PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU TERPUJI DALAM MATA PELAJARAN PAI PADA SISWA KELAS VI SD KLEPU 04 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : MACHFUDHOH NIM 11408050
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010
DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 website: www.stainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected] PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp Hal
: 3 eksemplar : Pengajuan Naskah skripsi Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari: Nama : Machfudhoh NIM : 11408050 Jurusan / Progdi : TARBIYAH / PAI Judul : PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU TERPUJI DALAM MATA PELAJARAN PAI PADA SISWA KELAS VI SD KLEPU 04 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 Dengan ini kami mohon skripsi Saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga, 03 Agustus 2010 Pembimbing
Dr. H. Sa’adi, M.Ag NIP. 19630420 199203 1 003
DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http://www.salatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi Saudari: MACHFUDHOH dengan Nomor Induk Mahasiswa:11408050 yang berjudul PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU TERPUJI DALAM MATA PELAJARAN PAI PADA SISWA KELAS VI SD KLEPU 04 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian, Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, pada hari Sabtu, 28 Agustus 2010 yang bertepatan dengan tanggal 18 Ramadhan 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.).
Salatiga,
18 Ramadhan 1431 H. 28 Agustus 2010 M.
Panitia Ujian Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP. 19670112 199203 1 005
Penguji I
Penguji II
Benny Ridwan, M.Hum NIP. 19730520 199903 1 006
Dr. H. Zulfa, M.Ag NIP. 19520430 197703 1 001 Pembimbing
Dr. H. Sa’adi, M.Ag NIP. 19630420 199203 1 003
KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax. 323433 Salatiga 50721 Web. www.stainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
DEKLARASI
Bismillahirahmanirahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi-materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain
di
luar
referensi
yang
peneliti
cantumkan,
maka
peneliti
sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang munaqosyah skripsi. Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 3 Agustus 2010 Peneliti
Machfudhoh NIM. 11408050
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi[18]:46) (Al-Falih, 2003:19)
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur dan bangga ku persembahkan skripsi ini untuk: 1. Ayah dan ibuku tercinta: H. Muhammad Jufri dan Hj. Rofi’atun, anakmu masih belajar menjadi anak berbakti. 2. Suamiku tercinta: Muhammad Amin semoga mampu menjadi imamku dunia akhirat. 3. Anak-anakku yang menjadi permata hatiku: Arif Muawan, Ali Masyhar, Ambar Munifah dan Ambar Munifatik. 4. Menantu tersayang: Nur Hayati, Sunarni, Lilik Abidin dan Latih Susiadi. 5. Cucuku yang sangat kusayangi: Milkha Zahrotul Ifadah. 6. Guru-guruku dengan cahaya ilmunya. 7. Teman-teman seperjuangan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, Syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERILAKU TERPUJI DALAM MATA PELAJARAN PAI PADA SISWA KELAS VI SD KLEPU 04 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010, untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Tarbiyah. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dari banyak pihak, oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, beserta Jajaran dan Staf tingkat Jurusan. 3. Bapak Drs. Joko Sutopo, selaku ketua Progdi Ekstensi PAI Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga beserta staf. 4. Dr. H. Sa’adi, M.Ag, selaku pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama studi. 5. Kepala Sekolah, segenap guru dan karyawan di SDN Klepu 04 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Dosen-dosen Jurusan Tarbiyah yang telah memberikan penulis ilmu dan pengetahuan yang tak terhingga nilainya.
Semoga amal baik dan bantuannya tersebut mendapatkan balasan yang baik dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya. Amiin.
