HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENCEGAHAN RESIKO JATUH PASIEN DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh : HESTI OKTAVIANI NIM: ST. 13038
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia, penyertaan serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Risiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta” Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan pembimbing dari berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :. 1. Yth. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Yth. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Yth. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 4. Yth. Rufaida Nur Fitriana, S.Kep.,Ns selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 5. Yth. Anita Istiningtyas , S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji ujian skripsi yang sudah memberikan arahan, masukan dan saran. 6. Yth. Dr. T. Soebroto, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian ini. iv
7. Yth. Bambang Kamiwarno, S.Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh Staff Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi. 9. Seluruh responden yang telah berperan dalam penelitian ini dan telah berkenan untuk menjadi responden yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, 10. Seluruh Civitas Akademi Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan pelayanan yang baik kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak. Surakrta, 1 Agustus 2015 Penulis,
Hesti Oktaviani
v
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL .............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ..........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
x
ABSTRAK .... ............................................................................................
xi
BAB
BAB
I. PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang ................................................................
1
2.2 Rumusan Masalah ............................................................
5
2.3 Tujuan Penelitian .............................................................
6
2.4 Manfaat Penelitian ..........................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ..................................................................
9
2.2 Keaslian Penelitian ...........................................................
27
2.3 Kerangka Teori .................................................................
28
2.4 Kerangka Konsep .............................................................
29
2.5 Hipotesis ...........................................................................
29
vi
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................
31
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................
31
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ..........................................
33
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .....
33
3.5 Instrumen Penelitian .........................................................
35
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ...........................................
36
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ..........................................
38
3.8 Etika Penelitian ...............................................................
42
BAB IV. HASIL PENELITIAN
BAB V.
4.1 Analisis Univariat .............................................................
43
4.2 Analisis Bivariate .............................................................
46
PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisis Univariate .................................................
48
5.2 Hasil Analisis Bivariate ...................................................
53
BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ......................................................................
56
6.2 Saran .................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1.
Instrumen Morse Fall Scale/Skala Jatuh Morse .....................
25
2.2
Keaslian Penelitian ..................................................................
27
3.1
Definisi Operasional Variabel dan skala pengukuran .............
33
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori ........................................................................
28
2.2
Kerangka Konsep .....................................................................
29
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran
Keterangan
1.
Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Penelitian
2.
Balasan Ijin Studi Pendahuluan Penelitian
3.
Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas
4.
Balasan Uji Validitas dan Reliabilitas
5.
Permohonan Ijin Penelitian
6.
Balasan Ijin Penelitian
7.
Permohonan Menjadi Responden
8.
Persetujuan Menjadi Responden
9.
Kuesioner
10.
Rekapitulasi Data Hasil Try Out
11.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
12.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
13.
Hasil Penelitian
14.
Lembar Konsultasi Bimbingan
15.
Jadwal Penelitian
x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Hesti Oktaviani Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Risiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
Abstrak Salah satu upaya mencegah pasien jatuh adalah melalui penilaian MFS (Morse Fall Scale), dan ini dapat dilakukan dengan baik apabila perawat mempunyai pengetahuan dan kepatuhan yang baik. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) pencegahan risiko jatuh pasien. Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 65 perawat dan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Alat analisis yang digunakan dengan korelasi rank spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari karakteristik responden diketahui : sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan tentang SPO pencegahan risiko jatuh tergolong cukup baik yaitu sebanyak 48 orang (69,2%), sebagian besar perawat mempunyai kepatuhan dalam pelaksanaan SPO pencegahan risiko jatuh tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%), dan terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (p-value = 0,001, rxy = 0,391), dan nilai hubungan tergolong sedang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien. Saran untuk penelitian lebih lanjut dapat meneliti faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien misalnya sikap dan lingkungan kerja, serta meneliti cakupan sampel yang lebih luas. Kata kunci: pengetahuan, kepatuhan perawat, SPO pencegahan risiko jatuh. Daftar Pustaka: 33 (2006 – 2014)
xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Hesti Oktaviani Correlation between Nurses’ Knowledge and Their Obedienceto Implementation of Standard Operating Procedure of Patient Fall Risk Prevention at Panti Waluyo Hospital of Surakarta ABSTRACT One effort to prevent patient falls is done through Morse Fall Scaleassessmentand it can be done well if the nurses have good knowledge and obedience.The objective of this research is to investigate the correlation between the nurses’ knowledge and the nurses’ obedience to the implementation of the standard operating procedure (SOP) of patient fall risk prevention. This research used the descriptive correlational method with the crosssectional approach. The samples of research were 65 nurses and were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were analyzed by using the Spearman’s Rank Correlation. The result of research shows that 48 nurses (69.2%) had good knowledge of the SOP of patient fall risk prevention; 36 nurses (55.4%) had good obedience to the implementation of the SOP of patient fall risk prevention; and there was a significant positive correlation between the nurses’ knowledge and the nurses’ obedienceto theimplementation of the SOP of patient falling risk prevention at Panti Waluyo of Surakarta (p-value = 0.001, rxy = 0.391), and the correlation value was moderate. Thus, there was a significant positive correlation between the nurses’ knowledge and nurses’ obedience to the implementation of the SOP of patient fall risk prevention. Therefore, further researches are suggested to investigate the factors influencing the nurses’ obedience to the implementation of the SOP of patient fall risk prevention, such as work attitude and environment with wider coverage of samples. Keywords: knowledge, nurses’obedience, the SOP of patient fall risk prevention. References: 33 (2006 – 2014)
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes, 2011). Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah selayaknya merupakan pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang, melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang, akan tetapi beberapa kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat jalan maupun sebagai pasien rawat inap (Sanjoto, 2014). Sarana pelayanan kesehatan rumah sakit dalam hal ini terdapat berbagai pasien dengan berbagai keadaan dan berbagai macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik dengan berbagai kelainan dan kekhasan masingmasing. Dalam hal kasus penyakit terdapat juga berbagai macam kondisi pasien
1
2 yang akan berpengaruh terhadap cara pemberian pelayanan dan perawatan yang diberikan karena kondisi pasien yang sarat risiko. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh (fall) (Setyarini, 2013). Pelaksanaan program patient safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator berjalan tidaknya pelaksanaan program ini. Menurut Miake-Lye at al. (2013) dalam National Database of Nursing Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai "an unplanned descent to the floor with or without injury", sedangkan World Health Organization (WHO) mendefinisikan jatuh sebagai "an event which results in a person coming to rest inadvertently on the ground or floor or some lower level", yaitu sebuah aktivitas yang mengakibatkan seseorang terjatuh secara tidak sengaja di tanah atau lantai atau tingkat yang lebih rendah. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi atau mencegah kejadian pasien jatuh diantaranya melakukan evaluasi risiko pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko cedera akibat jatuh. Pencegahan pasien jatuh merupakan masalah yang kompleks, yang melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care" (2013), menyebutkan bahwa di Inggris dan Wales, sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar ± 15 juta per tahun (Sanjoto, 2014).
