STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN ANGGOTA KELUARGA DALAM MEMBERIKAN DUKUNGAN TERHADAP PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) DI POSYANDU LANSIA DESA PUCANGAN KARTASURA SUKOHARJO
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh: Kartika Sari Wahono NIM. ST13043
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i
LEMBAR PENGESAHAN Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN ANGGOTA KELUARGA DALAM MEMBERIKAN DUKUNGAN TERHADAP PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) DI POSYANDU LANSIA DESA PUCANGAN KARTASURA SUKOHARJO Oleh : KARTIKA SARI WAHONO NIM. ST13043
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 5 Agustus 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK: 200984041
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK: 201279102
Penguji
Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep NIK. 200679022 Surakarta, 5 Agustus 2015 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK: 201279102
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :
KARTIKA SARI WAHONO
NIM
ST13043
:
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1) Karya tulis skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di Perguruan Tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
Surakarta,
Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Kartika Sari Wahono) NIM. ST13043
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan taufik, hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi Penelitian dengan judul Studi Fenomenologi Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Terhadap Penderita Diabetes Mellitus. Penulisan hasil penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan. Penulisan hasil penelitian ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan banyak pihak. untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.si selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan
STIKes
Kusuma
Husada
Surakarta
sekaligus
Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan dan arahan penyusunan penelitian ini. 3. S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan arahan penyusunan skripsi penelitian ini 4. Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji yang telah memberikan masukan dan arahan untuk kesempurnaan penelitian ini. 5. Seluruh staf dan staf akademik Program studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada. 6. Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura dan para kader yang telah membantu dan memberi perijinan untuk penelitian dan pengarahan selama proses penelitian. 7. Orang Tuaku tercinta, yang selalu memberi doa, dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 8. Suamiku Andi S yang selalu membantu, memberikan doa dan dukungan dalam penyusunan skipsi ini. 9. Partisipan dari penelitian ini yang telah memberikan informasi dan meluangkan waktu untuk memberikan data kepada peneliti.
iv
10. Rekan seperjuangan Dinkes. Wonogiri dan rekan-rekan angkatan transfer 2013 yang selalu memberi dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amalan yang akan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya skripsi penelitian ini mengharapkan masukan, saran, kritik sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, 31 Juli 2015
Peneliti
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
SURAT PENGESAHAN ................................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................
iii
KATA PENGANTAR....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
x
ABSTRAK .......................................................................................................
xii
ABSTRACK ......................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang .............................................................................
1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................
6
I.3 Tujuan Penelitian .........................................................................
6
I.4 Manfaat Penelitian .......................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORI ...................................................................
8
2.1.1 Pengalaman ......................................................................
8
2.1.2 Konsep Keluarga ..............................................................
10
2.1.3 Konsep Dukungan Keluarga ............................................
18
2.1.4 Diabetes Mellitus ..............................................................
23
vi
2.2 Keaslian Penelitian ....................................................................
26
2.3 Kerangka Teori ..........................................................................
27
2.4 Fokus Penelitian .........................................................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................
29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
31
3.3 Populasi Dan Sampel .................................................................
31
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ..............................
33
3.5 Analisa Data ...............................................................................
39
3.6 Keabsahan Data .........................................................................
40
3.7 Etika Penelitian ..........................................................................
42
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ......................................................
44
4.2 Karakteristik Partisipan ...............................................................
44
4.3 Hasil Penelitian ..........................................................................
45
4.3.1 Pengetahuan keluarga ........................................................
45
4.3.2 Empat Pilar DM ...............................................................
51
4.3.3 Dukungan Nyata Keluarga.................................................
61
4.3.4 Dukungan Pengharapan ....................................................
70
4.3.5 Dukungan Informasi .........................................................
77
4.3.6 Dukungan Emosional ........................................................
82
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................
vii
86
5.1.1 Persepsi Keluarga Mengenai DM ..........................................
86
5.1.2 Empat Pilar (DM)...................................................................
91
5.2.1 Dukungan Nyata Keluarga .....................................................
97
5.3.1 Dukungan Pengharapan .........................................................
102
5.4.1 Dukungan Informasi ..............................................................
107
5.5.1 Dukungan Emosional .............................................................
112
BAB V PENUTUP 6.1 Kesimpulan ..................................................................................
117
6.2 Saran ..............................................................................................
118
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL Nomor Tabel Tabel 2.1
Judul Tabel
Halaman
Keaslian Penelitian
26
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
1
Kerangka Teori
27
2
Fokus Penelitian
27
3
Bagan Tema Pertama
50
4
Bagan Tema Kedua
60
5
Bagan Tema Ketiga
68
6
Bagan Tema Keempat
75
7
Bagan Tema Kelima
80
8
Bagan Tema Keenam
84
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran
Keterangan
1.
Ijin Studi Pendahuluan
2.
Pengajuan Ijin Penelitian Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo
3.
Surat Balasan Ijin Ijin Tempat Penelitian Posyandu
.
Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo
4
Permohonan Studi Pendahuluan
5.
Surat Balasan Studi Pendahuluan
6.
Surat Pernyataan Menjadi Partisipan
7.
Surat Pernyataan Persetujuan Informed Consent
8.
Data Demografi Partisipan
9.
Pedoman Wawancara Mendalam
10.
Panduan Wawancara Mendalam
11.
Data Demografi Partisipan 2
12.
Transkrip Wawancara P2
13.
Lembar Hasil Observasi
14.
Analisa Tematik
15.
Lembar Konsultasi
16.
Dokumentasi Penelitian
17
Jadwal Penelitan (POA)
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Kartika Sari Wahono Studi Fenomenologi Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Terhadap Penderita Diabetes Mellitus Di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo Abstrak
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman anggota keluarga dalam memberikan dukungan terhadap keluarga yang menderita Diabetes Mellitus di Desa Pucangan Kartasura sukoharjo. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode wawancara indepth interview dengan alat perekam smartphone (voice notes recorder). Analisa data pada penelitian ini menggunakan tehnik Collaizi. Dengan partisipan 4 orang lansia dengan DM. Temuan hasil penelitian didapatkan enam tema yaitu 1) Pengetahuan keluarga mengenai DM, 2) Upaya keluarga dalam menjaga kesehatan penderita, 3) Manajemen terapi DM, 4) Respon psikologis penderita, 5) Memilih informasi yang tepat, 6) koping penderita, kesimpulan dari penelitian adalah bahwa keluarga belum maksimal dalam memberikan dukungan ke anggota keluarganya yang sakit, hal ini dikarenakan pengetahuan keluarga dalam memahami penderita masih dirasa kurang maksimal, dukungan keluarga untuk penderita menjadi faktor penting dalam membantu memberikan perawatan. Peran keluarga sangat penting dalam memberi dukungan keluarga, diharapkan bagi keluarga agar memberi dukungan ke keluarganya yang sakit dengan penuh kesabaran dan memberi perhatian yang khusus.
Kata Kunci : Pengalaman, Dukungan Keluarga, Diabetes Mellitus Daftar Pustaka : 46 Literatur (2005-2015)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Kartika Sari Wahono Phenomenological Study on Family Members’ Experience in Extending Support to Diabetes Mellitus Patients at the Elderly Integrated Health Post of Pucangan Vilage Kartasura Sukoharjo. ABSTRACT Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease caused by inherited and/ or acquired deficiency in production of insulin by the pancreas, or by the ineffectiveness of the insulin produced. The objective of the research is to explore the family members’ experience in extending the supports to their family members with diabetes mellitus in Pucangan Village, Kartasura Sub district, Sukoharjo Regency. The research used the qualitative method with the phenomenological approach. The samples of research were 4 elderlies with DM. The data of research were collected through in-depth interview aided with smart phone (phone voice notes recorder) as the instrument. The result of research shows that there were six themes, namely: (1) Family members’ knowledge of DM; (2) Family members’’ efforts in maintaining the patients’ health; (3) Management of DM therapy; (4) Patients’ psychological response; (5) Proper choice of information; and (6) Patient coping. The result of the research shows that the family members had not been maximal in extending their supports to the patients due to their lack of understanding on the disease. Thus, family members’ role is very important in giving support to the patient. The families are expected to extend their supports to their ill family members with full attention and great patience.
Keywords: Experience, family members’ supports, diabetes mellitus References: 46 (2005-2015)
xiii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Diabetes berasal dari bahasa Yunani siphon yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit Diabetes Mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Mellitus (DM), atau yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing
manis, adalah penyakit kronik yang
disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut. Pada penderita Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah pasien Diabetes Mellitus (Digiulio, Dona Jackson & Jim Keogh, 2014).
1
2
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun yang kronik. Diagnosis khas DM pada umumnya adalah bahwa terdapat keluhan khas yaitu poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan) dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Penyakit DM bisa disebut juga penyakit“Long life” disebabkan penyakit ini tidak dapat disembuhkan selama rentang hidup penderitanya (Arsita Eka Prasetyani, 2013). International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Di Indonesia laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita Diabetes Mellitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Disebutkan Wilayah Jawa Tengah terdapat (1,9%) penderita DM ( Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari buku rekap bulanan pasien dari awal tahun 2013 hingga bulan September 2014 pasien Posyandu Lansia Desa Pucangan
3
Kartasura Sukoharjo tercatat setiap bulannya mengalami peningkatan, Posyandu yang berdiri awal tahun 2013 ini terdapat 96 penderita DM, dimana peningkatan
terjadi pada bulan Mei 2014, pada bulan tersebut terdapat
peningkatan kunjungan yaitu dari total penderita 67 orang bertambah menjadi 96 orang, penjabarannya pada bulan Mei bertambah 12 orang, Juni bertambah 7orang, Juli bertambah 4 orang, Agustus bertambah 6 orang dan total penderita kini menjadi 96 penderita sampai Agustus 2014. Dengan angka 20 penderita pra Diabetes Mellitus dan 70 Penderita yang sudah terdiagnosis. Studi pendahuluan dari 8 orang yang bersedia diwawancarai adalah keluarga yang terlibat langsung dalam pemenuhan kebutuhan anggota keluarganya yaitu merawat penderita DM pada tahap kronis dan jenuh kontrol pada bulan Oktober 2014 yang lalu, mengatakan bahwa terkadang hidup dengan anggota keluarga yang sudah terdiagnosa Diabetes lama, butuh waktu untuk menelateni dan harus mempunyai kesabaran yang ekstra untuk merawat. Saat dilakukan pendekatan, keluarga penderita mengatakan bahwa untuk merawat penderita membutuhkan kesabaran yang tinggi untuk mengingatkan dan memberikan pengertian dalam hal berkaitan dengan sakitnya, keluarga juga mengatakan orang terdekat penderita sangat diperlukan ketika penderita sudah putus asa menghadapi penyakitnya. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga adalah hal yang penting dalam memberikan dukungan anggota keluarganya yang sakit, sebagai contoh dalam hal ini dapat dilakukan dengan suatu tindakan dari keluarga antara lain perhatian,
4
dukungan mental dan pendekatan rohani, dengan begitu penderita merasa beban fikirannya berkurang (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Secara sosial penderita DM akan mengalami hambatan umumnya berkaitan dengan pembatasan diet yang ketat, keterbatasan fisik karena komplikasi yang muncul. Pada bidang ekonomi biaya perawatan penyakit dalam jangka cukup panjang dan rutin merupakan masalah yang menjadi beban tersendiri bagi penderita. Beban tersebut ditambah dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang berkaitan dengan perawatan ataupun penyakitnya (Harmoko, 2012). Adanya penyakit serius dan kronis pada salah satu anggota keluarga, biasanya mempunyai dampak besar pada sistem keluarga, terutama pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Keluarga merupakan penyedia pelayanan utama dan dukungan bagi pasien yang mengalami sakit (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Dukungan sosial keluarga sangat diperlukan bagi penderita DM terutama bagi penderita yang telah terdiagnosis DM lama, bahkan terkadang menyebabkan anggota keluarga menjadi jenuh untuk memberi perhatian. Hasil wawancara dari peneliti dengan para kader Posyandu Lansia di Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo mengatakan bahwa peran dukungan keluarga sangat diperlukan terutama dalam hal treatment penderita DM, semakin lama keluarga merawat anggota keluarganya yang sakit tentu pengetahuan dan pengalaman keluargapun seharusnya lebih meningkat, akan tetapi terkadang dukungan keluarga masih dirasa kurang, karena kesibukan bekerja keluarga
5
jarang bertemu dan berkomunikasi dengan anggota keluarganya yang sakit, kurang pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan maupun penyakit, sehingga terkadang keluarga kurang ikut memberi dukungan. Hasil penelitian yang dilakukan Siti Shofiyah dan Henni Kusuma pada tahun 2014, menunjukkan semakin baik dukungan keluarga yang dimiliki penderita DM maka akan meningkatkan kepatuhan penderita DM dalam melakukan penatalaksanaan DM. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi pelaksanaan dari fungsi keluarga tersebut (Prosding PPNI, 2014). Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Hal tersebut disebabkan sifat mendasar dari keluarga, dimana keluarga selalu siap memberikan bantuan dan pertolongan
jika diperlukan anggota keluarga,
semakin baik dukungan yang diberikan keluarga, keluarga akan selalu memberikan bantuan dan perhatian (Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009). Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengeksplorasi Pengalaman Anggota Keluarga dalam Memberikan Dukungan Terhadap Penderita Diabetes Mellitus Di Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo.
6
I.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud untuk mengeksplorasi bagaimana“Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo”
I.3 TUJUAN PENELITIAN 1. TUJUAN UMUM Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin mengeksplorasi Pengalaman keluarga dalam memberikan dukungan pada penderita Diabetes Mellitus. 2. TUJUAN KHUSUS 1.
Mengidentifikasi persepsi keluarga mengenai Diabetes Mellitus.
2.
Mengidentifikasi
keluarga dalam memberi dukungan pengharapan
terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus. 3.
Mengidentifikasi keluarga dalam memberi dukungan nyata terhadap terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
4.
Mengidentifikasi keluarga dalam memberikan dukungan informasi terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
5.
Mengidentifikasi keluarga dalam memberikan dukungan emosional terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
7
I.4 MANFAAT PENELITIAN Dari penelitian ini di harap dapat memberikan manfaat 1. Bagi Masyarakat Sebagai bahan masukan bagi keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota keluarganya yang menderita Diabetes Mellitus. 2. Bagi Institusi pendidikan Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan kualitas mutu pendidikan serta sebagai referensi untuk meningkatkan proses belajar pada mahasiswa. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian dapat menjadi data dasar bagi peneliti yang lain. 4. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan peneliti dan ketrampilan keluarga khususnya dalam keperawatan keluarga atau komunitas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengalaman 2.1.1.1 Pengertian Pengalaman Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Alwisol, 2012). Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk dugunakan dan
menjadi
pedoman serta pembelajaran manusia (Daru Purnomo, 2014). Pengalaman
akan
sangat
mempengaruhi
bagaimana
seseorang mempersepsikan sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan dan dipersepsikan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia, persepsi itu tidak hanya di tentukan oleh stimulus (ransangan) secara objektif, tetapi juga di pengaruhi oleh keadaan diri sang perseptor (Carol wade dan Carol Tavris, 2008). Aktivitas di dalam diri atau
8
9
pengalaman dari seseorang akan menghasilkan hasil persepsi yang berbeda. Pendapat ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi pada umumnya adalah objekobjek yang
memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi, persepsi yang sering kita alami (konsisten) secara berulang-ulang maka dengan sendirinya akan terekam didalam memori kita dan menjadi sebuah pengalaman atau persepsi yang akan di recall kembali apabila kita mengalami sensasi yang sama dilain waktu (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachwati, 2014). 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengalaman Faktor yang membuat seorang memiliki pengalaman adalah adanya suatu pengetahuan yang didapatkannya secara kontinu,
pengetahuan
pengalaman
selama
seorang
ahli
bertahun-tahun.
diperoleh Lebih
lanjut
melalui dapat
dikatakan bahwa dalam rangka pencapaian keahlian, seorang harus mempunyai pengetahuan yang tinggi. Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Carol Wade dan Carol Tavris, 2008). Adanya keterlibatan langsung yang dilakukan seorang individu dalam melakukan suatu kegiatan maupun prinsip aktifitas yang dialaminya adalah faktor yang mempengaruhi adanya suatu hal yang dapat menciptakan adanya pengalaman
10
sehingga individu tersebut dapat menuangkannya kedalam suatu informasi baik secara persepsi maupun ketrampilan yang dimilikinya (Sardiman, 2007).