Salatiga,
Agustus 2010
Penulis
Machfudhoh
ABSTRAK Machfudhoh. 2010. Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Terpuji Dalam Mata Pelajaran PAI Pada Siswa Kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. H. Sa’adi, M.Ag Kata Kunci: bermain peran, perilaku terpuji Penelitian ini dilaksanakan di SD N Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang mulai tanggal 10 Mei 2010 sampai 31 Mei 2010. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas VI di lembaga tersebut. Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya perilaku terpuji siswa kelas VI dalam mata pelajaran PAI. Tercatat dari 29 orang siswa di kelas VI, baru sekitar 20% yang memperoleh hasil yang maksimal atau telah melalui batas ketuntasan minimal belajar mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 5,5. Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana meningkatkan minat, pemahaman dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran perilaku terpuji dengan metode bermain peran. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang termasuk dalam penelitian kualitatif dan dilaksanakan dalam tiga siklus penelitian. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa minat siswa meningkat dari siklus I, II, dan III berturut-turut adalah 15 siswa (51,72%), 25 siswa (86,2%), dan mencapai 29 siswa atau 100% pada akhir siklus III. Adapun keaktifan siswa juga mengalami peningkatan. Pada siklus pertama, diketahui bahwa hanya 5 siswa (17,24%) yang aktif mengikuti pelajaran. Sedangkan pada siklus kedua, meningkat menjadi 24 siswa (82,76%) dan pada siklus ketiga menjadi 29 siswa (100,00%). Peningkatan Pemahaman siswa dapat dilihat dari peningkatan di setiap siklus. Pada siklus I, baru 8 siswa (27,59%) yang menjawab benar, hasil ini meningkat pada siklus II menjadi 18 siswa (62,07%) dan menjadi 25 siswa (86,21%) di akhir siklus III. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode bermain peran, minat, keaktifan dan pemahaman siswa dapat ditingkatkan. Penulis menyarankan agar penggunaan metode bermain peran dikembangkan lebih lanjut oleh lembaga pendidikan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
DAFTAR ISI JUDUL ................................................................................................................
i
PERSETUJUAN ..................................................................................................
ii
PENGESAHAN ...................................................................................................
iii
DEKLARASI.......................................................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................
v
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vi
ABSTRAK ..........................................................................................................
vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Rumusan Masalah..........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
D. Hipotesis Tindakan ........................................................................
6
E. Kegunaan Penelitian ......................................................................
7
F. Definisi Operasional ......................................................................
7
G. Metode Penelitian ..........................................................................
12
1. Rancangan Penelitian ................................................................
12
2. Subjek Penelitian ......................................................................
13
3. Langkah-langkah Penelitian ......................................................
14
4. Instrumen Penelitian .................................................................
15
5. Pengumpulan Data ....................................................................
17
6. Analisis Data ............................................................................
18
H. Sistematikan Penulisan...................................................................
19
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................
21
A. Mata Pelajaran PAI ........................................................................
21
B. Teori Belajar ..................................................................................
39
C. Teori Motivasi Belajar ...................................................................
49
D. Prestasi Belajar Siswa ....................................................................
53
E. Berbagai Pendekatan Pembelajaran ................................................
56
F. Metode Bermain Peran...................................................................
59
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ..........................................................
64
A. Subjek Penelitian ...........................................................................
64
B. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................
70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................
88
A. Minat Siswa Selama Penelitian Tindakan .......................................
88
B. Penggunaan Metode bermain peran untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa ............................................................................................. C. Penggunaan
Metode
bermain
peran
untuk
91
Meningkatkan
Pemahaman Siswa. ........................................................................
92
BAB V PENUTUP ............................................................................................
96
A. Kesimpulan....................................................................................
96
B. Saran .............................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11
: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I : Alat Evaluasi Formatif Siklus I : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II : Alat Evaluasi Formatif Siklus II : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus III : Alat Evaluasi Formatif Siklus III : Lembar Pengamatan PBM Untuk Guru : Hasil Observasi terhadap guru dalam PBM Siklus I, II, III : Nilai Siswa Kelas VI SDN Klepu 04 pada Indikator PAI : Gambar Kegiatan : Riwayat Hidup Peneliti
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat utama dalam hidup manusia. Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional secara eksplisit dinyatakan pada bab 2 pasal 3 bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mencermati tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang No 20 tahun 2003 tersebut, pendidikan bukan hanya diarahkan pada kecerdasan intelektual melainkan juga yang diarahkan pada pembentukan akhlak mulia atau akhlak terpuji.