3 Joint Commission International (JCI), upaya penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian khusus. Hal ini seperti disebutkan dalan section 1, chapter 1 yaitu International Patient Safety Goals (IPSG), khususnya Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk of Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan tujuan dari sasaran ke 6 dari akreditasi JCI ini adalah sebagian besar cedera pada pasien rawat inap terjadi karena jatuh, dalam konteks ini rumah sakit harus melakukan evaluasi risiko pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko cedera akibat jatuh. Rumah Sakit menetapkan program mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan dan atau prosedur yang tepat. Program ini memantau baik konsekuensi yang diinginkan maupun tidak diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah Sakit harus melaksanakan program ini, oleh karena itu standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan rumah sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cedera yang menimpa pasien akibat jatuh (Setyarini, 2013). Upaya mengantisipasi dan mencegah terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera perlu dilakukan pengkajian di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien jatuh, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim Keselamatan Pasien yang dibentuk oleh Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta telah menetapkan Morse Fall Scale (MFS) sebagai instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Menghitung MFS
4 merupakan cara untuk menentukan risiko jatuh dari pasien dan manajemen pencegahan jatuh yang perlu dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional pencegahan jatuh yang telah ada dan berlaku di seluruh unit di rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap (Budiono, 2014). Penelitian
yang
telah
dilakukan
oleh
Setyarini,
dkk
(2013)
menyimpulkan bahwa penulisan MFS di whiteboard sebagian patuh melaksanakan penulisan MFS di whiteboard 58% dan yang tidak patuh sebesar 42%. Berkaitan dengan kepatuhan perawat diketahui bahwa hampir seluruh perawat patuh dalam melaksanaan pemasangan pagar pengaman tempat tidur (96%) dan yang lain tidak patuh (4%). Ada suatu penelitian yang menyimpulkan bahwa sebagian besar perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi screening, pemasangan gelang identitas resiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang menggunakan leflet edukasi, pengelolaan pasien risiko jatuh, penanganan dan pelaporan insiden. Penetapan kebijakan dan implementasi prosedur yang diikuti supervisi dan monitoring lebih menjamin keterlaksanaan program (Budiono, dkk, 2014). Sejak diterapkannya Standar Prosedur Operasional (SPO) di RS. HM. Malik Medan dengan mengidentifikasi pasien risiko jatuh pada bulan AgustusOktober 2014 ditemukan ada 3 orang pasien yang jatuh, hal ini disebabkan karena kesalahan dalam menghitung skore dari Instrumens Morse Fall Scale (Sanjoto, 2014). Salah satu upaya mencegah pasien jatuh adalah melalui penilaian MFS. Prinsip penilaian MFS adalah bagian dari kinerja dan perilaku perawat dalam bekerja sesuai tugas-tugasnya dalam organisasi, biasanya berkaitan dengan kepatuhan (Sanjoto, 2014). Patuh merupakan taat atau tidak
5 taat terhadap perintah, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap dan perilaku individu (Sarwono, 2004). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2015, peneliti telah melakukan observasi terhadap 10 perawat dalam menerima pasien baru 15 orang yang dirawat di ruang rawat inap RS Panti Waluyo pada bulan September 2014, menunjukkan dari 15 pasien ada 3 pasien yang tempat tidurnya tidak di rendahkan, 5 pasien tidak diberi label segitiga, 2 pasien tidak dilakukan penilaian MFS, 2 pasien tidak diberi gelang resiko jatuh, 3 pasien pagar tempat tidur tidak terpasang, dan belum adanya peristiwa pasien jatuh namun demikian kalau kondisi tersebut terus dibiarkan suatu saat terjadi resiko pasien jatuh. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada patient safety belum optimal, hal ini disebabkan karena kekurangtahuan perawat dalam melaksanakan prosedur penanganan resiko jatuh dan juga perawat kurang patuh dalam melakukan SPO resiko jatuh yang disebabkan oleh prosedurnya terlalu lama, terlalu ribet dan juga kurang adanya kontrol dari atasan. Upaya pelaksanaan pencegahan pasien risiko jatuh masih perlu menjadi perhatian bagi perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diadakan penelitian dengan judul “Hubungan
Pengetahuan dengan Kepatuhan Perawat dalam
Pelaksanaan SPO Pencegahan Risiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta”.
6 1.2. Rumusan Masalah Pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada patient safety belum optimal, hal ini disebabkan karena kekurangtahuan perawat dalam melaksanakan prosedur penanganan risiko jatuh dan juga perawat kurang patuh dalam melakukan Standar Prosedur Operasional risiko jatuh yang disebabkan oleh prosedurnya terlalu lama, terlalu ribet dan juga kurang adanya kontrol dari atasan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan: “Apakah terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
perawat
dalam
pelaksanaan Standar Prosedur
Operasional
pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui karakteristik perawat 2. Mengetahui pengetahuan perawat tentang Standar Prosedur Operasional risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta 3. Mengetahui kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta
7 4. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diantaranya: 1. Bagi Rumah Sakit Panti Waluyo Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan terutama berkaitan dengan keselamatan pasien (Patient Safety) pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan berbagai macam penyakit yang dialaminya. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang sejauh mana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit. 3. Bagi Peneliti Berikutnya Sebagai acuan untuk peneliti berikutnya yang melakukan penelitian khususnya mengenai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko Jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, dan dapat menambah variabel serta metode penelitian lain.
8 4. Bagi Peneliti Mengaplikasikan teori metodologi penelitian untuk diterapkan dalam kegiatan nyata di lapangan terutama berkaitan dengan pengetahuan perawat tentang Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien hubungannya dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh.
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstilions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformations) (Sukanto (2005). Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan dapat berkenaan dengan apa yang dipikirkan oleh individu yang bersangkutan.
9
10 2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu: 1. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh karena itu, tahu ini adalah merupakan tingkat pegetahuan yang lebih rendah. 2. Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi secara benar. Tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. 3. Aplikasi (Aplication). Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis
(Analysis).
Analisis
adalah
suatu
kemampuan
untuk
menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain, sintesis itu suatu
11 kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (Over behavior) perilaku
yang didasari
pengetahuan bersifat langgeng. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan (Sukanto, 2005) yaitu : 1. Tingkat pendidikan, pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang
tingkat
pendidikannya
rendah,
akan
menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan. 2. Informasi, seseorang mempunyai sumber informasi lebih
akan
mempunyai pengetahuan lebih luas. Kemudahan memperoleh informasi dapat
membantu
mempercepat
pengetahuan yang baru.
seseorang
untuk
memperoleh
12 3. Budaya, tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. 4. Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga
menimbulkan
sikap
positif.Sosial
ekonomi,
tingkat
kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan, hal ini disebabkan oleh sarana prasarana serta biaya yang dimiliki untuk mencari ilmu pengetahuan terpenuhi. Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi
pengetahuan
(Notoatmodjo, 2010)
seseorang
tentang
berbagai
hal.
