebut MJO. Berdasarkan data dari NOAA, diprakirakan pada tanggal 1 Oktober s.d 14 Oktober 2014 MJO mengalami peningkatan aktivitas. Pada akhir September hingga pertengahan Oktober intensitasnya meningkat dan berlangsung di sekitar Kepulauan Indonesia. Sehingga diprediksi akan menambah jumlah curah hujan di wilayah Indonesia terutama pada dasarian pertama dan kedua bulan Oktober. Sedangkan berdasarkan data anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) yang merupakan salah satu indikator MJO menunjukkan nilai -5 s.d +5 Wm-2 di sekitar Indonesia Bagian Barat. Hal ini berarti tutupan awan di wilayah Kepulauan Riau pada Oktober 2014 cenderung lebih sedikit.
Page 20
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr. 20 Grafik Fase MJO pada Bulan September 2014 dan Prakiraan Bulan Oktober 2014
Sumber: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/foregfs.shtml
Gbr. 21 Anomali OLR sampai dengan 31 September 2014 dan prakiraan 15 hari kedepan
Sumber: http://cawcr.gov.au/staff/mwheeler/maproom OLR_modes/
Page 21
EDISI 10 — OKTOBER 2014
4. Dipole Mode / IOD (Indian Ocean Dipole) Fenomena cuaca global terakhir yang juga mempengaruhi peluang hujan di Indonesia, khususnya Indonesia Bagian Barat, adalah dipole mode. Menurut data dari BoM, grafik indeks IOD akhir September berada pada kondisi normal dengan nilai terakhir +0.17 (gambar 7) dibandingkan dengan nilai normalnya kisaran -0,50 C s.d 0,50 C dan prediksi Oktober bernilai -0.13. Sedangkan BMKG memprediksi nilai indeks dipole mode pada bulan Oktober bernilai 0,11. (gambar 8). Secara umum berdasarkan data prakiraan yang didapat dari BMKG dan BoM keduanya menunjukan bahwa nilai IOD pada bulan Oktober tidak berpengaruh terhadap penambahan curah hujan di wilayah Indonesia Bagian Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa IOD masih dalam kondisi normal sehingga penambahan curah hujan di Indonesia bagian barat kurang signifikan. Gbr. 22 Grafik indeks IOD sampai dengan akhir OKTOBER 2014 dari BoM
Sumber:www.bom.gov.au/climate/enso/indices.shtml
Gbr. 23 Prediksi Indeks Dipole Mode dari BoM dan BMKG
Page 22
EDISI 10 — OKTOBER 2014
5. Tinjauan Klimatologis Kondisi cuaca bulan Oktober di Batam berdasarkan data klimatologis selama 21 tahun (1993-2013) diketahui:
Minimum
Rata-rata
Maksimum
SUHU UDARA (C)
23.3
27.0
31.8
KELEMBAPAN UDARA
44%
85%
100%
ANGIN (Km/Jam)
6
7
11
HARI HUJAN
10
19
26
*14 hari disertai petir
Secara umum curah hujan merata di seluruh wilayah Batam berkisar antara 200 – 400 mm selama bulan Oktober. Wilayah Batam bagian Timur merupakan daerah dengan konsentrasi hujan tertinggi yaitu sekitar 300 – 400 mm. Sedangkan daerah Batam Tengah dengan konsentrasi hujan terendah yaitu sekitar 150 – 200 mm.
Kesimpulan: Dari uraian di atas diketahui bahwa peluang pertumbuhan awan-awan hujan di Batam pada bulan Oktober 2014 cenderung lebih besar dibandingkan dengan bulan September yang lalu.
Page 23
EDISI 10 — OKTOBER 2014
B. PRAKIRAAN HUJAN BULAN OKTOBER 2014 1. Prakiraan Hujan Dasarian Berdasarkan keluaran program HyBMG 2.0.7 dengan model prediksi ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) diperoleh prediksi curah hujan tiap dasarian mulai Oktober 2014 hingga September 2015. Data masukan yang digunakan adalah data series hujan dasarian Hang Nadim periode Oktober 1998 s.d September 2014. Dengan membandingkan prediksi hujan model ARIMA dengan normal hujan dasarian periode 1993-2012 diperoleh nilai korelasi 0,93471 dan RMSE (error) 8.2597 Hasilnya menunjukkan bahwa curah hujan di bulan Oktober 2014 diprakirakan:
Sifat Hujan
Jumlah Curah Hujan
Dasarian Pertama
Normal
67.1
Dasarian Kedua
Normal
53.4
Dasarian Ketiga
Normal
98.7
Sesuai dengan kriteria sifat hujan dalam dasarian, prakiraan curah hujan pada dasarian I dan III, nilai perbandingan prediksi curah hujan dengan normalnya 85% - 115% sedangkan curah hukan pada dasarian II diatas normalnya 115%.