Hal tersebut sesuai dengan pentingnya pendidikan yang
dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam Al-Ghalayini (tanpa tahun, 314) yaitu: “Manakala anak itu dibiasakan kepada hal-hal yang baik, diperlihatkan kepadanya hal-hal yang bagus dan pula sekaligus diajarkan serta diperintah mengamalkannya, maka anak itu akan tumbuh menjadi manusia, makin hari makin besar dan makin tertancap serta makin meresaplah kebaikankebaikan itu dalam jiwanya”. Al-Ghazali menekankan aspek “kebaikan jiwa” dalam mendidik anak. Hal
1
2
ini sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia. Dalam bukunya yang berjudul ‘Idhotun Nasi’in
yang diterjemahkan oleh Moh.
Abdai Rathomy,
Al-Ghalayini
menjelaskan mengenai tarbiyah (pendidikan) yaitu “..menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri” (Al-Ghalayini, tanpa tahun, 315). Penulis sepakat dengan definisi tarbiyah yang dikemukakan oleh Al-Ghalayini tersebut, yaitu menanamkan akhlak yang utama dalam jiwa anak hingga ia mampu hidup dengan usahanya sendiri. Anak merupakan amanat dari Allah SWT untuk para orang tua. Anak juga merupakan perhiasan kehidupan dunia seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi[18]:46) (Al-Falih, 2003:19) Ayat tersebut menjelaskan bahwa anak-anak merupakan perhiasan bagi manusia di dunia. Anak yang shaleh merupakan pahala yang kekal bagi kedua orang tuanya dan menjadi harapan baik untuk memperoleh surga Allah SWT. Untuk memperoleh anak yang shaleh, diperlukan pendidikan agama yang baik. Anak yang shaleh adalah anak yang memiliki akhlak mulia, dan hanya dapat dididik melalui pendidikan agama.
3
Al-Falih mengemukakan bahwa anak merupakan amanat besar yang dititipkan Allah kepada orang tua. Amanat tersebut akan dipertanggungjawabkan oleh mereka pada hari kiamat. Anak-anak berhak memperoleh pendidikan dari kedua orang tua mereka berupa pendidikan keislaman yang baik dan benar (AlFalih, 2003:23). Dalam taraf tertentu, orang tua tidak mampu lagi mendidik anakanaknya sendiri sehingga memerlukan bantuan dari pihak lain. Karena keterbatasan tersebut, orang tua memilih untuk mendidik anaknya melalui lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah mengenai keluhuran rohani, keutamaan jiwa, kemuliaan akhlak dan kepribadian yang kuat merupakan tujuan utama dari pendidikan bagi kalangan manusia muslim, karena akhlak adalah aspek fundamental dalam kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu negara. Melihat akan arti pentingnya pendidikan tersebut menunjukkan pendidikan harus diberikan sejak dini. Pendidikan, khususnya pendidikan akhlak yang mengarah pada terbentuknya keluhuran rohani dan keutamaan jiwa harus mulai ditanamkan sejak anak duduk di sekolah dasar. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak-anak di sekolah dasar yang masih sangat tinggi daya rekamnya atas pelajaran dan pengalaman hidup. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan kerja keras demi tercapaianya mutu pendidikan yang lebih baik. Agar tercapai mutu pendidikan yang lebih baik maka seorang guru harus pandai dalam pemilihan metode pembelajaran dan memiliki kompetensi yang memadai dalam
4
transfer ilmu pengetahuan kepada siswa. Sebab pemilihan metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar agar siswa tidak merasa bosan dan dapat menambah minat belajar siswa. Untuk menarik perhatian siswa dalam pelajaran aqidah akhlak khususnya pada akhlak terpuji maka digunakan metode bermain peran agar lebih mudah diterima dan dipahami oleh siswa. Penulis menemukan permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Masalah tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas VI dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dari 29 orang siswa di kelas VI, tercatat baru sekitar 20% yang memperoleh hasil yang maksimal atau mencapai batas ketuntasan belajar minimal mereka. Sedangkan sisanya (80%) sekitar 24 siswa memperoleh rata-rata nilai di bawah 5,5. Terdapat beberapa siswa yang masih belum memiliki kompetensi yang diharapkan mengenai perilaku terpuji seperti kurang bertanggung jawab, belum memiliki sikap qana’ah dan sikap tolong menolong yang kurang. Sikap bertanggung jawab yang masih rendah terlihat pada saat siswa bertugas piket dan meminjam sapu kemudian tidak dikembalikan ke tempat semula. Dalam proses pembelajaran, tingkat PR yang tidak dikerjakan oleh siswa juga masih tinggi. siswa juga masih banyak yang belum mengetahui pengertian qanaah dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap tolong-menolong siswa yang kurang terlihat dari siswa yang bersikap tidak peduli jika temannya sedang kesulitan dan tidak membantu. Masih kurangnya perilaku terpuji pada siswa kelas VI SD Klepu 04 tersebut terjadi salah satunya karena proses KBM di kelas yang bermasalah.