13 Pengetahuan tentang pencegahan resiko jatuh pasien di rumah sakit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (Suratiningsih, 2005), 1. Tingkat pendidikan yaitu semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyelesaikan dengan hal yang baru tersebut 2. Informasi yaitu suatu berita yang didapat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui orang, media cetak dan lain-lain 3. Budaya yaitu budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi yang baru akan di saring kirakira sesuai tidak dengan budaya yang ada dalam agama yang dianut 4. Pengalaman yaitu pengalaman di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas, sedang umur semakin tua umur seseorang pengalaman akan semakin banyak 5. Sosial
ekonomi
yaitu
lingkungan
akan
mendukung
tingginya
pengetahuan seseorang, sedang ekonomi baik tingkat pendidikan tinggi, tingkat pengetahuan akan tinggi juga. 2.1.1.4 Cara Mendapatkan Pengetahuan Beberapa cara untuk mendapatkan pengetahuan adalah : 1. Coba-salah (trial and eror). Cara ini digunakan saat orang mengalami masalah, upaya pemecahannya adalah dengan cara coba-coba saja atau dengan kemungkinan–kemungkinan.
14 2. Cara kekuasaan atau otoritas. Cara ini digunakan secara turun-temurun, atau karena kebiasaan sehari-hari serta tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah hal tersebut baik atau tidak. 3. Pengalaman. Pengalaman artinya berdasarkan pemikiran kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Mungkin pengalaman hanya dicatat saja. Pengalaman yang disusun sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan. 4. Melalui jalan pikiran. Dengan cara induksi dan deduksi. Induksi yaitu apabila proses pembuatan keputusan itu melalui pernyataan – pernyataan khusus kepada yang umum. Deduksi apabila pembuatan kesimpulan dari pernyataan–pernyataan umum kepada yang khusus. 5. Cara modern. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “Metodologi penelitian atau Metode Penelitian Ilmiah”. (Notoatmodjo, 2010) 2.1.1.5 Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kuantitatif, yaitu: (Riwidikdo, 2009)
15 1. Pengetahuan Baik
: bila (x) > mean + 1 SD
2. Pengetahuan Cukup : bila mean – 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD 3. Pengetahuan Kurang : bila (x) < mean - 1 SD. 2.1.2 Kepatuhan 2.1.2.1 Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Bart, 2004). Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi
(Sarwono,
2007). 2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu: (Setiadi, 2007) 1. Faktor internal a. Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
16 tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Menurut Wawan & Dewi, 2010). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : (1) Awareness (kesadaran) : yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu; (2) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada stimulus; (3) Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; (4) Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru; (5) Adoption : subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus b. Sikap Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu (Azwar, 2009). Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi
17 dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2010). c. Kemampuan Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan secara nyata terhadap kinerja
pekerjaan.
Manajer
harus
berusaha
menyesuaikan
kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan, motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan dapat diperbaiki melalui latihan atau pelatihan (Ivancevich, 2007).
18 d. Motivasi Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin “movere”, yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk berperilaku, beraktifitas dalam pencapaian tujuan. Karena itu motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motif sebagai
pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait
dengan
faktor-faktor
lain,
hal-hal
yang
dapat
mempengaruhi motif disebut motivasi. Apabila orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior) (Sunaryo, 2004). 2. Faktor eksternal a. Karakteristik Organisasi Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan (Swansburg, 2010). Karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu (Subyantoro, 2009).
19 b. Karakteristik Kelompok Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat (Rusmana 2008). Karakteristik kelompok adalah : (1) adanya interaksi; (2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5) ada suasana kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi. Anggota kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan peran individu. Anggota melaksana-kan hal ini melalui hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok
meskipun
sebenarnya
individu
tersebut
tidak
menyetujuinya (Rusmana, 2008). c. Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Gibson et al (Rahayu, 2006) karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan
20 yang berisikan sifat-sifat tugas yang ada di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap pekerjaannya. d. Karakteristik Lingkungan Perawat harus bekerja dalam lingkungan yang terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti ini yang dapat menurunkan motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2010). 2.1.2.3 Pengukuran Kepatuhan Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan mutu. Indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Assaf, 2006).
21 2.1.3 Standar Prosedur Operasional Pencegahan Risiko Jatuh Pasien 2.1.3.1 Pengertian SPO (Standar Prosedur Operasional) Suatu standar atau pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005). Suatu
standar/pedoman
tertulis
yang
dipergunakan
untuk
mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Stándar Prosedur Operasional merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Setyarini, 2013). 2.1.3.2 Tujuan Standar Prosedur Operasional Tujuan Standar Prosedur Operasional antara lain (SPO Rumah Sakit Panti Waluyo, 2014) : 1. Petugas / pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas / pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi 3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. 4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
22 5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi Dalam menjalankan operasional perusahaan, peran pegawai atau perawat memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat signifikan, oleh karena itu diperlukan standar-standar operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi sumber daya manusia yang profesional, handal sehingga dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan. 2.1.3.3 SPO Pencegahan Pasien Jatuh di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta SPO Pencegahan Pasien Jatuh Rumah Sakit Panti Waluyo terbit tanggal 01 Februari 2014, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Perawat melakukan penilaian risiko jatuh dengan menggunakan Morse Fall Scale (MFS) dan hasil didokumentasikan, pada pasien: a. Saat masuk ruangan b. Setiap hari saat pergantian shift c. Ketika kondisi pasien berubah yang dapat membuat pasien berisiko jatuh d. Pasien pindah ke bagian lain e. Setelah pasien jatuh f. Pasien lanjut usia 2. Setelah mendapatkan hasil MFS ≥ 45, gelang identifikasi pasien warna kuning dipasang pada pergelangan pasien. 3. Hasil MFS ≥ 45, beri tanda pencegahan jatuh dengan memasang label segitiga kuning di papan tempat tidur pasien.
23 4. Membuat tulisan di whiteboard pada nurse station: pasien yang beresiko jatuh dan menginformasikan ke perawat yang lainnya pada saat pergantian shift. 5. Mengatur tinggi rendahnya tempat tidur sesuai dengan prosedur pencegahan dan penanganan pasien jatuh. 6. Memastikan pagar pengaman tempat tidur selalu dalam keadaan terpasang. 7. Pada pasien gelisah menggunakan restrain, kalau perlu dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada keluarga. 2.1.3.4 Pengurangan Pasien Jatuh Pengurangan pasien jatuh meliputi beberapa hal, yaitu : (Setyarini, 2013). 1. Standar Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi resiko membahayakan pasien akibat dari cedera jatuh. 2. Tujuan Menilai dan menilai kembali risiko secara berkala setiap pasien untuk jatuh, termasuk potensi risiko yang terkait dengan rejimen pengobatan pasien, dan mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang teridentifikasi. 3. Elemen yang dapat diukur : a. Rumah sakit menerapkan suatu proses untuk penilaian awal pasien untuk risiko jatuh dan penilaian ulang pasien ketika ditunjukkan oleh perubahan dalam kondisi atau pengobatan, atau yang lain.