2.1.2 Konsep Keluarga 2.1.2.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Harmoko, 2012). Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dam materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (Sudiharto, 2007). 2.1.2.2 Tipe Keluarga Ada beberapa Tipe Keluarga (Harmoko, 2012) : 1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri
ayah
ibu,
dan
anak
yang
keturunannya atau adopsi atau keduanya.
diperoleh
dari
11
2.
Extended Family adalah Keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misal nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman/Bibi dsb.
3.
Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anakanaknya.
4.
Dyanic Nuclear adalah Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satunya bekerja dirumah.
5.
Dual Carier, Suami istri atau keduanya berkarir tanpa anak
6.
Three Generation, Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah
7.
Cohobing Couple, Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan. Tipe keluarga Tradisional terdiri dari Zaidin Ali (2010). :
1.
Keluarga Inti adalah suatu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung/angkat).
2.
Keluarga Besar adalah keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai hubungan darah misal kakak, nenek, kakek, paman bibi.
12
3.
Single parent adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak (kandung/ angkat). Kondisi ini dikarenakan adanya kematian/perceraian.
4.
Singgle adult adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.
5.
Keluarga lanjut usia terdiri dari suami istri lanjut usia.
2.1.2.3 Fungsi Keluarga Fungsi keluarga antara lain (Harmoko, 2012) : 1. Fungsi afektif Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. 2. Fungsi sosialisasi Dimulai saat lahir dan akan diakhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dimana individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola sosial yang dialami. 3. Fungsi Reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan
13
adanya program keluarga berencana. Pada penderita Diabetes Mellitus perlu dikaji riwayat kehamilannya untuk mengetahui adanya tanda-tanda Diabetes Melitus gestasional, karena diabetes gestasional terjadi pada saat kehamilan. 4. Fungsi ekonomi Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian dan rumah, mencari sumber-sumber penghasilan untuk pemenuhan keluarga. 5. Fungsi Perawatan Keluarga/ Pemeliharaan Kesehatan Fungsi Perawatan kesehatan meupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. 2.1.2.4 Tugas Keluarga Tugas
keluarga
kesehatan
keluarga
antara
lain
(friedman, Bowden & Jones, 2010) : 1. Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh di abaikan, karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan
kesehatan
dan
perubahan-perubahan
yang
dialamioleh anggota keluarganya. Anggota keluarga yang
14
menderita Diabetes Mellitus maka kemungkinan besar memiliki riwayat dari turunan sebelumnya, kurangnya pengetahuan keluarga tentang kesehatan dapat menjadi masalah serius karena keluarga tidak dapat menjalankan tugas keluarga dengan baik, misalnya keluarga tidak mengerti apabila ada gangguan kesehatan pada anggota keluarga yang mengarah ke DM, diagnosa dini DM akan memberikan prognosis yang baik pada penderita. 2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara anggota keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan
sebuah tindakan. Apabila penderita DM mengalami komplikasi keluarga mampu memutuskan kemana sarana pelayanan yang bisa dituju untuk melakukan perawatan pada penderita, keluarga mengetahui pilihan tepat ketika serangan
muncul,
bagaimana
keluarga
mengambil
keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes mellitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung kesembuhan. 3. Memberi Perawatan pada anggota keluarga yang sakit
15
Tugas keluarga dalam memberi perawatan pada anggota yang sakit sering mengalami keterbatasan. Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindak lanjut atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Penderita diabetes mellitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga perlu
tahu
manajemen
penderita
diabetes
seperti
bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada diabetes mellitus. Keluarga mengevaluasi efektifnya perencanaan makan. Keluarga juga berperan untuk memberikan edukasi kepada penderita dimana keluarga mencari informasi tentang apa saja mengenai diabetes. Edukasi dapat memotivasi penderita untuk mengontrol dan melakukan hal-hal
yang
dapat
mengurangi
keluhan
bagi
penderita. Keluarga yang memahami tentang bagaimana perkembangan penyakit maupun hal-hal yang dibutuhkan penderita, tahu faktor resikonya, menyadari tentang adanya
kemungkinan
serangan
komplikasi
yang
kemungkinan terjadi, tentunya akan menjadi lebih waspada (Yudi Garnadi, 2012).
16
Aktifitas Fisik yang teratur bagi penderita sangat diperlukan, keluarga dapat mendampingi penderita saat melakukan latihan fisik, dengan latihan fisik yang teratur dapat mengendalikan berat badan, kadar gula darah, tekanan darah dan yang paling penting memicu pengaktifan sel insulin dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup bagi penderita. (Yudi Garnadi, 2012). Penggunaan
obat-obatan
yang
diberikan
ke
penderita hendaknya keluarga mengetahui bagaimana aturan pemberian seperti pemberian berupa suntikan insulin maupun secara oral, dengan begitu penderita merasa mendapat perhatian dan dukungan bila keluarga mengetahui aturan pemberian, cara maupun menyediakan yang telah diresepkan oleh dokter (Yudi Garnadi, 2012). 4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Pada penderita DM fokus lingkungan rumah yang menjadi perhatian adalah pada lantai, keluarga memperhatikan kondisi lantai, apakah membahayakan penderita jika
17
dilaluinya, penderita DM yang lama memiliki aliran darah yang buruk dan kerusakan saraf sehingga keluarga dapat memberi saran ke penderita untuk menggunakan alas kaki yang nyaman, baik di dalam maupun diluar rumah. Alas kaki tidak boleh kebesaran maupun kekecilan karena dapat menyebabkan kaki lecet. Keluarga memeriksa pada bagian dalam sepatu sebelum penderita menggunakannya untuk memastikan tidak ada benda tajam yang dapat melukai kaki penderita. Pada penderita DM
lama
gangguan
retinopati
menyebabkan
pandanganny berkurang, sehingga keluarga berupaya mengawasi penderita agar dijauhkan dari lantai yang licin dan pencahayaan rumah yang tidak terlalu gelap (Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009). 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya. Hal ini sangat penting untuk keluarga yang mempunyai masalah Diabetes Mellitus. Tujuannnya adalah agar penderita dapat memeriksakan kesehatannya secara rutin. Upaya program perawatan kaki pada penderita DM perlu melibatkan lingkungan
18
keluarga, lingkungan keluarga bisa memberi pengaruh positif,
keluarga
memanfaatkan
adanya
pelayanan
kesehatan di desa seperti Posyandu Lansia, kelompok Persatuan Diabetes Indonesia, puskesmas pembantu, bidan praktek ataupun mantri desa. Kelima tugas diatas akan memberikan dampak positif bagi penderita DM terutama
pada
keluarga,
apabila
keluarga
telah
mengetahui jelas tentang penyakit Diabetes Mellitus keluarga tentu pastinya dapat merawat secara adekuat (Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009).
2.1.3 Konsep Dukungan Keluarga 2.1.3.1 Definisi Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega
19
karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Zaidin Ali, 2010). Komponen-komponen dukungan keluarga terdiri dari (Harmoko, 2012). terdiri dari 1. Dukungan Pengharapan Dukungan ini juga merupakan
dukungan yang
terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu
mempunyai
seseorang
yang dapat
diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi
pengaharapan positif individu kepada individu
lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain, dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategistrategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada
aspek-aspek
yang
positif.
Dukungan
sosial
pengharapan pada penderita DM berpengaruh secara langsung terhadap optimisme, resiliensi, serta harga diri penderita. Dengan kata lain, semakin tinggi dukungan sosial pengharapan yang diterima pasien akan diikuti dengan kenaikan optimisme, reseliensi, dan harga diri (Charles Fox dan Anne Kilvert, 2010).
20
2.
Dukungan Nyata Dukungan
ini
meliputi
penyediaan
dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata(instrumental support dan material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit, yang dapat membantu memecahkan masalah. Pada penderita DM perlu dilakukan pengontrolan terhadap metabolik yang dapat mempengaruhi gaya hidup penderita (dalam penggunaan insulin atau diabetic oral) dimulainya diit 3J (Jadwal makan, Jumlah makanan, Jenis makanan), memotivasi dan mendampingi ketika klien berobat ataupun cek kesehatan, hal ini tentu tidak lepas dari peran keluarga dalam mengawasi dan menyediakan segala hal yang dibutuhkan penderita (Yudi Garnadi, 2012). 3. Dukungan Informasi Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab
bersama,
termasuk
di
dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan
21
informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor (harmoko, 2012). Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi
informasi.
Pada
penderita
DM,
keluarga
memberikan informasi mengenai pelayanan kesehatan yang tepat, pelayanan kesehatan
yang dapat dituju dengan
mudah (Posyandu Lansia, kelompok sosial dengan tujuan sama)
keluarga
mendengarkan
apa
yang
menjadi
penghambat dan penyemangat penderita, keluarga mencari sumber pengobatan alternatif untuk penyembuhan penderita (Arsita Eka Prasetyawati, 2011). 4. Dukungan Emosional Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga mempunyai fungsi afektif, dimana cara mendapatkannya dengan
persepsi
keluarga,
fungsi
afektif
sendiri
berhubungan dengan fungsi internal keluarga untuk memberikan
perlindungan
psikososial
dan
dukungan
dengan keluarganya sebab gangguan DM menimbulkan gangguan psikologis bagi penderitanya, karena penderita mempunyai persepsi penyakit DM tidak dapat disembuhkan
22
sehingga mempunyai resiko komplikasi, pada kondisi seperti
ini
dapat
mempengaruhi
seseorang
dalam
mengendalikan emosi (Friedman, Bowden & Jones, 2010). 2.1.3.2 Sumber Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung
atau
dukungan
sosial
keluarga
eksternal
(Harmoko, 2012). 2.1.3.3 Manfaat Dukungan Keluarga Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial
berbeda-beda
dalam
berbagai
tahap-tahap
siklus
kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Arsita Eka Prasetyawati, 2011).
23
Friedman, Bowden & Jones (2010) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh darisakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Arsita Eka Prasetyawati, 2011).
2.1.4 Diabetes Mellitus 2.1.4.1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM) Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008). Diabetes mellitus adalah penyakit sistemis, kronik dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia (Baradero Mary, 2009). Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh penderitanya tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa)
24
dalam
darahnya.
Jadi
penderita
mengalami
gangguan
metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya, terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi racun bagi tubuh (Rachmawati, 2005). 2.1.4.2 Tipe Diabetes Mellitus Tipe Diabetes Mellitus terdiri dari Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang memiliki kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, dan sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini. Karena proses penyakit DM tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien (Diguilio, 2014). DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Individu yang mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan
25
insulin. Tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien.
26
2.2 Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dukungan keluarga pada Penderita Diabetes Mellitus adalah :
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Nama Peneliti
Judul Penelitian
Metode
Hasil Penelitian
Teknik kuantitatif desain deskritif korelatif dengan desain crosssectional
Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penderita dan ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan penderita.
Tri Purnomo dan Hubungan korelatif dengan Supardi Tahun Dukungan rancangan cross2013 Keluarga Dengan sectional Motivasi Klien Diabetes Mellitus untuk Melakukan Latihan Fisik Di Dinas Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Klaten
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan motivasi klien Diabetes Mellitus untuk melakukan latihan fisik dengan motivasi klien Diabetes Mellitus untuk melakukan latihan fisik.
Siti Shofiyah dan Hubungan antara Henni Kusuma pengetahuan dan Tahun 2014 dukungan keluarga terhadap kepatuhan penderita diabetes millitus (DM) dalam penatalaksanaan di wilayah kerja Puskesmas Srondol kecamatan Banyumanik Semarang
27
2.3 Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi Pengalaman
Pengalaman Keluarga Penderita Diabetes Mellitus
Dukungan Keluarga Terhadap Penderita Diabetus Mellitus
Dukungan Pengharapan
Dukungan Nyata
Dukungan Informasi
Gambar 1 Kerangka Teori Sumber: Daru Purnomo, 2014 dan Harmoko, 2012
Dukungan Emosional
28
2.4 Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah peneliti ingin mengeksplorasi lebih mendalam mengenai fenomena dan persepsi keluarga, motivasi, hambatan dan bentuk dukungan yang diberikan kepada anggota keluarganya yang menderita Diabetes Mellitus.
Dukungan
Penderita
Keluarga
DM
Gambar 2 Fokus Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman dan intepretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu) dalam berbagai bentuk. Salah satu cara memahami perilaku dan pengalaman tersebut adalah memberikan intisari (essence) dari pengalaman hidup atau fenomena yang dialami individu atau sekelompok individu dengan lebih menekankan pada hubungan sebab-akibat dalam menjelaskan perilaku individu tersebut (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana pengalaman keluarga penderita Diabetes Mellitus secara mendalam. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain study fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2014).
29
30
Perspektif fenomenologi adalah cara pendekatan untuk memperoleh informasi tentang sesuatu objek sebagaimana tampilnya dan menjadi pengalaman kesadaran manusia. Penelitian fenomenologi digunakan untuk mengungkap pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup partisipan (Djunaidi Chong dan Fauzan almanshur, 2014). Rancangan fenomenologi ini dilaksanakan dengan berpedoman pada tahapan fenomenologi deskriptif yaitu tahapan intuitif, analisis dan deskriptif (Moleong, 2014). Pada tahapan intuitif, peneliti bergabung secara total dengan fenomena yang ada, untuk mengeksplorasi pengalaman anggota keluarga dalam memberikan dukungan terhadap penderita Diabetes Mellitus di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo. Peneliti menghindari sikap kritis dan evaluatif terhadap semua informasi yang diberikan oleh partisipan dengan cara tidak menghakimi dan membatasi pengetahuan yang diketahui peneliti tentang fenomena. Pada tahap analisis, peneliti mulai mengidentifikasi tema, arti dan makna tentang pengalaman anggota
keluarga
dalam
memberikan
dukungan
berdasarkan
data
dari transkrip wawancara dengan partisipan guna menjamin keakuratan dan kemurnian hasil penelitian. Bertolak dari hasil tahap analisis ini, pada tahap deskripsi peneliti kemudian membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena.
31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah keluarga penderita yang termasuk anggota rutin datang di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura pada bulan Februari sampai bulan Maret Tahun 2015.
3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek, subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisitik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Daru Purnomo, 2014). Pada penelitian kualitatif, pengambilan sampel pada umumnya dilakukan melalui seleksi secara acak, memiliki formulasi tertentu dan wajib ditentukan oleh peneliti pada tahap pembuatan proposal penelitian. Pada studi fenomenologi (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini menggunakan populasi seluruh anggota keluarga penderita Diabetes Mellitus di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo. 3.3.2 Sampel Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang dipilih
32
berorientasi pada tujuan penelitian. Individu diseleksi atau dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang diteliti (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel diarahkan
dengan
penemuan
individu-individu
yang
memiliki
pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Sampel ini menetapkan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria partisipan yang telah ditentukan yaitu: 1.
Anggota Keluarga yang bertindak langsung dalam merawat dan memberi dukungan ke penderita diabetes mellitus.
2.
Anggota Keluarga yang memiliki keluarga penderita diabetes melitus dan rutin mengontrol di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo.
3.
Merupakan anggota keluarga inti yang telah lama tinggal bersama dengan penderita minimal 3 tahun dan mempunyai pengalaman merawat semenjak awal penderita terdiagnosis.
4.
Berusia 40-60 tahun
5.
Anggota keluarga yang kooperatif dan bersedia menjadi partisipan. Sampel penelitian kualitatif pada umumnya tidak ditentukan pada
tahap usulan penelitian. Dalam mengumpulkan data rentang partisipan 1-4 orang partisipan apabila dengan melihat apakah data sudah tersaturasi atau kejenuhan data apabila sampel kurang dari 4 sudah mencapai titik saturasi maka peneliti menghentikan pencarian sampel. Hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang diperlukan pada studi
33
kualitatif disesuaikan dengan ketercapaian kelengkapan informasi atau data yang diperlukan peneliti atau dengan kata lain telah tercapai kejenuhan (saturasi) pada data yang diperlukan atau tidak terdapat informasi baru yang ditemukan apabila dirasa belum mencapai saturasi partisipan ditambah (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014).