Page 24
EDISI 10 — OKTOBER 2014
2. Prakiraan Hujan Bulanan Berdasarkan data-data dan analisis model serta program HyBMG 2.0.7 dapat diperoleh hasil prakiraan curah hujan satu bulan pada bulan Oktober 2014 di wilayah Barelang sebagai berikut:
Tabel 2: Prakiraan Curah Hujan Bulan OKTOBER 2014
JUMLAH CURAH HUJAN
0 mm - 150 mm 150 mm - 300 mm 300 mm - 450 mm 450 mm - 600 mm
WILAYAH
Rempang dan Galang Batam -
Gbr. 24 Peta Prakiraan Curah Hujan Bulan OKTOBER 2014
Page 25
EDISI 10 — OKTOBER 2014
dan membandingkan dengan normal hujannya maka sifat hujan bulan Oktober 2014 di Barelang dapat diprakirakan sebagai berikut : Tabel 3: Prakiraan Sifat Hujan Bulan OKTOBER 2014
SIFAT HUJAN
WILAYAH
Atas Normal Normal
Batam, Rempang, Galang
Bawah Normal Gbr. 25 Peta Prakiraan Sifat Hujan Bulan OKTOBER 2014
Page 26
EDISI 10 — OKTOBER 2014
V. PRAKIRAAN ANGIN DAN GELOMBANG LAUT OKTOBER 2014 Berdasarkan peta prakiraan angin dan gelombang laut mingguan di wilayah perairan Kepulauan Riau pada bulan Oktober 2014 yang dibuat Stasiun Meteorologi Hang Nadim Batam menggunakan Software Windwave – 05, dapat disampaikan prakiraan angin permukaan dan tinggi gelombang laut serta arus laut perairan Kepulauan Riau dan sekitarnya sebagai berikut:
Tabel 4 : Prakiraan Tinggi Gelombang Laut Bulan OKTOBER 2014 TINGGI
ARUS LAUT
(m)
ARAH & KECEP. ANGIN ( km/jam )
0,5 – 1,5
Tenggara – 20
Tenggara –5
Batam - Tarempa
1–2
Selatan - 30
Selatan - 30
Batam - Natuna
1–2
Selatan - 30
Barat - 30
Batam - Karimun
0,5 – 1,5
Selatan – 10
Utara - 10
1–2
Tenggara – 20
Tenggara – 5
Batam - Singapura
0,5 – 1
Selatan – 20
Tenggara – 5
Batam - Dumai
0,5 – 1
Selatan – 10
Tenggara -5
Batam - Tambelan
1–2
Selatan – 15
Tenggara – 5
WILAYAH PERAIRAN
Batam - Tanjung Pinang
Batam - Lingga
GELOMBANG
( cm/s )
Page 27
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr. 27 Peta Prakiraan Angin Minggu I OKTOBER 2014
Gbr.28 Peta Analisa Angin Bulan September 2014
Page 28
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr.29 Peta Prakiraan Tinggi Gelombang Laut Minggu I OKTOBER 2014
Gbr.30 Peta Analisa Tinggi Gelombang Laut Bulan September 2014
Page 29
EDISI 10 — OKTOBER 2014
Gbr.30 Peta Prakiraan Arus Laut Minggu I OKTOBER 2014
Gbr. 31 Peta Analisa Arus Laut Bulan September 2014
Page 30
EDISI 10 — OKTOBER 2014
VI. PREDIKSI PASANG SURUT (TIDAL) A. Pendahuluan
Pasang surut air adalah gelombang yang mirip dengan gelombang air yang terjadi akibat tiupan angin. Pasang surut memiliki panjang gelombang yang panjang, seperti yang terdapat pada laut dalam namun terjadi untuk air dangkal, ini berarti pasang surut dibiaskan oleh keadaan topografi kedalaman bawah air. Periodenya pun cukup panjang, dalam orde jam. Pasang surut air terjadi disebabkan oleh gaya gravitasi dan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh gerakan bumi, bulan, dan matahari.