24 b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada assessment dianggap rawan jatuh. c. Kebijakan dan atau prosedur terus mendukung pengurangan resiko membahayakan pasien akibat jatuh di organisasi. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila pasien jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan anamnesa terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien, melalui pengkajian awal pasien risiko jatuh ini, kejadian pasien jatuh dapat dicegah. 4. Implementasi pencegahan pasien risiko jatuh di Rumah Sakit Pencegahan pasien jatuh yaitu dengan penilaian awal risiko jatuh, penilaian berkala setiap ada perubahan kondisi pasien, serta melaksanakan langkah–langkah pencegahan pada pasien berisiko jatuh. Implementasi di rawat inap berupa proses identifikasi dan penilaian pasien dengan risiko jatuh serta memberikan tanda identitas khusus kepada pasien tersebut, misalnya gelang kuning. a. Pakaikan gelang risiko jatuh berwarna kuning. Pasang tanda segitiga risiko jatuh warna kuning pada bed pasien b. Strategi mencegah jatuh dengan penilaian jatuh yang lebih detil seperti analisa cara berjalan sehingga dapat ditentukan intervensi
25 spesifik seperti menggunakan terapi fisik atau alat bantu jalan jenis terbaru untuk membantu mobilisasi. c. Pasien ditempatkan dekat nurse station. d. Lantai kamar mandi dengan karpet anti slip/ tidak licin, serta anjuran menggunakan tempat duduk di kamar mandi saat pasien mandi. e. Dampingi pasien bila ke kamar mandi, jangan tinggalkan sendiri di toilet, informasikan cara mengunakan bel di toilet untuk memanggil perawat, pintu kamar mandi jangan dikunci. f. Lakukan penilaian ulang risiko jatuh setiap shif. 2.1.3.5 Prosedur Pencegahan pada Pasien Berisiko Jatuh 1. Morse Scale Fall (MFS) Morse Scale Fall (MFS) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh. Dengan menghitung skor MFS pada pasien dapat ditentukan risiko jatuh dari pasien tersebut, sehingga dengan demikian dapat diupayakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan. Pengkajian resiko jatuh dilakukan pada saat pasien baru masuk ruangan,setiap shift, pernah terjadi jatuh, dilakukan bila ada perubahan status mental sesuai dengan prosedur yaitu SPO. Penilaian risiko jatuh jatuh menggunakan MFS untuk pasien dewasa. Hasil penilaian MFS bila ≥45 risiko tinggi dan ≤45 risiko rendah. Lihat instrumen pengkajian MFS di tabel 2.1 Tabel 2.1. Instrumen Morse Fall Scale/Skala Jatuh Morse Parameter Status/Keadaan Skor Riwayat jatuh (baruTidak pernah 0 baru ini atau dalam 3 Pernah 25 bulan terakhir)
26 Tabel 2.1. Lanjutan Instrumen Morse Fall Scale/Skala Jatuh Morse Parameter Penyakit penyerta (Diagnosis Sekuner) Alat bantu jalan
Pemakaian infus intravena/heparin Cara berjalan
Status mental
Status/Keadaan Ada Tidak Ada Tanpa alat bantu, tidak dapat jalan, kursi roda Tongkat penyangga (crutch), Walker. Kursi Ya Tidak Normal, tidak dapat berjalan Lemah Terganggu Menyadari kelemahannya Tidak menyadari kelemahannya
Total Score Kesimpulan
Skor 15 0 0 15 30 20 0 0 10 20 0 15 15
Keterangan : Bila total score < 45 resiko rendah dan bila total score ≥ 45 risiko tinggi Kesimpulan : RR ( Risiko Rendah ) < 45 RT (Risiko Tinggi ) ≥ 45 2. Pemasangan label segitiga kuning untuk risiko tinggi 3. Pemasangan gelang risiko jatuh dilakukan setelah penilaian Morse Fall Scale (MFS) hasilnya ≥ 45 . 4. Tempat tidur pasien. Tempat tidur pasien merupakan salah satu alat yang digunakan oleh pasien. untuk mencegah risiko pasien jatuh dari tempat tidur, maka tempat tidur dalam posisi rendah dan terdapat pagar pengaman/ sisi tempat tidur.
27 5. Penggunaan restrain sesuai prosedur Restrain merupakan alat atau tindakan pelindung untuk membatasi gerakan atau aktifitas pasien secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan memodifikasi lingkungan yang dapat mengurangi cedera seperti memberi keamanan pada tempat tidur (Potter dan Perry, 2005).
2.2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan, belum pernah ditemukan pada penelitian yang sama, namun ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan, hal ini dapat disajikan dalam tabel berikut : Tabel 2.2. Keaslian Penelitian No Nama Peneliti 1 Cintya, dkk (2013)
2
Setyarini, dkk (2013)
Judul Hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) di Ruang Rawat Inap RSUD Liun Kendage Tahun A.
Metode Jenis penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional. Alat analisis yang digunakan ChiSquare
Hasil Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety).
Kepatuhan pera-wat melaksanakan standar prosedur operasional pencegahan pasien risiko jatuh di Gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus.
Jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dengan deskriptif kuantitatif dengan satuan persen-tase (%).
Kepatuhan perawat melaksanakan pencegahan pasien jatuh di ruang Yosef 3 Surya Kencana dan Yosef 3 Dago dengan hasil ratarata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan.
28 No Nama Peneliti Judul 3 Budiono, dkk Pelaksanaan Program Manajemen (2014). Pasien dengan Risiko Jatuh di Rumah Sakit.
Metode Jenis penelitian merupakan bentuk kaji tindak manajemen risiko pasien jatuh di rumah sakit dengan analisis masalah, solusi terpilih, dan uji program.
Hasil Hasil menunjukkan sebagian besar pera-wat telah melaksana-kan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi: screening, pemasangan gelang identitas risiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang menggunakan leaflet edukasi, pengelolaan pasien risiko jatuh, penanganan pasien jatuh dan pelaporan insiden.