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Pengumpul Data 1. Instrumen Inti Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen inti atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus “divalidasi”. Validasi terhadap peneliti, meliputi; pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian baik secara akademik maupun logikanya (Sugiyono, 2011). Instrumen dalam pengumpulan data penelitian kualitatif adalah manusia berfungsi sebagai instrumen utama pada penelitian meskipun nantinya pada pelaksanaan peneliti dibantu oleh pedoman pengumpul data yang lainnya (Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho, 2014). 2. Instrumen Pendukung Instrumen pendukung dalam penelitian ini menggunakan alat perekam yang menghasilkan berupa rekaman, dalam hal ini peneliti menggunakan alat perekam dalam bentuk handphone dan transkrip atau
34
pedoman wawancara yang sudah dibuat, catatan lapangan (nama partisipan, alamat dan usia) dengan dokumentasi alat tulis dan catatan pengambilan data berupa memo (Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho, 2014). Peneliti akan mengajukan pertanyaan mengenai definisi, etiologi, tanda gejala dan penatalaksanaan dari diabetes mellitus. Peneliti
akan
mengajukan
pertanyaan
yang berkaitan
dengan dukungan dan pengalaman keluarga dalam memberikan dukungan pada penderita, seperti dukungan pengharapan, dukungan nyata, dukungan informasi dan emosi.
3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data 1. Cara Pengumpulan Data Proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian keperawatan Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014). : a. Wawancara Mendalam Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif, wawancara
juga
merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam
penelitian
ini adalah
wawancara
mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam (in dept interview). Wawancara mendalam (in dept interview)
35
dalam hal ini adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara pewawancara dengan partisipan dengan atau tanpa pedoman dan partisipan terlibat dalam keadaan sosial yang relatif lama. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dan menggunakan alat perekam untuk menyimpan percakapan hasil wawancara dengan partisipan, tujuan untuk merekam informasi verbal dari partisipan. Pedoman wawancara pada penelitian ini dibuat sesuai indikatorindikator pada anggota keluarga penderita DM. b. Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data mengenai hal-hal yang dapat dinilai secara obyektif dari partisipan. Dari penelitian ini pengumpulan data observasi dilakukan untuk mengetahui indikator-indikator seperti penghambat, penyulit dan peran dukungan anggota keluarga. Observasi yang dilakukan peneliti yaitu peneliti menggunakan catatan lapangan dan lembar Obsevasi, adapun teknik yang digunakan adalah observasi partisipatif dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai
36
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak (Sugiyono, 2011) c. Studi Dokumentasi Peneliti menggunakan
pengumpulan data dengan
studi dokumen karena dokumen memberi
informasi
metode tentang
situasi yang tidak dapat diperoleh lansung melalui observasi langsung atau wawancara. Sejumlah besar data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dalam penelitian ini mengambil sumber data dari buku rekap penyakit tidak menular pada dokumentasi arsip Posyandu Lansia Desa Pucangan untuk mengetahui daftar penderita diabetes mellitus. 2. Tahap Pengumpulan Data a. Tahap Orientasi Peneliti melakukan pengumpulan data dan dilakukan setelah peneliti memperoleh izin dari Ketua RT dan Ketua Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura untuk selanjutnya peneliti melihat data identitas
partisipan
pada
buku rekapan arsip bulanan
penyakit tidak menular. Setelah itu meminta pertimbangan dengan ketua dan para kader untuk menentukan partisipan yang sesuai kriteria dan kooperatif. Peneliti berkunjung ke rumah partisipan untuk menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, kotrak waktu, lama dan tempat wawancara yang disepakati kemudian dalam penelitian partisipan akan mendapatkan
37
penjelasan mengenai perjanjian yang telah desepakati dengan menggunakan Informed Consent, apa yang diungkapkan akan dirahasiakan
(confidentiality)
dan
pemberi
informasinya
(anonymity) hak-hak partisipan serta peran partisipan dalam penelitian. b. Tahap Pelaksanaan Setelah peneliti melakukan informed consent dengan calon partisipan
yaitu dengan menandatangani
selanjutnya adalah
surat
persetujuan,
proses wawancara in dept interview
(wawancara mendalam). Peneliti memberikan pertanyaan kepada partisipan yang telah disesuaikan dengan pedoman wawancara yang
telah dibuat pada saat persiapan sebelum penelitian
dilakukan. Setelah wawancara selesai, peneliti segera melakukan rekapan hasil wawancara. Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang tidak
mengesankan
menyudutkan
akan
tetapi
diusahakan
wawancara yang luwes dan fokus, karena pertanyaan
dapat
berkembang sesuai dengan proses yang berlangsung selama wawancara,
dengan
tidak
meninggalkan
teori
yang
telah
ditetapkan. Hal ini mempunyai tujuan agar memungkinkan peneliti mendapatkan respon yang luas dari partisipan. Informasi yang disampaikan partisipan terbebas dari pengaruh orang lain, baik keluarganya atau orang terdekat.
38
Jumlah pertemuan antar peneliti dengan partisipan berbedabeda antara satu hingga dua kali pertemuan, peneliti hendaknya mengingatkan bila ingin melakukan pertemuan berikutnya dengan melihat situasi dan kondisi partisipan, apabila pertemuan pertama belum tercapai maka dapat membuat kesepakatan untuk pertemuan berikutnya. Wawancara kedua dilakukan setelah semua data dari hasil wawancara pertama telah dibuat dalam satu transkrip dan telah ditetapkan kata kunci, makna dan tema sementara
dari
berbagai pengalaman yang didiskripsikan dan dipersepsikan oleh partisipan. Ketika wawancara, partisipan diminta mengkonfirmasi tema-tema yang sementara dihasilkan berhubungan dengan pengalaman mereka mengenai pengalaman anggota keluarga berdasarkan intepretasi data yang telah dibuat oleh peneliti. Pada wawancara kedua ini juga penting dilakukan untuk memberi kesempatan pada partisipan melakukan konfirmasi, memperluas dan menambah deskripsi mereka dari pengalamanpengalaman mereka mengenai dampak positif yang dirasakan partisipan dengan memberikan dukungan terhadap penderita DM. Setelah selesai dilakukan wawancara, segera membuat transkrip hasil wawancara sesegera mungkin. Setelah itu dilakukan analisis dengan cara membuat kategorisasi.
39
c. Tahap Terminasi Peneliti memvalidasi data pada semua partisipan dengan melakukan klarifikasi transkrip wawancara. Partisipan menyetujui semua data yang ditulis oleh peneliti, namun partisipan berhak mengubah pernyataan yang tidak sesuai, menambah pernyataan yang kurang, atau mengurangi informasi yang disampaikan.
3.5 Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa data Colaizzi. Langkah-langkah analisis data kualitatif dari Colaizzi adalah sebagai berikut (Polit & Back, 2006). : 1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan yang diteliti yaitu memberikan dukungan terhadap penderita DM 2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan berupa pengalaman dari anggota keluarga yang memberi dukungan terhadap penderita DM 3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip untuk mendapatkan perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan – pernyataan 4. Kemudian peneliti mencari
makna dan dirumuskan ke dalam tema.
Setelah tema dianalisa, merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protokol asli untuk memvalidasi.
40
5. Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti mengenai pengalaman anggota keluarga yang memberikan dukungan terhadap penderita DM. 6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai pernyataan tegas dan diidentifikasi kembali. 7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir/verifikasi tema – tema segera setelah proses verifikasi dilakukan
dan peneliti tidak
mendapatkan data tambahan baru pengalaman anggota keluarga yang memberikan dukungan terhadap penderita DM.
3.6 Keabsahan Data Validitas dalam penelitian kualitatif adalah kepercayaan dari data yang diperoleh
dan
analisis
yang
dilakukan
peneliti
secara
akurat
mempresentasikan dunia sosial di lapangan (Daru Purnomo, 2014).Cara menilai keabsahan validitas data pada penelitian kualitatif meliputi creadibility, transferability, dependabilitas, konfirmabilitas (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014). 1. Keterpercayaan Data (Creadibility) Kreadibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data yang dihasilkan dari study kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis penelitian yang dilakukan. Pada uji kreadibilitas penelitian ini menggunakan Triangulasi. Triangulasi adalah melakukan pendekatan berbeda atau menggunakan wawancara sekaligus obsevasi partisipan yang memastikan bahwa
41
temuan
tersebut sesuai dengan pengalamannya (Sugiyono, 2011).
Teknik Triangulasi dibagi menjadi tiga yaitu yang pertama Triangulasi Sumber yang
mana digunakan
untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Yang kedua Triangulasi Teknik yang mana ini digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Yang ketiga Triangulasi Waktu, karena waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan di pagi hari pada saat nara sumber masih segar belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga data yang diterima lebih kredibel. Pada tahap ini peneliti menggunakan Triangulasi sumber. 2. Keteralihan Data (Transferability) Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau kelompok atau partisipan
lainnya
merupakan
pertanyaan untuk
menilai kualitas
tingkat keteralihan atau transferabilitas. Transferability pada penelitian kualitatif merupakan tipe generalisasi analitik dan teoritis, artinya aspek generalisasi ini diyakini peneliti untuk memahami suatu fenomena atau situasi kehidupan manusia secara mendalam. 3. Ketergantungan (Dependability) Dependability atau ketergantungan adalah bagaimana studi yang sama dapat diulang atau direplikasi pada saat yang berbeda dengan
42
menggunakan metode yang sama dalam konteks yang sama. Dengan kata lain peneliti meyakini untuk memperoleh hasil yang sama. Untuk mendapatkan data yang konsisten maka dilakukan suatu analisis data yang terstruktur dan mengupayakan untuk hasil studi yang benar, sehingga diharapkan pembaca dapat membuat kesimpulan yang sama dalam menggunakan perspektif, data mentah dan dokumen analisis studi yang sering dilakukan. Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya ”semacam apa” suatu penelitian dapat diberlakukan maka laporan tersebut memenuhi standar transferability (Sugiyono, 2011) 4. Confirmability Confirmability merupakan aspek obyektifitas pada penelitian kualitatif, yaitu adanya kesediaan peneliti mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitiannya. Dalam hal ini peneliti meyakini bahwa
untuk
mengontrol
hasil
penelitiannya
adalah
dengan
merefleksikannya pada jurnal terkait, konsultasi dengan peneliti ahli dan melakukan konfirmasi informasi dengan partisipan
3.7 Etika Penelitian Penelitian dilakukan setelah peneliti meminta izin kepada pihak Stikes Kusuma Husada Surakarta dan pengambilan data penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat izin dari pihak ketua Posyandu Lansia Desa Pucangan
43
Kartasura Sukoharjo. Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan masalah - masalah etika penelitian yang meliputi: 1. Informed Consent Informed consent merupakan lembar bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent akan diberikan kepada responden sebelum penelitian dilakukan
dengan
cara
mendatangi
rumah
responden.
Tujuan
informedconsent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. 2. Tanpa nama (anonymity) Saat memberikan informed consent, peneliti sekaligus memberikan penjelasan kepada responden saat tentang jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar atau hasil penelitian yang akan disajikan. 3. Kerahasiaan (confidentiality) Saat memberikan informed consent, Peneliti juga memberikan penjelasan tentang jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun data-data yang diperoleh selama penelitian. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok datatertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Creswell, 2010).
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini peneliti menyajikan mengenai hasil penelitian mengenai Studi Fenomenologi Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan dukungan terhadap penderita Diabetes Mellitus (DM). Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian kedua menguraikan hasil tematik tentang pengalaman partisipan. 4. 1 Gambaran Lokasi Penelitian Posyandu lansia Desa Pucangan Kartasura merupakan salah satu Posyandu yang melayani dan menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
meliputi satu kelurahan Pucangan, Posyandu ini berdiri pada awal tahun 2013 yang terletak di Jl. Pandawa Rt 02 RW 01 Pucangan Kartasura Sukoharjo Jumlah penderita 136 orang 4. 2 Karakteristik Partisipan 4.2.1 Partisipan 1 Partisipan 1 yaitu anggota keluarga dari penderita DM dengan usia 42 tahun dan tinggal serumah dengan penderita, partisipan 1 adalah anak ketiga yang merawat dan menyiapkan semua keperluan penderita dan bekerja meneruskan usaha toko penderita, karena anggota keluarga penderita banyak yang merantau keluar daerah.
44
45
4.2.2 Partisipan 2 Partisipan 2 yaitu keluarga penderita DM yang berusia 62 tahun, partisipan 2 adalah istri dari penderita DM dan pensiunan PNS
yang
merawat dan menyiapkan semua keperluan penderita dibantu dengan anak ragil (paling kecil/akhir). 4.2.3 Partisipan 3 Partisipan 3 adalah anggota keluarga penderita DM berusia 40 tahun, partisipan 3 adalah anak ke dua dari penderita dana bekerja sebagai guru PAUD di dekat rumah penderita, partisipan 3 tinggal serumah dan sekaligus yang merawat dan menyiapkan keperluan penderita semenjak sakit dan dibantu oleh suami penderita. 4.2.4 Partisipan 4 Partisipan ke 4 adalah keluarga penderita DM berusia 54 tahun, partisipan ke 4 adalah istri dari penderita yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, partisipan adalah orang yang berperan langsung dalam menyiapkan semua kebutuhan dan merawat penderita langsung.
4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Pengetahuan keluarga a. Definisi Diabetes Mellitus (DM) Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema bahwa definisi DM yaitu: 1. Kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl pernyataan berikut:
seperti
46
1) Kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl Kategori definisi DM muncul kata kunci kadar gula tinggi. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “ya niku mbak gendes gulanya tinggi...geh 200mg/dl niku mbak dhuwur... (kadar gulanya tinggi..ya 200 mg/dl an itu mbak tinggi)” (P.1) “ ....kadar gulanya tinggi mbak, kalo patokannya di posyandu lebih dari 200 mg/dl an mbak” (P.2) “...kalau cek gula darahnya tinggi, darah hasilnya lebih dari 200mg/dl mbak”(P.3) “....cek gulo niko hasile tinggi mbak lebih dari 200 mg/dl”(cek gula darahnya tinggi (P.4)
Analisa dari partisipan menghasilkan
bahwa
partisipan
menyatakan kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl. Dalam hal ini beberapa partisipan ketika ditemui dan diwawancarai mengatakan definisi yang serupa bahwasanya penyakit DM memiliki angka gula normal bila puasa tidak lebih dari 120 mg/dl, sewaktu tidak lebih dari 140mg/dl dan 2jam lepas makan tidak lebih dari 180-200mg/dl. Dari hasil observasi realitas, partisipan menunjukkan hasil dari catatan medis kesehatan cek rutin kadar gula darah lebih banyak menunjukkan angka diatas 200 mg/dl.
b. Tanda gejala Hasil wawancara keempat partisipan didapatkan sub tema bahwa pengetahuan keluarga mengenai tanda gejala yaitu : 1) Penurunan berat badan badan seara drastis, 2) Luka lama sembuhnya, 3) Sering kencing, 4) Mudah haus.
47
1) Badan gemuk menjadi kurus Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci badan gemuk menjadi kurus. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “....Awal-awalnya dulu bapak badannya gemuk padet gagah sekarang jadi kurus...” (P.1) “....Badannya ga gemuk-gemuk, malah terakhir beratnya 60 kg padahal sebelumnya 95kg mbak....” (P.2) “....Saya liat badannya ibuk berangsur-angsur cenderung kuruspadahal ga diet atau pantang makan...”(P.3) “...Semakin lama badannya bapak habis padahal makanannya ga ada yang dipantang...” (P.4) Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan Badan gemuk menjadi kurus. Hal tersebut salah satu bentuk dari tanda gejala penyakit DM . Dari hasil observasi realitas, keluarga partisipan menunjukkan dokumentasi berupa foto baik yang dipajang di didinding rumah maupun berupa album foto dan interviewer
mengetahui
riwayat
kesehatan
penderita
dengan
mengobservasi keseharian karena jarak rumah yang berdekatan dengan beberapa penderita.
2) Luka lama sembuhnya Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci luka lama sembuhnya. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “....ada lecet di lutut ma dekat jempol kukunya lepas mbak...lha pas itu kok ketahuan lukanya ga sembuh2....” (P.1)
48
“....Babak mantune dangu sanget (luka lama sekali sembuhnya....” (P.2) “....Pernah kena paku di kaki lukanya lama sembuh mbak....”(P3) “....Lha pas keberet niko mboten cepet mari malah dangu nanahen niko....” (waktu keberet dulu tidak cepat sembuh, sembuhnya malah lama jadi nanahan) (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan kena luka tidak sembuh-sembuh. Hal tersebut merupakan tanda gejala penyakit DM. Dari hasil pengamatan realitas, beberapa penderita saat menunjukkan anggota badannya tidak tampak luka ulcus basah maupun sayatan luka, akan tetapi tampak bekas luka yang terlihat sepeti luka bekas operasi debridemen dan warna kulit yang menghitam
bekas luka lama yang
mengering beberapa
diantaranya ada keloid yang cukup membesar di sekitar tulang ekor penderita karena pernah lama mondok dengan gula darah tinggi.