B. Pola Pasang Surut Di seluruh dunia pasang surut berbeda baik ketinggian paras air maupun waktu kejadiannya. Area pantai yang hanya punya satu pasang surut tertinggi dan terendah setiap hari disebut diurnal tide (air pasang harian). Wilayah yang mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari disebut mempunyai semi-diurnal tide. Jika semidiurnal tide mempunyai ketinggian air pasang yang dicapai berbeda dan saat surut juga level air tidak sama disebut semi-diurnal mixed tide. Pola pasang surut dapat dijelaskan secara gelombang dengan grafik yang menunjukkan paras air untuk sumbu vertical dan sumbu mendatar menyatakan waktu hari. Pengamatan pasang surut dalam jangka waktu yang lama digunakan untuk menghitung rata-rata ketinggian pasang. Dengan nilai Rata-rata ini dapat
dihitung
anomaly pasang naik dan pasang surut air.
C. Paras Pasang Surut. Ketinggian air tertinggi yang dicapai permukaan air setiap hari disebut High Water (HT) / Higt Tide (Ht) Titik terendah dimana permukaan air surut disebut Low Water (LW) / Low Tide Mengingat Propinsi Kepulauan Riau sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan maka phenomena Pasang Surut air laut sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan yang berhubungan dengan kelautan seperti Bongkar Muat di Pelabuhan Laut, kegiatan para nelayan dan lain sebagainya. Untuk itu dalam buletin ini kami sajikan prediksi pasang surut di seluruh Propinsi Kepulauan Riau yang meliputi 6 (enam) Kabupaten Kota Sebagai Berikut :
Page 31
EDISI 10 — OKTOBER 2014
1
I. KOTA BATAM 2
1. Batu Ampar, OKTOBER 2014 2. Sekupang, OKTOB E R 2014
Page 32
EDISI 10 — OKTOBER 2014
II. KABUPATEN BINTAN 3
1. Tanjung Uban, OKTOBER 2014
2. Tanjung Pinang, OKTOBER 2014
4
Page 33
EDISI 10 — OKTOBER 2014
III. KABUPATEN KARIMUN 1. Tanjung Balai Karimun, OKTOBER 2014
5
IV. KABUPATEN LINGGA 1. Dabo Singkep, OKTOBER 2014
6
Page 34
EDISI 10 — OKTOBER 2014
IV. KABUPATEN ANAMBAS 7
1. Selat Peninting, Oktober 2014
V. KABUPATEN NATUNA 1. Sedanau, OKTOBER 2014
8
Page 35
EDISI 10 — OKTOBER 2014
VII. INFORMASI MATAHARI TERBIT/TERBENAM DAN BULAN TERBIT/TERBENAM BULAN OKTOBER 2014 1. Stasiun Meterorologi Hang Nadim Batam
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E104 07, N01 07, October 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0550 1756 1126 0550 1756 1222 0550 1756 1318 0549 1755 1414 0549 1755 1509 0549 1755 1603 0549 1754 1657 0548 1754 1751 0548 1754 1844 0548 1753 1938 0548 1753 2031 0547 1753 2124 0547 1753 2216 0547 1752 2306 0547 1752 2354 0547 1752 000 0546 1752 0041 0546 1751 0126 0546 1751 0210 0546 1751 0253 0546 1751 0336 0546 1751 0420 0545 1750 0505 0545 1750 0552 0545 1750 0642 0545 1750 0733 0545 1750 0827 0545 1750 0922 0545 1750 1017 0545 1750 1113 0545 1749 000
Set hm 2349 000 0046 0142 0238 0334 0429 0523 0618 0712 0806 0900 0952 1043 1132 1219 1305 1349 1432 1514 1557 1641 1726 1814 1903 1956 2050 2145 2241 2337 000
2. Stasiun Meteorologi Tanjung Pinang
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E104 32, N00 55, October 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0549 1755 1124 0548 1754 1220 0548 1754 1316 0548 1754 1412 0547 1753 1507 0547 1753 1601 0547 1753 1655 0547 1752 1749 0546 1752 1843 0546 1752 1937 0546 1752 2030 0546 1751 2123 0545 1751 2214 0545 1751 2305 0545 1750 2353 0545 1750 000 0545 1750 0039 0544 1750 0124 0544 1750 0208 0544 1749 0251 0544 1749 0334 0544 1749 0418 0544 1749 0504 0544 1749 0551 0543 1749 0640 0543 1748 0731 0543 1748 0825 0543 1748 0920 0543 1748 1015 0543 1748 1111 000 000 000