2.3. Kerangka Teori Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan di muka, maka dapat dibuat suatu kerangka teori sebagai berikut : Pengetahuan
Sikap Kemampuan
Faktor internal
Pencegahan Motivasi Karakteristik organisasi
Kepatuhan
Karakteristik kelompok Faktor eksternal
Implementasi
Evaluasi
Karakteristik pekerjaan Karakteristik lingkungan
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Sumber: Notoatmodjo (2010), Setiadi (2007)
Keterangan : : yang tidak diteliti : yang diteliti
Pasien Jatuh
29
2.4. Kerangka Konsep Untuk memperjelas alur pemikiran secara jelas, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep seperti tampak pada gambar berikut:
Variabel Bebas :
Variabel Terikat :
Pengetahuan tentang Pelaksanaan SOP Pencegahan Pasien Jatuh
Kepatuhan Perawat dalam Pelaksanaan SOP Pencegahan Pasien Jatuh
Gambar 2.2. Kerangka Konsep 2.5. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha : Terdapat
hubungan
pengetahuan
dengan
kepatuhan
perawat
dalam
pelaksanaan SPO Pencegahan Resiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Ho : Tidak terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SPO Pencegahan Resiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian diskriptif korelational, dengan menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu dengan melakukan pengukuran sesaat untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Risiko Jatuh Pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Faktor risiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau status pada waktu observasi, jadi tidak ada tindak lanjut (Setiadi, 2007).
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Hasil studi pendahuluan pada bulan November 2014 yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa jumlah perawat sebanyak 183 orang. 3.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti (Suharsimi, 2006). Besarnya sampel dalam penelitian ini harus representatif bagi populasi, oleh karena jumlah populasi lebih dari 100 maka penentuan
30
31 besarnya sampel minimum penelitian ini diambil dengan rumus: (Suharsimi, 2006). N 1 N . d 2
n =
Keterangan : n
= Besar sampel yang diperlukan
N = Jumlah populasi d
= Kesalahan maksimum yang diperbolehkan 10 %
Perhitungan : n
=
=
183 1 183 . (0,1) 2
183 2,83
= 64,66431, dibulatkan menjadi 65 perawat. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 65 responden. 3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sample. Menurut Arikunto (2006), purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan atas tujuan tertentu dan syarat-syarat tertentu, caranya adalah memilih sejumlah responden berdasarkan kriteria inklusi. Penentuan sampel dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi:
32 1. Kriteria Inklusi a. Perawat pelaksana yang bertugas di ruang perawatan b. Perawat yang telah bekerja minimal dua tahun c. Perawat yang bersedia menjadi responden. 2. Kriteria Eksklusi a. Perawat yang sedang menjalani cuti b. Perawat yang tidak bersedia untuk diteliti. c. Perawat yang bekerja kurang dari dua tahun
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juni 2015. Adapun tempat penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: 3.4.1. Variabel bebas : Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat dan merupakan variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan perawat. 3.4.2. Variabel terikat: Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah karena pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikatnya adalah
33 kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh.
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel. No Variabel 1 Pengetahuan perawat
Definisi Operasional Alat Ukur adalah segala sesuatu Kuesioner yang
diketahui
perawat
terhadap
Standar
Prosedur
Operasional pencegahan
Hasil Ukur 1. Baik
Skala Ordinal
(16-20) 2. Cukup (10-14) 3. Kurang
risiko
(5-9)
jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. 2
Kepatuhan
adalah suatu hal yang Kuesioner
perawat
dilakukan
dalam
dalam melaksanakan
pelaksanaan
perawatan,
Standar
pengobatan
Prosedur
perilaku
yang
Operasional
disarankan
oleh
perawat
dan
atau tenaga kesehatan lainnya
berkaitan
dengan
pelaksanaan
SPO
pencegahan
risiko jatuh pasien di Panti
Surakarta.
(58-71) 2. Cukup Patuh (45-58)
perawat lain, dokter
RS
1. Patuh
Waluyo
3. Kurang Patuh (31-44)
Ordinal
34 3.5. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, yaitu: 1. Kuesioner pengetahuan berbentuk closed question/pertanyaan tertutup, dengan pilihan jawaban dikotomi choice yaitu : apabila pertanyaan dengan jawaban salah bernilai 0 dan jawaban benar dinilai 1. Jumlah pertanyaan untuk pengetahuan sebanyak 10 butir. Indikator yang digunakan
:
Pengertian keselamatan pasien, tujuan Standar Prosedur Operasional risiko jatuh, persiapan diri dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional risiko jatuh pasien, penerapan dalam Standar Prosedur Operasional risiko jatuh pasien, Morse Fall Scale (MFS) dan pelaksanaan Standar Prosedur Opersional risiko jatuh pada pasien. 2. Kuesioner tentang kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh berbentuk closed question/pertanyaan tertutup, dengan pilihan jawaban multy choice yaitu : apabila pertanyaan dengan jawaban SS (Selalu) skor 4, Sering (S) skor 3, Jarang (J) skor 2, dan Tidak Pernah (TP) skor 1. Jumlah pertanyaan ada 9 butir. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah: waktu penilaian risiko jatuh, tindakan untuk memberi tanda risiko jatuh, dan memberikan perhatian terhadap posisi dan kondisi pasien dalam menghindari risiko jatuh pasien.
35 3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan di Rumah Sakit Brayat Minulyo Surakarta terhadap perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang dilakukan pada bulan Maret 2015 sebanyak 30 orang. 1. Uji Validitas Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Sugiyono, 2008). Mengetahui validitas tiap item dari instrumen dengan menggunakan perhitungan korelasi product moment dari Pearson. Adapun rumus korelasi product moment adalah : rXY =
N XY X Y
N X
2
x
2
N Y
2
Y
2
Keterangan: r X Y N
= = = =
koefesien korelasi antara skor item dengan total item Skor pertanyaan Skor total jumlah responden (Suharsimi, 2006).
Kriteria pengukuran yaitu dengan membandingkan antara r hitung denga r tabel. Pengukuran dinyatakan valid jika rhitung > rtable pada taraf signifikansi 0,05%. Perhitungan uji validitas instrumen ini dilakukan dengan Program SPSS for Windows dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengetahuan Berdasarkan hasil uji validitas diketahui bahwa nilai validitas untuk variabel pengetahuan nilai validitas terendah sebesar 0,018
36 dengan nilai ρ-value sebesar 0,122 dan nilai validitas tertinggi sebesar 0,603 dengan nilai -value sebesar 0,000, oleh karena nilai rhitung > rtabel (0,361) pada N = 30, dengan nilai ρ-value 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa instrumen tentang pengetahuan yang disebarkan tergolong valid, sehingga diketahui yang valid sebanyak 10 item (item nomor 1, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, dan 19) dan instrumen yang tidak valid item nomor 2, 3, 5, 8, 14, 15, 16, 17, 18 dan 20, sehingga item yang valid digunakan untuk penelitian sedangkan nomor item yang tidak valid tidak digunakan untuk penelitian (Hasil terlampir). b. Kepatuhan perawat Berdasarkan hasil uji validitas diketahui bahwa nilai validitas untuk variabel kepatuhan perawat nilai validitas terendah sebesar 0,066 dengan nilai ρ-value sebesar 0,395 dan nilai validitas tertinggi sebesar 0,591 dengan nilai -value sebesar 0,000, oleh karena nilai rhitung > rtabel (0,361) pada N = 30, dengan nilai ρ-value 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa instrumen tentang kepatuhan perawat yang disebarkan tergolong valid, sehingga diketahui yang valid sebanyak 9 item (item nomor 1, 2, 4, 5, 7, 9, 10, 12, 13, dan 19) dan instrumen yang tidak valid item nomor 3, 6, 8, 11, 14, 15, 16, 17, 18 dan 20, sehingga item yang valid digunakan untuk penelitian sedangkan nomor item yang tidak valid tidak digunakan untuk penelitian (Hasil terlampir).