3) Sering kencing Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci sering kencing. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “.... sering gampang niku(itu) mbak pipis....”(P.1) “.... kok sering kencing setiap malam....” (P.2) “ ....pipisnya sering banget pas malam....” (P.3) “....wira wiri ten(ke) kamar mandi pipis terus mbak....” (P.4) Hasil wawancara keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan mengatakan penderita sering merasa mudah kencing. Hal tersebut merupakan tanda gejala dari DM yang sangat khas. Dari hasil
49
observasi realitas, beberapa penderita menyiapakan diapers dan pispot dewasa supaya penderita tidak mengompol.
4) Mudah haus Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci mudah haus. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “....gampang haus....”(P.1) “....mudah ngelak’an (haus) mbak....” (P.2) “....minum bolak-balik mudah haus...” (P.4) Analisis dari keempat partisipan, tiga partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan mudah haus. Hal tersebut merupakan tanda dan gejala khas penyakit DM. Dari hasil observasi realitas anggota keluarga menyediakan minum dikamar penderita, dan sebagian partisipan membuatkan minuman khusus bagi penderita supaya penderita tidak bolak-balik ke dapur belakang karena lantai yang licin.
c. Riwayat keturunan DM Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema riwayat keturunan penyakit DM yaitu: 1) ibu dari penderita, 2) Ayah dan ibu penderita, 3) Nenek. Seperti pernyataan partisipan berikut:
50
1) Ibu dari penderita Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci ibu dari penderita. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...ibuknya bapak itu mbak...”(P.1) “...sepertinya dari ibuknya bapak mbak...” (P.2) Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan keturunan gula adalah ibu dari penderita. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari khas dari riwayat keturunan penyakit DM dari observasi realitas, di keluarga partisipan ada yang membenarkan bahwa keluarganya ada yang terkena DM karena ada riwayat sebelumnya dari anggota keluarga sebelumnya. 2) Ayah dan ibu dari penderita Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci Ayah dan ibu dari
penderita. Hal ini ditemukan pada ungkapan partisipan
sebagai berikut: “...ayah dan ibu orang tua sibu dulu kayaknya ada mbak..”(P.3) “...bapakipun bapak kaleh sibu niko lak sami gendis..(bapak sama ibu sama-sama gula)”(P.4)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan keturunan gula kedua orang tua dari penderita . Hal tersebut diungkapkan partisipan karena dengan mengetahui riwayat sebelumnya keluarga ikut serta dalam upaya pencegahan ke anggota keluarga sekarang maupun selanjutnya.
51
3) Nenek dari penderita Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci nenek. Hal ini ditemukan pada ungkapan partisipan sebagai berikut: “...niku ten keluargane bapak saking buyut ke uti...(di keluarganya bapak ada dari nenek ke ibunya bapak mbak)”(P.4) Analisa dari satu partisipan menghasilkan bahwa riwayat keturunan DM
adalah
nenek dari penderita. Hal
tersebut
disampaikan partispan dan beberapa anggota keluarga partisipan juga membenarkan dan menceritakan bahwasannya dulu karena rumah nenek dari penderi jauh dari pelayanan kesehatan dan hanya bisa berobat di dukun, sehingga pelayanan dan pengetahuannya sangat minim mengenai penyakit. Komponen Persepsi Partisipan dapat dilihat pada gambar berikut : Kadar gula darah > 200 mg/dl Badan gemuk menjadi kurus
Luka Lama Sembuh
Definisi
Tanda Gejala
Pengetahuan
Riwayat
Sering kencing Mudah Haus Bapak Ibu Penderita
Ibu Penderita
Nenek
Gambar 3 Bagan Tema Pertama
Persepsi
52
4.3.2 Empat Pilar DM a. Upaya keluarga dalam mengatur pola diet Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari upaya keluarga dalam mengatur pola diet yaitu: 1) Menggunakan gula khusus diabet, 2) Menerapkan 3J (jumlah, jam, jenis makanan yang diberikan), 3) Mengurangi konsumsi gula dan lemak seperti pernyataan partisipan sebagai berikut: 1) Menggunakan gula khusus diabet Kategori upaya mengatur pola diet muncul kata kunci menggunakan gula khusus diabet. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...menggunakan gula khusus diabet...” (P.1) “...tidak memakai gula biasa, memakai gula khusus diabet...” (P.2) “...memakai gula jagung mbak...” (gula khusus diabet) (P.3) “...memakai gula jagung...”(gula khusus diabet)(P.4) Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menggunakan gula khusus diabet. Pernyataan partisipan tersebut merupakan hal yang digunakan untuk mencegah terjadinya kenaikan gula darah secara cepat. 2) Menerapkan 3J Kategori upaya mengatur pola diet muncul kata kunci menerapkan 3J. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...3J kalau diterapin ke bapak masih sulit mbak...” (P.1) “...kalau diet sendirit untuk 3J susah diterapin mbak....” (P.2)
53
“...kalau diet 3J susah diterapin mbak...” (P.3) “...Ya masih sulit diterapin mbak...” (P.4) Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa menerapkan program 3J partisipan masih mengalami kesulitan, hal tersebut dikarenakan sebagian keluarga masih beranggapan bahwa bila ada anggota keluarga yang sakit haruslah makan yang banyak dan enak, karena takut kondisinya menjadi lemas, kesulitan
dalam
menerapkan 3J juga dikarenakan ketidak
pahaman keluarga mengenai hal yang telah diberikan melalui penyuluhan
merasa enggan dan
takut akan
salah dalam
menyiapkan hidangan, terutama bila melihat berat badan penderita yang cenderung berkurang, sehingga membuat berat psikis partisipan dalam menyiapkan diet penderita sehingga keluarga mempunyai keharusan untuk menyiapkannya. 3) Mengurangi gula dan lemak Kategori upaya keluarga dalam penerapan mengatur pola diet muncul kata kunci mengurangi gula dan lemak. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...cuma ngurangin gula sama lemak-lemakan gitu...” (P.2) “...ngurangin manis2 sama lemak...” (P.3) “...konsumsi gula sama lemak dibatasi...”(P.4) Analisis dari ketiga partisipan menyatakan mengurangi gula dan lemak. Hal ini adalah cara supaya kadar gula darah tidak menjadi tinggi, dan penderita DM bisa mengontrol kondisi tubuhnya supaya tetap stabil.
54
b. Keluarga mendapat informasi Hasil wawancara dengan kempat partisipan didapatkan sub tema dari keluarga mendapat informasi yaitu: 1) Posyandu Lansia, 2) Puskesmas, 3) Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) seperti pernyataan partisipan sebagai berikut: 1) Posyandu Lansia Kategori keluarga mendapat informasi muncul kata kunci Posyandu Lansia. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “paling sering pas ada penyuluhan di lansia mbak, niko ada kegiatan kaya senam kaki DM... ”(P.1) “di lansia mbak mengenai DM, dietnya, komplikasi sama perawatan kaki DM...”(P.2) “...di lansia juga hampir sama perawatan kaki DM..”(P.3) “...di lansia kaya perawatan kaki DM, pentingnya menjaga gula darah...”(P.4)
Analisis dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan informasi didapatkan dari Posyandu lansia. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga tersebut sangat berpartisipasi kegiatan lansia, karena informasi kesehatan bisa didapat juga partisipan mengetahui bagaimana merawat penderita DM. 2) Puskesmas Kategori keluarga mendapat informasi muncul kata kunci Puskesmas. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
55
“...di puskesmas biasanya pakai kertas isinya tentang DM” ...(P.1) “...di puskesmas penyuluhan program kesehatan kaya senam osteo,senam kaki diabet...” (P.2) “...di puskesmas ada dokter diberi penyuluhan tentang penyakit DM, tanda gejala, dietnya apa ja,harus sering olahraga...” (P.3) “...dari posyandu biasanya mendatangkan dari puskesmas mbak misalnya mengenai senam diabet, diit kagem penderita DM...” (P.4) Analisis dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan Informasi didapat dari puskesmas. Hal ini dikarenakan puskesmas adalah pusat kesehatan rujukan pertama dan lansia adalah binaan puskesmas sehingga masyarakat mudah menjangkaunya. 3) Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) Kategori keluarga mendapat informasi
muncul kata
kunci Persadia. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...persadia motivasi menjaga gula darah...” (P.1) “...persadia motivasi menjaga gula darah...”(P.4) Analisis
dari
dua
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan Persadia. Hal ini adalah salah satu organisasi masyarakat yang bergerak dengan adanya penderita penyakit DM, dimana para penderita bisa mendapat informasi banyak dalam kegiatan perkumpulan tersebut seperti halnya informasi mengenai motivasi menjaga gula darah, kelompok mengingatkan akan adanya penyuluhan dan cara mengkonsumsi makanan yang rendah gula dan kalori.
56
c. Alternatif Pengobatan Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari alternatif pengobatan yaitu: 1) Daun insulin, 2) Bekam, 3) Madu. Seperti pernyataan partisipan sebagai berikut: 1) Daun Insulin Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci daun insulin. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...suka minum daun insulin yang direbus” (P.1) “...rebusan daun insulin...” (P.2) “...rebusan daun insulin sebagai selingan mbak...” (P.3) Analisis dari ketiga partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan bahwa minum rebusan daun insulin. Hal tersebut merupakan cara pengobatan secara herbal selain pengobatan menggunakan resep dokter. Dari hasil observasi realitas interviewer menyaksikan sediaan rebusan daun insulin yang disiapkan untuk diminum penderita. 2) Bekam Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci Bekam. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...sama suka bekam”(P.1) “...kadang ya sama bekam itu”(P.2) Analisis
dari
dua
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan bekam. Hal ini adalah alternatif apabila
57
dengan pengobatan dokter keluhan kecapean penderita belum berkurang menggunakan alternatif dibekam pada bagian yang nyeri atau sakit. Dari hasil observasi penderita melakukan bekam
supaya
nyeri
atau
capeknya
mereda
dengan
ditemukannya bekas merah pada bagian tubuh partisipan yang 3) Madu Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci madu pahit. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...sama madu hitam khusus diabet” (P.2) “...itu mbak madu pahit” (p.4)
Analisis
dari
dua
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan madu. Hal ini adalah upaya partisipan untuk menjaga kesehatan penderita. Dari hasil observasi realitas partisipan menyediakan madu tersebut sebagai selingan obat yang berasal dari resep dokter.
d. Aktifitas fisik yang dilakukan Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari aktifitas fisik yang dilakukan yaitu: 1) jalan-jalan, 2) sepeda santai, 3) Badminton. Seperti pernyataan partisipan berikut:
58
1) Jalan-jalan Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan sub tema jalan-jalan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...setiap pagi jalan-jalan sekitar jalan aspal di kampung...” (P.1) “...setiap pagi jalan-jalan ajak cucu keliling jalan aspal...”(P.2) “...olahraga jalan kaki muterin jalan aspal di desa...” (P.3) “ ...alan-jalan setiap pagi muterin komplek...”(P.4) Analisis dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan jalan-jalan . Hal ini adalah jenis olahraga ringan yang dapat dilakukan penderita DM supaya asupan gizi yang dikonsumsi tidak menumpuk menjadi gula darah dan mampu menjaga kestabilan gula darah penderita. 2) Sepeda santai Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan sub tema sepeda santai. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...hari jumat sama minggu sepeda santai sama teman komunitas sepeda santai itu mbak...”(P.1) “...sepeda santai setiap hari minggu...”(P.2) “...setiap minggu sepeda santai komunitas sepeda kebo” (P.3) Analisis
dari
tiga
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan sepeda santai. Hal ini adalah aktifitas fisik yang ringan untuk menjaga gula darah stabil.
59
3) badminton Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan subtema Badminton. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...Selasa sore Badminton mbak...(P.2) “...Badminton kaleh tiyange ten PKP saben jumat pagi mbak..(P.4) Analisis dari keempat partisipan didapat dua partisipan sub tema badminton. Hal ini merupakan salah satu aktifitas olahraga yang cukup menggunakan energi, namun saat diwawancarai kedua partisipan, keluarganya tidak terlalu bermain sampai seperti pertandingan, jadi kalau sudah lelah penderita berhenti, karena peserta olahraga tersebut juga para lansia yang hanya menyalurkan hobinya.
e. Pengobatan yang selama ini ditempuh Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari pengobatan yang selama ini ditempuh yaitu: 1.
Rutin kontrol
posyandu lansia seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Rutin kontrol di Puskesmas Kategori pengobatan yang selama ini ditempuh muncul kata kunci pengobatan rutin kontrol ke posyandu lansia. hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
60
“ kalau rutinnya di posyandu lansia...”(P.1) “kalau selama ini bapak rutin ikut kegiatan lansia sama kontrol disana...“(P.2) “...sama posyandu lansia mbak...” (P.3) “...kalau bapak cek gula rutin sama berobat mbak ke posyandu lansia...”(P.4) Analisa dari keempat partisipan menyatakan bahwa partisipan menyatakan rutin kontrol ke posyandu lansia. Hal ini adalah sarana kesehatan yang mudah dijangkau penderita dalam mengontrolkan sakitnya, karena posyandu lansia di desa pucangan terdapat bidan dan mantri dari puskesmas yang praktek dsana, sehingga bila membuka layanan pengobatan beberapa orang yang memiliki keluhan bisa berobat kesana. 2) Rutin Kontrol ke Posyandu Lansia Kategori pengobatan yang selama ini ditempuh muncul kata kunci pengobatan rutin kontrol ke Puskesmas. hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: ...”mbak kalau tidak ada obatnya nanti disuruh ke puskesmas”(P.1) ...”kalau berobat tidak ada lansia ya ke puskesmas mbak”(P.2) ...” ibuk rutin ke puskesmas”(P.3) ...”nanti dirujuk ke puskesmas dulu nant di follow up...”(P.4) Analisa dari keempat partisipan menyatakan bahwa partisipan menyatakan rutin kontrol ke Puskesmas, hal ini dikarenakan pelayanan dan jarak ke fasilitas kesehatan milik pemerintah tingkat pratama adalah puskesmas.
61
Komponen Empat Pilar dapat dilihat pada gambar berikut Menggunakan Gula Khusus Diabet Diet
Empat Pilar
Menerapkan 3 J Mengurangi Gula dan Lemak Posyandu Lansia
Manajemen Terapi DM
Penyuluhan
Puskesmas Persadia Jalan
Aktifitas Jasmani
Sepeda santai Badminton Madu
Pengobatan
Alternatif Pengobatan Daun Insulin
Rutin ke Puskesmas s
Rutin Kontrol Ke Posyandu
Bekam
Gambar 4 Bagan Tema Kedua
4.3.3 Dukungan Nyata Keluarga a. Upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita, bila enggan berobat Hasil wawancara empat partisipan didapatkan empat sub tema bahwa upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita, bila enggan
62
berobat yaitu : 1) Memberi Pengetian dan 2) Memotivasi. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Memberi Pengertian Kategori
upaya
keluarga
mengontrolkan
kesehatan
penderita muncul kata kunci 1) Memberi pengertian. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “... ya diberi pengertian kalau hidup sehat bisa panjang umurnya...” (P.1) “ya dari keluarga memberi pengertian,...“(P.2) “...Pasti ibu merasa diperhatikn...”(P.3) “ya diberi pengertian mbak, disemangati supaya bisa menjaga kesehatannya...” (P.4) Analisis dari partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan Memberi pengertian . Partisipan menyatakan diberi Memberi Pengertian. Partisipan menyatakan hal tersebut supaya penderita melunak hatinya dan mau memeriksaan kondisi kesehatannya. 2) Memotivasi Kategori upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita muncul kata kunci Memotivasi “...di motivasi...”(P.1) “...di motivasi mbak...” (P.2) “...”ya memberi semangat mbak, di kasih tau supaya kesehatan ibu terjaga...” (P.3) “..ya diberi semangat supaya bisa menjaga kesehatan...”(P.4) Analisa dari keempat partisipan menyatakan Memotivasi. Dalam Hal ini motivasi keluarga dianggap merupakan paling utama, karena dengan begitu partisipan sebagai orang yang masih
63
dibutuhkan sehingga penderita merasa bahwa kesembuhan dan keberadaannya dirindukan lingkungan ataupun orang-orang yang dekat dengannya.
b. Upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan penyakitnya. Hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema dari upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan penyakitnya yaitu: 1) Mengingatkan dan 2) Memperhatian. Seperti pernyataan partisipan berikut ini 1) Mengingatkan Kategori upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan penyakitnya muncul kata kunci 1) Mengingat
Seperti
pernyataan partisipan sebagai berikut: “...diwelengke (diingatkan) sehat niku bentuk nikmat, (P.1) “...diingatkan kalau sehat itu bentuk nikmat dari Alloh biar bisa aktifitas” (P.2) “Saling mengingatkan waktu kontrol, diberi semangat mbak kalau bisa keluarga ikut...P.3) “...anggota keluarga harus saling mengingatkan mbak, ...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan Mengingatkan. Partisipan menyatakan hal tersebut karena terkadang penderita DM tidak merasakan keluhannya dan tidak mengetahui bila terkadang kadar gula darah naek ataupun tiba-tiba turun karena tidak minum obat
64
maupun kontrol sehingga dalam hal ini perhatian keluarga sangat penting. 1) Memperhatikan Kategori upaya keluarga supaya penderita mengontrolkan penyakitnya muncul kata kunci 1) Memperhatikan Seperti pernyataan partisipan sebagai berikut: ... kan perhatian keluarga itu yang paling penting untuk kesehatan bapak”(P.1) ...supaya perhatian ke bapak lebih maksimal”(P2) ... menemani..pasti ibu merasa diperhatikan dan mau kontrol” (P.3) ... dengan begitu bapak kan lebih merasa diperhatikan”(P.4) Analisis dari partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan memperhatikan. Hal ini dikarenakan perhatian dari keluarga sangat penting bagi penderita DM dengan merasa diperhatikan maka penderita merasa percaya diri.
c. Bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari bentuk
dukungan nyata yang diberikan yaitu: 1) Transportasi dari
keluarga, 2) 3J tidak terlalu ditekankan, 3) Mengurangi gula dan lemak, 4) Semua kebutuhan tanggung jawab keluarga. Seperti pernyataan sebagai berikut:
65
1) Transportasi dari keluarga Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan muncul kata kunci transportasi dari keluarga. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “untuk transport sendiri dari putra-putrine bapak sedoyo siap bantu mbak, mangkeh siap sedoyo ngebantu...” (P.1) “.transport kami keluarga sendiri mbak...” (P.2) “...transportasi kami sekeluarga siap sedia mbak...” (P.3) ”kalau transportasi kami sekeluarga sudah siapkan mbak...” (P.4) Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa sumber transportasi dari bentuk dukungan nyata keluarga dari keluarga sendiri. Hal ini dikarenakan bila penderita memerluakan tindakan cepat berkaitan dengan sakitnya maka keluarga tidak kesulitan menuju pelayanan kesehatan yang bisa dituju. Dari hasil observasi partisipan dan keluarga sudah menyiapakn kendaraan yang digunakan khusus untuk mengantar penderita. 2) Menjalankan 3J (Jenis diit, Jumlah Porsi dan Jam Pemberian) Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan muncul kata kunci 3J belum sepenuhnya jalan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...diitnya ga terlalu saya tekankan mbak 3J soalnya kadang bapak niku cepet bosenan...” (P.1) “...kalau untuk program 3J niko yang pernah disampaikan bu kader, jalan walau kadang mungkin masih ga sepenuhnya mbak...” (P.2) “...3J hampir diterapkan tapi masih belum sempurna mbak...”(P.3)
66
“...meniko kalau 3J belum maksimal mbak kalau DM gampil laper terus...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan 3J belum sepenuhnya jalan. Partisipan menyatakan tersebut karena beberapa keluarga jawa memiliki rasa ketidaktegaan bila ada anggota keluarganya menyantap menu yang tak sama dengan anggota keluarga yang lain dan mengira membedakan dan dua partisipan mengatakan bila terlalu ditekankan penderita mudah bosan dan stress. 3) Mengurangi gula dan lemak Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan muncul mengurangi gula dan lemak. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “... intinya mengurangi manis sama kolestrol” (P.1) “...yang penting ga manis mbak prinsipnya itu sama ga banyak minyak- minyak itu mbak geh ngoten...” (P.2) “... intinya sudah ngurangin yang manis-manis sama ngurangin lemak-lemak apalagi karbo...” (P.3) “utamakan penting bapak mboten katah konsumsi gula, garam, lemak-lemak geh pun dikurangi mbak” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan mengurangi gula dan lemak, partisipan menyatakan hal tersebut dikarenakan dengan mengurangi itu, gula darah penderita tetap stabil dan mengurangi resiko kenaikan yang drastis.
67
4) Kebutuhan tanggung jawab keluarga Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan muncul semua kebutuhan menjadi tanggung jawab keluarga. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “segala kebutuhan bapak sampun jadi tanggung jawab keluarga, pokoknya keluarga siap sedia mbak”.(P.2) “kebutuhan ibuk yang sering menyiapkan saya mbak, kalau semisal ibuk kesulitan kami sekeluarga siap membantu mbak”(P.3) Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan kebutuhan menjadi tanggung jawab keluarga. Hal ini dikarenakan dukungan keluarga sangat penting untuk membantu proses kesembuhan anggota keluarganya yang lain
dengan segala kebutuhan ditanggung keluarga sendiri
beban fikiran mengenai pengobatan maupun kebutuhan keluarga menjadi ringan.
d. Sumber biaya yang didapat untuk perawatan kesehatan hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema sumber biaya yang
didapat untuk perawatan kesehatan yaitu: 1. Ikut
asuransi kesehatan.seperti pernyataan sebagai berikut: 1) Ikut asuransi kesehatan Kategori sumberbiaya yang didapat untuk perawatan kesehatan muncul kata kunci ikut asuransi kesehatan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
68
“Bapak nderek BPJS mbak. sama diikutkan asuransi kesehatan...” (P.1) “...bapak diikutkan Jamkesmas yang BPJS mbak...”(P.2) “...ibuk punya kartu ASKES mbak” (P.3) “...sumber biaya bapak ada asuransi kesehatan pribadi mbak...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan ikut asuransi kesehatan, partisipan menyatakan
hal tersebut karena dengan asuransi kesehatan
masalah biaya kesehatan tidak terlalu mahal dan meringankan beban
berobat.
Dari
hasil
observasi
realitas
partisipan
menunjukkan beberapa klaim dari asuransi kesehatan dan kartu keanggotaan.
e. Keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan penyakit penderita. Hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema dari keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan penyakit penderita yaitu: Yang dekat dengan penderita. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Keluarga Dekat Kategori keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan penyakit penderita didapatkan sub tema yang tinggal bersama dengan penderita. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...ya saya mbak yang diberi tanggung jawab karena saya ikut bapak...” (P.1) “...saya sama ibu sering mendampingi, karena saya rumahnya berdempetan sama rumah orang tua saya mbak...”(P.2) “... karena saya yang serumah“ (P.3)
69
“...biasanya kalau kontrol saya mbak yang nemenin kan saya yang serumah sama bapak...” (P.4) Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan yang dekat dengan penderita. Partisipan menyatakan hal tersebut karena orang yang paling dekat jangkauan maupun tinggal dengan penderita paling mengerti apa yang diperlukan dan tau perkembangan kesehatan penderita. Komponen Dukungan Nyata dapat diihat pada gambar berikut: Memberi pengertian Mengontrolkan Bila Enggan
Mencapai Kesehatan
Memberi Motivasi Mengingatkan Memperhatikan
Transportasi Sendiri
Dukungan Nyata
Upaya Keluarga
Bentuk Dukungan
3J tidak terlalu ditekankann Membatasi Gula Dan Lemak
Sumber Biaya Keterlibatan Keluarga
Gambar 5 Bagan Tema Ketiga
Semua Kebutuhan Menjadi Tanggung Jawab keluarga Asuransi kesehatan Keluarga Dekat
70
4.3.4 Dukungan Pengharapan a. Faktor penyulit dalam memberi dukungan Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari faktor penyulit dalam memberi dukungan yaitu: 1) Cepat putus asa, 2) Keras kepala. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Cepat putus asa Kategori faktor penyulit dalam memberi dukungan muncul kata kunci cepat putus asa. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...minum obat, gulanya ga turun2, trus bapak cepet marah mbak kalo pas kondisi tertentu, mgkn putus asa ntah pripun(gimana) ya mbak...” (P.1) “...minum obat bosenn, kalau kondisi kecapean atau gulanya ga turun maunya diem ajah mbak nyerah berobat...”(P.2) “...selalu mengatakan aku sehat, jadi kadang sok g diminum obatnya mbak, trus sok bilang mik obat sama suntik yo ra mudun mudun gulane nyerah sama obatnya...”(P.3) “kadang tidak merasakan keluhannya ...sudah disiapkan obatnya ga diminum, katanya juga ga akan turun gulanya...”(P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan cepat putus asa. Hal ini adalah dampak dari faktor sakit yang diderita sudah lama yang terkadang membuat penderita menjadi cepat putus asa menghadapi penyakitnya yang tak kunjung berkurang keluhannnya.
71
2) Keras kepala Kategori faktor penyulit dalam memberi dukungan muncul kata kunci Ngeyel (keras kepala). Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...ngeyele niku mbak sek angel...” (P.1) “Ya itu mbak ngeyel...” (P.2) “...jadi malah kayak debat mbak ngeyele dulu istilahnya...”(P.3) “...mangkeh yen diparingi pangertian ngueeyellle niku lho, jadi kadang serba bingung” (P.4)
Analisis
dari
empat
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan ngeyel (keras kepala). Hal ini adalah sering muncul pada penderita diabet apabila sudah mengalami putus asa dalam pengobatan penderita terkadang tidak mau menggambarkan keluhannnya karena penderita terkadang merasa keluhannya tidak akan berkurang dan cepat sembuh dari sakitnya atau diakibatkan bahwa nantinya akan membuat beban fikiran. b. Motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita yaitu: 1) Motivasi spiritual, 2) Memahami kemauan penderita. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Motivasi Spiritual Kategori motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita muncul kata kunci motivasi spiritual. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
72
“...lebih mendekatkan diri ke gusti Alloh, minta diberi kesehatan...” (P.1) “....ya sama agamanya yang utama mbak mbak , yang memberi kesehatan Alloh kan mbak...” (P.2) “yang utama spiritualnya dikuatkan...”(P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan bahwa motivasi spiritual sangat penting. Hal tersebut merupakan salah satu pendukung agar manusia
mendapat
pemikiran
yang
positif
mengenai
kehidupan yang dialaminya saat ini, dengan lebih berpasrah diri diharapkan mampu membuat ketenangan batin penderita mengurangi beban fikiran mengenai sakitnya. 2)
Memahami Penderita Kategori motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita muncul kata kunci memahami kemauan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “ ya ditanya apa yang jadi kemauannya, didengar gimana ya gitu mbak...” (P.1) “...motivasi itu disesuaikan sama yang jadi kemauanya bapak gimana mbak...”(P2) “...ya kita mengetahui kemauannya ibu dulu apa mbak...”(P.3) “...didengerin apa yang dimauin, biar bisa nentuin kedepan gimana...”(P.4) Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan memahami kemauan. Dalam hal ini penderita terkadang mempunyai suatu keinginan yang menyebabkan beban fikiran, sehingga psikis penderita semakin turun dan menghambat penyembuhan.
73
c. Dampak adanya dukungan Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari dampak adanya dukungan keluarga didapatkan sub tema yaitu: 1. Semangat untuk sehat. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: 1) Semangat untuk sehat Kategori dampak adanya dukungan didapat muncul kata kunci semangat untuk sehat. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...dados semangat sembuh” (P.1) “...bapaknya lebih semangat buat sehat no mbak...”(P.2) “...sibu jadi semangat dalam menjga kesehatan mbak...”(P.3) “...mangkeh dadi semangat sehat geh mbak...” (P.4) Analisis
dari
empat
partisipan
menghasilkan
bahwa
partisipan menyatakan dampak adanya dukungan. Hal tersebut merupakan dampak pada penderita yang merasakan adanya perhatian dan keikutsertaan keluarga dalam merawat maupun menemani dan mendukung upaya kesembuhan bagi kesehatannya agar lebih membaik. d. Yang diharapkan adanya dukungan keluarga Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari yang diharapkan adanya dukungan keluarga yaitu: 1) Diperhatikan, 2) Tidak ingin menjadi beban. Seperti pernyataan partisipan berikut:
74
1) Diperhatikan Kategori yang diharapkan adanya dukungan keluarga muncul kata kunci diperhatikan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan berikut: “...ingin ditemani mbak, intinya jangan ditinggal sendiri...”(P.1) “intinya perhatian dari keluarga ke bapak jangan sampai tidak...”(P.2) “...perhatian saking anak2 sama cucu jangan sampe ndak biar lebih erat dengan begitu beliau kan merasa disayang...”(P.4) Analisis dari tiga partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan diperhatikan. Hal ini merupakan faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan diri penderita, karena merasa hidupnya sangat berguna bagi keluarganya, bahwa kehadirannya sangat dibutuhkan keluarganya dengan adanya perhatian dari keluarga penderitapun semangat akan menjaga status kesehatannya. 2) Tidak ingin menjadi beban Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema tidak ingin menjadi beban. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...harapannya pokoknya pengen sehat biar g jadi beban keluarga” (P.1) “...yang penting bapak itu ga mau sakitnya bikin beban ke anak2 sama saya”(P.2) “...ibuk ga pengen sakitnya bikin kepikiran ndak marai susah(buat susah) katanya mbak “(P.3) “...bapak juga ga mau sakitnya jadi beban pikiran anak-anak maupun keluarga besarnya, pengen awak e bakoh ngoten(badannya kuat seperti itu) mbak”(P.4)
75
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan tidak ingin menjadi beban. Partisipan menyatakan hal tersebut karena penderita pada umumnya ingin dianggap bahwa tubuhnya tidak sakit dan sehat, dan penderita ingin membahagiakan keluarganya, penderita ingin hidupnya berarti bagi keluarga dan orang-orang disekitarnya. e. Yang meningkatkan optimisme sembuh Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari yang meningkatkan optimisme sembuh yaitu: 1. Perhatian dari keluarga akan. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Perhatian dari keluarga Kategori yang meningkatkan optimisme sembuh muncul kata kunci perhatian dari keluarga. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...pilihan pengobatan yang tepat sama perhatian dari anggota keluarga...” (P.1) “...yang utama mestinya dari perhatian orang terdekat mbak” ...(P.2) “...kita antar keluaga sama anak--anak harus saling memperhatikan apa yang jadi kebutuhan kesehatan ibuk...” (P.3) “ya perhatian dari keluarga tentang keluhan bapak, setiap kontrol selalu menunjukkan yang baik mengenai kesehatan bapak...”(P.4) Analisis
dari
empat
partisipan
menhasilkan
bahwa
partisipan menyatakan perhatian dari keluarga . Partisipan menyatakan hal tersebut karena dengan adanya perhatian, penderita merasa dirinyasangat dibutuhkan kehadirannya serta
76
perannya dalam keluarga. Dengan merasa diperhatikan penderita merasa hidupnya akan berharga dan penderita akan berusaha menjaga kesehatannya. Komponen Dukungan Pengharapan dapat dilihat pada gambar berikut Dukungan Pengharapan
Respon Psikologis Penderita
Faktor Penyulit
Cepat Putus Asa Keras Berdasar Kemauan Penderita Motivasi Spiritual
Motivasi Memahami Penderita Dampak
Semangat Sehat Mendapat Perhatian
Pengharapan Tidak Ingin Menjadi Beban Keluarga Yang Meningkatkan Optimisme
Gambar 6 Bagan Tema Keempat
Perhatian dari Keluarga
77
