MODEL PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN BAGI PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS GOWONGAN GENUK KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh HENDRI KURNIAWAN NIM 11107028
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2012
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
SKRIPSI MODEL PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN BAGI PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS GOWONGAN GENUK KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 DISUSUN OLEH: HENDRI KURNIAWAN NIM: 11108091 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 27 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kependidikan Islam (S. Pd. I) Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji
: Abdul Aziz NP, M.M.
Penguji I
: Dra. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si.
Penguji II
: Dra. Hj. Maryatin.
Penguji III
: Drs. Abdul Syukur, M.Si.
Salatiga, 27 September 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP: 19580827 198303 1002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: HENDRI KURNIAWAN
Nim
: 11107028
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat ataupun temua orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 01 September 2012 Yang menyatakan,
HENDRI KURNIAWAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Mengerjakan sesuatu dengan positive thingking akan mendekatkan diri dari ridlo ilahi (Hendri Kurniawan)
¼çm¯RÎ) 4Ç` »sÜ ø‹¤± 9$# ÏN ºuqäÜ äz (#qãèÎ6®Ks? Ÿw ur $Y7Íh‹sÛ Wx »n=ym ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû$£J ÏB (#qè=ä. ⨠$¨Z9$#$yg•ƒr'¯»tƒ ÇÊÏÑÈ îûüÎ7•B Ar߉ tã öN ä3 s9 Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Q.S. Al-Baqarah/2: 168).
PERSEMBAHAN
Hasil karya tulis ini penulis persembahkan : Untuk orangtuaku, para dosenku, saudara-saudaraku, pesantrenku, teman-teman senasib seperjuanganku.
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Model Penanaman Mental Kewirausahaan Pada Pondok Pesantren Al-Ikhlas Gowongan Genuk Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun 2012” ini diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I dan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan teima kasih kepada : 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk belajar di STAIN Salatiga. 2. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan arahan dan izin judul skripsi. 3. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Ketua Bidang Akademik yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan penelitian. 4. Drs. Abdul Syukur, M.Si., selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan pengertian sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 5. Maslikhah, S.Ag., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran dalam membimbing sejak awal masuk di STAIN Salatiga. 6. KH. Muhammad Fatkhan, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang telah memberikan izin penelitian. 7. Segenap pengurus pondok pesantren Al-Ikhlas yang telah membantu dalam pencarian data. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendorong dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan amal semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati penulis menerima saran dan kritik dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Salatiga, 01 September 2012
Penulis
ABSTRAK Kurniawan,
Hendri. 2012. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Gowongan Genuk Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si.
Kata kunci : Model, Pendidikan Kewirausahaan, Pengembangan Kemandirian Santri. Kewirausahaan menjadi jalan keluar yang utama saat mencari pekerjaan di zamannya sekarang sangatlah ketat atau sulit dalam persaingan dunia kerja. Untuk mewujudkan santri mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan aktifitas yang diinginkan bagi pengembangan kemandirian santri dimasa depan maka pendidikan kewirausahaan sangat dibutuhkan. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas?, 2) Faktor apa yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas?, 3) Bagaimana penerapan pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, adapun metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ialah Selalu menjaga nilai-nilai agama, Senang memberi manfaat pada orang lain, selalu bersikap adil dalam berbisnis, selalu inovatif dan kreatif dalam berbisnis, selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain, 2) faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren AlIkhlas ialah, a) faktor pendukung; Lokasi pesantren berada di daerah pedesaan sehingga banyak memiliki lahan, Banyak tersedia SDM, yaitu para santri, ustadz, keluarga besar pesantren, Tersedia waktu yang cukup banyak, karena para santri tinggal di asrama, Adanya tokoh pesantren yang memiliki kharisma dan menjadi panutan masyarakat, Tumbuhnya jiwa dan sikap kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan di kalangan keluarga besar pesantren, Jumlah santri yang cukup banyak serta masyarakat Islam sekitarnya yang biasanya menjadi jamaah ta’lim di pesantren merupakan pasar yang cukup peotensial, dan di dalam lingkungan pondok pesantren terutama para santrinya adalah merupakan potensi konsumen, dan juga potensi produsen, c) faktor penghambat; Memperoleh pendapatan yang tidak pasti setiap bulannya, Harus berani memikul kerugian dan menghadapi
kegagalan, Harus bekerja keras dan cermat, untuk selalu melihat peluang dan mengorganisasikan usahanya sendiri, Memerlukan waktu/jam kerja yang panjang, Ketika baru mulai usaha tingkat kualitas kehidupannya masih rendah harus berhemat sampai usahanya berhasil, Tanggungjawabnya besar, banyak keputusan yang harus diambil dalam menentukan langkah untuk kemajuan usahanya, dan Harus menjalin hubungan kemitraan yang luas dengan berbagai pihak-pihak yang terkait, 3) penerapan pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas adalah sebelum sampai pada penetapan pilihan usaha yang akan dibuka, calon wirausahawan harus melakukan pengamatan, survey dan observasi lapangan, dalam melakukan survey, tidak perlu malu menanyakan seluk beluk usaha bisnis kepada yang telah berpengalaman.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i NOTA PEMBIMBING ................................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..................................................................... iv MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................................... v KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi ABSTRAK ................................................................................................................ viii DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix DAFTAR TABEL DAN BAGAN............................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1 B. Fokus Penelitian .............................................................................................. 10 C. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 10 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 11 E. Penegasan Istilah ............................................................................................. 12 F. Metode Penelitian............................................................................................ 17 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................................. 17 2. Kehadiran Peneliti ..................................................................................... 18 3. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 18 4. Sumber Data .............................................................................................. 19
5. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................... 20 6. Analisis Data ............................................................................................. 21 G. Tahap-tahap penelitian .................................................................................... 22 H. Sistematikan Penulisan ................................................................................... 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................... 25 A. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri............................................................................................................... 25 B. Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Kewirausahaan ..................... 36 C.
Penerapan Model Pendidikan Kewirausahaan ............................................... 53
D.
Gambaran Umum Tentang Pondok Pesantren ................................................ 59
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ...................................... 82 A. Potret Pondok Pesantren Al-Ikhlas .................................................................. 82 B. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri............................................................................................................. 106 C.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ..................................................................................... 113
D.
Penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ....................................... 116
BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS ................................................. 119 A. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri............................................................................................................. 119 B.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ..................................................................................... 125
C.
Penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ....................................... 131
BAB V PENUTUP
............................................................................................... 137
A. Kesimpulan ................................................................................................... 137 B. Saran ............................................................................................................. 139
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 140 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL I
Ustadz dan Ustadzah .............................................................................. 86
TABEL II
Jumlah Seluruh Santri............................................................................. 88
BAGAN I
Struktur Kepengurusan Pondok Putra ..................................................... 91
BAGAN II Struktur Kepengurusan Pondok Putri ...................................................... 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara 2. Deskripsi Wawancara 3. Kewirausahaan Alumni pondok pesantren Al-Ikhlas 4. Kewirausahaan Santri pondok pesantren Al-Ikhlas 5. Foto Dokumentasi 6. Surat Izin Penelitian 7. Surat Keterangan Riset 8. Surat Pembimbing Skripsi 9. Lembar Konsultasi Skripsi 10. Daftar SKK 11. Daftar Riwayat Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewirausahaan merupakan suatu hal yang harus dikerjakan seorang manusia dewasa yang sudah mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain atau keluarganya. Kewirausahaan menjadi jalan keluar yang utama saat mencari pekerjaan di zamannya sekarang khususnya di Jawa sangatlah ketat atau sulit dalam persaingan dunia kerja. Namun seyogyanya kewirausahaan harusnya sudahlah ditanamkan ke peserta didik atau seseorang sejak dini, tidak hanya setelah peserta didik atau seseorang beranjak dewasa atau bahkan setelah dewasa. Jika pendidikan kewirausahaan itu ditanamkan sejak mereka masih kecil tentu akan lebih baik perkembangan kemandirian dan kedewasaan seseorang. Tentu mental-mental pemberani yang akan terbentuk, bukannya mental-mental orang yang takut miskin seperti yang umum orang-orang Indonesia sekarang ini kerjakan yaitu korupsi. Sebagaimana janji Allah dalam surat Al-Baqarah [2]: 22;
z` ÏB ¾ÏmÎ/ yl t÷z r'sù [ä!$tB Ïä!$yJ ¡ 9$# z` ÏB tA t“Rr&ur [ä!$oYÎ/ uä!$yJ ¡ 9$#ur $V© ºtÏù uÚ ö‘F{ $# ãN ä3 s9 Ÿ@ yèy_ “ Ï%©!$# ÇËËÈ šc
qßJ n=÷ès? öN çFRr&ur #YŠ#y‰ Rr& ¬! (#qè=yèøgrB Ÿx sù (öN ä3 ©9 $]%ø—Í‘ ÏN ºtyJ ¨V9$#
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan, sebagai rezeki untukmu”. Ini berkaitan dengan QS. Al-Jumuah (62), 10:
ö/ä3 ¯=yè©9 #ZŽÏWx. ©! $# (#rãä.øŒ$#ur «! $# È@ ôÒ sù ` ÏB (#qäótGö/$#ur ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû(#rãϱ tFR$$sù äo4qn=¢Á 9$# ÏM uŠÅÒ è% #sŒÎ*sù ÇÊÉÈ tb qßs Î=øÿè? “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Jadi setelah mengetahui bahwa Allah telah menyediakan apapun untuk kita maka kitapun berkewajiban untuk berikhtiar mendapatkannya. Rasulullah Saw. Mengajarkan kepada kita bahwa setiap aktivitas kita harus mencerminkan akhlaqul karimah, termasuk dalam melakukan usaha. Beliau mencontohkan untuk bersikap shiddiq ‘jujur’, tabliq ’kooperatif’, fathanah ‘cerdas’, dan amanah (Ghani, 2005 : ix-x). Ghani (2005: 1) dalam bukunya mengatakan “seseorang yang lemah ruhani, hidupnya seperti layang-layang tertiup angin, tidak memiliki tujuan dan hanya bergerak karena angin bertiup”. Hal tersebut bisa berubah dengan mensuritauladani Beliau Rasulullah Saw.
Jadi menimbang ajaran Beliau Rasulullah Saw. Tidak semestinya kita dalam melakukan segala usaha untuk menghasilkan uang untuk kehidupan ini dengan usaha yang tidak baik atau tidak halal dan menyimpang dari tuntunan agama. Hal itu tentu akan membawa dampak yang tidak baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita tentunya. Terlebih dengan janji Allah di atas tentu akan membawa manfaat yang besar sekali kalau kita bisa mengerti lebih mendalam akan hakikat penciptaan alam ini.
!$£J tã (#rãxÿx. tûïÏ%©!$#ur 4‘ wK|¡ •B 9@ y_ r&ur Èd, ys ø9$Î/ žw Î) !$yJ ßgoYøŠt/ $tBur uÚ ö‘F{ $#ur ÏN ºuq»yJ ¡ 9$# $oYø)n=yz $tB ÇÌÈ tb qàÊ Ì÷èãB (#râ‘É‹ Ré& “kami tidak menciptakan langit dan bumi yang ada diantaranya melainkan dengan tujuan yang benar (ada gunanya) dan dengan waktu yang ditentukan (ada akhirnya). Dan orang-orang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka” (QS. Al-Ahqat [46] : 3). Dalam surat ini berkaitan erat dengan QS. Al-Anbiyaa’ [21], 107:
ÇÊÉÐÈ šú
üÏJ n=»yèù=Ïj9 ZptHôq y‘ žw Î) š»oYù=y™ ö‘r& !$tBur
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Jadi ketika ada segolongan umat yang tidak sesuai dengan fitrah Allah, maka sesungguhya hisab Allah sangat pedih dan tidak akan lama.
Kita diciptakan Allah di muka bumi ini tiadalah sia-sia. Jika kita hanya seperti layang-layang yang tidak punya arah tujuan maka kerusakanlah yang akan terjadi di bumi ini. Atau kita akan tersingkirkan karena peradaban zaman. Wirausaha yang berasal dari kata Wira yang berarti mulia, luhur, unggul, gagah berani, utama, teladan, dan pemuka; dan Usaha yang berarti kegiatan dengan mengerahkan segenap tenaga dan pikiran, pekerjaan, daya upaya, ikhtiar, dan kerajinan bekerja. Richard Cantillon adalah orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur diawal abad ke-18. Ia mengatakan bahwa Wirausaha adalah seseorang yang menanggung resiko. Jose Carlos Jarillo-Mossi: Wirausaha adalah seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang yang sesuai dengan situasi dirinya dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai. Artinya, kewirausahaan adalah untuk setiap orang dan setiap orang berpotensi untuk menjadi wirausaha (ekafood.com). Oleh L Y Wiranaga diasumsikan sebagai sosok manusia utama, manusia unggul, dan manusia mulia karena hidupnya begitu berarti bagi dirinya maupun orang lain (wirausahanet.tripod.com). Drucker Wirausaha senantiasa mencari perubahan, menanggapi, dan memanfaatkannya sebagai peluang. Disini entrepreneur dipahami sebagai
pribadi yang mencintai perubahan karena dalam perubahan tersebut peluang selalu ada. Kewirausahaan adalah suatu gejala perilaku yang bersumber dari konsep atau teori, bukan kepribadian yang bersumber dari intuisi. Geoffrey G. Mendith, kewirausahaan merupakan gambaran dari orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan daripadanya, serta mengambil tindakan yang tepat, guna memastikan kesuksesan. Konsep Islam tentang kewirausahaan memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun diantara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh (jiwa) yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda. Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat Al-Quran maupun Hadis yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti; amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, Amalurrajuli Biyadihi (HR. Abu Dawud). Hal tersebut sejalan dengan HR. Bukhari dan Muslim yang mengatakan ‘Al yad al ulya khairun min al yad al sulfa’ Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Dengan bahasa yang sangat simbolik ini nabi mendorong kerja keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain. Atuzzakah (QS. An-Nisa : 77),
ãN ÍköŽn=tã |= ÏGä. $¬Hs>sù no4qx.¢•9$# (#qè?#uäur no4qn=¢Á 9$# (#qßJ ŠÏ%r&ur öN ä3 tƒÏ‰ ÷ƒr& (#þq’ÿä. öN çlm; Ÿ@ ŠÏ% tûïÏ%©!$# ’n<Î) ts? óO s9r& |M ö6tGx. zO Ï9 $oY/u‘ (#qä9$s%ur 4Zpu‹ô± yz £‰ x© r& ÷rr& «! $# Ïpu‹ô± y‚ x. }¨ $¨Z9$# tb öqt± øƒs† öN åk÷]ÏiB ×, ƒÌsù #sŒÎ)ãA $tFÉ)ø9$# 4’s+¨?$# Ç` yJ Ïj9 ׎öyz äotÅz Fy $#ur ×@ ‹Î=s% $u‹÷R‘‰ 9$# ßì »tFtB ö@ è% 35= ƒÌs% 9@ y_ r& #’n<Î) !$oYs?ö¨z r& Iw öqs9 tA $tFÉ)ø9$#$uZøŠn=tã ÇÐÐÈ ¸x ‹ÏGsù tb qßJ n=ôà è? Ÿw ur Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka (orang-orang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang): "Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun (artinya pahala turut berperang tidak akan dikurangi sedikitpun). Bahkan dalam HR. Tabrani dan Baihaqi nabi bersabda, “sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah fardlu.” Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri. Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras,
menurut Wafiduddin, adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (reziko). Dengan kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko (baca; resiko). Dalam sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepreneur mancanegara yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat Islam itu sendiri. Bukanlah Islam adalah agama kaum pedagang, disebarkan ke seluruh dunia setidaknya sampai abad ke -13 M, oleh para pedagang muslim (gata.com). Dalam wirausahanet.tripod.com dipaparkan bahwa dari aktivitas perdagangan yang dilakukan Nabi dan sebagian besar sahabat telah merubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan. Keberadaan Islam di Indonesia juga disebarkan oleh para pedagang. Di samping menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir (gata.com). Quraisy Syihab dalam tafsir al-misbah (2005 : 365) menyebutkan bahwa Umar ibnu khattab mengatakan, “Aku benci salah seorang diantara kalian yang tidak mau bekerja
yang menyangkut urusan dunia”. Hal ini menunjukan betapa mulianya orang yang mau bekerja keras demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dibandingkan dengan mereka yang hanya berpangku tangan dengan orang lain dan tidak mau berusaha untuk mendayagunakan apa yang telah Allah anugerahkan kepadanya. Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi, “Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki”(HR. Ahmad). Dalam hadis Qudsi (Huda, 2009: 16), Allah berfirman: “aku tergantung menurut persangkaan hamba-Ku kepadaku, dan aku berada dalam pihaknya, di mana ia berprasangka positif dengan mengingat-Ku (BukhoriMuslim).” Jadi dengan mengetahui Allah akan membukakan 90% pintu rizkinya dalam berdagang, hal ini akan membuat para pedagang/pengusaha tegar dan terus berjuang. Menurut kesimpulan penulis wirausaha adalah suatu usaha untuk mendayagunakan apa yang dimiliki untuk terwujudnya hasil yang diinginkan. Penulis mempunyai keinginan untuk meneliti di Pondok Pesantren AlIkhlas Gowongan Genuk Ungaran Barat karena penulis melihat sejarah berdirinya pondok berawal dari usaha Warung Sate Sapi Pak Kempleng yang di miliki oleh bapak KH. Muhammad Fatkhan selaku pengasuh pondok pesantren tersebut. yang kini juga berkembang usaha Pemancingan Siweden
Indah di sebelah barat pondok. Dan juga santri di didik untuk berternak kambing dan memasak untuk santri putri. Yang mana para santri putra maupun putri untuk makan sehari dua kali menjadi tanggungan dari pada bapak kyai. Di pondok putra maupun putri pun ada koperasi yang bisa digunakan para santri untuk berlatih berdagang mulai dari buku atau kitab kebutuhan untuk mengaji hingga makanan ringan. Setiap hari bagi santri yang tidak bersekolah mereka disibukan dengan bekerja sesuai dengan apa yang menjadi tanggungjawabnya. Santri yang bersekolah pun jika hari libur harus membantu kegiatan di pondok. Hal ini agar semua santri mempunyai bekal keterampilan setelah lulus atau kala sudah tidak mondok lagi. Di pondok tersebut ada larangan yang tidak memperbolehkan para santri tidur di waktu pagi hari kecuali sakit. Bapak kyai menekankan hal ini agar otak para santri hidup, dan terbiasa untuk beraktivitas dan kelak bisa menjadi santri yang penuh daya kreatifitas. Serta hal yang dinyakini yaitu tidur di waktu pagi menjauhkan dari rezeki dan tidur di waktu sore menjadikan otak tumpul atau bodoh. Berdasarkan pemikiran dan realitas persoalan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian skripsi dengan judul “Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Gowongan Genuk Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun 2012”.
B. Fokus Penelitian Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana
model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan
kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ? 2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ? 3. Bagaimana
penerapan
model
pendidikan
kewirausahaan
bagi
pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ? C. Tujuan Penelitian Agar dapat memberikan gambaran kongkret serta arah yang jelas dalam penelitian ini, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. 2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. 3. Untuk mengetahui penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas.
D. Kegunaan Penelitian Manfaat hasil penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu: a. Secara teoritik, sebagai berikut; 1. Memberikan
sumbangan
pemikiran
mengenai
pentingnya
kewirausahaan. 2. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai model pendidikan kewirausahaan
bagi
pengembangan
kemandirian
santri
yang
dilaksanakan di pondok pesantren Al-Ikhlas. 3. Penambah kepustakaan yang telah ada diperpustakaan STAIN Salatiga khususnya dan dunia luas umumnya. b. Secara praktik, ialah sebagai berikut; 1. Memicu masyarakat luas untuk berwirausaha sehingga makin mengikisnya pengangguran yang ada di Indonesia. 2. Pendorong mahasiswa khususnya untuk berwirausaha dan tidak hanya mengandalkan jadi pegawai negeri sebagai arahan utama mereka lulus. 3. Pengusaha islami di Indonesia akan semakin bertambah dan lebih inovatif.
E. Penegasan Istilah 1. Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan ialah “1. perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik, 2. pengetahuan tentang mendidik (memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran)” (Poerwadarminta, 2006: 291). Pendidikan adalah kb. “Proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan” (Fajri dan Ratu, 2005: 254). Istilah Pendidikan, dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbing berkelanjutan (to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008: 77). Terminologi pendidikan merupakan terjemahan dari istilah Pedagogi. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani Kuna Paidos dan agoo. Paidos artinya ‘budak’ dan agoo artinya ‘membimbing’. Akhirnya, pedagogie diartikan sebagai ‘budak yang mengantarkan anak majikan untuk belajar’. Dalam perkembangannya, pedagogie dimaksudkan sebagai ‘ilmu mendidik’. Dalam khazanah teorisasi pendidikan, ada yang membedakan secara tegas antara pendidikan dan pengajaran. Pembedaan tersebut umumnya didasarkan karena hasil akhir yang dicapai serta
cakupan rambahan yang dibidik oleh kegiatan tersebut. Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut mencakup hasil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus kepribadian, sedangkan pengajaran membatasi kegiatan pada transfer of knowledge yang kawasannya tidak membentuk kepribadian (Jumali dkk, 2008: 18). Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah dari sudut pandang etimologi (ilmu akar kata) berasal dari tiga kelompok kata, pertama, raba, yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Kedua, rabiya, yarba yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut, menjaga, dan memelihara. Pendidikan harus dipahami sebagai suatu proses. Proses yang sedang mengalami pembaruan/perubahan ke arah yang lebih baik (Muliawan, 2005: 99). Tilar menekankan pendidikan lebih condong ke arah pembudayaan dengan argumentasi bahwa pendidikan sesungguhnya proses mengantar peserta didik sebagai warga masyarakat yang harus beridentitas dan diterima dalam masyarakat (Jumali dkk, 2008: 20). Menurut M.J Langeveld (Jumali dkk, 2008: 20), pendidikan adalah kegiatan membina anak manusia menuju pada kedewasaan dan mandiri. Dari definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pelatihan yang dilakukan secara terus menerus yang mampu mendewasakan dan merubah kepribadian selain juga bertambahnya ilmu pengetahuan sehingga seseorang tersebut mandiri.
Kewirausahaan adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu (Wikipedia.com). Pengertian kewirausahaan menurut Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1995 (Basrowi, 2011: 2): Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. John J. Kao mendefinisikan berkewirausahaan adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui keterampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi manusia, uang, dan bahan-bahan baku atau sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya terlaksana dengan baik (Basrowi, 2011: 1). Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan
seorang diri atau berkelompok. Peter F. Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya (Kasmir, 2010: 16-18). Dari definisi kewirausahaan di atas dapat disimpulkan bahwa, kewirausahaan adalah suatu keberanian seseorang atau kelompok untuk hidup mandiri dengan memunculkan suatu usaha baru ataupun mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik. Dengan demikian pendidikan kewirausahaan adalah Proses pelatihan usaha baru atau mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik guna mendewasakan seseorang atau kelompok agar berkepribadian pemberani selain bertambahnya ilmu pengetahuan sehingga seseorang atau kelompok tersebut mampu untuk hidup mandiri.