5
Penulis mengamati bahwa proses KBM yang terjadi di kelas terkesan tidak efektif, anak-anak lebih memilih untuk bermain sendiri daripada mendengar dan mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru. Motivasi siswa rendah yang terlihat dari kurang berminatnya siswa belajar di kelas. Penulis merasa perlu untuk mencari metode yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga memicu siswa untuk berprestasi dalam pelajaran PAI. Proses pembelajaran yang baik harus melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab itulah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas tentang: Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Terpuji dalam Mata Pelajaran PAI Pada Siswa Kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tingkat pemahaman perilaku terpuji dalam mata pelajaran PAI pada siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010? 2. Apakah metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman perilaku terpuji pada siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman perilaku terpuji dalam mata pelajaran PAI pada siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010.
2.
Untuk mengetahui apakah metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman perilaku terpuji pada siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010.
D. Hipotesis Tindakan Setelah merumuskan masalah, penulis kemudian merumuskan hipotesis tindakan. Menurut Susilo (2009:48), “hipotesis tindakan adalah dugaan mengenai perubahan yang mungkin terjadi jika suatu tindakan dilakukan.” Hipotesis tindakan pada penelitian ini berbeda dengan hipotesis pada penelitian formal. Hipotesis tindakan pada penelitian ini merupakan keyakinan yang penulis miliki bahwa tindakan yang penulis rumuskan dapat memperbaiki kondisi mengenai pemahaman perilaku terpuji siswa yang sudah ada. Berdasarkan pengertian tersebut diajukan hipotesis tindakan ini sebagai berikut: “Metode bermain peran mampu meningkatkan pemahaman perilaku terpuji dalam mata pelajaran PAI pada siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2010.”
7
E. Kegunaan Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dengan harapan memiliki kegunaan sebagai berikut: 1.
Bagi peningkatan mutu pembelajaran, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu dan efektifitas pembelajaran akhlak terpuji bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
2.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah yang timbul dalam proses pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
3.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran guru di SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
F. Definisi Operasional Supaya tidak terjadi kesalahpahaman karena perbedaan penafsiran maka dijelaskan tentang maksud yang terkandung dalam judul penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut : 1. Metode bermain peran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Online, metode dapat diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
8
tujuan yang ditentukan (KBBI Daring, 2008:1). Dalam sebuah artikel di internet, penulis menemukan bahwa metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Lebih lanjut lagi, menurut Dawson seperti yang dikutip oleh Moedjiono & Dimyati, simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku. Metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan. Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok; (a) Bermain peran: semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, (b) Psikodrama: hampir mirip dengan bermain peran. menekankan
Perbedaan terletak pada penekannya.