4.3.5 Dukungan Informasi a. Bentuk informasi yang diberikan dan keluarga mendapatkannya Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari bentuk informasi dan dari mana keluarga mendapatkan yaitu : 1) Penyuluhan dari pelayanan kesehatan, 2) Browsing internet. Seperti pernyataan sebagai berikut: 1) Penyuluhan dari pelayanan kesehatan Kategori bentuk informasi yang diberikan dan keluarga mendapatkannya muncul kata kunci penyuluhan dari pelayanan kesehatan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan berikut: “Ya biasanya kalo dari puskesmas ada kegiatan untuk lansia banyak penyuluhannnya sama cek darah gratis mbak, kadang dari kegiatan posyandu ada mbak diit gula pakai demostrasi sama aplikasi...” (P.1) “Dari Posyandu lansia sering diberikan penyuluhan dari puskesmas mbak, biasanya ada program-program khusus bagi penderita seper ti hipertensi, asam urat, kalau diabetes sendiri di puskesmas ada senam kaki diabetes mbak...” (P.2) “informasinya itu disampaikan langsung dari petugas kesehatan baik saat di puskesmas ataupun di posyandu lansia mbak...”(P.3) “info geh biasanya di lansia ada penyuluhan mengenai cara mengontrol gula darah, kalau tidak di puskesmas itu ada juga mbak senam gt, atau penyuluhan tentang diit gula...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan penyuluhan dari pelayanan kesehatan. Hal ini karena puskesmas dan lansia adalah pusat pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat selain itu lansia apabila melakukan kegiatan menyertakan petugas puskesmas untuk bekerja
78
sama dalam hal menyampaikan informasi kesehatan beserta dengan kegiatannya. 2) Browsing internet Kategori bentuk informasi yang diberikan dan keluarga mendapatkannya muncul kata kunci browsing internet. Seperti pernyataan sebagai berikut: “...biasanya sama buka internet mbak infonya kan up to date” (P.1) “...browsing internet katah up to date infonya”(P.2) “...info yang banyak di internet itu banyak mbak ulasan tanya jawab dokter” (P.3) “...browsing internet anak2 nanti yang menyampaikan mbak” (P.4) Analisis dari empat partisipan didapat bahwa partisipan menyatakan browsing internet. Hal ini dikarenakan internet adalah sarana informasi multimedia yang dapat di aplikasi semua orang untuk mendapat informasi terkini, termasuk mengenai informasi
kesehatan,
sehingga keluarga dapat
mengakses
informasi mengenai kesehatan dengan menggunakan internet. b. Upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya. Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya yaitu: 1. Keluarga memberi nasehat 2.Orang yang dituangkan, seperti pernyataan partisipan berikut:
79
1) Keluarga memberi nasehat Kategori upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...biasanya ibuk mbak yang terus ngasih nasehat sama nyemangati bapak...” (P.1) “kami memberi semangat sama lebih memberi pengertian mbak...” (P.2) “ya kita memberi masukan sama pengertian ke ibuk mbak...” (P.3) “...kalau dari keluarga biasanya ya memberi semangat sama mengarahkan mbak...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa keluarga memberi nasehat. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang terpenting karena keluargalah yang dekat dan bertanggung jawab langsung mengenai kesehatan penderita dan keluargalah yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan anggota keluarganya sendiri. 2) Melibatkan Orang Yang Dihormati Kategori upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...melibatkan keluarga besar, misal orang yang dituakan bapak, atau orang yang dihormati bapak begitu untuk menasehati...” (P.1) “...minta bantuan kakak dari bapak mbak, soalnya bapak itu saudaranya ya tinggal mbakyu itu mbak, bapak manut kalau sudah diomongin mbakyu...”(P. 2) “...minta tolong ke saudara yang dituakan mbak biasanya nasehatnya bisa membantu mengurangi beban fikiran bapak...”(P.3)
80
Analisis tiga partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan bila enggan minta toling orang yang dituakan. Yang dimaksud partisipan dalam hal ini adalah meminta pertimbangan kepada saudar yang sangat dekat ke penderita, dengan maksud dengan adanya nasehat atau masukan dari orang yang paling dihormati maupun dituakan akan memberi pengaruh penderita mau mengontrolkan kesehatannya dan memberi pertimbangan supaya penderita mau memeriksakan kesehatnnya. c. Cara keluarga menyampaikan informasi ke penderita. Hasil wawancara empat partisipan pada Bagaimana keluarga menyampaikan informasi ke penderita muncul kata kunci: 1. Memilih ketepatan informasi. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Memilih ketepatan Informasi Kategori keluarga menyampaikan informasi ke penderita muncul kata kunci memilih ketepatan informasii.Hal ini ditemukan dalam ungkapan “..tapi ya sedikit memfilter mbak dalam menyampaikan diminimalkan kata-kata yang membuat takut atau menyinggung perasaan mengenai penyakit bapak...” (P.1) “...kalau bisa itu ada kata2 yang membuat pikiran sedikit disaring, pinter2 yang ngomong mbak...” (P.2) “...didampingi saat penyampaiannya mbak kadang kita harus menyaring dulu kata-kata yang bikin ibuk bikin ngedrop mbak...” (P.3) “...misalnya dalam menyampaikan ada istilah yang membuat takut bapak ya kami saring mbak, harus ada pendampingan biar ga salah persepsi mbak...” (P.4)
81
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan memilih ketepatan informasi, partisipan menyatakan hal tersebut dikarenakan terkadang penderita diabetes masih belum siap menerima informasi mengenai kesehatan sehingga keluarga sebaiknya ikut menemani untuk mendampingi setiap informasi yang didapat dan dapat mengingatkan, maupun bertukar fikiran dari setiap informasi yang didapat. Komponen Dukungan Informasi dapat dilihat pada gambar berikut Dukungan Informasi
Informasi Yang Tepat
Cara Keluarga Menyampaikan Informasi ke Penderita
Bentuk Informasi Yang diberikan
Upaya Keluarga Menyikapi Bila Penderita Enggan Berobat Penyuluhan dari Petugas Kesehatan
Browsing Internet
Keluarga Memberi Nasehat
Gambar 7 Bagan Tema Kelima
Penyampaian Informasi ke Penderita
Memilih Ketepatan Informasi
Melibatkan Orang Yang dihormati
82
4.3.6 Dukungan Emosional a. Yang dilakukan keluarga agar penderita tidak stress Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema yang dilakukan keluarga agar penderita tidak stress yaitu: 1. Diarahkan ke religi atau keagamaan. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Diarahkan ke religi atau keagamaan Kategoriyang dilakukan keluarga agar penderita tidak stres muncul kata kunci diarahkan ke religi atau keagamaan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...lebih di arahkan ke agama saja mbak...” (P.1) “...diarahkan lebih berpasrah diri sama Tuhan supaya, diringankan dosanya, diangkat penyakitnya” (P.2) “...lebih di arahkan khusyu sama ibadahnya mbak supaya lebih positif pemikirannya mbak”(P.3) “...diarahkan lebih mendekatkan diri pada Alloh mbak supaya lebih kearah positif”(P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan mengarahkan penderita ke religi atau keagamaan. Hal ini dikarenakan dengan aktifitas religi setiap pribadi penderita dalam
menerima
segala
hal
yang
berkaitan
dengan
kehidupannya, dengan lebih mendekatkan diri ke agama penderita lebih tenang dan menerima segala apa yang terjadi dalam hidupnya, dan dengan memohon khusyu kepada sang pencipta, partisipan berharap keluhan yang dialami keluarganya diangkat atau diringankan.
83
b. Perubahan psikis pada penderita pada saat menderita Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari perubahan psikis pada penderita dengan dan sebelum sakit yaitu: 1. Mudah Sensitif. Seperti pernyataan partisipan berikut: 1) Mudah Sensitif Kategori perubahan psikis pada penderita dengan dan sebelum sakit muncul kata kunci mudah emosi. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “sekarang bapak mudah emosi sama marah2 kalau kondisi kecapean”(P.1) “sedikit-sedikit cepat marah”(P.2) “ya mungkin sedikit agak sensi ya mbak sama tiba2 diem ga ngrespon “(P.3) “...gampang mikir dalem mbak kalo pas gulanya kadang ga turun2, sensitif perasaan mbak...” (P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan penderita mudah sensitif. Hal ini dikarenkan pada penderita diabetes memiliki keinginan melakukan aktifitas yang maksimal tapi dikarenakan kondisi gula
yang
mudah
naik
turun
menyebabkan
kondisi
metabolisme penderita diabetes tidak seimbang, bila aktifitas berlebihan akan menyebabkan hipoglikemi akan tetapi bila jarang beraktifitas maka penderita merasa cepat lelah. Perubahan itulah yang menyebabkan kondisi psikis penderita mudah berubah dikarenakan keluhan kesehatan yang ia rasakan.
84
c. Bentuk kesiapan keluarga apabila Penderita sulit mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit Hasil wawancara empat partisipan didapatkan subtema dari kesiapan keluarga apabila penderita sulit mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit yaitu: 1. Diberi pengertian 2. Keluarga saling menguatkan. 1) Diberi pengertian Kategori bentuk kesiapan keluarga apabila penderita sulit mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit muncul kata kunci diberi pengertian. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...tetep diberi pengertian mbak, jangan ditinggal sendiri mbak” (P.1) “...diberi pengertian mbak, jangan ditinggal sendiri” (P.2) “...apapun yang terjadi di kemudian hari semua kami serahkan kepada allah, latian sabar memberi pengertian” (P.3) “...lebih memberi pengertian ke bapak untuk lebih mendekatkan diri”(P.4) Analsis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan menyatakan diberi pengertian. Partisipan menyatakan hal tersebut karena dengan memberi pengertian ke penderita maka penderita akan mengerti untuk lebih menenangkan fikiran serta mampu mengontrol amarah dan mengendalikan emosinya. 2) Keluarga saling menguatkan Kategori bentuk kesiapan keluarga apabila penderita sulit mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit muncul
85
kata kunci: keluarga saling menguatkan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut: “...keluarga harus saling menguatkan”(P.1) “...saling menguatkan satu sama lain mbak” (P.2) “...saling menguatkan supaya ibu tidak berat mikir sakitnya mbak” (P.3) “...keluarga harus saling menguatkan supaya bapak ga merasa sendiri”(P.4) Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan
keluarga saling menguatkan.
Partisipan menyatakan hal tersebut karena dengan keluarga saling menguatkan maka beban fikiran penderita akan berkurang dan penderita merasa hidupnya lebih berharga. Komponen Dukungan Informasi dapat dilihat pada gambar berikut Dukungan Informasi
Dukungan Emosional
Koping Penderita
Yang dilakukan Keluarga agar Penderita Tidak Stres
Diarahkan Ke Religi atau Keagamaan
Perubahan Psikis Penderita
Bentuk Kesiapan bila Penderita Sulit Mengendalikan Perasaan
Mudah Sensitif
Diberi peringatan
Gambar 8 Bagan Tema Keenam
Keluarga Saling Menguatkan
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan hasil penelitian yang diperoleh, keterbatasan penelitian, dan implikasi penelitian bagi keperawatan. Pada bagian pembahasan , penulis akan mengintepretasikan hasil penelitian dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan teori dan berbagai penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik penelitian. Pada bagian keterbatasan penelitian, peneliti mengemukakan berbagai keterbatasan dengan membandingkan proses selama penelitian dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai rencana atau konsep dan teori.
5.1
Pembahasan Hasil Penelitian 5.1.1 Persepsi Keluarga Mengenai DM 5.1.1.1 Pengetahuan Keluarga Mengenai Penyakit DM Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo 2010). Tujuan khusus yang pertama pada penelitian ini, tergambar dengan tema yaitu pengetahuan keluarga mengenai penyakit DM
86
87
a.
Definisi Diabetes Melitus(DM) Definisi Diabetes Mellitus adalah Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh
gagalnya pengaturan
gula darah, klasifikasi gula
darah 200 mg/dl dikategorikan sangat tinggi dalam metabolisme gula dalam tubuh (Elmon, Monica, kreviuck, 2010). Pada penelitian ini 4 partisipan yang diwawancarai memiliki pengetahuan definisi dari DM yaitu kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl dari partisipan 1 hingga partisipan 4 mengatakan kesamaan definisi. Hal ini menandakan dari total sampel memiliki pandangan yang sama Menurut
penelitian
Laurentia
Mihardja
(2009)
menyebutkan bahwa prevalensi penderita DM (responden dengan riwayat DM) meningkat sesuai usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 tahun ke atas, tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun, hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman pengetahuan dari penyakit DM itu sendiri. Penelitian yang membahas mengenai pengetahuan kadar gula darah seperti yag dilakukan oleh Veni Hadju, Nurhaedar Jafar (2014)
Masfufah,
Penelitian yang
berjudul Pengetahuan, Kadar Glukosa Darah Penderita
88
Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Makasar dengan metode pengumpulan data metode diskriptif exhaustif sampling dengan sampel 36 orang,
penelitian
ini
menyimpulkan
bahwa
tingkat
pengetahuan yang baik tentang Diabetes Melitus akan dimungkinkan mempunyai persepsi yang benar terhadap resiko
komplikasi
pada
diabetes
dan
selanjutnya
berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan untuk upaya pencegahanan. b. Tanda Gejala Diabetes Mellitus (DM) Tanda gejala DM adalah Gejala klasik penyakit Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah trio P, yaitu meliputi polyuria (peningkatan berkemih), polypagia (rasa lapar berlebihan), polydipsia (rasa haus), rasa letih yang tidak jelas sebabnya, rasa gatal,
peradangan kulit yang
menahun, pada penderita kronis timbul gejala lain seperti penurunan berat badan, kesemutan, luka sukar sembuh dan peningkatan kadar gula darah diatas 200mg/dl ( Manaf, 2009). Pada penelitian ini keempat partisipan menyebutkan tanda gejala dari DM antara lain: Penurunan berat badan secara drastis, Luka lama sembuhnya, sering kencing dan
89
mudah haus. Hal ini menandakan bahwa keempat partisipan mempunyai persepsi yang sama. Menurut Dimas Saifunurmazah (2013) menjelaskan bahwa gejala DM diakibatkan antara lain adanya rasa haus berlebih, sering kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jaringan tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh. Hal ini serupa dengan pendapat Sunita (2007) tanda dan gejala khas pada penderita DM bila ditemukannya adanya gejala klasik berupa poliuri, polidipsi, dan polifagi serta adanya penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. c. Riwayat Diabetes Mellitus (DM) Menurut Singht (2011) bahwa Diabetes Melitus bersifat poligenik yaitu bukan hanya satu gen saja yang berperan tetapi interaksi berbagai gen. Faktor genetik berperan penting dalam penyakit DM, terutama pada jenis DM tipe2 dengan melibatkan berbagai gen yang terlibat dalam sekresi insulin dan kerja insulin. Gangguan kerja insulin dapat disebabkan oleh aktivitas elektrik sel beta
90
pankreas yang
kurang adekuat sebagai respon terhadap
glukosa (Hartini, 2009) Pada penelitian ini tiga dari partisipan mengatakan bahwa sakit yang diderita anggota keluarganya dikarenakan ada riwayat keturunan dari ibu penderita, satu dari keempat partisipan menyatakan bahwa sakit yang diderita anggota keluarganya disebabkan dari faktor kedua orangtua. Hal ini menandakan bahwa lebih dari setengah total sampel menyampaikan kesamaan pendapat. Diabetes
mellitus
cenderung
diturunkan
atau
diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya kaum lakilaki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana, 2008). Faktor keturunan merupakan faktor presdidposisi terjadinya DM (Sugiyono, 2006).
91
5.1.2 Empat Pilar DM 5.1.2.1 Manajemen Terapi DM Terkendalinya kadar gula darah
yang baik dan optimal
diperlukan untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, untuk menyatakan kadar glukosa darah yang terkendali tidak hanya tergantung pada hilangnya gejala diabetes saja, tetapi juga pemeriksaan kadar glukosa darah. Kadar gula darah puasa merupakan prediktor dari kualitas hidup pada domain kondisi lingkungan. Semakin tinggi kadar gula darah puasa maka skor domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara bermakna. Kontrol gula darah merupakan salah satu indikator kualitas hidup individu dengan diabetes karena kontrol gula darah pusat kesehatan maupun mandiri yang baik menjadi salah satu parameter kesuksesan penyesuaian pada pola hidup (Delameter, 2008).Hal tersebut dapat dilakukan untuk penderita dalam mengontrolkan kesehatannya melalui Empat Pilar (Fox&Kilvert, 2010). a. Perencanaan Makan (Diet) Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang
92
dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat (Adip, 2011). Pada penelitian ini keempat partisipan telah memulai persiapan makan atau diet dengan mengganti gula yang biasa dikonsumsi dengan gula khusus DM, adapun dalam hal diet, partisipan mengungkapkan bahwa dimulainya diet 3J untuk anggota keluarganya yang sakit, telah mengetahui namun untuk menerapkan pada penderita dirasa masih kurang maksimal dan cara untuk mengurangi kadar glukosa darah yang berlebih partisipan konsumsi gula dan lemak. Melakukan
pola disesuaikan
dengan
status gizi DM.