2. pondok pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta
di
India
dan
Pakistan
yang
disebut
madrasah
Islamiah
(Wikipedia.com). Pondok secara etimologis berarti bangunan untuk sementara; rumah; bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia dan; madrasah dan asrama (tempat mengaji atau belajar agama Islam) (Mughits, 2008: 119-120). Adapun term pesantren secara etimologis berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat santri; asrama tempat santri belajar agama; atau pondok. Sedangkan terminologi santri sendiri, menurut Zamakhsyari Dhofier, berasal dari ikatan kata sant (manusia baik) dan kata tri (suka menolong) sehingga santri berarti manusia baik yang suka menolong dan bekerja sama secara kolektif (Mughits, 2008: 120). Dari Departemen Agama: pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya kegiatan tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandongan dan sorogan) di mana seorang Kyai mengajar para santrinya berdasarkan kitabkitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di dalam pondok atau asrama pesantren tersebut (Mughits, 2008: 122-123).
Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pondok pesantren adalah asrama tempat santri memperdalam ilmu agamanya dengan bimbingan dan arahan dari bapak kyai. 3. Kesimpulan
Penulis,
Model
Pendidikan
Kewirausahaan
bagi
Pengembangan Kemandirian Santri di Pondok Pesantren ialah proses model pelatihan usaha baru atau mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik guna mendewasakan santri agar berkepribadian pemberani selain bertambahnya ilmu pengetahuan agama sehingga santri tersebut mampu untuk hidup mandiri dengan arahan dan bimbingan dari bapak Kyai. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam Margono adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya (2005: 36). Sedangkan penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2009 : 3).
Penelitian kualitatif bersifat generating theory bukan hipotesis testing. Sehingga teori yang dihasilkan bukan teori subtantif dan teoriteori yang diangkat dari dasar. Dalam penelitian kualitatif ini penulis hanya mencari gambaran dan data yang bersifat deskriptif tentang model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan datadata di lapangan. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian namun berfungsi sebagai instrumen pendukung, oleh karena itu kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainya di sini mutlak diperlukan. 3. Lokasi Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Jl. Diponegoro, Gg Cempaka I Gowongan Genuk Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Adapun waktu penelitian dilaksanakan hari Senin tanggal 05 Maret 2012 sampai Senin tanggal 13 Agustus 2012.
4. Sumber Data Ada dua sumber data yang digunakan oleh peneliti yaitu : a. Data Primer Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti mengunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang model pendidikan kewirausahaan bagi kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Gowongan Genuk Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun 2012. Adapun sumber data langsung penulis dapatkan dari santri putra dan putri, pengurus santri putra dan putri, para alumni, Ustadz dan Ustadzah, dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlas Tahun 2012. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang berkaitan dengan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. Data ini dapat dari buku, publikasi dari berbagai organisasi, hasil-hasil studi, hasil survei, studi historis dan sebagainya. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara
Metode wawancara dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan tanya-jawab yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Hadi, 2006:193). Adapun nara sumbernya adalah Ustadz, Ustadzah, Pengurus pondok putra dan putri, dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ikhlas, teknik ini penulis gunakan untuk mencari data tentang model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Tahun 2012. b. Observasi Metode observasi sebagai tekhnik, dimaksudkan sebagai pengambilan data dengan cara melalui pemungutan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 2006:136).
Adapun pada teknik ini penulis gunakan untuk
melengkapi data tentang model pendidikan kewirausahaan bagi kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Tahun 2012. c. Dokumentasi Yaitu suatu penelitian yang ditujukan pada penguraian teknik ini penulis gunakan untuk memuat dan penjelasan apa yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumen (Surahmat, 2008:132). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang : 1) Jumlah Santri pondok pesantren Al-Ikhlas. 2) Gambaran umum tentang pondok pesantren Al-Ikhlas. 3) Struktur kepengurusan pondok pesantren Al-Ikhlas.
4) Dan lain-lain yang berguna dalam penelitian. 6.
Analisis Data Miler dan Hubermen dalam Emzir (2011:129) menggambarkan bahwa analisis data kualitatif model alir akan melalui 3 alur, meliputi; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sebagaimana yang dikemukakan Miles dan Hubermen berkaitan dengan gambaran yang berkaitan dengan gambaran mengenai analisis kualitatif model alir, penelitian yang penulis lakukan ini juga menerapkan analisis data kualitatif model alir. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan tranformasi data yang muncul dari data-data tertulis di lapangan. Gambaran dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Masa pengumpulan data ------------------------------------------------------------REDUKSI DATA Antisipasi
Selama
Pasca
PENYAJIAN DATA Selama
Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI Selama
Pasca
Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data: Model Alir
Penyajian data yang dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap informasi yang terkumpul yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap, melalui kesimpulan-kesimpulan sementara untuk menuju kesimpulan akhir yang memiliki kepercayaan tinggi setelah data mencukupi untuk penarikan kesimpulan. G. Tahap-tahap Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis melalui empat tahap sebagai berikut: 1.
Tahap Sebelum ke Lapangan Penulis menentukan fokus penelitian yang akan menjadi pokok pembahasan, selain itu penulis melakukan konsultasi kepada pembimbing dalam penyusunan proposal penelitian, dilanjutkan penyelesaian perizinan lokasi penelitian.
2.
Tahap Pekerjaan Lapangan Penulis melakukan pengumpulan bahan yang berkaitan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi penelitian. Pada tahap ini penulis memulai terjun ke lapangan tempat penelitian tersebut di lakukan.
3.
Tahap Analisis Data
Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi, dokumentasi dan wawancara dengan pengurus pondok, santri pondok, alumni pondok, Ustadz/Ustadzah, dan Pengasuh pondok pesantren. Tahap Penulisan Laporan, meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pada pemberian makna. Selain itu peneliti melakukan konsultasi kepada pembimbing guna penyusunan laporan selengkapnya. H. Sistematika Penulisan Dalam rangka untuk mempermudah para pembaca dalam mengikuti uraian penyajian data skripsi ini, adapun wujud dari sistematika yang dimaksud adalah Bab I
: Pendahuluan Dalam bab ini penulis sajikan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.
Bab II
: Kajian pustaka Dalam bab ini penulisan skripsi meliputi tentang pengertian pendidikan kewirausahaan, faktor-faktor penghambat dan pendukung pendidikan kewirausahaan, penerapan model pendidikan kewirausahaan, dan gambaran umum tentang pondok pesantren.
Bab III : Paparan data dan temuan penelitian Dalam bab ini berisikan gambaran umum pondok pesantren AlIkhlas Gowongan Ungaran Barat yang terdiri dari sejarah berdirinya, fasilitas pendidikan yang tersedia, visi dan misi, keadaan santri, ustadz/ustadzah, dan struktur organisasi di pondok pesantren Al-Ikhlas Gowongan Ungaran Barat. Model pendidikan kewirausahaan, faktor pendukung dan penghambat, dan penerapan model pendidikan kewirausaha. Bab IV : Pembahasan Analisis data pada bab ini berisi tentang kesimpulan model pendidikan kewirausahaan, faktor pendukung dan penghambat, dan penerapan model pendidikan kewirausahaan di pondok pesantren Al-Ikhlas Gowongan Ungaran Barat. Bab V
: Penutup Berisi kesimpulan, saran dan penutup.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pendidikan Kewirausahaan Istilah Pendidikan, dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbing berkelanjutan (to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008: 77). Arti luas, pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas, dan matang (Suhartono, 2008: 79-80). Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan belajar seperti itu dilaksanakan di dalam Lembaga Pendidikan Sekolah (Suhartono, 2008: 84).
Pendidikan ialah “1. perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik, 2. pengetahuan tentang mendidik (memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran)” (Poerwadarminta, 2006: 291). Pendidikan adalah kb. “Proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan” (Fajri dan Ratu, 2005: 254). Istilah Pendidikan, dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbing berkelanjutan (to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008: 77). Terminologi pendidikan merupakan terjemahan dari istilah Pedagogi. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani Kuna Paidos dan agoo. Paidos artinya ‘budak’ dan agoo artinya ‘membimbing’. Akhirnya, pedagogie diartikan sebagai ‘budak yang mengantarkan anak majikan untuk belajar’. Dalam perkembangannya, pedagogie dimaksudkan sebagai ‘ilmu mendidik’. Dalam khazanah teorisasi pendidikan, ada yang membedakan secara tegas anatara pendidikan dan pengajaran. Pembedaan tersebut umumnya didasarkan karena hasil akhir yang dicapai serta cakupan rambahan yang dibidik oleh kegiatan tersebut. Dinamakan pendidikan apabila dalam kegiatan tersebut mencakup hasil yang rambahannya (dimensi) pengetahuan sekaligus kepribadian,
sedangkan pengajaran membatasi kegiatan pada transfer of knowledge yang kawasannya tidak membentuk kepribadian (Jumali dkk, 2008: 18). Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah dari sudut pandang etimologi (ilmu akar kata) berasal dari tiga kelompok kata, pertama, raba, yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Kedua, rabiya, yarba yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut, menjaga, dan memelihara. Pendidikan harus dipahami sebagai suatu proses. Proses yang sedang mengalami pembaruan/perubahan ke arah yang lebih baik (Muliawan, 2005: 99). Tilar menekankan pendidikan lebih condong ke arah pembudayaan dengan argumentasi bahwa pendidikan sesungguhnya proses mengantar peserta didik sebagai warga masyarakat yang harus beridentitas dan diterima dalam masyarakat (Jumali dkk, 2008: 20). Menurut M.J Langeveld (Jumali dkk, 2008: 20), pendidikan adalah kegiatan membina anak manusia menuju pada kedewasaan dan mandiri. Pendidikan (Jumali dkk, 2008: 20-21) adalah proses pembudayaan, proses kultural atau proses kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan potensi manusia guna mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada taraf human (menurut sebagian besar tokoh humanis). Menurut Ernest Hemingway (Jumali dkk, 2008: 21), pendidikan kegiatan yang harus berfungsi sebagai a built in shockproof crap detector, yaitu alat pendeteksi kebodohan dan keadaan yang kedap kejut atau tahan
bantingan dan tetap. David Reisman (Jumali dkk, 2008: 21), pendidikan adalah kegiatan yang harus berujud lembaga yang mampu counter cyclical, yaitu sekolah harus lebih banyak mengajukan dan menanamkan nilai dan norma-norma yang tidak bnyak dikemukakan oleh kebanyakan lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat. Sekolah harus bertindak sebagai agent of change dan creative. Pendidikan adalah suatu komplek perbuatan yang sistematis untuk membimbing anak menuju pada pencapaian tujuan pendidikan (Jumali dkk, 2008: 21). Pendidikan adalah seni mengajar karena dengan mengajarkan ilmu, keterampilan dan pengalaman tertentu, orang akan melakukan perbuatan kreatif. Mendidik tidak semata-mata teknis, metodis, dan mekanis mengoperkan skill kepada anak tetapi merupakan kegiatan yang berdimensi tinggi dan berunsur seni yang bernuansa dedikasi, emosional, kasih sayang dalam upaya membangun dan membentuk kepribadian. Dinamakan seni karena kegiatan pendidikan dilandasi oleh rasa kemanusiaan, simpati, dan kecintaan. Dari definisi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses pelatihan yang dilakukan secara terus menerus yang mampu mendewasakan dan merubah kepribadian selain juga bertambahnya ilmu pengetahuan sehingga seseorang tersebut mandiri.
Sedangkan Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu, ini baru dari segi etimologi (asal-usul kata). Istilah entrepreneur berasal dari perkataan bahasa Perancis dan secara harfiah berarti perantara (bahasa Inggris: between-taker atau go-between). Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 para entrepreneur seringkali tidak dibedakan dengan kelompok manajer dan kelompok pengusaha terutama dipandang dari sudut perspektif ekonomi (Winardi, 2008: 2). Dalam lampiran keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: a. Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan. b. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
John J. Kao mendefinisikan berkewirausahaan adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui ketrampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi manusia, uang, dan bahan-bahan baku atau sumber daya lain yang diperlukan untuk menghasilkan proyek supaya terlaksana dengan baik (Basrowi, 2011: 1). Menurut Robert D. Hisrich, berkewirausahaan adalah proses dinamis atas penciptaan tambahan kekayaan. Kekayaan diciptakan oleh individu yang berani mengambil risiko utama dengan syarat-syarat kewajaran, waktu dan atau komitmen karier atau penyediaan nilai untuk berbagai barang dan jasa. Produk dan jasa tersebut tidak atau mungkin baru atau unik, tetapi nilai tersebut bagaimanapun juga harus dipompa oleh usahawan dengan penerimaan dan penempatan kebutuhan keterampilan dan sumber-sumber daya (Basrowi, 2011: 1-2). Pendapat Robert D. Hisrich (Basrowi, 2011: 2) lebih lengkap dengan didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan dari ekonom, psikolog, dan pebisnis, di antaranya: a. Pendekatan ekonom, entrepreneur adalah orang yang membawa sumber-sumber daya, tenaga, material, dan aset-aset lain ke dalam kombinasi yang membuat nilainya lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan juga seseorang yang memperkenalkan perubahan, inovasi/pembaharuan, dan suatu order/tatanan atau tata dunia baru.
b. Pendekatan psikolog, entrepreneur adalah betul-betul seorang yang digerakan secara khas oleh kekuatan tertentu kegiatan untuk menghasilkan atau mencapai sesuatu, pada percobaan, pada penyempurnaan, atau mungkin pada wewenang mencari jalan keluar yang lain. c. Pendekatan seorang pebisnis, entrepreneur adalah seorang pebisnis yang muncul sebagai ancaman, pesaing yang agresif, sebaliknya pada pebisnis
lain
sesama entrepreneur
mungkin sebagai
sekutu/mitra, sebuah sumber penawaran, seorang pelanggan, atau seorang yang menciptakan kekayaan sumber-sumber daya, mengurangi pemborosan, dan menghasilkan lapangan pekerjaan baru
bagi
orang
lain
yang
dengan
senang
hati
untuk
menjalankannya. Cantillon adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah entrepreneur,
kemudian
dilanjutkan
oleh
seorang
pakar
ekonomi
berkebangsaan Perancis (J.B. Say tahun 1800), ia mengumpamakan entrepreneur adalah seorang pengusaha yang dapat mengolah/mengubah faktor produksi dari kurang bermanfaat menjadi barang-barang yang lebih bermanfaat. Pengertian kewirausahaan menurut Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1995 (Basrowi, 2011: 2): Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara
kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri atau berkelompok. Seorang wirausahawan dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal biasa karena memegang prinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko kerugian yang bakal dihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan. Inilah yang disebut dengan jiwa wirausaha. Jiwa kewirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Hendaknya minat tersebut diikuti dengan perencanaan dan perhitungan yang matang. Misalnya, dalam hal memilih atau menyeleksi bidang usaha yang akan dijalankan sesuai dengan prospek dan kemampuan pengusaha. Pemilihan bidang usaha seharusnya disertai dengan berbagai pertimbangan, seperti minat, modal, kemampuan, dan pengalaman
sebelumnya. Jika belum memiliki pengalaman sebelumnya, seseorang dapat menimba pengalaman dari orang lain. Pertimbangan lainnya adalah seberapa lama jangka waktu perolehan keuntungan yang diharapkan. Peter F. Drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain. Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Sementara itu, zimmerer mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas. Artinya, untuk menciptakan sesuatu diperlukan suatu kreativitas dan jiwa inovator yang tinggi. Seseorang yang memiliki kreatifitas dan jiwa inovator tentu berfikir untuk mencari atau menciptakan peluang yang baru agar lebih baik dari sebelumnya. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Kreatifitas dan inovasi tersebut pada akhirnya mampu memberikan kontribusi bagi masyarakat banyak (Kasmir, 2010: 16-18).
Menurut mereformasi
Schumpeter, atau
seorang
merevolusionisasi
entrepreneur pola
berupaya
produksi
dengan
untuk: jalan
mengeksploitasi atau merevolusionisasi pola produksi dengan jalan mengeksploitasi (menerapkan) sebuah penemuan baru (invention) atau secara lebih umum, sebuah penemuan baru (invention) atau secara lebih umum, sebuah kemungkinan teknikal yang belum pernah dicoba, guna menghasilkan sebuah komoditi baru, hal tersebut dilaksanakan melalui pemanfaatan sebuah sumber baru suplai bahan-bahan, atau sebuah jalur pemasaran baru (a new outlet) untuk produk-produk yang dihasilkan. Etrepreneurship menurut rumusnya, pada intinya terdiri dari rangkaian tindakan yang biasanya tidak dilakukan dalam hal melaksanakan tindakantindakan bisnis rutin (Winardi, 2008: 22). Menurut Ronstad, entrepreneurship merupakan sebuah proses dinamik di mana orang menciptakan kekayaan inkremental. Kekayaan tersebut diciptakan oleh individu-individu yang menanggung risiko utama, dalam wujud risiko modal, waktu dan atau komitmen karier dalam hal menyediakan nilai untuk produk atau jasa tertentu. Produk atau jasa tersebut mungkin tidak baru, atau bersifat unik, tetapi tetap nilai harus diciptakan oleh sang entrepreneur melalui upaya mencapai dan mengalokasi ketrampilan-ketrampilan serta sumber-sumber daya yang diperlukan (Winardi, 2008: 23). Di Indonesia istilah wirausaha mulia diperkenalkan sekitar tahun tujuh puluhan oleh Dr. Sumahamijaya dalam bukunya yang berjudul Membina
Sikap Mental Wiraswasta. Pada awalnya di Indonesia dikenal wiraswasta, kemudian berkembang sesuai dengan kemajuan pembangunan maka istilah wiraswasta berubah menjadi wirausaha. Entrepreneur berarti orang yang memulai (the orginator) sesuatu usaha bisnis baru. Atau seorang manajer (digaris bawahi: kami), yang berupaya memperbaiki sebuah unit keorganisasian melalui serangkaian perubahan-perubahan produktif. Rumusan yang dikemukakan oleh Stoner dan Edward Freeman dalam buku mereka yang berjudul management menjelaskan kepada kita bahwa seorang manajer dapat pula kita namakan seorang entrepreneur, apabila ia sanggup melaksanakan perubahan-perubahan yang bersifat inovatif dalam proses produksi yang dimanaje olehnya (Winardi, 2008: 71). Untuk memberikan pengertian wirausaha hingga kini para ahli ekonomi masih dipengaruhi oleh pendapatnya masing-masing dalam arti belum ada kata sepakat (baku) yang dijadikan sebagai pegangan. Istilah wirausaha sebenarnya berasal dari bahasa Inggris yaitu Entrepreneur, yang diartikan dengan melaksanakan/menjalankan/mengejar peluang. Dalam kamus bahasa Indonesia, wirausaha diartikan sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Dari definisi kewirausahaan di atas dapat disimpulkan bahwa, kewirausahaan adalah suatu keberanian seseorang atau kelompok untuk
hidup
mandiri
dengan
memunculkan
suatu
usaha
baru
ataupun
mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik. Dengan demikian pendidikan kewirausahaan adalah Proses pelatihan usaha baru atau mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik guna mendewasakan seseorang atau kelompok agar berkepribadian pemberani selain bertambahnya ilmu pengetahuan sehingga seseorang atau kelompok tersebut mampu untuk hidup mandiri. B. Faktor-faktor penghambat dan pendukung pendidikan kewirausahaan 1. Faktor Penghambat Menurut Huda (2009: 46), banyak orang ingin sukses, tapi enggan belajar tentang bagaimana proses menjalaninya. Kata kunci belajar sukses adalah bukan sekedar membaca motivasi dan kisah sukses, tetapi harus berani melangkah, bahkan harus berani merubah mitos dan melawan belenggu tadisi yang sudah mapan. Menawat (2007: xii) dalam bukunya Profit Maping mengatakan, “it's not the strongest who survive, nor the most intelligent, but the ones most responsive to change.” bukan yang terkuat yang bertahan hidup, maupun yang paling cerdas, tapi yang paling responsif untuk mengubah. Berani memulai usaha dengan langkah pertama, berani memulai bekerja (take action) sebagaimana para leader sukses juga melakukannya. Betapa banyak orang yang kagum dengan sukses Ciputra, tetapi enggan mencoba melangkah bagaimana menjadi entrepreneurship sejak usia muda. Betapa banyak orang yang kagum dengan kesuksesan Dahlan Iskan, tetapi
enggan kerja keras dan cerdas sebagai seorang entrepreneur. Kagum dengan Bill Gates, tapi serba ragu dan tak kunjung berani mengambil keputusan tentang potensi dan rencana karier masa depannya. Tak sedikit yang kagum dengan kehebatan Thomas Alfa Edyson, tapi mudah menyerah dan enggan meneladani bagaimana Edison ribuan kali gagal melakukan penelitian. Dan pada penelitian hampir yang ke-2000 dia baru berhasil membuat bola lampu pijar (Huda, 2009: 46-47). Calvin Coolidge, Presiden Amerika (Huda, 2009: 48) mengatakan, apapun yang ada di dunia ini tak bisa menggantikan kekuatan tekad dan ketekunan. Bakat tak bisa menggantikannya, buktinya banyak orang yang berbakat tapi gagal. Genius juga tak bisa, sebab genius yang tidak tekun mendapatkan penghargaan hanya dalam pepatah. Pendidikan juga tak bisa, dunia ini penuh dengan gelandangan terpelajar. Percayalah, ketekunan dan kebulatan tekad akan menentukan segalanya. Menurut Jansen H. Sinamo (Chasan, 2007:124-126), ada tujuh mentalitas yang harus dimiliki seorang profesional: Pertama, Mentalitas Mutu, yakni standar kerjanya yang tinggi yang diorientasikan pada ideal kesempurnaan mutu. Kedua, Mentalitas Altruistik, seorang profesional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia untuk berbuat baik, yakni, berguna bagi masyarakat, karena itu setiap tindakannya bernilai ibadah. Ketiga, Mentalitas Melayani, seorang profesional memiliki sikap melayani secara tulus dan rendah hati kepada pelanggannya dan nilai utama profesinya. Keempat, Mentalitas Pembelajar, kompetensi yang tinggi tidak
mungkin dicapai tanpa disiplin belajar yang tinggi dan berkesinambungan. Dan karena tuntutan masyarakat semakin tinggi, tak pelak lagi belajar dan berlatih seumur hidup harus menjadi budaya kaum profesional. Tanpa itu maka sajian nilai sang pekerja profesional. Tanpa itu maka sajian nilai sang pekerja profesional semakin lama akan semakin tidak relevan, bahkan tidak bersentuhan dengan realitas sekitarnya. Kelima, Mentalitas Pengabdian, seorang profesional memilih dengan sadar satu bidang kerja yang ditekuninya sebagai profesi. Semakin ia menekuni profesinya semakin tumbuh rasa cinta. Dan bila hatinya sudah mantab betul, maka ia memutuskan untuk hanya menekuni bidang itu saja sampai tuntas dan menyatu-padu dalam sebuah ikatan cinta yang kekal. Demikianlah seorang profesional sejati adalah terjalinnya dedikasi penuh cinta dengan profesi yang dipilihnya. Keenam, Mentalitas Kreatif, seorang profesional memilih kreativitas kerja yang lahir dari penghayatannya yang artistik atas bidang profesinya. Ketujuh, Mentalitas Etis, seorang profesional pasti terlibat dalam wacana moral yang digelutinya. Misalnya profesi hukum menggeluti moralitas di seputar keadilan. Profesi kedokteran menggeluti moralitas kehidupan. Profesi bisnis menggeluti moralitas keuntungan, begitu seterusnya dengan profesi lain. Maka seorang profesional sejati tidak akan mengkhianati etika dan moralitas profesinya, demi uang atau kekuasaan misalnya, pengkhianatan disebut juga sebagai pelacur profesionalisme yakni ketidaksetiaan pada moralitas dasar kaum profesional.