Set hm 2348 000 0044 0141 0237 0332 0427 0521 0616 0710 0804 0858 0950 1041 1130 1218 1303 1347 1430 1512 1555 1639 1725 1812 1902 1954 2048 2144 2240 2335 000
Page 36
EDISI 10 — OKTOBER 2014
3. Stasiun Meteorologi Ranai Natuna
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E108 24, N03 55, October 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0542 1747 1120 0542 1746 1216 0541 1746 1312 0541 1745 1407 0541 1745 1501 0541 1744 1554 0541 1744 1647 0540 1744 1740 0540 1743 1833 0540 1743 1926 0540 1743 2019 0540 1742 2111 0540 1742 2203 0539 1742 2253 0539 1741 2341 0539 1741 000 0539 1741 0028 0539 1740 0114 0539 1740 0158 0539 1740 0242 0539 1739 0327 0539 1739 0411 0539 1739 0457 0539 1739 0545 0538 1739 0635 0538 1738 0727 0538 1738 0821 0538 1738 0916 0538 1738 1012 0538 1738 1107 000 000 1201
Set hm 2336 000 0033 0130 0227 0323 0419 0514 0610 0705 0800 0854 0947 1038 1127 1213 1258 1341 1423 1505 1547 1630 1715 1802 1851 1943 2036 2132 2228 2324 000
4. Stasiun Meteorologi Tanjung Balai Karimun
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E103 23, N01 03, SUN Rise Set hm hm 0553 1759 0553 1759 0553 1759 0552 1758 0552 1758 0552 1758 0552 1757 0551 1757 0551 1757 0551 1756 0551 1756 0550 1756 0550 1756 0550 1755 0550 1755 0549 1755 0549 1755 0549 1754 0549 1754 0549 1754 0549 1754 0548 1754 0548 1753 0548 1753 0548 1753 0548 1753 0548 1753 0548 1753 0548 1753 0548 1753 000 000
October 2014 MOON Rise hm 1129 1225 1321 1417 1512 1606 1700 1754 1847 1941 2035 2127 2219 2309 2357 000 0044 0129 0213 0256 0339 0423 0508 0555 0645 0736 0830 0925 1020 1116 000
Set hm 2353 000 0049 0145 0241 0337 0432 0526 0621 0715 0809 0903 0955 1046 1135 1222 1308 1352 1435 1517 1600 1644 1729 1817 1907 1959 2053 2148 2244 2340 000
Page 37
EDISI 10 — OKTOBER 2014
5. Stasiun Meteorologi Dabo Singkep
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E104 34, S00 28, October 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0548 1755 1123 0548 1754 1219 0548 1754 1315 0547 1754 1411 0547 1753 1507 0547 1753 1601 0547 1753 1655 0546 1752 1749 0546 1752 1843 0546 1752 1937 0546 1752 2030 0545 1751 2123 0545 1751 2215 0545 1751 2305 0545 1751 2353 0544 1750 000 0544 1750 0040 0544 1750 0124 0544 1750 0208 0544 1750 0251 0543 1749 0334 0543 1749 0418 0543 1749 0503 0543 1749 0550 0543 1749 0639 0543 1749 0730 0543 1749 0824 0543 1749 0919 0543 1748 1015 0542 1748 000 000 000 0246
Set hm 2348 000 0045 0141 0237 0332 0427 0521 0615 0709 0804 0857 0950 1041 1130 1217 1302 1346 1429 1512 1555 1639 1725 1812 1902 1955 2049 2144 2240 000 1508
6. Stasiun Meteorologi Tarempa
DATE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Location : E106 15, N03 12, October 2014 SUN MOON Rise Set Rise hm hm hm 0542 1747 1120 0542 1747 1216 0542 1747 1311 0542 1746 1407 0541 1746 1501 0541 1745 1555 0541 1745 1648 0541 1745 1741 0540 1744 1834 0540 1744 1927 0540 1744 2020 0540 1743 2113 0540 1743 2204 0540 1743 2254 0539 1742 2343 0539 1742 000 0539 1742 0030 0539 1741 0115 0539 1741 0200 0539 1741 0243 0539 1741 0327 0539 1740 0412 0539 1740 0458 0539 1740 0545 0538 1740 0635 0538 1740 0727 0538 1739 0821 0538 1739 0916 0538 1739 1011 0538 1739 1107 0538 1739 000
Set hm 2338 000 0034 0131 0228 0324 0420 0515 0610 0705 0800 0854 0946 1037 1126 1213 1258 1341 1424 1506 1548 1631 1716 1803 1852 1944 2038 2134 2230 2326 000
Page 38
EDISI 6 — OKTOBER 2014
Anomali
:
Penyimpangan suatu variabel dari nilai rata-rata
Awan Konvektif
:
Awan tebal menjulang tinggi yang terbentuk dari proses pemanasan vertikal yang membawa uap air. Awan ini mengakibatkan terjadinya hujan secara tiba-tiba, petir dan angin kencang.