Prinsip diit diabetes mellitus adalah tepat jumlah, jadwal dan jenis (Tjokroprawiro, 2006). Diet tepat jumlah, jadwal dan jenis yang dimaksud adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah sesuai dengan kebutuhan, jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi menjadi 6 waktu makan, yaitu 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan selingan, jenis makanan yang manis harus dihindari karena dapat meningkatkan jumlah kadar gula darah. Melalui cara demikian diharapkan insiden diabetes mellitus dapat ditekan serendah mungkin. Namun demikian pada kenyataannya hingga saat ini harapan tersebut belum dapat tercapai karena terbukti angka
93
kejadian diabetes mellitus masih tetap tinggi. (Sastroasmoro, 2008). Pemanis buatan atau yang disebut juga dengan pengganti gula, memiliki kandungan kalori dalam jumlah kecil dan dapat memberikan rasa manis yang lebih besar dibanding dengan gula biasa, sehingga penggunaannya pun jauh lebih sedikit (Pranandji, 2012) Menurut Penelitan Qurataeni (2009) dengan hasil Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, gula, lemak, dan protein). Tujuan diet penyakit diabetes mellitus adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan menghindari konsumsi gula, karbohidrat dan
lemak yang tak diperlukan kemudian
olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik (Almatsier, 2010). b. Edukasi (Penyuluhan) Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi (Pranandji, 2008)
94
Pada penelitian ini diungkapkan
dari
empat partisipan
bahwasanya partisipan mendapat edukasi mengenai DM dari Posyandu Lansia, Puskesmas dan Persadia. Hal ini menandakan bahwa dari semua sampel mempunyai kesamaan persepsi. Dalam hal penyuluhan menurut penelitian Rita Sari (2013) Hasil penelitian menunjukkan menurut seluruh informan bahwa dengan
adanya
penyuluhan
banyak
memberikan
mereka
pengetahuan bagaimana mengatur menu makanan pasien dan bagaimana memantau pasien
dalam meminum obat serta
mengetahui olahraga yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah. c. Aktifitas Fisik Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler (Manaf, 2013) Pada penelitian ini empat partisipan mengungkapkan bahwa penderita melakukan olahraga rutin ringan seperti jalan-jalan setiap paginya, partisipan juga mengungkapkan bahwa partisipan juga melakukan olahraga sepeda dan badminton, hal ini dilakukan penderita bila merasa kondisinya baik, agar ketika olahraga tidak
95
terlalu terforsir sehingga terkadang gula menjadii cepat naik namun juga mudah turun. Penderita dengan gula darah lebih dari 280 mg/dl, tidak disarankan melakukan aktifitas fisik berlebih, hal ini akan menyebabkan kenaikan gula darah yang berlebih karena metabolisme yang berlebihan yang memaksa insulin bekerja untuk memecah gula menjadi energi yang maksimal (Sudoyo, 2006) Menurut penelitian Rita Sari (2013) Hasil penelitian menunjukkan, menurut seluruh informan bahwa dengan adanya penyuluhan banyak memberikan mereka pengetahuan bagaimana mengatur menu makanan pasien dan bagaimana memantau pasien dalam meminum obat serta mengetahui olahraga yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah. d. Pengobatan Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral atau suntikan dengan indikasi (PERKENI, 2011). Pengobatan akan dapat berjalan dengan baik jika diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Namun masih banyak penderita penyakit Diabetes Melitus yang tidak rutin dalam mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter. Kebanyakan para penderita Diabetes Melitus mengonsumsi obat-obatan apabila merasakan keluhan
96
saja. Hal tersebut bisa dimungkinkan karena berbagai faktor seperti penderita kurang mendapat informasi tentang upaya pengendalian glukosa darah yang lengkap dan kepatuhan responden dalam melaksanakan anjuran yang diberikan dokter (Fox&Kilvert, 2010). Pada penelitian ini terdapat empat partisipan yang mengatakan bahwa anggota keluarganya rutin kontrol di Posyandu lansia dan Puskesmas, hal tersebut diungkapakan partisipan satu hingga empat, dengan hal tersebut keempat partisipan memiliki pandangan yang sama. Adapun alternatif
yang
ditempuh
beberapa partisipan
adalah mengkonsumsi herbal atau yang berasal dari bahan alami, hal ini terdapat dalam ungkapan partisipan bila penderita mengkonsumsi rebusan insulin, madu dan rebusan daun salam. Menurut penelitian Nurlaili Haida Putri dan Muhammad Atoillah Isfandiari (2015). menunjukkan bahwa alasan pasien diabetes melitus berobat ke pengobatan tradisional karena biaya yang lebih murah dibandingkan pengobatan konvensional, ketakuan akan efek samping karena obat konvensional yang juga termasuk mahal. Mengenai bekam menurut penelitian Kamaluddin (2010) yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan memilih terapi bekam salah
97
satunya adalah faktor sosial yakni adanya dukungan keluarga dan diskusi dengan keluarga. Dalam penelitian ini anggota keluarga yang mendukung adalah Suami/Istri, Anak dan Orang tua.
5.2.1 Dukungan Nyata Keluarga 5.2.1.1 Upaya Keluarga Menjaga Kesehatan Penderita a. Mengontrolkan Bila Penderita Enggan Berobat Dukungan keluarga merupakan dukungan sosial yang dipandang
oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat
diakses atau diadakan untuk keluarga, adapun fungsi dukungan nyata ini adalah meningkatkan motivasi penderita dalam mengontrolkan sakitnya (Romadhani Tri P dan Supardi, 2008) Menurut pendapat partisipan dari keempat partisipan untuk memberisemangat penderita, keluarga memberikan perhatian dan juga memotivasi, Hal ini diungkapkan keempat partisipan dengan pandangan yang sama. Dalam hal memberi semangat dan motivasi, keluarga sangat berperan penting , sebagaimana yang telah diungkapkan Friedman, Bowden & Jones (2010) bahwa salah satu fungsi keluarga atau peran keluarga diantaranya adalah fungsi perawatan kesehatan dan salah satu tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga diantaranya adalah memberikan perawatan kepada anggota keluarganya, sehingga keluarga yang merupakan orang dekat dan
98
berinteraksi dengan individu senantiasa berusaha agar individu tersebut
yang
merupakan
bagian
dari
keluarga
terjaga
kesehatannya diantaranya melalui perhatian yang merupakan wujud dukungan keluarga motivasi terkuat yang mendasari diabetesi adalah harapan untuk menormalkan gula darah yang didapat dari dukungan nyata dan motivasi diabetesi dirasakan bertambah kuat karena ditunjang dngan dukungan keluarga dalam bentuk perhatian dan informasi mengenai pengendalian gula darah (Prasetyani,2011). b. Mencapai Kesehatan dengan kontrol Dukungan sosial sebagai interaksi sosial atau hubungan yang memberikan individu-individu suatu bantuan nyata atau menempatkan individu individu dalam suatu sistem sosial yang dipercaya dapat memberikan cinta, perhatian
atau
sense of
attachment terhadap suatu kelompok sosial atau pasangan (Spring, 2006). Empat partisipan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa cara mencapai kesehatan dengan cara kemauan penderita mengontrolkan sakitnya yaitu engan cara mengingatkan dan memberi perhatian. Dalam hal ini seluruh sampel mempunyai pandangan yang sama. Bahwa dukungan sosial realta perhatian keluarga sebagai suatu
hubungan
sosial
positif
yang
dapat
membantu
99
mempertahankan serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu (Hustabarat, 2008). Penelitian menurut Bayu agusta Yulianto dan RA retno kumolohadi (2008) dengan hasil Penderita diabetes mellitus memerlukan bantuan agar dapat menjalani tritmen, karena kesehatan fisik erat kaitannya dengan motivasi, emosional dan mental seseorang. Bantuan dalam bentuk-bentuk dukungan informatif, dukungan emosional dan dukungan penilaian atau penghargaan serta dukungan instrumental dari keluarga disebut dengan dukungan sosial keluarga c. Bentuk Dukungan Nyata Keluarga Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi sepanjang hidup, dimana sumber dan jenis dukungan keluarga berpengaruh terhadap
tahap
lingkaran
kehidupan
keluarga
(Friedman,
Bowden&Jones, 2010). Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support,material support) suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan seharihari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan
100
merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah, Memulai diet 3J (Jadwal makan, Jumlah makanan, Jenis makanan), memotivasi dan mendampingi ketika klien berobat ataupun cek kesehatan, hal ini tentu tidak lepas dari peran keluarga dalam mengawasi dan menyediakan segala hal yang dibutuhkan penderita (Yudi Garnadi, 2012). Pada saat
wawancara keempat
partisipan menyatakan
bahwa transportasi, perencanaan diet 3J yang belum maksimal dan semua kebutuhan penderita menjadi tanggung jawab keluarga, hal ini berati bahwa seluruh sampel memiliki kesamaan pandangan meskipun dalam ungkapan yang berbeda. Penelitian menurut Rosita Saragih (2010) dengan hasil bahwa dengan adanya bahwa dukungan keluarga adalah suatu keadaan atau proses hubungan antara keluarga yang memberi manfaat kepada orang lain. d. Keterlibatan Keluarga dalam mengontrolkan Pemberi layanan dalam melakukan aktifitas tidak
hanya
berfungsi sebagai pemberi layanan pada penderita DM, tetapi juga sebagai anggota keluarga dan mempunyai tugas dan tanggung jawab, hal ini dapat menimbulkan konflik karena adanya beban tugas (Meiner dan Lueckonette, 2006).
101
Berdasarkan wawancara keempat partisipan menyatakan bahwa yang terlibat dalam mengontrolkan penderita adalah menjadi tanggung jawab keluarga yang dekat, pernyataan ini dikemukakan keempat partisipan dengan persepsi yang sama. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Gusti (2013) peran aktif yang dilakukan keluarga penderita merupakan aktivitas keluarga yang dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan kebersamaan anggota keluarga, dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan sampai dengan pengambilan keputusan. Peranan anggota keluarga secara langsung berarti keluarga tersebut ikut memberikan bantuan tenaga, keuangan, pikiran dan material yang diperlukan. e. Sumber Biaya Menurut Rita (2010) mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah seperti JAMKESMAS, ataupun asuransi kesehatan non pemerintah menjadi sumber finansial yang membantu keluarga. Berdasarkan wawancara dengan keempat partisipan, dua partisipan menggunakan BPJS, satu diantaranya menggunakan ASKES dan satu partisipan menggunakan Asuransi swasta AXA, dalam hal ini meskipun partisipan mendaftarkan penderita dengan layanan asuransi yang berbeda-beda namun semua hal tersebut merupakan
layanan
finansial
kesehatan,
dan
hal
tersebut
merupakan kesamaan pandangan dalam keikut sertaan asuransi
102
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan
kesehatan
yang
menyeluruh
bagi
masyarakat (Bungin, 2008).
5.3.1 Dukungan Pengharapan 5.3.1.1 Respon Psikologis Penderita a. Faktor Penyulit Dukungan pengharapan meliputi pertolongan
pada individu
untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain (Yudi Garnadi, 2012). Berdasarkan
wawancara empat partisipan yang ditemui dan
diwawancarai pada partisipan satu, partisipan dua,tiga dan empat mengatakan bahwa penderita mudah putus asa, dan keempat partisipan juga mengungkapkan bahwa penderita keras kepala.
103
Bila ada penyulit dari partisipan dalam merawat anggota keluarganya yang sakit
maka dengan perhatian dan kasih sayang
diharapkan penderita lebih memahami agar mampu
perhatian dari
keluarga menjadi maksimal bagi penderita. Orientasi subjek yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial pengharapan
terdiri atas
informasi yang menuntun seorang mempunyai dukungan pengharapan akan kasih sayang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, mempunyai harapan yang bisa terkabul, penghargaan akan kepedulian, atau membantu seseorang menerima orang atau kelompok lain (Mary B, 2009). Hal senada juga diungkapkan Efendi, F. & Makhfudli (2009) mengatakan perubahan sikap penderita diabetes mellitus dalam pengobatan
ditandai
dengan
perubahan
kepatuhan
berobat,
mengabaikan anjuran dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar diet. Perlu diwaspadai jika terdapat kekambuhan berulang terhadap pengobatan penyakit kronis yang dideritanya meski terapi sudah optimal, motivasi dan tingkat partisipasi yang rendah, kehilangan minat terhadap aktivitas yang disukai, gangguan tidur, selera makan menurun, perubahan sifat dan perilaku. b. Motivasi dalam Memberikan Dukungan ke Penderita Motivasi memiliki peranan yang penting dalam pembentukan perilaku, termasuk perilaku untuk menjalani tritmen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan
104
seseorang menyadari
kebutuhan yang
mendorongnya melakukan
suatu kegiatan (Andi dan Djendoko,2007). Kondisi tersebut dapat bersifat intrinsik yang disebut dengan motivasi intrinsik dan dapat bersifat ekstrinsik yang disebut dengan motivasi ekskrinsik Motivasi instrinsik merupakan motif yang berasal dari dalam diri individu yang berupa kebutuhan-kebutuhan fisiologis, misalnya dorongan untuk makan, minum dan bernafas serta kebutuahan-kebutuhan umum misalnya dorongan kasih sayang, ingin tahu dan berusaha. Motivasi ekstrinsik merupakan motif yang berasal dari luar individu terutama secara sosial, misalnya dorongan ingin merasa diterima, dihargai dan merasa aman (Setiadi,2008). Berdasarkan hasil wawancara empat partisipan, partisipan satu hingga partisipan empat mengatakan bahwa motivasi spritual adalah yang dibutuhkan bagi penderita, dan partisipan satu hingga empat juga menyatakan bahwa memahami penderita juga sangat diperlukan supaya penderita semangat dalam berobat. Sehingga dalam hal ini seluruh partisipan mempunyai pandangan yang sama. Hasil penelitian Yanti Ariyani (2011) menyimpulkan perhatian ke penderita mempunyai semangat dalam berobat, memiliki harapan bahwa
kehadirannya
sangat
diperlukan
keluarganya,
partisipan
mengarahkan keluarganya untuk lebih memberi motivasi spiritual ke keluarganya yang sakit dengan harapan bahwa sakitnya adalah ujian yang harus dilewati dengan ikhlas, dikarenakan oleh keluarga
105
mempunyai semangat dan yakin terhadap Tuhan mereka, sehingga penderita mampu mengontrol ketidak stabilan psikisnya, status mental dan persepsi terhadap yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik untuknya c. Dampak Adanya Dukungan Keluarga Keluarga memiliki pengaruh yang penting sekali terhadap pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri. Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang (Friedman, Bowden&Jones, 2010). Dampak positif dari dukungan keluarga adalah
meningkatkan
penyesuaian diri
seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan. Berdasarkan hasil wawancara keempat partisipan menyatakan penderita menjadi semangat sembuh, dan hal tersebut diungkapkan sama dari partisipan satu hingga empat. Dalam hal ini keempat partisipan memiliki pandangan yang sama Hal ini juga dibuktikan oleh Yusra (2010) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM, sehingga penderita memiliki motivasi dirinya untuk sehat.
106
d. Yang Diharapkan Dengan Adanya Dukungan Keluarga Soegondo (2006) berpendapat bahwa keluarga mempunyai pengaruh kepada sikap dan kebutuhan belajar bagi penderita DM dengan cara menolak atau memberikan dukungan baik secara fisik, psikologis, emosional, dan sosial. Pasien DM akan memiliki sikap lebih positif untuk mempelajarii DM apabila keluarga memberikan
dukungan
dan
berpartisipasi
dalam
pendidikan
kesehatan mengenai DM. Berdasarkan
hasil
wawancara ke empat partisipan di
dapatkan tiga partisipan yang menyatakan bahwa penderita ingin diperhatikan, dan partisipan satu hingga empat menyatakan penderita tidak ingin sakitnya menjadi beban keluarga. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang menderita suatau penyakit, misalnya diabetes mellitus. Dukungan sosial keluarga juga dibutuhkan oleh penderita suatu penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama, sehingga perhatian yang utama adalah berasal dari keluarga itu sendiri (Setiadi, 2008). Dukungan sosial pada individu dapat diperoleh dari anggota keluarga, baik saudara kandung atau keluarga besar, teman dan tetangga, hal ini dapat berupa perhatian sebagai upaya positif kesembuhan maupun sebagai penyemangat agar penderita merasa berharga akan kehidupannya sekarang (Setiadi, 2008).
107
e. Optimisme Penderita Sembuh Dalam hal optimisme dukungan sosial keluarga sebagai suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari anggotaanggota keluarganya. Dengan demikian individu menjadi tahu bahwa keluarga memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya (Alwisol, 2012) Pada wawancara dengan keempat partisipan mengatakan perhatian dari keluarga penderita meningkatkan penderita optimis sembuh. Hal ini diutarakan keempat partisipan dengan persamaan pandangan Seperti hal yang diungkapkan Soegondo (2009) dukungan sosial keluarga mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan orang yang menderita suatu penyakit, termasuk juga penderita diabetes mellitus. Bila orang yang menderita suatu penyakit mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi untuk berobat maka akan timbul optimisme penderita diabetes mellitus untuk mejalani rangkaian penyembuhan kesehatan.