Dalam bukunya Muhammad Noer, hypnoteaching for succes learning dikatakan mental blok atau kata-kata negatif yang bersarang dalam pikiran bawah sadar sangat membahayakan keberadaan seseorang yang terjangkiti. Mental blok adalah penghambat kemajuan, penyebab kemunduran, sumber kegagalan, dan awal dari citra negatif diri. Orang yang terkena mental blok tebal, niscaya susah untuk menggapai kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Para pelajar yang pikirannya terserang mental blok akan menjadi pelajar yang pasif, pesimistis, berpandangan negatif terhadap diri sendiri dan dunia luar, paradigma pola pikir dan pola tindakan tertutup rapat, susah maju dan berkembang, sebelum mental blok yang ada padanya dihapus. Mental blok yang bersemayam dalam diri akan bekerja secara spontan dan tiba-tiba. Tanpa disuruh, dia akan bekerja sendiri (Noer, 2010: 85). Sebagaimana menurut Christopher Reeve, so many of our dreams at first seem impossible, then they seem improbable, and then, when we summon the will, they soon become inevitable (Harkins, 2005: 187). Begitu banyak impian kita pada awalnya tampak mustahil, maka mereka tampak mustahil, dan kemudian, ketika kita memanggil kehendak, mereka segera menjadi tak terelakkan. Mindset mental yang salah inilah yang menjadi penyumbang terbesar kegagalan selama ini. Merasa tidak mungkin, mustahil, dan tidak percaya diri untuk mencapai misi atau mimpi-mimpinya sendiri (mission impossible).
Pikiran
manusia terbagi menjadi dua
(consciousness)
dan
bawah
sadar
bagian;
bagian sadar
(sub-consciousness).
Sayangnya,
kebanyakan manusia dominan memanfaatkan pikiran sadarnya, padahal ranah ini hanya memiliki kekuatan 12 persen dari total kekuatan pikiran. Pikiran sadar inilah yang sering diidentikan dengan otak, sedangkan 88 persen lainnya merupakan kekuatan bawah sadar, yang secara umum muncul dalam suara ‘hati’nya. Alam bawah sadar ini yang perlu ‘diformat ulang’ dan diisi dengan sikap mental yang positif, agar menggerakan siapa pun untuk lebih powerful melakukan yang terbaik, bagi Tuhannya, keluarganya, dan lingkungan kerjanya (Huda,2009: 4-5). Ronda Byrne memberikan pesan mulia pada anda. Ingatlah bahwa anda adalah magnet yang menarik segala sesuatu kepada anda. Ketika apa yang anda inginkan sudah diperjelas dalam benak anda, sebenarnya anda telah menjadi sebuah magnet yang menarik segala sesuatu kepada anda. Dan sebaliknya, segalanya yang anda inginkan akan tertarik ke arah magnet, yaitu diri anda sendiri. Cobalah anda mempraktikan dan lihatlah hukum tarik-menarik bekerja mendatangkan segala sesuatu yang anda inginkan dengan kekuatan kepercayaan, kekuatan iman, keyakinan dan pengetahuan (Noer, 2010: 127). Yogi Berra mengatakan, “you have got to be careful if you don't know where you are going, because you might not get there” (Menawat, 2007: xii). Kau harus berhati-hati jika Anda tidak tahu di mana Anda akan pergi, karena Anda tidak mungkin sampai di sana.
Hukum mental mempunyai karakteristik yang sama eksaknya, sama pastinya, dan sama objektifnya dengan hukum alam yang dikenal selama ini (Huda, 2009: 11). Khasanah pengetahuan tentang hukum mental ini dan bagaimana mengeksplorasi kekuatan sikap mental positif itu belakangan memenuhi literatur-literatur tentang motivasi dan pemberdayaan yang banyak bermunculan. Misalnya tulisan Brian Tracy, Rhonda Byrne, Steve Chandler, Bobbi de Porter, James Arthur Ray, Rhenald Kasali, AA Gym, Erbe Sentanu, Reza M. Syarief, Ippho Santoso dan lain-lain yang sarat dengan pesan-pesan mental yang scientific dan positif (Huda, 2009: 13). Pertama, The Law of Attraction (Hukum Tarik-Menarik), (Huda, 2009: 15). Hukum ini mengatakan bahwa anda adalah sebuah magnet hidup dan karena-nya anda menarik orang-orang dan keadaan-keadaan yang selaras dengan pikiran dan pemikiran dominan anda, terutama yang memiliki keterlibatan emosional yang mendalam, ke dalam hidup anda. Dalam hadis Qudsi, Allah berfirman: “aku tergantung menurut persangkaan hamba-Ku kepadaku, dan aku berada dalam pihaknya, dimana ia berprasangka positif dengan mengingat-Ku” (Bukhori-Muslim). Kedua, the law of harvest (hukum tabur tuai), (Huda, 2009: 21). Barang siapa menabur pasti menuai, dan barang siapa menanam pasti akan mengetam, seperti kalam arabi, “man yazra’ yahsud”.
Menurut Muhammad Iqbal filosof muslim (Huda, 2009: 17), Kehidupan alam semesta berasal dari kekuatan pribadi (mental-batin). Berdasar kekuatan itulah kehidupan dinilai. Ketiga, the law of mirror (hukum persesuaian), (Huda, 2009: 25). Dunia ini adalah cermin raksasa, mencerminkan kembali siapa diri anda. Jika anda penuh kasih sayang, jika anda ramah, jika anda suka menolong, maka dunia akan sayang, ramah dan suka menolong anda. Berbahagialah orang yang sibuk introspeksi, bercermin mencari kekurangan sendiri, sehingga tidak ada waktu lagi untuk mencari-cari kesalahan orang lain. “Alkisu man dana nafsah” (Imam Ali, Nahjul Balaghah), (Huda, 2009: 27). Keempat, the law of loupe (hukum fokus), (Huda, 2009: 29). Sinar matahari hanya menyinari bumi, tetapi kalau dilewatkan lensa cembung atau dipantulkan pada cermin cekung akan mampu membakar kertas. Karena arah sinar yang semula memancar sejajar, dibelokan dan diarahkan oleh lensa atau cermin tadi menyatu kesatu titik pusat, maka kekuatan sinar tersebut menjadi luar biasa, mampu membakar apa saja. Dengan satu titik fokus, akan menghasilkan energi yang besar. Hukum Loupe (Huda, 2009: 29) sangatlah patuh. Ketika anda memikirkan hal-hal yang anda inginkan dan memfokuskan niat padanya, maka hukum mental akan memberikan persis seperti apa yang anda inginkan setiap saat. Kelima, the law of believe (hukum keyakinan), (Huda, 2009: 33). Tidak ada yang tidak realistis, jika anda yakin dan percaya bisa
melakukannya. Karena tidak ada yang mustahil bagi Allah Tuhan Yang Mahabisa. Allah tidak mendengar doa orang-orang yang hatinya ragu dan mendua (al-Hadits). Doa hakekatnya buka memberi tahu Tuhan, karena Tuhan Mahatahu apa yang anda mau. Tapi masalahnya terletak pada ‘apakah anda benar-benar tahu apa yang anda mau?’ (Huda, 2009: 34). Oprah Winfrey (Huda, 2009: 34) mengatakan, manusia dibimbing oleh kekuatan yang lebih tinggi berupa perasaan ketimbang pikiran. Dan ketika anda memahami kekuatan perasaan itu, anda tahu pasti bahwa kekuatan itu datang dari Tuhan. Keenam, the law of expectation (hukum ekspektasi), (Huda, 2009: 39). Hukum ekspektasi mengatakan bahwa apa pun yang anda harapkan, dengan segenap keyakinan, akan menjadi ramalan yang menjadi kenyataan dengan sendirinya. Anda sebenarnya sedang meramalkan masa depan, ketika anda sedang membicarakan perihal apa yang diperkirakan akan menimpa anda dalam ranah kehidupan tertentu. Menurut F. Nietszhe (Huda, 2009: 42), Pikiran, batin, dan gerak alam itu merupakan bagian dari tarikan medan kosmos dan saling berhubungan. Apa yang anda inginkan dan apa yang anda pikirkan akan diikuti oleh mikrokosmos-mikrokosmos alam ini. Anda berfikir baik tentang Tuhan, maka Dia pun hadir, anda berfikir tentang kematian, maka ambang kematian pun menghampiri, dan kala anda berfikir tentang kehidupan dan realitas di dalamnya, maka semuanya pun akan hadir.
Berbicara tentang kesuksesan bukanlah semata berbicara tentang tujuan yang telah dicapai, tapi sebenarnya sedang berbicara tentang berapa kali seseorang pernah gagal lalu bangkit kembali dari kegagalannya itu. Sun Tzu, The Art of War mengatakan, “a victorious army first wins and then seeks battle, a defeated army first battles and then seeks victory”. Tentara menang kemenangan pertama dan kemudian mencari pertempuran, pertempuran tentara yang kalah terlebih dahulu dan kemudian mencari kemenangan (Menawat, 2007:104). Sabda Nabi Muhammad Saw. Yang inspiratif ini bisa menjadi definisi sederhana tentang apa itu sukses; Barang siapa yang hari ini lebih baik dibandingkan yang terdahulu, maka dia temasuk orang sukses (beruntung). Barang siapa yang hari ini sama seperti yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang tertipu. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang merugi di hadapan Allah. Perlu diciptakan suatu iklim yang dapat mengubah pola pikir baik mental maupun motivasi orang tua, dosen, dan mahasiswa agar kelak anakanak mereka dibiasakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan ketimbang mencari pekerjaan. Perubahan ini tidak dapat dilakukan secara cepat, tetapi harus dilakukan secara bertahap. Pertama, misalnya dengan mendirikan sekolah yang berwawasan wirausaha (entrepreneur) atau paling tidak menerapkan mata kuliah kewirausahaan seperti yang sekarang ini sedang digalakan di berbagai
perguruan tinggi. Dengan demikian, hal itu sedikit banyak akan mengubah dan menciptakan pola pikir (mental dan motivasi) mahasiswa dan orang tua. Kedua, di dalam pendidikan kewirausahaan perlu ditekankan keberanian untuk memulai berwirausaha. Biasanya, kendala kita untuk memulai berwirausaha adalah adanya rasa takut akan rugi atau bangkrut. Namun, sebagian orang yang sudah memiliki jiwa wirausaha merasa bingung dari mana harus memulai suatu usaha. Ketiga, tidak sedikit yang merasa bahwa berwirausaha sama dengan tidak memiliki masa depan yang pasti. Sementara itu, dengan bekerja di perusahaan, mereka yakin bahwa masa depan sudah pasti, apalagi pegawai negeri. Dengan berwirausaha, justru masa depan ada di tangan kita, bukan di tangan orang lain. Baik buruknya masa depan, kitalah yang menentukan sehingga motivasi untuk berkembang terbuka lebar. Virus yang menular anak bangsa untuk mengubah cita-cita dari pegawai atau karyawan menjadi mau dan mampu menciptakan lapangan kerja harus segera direalisasikan. Cita-cita yang ditanamkan orang tua kepada anak-anak sejak kecil untuk menjadi pegawai sebaiknya dinomorduakan. Bukan berarti menjadi pegawai tidak baik, tetapi akan lebih baik jika menjadi pengusaha yang mampu memberikan peluang pekerjaan kepada masyarakat yang membutuhkan (Kasmir, 2010: 5-6). Dorongan berbentuk motivasi yang kuat untuk maju dari pihak keluarga merupakan modal awal untuk menjadi wirausaha. Dengan didukung pihak keluarga mereka memiliki mental dan motivasi sebagai
faktor pendorong utama. Keluarga dapat merangsang para mahasiswa dengan memberikan gambaran nyata betapa nikmatnya memiliki usaha sendiri (pengusaha). Yakinkan enaknya memiliki pegawai atau menjadi bos, memiliki
kebebasan
memberi
perintah
bukan
diperintah,
meraih
keuntungaan yang tak terbatas, dan segudang daya rangsang lainnya yang dapat menggugah jiwa para mahasiswa untuk berwirausaha (Kasmir, 2010: 4-5). Memang mengubah pola pikir seseorang untuk memulai suatu usaha bukan pekerjaan mudah. Banyak kendala yang menghadang, mulai dari mental takut rugi, motivasi, bakat, soal keluarga, dana, pengalaman sebelumnya, sampai kemampuan mengelola. Namun, paling tidak mental yang dimiliki merupakan modal yang sangat besar untuk memulai suatu usaha. 2. Faktor Pendukung Di negara atau perekonomian-perekonomian tertentu, misalnya Amerika Serikat, Korea Selatan, dan banyak negara-negara di Asia, seperti misalnya di Negara Muangthai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura banyak terdapat entrepreneur. Dahulu, pada waktu rezim sosialis amat berkuasa di Soviet Rusia, dan di RRC, jumlah entrepreneur sangat terbatas, tetapi setelah berlangsungnya proses reformasi ekonomi di sana dan setelah Gorachov di Russia mencanangkan konsep Perestroika (restrukturisasi) dan Glasnost (Pembaharuan), iklim berusaha berubah.
Entrepreneurs dan entrepreneurship mulai berkembang dengan cepat di sana. Di Inggris, di mana banyak perusahaan penerbangan dan perusahaan-perusahaan mobil dioperasi oleh pemerintah, pada tahun-tahun belakangan ini, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mulai dialihkan padaindustri swasta. Negara-negara lain seperti misalnya, Jepang, yang sangat terikat oleh tradisi kuat, kerja sama dunia bisnis dengan pihak pemerintah, dewasa ini makin menunjukan keberpihakan pemerintah kepada entrepreneur. Kondisi-kondisi ekonomi, maupun kondisi-kondisi nonekonomi dapat mempengaruhi tingkat entrepreneurship di dalam suatu perekonomian: 1. Faktor-faktor ekonomi Mengingat
bahwa
entrepreneurship
pada
intinya
berarti
didorongnya perubahan ekonomi, maka faktor yang sama yang memajukan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, maka faktorfaktor yang sama yang memajukan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi, mempengaruhi pula munculnya entrepreneurship. Ada dua macam jenis faktor ekonomi berupa: a. Adanya perangsang (insentif-insentif) pasar: kebutuhan sosial baru dapat diupayakan untuk dipenuhi oleh sang entrepreneur dengan caracara baru. b. Adanya cukup persediaan modal, guna mendanai perusahaanperusahaan, dan institusi-institusi (seperti misalnya Bank-bank), yang
mengarahkan modal ke orang-orang yang ingin memanfaatkannya untuk proyek-proyek entrepreneurial. Hingga tingkat tertentu, kekayaan lama, merupakan sebuah prakondisi bagi kekayaan baru, pada negara-negara yang mengalami kekurangan vitalitas ekonomi, atau tidak memiliki peluang-peluang pasar, maupun modal yang diperlukan untuk mendanai kegiatan para entrepreneur mereka. Banyak negara dewasa ini (inklusif negara kita) yang mengalami kekurangan modal sendiri mengundang para calon investor, guna memperbesar arus masuknya modal ke dalam perekonomian mereka. 2. Faktor-faktor non ekonomi Soviet Rusia merupakan sebuah negara yang lebih miskin, dibandingkan dengan Amerika Serikat ini, tetapi ia lebih kaya dibandingkan dengan Amerika Serikat pada abad ke-19. Soviet Rusia hanya memiliki beberapa entrepreneur, sedangkan Amerika Serikat baik pada masa lampau maupun pada masa kini memiliki cukup banyak kelompok entrepreneur. Adapun penyebabnya terletak pada perbedaanperbedaan kultural serta sosial antara kedua negara tersebut. Di Amerika Serikat, para entrepreneur dan para entrepreneurship memiliki suatu kondisi legitimasi, yang tidak terdapat di Soviet Rusia (masa lampau). Pada pertengahan tahun 1980, Michael Gorbachov, berupaya untuk mengubah hukum Russia, guna melegalisasi dan bahkan merangsang entrepreneurship, terutama melalui koperasi-koperasi yang dimiliki oleh
para pekerja, tetapi pada tahun 1988, Gorbachov sendiri menyerang koperasi-koperasi yang “memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan", karena adanya kelangkaan berbagai macam barang untuk menaikan harga barang-barang tersebut tetapi kelangkaan merupakan salah satu di antara hal yang oleh para entrepreneur yang sarat dengan nilai-nilai masyarakat kapitalis, dianggap sebagi peluang besar. Adalah lebih mudah mengubah hukum dibandingkan dengan upaya mengubah norma norma-norma serta nilai-nilai. Di Amerika Serikat, telah dikembangkan aneka macam ideologiideologi ekonomi dan politik sekitar nilai-nilai yang bersifat sentral bagi entrepreneurship. Di samping itu struktur hukum di sana yang berlandaskan nilai-nilai usaha bebas (free enterprise) sangat melindungi hak-hak individu, dibandingkan dengan situasi di Soviet Russia, yang berlandaskan suatu struktur legal, ekonomi sosialis. Faktor lain yang mempengaruhi entrepreneurship adalah mobilitas sosial. Di India misalnya, kebanyakan orang tergolong kepada kastakasta, yang merupakan pembagian-pembagian sosial yang melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi khusus, seperti misalnya dalam bidang perikanan atau dalam bidang pertanian. Sekalipun struktur sosial sudah mulai memudar, di sana, ia masih berlaku tetap pada daerah-daerah pertanian. Akibatnya, adalah bahwa lebih sulit bagi anak seorang tukang kayu di sana untuk menjadi seorang entrepreneur dalam bidang lain. Hal tersebut
berbeda sekali dengan anak seorang tukang kayu di Amerika Serikat yang dapat mengembangkan dirinya di berbagai bidang usaha. Justru orang-orang India yang ada di Amerika Serikat, lebih cenderung terlibat dalam kegiatan entrepreneurial, dibandingkan dengan sejumlah orang-orang Amerika lainnya. Adapun alasannya adalah karena batas-batas kasta di India lebih lemah bagi orang-orang India yang hidup di India. Di sana para entrepreneurship menghadapi kendala-kendala berupa pajak perusahaan dan pajak penghasilan perorangan yang berat, di samping pajak kekayaan dan pajak terhadap barang mewah. Dewasa ini pemerintah India menciptakan aneka macam tindakan reformasi, yang memungkinkan lebih banyak fleksibilitas ekonomi, yang bukan saja dapat merangsang usaha-usaha entrepreneurial, tetapi juga meningkatkan investasi domestik, dan investasi asing (Winardi, 2008: 76-79). Hendro (2010: 80-81) dalam buku kewirausahaannya menyebutkan faktor pemicu semangat wirausaha yaitu; keinginan meniru figur yang sukses, rasa suka tantangan, keinginan bertahan hidup, memperbaiki taraf hidup, kegagalan dalam meniti karir, dan cita-cita menjadi pengusaha.
Sementara itu, syarat untuk menjadi wirausaha relatif lebih mudah. Hal utama yang harus dimiliki adalah kemauan, kemudian barulah kemampuan. Paling tidak, ada empat keuntungan yang akan diperoleh dari wirausaha (Kasmir, 2010 : 6-8), yaitu: 1. Harga diri Dengan membuka usaha atau berwirausaha, harga diri seseorang tidak turun, tetapi sebaliknya meningkat. Si pengusaha menjadi kelas tersendiri di masyarakat dan dianggap memiliki wibawa tertentu, seperti disegani dan dihormati. Jika dulunya masyarakat malu jika tidak menjadi karyawan, fenomena ini sekarang mulai berbalik. Banyak pengusaha yang sukses dalam menjalankan usahanya menjadi contoh bagi masyarakat, apalagi mampu memberikan peluang kerja yang sangat dibutuhkan. Penyelamat bagi mereka yang membutuhkan lapangan kerja. Dan perlu diingat bahwa menjadi pemiliki usaha dengan mempekerjakan orang lain merupakan hal yang sangat mulia. 2. Penghasilan Dari sisi penghasilan, memiliki usaha sendiri jelas dapat memberikan penghasilan yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan menjadi pegawai. Penghasilan seorang pegawai dapat dikalkulasikan untuk suatu periode. Tentu saja besarnya tidak jauh berbeda setiap bulan. Sementara itu, besar kecil penghasilan seorang pengusaha tergantung dari usahanya. Besar kecilnya penghasilan karyawan lebih banyak ditentukan oleh si pengusaha. Sementara itu, meningkatnya penghasilan pengusaha
tidak mengenal batas waktu, terkadang ada istilah kalau lagi booming, maka keuntungan akan mengalir seperti air yang tak putus-putusnya, apa saja yang dilakukan selalu memperoleh keuntungan. 3. Ide dan motivasi Biasanya para wirausaha selalu memiliki ide yang begitu banyak untuk menjalankan kegiatan usahanya. Telinga, mulut, dan mata selalu memberikan inspirasi untuk menangkap setiap peluang yang ada. Bahkan ada guyonan yang agak ekstrem yang mengatakan bahwa hidung pengusaha dapat mencium di mana ada peluang untuk memperoleh keuntungan. Seorang pengusaha juga memiliki indra keenam yang mampu membaca sesuatu yang tidak dapat dibaca orang lain. Pengusaha juga memiliki motivasi yang tinggi untuk maju dibandingkan dengan pegawai. Terpikir, melihat, atau mendengar sesuatu selalu menjadi ide untuk dijual. Motivasi untuk maju dan semakin besar akan selalu timbul ide untuk menjadikan sesuatu menjadi uang. Sebagai contoh, seorang yang memiliki
jiwa pengusaha
melihat
sampah saja
sudah
berfikir
menjadikannya uang. Melihat lokasi yang strategis sudah merupakan uang.
4. Masa depan Masa depan pengusaha yang sukses relatif jauh lebih baik dibanding pegawai. Seorang wirausaha tidak pernah pensiun dan usaha yang dijalankan dapat diteruskan generasi selanjutnya. Oleh karena itu, kita sering mendengar suatu usaha yang bisa dikelola sampai tujuh turunan. Estafet kepemimpinan dalam keluarga yang silih berganti menunjukan bahwa keberhasilan masa depan wirausaha seperti tak pernah putus. Bung Karno pernah mengajarkan, “for a fighting nation, there is no journey’s end.” Bagi bangsa pejuang tidak ada station akhir (Rais, 2008: 246).
C. Penerapan model pendidikan kewirausahaan Peradaban masyarakat yang selalu berkembang, menurut adanya kemampuan yang lebih dari warga atau anggota masyarakatnya. Sebagai makhluk Allah yang memiliki tanggungjawab sebagai khalifah di bumi, para santri harus menyiapkan diri sebaik mungkin, sehingga dalam hidupnya mampu menebarkan rahmat bagi makhluk seluruh alam ini. Hal ini sesuai firman Allah:
ÇÊÉÐÈ šú
üÏJ n=»yèù=Ïj9 ZptHôq y‘ žw Î)š»oYù=y™ ö‘r& !$tBur
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Al-Anbiya’/21: 107), (Effendi dan Ernawati, 2005: 2).