37 2. Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas adalah suatu uji yang digunakan untuk menguji sejauh mana alat ukur relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. Untuk menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien alpha Cronbach. Rumus alpha cronbach yang digunakan adalah : 2
k Si r11 = 1 St 2 k 1
Keterangan : r11
=
nilai reliabilitas yang dicari
k
=
banyaknya item
Si2
=
Jumlah varian item
St2
=
Varian total
Setelah harga r11 diketahui, kemudian diinterpretasikan dengan indeks korelasi > 0,600 berarti reliabilitas tinggi (Ghozali, 2009). Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan diketahui sebesar 0,808 dan untuk varabel kepatuhan perawat sebesar 0,746. Hal ini berarti semua instrumen yang disebarkan reliabel karena nilai reliabilitasnya lebih besar dari 0,60 (Hasil terlampir).
3.7. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu diolah dulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan sebagai berikut:
38 a.
Editing Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat segera di lengkapi.
b.
Coding Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban/hasilhasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan manandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah membacanya. Hal ini penting untuk dilakukan karena alat yang digunakan untuk analisa data dalam komputer yang memerlukan suatu kode tertentu. Hal ini penting untuk dilakukan karena alat yang digunakan untuk analisa data dalam komputer yang memerlukan suatu kode tertentu. Adapun kode yang dimaksud adalah: 1) Karakteristik responden a) Umur
: - 21 - 35 tahun
=1
- 36 – 45 tahun
=2
- > 45 tahun
=3
b) Tingkat pendidikan : - D3-Keperawatan
=1
- S1-Keperawatan
=2
2) Pengetahuan
: - Kurang
=1
- Cukup
=2
- Baik
=3
39 3) Kepatuhan Perawat
c.
: - Kurang patuh
=1
- Cukup patuh
=2
- Patuh
=3
Scoring Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian yang telah ditentukan.
d.
Tabulating Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabeltabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai dengan kuesioner
2. Analisis Data Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan perbaikan data, pemberian kode, dan setelah itu dilakukan tabulasi. Analisis data dilakukan dengan analisis univariate dan bevariate (Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut: a. Analisis Univariate Analisis univariate dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dan hasil penelitian yang meliputi karakteristik responden, pengetahuan perawat tentang Standar Prosedur Operasional risiko jatuh pasien dan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Opersioanal risiko jatuh.
40 b. Analisis Bivariate Analisis bivariate dilakukan terhadap tiap dua variabel yang diduga ada perbedaan yang signifikan. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan dua variabel yang diduga ada hubungan keeratan (Sugiyono, 2008). Uji bivariat dilakukan melalui pengujian statistik dengan analisis korelasi rank spearman, hal ini dikarenakan data berskala ordinal dan ordinal sehingga analisis yang sesuai menurut Dahlan (2011) adalah analisis rank spearman. Interpretasi yang ditentukan: 1) Bila hasil rxyhit < rxytab atau nilai p > 0,05, artinya bahwa tidak ada hubungan
pengetahuan
dengan
kepatuhan
perawat
dalam
pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. 2) Bila hasil rxyhit ≥ rxytab atau nilai p < 0,05, artinya bahwa ada hubungan
pengetahuan
dengan
kepatuhan
perawat
dalam
pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko Jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Adapun kekuatan korelasi menurut Colton dalam Sugiyono (2010): r = 0,00 - 0,25 --> tidak ada hubungan/hubungan lemah r = 0,26 - 0,50 --> hubungan sedang r = 0,51 - 0,75 --> hubungan kuat r = 0,76 - 1,00 --> hubungan sangat kuat/sempurna
41 3.8. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menerapkan etika penelitian : (Hidayat, 2011) 1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampak yang ditimbulkan. 2. Anonimity (tanpa nama) Identitas
responden
tidak
perlu
dicantumkan
pada
lembar
pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. 3. Confidentialty (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat 4.1.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini membahas tentang umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja pada perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Hal ini dapat dikemukakan seperti tampak pada pembahasan berikut : 1. Umur Tabel 4.1. Karakteristik Responden menurut Umur Keterangan Mean Minimum Maximum STD Umur
34,18
22
49
8,07
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata umur responden 34,18 tahun dengan umur terendah 22 tahun dan umur tertinggi adalah 49 tahun dengan standar deviasi sebesar 8,07. 2. JenisKelamin Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin JenisKelamin Jumlah (%) Laki-laki 8 12,3 Perempuan 57 87,7 Jumlah 65 100,0 Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan (87,7%) dan sebagian kecil mempunyai jenis kelamin laki-laki (12,3%).
42
43 3. Pendidikan akhir Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Akhir Pendidikan Jumlah (%) D-3 Keperawatan 59 90,8 S1-Keperawatan 6 9,2 Jumlah 65 100,0 Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikanD-3 Keperawatan (90,8%) dan sebagian yang lain mempunyai pendidikanS-1 Keperawatan (9,2%). 4. Lama Bekerja Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Lama Bekerja < 10 tahun 10 – 20 tahun > 20 tahun Jumlah
Jumlah 28 25 12 65
(%) 43.1 38.5 18.5 100,0
Tabel 4.4. menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai lama bekerja kurang dari 10 tahun yaitu sebanyak 43,1% dan sebagian kecil lama bekerja lebih dari 20 tahun yaitu sebesar 18,5%.
4.1.2 Pengetahuan Hasil distribusi frekuensi tentang pengetahuan perawat disajikan dalam tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5.Distribusi Frekuensi tentang Pengetahuan Perawat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) Kurang 7 10,8 45 69,2 Cukup Baik 13 20,0 Jumlah 65 100,0
44 Sumber: Data primer yang diolah, 2015. Distribusi data tentang pengetahuan pada perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebanyak 45 orang (69,2%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). 4.1.3 Kepatuhan perawat Hasil distribusi frekuensi tentang kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta disajikan dalam tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi tentang Kepatuhan Perawat Kepatuhan Perawat Frekuensi Persentase (%) Kurang patuh 7 10,8 Cukup patuh 36 55,4 Patuh 22 33,8 Jumlah 65 100,0 Sumber: Data primer yang diolah, 2015. Distribusi data tentang kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sebagian besar mempunyai kepatuhan cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai kepatuhan kurang patuh yaitu sebanyak 7 orang (10,8%).