Cold Surge
:
Aliran udara dingin dari daratan Asia yang menjalar memasuki wilayah Indonesia bagian barat, cold surge biasa terjadi pada saat Asia memasuki musim dingin.
Cuaca
:
Kondisi fisis atmosfer pada suatu wilayah yang sempit pada waktu tertentu
Dasarian
:
Periode sepuluh harian
Dipole Mode /IOD (Indian Ocean Dipole)
:
Tingkat ketersediaan uap air akibat perbedaan suhu muka laut
DMI (Dipole Mode Index)
:
antara Samudera Hindia dan Perairan Pantai Timur Afrika. Indeks yang menunjukkan perkembangan dan intensitas Dipole Mode. DMI yang bernilai negatif akan menambah kandungan uap air di sekitar wilayah Sumatera, sehingga curah hujannya secara umum meningkat. Sedangkan nilai positif tidak menambah kandungan uap air, sehingga curah hujan cenderung berkurang.
Divergensi
:
Beraian angin, yang mengindikasikan daerah cuaca baik
Eddy
:
Pusaran angin dengan durasi harian dan biasanya jika suatu daerah terdapat eddy, maka cenderung banyak hujan.
El Nino
:
Fenomena memanasnya suhu permukaan laut di Pasifik Timur sehingga secara umum menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang.
ENSO (El Nino-Shouthern Oscillation) Gelombang
:
Fluktuasi musiman antara fase El Nino dan La Nina.
:
Pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan laut.
Iklim
:
Kondisi Rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang lama dan wilayah yang luas
ITCZ (Intertropical Convergence Zone)
:
Daerah pertemuan massa udara antar benua dengan cakupan yang luas. Umumnya daerah-daerah yang dilintasi ITCZ berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan lebat dan cukup lama (bisa lebih dari satu hari).
Konvergensi
:
Pumpunan angin, pola angin yang mengumpul
Page 39
La Nina
EDISI 6 — OKTOBER 2014
:
Fenomena yang merupakan kebalikan dari El Nino. Secara umum menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat.
MJO (MaddenOktoberan Oscillation)
:
Fluktuasi musiman/osilasi/gelombang tekanan (pola tekanan tinggitekanan rendah)
di kawasan tropik yang
terkait dengan
penambahan gugusan uap air yang menyuplai pembentukan awan hujan dengan periode lebih kurang 48 hari yang menjalar dari barat ke timur. Biasanya berawal di pantai timur Afrika kemudian menjalar ke timur dan menghilang di bagian tengah Pasifik.
MJO ini
berkaitan dengan OLR (Outgoing Longwave Radiation) Monsun
:
Suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Di Indonesia dikenal dengan 2 istilah monsun yaitu monsun Asia dan Monsun Australia. Monsun Asia berkaitan dengan musim hujan di Indonesia, sedangkan Monsun Australia berkaitan dengan musim kemarau.
Normal
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang tidak ditentukan (1971-2000, 1976-2005, 1978-2007, dsb)
OLR (Outgoing Longwave Radiation).
:
Radiasi gelombang panjang (infra merah) yang dipancarakan keluar dari bumi. OLR yang bernilai negatif menunjukkan tutupan awan konvektif yang banyak, sedangkan nilai positif tutupan awan konvektifnya sedikit.
Rata-rata
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama minimal periode 10 tahun (1971 -1980, 1976-1985, 1993-2002, 1995-2010, dsb)
Shearline
:
Garis atau zona lintasan yang terdapat perubahan arah dan kecepatan angin secara tiba-tiba.
SOI (Southern Oscillation Index) Standar Normal
:
Indeks yang menunjukkan perkembangan dan intensitas El Nino atau La Nina.
:
Nilai rata-rata suatu variabel selama 30 tahun, menggunakan periode waktu yang sudah ditentukan, dimulai tahun berakhiran 1 diakhiri tahun berakhiran 0 (1961-1990, 1971-2000, 1981-2010, dst)
Konveksi
:
Pergerakan molekul-molekul pada fluida (cairan atau gas)
Updraft
:
Pergerakan vertikal ke atas dari suatu kolom udara yang berhubungan dengan fenomena cuaca