Sebagaimana
dalam
buku
Islamic
Business
Strategi
for
Entrepreneurship, dikatakan dalam surat Al-Hud ayat 61: z` ÏiB Nä.r't± Rr& uqèd (¼çnçŽöxî >m»s9Î) ô` ÏiB /ä3 s9 $tB ©! $# (#r߉ ç6ôã $# ÉQ öqs)»tƒ tA $s% 4$[s Î=»|¹ öN èd %s{ r& yŠqßJ rO 4’n<Î)ur ÇÏÊÈ Ò= ‹Åg’C Ò= ƒÌs% ’În1u‘ ¨b Î)4Ïmø‹s9Î)(#þqç/qè? ¢O èO çnrãÏÿøótFó™ $sù $pkŽÏù óO ä.tyJ ÷ètGó™ $#ur ÇÚ ö‘F{ $# Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya (Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.), Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." Sesungguhnya sesuatu yang paling banyak menjadi bahan pikiran kebanyakan kaum muslimin sekarang ini adalah mencari rezeki. Ini bisa diperhatikan dari sebagian mereka yang beranggapan bahwa memegang teguh ajaran Islam membuat rezeki mereka seret. Malah persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Lebih menyedihkan lagi dari sebagian mereka yang rajin melakukan berbagai amalan fardhu menganggap bahwa jika ingin urusan materi dan kesejahteraan ekonomi terpenuhi, maka harus mengesampingkan sebagian hukum-hukum Islam. Sungguh, mereka lupa atau memang pura-pura lupa bahwa Allah, Tuhan yang menciptakan mereka tidak menjadikan agama-Nya hanya untuk memenuhi kebutuhan ukhrawi dan kebahagiaan di sana saja. Akan tetapi Dia juga menjadikan agama ini untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia sekaligus membahagiakan mereka.
Bukankah doa yang paling sering dipanjatkan oleh Rasulullah SAW, suri teladan kita adalah: “Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan akhirat. Dan jauhkanlah kami dari (siksa) api neraka.” Allah dan Rasul-Nya tidak membiarkan umat Islam terombang-ambing dalam kegelapan dan larut dalam kebingungan ketika berusaha keras mencari rezeki. Bahkan keduanya mewajibkan kita untuk mengetuk sebab-sebab turunnya rezeki. Seandainya umat ini memahami, menyadari, berpegang teguh dan mampu mengupayakannya pasti Allah yang Maha Pemberi rezeki dan Pemilik segala kekuatan akan memudahkan rezeki itu dari setiap pintu dan berbagai cara serta membukakan keberkahan dari langit dan bumi (Ilahi, 2008: 8-10). Banyak jalan menuju roma sebuah lagu dari Bang Haji Roma Irama yang senantiasa menjadi pengingat setiap orang Indonesia untuk selalu berusaha demi tercapainya cita-cita karena pada hakekatnya setiap ada kemauan pasti akan ada jalan, dan kalau ingin kaya harus giat mencoba cara yang lain dikalau mengalami kegagalan dalam usahanya. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Mubarak, Ibnu Hibban, Hakim, Qudha’i dan Baghawi dari Umar bin Khatthab berkata, bahwa Rasulullah bersabda (Illahi, 2008: 37-38), “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan benar, maka pastilah kalian diberikan rezeki sebagaimana burung mendapat rezeki. Ia berangkat di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di sore hari dengan perut terisi makanan.”
Masalah rizki (Rasyid dkk, 2005: 15-19), kalau kita mencermati firmanfirman Allah Swt. Dalam Al-Qur’an, paling tidak ada tiga kategori: 1. Rizki yang dijaminkan, Al-Qur’an Surat Hud ayat 6:
’Îû @ ä. 4$ygtã yŠöqtFó¡ ãBur $yd §s)tFó¡ ãB ÞO n=÷ètƒur $ygè%ø—Í‘ «! $# ’n?tã žw Î) ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû 7p/!#yŠ ` ÏB $tBur ÇÏÈ &ûüÎ7•B 5= »tGÅ2 Dan tidak ada suatu binatang melata (yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa) pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya (menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim). semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). 2. Rizki yang digantungkan dan diperoleh melalui proses bekerja a. Al-Qur’an Surat Jumu’ah ayat 10: #ZŽÏWx. ©! $# (#rãä.øŒ$#ur «! $# È@ ôÒ sù ` ÏB (#qäótGö/$#ur ÇÚ ö‘F{ $# ’Îû (#rãϱ tFR$$sù äo4qn=¢Á 9$# ÏM uŠÅÒ è% #sŒÎ*sù ÇÊÉÈ tb qßs Î=øÿè? ö/ä3 ¯=yè©9 “Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung.”
b. Al-Qur’an Surat Saba ayat 36: ÇÌÏÈ tb qßJ n=ôètƒ Ÿw Ĩ $¨Z9$#uŽsYò2 r&£` Å3 »s9ur â‘ω ø)tƒur âä!$t± o„` yJ Ï9 s- ø—Îh9$#äÝ Ý¡ ö6tƒ ’În1u‘ ¨b Î)ö@ è% Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui". c. Al-Qur’an Surat An-Najm ayat 39 dan 40 ÇÍÉÈ 3“ tムt$ ôqy™ ¼çmuŠ÷èy™ ¨b r&ur ÇÌÒÈ 4Ótëy™ $tB žw Î)Ç` »|¡ SM~ Ï9 }§ øŠ©9 b r&ur 39. “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”, 40. “Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).” d. Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 32 ((#qç6|¡ oKò2 $# $£J ÏiB Ò= ŠÅÁ tR ÉA %y` Ìh=Ïj9 4<Ù ÷èt/ 4’n?tã öN ä3 ŸÒ ÷èt/ ¾ÏmÎ/ ª! $#Ÿ@ žÒ sù $tB (#öq¨YyJ tGs? Ÿw ur >äó_ x« Èe@ ä3 Î/ šc
%Ÿ2
©! $#¨b Î)3ÿ¾Ï&Î#ôÒ sù ` ÏB ©! $#(#qè=t«ó™ ur 4tû÷ù|¡ tGø.$# $®ÿÊeE Ò= ŠÅÁ tR Ïä!$|¡ ÏiY=Ï9ur ÇÌËÈ $VJ ŠÎ=tã
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
3. Rizki yang dijanjikan Allah a. Al-Qur’an Surat At-Thalaq ayat 2 dan 3 5A ô‰ tã ô“ ursŒ (#r߉ Íkôr&ur 7$ rã÷èyJ Î/ £` èd qè%Í‘$sù ÷rr& >$ rã÷èyJ Î/ £` èd qä3 Å¡ øBr'sù £` ßgn=y_ r& z` øón=t/ #sŒÎ*sù ÏQ öqu‹ø9$#ur «! $Î/ ÚÆ
ÏB÷sムtb %x. ` tB ¾ÏmÎ/ àá tã qムöN à6 Ï9ºsŒ 4¬! noy‰ »yg¤± 9$# (#qßJ ŠÏ%r&ur óO ä3 ZÏiB
ö@ ©.uqtGtƒ ` tBur 4Ü= Å¡ tFøts† Ÿw ß] ø‹ym ô` ÏB çmø%ã—ötƒur ÇËÈ %[` tøƒxC ¼ã&©! @ yèøgs† ©! $#È, Gtƒ ` tBur 4ÌÅz Fy $# ÇÌÈ #Y‘ô‰ s% &äóÓx« Èe@ ä3 Ï9 ª! $# Ÿ@ yèy_ ô‰ s% 4¾ÍnÌøBr&à÷ Î=»t/ ©! $# ¨b Î)4ÿ¼çmç7ó¡ ym uqßgsù «! $#’n?tã 2. Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. 3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. b. Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 ÇÐÈ Ó‰ ƒÏ‰ t± s9 ’Î1#x‹ tã ¨b Î)÷LänöxÿŸ2 Dan
(ingatlah
ûÈõs9ur (öN ä3 ¯Ry‰ ƒÎ—V{ óO è?öx6 x© ûÈõs9 öN ä3 š/u‘ šc
juga),
tatkala
Tuhanmu
©Œr's? øŒÎ)ur
memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". c. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 245 âÙ Î6ø)tƒ ª! $#ur 4ZouŽÏWŸ2
$]ù$yèôÊ r& ÿ¼ã&s! ¼çmxÿÏè»ŸÒ ãŠsù $YZ|¡ ym $·Ê ös% ©! $# ÞÚ Ìø)ム“ Ï%©!$# #sŒ ` ¨B ÇËÍÎÈ šc
qãèy_ öè? ÏmøŠs9Î)ur äÝ +Á ö6tƒur
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan
dan
melapangkan
(rizki)
dan
kepada-Nya-lah
kamu
dikembalikan. D. Gambaran Umum tentang Pondok Pesantren 1. Definisi Pondok Pesantren Pondok secara etimologis berarti bangunan untuk sementara; rumah; bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia dan; madrasah dan asrama (tempat mengaji atau belajar agama Islam) (Mughits, 2008: 119-120). Pondok yang biasa dipakai dalam tradisi Pasundan dan Jawa (Aceh: Rangkong meunasah; Sumatera Utara: Makro maktab; Minangkabau: Surau) untuk menyebutkan asrama tempat belajar agama Islam, sebenarnya tidak sama sekali asli Nusantara, tetapi merupakan hasil penyerapan dari bahasa
Arab
al-funduq
yang
berarti
hotel;
tempat
penginapan;
pesanggrahan; atau penginapan bagi orang yang bepergian. Hal yang terakhir ini beralasan karena tempat belajar para siswa dalam tradisi HinduBudha hanya dikenal dengan istilah asyrama dan mandala, bukan pondok (al-furuq). Adapun term pesantren secara etimologis berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat santri; asrama tempat santri belajar agama; atau pondok. Sedangkan terminologi santri sendiri, menurut Zamakhsyari Dhofier,
berasal dari ikatan kata sant (manusia baik) dan kata tri (suka menolong) sehingga santri berarti manusia baik yang suka menolong dan bekerja sama secara kolektif (Mughits, 2008: 120). Menurut Prof. John, sebagaimana dikutip Dhofier, kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Berbeda dengan Dhofier dan John, Clifford Geertz berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa India atau Sansekerta shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis, melek huruf (kaum literasi) atau kaum terpelajar. Ada juga yang berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa Jawa cantrik yang berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru, kemana guru itu menetap. Dalam tradisi Jawa, santri sering digunakan dalam dua pengertian, yaitu pengertian sempit dan pengertian luas. Pengertian sempit santri adalah seorang pelajar sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren atau orang yang mendalami agama. Sedangkan pengertian luasnya adalah seseorang anggota penduduk di Jawa yang menganut
Islam dengan sungguh-sungguh yang rajin
sembahyang pergi ke masjid pada waktu-waktu shalat, meskipun belum pernah mengenyam pendidikan agama di pesantren (Mughits, 2008: 120121). Pendidikan agama Islam di Jawa tidak mesti harus diperoleh dari lembaga pendidikan pesantren, tetapi bisa diperoleh dari keluarga, masjid, majelis-majelis taklim di perkampungan dan lain-lain.
Istilah lain untuk pengertian yang terakhir adalah putihan. Istilah ini muncul karena pada saat melakukan ibadah (shalat) biasanya santri ini memakai pakaian yang serba putih. Dalam perkembangan selanjutnya dikenal desa Putihan atau desa Mutihan, yakni desa yang mayoritas penduduknya santri (Mughits, 2008: 121). Sedangkan di daerah kota, lingkungan masjid yang banyak dihuni para santri sering disebut dengan kauman. Ada juga yang berpendapat bahwa putihan diambil dari mutihan yang berasal dari bahasa Arab muti’an (isim fa’il dari kata dasar ata’a-yuti’u), artinya orang yang taat terhadap agama. Adapun negasi dari kaum putihan adalah kaum abangan, yang secara harfiah, artinya yang merah. Ada juga yang berpendapat bahwa abangan berasal dari bahasa Arab aba’an (dari kata aba-ya’bi), artinya enggan atau berpaling dari agama, yaitu sebutan untuk orang muslim Jawa yang tidak serius memerhatikan dan mengamalkan ajaran agama Islam dan kurang teliti dalam memenuhi perintah-perintah agama, sehingga terkadang tampak sengkretismenya, atau dengan kata lain masih menjalankan unsur-unsur kepercayaan lokal pra-Islam (Hindu-Budha), sehingga sering dinamakan dengan agama Jawa (Mughits, 2008: 121-122). Mughits (2008:122), melihat akar bahasa (etimologi) santri diatas, maka istilah santri dan derivatnya, pesantren adalah lebih dekatdengan warisan budaya lokal pra-Islam. Kebiasaan orang Jawa, untuk menyebut lembaga pendidikan Islam itu terkadang dengan istilah pondok atau pesantren atau merangkai keduanya menjadi pondok pesantren, tetapi
dengan maksud yang sama. Hanya saja kemudian sering dibedakan antara pesantren salaf, yang berorientasi pada pelestarian tradisi dengan sistem pendidikan tradisional, dengan pesantren modern, yang sudah banyak mengadopsi sistem pendidikan sekolah modern barat. Minimal definisi untuk dapat menggambarkan lima unsur pokok pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dan Kyai. Salah satu definisi yang dipandang representatif untuk maksud tersebut adalah definisi dari departemen agama: pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agam Islam yang pada umumnya kegiatan tersebut diberikan dengan cara nonklasikal (sistem bandongan dan sorogan) di mana seorang Kyai mengajar para santrinya berdasarkan kitabkitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di dalam pondok atau asrama pesantren tersebut (Mughits, 2008: 122-123). Dalam catatan sejarah, pernah muncul suatu usulan dari sebagian founding father (para pendiri Indonesia) agar pesantren yang memiliki ciri kental indigenous tersebut dijadikan alternatif perguruan nasional karena memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan apa yang ada pada perguruan Barat. Kelebihan-kelebihan pesantren yang dimaksudkan adalah: pertama, sistem pemondokan (pengasramaan)-nya yang memungkinkn pendidik (kiai) melakukan tuntunan dan pengawasan secara langsung kepada para santri; kedua, keakraban (hubungan personal) antara santri dengan kiai yang sangat kondusif bagi pemerolehan pengetahuan yang hidup; ketiga,
kemampuaan
pesantren
dalam
mencetak
lulusan
yang
memiliki
kemandirian; keempat, kesederhanaan pola hidup komunitas pesantren; kelima, murahnya biaya penyelenggaraan pendidikan pesantren (Arif, 2008: 167-168). 2. Ciri-ciri Umum Pesantren Adapun nilai-nilai kultural yang hidup di pesantren (Mughits, 2008: 137-138), secara umum adalah: a. Adanya hubungan yang akrab antara Kyai dan santri. b. Tunduknya santri kepada Kyai. c. Pola hidup yang hemat dan sederhana. d. Semangat menolong diri sendiri (mandiri). e. Memiliki
jiwa
tolong-menolong
antarsesama
dan
suasana
persaudaraan sangat mewarnai pergaulan santri. f. Pendidikan disiplin sangat ditekankan. g. Berani menderita untuk mencapai tujuan. h. Kehidupan agama yang baik. i. Metode pendidikan yang sangat khas, yaitu dengan metode sorogan dan bandongan. Panca
jiwa
pondok
pesantren,
yakni;
keikhlasan,
kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyyah, dan kebebasan. Kelima jiwa tersebut terus-menerus ditanamkan dalam kehidupan santri di bawah bimbingan dan pimpinan pengasuh (Effendi dan Ernawati, 2005: 38).
3. Unsur-unsur Pesantren Menurut Zamakhsyari Dhofier bahwa tradisi pesantren terdiri dari lima elemen dasar, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik, dan Kyai. Jika suatu lembaga telah memiliki unsur-unsur tersebut, maka sudah dapat disebut sebagai pesantren. Sedangkan menurut A. Mukti Ali, unsur-unsur pokok itu hanya empat, yaitu Kyai, santri, masjid dan asrama, tanpa menyebut unsur pengajaran kitab-kitab klasik. Berbeda dengan dua pembagian di atas, KH. Imam Zarkasyi membagi unsur pesantren menjadi dua bagian, yaitu, pertama, tiga unsur materiil yang terdiri dari asrama, Kyai, dan masjid. Kedua, dua unsur nonmaterii, yaitu pandangan terhadap figur dan semangat menjiwainya. Lain halnya dengan di atas pemerintah (Departemen Agama) membagi unsur pesantren menjadi tiga saja, yaitu Kyai, santri dengan pondoknya, dan masjid (Mughits, 2008: 143-144). Oleh karena itu, menurut Mughits, bahwa unsur-unsur pokok pesantren itu ada enam yang disebutkan secara berurutan sesuau dengan waktu kemunculannya, yaitu Kyai, masjid (mushola), santri, kajian kitabkitab kuning, asrama, dan sistem nilai intern pesantren. Jika salah satu unsur tidak ada, maka terlalu mahal menyebutnya sebagai pesantren, kecuali jika penyebutan itu sudah diterima oleh masyarakat luas. Berikut definisi (Mughits, 2008: 145-159) dari masingmasing unsur:
a. Kyai Kyai (bindere; nun; ajengan; guru) secara etimologi berarti alim ulama atau cerdik pandai dalam Islam. Semula istilah Kyai ini digunakan untuk menyebut ulama tradisional di Pulau Jawa, namun sekarang sudah digunakan secara generik bagi semua ulama, baik tradisionalis maupun modernis, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Sebaliknya, istilah ustadz yang dahulunya menjadi pengenal ulama modernis, sekarang sudah masuk di lingkungan pesantren tradisional. Secara kultural Kyai adalah agen budaya (cultural broker), sebagaimana Cliffort Geertz, yaitu pada masa awalnya ia sebagai penghubung dan perantara antara budaya-budaya animisme Hindu-Budha dengan ajaran Islam yang baru. Di samping itu, Kyai adalah kekuatan filter yang efektif bagi lingkungannya atau pengikutnya dari infiltrasi budaya yang dinilai negatif dari luar, khususnya yang masuk kelingkungan pesantren dan pada umumnya dalam masyarakat muslim tradisional di Jawa (Mughits, 2008: 145-146). Dengan otoritas sosial yang tinggi itu, Kyai dipercaya masyarakat untuk menyeleksi nilai-nilai dan sikap-sikap positif yang seharusnya dikembangkan oleh masyarakat. Dengan demikian, posisi Kyai semakin jelas sebagai perumus kepeloporan mereka dalam proses perubahan itu sendiri.
b. Masjid (mushola) Masjid adalah tempat ibadah shalat umat Islam, terutama shalat Jumat dan shalat ‘Id. jenis shalat yang terakhir inilah yang kemudian menentukan suatu tempat ibadah itu disebut dengan masjid. Lain dengan mushala (langgar, surau) yang hanya untuk ibadah shalat lima waktu saja, selain shalat Jumat dan ‘Id. Tidak semua pesantren memiliki masjid. Seperti pesantren kecil atau yang jumlah santrinya kurang dari 40 orang, sebagai syarat kualifikatif shalat Jumat menurut mazhab Syafi’i, hanya memiliki mushola atau langgar. Kalau melaksanakan shalat Jumat mereka di masjid kampung luar pesantren. c. Santri Santri adalah siswa yang belajar ilmu agama Islam di pesantren. Tetapi tidak semua santri tinggal di asrama (pondok) pesantren. Ada santri penduduk lingkungan pesantren yang belajar (Jawa: Ngaji) di pesantren dengan cara dilaju dari rumah masing-masing, yang dikenal dengan santri kalong (santri laju atau santri nduduk). Pada akhir-akhir ini term santri mengalami perluasan terminologis, yaitu termasuk siswa anak-anak yang belajar Al-Qur’an di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), masjid atau mushala, mereeka juga disebut santri, termasuk santri dalam kegiatan pesantren kilat di sekolah-sekolah formal dalam waktu-waktu tertentu. d. Kitab kuning: simbol kelestarian transmisi Intelektual
Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis di atas kertas berwarna kuning. Istilah ini adalah asli Indonesia, khususnya Jawa, sebagai salah satu identitas tradisi pesantren dan untuk membedakan jenis kitab lainnya yang ditulis di atas kertas putih. Term kitab kuning mengandung pengertian budaya, yaitu pengagungannya terhadap kitab-kitab warisan ulama terdahulu sebagai ajaran suci dan sudah bulat (final). Karena anggapan kefinalan tersebut sehingga tidak dilakukan semacam kajian metodologis atau studi kritis. e. Pondok (asrama) Pondok atau asrama adalah tempat tinggal santri di pesantren. Pada mulanya pondok di pesantren dibangun dengan ala kadarnya. Sebutan pondok sendiri berkonotasi pada bangunan yang sangat sederhana yang terbuat dari bambu. Tetapi mengiringi semakin banyaknya santri kemudian perpondokan itu direnovasi dan diadakan pemekaran yang lebih luas lagi dalam bentuk bangunan beton bertingkat. Tetapi asrama-asrama di pesantren biasanya di bangun dengan tanpa
perencanaan
tata
ruang
yang
bagus,
karena
waktu
pembangunannya tidak bersamaan, sehingga tampak kurang teratur dan terkadang ada yang kelihatan kumuh. Meskipun demikian, kondisi yang seperti itu tidak memengaruhi bagi aktivitas belajar santri, justru mengandung pengertian sebagai bagian dari pembelajaran kepribadian yang tabah dan sabar.
f. Sistem nilai etika pesantren: sebagai simbol utama tradisi Sebagaimana klaim pesantren salaf pada umumnya bahwa yang membedakan antara pesantren salaf dan modern adalah ajaran etikanya, yakni jika pesantren salaf sangat memerhatikan ajaran etika, sebaliknya pesantren modern kurang memerhatikannya, sehingga santri lulusan pesantren modern ini sering dinilai kurang membawa ajaran etika dalam berperilaku, meskipun penilaian ini juga masih tampak bias-nya dan terlalu mahal untuk digeneralisasikan. Syaikh Imam Sadid ad-Din asy-Syairazi (398-476/1003-1083) meriwayatkan dari para gurunya, mereka berkata: bagi seseorang yang ingin anaknya alim (menjadi cendekiawan) hendaknya suka memelihara, memuliakan, mengagungkan, dan memberi hadiah kepada para ulama yang sedang mengadakan pengembaraannya dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. Kalaupun toh bukan putranya yang menjadi alim, mungkin cucunya atau keturunannya yang akan menerima kealimannya.
4. Kondisi Umum Pesantren Santri di pesantren ditempa dengan membangun kemandirian dirinya, terutama secara ekonomi. Kyai selalu mendorong santri untuk tidak menjadikan pegawai negeri sebagai prioritas bagi karirnya, melainkan hidup berwirausaha. Bahkan beberapa Kyai menegaskan, menjadi pegawai negeri itu identik dengan mengabdikan ilmu kepada kekuasaan, yang menjadi pantangan bagi kalangan pesantren. Oleh karena itu, para Kyai yang mempunyai lahan pertanian, selalu mendorong santri untuk bercocok tanam menjadi petani, beternak, atau berwirausaha. Setiap hari para santri menyaksikan Kyai mereka menjalani jadwal, dari subuh hingga kediaman Kyai itu tutup di malam hari. Uswah terlihat saat Kyai itu mengajar, membimbing santri, mendampingi pengurus, menerima tamu, membantu pengurus menyelesaikan masalah operasional pondok, membagi tugas dengan sejawat Kyai, mendidik anak-anaknya sendiri, mencukupi kebutuhan keluarga, berhubungan dengan kerabat, menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar pondok, mengembangkan kerja
sama,
memenuhi
amanat
para
pemangku
kepentingan,
mengembangkan diri, dan sebagainya (Nafi’ dkk, 2007: 55-56). Semua itu terlihat oleh santri karena ia membantu dan melaksanakan tugas yang diberikan di bawah bimbingan Kyai.