4.2 Analisis Bivariat Penelitian ini menggunakan uji korelasi rank spearman () untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di
45 Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Berikut hasil analisis yang telah diuji yang tersajikan dalam tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil Crostab dan analisis Korelasi Rank Spearman () Kurang Patuh f %
Kepatuhan Cukup Patuh Patuh F % f %
f
%
Baik
4
57,1
3
42,9
0
0
7
100
Cukup
3
6,7
29
64,4
13
28,9
45
100
Kurang
0
0
4
30,8
9
69,2
13
100
52
52
86.7
8
13.3
0
0.0
60
Pengetahuan
Jumlah
Jumlah
rxy
0,391
p-value
0,001
Tabel 4.7 diketahui sebagian besar responden yang mempunyai pengetahuan cukup dengan kepatuhan tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 29 orang (64,4%). Hasil analisis korelasi rank Spearman () diketahui bahwa nilai korelasi hitung sebesar 0,391 dengan nilai probabilitas 0,001 (p value < 0,05), artinya terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin baik dan meningkat pengetahuan yang dimiliki perawat maka semakin patuh dan meningkat pula kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, adapun kekuatan hubungan tergolong hubungan yang sedang, karena nilai korelasi (rxy = 0,391) berada diantara 0,26 - 0,50.
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas mengenai analisis univariat dan analisis bivariat yang telah dikemukakan pada Bab IV sebelumnya yang berupa variabel pengetahuan perawat dan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Hal inidapat dijelaskan sebagai berikut. 5.1 Hasil Analisis Univariat 5.1.1 KarakteristikResponden Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur responden 34,18 tahun dengan umur terendah 22 tahun dan umur tertinggi adalah 49 tahun dengan standar deviasi sebesar 8,07. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki usia yang matang dalam berfikir dan bekerja atau usia produktif. Sejalan dengan pendapat Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional. Penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (90,8%). Tingkat pendidikan perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Hasil ini diperkuat oleh Purwadi dan Sofiana (2006) yang membuktikan bahwa 46
47 perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh karena itu, pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting sehingga kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat memiliki masa kerja kurang dari 10 tahun yaitusebanyak 43,1% dansebagiankecil lama bekerjalebihdari 20tahunyaitusebesar 18,5%. Pada awal bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan semakin menurun seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau delapan tahun dan meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan tahun,dengan semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaan (Hariandja, 2008). Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrohadiworjo (2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran pada seseorang perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, hal ini ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arfianti (2010) yang menyatakan pengalaman merupakan salah satu faktor dari kepatuhan.
48 5.1.2 Pengetahuan perawat Hasil penelitian tentang pengetahuan perawat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup sebanyak 45 orang (69,2%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). Pengetahuan responden tergolong cukup baik dan baik disebabkan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat. Dalam penelitian ini responden sebagian besar perawat
berpendidikan
D3-keperawatan.
Kesehariannya,
pendidikan
seseorang berhubungan dengan kehidupan social dan perilakunya. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka perilaku seseorang itu akan semakin baik, oleh sebab itu perawat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang baik. Lama bekerja merupakan salah satu factor juga yang mempengaruhi pengetahuan perawat. Dalam penelitian ini responden sebagian besar perawat lama bekerja 5 tahun keatas atau kurang dari 10 tahun dan ada sebagian yang lama bekerja lebih dari 20 tahun. Masa kerja adalah (lama kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya (Saragih, 2009). Pengetahuan
merupakan
factor
penting
dalam
seseorang
mengambil keputusan namun tidak selamanya pengetahuan seseorang bisa menghindarkan dirinya dari kejadian yang tidak diinginkannya, misalnya perawat yang tingkat pengetahuannya baik tidak selamanya melaksanakan
49 keselamatan pasien dengan baik karena segala tindakan yang akan dilakukan berisiko untuk terjadi kesalahan (Notoatmodjo, 2010). Hasil pengisian kuesioner oleh perawat, menunjukkan bahwa sebagian besar perawat dapat menjawab pertanyaan terkait factor risiko jatuh, mereka telah mengetahui tujuan dibuat Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh yaitu untuk menilai kembali secara berkala setiapp asien yang berisiko jatuh, mereka juga mengetahui tentang manajemen pencegahan jatuh dan penatalaksanaan pasien jatuh dengan baik dan hasil penilaian
risiko
jatuh
menggunakan
Morse
Fall
Scale,
telah
didokumentasikan tidak hanya pada saat pasien masuk ruangan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cintya, dkk (2003) yang menghasilkan penelitian bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety) sebagian kecil tergolong kurang baik, sedangkan lainnya tergolong baik dan cukup baik. 5.1.2KepatuhanPerawat Hasil penelitian diketahui bahwa kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta mayoritas mempunyai kepatuhan cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%), sedangkan paling sedikit perawat mempunyai kepatuhan kurang patuh yaitu sebanyak 7 orang (10,8%). Hal ini disebabkan sebagian besar perawat melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien hanya berdasarkan usia, keterbatasan mobilisasi dan terpasangnya infus/iv ataupun kateter. Kepatuhan merupakan ketaatan
50 seseorang pada tujuan yang telah ditetapkan. Kepatuhan merupakan masalah utama kedisiplinan dalam pelayanan perawatan di rumah sakit. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti suatu perintah ataus uatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Bart, 2004). Pada penelitian ini perawat di RS Panti Waluyo Surakarta dapat dikategorikan sebagian besar sudah cukup patuh terhadap Standar Prosedur Operasional pengkajian risiko jatuh menggunakan skala Morse. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar perawat yang telah melakukan Standar Prosedur Operasional yang terdapat pada skala Morse. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan, umur dan lamanya mereka bekerja. Menurut Setyarini, dkk (2013), bahwa perawat yang sudah mendapatkan sosialisasi atau memahami terkait dengan pengkajian risiko jatuh berdasarkan skala Morse cenderung lebih baik dalam melakukan pengkajian risiko jatuh dibandingkan dengan perawat yang belummemahami dan mendapat sosialisasi Standar Prosedur Operasional risiko jatuh, selain itu umur juga mempengaruhi kepatuhan perawat dalam menerapkan skala Morse. Seseorang yang dikatakan senior lebih cenderung memilikis ikap yang kurang dalam pengkajian risiko jatuh menggunakan skala Morse. Mereka lebih sering menggunakan penilaian berdasarkan ketergantungan pasien. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Setyarini, dkk (2013) yang meneliti tentang kepatuhan perawat melaksanakan Standar
51 Prosedur Operasional pencegahan pasien risiko jatuh, hasil penelitian menyebutkan bahwa kepatuhan perawat melaksanakan pencegahan pasien jatuh dengan hasil rata-rata 75% patuh melaksanakan, 25% tidak patuh melaksanakan.