5.4.1 Dukungan Informasi 5.4.1.1 Memilih Informasi yang Tepat a. Bentuk Informasi dan Asal Keluarga Mendapatkan Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal,bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
108
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima ( Smet, 2009). Berdasarkan wawancara dari keempat partisipan didapatkan bahwa semua partisipan telah mendapat informasi berupa penyuluhan, penyuluhan didapat dari pelayanan kesehatan, keluarga juga mencari informasi melalui media internet dengan cara browsing, Dari partisipan satu hingga empat mempunyai pendapat yang sama dengan begitu keempat partisipan mempunyai pandangan yang sama. Penyuluhan mengenai edukasi penderita DM adalah upaya pencegahan terhadap komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM. Edukasi merupakan salah satu bentuk dukungan informasi, dalam hal ini partisipan mengatakan bahwa informasi paling sering didapatkan melalui penyuluhan
pada saat kegiatan lansia, dan
setiap kali ada informasi keluarga yang selalu menyampaikan informasi tersebut, hal ini keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan semangat,dimana
dalam
penelitian
ini
partisipan
juga
mengungkapkan keluarga seperti anak, istri, orang tua maupun orang terdekat memberi nasehat serta memberi pengawasan terhadap pola kegiatan sehari-hari. Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia, menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
109
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Informasi itu bisa didpat melalui jaringan internet. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor apabila penderita atau keluarga yang sakit merasa tidak akan sembuh dari sakitnya, karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu (Harmoko, 2012). Dengan
memberikan
pendidikan
kesehatan
dapat
meningkatkan pengetahuan penderita. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
merupakan
terbentuknya
domain
yang
sangat
penting
untuk
tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang diinginkan seseorang harus melampui semua tahap tersebut. Enam tahap tersebut merupakan suatu proses yang memerlukan waktu, dan lama proses tersebut tidak sama untuk setiap orang (Sugondo, 2008) b. Penderita Enggan Berobat Merasa Tidak Sembuh Dari Sakitnya Bahwa dukungan sosial adalah informasi dan umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (Saifudin, 2010)
110
Hasil wawancara dari empat partisipan mengatakan bahwa untuk memberi nasehat adalah hal yang dilakukan keluarga apabila penderita enggan berobat karena putus asa pengobatan atau merasa tidak sembuh, hal ini keluarga memberikan masukan dan pengertian supaya anggota keluarganya bisa tertolong dari komplikasi, Hal yang dilakukan keluarga yang dilakukan partisipan satu hingga empat adalah meminta bantuan orang yang dituakan supaya penderita bisaterbujuk unuk memeriksakan sakitnya. Dalam Hal ini keempat partisipan memiliki kesamaan pandangan. Dalam hal meminta pertimbangan dengan orang yang di hormati
menurut
Zahtamal,
Suyanto&Restuastuti
(2007)
mengatakan bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab atau orang yang dituakan atau dihormati dengan individu di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang menderita suatau penyakit, misalnya diabetes mellitus. Dukungan sosial keluarga juga dibutuhkan oleh penderita suatu penyakit yang membutuhkan pengobatan yang lama, sehingga perhatian dan
111
masukan-masukan yang dapat membangkitkan semangat bagi keluarganya dan
yang utama adalah berasal dari keluarga itu
sendiri (Setiadi, 2008). c.. Cara Keluarga Menyampaikan Informasi ke Penderita Ada berbagai skema untuk mengelola dan memberikan prioritas dari berbagai infromasi yang harus diajarkan kepada diabetesi. Di samping itu banyak pelayanan kesehatan yang mencatat dan mengevaluasi hasil pengajaran tentang diabetes. Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah dengan membagi informasi dan keterampilan menjadi dua tipe utama yaitu keterampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic), awal (initial) atau bertahan (survival) dan pendidikan tingkat lanjut (advanced or continuing education) (Garnadi, 2012) Berdasarkan
wawancara
dari
keempat
partisipan
menyatakan bahwa partisipan satu dan dua menyatakan bahwa informasi yang didapat haruslah tepat yang akan diberikan ke keluarganya yang sakit hal ini dikarenakan terkadang informasi yang
tidak
sesuai
dengan
yang
diperlukan
justru
akan
menyebabkan pemahaman yang keliru dan justru menyebabkan beban fikiran (Saifudin,2010). Hasil
wawancara
dari
keempat
partisipan
memiliki
kesamaan pandangan, dalam hal memilih informasi yang tepat adapun aspek-aspeknya meliputi nasehat, usulan, saran, petunjuk
112
dan pemberian informasi. Dukungan informasi adalah dukungan berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu (Hanifah, 2011).
5.5.1 Dukungan Emosional 5.5.1.1 Koping Penderita DM a.Hal Yang Dilakukan Keluarga Agar Penderita Tidak Stress Penderita diabetes mellitus akan mengalami kendala terhadap dirinya sendiri yang setiap saat akan merasa putus asa dan takut karena penyakit tidak dapat disembuhkan, sehingga dalam hal ini diperlukan peran keluarga yang memberikan dukungan emosoinal sebagai tempat pasien mengatakan isi hatinya, apa yang dia rasakan dan keluarga memberikan dukungan bahwa pasien harus percaya akan dapat membaik, dengan tipe mekanisme dukungan emosionalnya, dimana dengan memberikan dukungan emosional dapat memberikan parasaan bahwa kita dicintai oleh orang lain sehingga tidak ada merasa rendah diri maupun stress, sehingga dukungan tersebut dapat mengembangkan hubungan personal yang relatif (Adib, 2011). Hasil wawancara dengan empat partisipan mengatakan dengan motivasi spritual maka akan mengurangi penderita berfikiran negatif ataupun strezz, dalam hal ini partisipan satu hingga empat memiliki pandangan yang sama.
113
Partisipan mengarahkan keluarganya untuk lebih memberi motivasi spiritual ke keluarganya yang sakit dengan harapan bahwa sakitnya adalah ujian yang harus dilewati dengan ikhlas. Menurut penelitian ya dikarenakan oleh keluarga mempunyai semangat dan yakin terhadap Tuhan mereka, sehingga penderita mampu mengontrol ketidak stabilan psikisnya, status mental dan persepsi terhadap yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik untuknya dan bahwa beranggapan bahwa sakitnya adalah cara untuk menghapus dosa-dosa yang telah diperbuat (Yanti Ariyani, 2011). b. Perubahan Psikis Penderita Pada Saat Menderita Menurut Hensarling (2009). Penyandang diabetes mellitus merasa hidupnya terganggu atau tertekan. Penderita merasa dicabut kebebasannya akibat banyaknya larangan dan keharusan yang menyangkut kehidupan sehari-harinya sebagai penyandang diabetes mellitus dapat mengakibatkannya menjadi stres dan munurunkan motivasinya untuk menjalani tritmen. Penderita diabetes mellitus tidak dapat lagi makan makanan sesukanya kalau lingkungannya kurang mendukung. Keluarga selalu mengawasi makanannya, olahraganya, kadar gula darahnya. Jadi rasanya tidak nyaman. Dokter dan perawat, teman dan terutama keluarga sering manjadi target kemarahan karena dianggap selalu memberi perintah dan larangan. Sebagian penderita merasa
114
frustrasi dan menyerah dengan kadar gula darah yang tetap saja tinggi, walaupun rasanya sudah berusaha mengendalikannya dengan menjalani tritmen secara teratur. Hampir setiap pasien mengalami rasa cemas terhadap semua yang berhubungan dengan diabetes mellitusnya. Hasil wawancara keempat partisipan menyatakan bahwa perubahan psikis yang nampak pada penderita adalah mudah sensitiy, dari partisipan 1 Hingga partisipan 4 Mengatakan hal yang serupa sehingga total sampel pada hal ini memiliki kesamaan pandangan. Hal ini juga disampaikan Alwisol (2012) menyatakan Diabetes adalah gangguan psikosomatik seumur hidup, faktor psikologis berperan penting terhadap terjadinya, perkembangan, khasiat dan prognosis penyakit. Suasana hati seperti cemas, frustrasi, depresi, mudah marah bisa memperburuk diabetes sehingga menyebabkan berbagai komplikasi. Dan diabetes juga dapat memperparah gangguan psikologis, interaksi antara keduanya, membentuk sirkulasi buruk. c. Bentuk Kesiapan Keluarga Bila Penderita Sulit Mengendalikan Perasaan Kesulitan-kesulitan dalam mengubah gaya hidup, dapat melahirkan perilaku-perilaku yang tidak direncanakan. Perubahan sikap penderita diabetesmellitus dalam pengobatan ditandai
115
dengan perubahan kepatuhan berobat, mengabaikan anjuran dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar diet. Perlu diwaspadai
jika
terdapat
kekambuhan
berulang
terhadap
pengobatan penyakit kronis yang dideritanya meski terapi sudah optimal, motivasi dan tingkat partisipasi yang rendah, kehilangan minat terhadap aktivitas yang disukai, gangguan tidur, selera makan menurun, perubahan sifat dan perilaku (Dharmono, 2008). Hasil wawancara keempat partisipan menyatakan bahwa dalam menghadapi resiko penderita yang mengalami perubahan sifat dan sikap
keluarga memberikan pengertian, dan dalam
bentuk kesiapan bila nanti penderita sulit mengendalikan adalah dengan menguatkan penderita. Penderita
yang tidak mau menerima kenyataan sebagai
penyandang diabetes sering bertindak seperti diluar biasanya dengan alasan yang sama. Cara mengatasi hal ini adalah dengan mengubah rasa tidak berdaya tersebut menjadi rasa percaya diri (Alwisol,2012) . Perilaku-perilaku tersebut dapat menyebabkan kontrol gula darah dapat memburuk. Kontrol yang memburuk memperparah penyakit diabetes mellitus. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat berkonsekuensi menurunnya motivasi untuk melakukan perawatan kesehatan DM . Peranan keluarga amat penting, pihak keluarga yang penuh pengertian
dan
kooperatif
dengan
pihak
perawatan
dan
116
memberikan dorongan moril penuh kepada penderita, akan banyak membantu dalam penatalaksanaan penderita dengan tipe mekanisme dukungan emosionalnya diharap keluarga bisa menjadi menjadi pusat pengendali dimana dengan memberikan dukungan emosional dapat memberikan parasaan bahwa kita dicintai, menguatkan satu sama lain oleh orang lain sehingga tidak ada merasa rendah iri maupun stress sehingga dukungan tersebut dapat mengembangkan hubungan personal yang relatif (Friedman, Bowden&Jones).
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 1. Persepsi
keluarga
mengenai
Diabetes
Mellitus
didapatkan
tema
pengetahuan keluarga mengenai Definisi, Tanda Gejala dan Riwayat penyakit 2. Komponen empat pilar didapat tema manajemen terapi DM pada lansia penderita diabetes mellitus di desa Pucangan Kartasura masih terkendala pada menerapkan 3J hal ini disebabkan keluarga beranggapan orang sakit masih memerlukan asupan
bahwa
makanan yang enak sehingga
keluarga masih menghidangkan makanan yang seharusnya perlu dibatasi. 3. Dukungan nyata didapat tema upaya keluarga dalam menjaga kesehatan penderita hal tersebut telah diberikan keluarga dalam bentuk bantuan finansial dan material (instrumental support material support) 4. Dukungan pengharapan didapat tema respon psikologi penderita hal ini dikarenakan orientasi subjek memperlihatkan bahwa keluarga berupaya memberi kasih sayang supaya penderita tidak merasakan sendiri dan psikologis penderita tidak mengalami gangguan. 5. Dukungan informasi didapat tema memilih ketepatan informasi dalam hal ini keluarga berusaha mencari informasi yang tepat untuk disampaikan ke anggota keluarganya yang sakit.
117
118
6. Dukungan emosional didapat tema koping penderita DM. Keluarga berusaha memberikan penguatan berupa motivasi spritual sehingga dapat mengembangkan hubungan personal dan pemikiran positif penderita.
6.2 Saran 1. Peran keluarga sangat penting dalam memberi dukungan keluarga, diharapkan bagi keluarga agar memberi dukungan ke keluarganya yang sakit dengan penuh kesabaran dan memberi perhatian yang khusus dengan adanya dukungan sangat membantu, untuk meningkatkan keyakinan akan kemampuan penderita untuk bisa mandiri dalam merawat diri. 2. Institusi Pendidikan Tinggi Keperawatan hendaknya bisa mengembangkan ilmu komunitas keluarga sehingga dalam hal memberi dukungan sosial keluarga, sudah mengetahui hal yang akan dilakukan langsung ke lahan komunitas 3. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat melanjutkan penelitian ini mengenai hubungan perubahan psikis terhadap adanya dukungan keluarga ataupun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita Diabetes Mellitus.
119
4. Bagi Kader lansia hendaknya senantiasa meningkatkan pengetahuan mengenai dukungan keluarga, sehingga kader lansia mampu memberikan motivasi keluarga untuk kesembuhan penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC Almatsier, Sunita.( 2007). Penuntun Diet Penderita DM. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: Ummi Press Bungin, B. (2008). Penelitian Kualitatif: Kominikasi, Ekonomi. Kebijakan Politik dan Ilmu Sosial. Jakarta: Prenada Media Group Chong, D & Almanshur, F. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: AR-Ruzz Media Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Creswell, J.W (2010). Research Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Digiulio, Mary Jackson, Dona & Keogh, Jim. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 1. Yogyakarta: Rapha Publising Effendy, F & Mahmudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika Elmon S, Monika Vendousa & Kreviuk Wagendeght. (2010). Diabetes and kardiovaskular risk adults, Norwege: Assay the ranco bernado study . Fox, C & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta: Niaga Swadaya Friedman, M.M Bowden, V R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Edisi 5. Jakarta: EGC Fuad, A & Nugroho, K.S. (2014). Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman dengan Diabetes Melitus. Jakarta: Agromedia Pustaka
Haida, N. dan Atoilah, M I.(2015).Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM Tipe2 Dengan Rerata Gula Darah.UNAIR:Surabaya:JATIM. Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hensarling, J. (2009). Development and Psychometric Testing of Hensarling’s Diabetes Family Support Scale. Texas: Proquest, UMI Dissertation Publishing Laurentia Mihardja.(2009).Fakor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Perkotaan Indonesia.BPPKes Jakarta Manaf, A.(2013).Insulin:Mekanisme Sekresi dalam Aspek Metabolisme. Dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi IV .Jakarta: FKUI Moleong, J.L (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya Mary, B. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC Maulana, M. (2008). Mengenal Diabetes Melitus: Panduan Praktis Mengenai Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Katahati. Notoatmodjo, S.(2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta .......Perkeni.(2011).Persatuan Endokrin Indonesia. Prasetyani, A.E. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistik. Yogyakarta: Nuha Medika Purnomo, D. (2014). Statistik Sosial & Aplikom. Edisi II. Salatiga: Widya Sari Qurotaeni.(2009).Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Gula Darah di RS.FATMAWATI Jakarta Rachmawati. (2005). Manajemen Diabetes Melitus. Jakarta: Salemba Medika .......Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI Rita Sari.(2013).Hubungan Penyuluhan dan Psikologi Penderita DM di RS.Sanglah:Denpasar Riyadi,S & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu Saifudin.(2010). Dukungan Sosial Pada Penyakit Kronis.Jakarta:Tim Egans
Sarwono, J. (2014). Metodologi Penelitian Kuaantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Saryono & Dwi anggraini, Mekar. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Alfabeta Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Surabaya: Graha Ilmu Shofiyah, S & Kusuma, H (2014). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus (DM) Dalam Penatalaksanaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Semarang. Prosding Konferensi Nasional II PPNI. Jateng Smet, B.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Lingkup sosial.Jakarta:PT.Gramedia
Delamater, A.L. (2006). Improving adherence. Clinical Diabetes. Norwegee Alexandria:Spring Soegondo, S. (2009). Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Bagi Dokter dan Edukator Diabetes: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Pustaka FKUI Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC
dengan
Pendekatan
Sugiyono. (2011).Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta Sugondo, S. (2008). Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes Dan Penatalaksanaan Terpadu, Editor: Sidartawan Sogondo, Pradana Suwondo, Iman Subekti, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Pusat. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Yusra, A. (2011). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis: Universitas Indonesia Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti, T. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.