5. Kekuatan dan Kelemahan Pesantren a. Kekuatan pesantren Dalam hal ini dapat dipahami dari rumusan tujuan pendidikan pada masing-masing pesantren. Secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya,
yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok
(Nafi’ dkk, 2007: 50-66); yaitu 1) Pembentuk akhlak/kepribadian Berpijak pada hadist Nabi Muhammad Saw. “Innama bu’itstu liutammima shalih al-akhlaq” atau “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Ahmad), maka para pengasuh pesantren, sebagai ulama pewaris para nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad Saw. Dalam membentuk kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shalih). 2) Kompetensi santri: wasail, ahdaf, maqashid, dan ghayah Kompetensi dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu tujuan-tujuan awal (wasail), tujuan-tujuan antara (ahdaf), tujuantujuan pokok (maqashid), dan tujuan akhir (ghayah). Terkait dengan tujuan pendidikan pesantren, wasail, ahdaf, dan maqashid selalu dalam bentuk jamak (plural). Bentuk tunggalnya (singular) adalah wasilah, hadfu atau hadaf, dan maqshad. Dengan dirumuskan dalam
bentuk jamak berarti, tujuan-tujuan awal, tujuan-tujuan antara, dan tujuan-tujuan pokok selalu dirumuskan banyak/terinci. Sementara ghayah-nya hanya satu, yaitu mencapai ridla (kerelaan) Allah Swt. 3) Penyebaran ilmu Penyebaran ilmu atau nasyru al-‘ilmi menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran agama Islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran ilmu ini dalam kegiatan dakwah yang memuat prinsip alamru bi al ma’ruf wa al-nabyu ‘an al-munkar. Kewajiban ini bahkan menjadi sebuah keyakinan bagi kalangan pesantren, sebagai pembeda antara orang mukmin dengan munafik. Imam
al-Ghazali
lebih
keras
menyatakan,
bahwa
meninggalkan amar makruf nahi munkar berarti keluar dari komunitas orang mukmin. b. Kelemahan pesantren Pertama, orientasi ke belakang atau salaf-oriented masih jauh lebih kuat daripada orientasi ke depan dan ini tentu tercermin dalam sistem pembelajaran dunia pesantren. Kedua, ruang rasio, common sense, belum diminati di dunia pesantren. Pengajaran yang melupakan aspek ini jelas belum mampu melahirkan creativity dan curiosity, rasa ingin tahu. Ketiga, budaya tulis-menulis yang selama ini menghilang dari dunia pesantren dan telah diwariskan tokoh-tokoh pesantren semacam alBantani dan at Turmasi harus dihidupkan kembali secara konsisten.
Bukankah surat yang pertama kali diwahyukan juga mengisyaratkan qalam, alat tulis-menulis. Surat al-Alaq, surat pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad Saw, adalah satu seruan pencerahan intelektual yang telah terbukti dalam sejaraah mampu mengubah peradaban manusia dari masa kegelapan moral-spiritual dan membawanya pada peradaban tinggi di bawah petunjuk Ilahi. Keempat, selama ini agaknya santri-santri kita lebih disiapkan menjadi
‘abd
Allah daripada konsep
khalifah
Allah.
Sebagai
konsekuensinya santri lebih disiapkan sebagai penerus Islam ritualistik, akrab dengan dunia ibadah mahdlah, individu yang pasif dengan penekanan pada loyalitas kesalehan pribadi lupa dengan kesalehan sosial, serta sistem pembelajaran yang lebih menekankan hukuman dari apresiasi santri (Nafi’dkk, 2007: 101-103). 6. Peran Pesantren Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus memainkan peran sebagi lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya peran-peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesntren bisa pula menjadi lembaga keilmuan, kepelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilannya membangun integrasi dengan
masyarakat barulah memberinya mandat sebagai lembaga bimbingan keagamaan dan simpul budaya. a. Lembaga pendidikan Pengembangan apapun yang dilakukan dan dijalani oleh pesantren tidak mengubah ciri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas. Ciri inilah yang menjadikannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Disebut arti luas, karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Keteraturan pendidikan didalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya diatur sesuai urutan penjenjangan kitab. Penjenjangan itu ditetapkan secara turun-temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar-standar isi, kualifikasi pengajar, dan santri lulusannya. b. Lembaga keilmuan Pola itu membuka peluang bagi pesantren untuk menghadirkan diri juga sebagai lembaga keilmuan. Modusnya adalah kitab-kitab produk para guru pesantren kemudian dipakai juga di pesantren lainnya. Luas sempitnya pengakuan atas kitab-kitab itu bisa dilihat dari banyaknya pesantren yang ikut mempergunakannya.jarang terjadi kritik terbuka atas suatu kitab seperti itu dalam bentuk pidato atau selebaran. Yang lebih sering terjadi adalah ketidaksetujuan akan dituangkan ke dalam bentuk buku juga. Dan akhirnya masyarakat akan ikut menilai bobot karya-karya
itu. Dialog keilmuan itu berlangsung dalam ketenangan pesantren selama berabad-abad hingga tercatat karya-karya Syekh Nawawi al-Bantani (dari Banten) menjadi pegangan pembelajaran di Mekah dan Madinah (Haramayn). Demikian pula karya Syekh Mahfudz at-Turmasi (dari Pacitan) yang berjudul Manhaj Dzawi an-Nadhar yang menjadi kitab pegangan ilmu hadits hingga sekarang sampai di jenjang perguruan tinggi. c. Lembaga pelatihan Pelatihan awal yang dijalani para santri adalah mengelola kebutuhan diri santri sendiri; sejak makan, minum, mandi, pengelolaan barang-barang pribadi, sampai ke urusan merancang jadwal belajar dan mengatur hal-hal yang berpengaruh kepada pembelajarannya, seperti jadwal kunjungan orang tua atau pulang menjenguk keluarga. Pada tahap ini kebutuhan pembelajarannya masih dibimbing oleh santri yang lebih senior sampai si santri mempu mengurusnya sendiri; sejak menyusun jadwal, pengadaan buku pelajaran, pembuatan catatan belajar pribadi, sampai merancang kegiatan belajar tambahan di pesantren lain pada waktu-waktu tertentu. Jika tahapan ini dapat dikuasai dengan baik, maka santri akan menjalani pelatihan berikutnya untuk dapat menjadi anggota komunitas yang aktif dalam rombongan belajarnya. Di situ santri berlatih bermusyawarah, menyampaikan khithabah (pidato), mengelola suara saat pemilihan organisasi santri, mengelola tugas organisasi santri jika
terpilih, mengelola urusan operasional di pondok, dan mengelola tugas membimbing santri yuniornya. Pelatihan-pelatihan itu bisa berlanjut hingga santri dapat menjadi dirinya sendiri suatu hari. d. Lembaga pemberdayaan masyarakat Jarang pesantren dapat berkembang dalam waktu yang singkat dan langsung berskala besar, karena setiap tahapan dipahami sebagai membutuhkan penjiwaan. Kebesaran pesantren akan terwujud bersamaan dengan meningkatnya kapasitas yang dapat dipakai untuk memahami watak pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. e. Lembaga bimbingan keagamaan Tidak jarang pula pesantren ditempatkan sebagai bagian dari lembaga
bimbingan keagamaan oleh masyarakat
pendukungnya.
Setidaknya pesantren menjadi tempat bertanya masyarakat dalam hal keagamaan. Mandat pesantren dalam hal ini tampak sama kuatnya dengan mandat pesantren sebagai lembaga pendidikan. Di beberapa daerah, identifikasi lulusan pesantren kali pertama adalah kemampuannya menjadi pendamping masyarakat untuk urusan ritual keagamaan sebelum mandat lain yang berkaitan dengan keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.
f. Simpul budaya Pesantren dan simpul budaya itu sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada di tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke dalam peran itu, baik yang berada di daerah pengaruh kerajaan Islam maupun di luarnya. Pesantren berwatak tidak larut atau menentang budaya di sekitarnya. Yang jelas pesantren selalu kritis sekaligus membangun relasi harmonis dengan kehidupan di sekelilingnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan, yang bisa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip syari’at. Di situlah peantren melaksanakan tugas dan memperoleh tempat (Nafi’dkk, 2007:11-27). 7. Fungsi Pesantren Sejatinya pesantren sejak awal berdirinya merupakan lembaga bimbingan keagamaan dalam arti yang seluas-luasnya, yang berperan bukan hanya sebatas mengajarkan ilmu-ilmu agama semata, dan kemudian selesai. Pengajaran yang dikembangkannya lebih bersifat pendidikan transformatif, berorientasi pada pembelajaran melalui perbuatan yang digali maknanya. Tugas yang dilaksanakannya bukan soal-soal agama sebatas kegiatan ritual saja, melainkan juga merespons soal-soal kemasyarakatan yang hidup. Dengan demikian, ketika masyarakat menghadapi beragam persoalan, sering menjadikan pesantren sebagai rujukan. Mereka berkonsultasi kepada Kyai
mengenai bermacam-macam persoalan; ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan politik. Dalam perspektif itu pesantren juga berkembang sebagai lembaga yang mengelola fungsi mediatif. Konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakat yang tidak bisa diselesaikan melalui jalur hukum justru sering selesai secara memuaskan melalui pelibatan pesantren. Para santri sejak awal terkondisikan untuk berlatih berunding (musyawarah) dari persoalan sehari-hari sampai ke persoalan keagamaan. Perundingan itu bisa berjenjang sesuai dengan kapasitas para peserta dan persoalan yang dihadapi. Sering kali masalah yang dirundingkan tidak selesai pada suatu jenjang perundingan (Nafi’dkk, 2007: 141-142). Masalah dibawa kejenjang perundingan berikutnya. Dari jenjang santri yunior, masalah bisa berpindah menjadi agenda dalam jenjang menengah dan santri senior. Di atas ini masih terdapat jenjang menengah dan santri senior. Di atas ini masih terdapat jenjang para qari’, badal, ustasz muda, ustadz, Kyai, dan dewan Kyai. 8. Asal-usul Tradisi Keilmuan di Pesantren Pertanyaan historis tentang pesantren yang masih tersisa adalah asalusul (genuinitas) tradisi. Paling tidak ada empat teori tentang problem historis ini, yaitu: bahwa tradisi pesantren itu berasal dari Persia (Iran); kedua, berasal dari India Selatan (Gujarat); ketiga, berasal dari Jazirah Arab (Hadramaut); dan keempat, warisan tradisi lokal Hindu-Budha pra-Islam. Kejelasan histografi ini sangat penting, terutama untuk mengartikulasikan
kembali term tradisional dan salafi, yang satu sisi sering dinisbahkan kepada tradisi dan ajaran ulama Timur Tengah. Oleh karena itu, dalam upaya pelacakan asal-usul tradisi pesantren tidak dapat terlepas dari sejarah awal masuknya Islam ke wilayah Nusantara. Hampir semua catatan sejarah tidak seragam mengenai awal masuknya Islam ke Indonesia. Khususnya Aceh, sebagai tempat yang pertama kali disinggahi para saudagar dari arah Barat, terdapat dua pendapat yang berbeda, yaitu abad VII/XIII (pendapat lama) dan abad I/VII (pendapat baru). Pendapat lama beragumentasi bahwa masuknya Islam itu iedntik dengan berdirinya kerajaan Islam yang pertama kali, yaitu kerajaan Samudra Pasai yang mana rajanya, Malik Saleh, wafat pada tahun 1297 (abad XIII M). Sedangkan alasan pendapat baru (I/VII) adalah awal masuknya Islam tidak identik dengan awal berdirinya kerajaan Islam, mengingat bahwa pembawa Islam di Indonesia adalah para pedagang, bukan misi tertentu dan bukan pelarian politik, di samping itu mereka tidak berambisi mendirikan kerajaan. Apalagi pada waktu itu di Indonesia sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang banyak jumlahnya dan berkekuatan besar. Jadi, masa tenggang antara berdirinya kerajaan Hindu-Budha dengan orang pertama kali di Indonesia adalah sangat lama. Tradisi pesantren di Jawa merupakan sintesis baru antara tradisi lokal pra-Islam dengan ajaran ulama Timur Tengah. Akomodasi tradisi lokal oleh
para mubaligh itu merupakan bagian dari strategi dakwahnya agar mudah diterima masyarakat lokal, yaitu dijadikan sebagai wadahnya yang kemudian diisi dengan ajaran Islam Timur Tengah. Babak berikutnya unsur tradisi lokal itu semakin tidak tampak karena proses reduksi dan penyaringan yang berjalan terus-menerus yang dimulai sejak era pembangunan jaringan ulama Nusantara Timur Tengah abad XVII M sampai sekarang ini (Mughits, 2008: 138-143). 9. Kurikulum Pesantren Kurikulum yang berkembang di pesantren selama ini menunjukan prinsip yang tetap (Nafi’dkk, 2007: 85-86); yaitu Pertama, kurikulum ditujukan untuk mencetak ulama di kemudian hari. Di dalamnya terdapat paket mata pelajaran, pengalaman, dan kesempatan yang harus ditempuh oleh santri. Keberhasilan pencapaian tujuan ini biasanya tidak ditentukan
untuk menghasilkan 100% santri
sebagai ulama. Kapasitas seorang ulama membutuhkan waktu yang lama untuk dijangkau. Pesantren sadar, dalam setiap angkatan mungkin hanya akan dilahirkan lulusan yang berkapasitas sebagai ulama satu dua orang saja. Mereka yang tidak berkualifikasi sebagai ulama, tetap menjadi pelaku kehidupan yang berarti di masyarakatnya. Profesi sebagai petani, nelayan, pedagang, wiraswastawan, pegawai, karyawan, profesional, pengusaha, dan sebagainya terbuka luas bagi mereka.
Kedua, struktur dasar kurikulum adalah pengajaran pengetahuan agama dalam segenap tingkatan dan layanan pendidikan dalam bentuk bimbingan kepada santri secara pribadi dan kelompok. Bimbingan ini seringkali bersifat menyeluruh; tidak hanya di kelas dan atau menyangkut penguasaan materi mata pelajaran, melainkan juga di luar kelas dan menyangkut pembentukan karakter, peningkatan kapasitas, pemberian kesempatan, dan tanggung jawab yang dipandang memadai bagi lahirnya lulusan yang dapat mengembangkan diri; syukur bisa meneruskan misi pesantren. Ketiga, secara keseluruhan kurikulumnya bersifat fleksibel; setiap santri berkempatan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum yang ditetapkan pesantren di atas, tidak mengarah pada spesialisasi tertentu di luar penguasaan pengetahuan keagamaan. Sifatnya lebih menekankan pada pembinaan pribadi dengan sikap hidup yang utuh telah menciptakan tenaga kerja untuk lapangan-lapangan kerja yang tidak direncanakan sebelumnya. Meskipun pada perkembangannya banyak pesantren yang juga mengajarkan ilmu-ilmu umum, namun tujuan utama pendidikan di pesantren adalah penguasaan ilmu dan pemahaman keagamaan. Fleksibelitas kurikulum itu dapat dipandang sebagai watak pesantren dalam melayani kebutuhan dan memenuhi hak santri untuk belajar ilmu agama. Kebutuhan kurikuler santri berbeda-beda sesuai dengan panggilan dirinya, misi keluarga, tuntutan masyarakat “pengutusnya”, atau kekhasan kemampuannya. Sementara hak kurikuler santri adalah memperoleh
pelajaran yang diperlukannya untuk menjadi penganut agama Islam yang baik sebagai pribadi, warga masyarakat, dan warga negara; sehingga ia dapat berperan serta dalam kehidupan demokratis bersama warga bangsanya dalam penghidupan yang layak bagi kemanusiaannya.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Potret Pondok Pesantren Al-Ikhlas 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ikhlas Pondok Pesantren Al-Ikhlas berdiri pada tahun 1999, yang dipelopori oleh KH. Muhammad Fatkhan bersama istri beliau Hj. Nyai Siti Nur Alfiyah. Pondok pesantren tersebut berdiri di atas tanah milik pribadi. Awal mula berdirinya pondok berawal dari adanya mengaji biasa atau kampung yang diampu oleh beliau Bapak Kyai dan Ibu Nyai pada tahun 1993. Karena semakin tahun semakin banyak orang yang berdatangan maka mulailah dibangun aula putra yang sekarang ini, dulu adalah bangunan pertama di pondok yaitu pada tahun 1999. Kemudian berlanjut pondok putra dan putri hingga sekarang bertambah seiring dengan bertambahnya santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. Pembelajaran di pondok pesantren di mulai di pagi hari setelah solat subuh berjamaah dengan Bapak Kyai mulai membaca Al-Qur’an yang kemudian dilanjutkan sorogan, yaitu dengan santri maju secara bergiliran antara dua hingga empat santri di hadapan Bapak Kyai. Kemudian mengaji tafsir jalalaian di siang hari setelah jama’ah solat duhur. Dan mengaji fatkul qorib dan tanbihul ghofilin di sore hari
setelah solat jama’ah ashyar. Serta ta’lim mutak ‘alim di waktu setelah solat isya’ berjamaah. Sementara di waktu maghrib untuk balahan yaitu santri yang belum khatam Al-Qur’an harus maju menghadap santri yang sudah Khatam Al-Qur’an untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan kitab yang besok digunakan untuk maju sorogan di hadapan Bapak Kyai. Begitu pun pula yang santri putri yang keesokan harinya juga akan maju di hadapan Bu Nyai. Pada awal tahun 1999 belum santri belum mulai di kelompokkelompokan dalam kelas-kelas namun pada tahun 2004 baru mulai di kelompokan perkelas karena jumlah santri yang semakin bertambah banyak hingga kini (wawancara dengan Bapak Kyai dan Mas Eko [alumni angkatan pertama pondok] Selasa, 08 Mei 2012, 20.00-22.00 Wib).
2. Letak Geografis PP Al-ikhlas Pondok Pesantren Al-ikhlas terletak di Jl. Diponegoro, Gg. Cempaka No. 02 Gowongan Genuk Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang. Sebelah utara pabrik air minum pelangi. Sementara usaha warung sate sapi pak kempleng berada di sebelah selatan SPBU yang berada di depan pabrik Ungaran Sari Garmen. Pondok Pesantren tepatnya berada di gang setelah masjid Srotol Mustaqim Gowongan sebelah utara
SPBU. Juga bisa masuk lewat gang depan Soto Pak Keri (wawancara dengan Lurah pondok putra, Rabu, 16 Mei 2012, 21.00-22.00 Wib). 3. Dasar dan Tujuan a. Dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan landasan dasar yang dipakai oleh Pondok Pesantren Al-ikhlas dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sehingga hasilnya akan lebih terarah dan fitrah yang dimilikinya akan lebih terjaga dari berbagai kemungkinan dalam perjalanan peradaban umat manusia dewasa ini. Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut dijabarkan dalam sikap dan perilaku santri, maka dasar tersebut adalah sebagai berikut: 1) Dasar atau asas yang akan memberi ruh di Pondok Pesantren Al-ikhlas adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. 2) Al-Qur’an dan As-Sunnah digunakan sebagai neraca dan ukuran dalam segala pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. 3) Dengan dasar dan pengertian tersebut di atas, maka sikap dan perilaku sehari-hari yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Alikhlas harus mencerminkan suatu pelaksanaan disiplin, yaitu disiplin terhadap diri sendiri dan disiplin terhadap Allah Swt.
b. Tujuan Pada dasarnya Pondok Pesantren Al-ikhlas mempunyai tujuan yang sangat signifikan. 1) Tujuan Umum Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. 2) Tujuan Khusus a) Pembinaan suasana hidup dalam pondok pesantren sebaik mungkin sehingga berkesan pada jiwa anak didiknya (santri). b) Memberikan pengertian keagamaan melalui pengajaran Ilmu Agama Islam. c) Mengembangkan
sikap
beragama
praktek-praktek
beribadah. d) Mewujudkan ukhuwah islamiyah dalam pondok pesantren dan sekitarnya. e) Memberikan pendidikan dan keterampilan kepada anak didik. f) Mengusahakan
perwujudan
segala
aktivitas
dalam
pesantren yang mungkin pencapaian tujuan umum tersebut.
g) Membantu sumber daya santri yang memiliki nilai dan sikap agamawan, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan komunikasi dan kesadaran akan ekologi lingkungan. h) Melahirkan dan menciptakan alumni pesantren yang figur keilmuan yang begitu tangguh dan mampu memainkan propertinya pada masyarakat secara umum. i) Menciptakan santri yang berbasis IMTAQ dan IPTEK (wawancara dengan Ibu Nyai Hj. Siti Nur Alfiyah dan Ustadzah Isna, Sabtu, 12 Mei 2012, 09.00-11.00 Wib).
4. Keadaan Ustadz dan Ustadzah (Pengajar) Adapun tenaga pendidik (ustadz) Pondok Pesantren Al-ikhlas terdiri dari lulusan pesantren. Nama-nama pengajar Al-ikhlas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel I Ustadz dan Ustadzah No. Nama
Pendidikan
Mata Pelajaran
KH.
PonPes
1. Tafsir Jalalain
Muhammad
Mantusari
2. Fatkhul Qorib
Fatkhan
Bandongan
3. Tanbihul Ghofilin
Magelang
4. Ta’lim Muta’alim
1.
5. Daqoiqul Akbar
6. Durotun Nasikin Ust. Abdul Said PonPes
1. Imriti
2. Mantusari
2. Alfiyah
Bandongan
3. Mutamimah
Magelang Ust. Hamzah
PonPes Lirboyo
1. Imriti
Kediri
2. Qowaidul I’rob
3.
3. Jurumiyah Ust.
Hasan PonPes Tegalrejo
1. Qiro’ah
Halfi
Magelang
2. Alfiyah
4.
3. Mutamimah Ustadzah Isna
PonPes Lirboyo
1. TPQ
Kediri
2. SP
5. (Sekolah
Pemula) 3. Tajwid Ibu Nyai Hj.
1. PonPes
Al-
1. TPQ
6. Siti Nur Alfiyah
Mu’ayad Solo 2. PonPes Mantusari Bandongan Magelang
2. SP Pemula) 3. Tajwid
(Sekolah
Sumber: Dokumentasi Pondok dan wawancara dengan Ust. Hasan Halfi dan Ust. Abdul Said, Jum’at, 08 Juni 2012 pukul 02.00-04.00 Wib.
5. Keadaan Santri Keadaan santri Al-ikhlas Gowongan periode 2012 dengan jumlah 138 santri yang terperinci sebagai berikut: Tabel II Jumlah seluruh santri: 138 santri No. Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
14
15
29
(Sekolah 11
13
24
TPQ 1. SP 2. Pemula) Tajwid
10
11
21
Jurumiyah
9
10
19
Imriti
8
7
15
Mutamimah
7
6
13
Alfiah Awal
5
5
10
Alfiah Tsani
6
1
7
70
68
138
3. 4. 5. 6. 7. 8. Total Sumber : Dokumentasi pondok dan Sekretaris pondok putra dan putri, Jum’at, 27 April 2012 pukul 08.00-10.00 Wib.