5.2 Hasil Analisis Bivariat Hasil crosstab diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup dengan kepatuhan tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), dan hasil analisis korelasi Rank Spearman () diketahui nilai korelasi hitung sebesar 0,391 dengan nilai probabilitas 0,001 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit PantiWaluyo Surakarta, artinya bahwa semakin baik dan meningkat pengetahuan yang dimiliki perawatmaka semakin patuh dan meningkat pula kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Saki tPanti Waluyo Surakarta tersebut. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien dapat diasumsikan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung lebih baik dalam melakukan pengkajian risiko jatuh lebih baik dibandingkan
dengan
perawat
yang
memiliki
pengetahuan
rendah.
Pengetahuan yang baik sebagian besar dimiliki oleh perawat berpendidikan
52 sarjana dibandingkan D3. Tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mempermudah seseorang dalam melakukan sesuatu. Dalam hal iniDepkes RI (2008) menjelaskan bahwa kepatuhan dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional pengkajian risiko jatuh menggunakan skala Morse. Pengetahuan perawat yang baik akan mempengaruhi tingkat kepatuhan perawat sehingga mengurangi risiko jatuh pada pasien. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Pengalaman, pengetahuan dan sumber informasi merupakan hal yang mempengaruhi kejelian perawat dalam melakukan pengkajian risiko jatuh. Sumber informasi disini didapat dalam pelatihan–pelatihan, seminar ataupun workshop tentang risiko jatuh pasien. Dalam pelatihan-pelatihan perawat dibekali ilmu, skill dan pengalamanterkait Patient Safety (Anwar, 2012). Pada penelitian ini terkait pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh memiliki hubungan yang bermakna. Dari hasil analisis peneliti hal tersebut disebabkan karena mayoritas perawat di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta sudah melakukan pengkajian risiko jatuh menggunakan skala Morse. Perawat sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang risiko jatuh dalam pengkajian risiko jatuh menggunakan skala Morse, namun di sisi lain masih juga didapatkan perawat masih memiliki pengetahuan yang kurang, sehingga pada pelaksanaan pengkajian risikoj atuh menggunakan skala Morse masih ada beberapa poin yang tidak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena minimnya pelatihan dan evaluasi tentang risiko jatuh menggunakan skala Morse.
53 Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Citya dkk (2013) yang menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety). Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Budiono dkk (2014) yang meneliti tentang pelaksanaan
program manajemen pasien dengan resiko jatuh di rumah sakit, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa sebagian besar perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi: screening, pemasangan gelang identitas risiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang menggunakan leaflet edukasi, pengelolaan pasien risiko jatuh, penanganan pasien jatuh dan pelaporan insiden.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dilihat dari karakteristik responden diketahui :sebagian besar responden mempunyai umur antara 21-35 tahun (40%), jenis kelamin perempuan (87,7%), tingkat pendidikan D-3 Keperawatan (90,8%), dan lama bekerja kurang dari 10 tahun (43,1%). 2. Sebagian besar perawat mempunyai pengetahuan tentang Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh tergolong cukup baik yaitu sebanyak 48 orang (69,2%). 3. Sebagian besar perawat mempunyai kepatuhan dalam pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh tergolong cukup patuh yaitu sebanyak 36 orang (55,4%). 4. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (p-value = 0,001, rxy = 0,391), dan nilai hubungan tergolong sedang.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa saran : 54
55 1. Bagi Rumah Sakit Panti Waluyo Diharapkan untuk dilakukannya sosialisasi kepada seluruh perawat yang berkaitan dengan pengkajian risiko jatuh pasien dengan skala Morse dan bagaimana cara pengisian menggunakan form pengkajian risiko jatuh skala Morse serta menetukan intepretasi secara benar. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat mempergunakan sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun panduan perkuliahan terutama yang berkaitan dengan pengetahuan hubungannya dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di Rumah Sakit. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Prosedur Operasional pencegahan risiko jatuh pasien misalnya sikap dan lingkungan kerja, serta meneliti cakupan sampel yang lebih luas. 4. Bagi Peneliti Bagi peneliti dapat menerapkan teori ke dalam kegiatan nyata di lapangan terutama penerapan metode penelitian berkaitan dengan pengetahuan perawat hubungannya dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Pencegahan Operasional pencegahan risiko jatuh pasien di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA Assaf, A.F. 2006. Mutu Pelayanan Kesehatan: Prespektif Internasional. Jakarta: EGC Azwar, S. (2009). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka Pelajar. Budiono, Sugeng, Arief Alamsyah dan Wahyu. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Resiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014. Bart, Smet. (2004). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Dahlan, Sofiudin. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Gibson, L. James, John M. Ivancevich, and James H. Donnelly, Jr., (2006). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Gozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BPFE UNDIP. Hidayat, Alimul, Aziz. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Isomi M. Miake-Lye et al. (2013). Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety Strategy. A Systematic Review. Annals of Interbal Medicine. Vol 158. No 5 Ivancevich M, John dkk, (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi, Jilid 1,Edisi Ketujuh, Jakarta: Erlangga Joint Commission International Acreditation Standards for Hospitals. 4th Edition. (2011). KemenKes RI. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011. Meliono, I, dkk. (2007). MPKT Modul 1. Jakarta: Lembang penerbitan FEUI. Miake-Lye IM Hempel S Ganz DA, and Shekelle PG. (2013) Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety Departemen Kesehatan RI; 2008. Strategy: A Systematic Review. Annals of Internal Medicine. 2013; 158(5 ); 390-396. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
_______. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. ________. (2010). Sikap dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi ke 4. Jakarta. EGC. Riwidikdo. (2009). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Bina Pustaka. Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung : Rizqi Press Sanjoto, Hary Agus. (2014). Pencegahan Pasien Jatuh Sebagai Strategi Keselamatan Pasien: Sebuah Sistematik Review. Sarwono, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumah Sakit Suatu Pendekatan Sistem. Jakarta: EGC. Jakarta. Setiadi. (2007). Perilaku Perawat Professional terhadap Suatu Anjuran, Prosedur atau Peraturan yang Harus Dilakukan atau Ditaati. Yogyakarta: Graha Ilmu. Setiadi, (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Setyarini, Elizabeth Ari, dan Lusiana Lina Herlina. (2013). Kepatuhan Perawat Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosep 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus. Jurnal Kesehatan. STIKes Santo Borromeus. Subyamtoro, Arief. (2009). Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Organisasi Dan Kepuasan Yang dimediasi Oleh Motivasi Kerja, Jurnal Aplikasi Manajemen, 11(1), 11-19. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Tinjauan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Sukanto. (2005). Organisasi Perusahaan, Teori Struktur dan Perilaku. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, R&D. Bandung: Alfabeta. Swansburg, R. C. (2010). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis. Edisi terjemahan. Jakarta: Penerbit, EGC. Wawan & Dewi, (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.