Di pondok Pesantren Al-Ikhas santri mendapat makan gratis dari Bapak Kyai sebanyak dua kali dalam sehari. Santri putrilah yang bertugas memasak sementara santri putra dan santri putri yang kebetulan tidak terjadwal memasak hanya berkewajiban menyiapkan tepak untuk di isi nasi, sayur dan lauk. Maka di dapur terlampir daftar nama-nama santri guna penyediaan untuk maka agar bisa tepat dan tidak mubadzir (wawancara dengan Lurah dan bendahara pondok putri, Sabtu, 12 Mei 2012, 09.00-11.00 Wib). 6. Struktur Organisasi Kepengurusan Pondok
Pesantren
Al-ikhlas
yang
diasuh
Bapak
KH.
Muhammad Fatkhan terbagi antara pengurus putra dan putri. Pengurus ini bertugas melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan oleh pengasuh tentang pengelolaan pondok, baik masalah pendidikan maupun masalah rumah tangganya. Personalia pengurus dipilih melalui rapat tahunan oleh wakilwakil santri, untuk kemudian diminta persetujuan dan pengesahan dari pengasuh/pelindung. Pengurus tersebut terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris, Bendahara dan wakil-wakil ketua, Pembantu Umum serta dilengkapi dengan seksi-seksi. Wilayah pondok pesantren dibagi kepada pondok putra dan pondok putri dipimpin oleh seorang rais khas (ketua khusus) yang disebut lurah pondok.
Bagan I STRUKTUR KEPENGURUSAN PONDOK PUTRA
Pengasuh KH. Muhammad Fatkhan H. Siti Nur Alfiyah
Ketua
Wakil Ketua
Ahmadun
Waliyanto
Sekretaris
Bendahara
Miftakhul Huda
Ahmad Mufid
Ahmad Faizin
Keamanan
Kebersihan
Solikun
Fatkhudin
Suryadi
Aris
Ilham Humas Sarana dan Prasarana
Fathoni
Nasichin
Muslikhun
Supardi Koperasi Asep
Pendidikan Makhasin
Nur Hamid
Sumber : Dokumentasi dan Lurah pondok putra, Minggu,10 Juni 2012 pukul 09.00-10.30 Wib.
Bagan II STRUKTUR KEPENGURUSAN PONDOK PUTRI
Pengasuh KH. Muhammad Fatkhan H. Siti Nur Alfiyah
Ketua
Wakil Ketua
Siti Hani’atul Kholifah
Ulaika Sari
Sekretaris
Bendahara
Aini Mauidah
Ma’rifah
Ratna Wahyu K
Keamanan
Kebersihan
Khalimatus Sa’diyah
Ida Dahlia
Siti Zulaikhah Kesehatan Rosidatul Khasanah
Sisfi Anatus Sholihah
Pendidikan Sri Mulyani
Sumber: Dokumentasi dan Lurah pondok putri Kamis, 14 Juni 2012 pukul 08.00-09.00 Wib.
Setiap pengurus mempunyai tugas dan perannya masing-masing yang dapat dijabarkan sebagai berikut. 1). Ketua & Wakil
:
- Mengkoordinir kerja para seksi dan ikut serta dalam tugas. - Memberi arahan dan dapat memberikan contoh yang baik kepada semua santri.
2). Sekertaris
:
- Mendaftar santri baru. - Membuat dokumen pondok. - Membuat notulen rapat. - Menulis pengumuman.
3). Bendahara
:
- Menarik uang Syahriyah. - Membuat laporan keuangan per bulan. - Membuat buku besar kas gabungan putra putri.
4). Seksi Keamanan
:
- Membimbing dan memberi arahan kepada santri baru. - Mengontrol peralatan makan, mandi, dan lain-lain.
- Menertibkan kedisiplinan jama’ah dan waktu mengaji. - Mengontrol dan mengamankan serta mengadakan sensor barang milik santri. 5). Seksi Kebersihan
: - Membuat jadwal piket. - Menciptakan suasana bersih di pondok.
6). Seksi Pendidikan
: - Membuat sistem pendidikan. - Membuat jadwal kegiatan pondok.
7). Seksi Kesehatan
: - menyiapkan perlengkapan obat-obatan untuk santri yang sakit - membawa santri yang sakitnya parah kerumah sakit atau kebidan atau dokter terdekat
8). Seksi Humas
:
-
mengantarkan
undangan
untuk
kepentingan pondok - melakukan pendataan untuk beberapa tokoh untuk kegiatan akhirusanah
9). Seksi Sarana dan Prasarana: - melakukan pendataan barang-barang inventaris pondok -
melakukan
pembenahan
terhadap
kerusakan barang dan bangunan maupun penerangan yang ada dipondok 10). Seksi Koperasi
: -
menyediakan
kitab
yang
menjadi
pembelajaran di pondok - menyediakan kebutuhan pokok atau kebutuhan
harian
santri
pondok
(wawancara dengan Lurah pondok putra dan putri, Minggu, 24 Juni 2012, pukul 13.00-15.00 Wib). 7. Sistem Pendidikan Kewirausahaan Pondok Pesantren Al-ikhlas Adapun sistem yang digunakan dalam pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Gowongan Ungaran Barat adalah: a. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar pembelajaran kitab sebagai bagian integral dari kurikulum pesantren.
Kegiatan
pembentukan
pengembangan
karakter
termasuk
diri karakter
merupakan wirausaha
upaya dan
kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan
kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari santri. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan
kepada
santri
untuk
mengembangkan
dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
kondisi
dan
perkembangan
peserta
didik,
dengan
memperhatikan kondisi pesantren.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan
santri
kreativitas,
kompetensi,
kemampuan
dalam
kehidupan
mengembangkan: dan
kebiasaan
keagamaan,
bakat,
dalam
minat,
kehidupan,
kemampuan
sosial,
kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh santri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh Bapak Kyai dan Ustadz/Ustadzah di pesantren yang diikuti oleh semua santri. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan
kewirausahaan
dapat
dilakukan
melalui
pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari pesantren misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya santri, dll). b. Perubahan Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan dari Teori ke Praktik Dengan cara ini, pendidikan kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum pesantren, pada pembahasan kitab ta’limu ta’alim ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang
secara
langsung
(eksplisit)
mengenalkan
nilai-nilai
kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pendidikan kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
c. Pengintegrasian
Pendidikan
Kewirausahaan
ke
dalam
Bahan/kitab Ajar Bahan/kitab ajar merupakan komponen pendidikan yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pendidikan. Banyak guru yang mengajar dengan sematamata
mengikuti
urutan
penyajian
dan
kegiatan-kegiatan
pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis kitab ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilainilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi. d. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur pesantren Budaya/kultur pesantren adalah suasana kehidupan pesantren di mana pengasuh berinteraksi dengan tokoh masyarakat, Ustadz dengan Ustadzah, pengurus dengan sesamanya, santri dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat pesantren. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya pesantren mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengasuh pesantren,
ustadz,
ustadzah,
pengurus
pesantren ketika berkomunikasi dengan santri dan mengunakan fasilitas pesantren, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan pesantren (seluruh warga pesanten melakukan aktivitas berwirausaha di
lingkungan pesantren) (wawancara dengan Lurah pondok putra, Minggu, 01 Juli 2012, 09.30-11.40 Wib). 8. Kelembagaan Keberadaan
Pondok
Pesantren
Al-ikhlas
ditengah-tengah
masyarakat semakin dikenal baik di lingkungan Gowongan dan Kab. Semarang. Kenyataan ini mendorong untuk berupaya melayani seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kebutuhan, mulai dari masalah sosial, keagamaan/kemasyarakatan, pendidikan dan lainnya. Upaya-upaya yang telah dilakukan diantaranya selain santri belajar kitab kuning, santri juga dibekali keterampilan yang diharapkan bisa bermanfaat kelak jika santri hidup di masyarakat. Dan tidak ada kebingungan dalam diri santri dalam menjalani kehidupannya. Terlebih
dengan
semakin
sulitnya
seseorang
dalam
mencari
penghidupan untuk dirinya dan keluarganya. Santri digiatkan dalam kegiatan kewirausahaan yang ada di warung sate sapi pak kempleng, pemancingan si weden indah dan juga peternakan kambing. Sementara untuk putri diberdayakan didalam memasak setiap hari dan apabila ada pesanan untuk memasak aqiqohan. Selain itu bagi sebagian santri bisa juga berlatih di dalam koperasi yang ada di pondok pesantren yaitu koperasi kitab dan koperasi makanan dan kebutuhan sehari-hari (wawancara dengan seksi pendidikan putra, Senin, 25 Juni 2012, pukul 20.00-22.00Wib).
9. Materi dan Kurikulum Pondok Pesantren Al-Ikhlas Digunakannya materi dan kurikulum ini adalah dengan harapan agar tujuan yang hendak dicapai dapat terarah dan bisa direalisasikan. Demikian halnya materi dan kurikulum yang diberikan di Pondok Pesantren Al-ikhlas adalah sebagai berikut: a. Kelas TPQ Diberikan kepada santri awal sebagai dasar dalam membaca Al-Qur’an sesuai makhrojnya dan pengetahuan dalam menulis huruf-huruf hijaiyah. Kelas ini dimulai dari jam 14.00-15.30 WIB. b. Kelas SP (Sekolah Pemula) Diberikan kepada santri sebagai dasar dalam mempelajari agama di Pondok Pesantren Al-ikhlas. Kelas ini dimulai dari jam 14.00-16.30 WIB. Pada tahap awal materi yang diajarkan antara lain: 1) Sifaul Jinan 2) Risalatul Quro’ 3) Aqidatul Awam 4) Fasholatan 5) Al-Qur’an 6) Alala
c. Kelas Tajwid Setelah menamatkan kelas SP (Sekolah Pemula), maka para santri melanjutkan ke Kelas Tajwid. Adapun materi yang diajarkan di tingkat II ini antara lain: 1) Ta’limul Muta’alim 2) Aswaja 3) Safinatun Najah 4) Risalatul Makhid 5) Al-Qur’an d. Kelas Jurumiyah Setelah menamatkan kelas Tajwid, maka santri melanjutkan tingkat setelahnya, yaitu Kelas Jurumiyah. Adapun materi yang diajarkan di Kelas Jurumiyah tersebut adalah: 1) Al-Jurumiyah 2) Targhib Wa Targhib 3) Shorof 4) Sulam Taufiq 5) Arba’in Nawawi
e. Kelas Imriti Setelah
menamatkan
Kelas
Jurumiyah,
maka
santri
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu kelas Imriti adalah sebagai berikut: 1) Al-Imrithi 2) Matnul Ghoyah 3) Fathul Qorib I 4) Qowa’idul I’rob f. Kelas Mutamimah Kelas lanjutan setelah Kelas Imriti adalah Kelas Mutamimah, adapun pelajarannya antara lain: 1) Mutamimah 2) Fatkhul Qorib II g. Kelas Alfiyah Awal Kelas lanjutan setelah Kelas Mutamimah adalah Kelas Alfiyah Awal, adapun pelajarannya antara lain: 1. Alfiyah Awal 2. Fatkhul Mu’in I
h. Kelas Alfiyah Tsani Tingkat Kelas Alfiyah Tsani merupakan kelas yang tertinggi di Pondok Pesantren Al-ikhlas. Adapun materi yang diajarkan di kelas tertinggi adalah: 1) Al-Fiyah Tsani 2) Fatkhul Mu’in II i. Umum Dari tingkat Kelas TPQ sampai Kelas Alfiyah Tsani tersebut dilaksanakan pada waktu yang bersamaan yaitu pada: 1) Ba’da Dzuhur ialah: Tafsir Jalalain, mulai pukul 13.00-14.00 WIB 2) Ba’da ashar ialah: Tanbihul Ghofilin dan Fatkhul Qorib, mulai pukul 15.30 WIB-17.00 WIB 3) Ba’da Maghrib digunakan untuk balahan santri yang belum khatam Al-Qur’an dengan yang sudah khatam Al-Qur’an. 4) Ba’da Isya’ ialah: Ta’lim Muta’alim, mulai pukul 19.15 WIB20.00 WIB 5) Ba’da Subuh ialah: Al-Qur’an dan dilanjutkan sorogan, mulai pukul 05.00 WIB-07.00 WIB, namun bagi yang berkewajiban sekolah hanya sampai jam 06.00 WIB (Dokumentasi pondok putra dan putri).
10. Sarana dan Prasarana Unit-unit bangunan komplek pondok yang terletak di Jl. Diponegoro, Gg Cempaka No. 02, Gowongan Genuk, Kec. Ungaran Barat, Kab. Semarang berada di atas tanah seluas ± 350 m2, yang statusnya adalah milik Bapak Kyai pribadi. Sedangkan pemancingan Si Weden Indah yang berada di sebelah barat pondok sekitar jarak 500 m dari pondok mempunyai luas keseluruhan 5550 m2 dengan ketentuan sebagai berikut. Luas bagian depan 850 m2, bagian bawah 750 m2, bagian timur 450 m2, bagian rumah antic 500 m2, dan bagian selatan 3000 m2. Adapula warung Sate Sapi Pak Kempleng yang berada di sebelah selatan SPBU depan pabrik Ungaran Sari Garmen dengan luas 60x15 m. Sedangkan peternakan kambing dengan luas 3500 m2. Yang juga dipenuhi dengan pepohonan sengon. Dengan jumlah kambingnya sekitar 30 puluhan (Wawancara dengan Bapak Kyai, Rabu, 04 Juli 2012, pukul 09.00-11.00 Wib). Adapun mengenai sarana dan prasarana yang ada di Pondok Pesantren Al-ikhlas adalah sebagai berikut: 1) Untuk pondok putra a. Computer: 3 buah b. Ddispenser: 1 buah c. Kompor gas: 1 buah d. Setrika: 1 buah
e. Kamar putra: 5 ruang. Dengan luas yang beragam dari 3x3 m, 3x4 m, dan 6x5 m satu ruang yang paling besar. f. Koperasi: 1 ruang g. Kantor: 1 ruang h. Toilet/kamar mandi: 2 ruang i.
Aula/mushola putra: 1 ruang dengan luas 18x5 m (wawancara dengan seksi sarana dan prasarana pondok putra, Senin, 16 Juli 2012, pukul 10.00-12.00 Wib).
2) Untuk pondok putri a. Mesin jahit: 2 buah b. Dispenser: 1 buah c. Mushola: 1 ruang d. Aula: 1 ruang e. Kamar: 3 ruang f. Kamar mandi/toilet: 2 ruang g. Koperasi: 1 ruang (wawancara dengan seksi kebersihan pondok putri, Kamis, 19 Juli 2012, pukul 08.00-10.00 Wib).
B. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Perkembangan Kemandirian Santri Dalam mempersiapkan generasi Islam yang tangguh dan mampu menghadapi tantangan dunia yang semakin komplek, tidak hanya dituntut untuk mempelajari teorinya saja akan tetapi juga bisa menerapkan dan mempraktekannya. Lebih dari itu sebuah lembaga pendidikan harus lebih menekankan pada pendidikan moral santri. Pesantren sebagai lembaga alternatif diharapkan mampu menyiapkan kualitas generasi yang berkepribadian sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, di pondok pesantren Al-Ikhlas santri dibekali dengan berbagai keterampilan dan kesibukan guna masa depan santri dan menghapus image masayarakat bahwa santri hanya bisa teori-teori/dalil-dalil saja dalam agama namun tidak bisa mengaplikasikannya. Menyikapi realitas sosial pada generasi zaman sekarang, fenomena yang terjadi dalam kehidupan adalah generasi pada zaman sekarang ini sudah jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an. Akibatnya bentuk penyimpangan terhadap nilai tersebut mudah ditemukan dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Islam. Beberapa permasalahan yang di alami pondok pesantren adalah santri setelah lulus dari pondok pesantren hanya mahir dalam hal kitab kuning saja atau teori kitab saja akan tetapi tidak pandai atau mempunyai inisiatif
atau
ketrampilan
lain.
Sehingga
pemikiran
masyarakat
menganggap mengaji di pondok mau jadi apa. Seolah di pondok pesantren hanya akan menjadi orang yang terbelakang. Akan tetapi sebaliknya. Di pondok pesantren Al-Ikhlas para santri selain belajar kitab kuning mereka juga dibekali beberapa ketrampilan lain yang mampu membuat para santri putra maupun putri selain pandai dalam hal pembelajran kitab kuning yang ada di pondok pesantren juga santri dibekali beberapa ketrampilan lain seperti warung makan Sate Sapi Pak Kempleng yang ada di sebelah selatan SPBU depan pabrik USG (Ungaran Sari Garmen). Kemudian ada pemancingan Si Weden Indah dan peternakan kambing di sebelah barat pondok pesantren. Juga koperasi santri putra dan putri. Yang tidak hanya memenuhi kebutuhan kitab santri dalam proses pembelajaran di pondok akan tetapi juga kebutuhan seharihari para santri. Seperti yang terjadi dengan santri putri membuat nasi goreng dipagi hari kemudian dijual untuk santri putri yang lainnya. Dan santri putra dengan membuat nasi kucingan yang kemudian dijual ke santri putra yang lain. Hal ini tentu akan melatih terutama mereka yang hanya mondok saja tanpa diselingi dengan sekolah umum. Sehingga ketika kelak terjun dimasyarakat santri akan siap dalam keduniawiannya dan keakhiratannya. Kalau dibilang kebahagiaan dunia akhirat. Mereka juga dinyakinkan dengan adanya solat malam yang dinyakini secara berkelanjutan akan membawa berkah yang sangat luar biasa. Dalam segala hajatnya di dunia.
Serta juga sodakoh jariyah yang di contohkan Bapak Kyai dengan memberi makan santrinya dua kali sehari setiap hari. Solat malam dan sodakoh di nyakini menjadi kunci utama mengalirnya rizki atau datangnya rizki dari Allah yang tiada terkira dan tiada disangka-sangka. Terlebih jikalau santri tidak melakukan solat malam (tahajud) maka santri akan terkena takziran atau punismen yaitu membaca surat Al-Fatikhah empat puluh satu kali di depan Bapak Kyai di saat mengaji pagi sehabis subuhan atau sorogan dan itu berarti santri harus absen setoran mengajinya dengan Bapak Kyai. Sehingga santri tertunda tingkatan mengajinya dengan teman yang lainnya. Terlebih bagi mereka yang
mendapat
tugas jaga
malam
yang
mempunyai kewajiban
membangunkan para santri lainnya untuk bangun malam maka harus membaca delapan puluh dua kali. Model pendidikan kewirausahaan yang ditanamkan Bapak Kyai terhadap para santrinya ialah dengan memberdayakan santri sesuai dengan bakat ataupun ketrampilan yang dimiliki oleh para santrinya. Yang pandai berdagang di berdayakan di warung makan sate sapinya. Dan begitu seterusnya. Dan juga yang kurang mahir dalam segalanya maka Bapak Kyai pun tidak kekurangan idenya untuk bagaimana agar santri tidak menganggur dengan beberapa kesibukan lainnya. Yang intinya tidak akan ada dalam hidup di ponpes Al-Ikhlas yang mana dengan hal tersebut santri akan terbiasa bertindak sehingga santri apabila kelak terjun dimasyarakat
tidak kaget atau pun canggung. Yang mana dunia sebenarnya lebih sulit dan lebih akan banyak tantangannya. Santri juga ditekankan oleh Bapak Kyai. Bahwa kalian tidak harus menjadi Kyai dalam hal agama atau ulama saja. Akan tetapi bisa untuk menjadi kyai-kyai yang lain seperti kyai yang pandai dalam bidang-bidang lainnya dan akan menjadi kyai sesuai bidangnya masing-masing. Masalah di atas sudah tentu memerlukan solusi yang diharapkan mampu mengantisipasi peilaku yang mulai dilanda penyakit malas, tindakan preventif perlu ditempuh agar dapat mengantarkan santri kepada terjaminnya kehidupannya, dapat menjadi tumpuan dan harapan bangsa serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketentraman dan kebahagiaan dilingkungan masyarakat khususnya lingkungan pondok pesantren. Untuk dapat memiliki mental kewirausahaan yang baik sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an pastilah berpedoman pada Rasulallah Saw. Karena beliau memiliki sifat-sifat terpuji yang harus di contoh dan menjadi panduan bagi umatnya. Nabi Saw. Adalah orang yang kuat imannya, berani, sabar dan tabah dalam menerima cobaan. Beliau memiliki akhlak yang mulia, oleh karenanya beliau patut ditiru dan dicontoh dalam segala perbuatannya. Ketentraman dan kerukunan akan diraih manakala setiap individu bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhannya seperti yang dicontohkan rasulallah Saw. Mengingat pentingnya mental kewirausahaan bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius
untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan kewirausahaan berfungsi sebagai panduan bagi santri agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik untuk kehidupannya di masa depan. Pondok Pesantren Al-ikhlas sebagai lembaga dan wahana pendidikan Islam yang walaupun salafi akan tetapi ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mentransfer ilmu-ilmu keIslaman, memelihara tradisi keIslaman, memproduksi ulama dan menciptakan generasi Islam yang mampu bersaing di era globalisasi. Di
pondok
Pesantren
Al-Ikhlas
selain
kami
mengajarkan
pembelajaran pondok secara klasikal. Kami juga membekali santri dengan berbagai keterampilan agar santri mempunyai pandangan luas. Sehingga tidak terkesan bermalas-malasan tapi sebaliknya penuh semangat dan pemikiran yang sehat, terampil dan kreatif. Karena pada hakekatnya apabila santri itu terbiasa dengan kemalasan dan lebih menuruti nafsunya tersebut maka dampaknya mungkin tidak sekarang tapi disaat santri itu pulang aatau sudah tidak lagi di pondok maka santri akan menyesal. Sebagaimana kata Bapak Kyai, Sabtu, 26 Mei 2012, 19:30 WIB: “Santri kalau tidak cerdas, percuma selama ini mengaji pagi siang malam kalau tidak dapat apa-apa selain hanya menghabiskan uang kiriman dari orang tua.” Di pondok Pesantren Al-Ikhlas dilarang merokok karena merokok bisa membuat santri malas dan itu berbahaya bagi santri yang belum bisa
mandiri terutama belum mempunyai kemandirian financial maka berpengaruh nantinya santri akan menghalalkan berbagai macam cara untuk agar bisa mendapatkan seputung rokok. Sebagaimana penuturan Lurah pondok putra, Kamis, 7 Juni 2012, 08.30 WIB: “Hal ini akan merembet ke berbagai bentuk kenakalan atau kejahatan. dan juga panangan masyarakat terhadap pondok menjadi tidak baik. Karena ini juga akan mengarah pada terpengaruhinya santri yang semula tidak merokok menjadi perokok khususnya santri yang masih perlu banyak bimbingan dan arahan atau masih perlu pengawasan karena masih usia anak-anak atau remaja yang notabene masih menjagakan orang tuanya dalam hal keuangan.” Demikian juga diungkapkan Keamanan pondok putra, senin, 09 April 2012, 15.00 Wib bahwa: “Proses belajar mengajar yang dilakukan dengan melalui struktur, metode, dan literatur tradisional, dengan struktur pembelajaran dengan metode sorogan, bandungan, dan balahan. Yang sekarang berkembang pula pembelajaran musyawarah dengan tutor dari para santri. Tata nilai yang dianut dan didukung dalam kehidupan pondok pesantren Al-ikhlas adalah konsep ahlusunah waljama’ah.” Dengan kapasitas yang dimiliki, pondok pesantren Al-ikhlas berpotensi mendidik dan membina generasi Islam menjadi calon-calon ulama. Potensi ini akan berkembang sekalipun dari luar mengalir arus pemikiran baru dan perubahan yang mengintervensi. Pondok pesantren Alikhlas berusaha peka terhadap perubahan yang terjadi disekitarnya, termasuk perubahan yang dibawa oleh arus globalisasi yang membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial dan budaya yang beraneka ragam. Dan juga diungkapkan Mas Eko Alumni Pondok, 24 Juli 2012, 20:30 Wib: “Solusi yang ditempuh untuk memperbaiki mental santri dipondok pesantren Al-ikhlas antara lain yaitu dengan melakukan
pendekatan dari pengurus terhadap santri, dengan tujuan agar santri lebih mudah dibina dan diarahkan. Pendekatan tersebut diantaranya adalah memberikan motivasi kepada santri, membantu santri ketika ada masalah dan kesulitan, memberikan arahan dan bimbingan agar santri tersebut merasa diperhatikan dan lebih mudah untuk dibina.” Dengan adanya pembinaan tersebut santri bisa lebih terarah dan memiliki jatidiri yang baik, patut dicontoh oleh masyarakat, juga bisa menjadi ulama dimasa yang akan datang. Apabila santri tersebut masih belum bisa dibina dan diarahkan, pengurus mengambil langkah dengan cara takziran (hukuman) yang akan diberikan kepada santri yang telah melanggar peraturan tersebut. Dengan melakukan takziran yang sudah ditetapkan sebelumnya yang mana sudah disetujui oleh semua pihak baik pengasuh, pengurus, maupun santri itu sendiri. Sehingga tidak ada kesalahpahaman antara mereka. Tujuan dari adanya takziran tersebut adalah untuk memperbaiki kebaikan santri sendiri. Suryadi keamanan pondok, Rabu, 01 Agustus 2012, 09.00 Wib mengatakan: “Takziran dilakukan agar santri merasa jera dan tidak akan melanggar peraturan kembali. Setiap pelanggaran peraturan mempunyai takziran (hukuman) masing-masing. Akan tetapi takziran yang diberikan terhadap santri yaitu bersifat mendidik. Misalnya, apabila tidak mengikuti sholat berjama’ah satu kali ditakzir membaca surat yasin satu kali di depan podium putra. Agar santri merasa jera dan tidak akan mengulanginya lagi. Dan tentunya di sisi lain mendapat pahala juga melancarkan dalam membaca AlQur’an.”
C. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Pada dasarnya dilaksanakannya pendidikan santri karena tujuan pembinaan tersebut untuk kebaikan santri sendiri di masa depan. Karena pondok memiliki sistem pembinaan yang berbeda dengan lembagalembaga pendidikan lain. Mental kewirausahaan santri di pondok pesantren Al-ikhlas sudah dibina dengan baik melalui metode keseharian, santri sudah diajarkan untuk aktif dalam kegiatan yang ada di pondok. Bapak kyai juga mengajarkan santrinya untuk bisa ulet dan tanggap dalam beraktifitas, terutama tidak boeh tidur pagi hari karena akan membuat pikiran tidak sehat dan hilangnya pemikiran yang cerdas. Bapak Kyai, Selasa, 03 April 2012, 10.00 Wib mengatakan: “Santri jangan hanya tenaganya saja yang di gunakan tapi juga akalnya dimainkan. Tiap hari diajarkan berfikir kok tidak bisa. Apa pembelajaran yang saya berikan tidak pernah didengarkan.” Sebagaimana juga disampaikan oleh salah seorang santri Arif Sragen, Kamis, 15 Maret 2012, 10.37 Wib: “Di samping model tersebut, disini kita tidak hanya mempelajari teori-teori saja akan tetapi 30% teori dan 70% praktek. Jadi dalam hal apapun dari perdagangan sampai ilmu apapun disini kami dapatkan akan tetapi yang kami suka di sini yaitu tidak hanya sekedar teori saja aan tetapi lebih ke penerapannya. Seperti, teori untuk pengembangbiakan ikan dan pemeliharaan kambing. Kami bisa praktek langsung dan tentunya itu selain manfaat dalam hal ilmu kami juga mendapatkan keuntungan keuangan. Yang bisa sedikit meringankan beban orangtua terlebih kalau pada waktu kiriman uang dari orang tua agak terlambat.”
Dalam pendidikan kewirausahaan yang penting berusaha mencari sendiri keterampilan yang menurut santri terampilnya dalam hal itu. Jadi santri tidak usah gengsi dengan siapapun. Yang terpenting sekarang itu mana pekerjaan yang menghasilkan dan bisa menjadi penopang hidup. Ust. Hamzah, Sabtu, 31 Maret 2012, 09.25 Wib: “Daripada berdasi tapi hanya menghabiskan uang rakyat atau jadi PNS tapi dengan menyogok uang. Lebih baik jadi petani atau pedagang tapi benar-benar jerih payah sendiri dengan cara yang baik. Dan itu yang disebut halalan toyibah. Rizki yang lebih membawa berkah.” Sebagaimana ada yang semula di bagian ternak kambing menjadi di bagian warung seperti penuturan santri, Supardi Lampung, rabu, 18 April 2012, 08.15 WIB: “Saya di pondok sini hanya mengikuti perintah Bapak Kyai. Pertama kali saya di sini saya dibagian peternakan kambing. Kemudian setelah satu tahun saya di pindah oleh Pak Kyai di warung. Sehingga saya sekarang naik pangkat. Saya jadi tahu cara membuat bumbu sate, bumbu untuk ikan bakar, dan cara membuat sambal kacang untuk sate.” Kebanyakan santri di pondok pesantren Al-Ikhlas selalu menurut dengan apa yang di katakana Bapak Kyai. Karena mereka beranggapan. Ilmu mereka kelak tidak akan bermanfaat bila mereka tidak patuh dengan Bapak Kyai. Dan mereka lebih mementingkan kepentingan guru daripada diri sendiri atau keluarga dengan anggapan. Seperti yang di ajarkan dalam kitab ta’lim muta’alim bahwa santri yang
lebih mementingkan
kepentingan guru dan menuntut ilmu akan dekat dengan keanugrahan nikmat dari Allah. Dan akan dimudahkan dalam segala hal.
Untuk beberapa hal kewirausahaan yang ada di pondok pesantren ada sebagian santri yang menganggap istimewa bagi santri yang bisa menduduki posisi bekerja di Warung Sate Sapi Sapi Pak Kempleng. Dan santri yang tidak kuat dengan tanggungan kewajiban kerjanya biasanya santri memohon ijin kepada Bapak Kyai. Dan Bapak Kyai memindah kebagian lain atau bila santri memilih bidang pekerjaan lain di luar pondok. Bapak Kyai juga merasa senang jadi bisa menebarkan pengalaman baru terhadap para santri yang lainnya. Fatoni Humas, 13 Agustus 2012, 09.07 Wib: “Saya memang bisa dan tahu dari membuat segala macam bumbu dan membakar ikan dan sate dengan rasa yang enak. Namun saya mempunyai keinginan kelak untuk membuka took bangunan karena saya melihat para pengusaha di sini kebanyakan sukses karena dengan membuka took bangunan dan di daerah saya belum ada jadi itu sangat prospek sekali. Dan disini saya juga mengamalkan ilmu mengaji saya dengan mengajar di kampong sebelah dan member les privat dibeberapa tempat. Ya lumayan cukup untuk bisa membuat saya mandiri.” Ust. Abdul Said, senin, 01 Juni 2012, 19.30 Wib, Berharap santri bisa mengamalkan dan melaksanakan teori yang sudah pernah diajarkan: “Jadi kenapa santri ditanamkan mental kewirausahaan. Juga melihat hadis Ahmad: Allah akan membuka Sembilan pintu dari perdagangan dan satu pintu dari yang lainnya. Lagi pula santri dengan pembiasaan diri dengan mental berwirausaha, santri tidak akan canggung dan akan lebih siap dengan segala macam kondisi apapun. Karena tidak ada orang yang berhasil menduduki kebahagiaan tanpa dengan bersusah payah terlebih dahulu. Seorang pengusaha manapun berangkat dari bawah menuju atas.” Beliau mengingatkan bahwa tidak ada sesuatu kebahagiaan yang bisa dicapai dengan instan. Semua membutuhkan proses perjuangan. Dan memang semuanya segala sesuatu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk
menuju titik
atau puncak
yang diinginkan.
Sebagaimana dalam berwirausaha seseorang santri harus berjuang dan bukannya bermalas-malasan atau pun berpangku tangan. Dan tidak ada segala perbuatan di dunia ini yang sia-sia. Semuanya pasti akan mendapat balasan, sekecil apapun itu. D. Penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas. Sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yang sesuai dengan ajaran agama Islam adalah : 1. Sifat Takwa, Tawakkal, Zikir, dan Syukur Sifat ini harus dimiliki oleh wirausahawan karena dengan sifatsifat itu kita akan diberi kemudahan dalam menjalankan setiap usaha yang kita lakukan. Dengan adanya sifat takwa maka kita akan diberi jalan keluar penyelesaian dari suatu masalah dan mendapat rizki yang tidak disangka. Dengan sikap tawakkal, kita akan mengalami kemudahan dalam menjalankan usaha walaupun usaha yang kita jalani memiliki banyak saingan. Dengan bertakwa dan bertawakkal maka kita akan senantiasa berzikir untuk mengingat Allah dan bersyukur sebagai ungkapan terima kasih atas segala kemudahan yang kita terima. Dengan begitu, maka kita akan merasakan tenang dan melaksanakan segala usaha dengan kepala dingin dan tidak stress. 2. Jujur Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa :”Kejujuran akan membawa ketenangan dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-
raguan.”(HR.
Tirmidzi).
Jujur
dalam
segala
kegiatan
yang
berhubungan dengan orang lain maka akan membuat tenang lahir dan batin. 3. Niat Suci dan Ibadah Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk beribadah kepada Allah sehingga hasil yang didapat nanti juga akan digunakan untuk kepentingan dijalan Allah. 4.
Azzam dan bangun Lebih Pagi Rasul saw mengajarkan agar kita berusaha mencari rezeki mulai pagi hari setelah shalat subuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :” Hai anakku, bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah kamu tergolong orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki manusia antara terbitnya fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR. Baihaqi)
5. Toleransi Sikap toleransi diperlukan dalam bisnis sehingga kita dapat menjadi pribadi bisnis yang mudah bergaul, supel, fleksibel, toleransi terhadap langganan dan tidak kaku. 6.
Berzakat dan Berinfak “ Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak akan akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”(HR.
Muslim). Dalam hadist tersebut telah diungkapkan bahwa dengan berzakat dan berinfak maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat gandakan rizki kita. Dengan berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita sehingga harta yang kita peroleh memang benar-benar harta yang halal. 7.
Silaturahmi Dalam usaha, adanya seorang partner sangat dibutuhkan demi lancarnya usaha yang kita lakukan. Silaturrahmi ini dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan memberikan peluang-peluang bisnis baru. Pentingnya
silaturahmi
ini
juga
dapat
dilihat
dari
hadist
berikut:”Siapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya, maka
hendaklah
ia
mempererat
Bukhari)(Dokumentasi pesantren).
hubungan
silaturahmi.”(HR.
BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS A. Model Pendidikan Kewirausahaan bagi Pengembangan Kemandirian Santri Tidak dapat diragukan bahwa mental yang baik dan bagus merupakan buah dari iman yang mantab dan pertumbuhan agama yang benar. Tatkala santri diarahkan dan dibina berdasarkan iman dan dididik untuk mencintai Allah, takut kepada-Nya, dan merasakan pengawasanNya, tentu santri selalu terbuka untuk menerima setiap nasihat, pembinaan, arahan serta peraturan pondok pesantren dan juga terbiasa dengan berperilaku yang baik. Tujuan dilaksanakannya pendidikan kewirausahaan yaitu untuk membina mental santri agar lebih mantab dan berani dalam memijakan kakinya di dunia yang banyak sekali goda dan cobaan dari segala segi kehidupan. Yang mana akan lebih berguna di masyarakat kelak sesudah selesai menimba ilmu di pondok pesantren. Sesuai dengan penuturan Bapak Kiai bahwasanya tujuan pendidikan kewrausahaan di pondok pesantren yaitu agar santri lebih puny bekal hidup terutama keterampilan, karena keterampilan lebih bnyak manfaatnya dan akan lebih banyak di butuhkan oleh masyarakat. Jadi berwirausaha yang baik sesuai tuntunan agama tentu akan membawa nama baik pondok pesantren itu juga.
Melalui kajian kitab-kitab yang sudah diberikan dari ustadz, diharapkan santri bisa mengamalkan dan mempraktekannya, baik dipondok pesantren maupun diluar pondok pesantren. Santri merupakan amanat dari orang tua yang diberikan kepada pengasuh pondok pesantren, oleh karena itu santri harus siap untuk dibina dan diarahkan menuju kepada perkembangan mental yang lebih baik, maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat begitu juga sebaliknya. Untuk itu membina dan menanamkan mental yang baik pada santri merupakan cara pendidikan yang berhasil. Pembinaan mental kewirausahaan menjadi prioritas utama karena harapan terbesar bertumpu pada santri di mana santri adalah penerus generasi Islam. Di mana kita lihat sekarang perekonomian Negara bahkan dunia banyak dikuasai oleh non muslim. Cerminan mental kewirausahaan yang baik bisa dilihat dari aktivitas ibadah dan keseharian santri dalam menuju kemandirian dirinya, yang berkembang tidak hanya kemandirian mencuci pakaian sendiri, dan melakukan segala kebutuhan pribadi secara mandiri. Akan tetapi juga kemandirian financial. Seperti usaha santri dengan member les privat mengaji ke beberapa dan mengikuti kegiatan kewirausahaan di dalam dan di luar pondok. Hal ini lebih menunjukan tingkat kedewasaan santri. Yang menandakan sudah tidak berfikir manja atau kanak-kanak lagi karena sudah tidak menjagakan/berpangku tangan pada orangtuanya.
Dalam rangka pendidikan kewirausahaan terhadap santri, Bapak Kyai telah memberikan keteladanan yang baik, dengan berangkat mendirikan
pondok
pesantren
dengan
berwirausaha
dan
lebih
menyakinkan santri bahwa kalau tujuan usahanya untuk syiar agama Islam. Usaha untuk menolong agama Allah, niscaya Allah juga akan menolong dan memudahkan usaha seseorang tersebut. Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an surat Muhammad ayat 7 yaitu Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (10 April 2012). Sebagaimana halnya masalah ibadah, maka masalah kewirausahaan pun harus diberikan dan diarahkan kepada santri. Teori keilmuan yang beraneka macam belum tentu menjamin santri dapat berwirausaha dengan baik dan benar, tanpa dibarengi dengan pendidikan kewirausahaan dengan pengamalan berupa pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dengan usaha pembinaan pada diri santri secara langsung lebih bisa diharapkan akan benar-benar mempribadi pada diri santri sehingga apa yang diharapkan oleh pengasuh, ustadz dan pengurus akan terwujud yakni harapan yang nantinya akan membawa kepada nama baik pondok pesantren. Calvin Coolidge, Presiden Amerika (Huda, 2009: 48) mengatakan, apapun yang ada di dunia ini tak bisa menggantikan kekuatan tekad dan ketekunan. Bakat tak bisa menggantikannya, buktinya banyak orang yang berbakat tapi gagal. Genius juga tak bisa, sebab genius yang tidak tekun
mendapatkan penghargaan hanya dalam pepatah. Pendidikan juga tak bisa, dunia ini penuh dengan gelandangan terpelajar. Percayalah, ketekunan dan kebulatan tekad akan menentukan segalanya. Hal ini selaras dengan sebagaimana yang di katakan Bapak Kyai. Santri harus mempunyai tekad dan tekun. Kalau benar-benar tekun, walaupun tidak bisa pasti nanti akan mahir dan terampil. Itu yang di tekankan pada setiap santrinya. Yang memang tidak semua santrinya di anugrerahi sikap yang terampil. Tapi sebagaimana ilmu batu yang ditetesi air semakin lama akan berlobang. Banyak dari santri pondok pesantren Al-Ikhlas yang awal masuk dulu tidak bisa apa-apa dan hanya seorang yang kebingungan tetang hidupnya yang mau bekerja atau mondok, mau sekolah formal/umum atau hanya mondok namun kini bisa menemukan jatidirinya dengan tertanamnya mental kewirausahaan di hati sanubari para santri. Yang tentu benar-benar sungguh-sungguh, atau kodjada wajada. Model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri ialah sebagai berikut; 1. Selalu menjaga nilai-nilai agama Seorang entrepreneur muslim harus selalu menjaga dan menerapka nilai-nilai akhlaqul karimah dalam berbisnis, seperti: selalu ramah, jujur, amanah, husnudzan. Dengan demikian maka orang lain senang bermitra dan berbisnis dengannya bukan pula karena dia sebagai juragan atau majikan yang kaya, bukan pula karena kejujuran dan
amanahnya. Kemitraan yang didasari nilai-nilai agama, insya Allah akan lebih langgeng. 2. Senang memberi manfaat pada orang lain Seorang muslim yang berhasil bisnisnya, makin kaya dan makin banyak mitra usahanya, akan merasa sangat senang karena makin banyak orang yang ikut menikmati keberhasilannya. Dan inilah bisnis yang profesional menurut Islam. 3. Selalu bersikap adil dalam berbisnis Adil itu bukan sama rata, tetapi adil adalah memberikan haknya secara proporsional bersikap adil berarti juga selalu berusaha memberi kepuasan kepada semua orang, tidak ada yang dizalimi atau dirugikan. Keuntungan bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk orang lain. Pebisnis muslim, bukan hanya memikirkan kepuasan pribadi, tetapi juga kepuasan mitra bisnisnya atau langganannya. 4. Selalu inovatif dan kreatif dalam berbisnis Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah, maka seorang entrepreneur muslim harus inovatif dan kreatif, selalu berorientasi ke depan. Kecerdikan dalam melihat trend masyarakat, dan kecepatan menangkap peluang adalah solusi untuk memelihara kelangsungan usahannya. 5. Selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya Hampir pasti bahwa orang yang sukses dalam berbisnis adalah mereka yang pandai memanfaatkan waktu dengan baik. Kesempatan dan
peluang bisnis sering tidak terulang, karena itu waktu yang tersedia jangan sampai disia-siakan. Sering orang menyesal dan merugi karena kurang cermat memanfaatkan kesempatan. Banyak ayat-ayat AlQur’an memperingatkan tentang nilai suatu waktu dan akibat buruknya bila tidak memanfaatkan waktu, tetapi justru umat Islam sering terlena membuang-buang waktu. 6. Menjalin kerjasama dengan pihak lain Sebagai makhluk sosial manusia perlu menggalang kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Kerjasama merupakan penggabungan banyak kekuatan sehingga pekerjaan berat menjadi lebih ringan dan sulit menjadi lebih mudah. Hendaknya pengusaha muslim berfikir bagaimana agar keuntungan dapat dimiliki secara bersama. Semakin banyak yang memperoleh keuntungan akan semakin baik. Kunci awal dalam menjalin kerjasama adalah aspek kejujuran dan keadilan bagi para pelaku transaksi. Antara sesama rekan berusaha merasa senang, antara majikan dan pekerja merasa senang, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan didzalimi. Kerjasama yang berlandaskan iman dan takwa akan melahirkan sikap profesionalisme dan amanah. Dari
situlah
akan
memperkecil
peluang
kecurangan
dan
pengkhianatan yang melenceng dari etika berbisnis. Dengan memiliki dan mengamalkan sifat-sifat dan sikap tersbut dalam kegiatan usaha kita, insya Allah kita akan memperoleh limpahan rizki yang banyak dan berkah. Keberkahan rizki akan
menyuburkan berbagai kebaikan dalam diri kita, keluarga kita dan masyarakat.
B. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Pada umumnya, kemandirian dan kegiatan kewirausahaan pesantren dapat berjalan dengan lancar dan maju, karena adanya beberapa faktor pendukung, antara lain: 1. Pada umumnya lokasi pesantren berada di daerah pedesaan sehingga banyak memiliki lahan, baik miliki sendiri maupun dari wakaf umat 2. Banyak tersedia SDM, yaitu para santri, ustadz, keluarga besar pesantren 3. Tersedia waktu yang cukup banyak, karena para santri tinggal di asrama 4. Adanya tokoh pesantren yang memiliki kharisma dan menjadi panutan masyarakat 5. Tumbuhnya
jiwa
dan
sikap
kemandirian,
keikhlasan,
dan
kesederhanaan di kalangan keluarga besar pesantren. 6. Jumlah santri yang cukup banyak serta masyarakat Islam sekitarnya yang biasanya menjadi jamaah ta’lim di pesantren merupakan pasar yang cukup peotensial
7. Di dalam lingkungan pondok pesantren terutama para santrinya adalah merupakan potensi konsumen, dan juga potensi produsen. Sampai saat ini mentalitas mandiri belum dimiliki oleh sebagian besar peserta didik di Indonesia. Mentalitas ini perlu diperkenalkan dan dipupuk sejak usia dini agar kelak setelah dewasa mereka tidak menjadi beban orang lain. Mentalitas mandiri juga menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan dan memasyarakatkan wirausaha di Indonesia. Menurut Herry-Priyono ada tiga faktor penghambat yang menyebabkan: Pertama, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk dipergunakan secara mandiri. Antara lain hal ini dikarenakan lembaga pendidikan di Indonesia lebih banyak terpaku pada teori ketimbang praktik dunia nyata. Akibatnya di masyarakat mereka tidak menjadi manusia inovatif dan kreatif yang menjadi buah dari mentalitas mandiri. Kedua, sejarah hidup karena banyak di antara mereka yang sejak kecil memang mengidolakan status sosial menjadi PNS. Celakanya, harapan mereka untuk menjadi PNS berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Realitas inilah yang mestinya disadari oleh seluruh mahasiswa calon pencari kerja. Ketiga, masalah modal. Dalam hal ini tidak semua punya modal materi yang memadai untuk terjun ke dunia usaha. Berharap dari modal bantuan kredit perbankan juga tidak mudah karena tidak semua prosedur
formalnya bisa dipenuhi. Akibatnya mereka enggan atau tidak mau terjun ke dunia usaha. Di samping tiga faktor di atas, yang terpenting untuk membudayakan dan memasyarakatkan wirausaha di Indonesia adalah melalui institusi pendidikan. Dari pondok pesantren inilah budaya dan mentalitas kewirausahaan bisa dibangun dan dibentuk. Faktor-faktor yang mendukung tercapainya kebrhasilan penerapan kemampuan inovatif menurut James Brian Quinn adalah sebagai berikut. a. Iklim dan visi Perusahaan yang inovatif mempunyai visi yang singkat dan jelas, serta memberi dukungan nyata untuk terwujudnya suasana inovatif. b. Orientasi pasar Perusahaan yang inovatif melandaskan visi mereka dengan kenyataan yang ada di pasar. c. Organisasi yang tetap datar dan kecil Kenaykan perusahaan yang inovatif berusaha menjaga keseluruhan perusahaan tetap datar serta tim proyek yang terkecil. d. Proses belajar interaktif Di dalam suatu lingkungan yang inovatif, proses belajar dan penelitian ide-ide mengabaikan garis fungsi tradisional dalam suatu perusahaan. Bagi seorang santri, pengasuh merupakan orangtua asuh mulai saat mereka memasuki pondok pesantren, oleh karena hubungan antara santri dan pengasuh dan para guru sangatlah erat dan orangtua santri sangat
percaya dan hormat kepada kyai dan para guru yang ada di pondok pesantren. Dalam banyak hal banyak orangtua santri yang menyerahkan “nasib” anaknya kepada Kyai, mulai dari masalah belajar sampai masalah perjodohan dan lapangan kerja di masayarakat. Santri diajarkan untuk hidup sederhana, tetapi bukan berarti dilihat dari segi lahiriyah seperti sederhana yang diidentikan dengan kemiskinan tetapi yang dimaksud dengan sederhana di dalam pondok pesantren adalah sikap yang sederhana, sikap yang memandang segala sesuatu secara wajar, tidak berlebih-lebihan, proposional dan fungsional. Bahwa salah satu peraturan di pondok pesantren Al-Ikhlas yaitu dilarang membawa HP dan alat-alat elektronik lainnya. Jadi santri PP Al-Ikhlas diajarkan untuk hidup sederhana tidak berlebihan, dan sewajarnya saja. Dan ini merupakan bagian tirakatan para santri. Untuk menuju kehidupan yang bahagia di masa depan memang memerlu pengorbanan di masa sekarang. Meskipun HP juga salah satu kebutuhan akan tetapi dengan diperbolehkannya membawa HP bagi santri yang masih pelajar bisa mengganggu aktifitas kegiatan belajar mengajar di pondok. Yang akibatnya pembelajaran tidak bisa berjalan dengan efektif sebagaimana yang diharapkan dari pondok pesantren itu sendiri. Salah satu problematika yang dialami di pondok pesantren Al-Ikhlas dalam pendidikan kewirausahaan adalah HP. Santri dilarang membawa HP karena akan mengganggu berjalannya proses belajar mengajar, karena
kalau
proses
belajar
mengajar
terganggu,
proses
pendidikan
kewirausahaan pun akan ikut terganggu. Di dalam pondok pesantren tidak melaksanakan prinsip-prinsip penilaian akademik, karena kelulusan dan kemampuan akademik seseorang atau potensi hasil pendidikan tidak ditentukan berdasarkan angka-angka yang diberikan oleh guru dan secara formal diakui oleh institusi yang bersangkutan, tetapi ditentukan oleh kemampuannya mengajarkan kitab-kitab atau ilmu yang diperolehnya kepada orang lain. Dengan kata lain, kompetensi lulusan pondok pesantren langsung ditentukan oleh masyarakat pemakai. Karena alumni atau lulusan pondok pesantren diharapkan bisa mengamalkan dan memberikan ilmunya untuk orang lain atau masyarakat. Dengan semua itu santri diharapkan bisa menerima peraturan pondok pesantren demi tercapainya pendidikan kewirausahaan yang sesuai dengan harapan pondok pesantren. sebagaimana tercantum dalam Undangundang tentang tujuan pendidikan. Yaitu sebagai berikut: Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yaitu: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (SisDikNas, 2006: 76).
Kelvin Seivert (2009: 96) dalam bukunya mengatakan proses berfikir dimulai dengan pengalaman, dalam bentuk sensasi, persepsi dan informasi. Jadi dengan penekanan pada pengalaman para santri bisa menjadi sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dari dasar pendidikan kewirausahaan tersebut maka terlihat betapa pentingnya pendidikan yang harus dilakukan, dalam rangka mencapai suatu tujuan yaitu membentuk manusia pembangunan yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, serta kepribadian yang luhur yang kelak mampu menjadi generasi penerus bangsa selaku aset-aset pembangunan yang berkualitas. Begitu juga dengan santri, jika santri pondok pesantren Al-Ikhlas memiliki mental kewirausahaan yang baik. Maka pondok pesantren akan menghasilkan santri-santri yang memiliki kualitas tinggi dalam menanamkan mental kewirausahaan. Disadari bahwa wirausahawan juga memiliki tantangan, antara lain: a. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti setiap bulannya b. Harus berani memikul kerugian dan menghadapi kegagalan c. Harus bekerja keras dan cermat, untuk selalu melihat peluang dan mengorganisasikan usahanya sendiri d. Memerlukan waktu/jam kerja yang panjang e. Ketika baru mulai usaha, tingkat kualitas kehidupannya masih rendah, harus berhemar, sampai usahanya berhasil f.
Tanggungjawabnya besar, banyak keputusan yang harus diambil dalam menentukan langkah untuk kemajuan usahanya
g. Harus menjalin hubungan kemitraan yang luas dengan berbagai pihakpihak yang terkait. C. Penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas Seorang wirausahawan yang berinovasi tinggi dikenal mempunyai kemampuan menggabungkan imajinasi dan pikiran kreatif secara sistematis dan logis. Kombimnasi tersebut menjadi bekal penting bagi keberhasilan didalam berwirausaha. Menurut Koratko, ada 4 jenis proses penerapan kemampuan inovatis, yaitu sebagai berikut. a. Invensi (penemuan), merupakan penemuan produk atau jasa yang merupakan proses yang benar-benar baru. Contoh: penemuan pesawat terbang oleh Wright bersaudara, penemuan pesawat telepon oleh Alexander Graham Bell, Lampu pijar oleh Thomas A. Edison. b. Ekstensi
(Pengembangan),
merupakan
pemanfaatan
baru
atau
penerapan lain pada produk, jasa, atau proses yang ada. Contoh: pengusaha restoran MC. Donald’s, yaitu Raynoc. c. Duplikasi (penggandaan), merupakan replikasi kreatif atas konsep yang telah ada. Contoh: Walmart (departement store). d. Sintesis, merupakan kombinasi atas konsep dan faktor-faktor yang telah ada dalam penggunaan atau formulasi baru. Contoh: Merril Lyuch (lembaga keuangan) dan Fred Smith (Federal Express).
Adapun solusi yang ditempuh untuk pendidikan kewirausahaan pada santri yaitu melalui keterampilan-keterampilan yang ada di pondok pesantren melalui wirausaha yang telah berjalan di pondok pesantren diharapkan santri pun berkembang pengetahuannya. Sehingga juga bisa mengembangkan pengalaman dan pengetahuannya. Dan tidak berpatok dengan apa yang telah di berikan di pondok pesantren. Seperti ada santri yang berfikir mengembangkan usaha dengan sesuai dengan aa yang telah di dapat di pondok. Dan ada pula dengan hal lain yang lebih menantang tapi dengan keuntungan yang lebih dan demi impian-impian besar lainnya. Sehingga santri bisa kreatif dan bukannya santri yang saklek (tidak mau berfikir menggunakan nalarnya) nmun hanya okol/tenaganya saja yang di kedepankan. Baik melalui pendidikan kewirausahaan langsung maupun tidak langsung kepada santri. Kitab-kitab yang dikaji pada umumnya dari kitab tafsir jalalain, tanbihul ghofilin, fatkhul qorib dan kitab taklim muta’alim. Selalu Bapak Kyai menekankan agar santri menjadi santri yang terampil. Lebih bisa menyiapkan dirinya untuk menjadi insane kamil sebelum terjun kemasyarakat. Dan pandai melihat apa yang dibutuhkan masyarakat. Jadi secara tidak langsung santri juga belajar untuk menjadi wirausaha yang unggul yang mampu melihat kesegala penjuru bagaikan elang tanpa ada sejengkalpun yang terlewatkan. Sehingga juga lebih mengerti apa yang dibutuhkan pasar/masyarakat luas dengan sesuai perkembangan zaman. Dan tidak terlindas oleh globalisasi zaman.
Santri harus berani menghadapi hidup dalam kondisi apapun. Dimana santri secara tidak langsung di didik kearah terbentuknya jiwa wirausaha dengan tanggungjawab mengaji walaupun berwirausaha. Kejujurannya dalam melaksanakan solat tahajud dalam tiap harinya. Ketekunan dan kesabarannya saat hafalan-hafalan pelajaran pondok. Kerendahan hati yang selalu dicontohkan Bapak Kyai dengan memanggil semua santrinya dengan mas dan mbak. Dan tabah ketika kiriman dari orangtua terlambat datang, dan bagaimana bisa mendaya gunakan diri untuk berwirausaha. Hal ini selaras dengan teori yang penulis ambil, menurut Leonardus (Basrowi, 2011: 100-101) yaitu seorang wirausahawan agar sukses harus mempunyai sikap berikut ini. 1. Berani. Keberanian adalah modal utama dalam berusaha, terutama berani dalam memutuskan untuk mengubah paradigm bahwa setelah berpendidikan adalah bukan menjadi pegawai.orang gajian, tetapi setelah lulus sekolah akan berani menjadi usahawan/berwirausaha. 2. Jujur. Kejujuran merupakan mata uang yang akan laku di mana-mana. Jujur kepada mitra/pemangku kepentingan usaha kita. 3. Tekun. Ketekunan merupakan kesadaran an sifat penting bagi seorang wirausaha, terutama tetap tekun pada saat bisnis mengalami guncangan. 4. Ulet. Keuletan menjadi modal utama agar tetap tahan banting dan tahan dalam situasi dan kondisi apa pun, kondisi krisis dan atau tidak.
5. Sabar. Kesabaran sering menjadi penentu dalam keberlanjutan usaha. Orang yang tidak sabar sering mendorong untuk berbuat tidak jujur kepada mitra usaha dengan tujuan untuk memperoleh pendapat besar dalam jangka pendek, tidak memikirkan bisnis jangka panjang. 6. Tabah. Ketabahan menjadi penentu bagi seorang pengusaha terutama pada saat usaha mengalami pasang surut. 7. Positif. Sikap dan berfikir positif akan mendorong dan memacu pengusaha untuk meningkatkan usahanya. 8. Rendah hati. Rendah hati akan menjadi modal bagi pengusaha terutama penilai bagi pihak lain atau mira usaha bahwa wirausaha tersebut dapat dijadikan mitra usaha dalam jangka panjang sebab biasanya orang yang rendah hati akan menyenangkan bagi mitra usaha. 9. Kemauan. (daya juang tinggi). Kemauan atau day juang tinggi merupakan sikap yang harus dimiliki secara kuat, sebab akan mendorong percepatan usaha tersebut untuk mau maju. 10. Tanggungjawab. Rasa tanggungjawab tinggi atas jenis usaha/bisnis apa pun yang dimiliki oleh seorang pengusaha akan menata usahanya lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab terutama bagi mitra dan para staf atau pegawainya. Dalam buku yang berjudul Muhammad M. Basyuni (2006: 49) menyatakan “kelebihan tradisi pesantren yakni kebersamaan dan kesalingpengertian antar santri, di samping proses pembelajarannya”. Hal
inilah yang membuat jaringan pondok pesantren sampai kapanpun akan semakin kuat dan saling menolong sampai kapanpun. Dengan adanya pembinaan tersebut santri diharapkan bisa lebih mudah dibina dan diarahkan. Selain dengan cara itu pengurus juga memberikan suatu motivasi dan perhatian kepada santri. Karena santri yang merasa diperhatikan akan merasa diperhatikan. Dan santri akan termotivasi/terdorong untuk selalu lebih baik dan bisa mencontoh Bapak Kyai untuk menjadi pengusaha sukses. Sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw. Yang inspiratif, yaitu; “Barang siapa yang hari ini lebih baik dibandingkan yang terdahulu, maka dia temasuk orang sukses (beruntung). Barang siapa yang hari ini sama seperti yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang tertipu. Barang siapa yang hari ini lebih buruk dibandingkan yang terdahulu, maka dia termasuk orang-orang yang merugi di hadapan Allah.” Setelah kita memahami kewajiban berikhtiar untuk mencari rizki yang halal, maka hendaknya kita, mulai memperhatikan untuk mencari rizki yang halal, maka hendaknya kita mulai mempertahankan bidang usaha yang sesuai dengan kemampuan dan bakat kita masing-masing. Setiap orang memiliki bakat dan potensi untuk melakukan dan memajukan suatu usaha. Hanya karena tidak dikembangkan, maka bakat dan potensi tersebut terpendam dan tidak nampak di permukaan. Kalau dikaji lebih lanjut, ternyata hanya orang-orang yang mau kreatif yang dapat
mengembangkan potensinya dengan membuka dan menciptakan lapangan kerja. Sebelum sampai pada penetapan pilihan usaha yang akan dibuka, calon wirausahawan harus melakukan pengamatan, survey dan observasi lapangan. Dalam melakukan survey, tidak perlu malu menanyakan seluk beluk usaha bisnis kepada yang telah berpengalaman. Perlu sikap hati-hati agar tidak tertipu oleh orang atau lembaga yang katanya mampu sebagai partner usaha atau mengembangkan dana untuk usaha terntentu dengan menjanjikan keuntungan besar, tapi justru menjerumuskan. Allah Swt telah menyediakan alam seisinya ini untuk keperluan hidup makhluk-Nya. Manusia sebagai khalifah-Nya, diberikan tugas untuk mengelola dan memanfaatkannya sebagai sumber rizki, sekaligus dapat dikembangkan sebagai alternatif pilihan bidang usahanya. Secara garis besar bidang usaha tersebut meliputi bidang agribisnis, dekembangkan lagi menjadi sub bidang usaha, sesuai dengan potensi yang terkandung di dalamnya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 7. Model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ialah Selalu menjaga nilai-nilai agama, Senang memberi manfaat pada orang lain, selalu bersikap adil dalam berbisnis, selalu inovatif dan kreatif dalam berbisnis, selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, dan menjalin kerjasama dengan pihak lain. 8. Faktor-faktor
yang
mendukung
dan
menghambat
pendidikan
kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ialah: a. Faktor pendukung Lokasi pesantren berada di daerah pedesaan sehingga banyak memiliki lahan, Banyak tersedia SDM, yaitu para santri, ustadz, keluarga besar pesantren, Tersedia waktu yang cukup banyak, karena para santri tinggal di asrama, Adanya tokoh pesantren
yang
memiliki kharisma dan
menjadi panutan
masyarakat, Tumbuhnya jiwa dan sikap kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan di kalangan keluarga besar pesantren, Jumlah santri yang cukup banyak serta masyarakat Islam sekitarnya yang biasanya menjadi jamaah ta’lim di pesantren merupakan pasar yang cukup peotensial, dan di dalam lingkungan pondok pesantren
terutama para santrinya adalah merupakan potensi konsumen, dan juga potensi produsen. b. Faktor penghambat Memperoleh pendapatan yang tidak pasti setiap bulannya, Harus berani memikul kerugian dan menghadapi kegagalan, Harus bekerja keras dan cermat, untuk selalu melihat peluang dan mengorganisasikan usahanya sendiri, Memerlukan waktu/jam kerja yang panjang, Ketika baru mulai usaha tingkat kualitas kehidupannya masih rendah harus berhemat sampai usahanya berhasil, Tanggungjawabnya besar, banyak keputusan yang harus diambil dalam menentukan langkah untuk kemajuan usahanya, dan Harus menjalin hubungan kemitraan yang luas dengan berbagai pihak-pihak yang terkait. 9. Penerapan model pendidikan kewirausahaan bagi pengembangan kemandirian santri di pondok pesantren Al-Ikhlas ialah Sebelum sampai pada penetapan pilihan usaha yang akan dibuka, calon wirausahawan harus melakukan pengamatan, survey dan observasi lapangan. Dalam melakukan survey, tidak perlu malu menanyakan seluk beluk usaha bisnis kepada yang telah berpengalaman.
B. Saran 1. Kiai Pertukaran santri antar pondok pesantren ataupun studi banding atau pun mengirimkan santrinya kepelatihan kewirausahaan mulai digalakan lagi agar bisa lebih menambah aktifitas kewirausahaan yang sudah ada dan potensi ataupun bakat santri bisa tersalurkan. 2. Pengurus Pengurus bisa memanfaatkan alumni yang sudah berdikari untuk mengisi kewirausahaan yang selain yang sudah ada atau yang sudah berjalan di pondok pesantren. 3. Santri Santri bisa mencontoh perjuangan para alumni yang tidak hanya memanfaatkan kewirausahaan yang ada di pondok, tapi bisa mengaplikasikan sesuai dengan potensinya yang kemungkinan banyak tersebar di luar pondok.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. Tanpa Tahun. Ensiklopedi Muslim. Terjemahan oleh Fadhli Bahri. 2005. Cet. 9, September. Jakarta Timur: Darul Falah. Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif. Cet. 1, Februari. Yogyakarta: LkiS. Basrowi. 2011. Kewirausahaan untuk Perguruan Tinggi. Cet.1, Desember. Bogor: Ghalia Indonesia. Chasan, Mas’ud. 2007. Sukses Bisnis Modal Dengkul Edisi Kedua. Cet. 1, November. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya. 28 Desember. Surakarta: Media Insani. Effendi, Jainal dan Ernawati. 2005. Profil Organisasi Santri. 29 September. Jakarta: Pajar Gemilang. Fajri, Em Zul, dan Ratu Aprillia Senja. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. 1 Juli. Difa Publisher: Yogyakarta. Gani, Muhammad Abdul. 2005. The Spirituality in Business: Pencerahan Hati Bagi Pelaku Usaha. Cet. 1, Maret. Jakarta: Pena Pundi Aksara. Hadi, Sutrisno, Metode Research jilid 1, Yogyakarta: Andi Offset, 2006. Harkins, Philip J and Keith Hollihan. 2005. Everybody Wins: The Story and Lessons Behind RE/MAX. United States of America: Wiley. Hendro. 2010. Kewirausahaan untuk SMK dan MAK Kelas X. Maret, Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Huda, Misbahul. 2009. Mission Ini Possible, Spiritualitas Kerja Menggapai Cita. Cet. 2, April. Surabaya: Qum!. Ilahi, Syeikh Fadhel. 2008. 10 Cara Cepat Kaya menurut Al-Qur’an dan Sunnah. Editor Hasan Arifin. Judul asli Mafatih Ar Rizqi fi Dhau’il Qur’an was Sunnah Cet. 1, Oktober. Jakarta Selatan: Trans Taqwa. Jumali, M., Surtikanti, SA., Taurat Aly dan Sundari. 2008. Landasan Pendidikan. Cet. 3, Oktober. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Kasmir. 2010. Kewirausahaan. Cet. 5, Juli. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Mahduri, M. Anas, Mastuki, Ernawati. 2005. Panduan Organisasi Santri. Mei. Jakarta: Kathoda. Menawat, Anil and Adam Garfein. 2007. Profit Mapping: a Tool for Aligning Operations With Future Profit and Performance. United States of America: McGraw-Hill. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. 26, Februari. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mughits, Abdul. 2008. Kritik Nalar Fiqh Pesantren. Cet. 1, September. Jakarta: Kencana. Muhyidin, Muhammad. 2008. Berani Hidup, Siap Mati: Prinsip Menjalani dan Menikmati Hidup Sehari-hari dengan spirit Ilahi. Cet. 1, April. Bandung: Mizania. Muliawan, Jasa Ungguh. 2005. Pendidikan Islam Integratif: Upaya Mengintegrasikan Kembali Dikotomi Ilmu dan Pendidikan Islam. Cet. 1, November. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nafi’, M. Dian, Abd A’la, Hindun Anisah, Abdul Aziz, dan Abdul Muhaimin. 2007. Praksis Pembelajaran Pesantren. Cet. 1, April. Yogyakarta: Instite for Training and Defelopment (ITD). Noer, Muhammad. 2010. Hypnoteaching for Success Learning. Cet. 1, Agustus. Yogyakarta: Pedagogia. Nugroho, Riant. 2009. Memahami latar Belakang Pemikiran Entrepreneurship Ciputra: membangun keunggulan bangsa dengan membangun entrepreneur. Cet. 1, Juli. Jakarta: Elex Media Komputindo. Patilima, Hamid. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. 3, Mei. Bandung: Alfabeta. Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Cet. 3. Jakarta: Balai Pustaka. Rais, Muhammad Amien. 2008. Agenda-Mendasak Bangsa, Selamatkan Indonesia!. Cet. Ekstra, April. Yogyakarta: PPSK Press.
Rasyid, Sudrajat, Muhammad Nasri, dan Sundari. 2005. Kewirausahaan Santri (Bimbingan Santri Mandiri). Maret. Jakarta: Citrayudha. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian; Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Cet. 1, Oktober. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Seifert, Kelvin. 1983. Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company. Terjemahan oleh Yusuf Anas. 2009. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik. Cet. 4, Agustus. Jogjakarta: IRCiSoD. STAIN Salatiga. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Salatiga: STAIN Salatiga. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Cet. 11, November. Bandung: Alfabeta. Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Pendidikan. Cet. III, April. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Sunarto, Ahmad. 2007. Mutiara Hadits Qudsi. 1 Januari. Surabaya: Karya Agung. Syihab, Quraisy. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jilid 7. Jakarta: Lentera Hati. Tim Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, dan Departemen Agama Republik Indonesia. 2006. Muhammad M. Basyuni, Revitalisasi Spirit Pesantren: Gagasan, Kiprah, dan Refleksi. Cet. 1, Desember. Jakarta: Tim Tim Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, dan Departemen Agama Republik Indonesia. Tim Multitama Comunication. 2006. Islamic Business Strategi for Entrepreneurship: Bagaimana Menciptakan dan Membangun Usaha yang Islami. Jakarta: Zikrul. Cet. 1. Januari. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen srta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SisDikNas. 2006. Januari. Bandung: Citra Umbra. Winardi, J. 2008. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Cet. 2, Maret. Jakarta: Prenada Media.
Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; TeoriAplikasi. Cet. 2, Agustus. Jakarta: Bumi Aksara. http : //www.ekafood.com/. Diakses 24 Januari 2012, 03:00 WIB. http : //www.gata.com/. Diakses 01 Februari 2012, 08:00 WIB. http : //www.wirausahanet.tripod.com/. Diakses 15 Januari 2012, 10:00 WIB. http : //www.wikipedia.com/. Diakses 19 Februari 2012, 11:00 WIB.
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Data Pribadi Nama
: Hendri Kurniawan
Tempat, Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 04 Maret 1988
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat Semarang
: Lerep Rt 05/II, Kec. Ungaran Barat, Kab.
HP
: 085640023640
Latar Belakang Pendidikan Formal : SD
: SD Negeri Lerep 01 Ungaran Barat. Lulus Tahun 2001
SLTP
: SMP Negeri 02 Ungaran Timur. Lulus Tahun 2004
SMU
: SMK Informatika NU Ungaran Barat. Lulus Tahun 2007
S1
: STAIN Salatiga (Semester 11 / Belum Selesai)
Pengalaman Mengajar : Mengajar TPQ dan Privat TPQ di Argomulyo Salatiga. Tahun 2007-2010
Mengajar Teater di Kota Salatiga. Tahun 2010-2011
Pengalaman Organisasi : Teater dan Pramuka di STAIN Salatiga. Tahun 2007-2011 PMII Kota Salatiga. Tahun 2007-2011 Irmas (Ikatan Remaja Masjid) Lerep Ungaran Barat. Tahun 2010-Sekarang
Salatiga, 01 September 2012
Hendri Kurniawan NIM. 11107028