kepada
permasalahan
sosial,
sedangkan
sosia drama psikodrama
menekankan pada pengaruh psikologisnya dan (c) Role-Playing: role playing atau bermain peran bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau. Metode pengajaran simulasi menjadi 3 kelompok seperti berikut ini: (a) Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan / atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka, (b) Bermain peran (role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah
9
peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu tempat dan atau waktu tertentu, dan (c) Bermain peran (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Bermain peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian kelompok (http://www.pro-ibid.com/content/view/104/1/). Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode bermain peran adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku purapura dari siswa yang terlihat dan atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Dengan demikian metode bermain peran adalah metode yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran tokoh yang terlibat dalam proses sejarah. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dijelaskan bahwa proses pembelajaran perilaku terpuji bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 dengan menggunakan metode bermain peran adalah: 1. guru menerangkan teknik pelaksanaan pembelajaran bermain peran terlebih dahulu. Menerapkan siatuasi dan masalah yang akan dimainkan dan menceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut 2. guru menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu. Pengaturan adegan dan kesiapan mental siswa.
10
3. secara sederhana siswa memainkan lakon tersebut di depan kelas 4. Setelah dalam puncak klimaks, maka guru dapat menghentikan jalannya drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai permainan yang dimainkan. Bermain peran dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu 5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya pembelajaran bermain peran untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya 2. Peningkatan Pemahaman Siswa Terhadap Perilaku Terpuji a. Pengertian Peningkatan Peningkatan berasal dari kata tingkat yang artinya susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek spt lenggek rumah, tumpuan pd tangga (jenjang). mendapatkan imbuhan pe-an menjadi peningkatan, kata peningkatan yang berarti proses, cara meningkatkan (KBBI Daring, 2008:1). Kata Peningkatan dapat diartikan sebagai perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Berdasarkan pengertian tersebut maka maksud peningkatan dalam penelitian ini adalah perubahan menuju ke arah yang lebih baik. b. Pengertian Pemahaman Pemahaman berasal dari kata dasar paham. Paham artinya mengerti benar, tahu benar, karena mendapat imbuhan pe-an menjadi kata pemahaman yang artinya mengerti proses, cara, perbuatan memahami
11
(KBBI Daring, 2008:1). Dalam penelitian ini pemahaman diartikan sebagai suatu kondisi siswa yang telah menguasai atau memiliki kompetensi tentang materi pembelajaran yang diberikan oleh guru melalui proses pembelajaran. c. Pengertian Perilaku Terpuji Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu thd rangsangan atau lingkungan (KBBI Daring, 2008:1). Terpuji berarti sangat baik, terkenal kebaikannya,
sangat
mulia,
mahamulia. Perilaku terpuji
maksudnya adalah perbuatan-perbuatan yang baik yang datang dari sifatsifat batin yang ada dalam hati menurut syara’. Sifat-sifat itu biasanya disandang oleh rosul, anbiya’, aulia dan orang-orang yang shalih. Adapun yang dimaksud perilaku terpuji adalah perilaku/perbuatan yang baik dalam kehidupan sehari-hari yang meliputi syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, dan percaya diri, tolong menolong, qanaah dan bertanggung jawab. Menurut Amin (2003:2), agama adalah sumber dari akhlak yang mulia. Maka salah satu jalan untuk menegakkan akhlak adalah dengan melaksanakan prinsip-prinsip ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. d. Kelas VI SD Klepu 04 adalah siswa SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun ajaran 2009/2010.
12
G. Metode Penelitian Menurut Sugiyono, secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:3). Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian yang dilakukan berdasarkan pada ciri-ciri keilmuwan yaitu: rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian tersebut dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian tindakan kelas, sehingga penulis merasa perlu untuk menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Rancangan Penelitian Penelitian tindakan kelas adalah “sebuah progres investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri yang dilakukan oleh guru atau calon guru yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikanperbaikann terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi pembelajaran” (Susilo, dkk, 2009:1). Penulis memilih jenis penelitian ini karena penulis ingin meningkatkan kinerja penulis sebagai guru. Selain itu, penulis ingin memecahkan masalah yang penulis hadapi berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas. Yaitu permasalahan pengajaran mata pelajaran PAI di sekolah tempat penulis mengajar. Model penelitian yang penulis pakai dalam penelitian ini adalah
13
Model Lewis yang ditafsirkan oleh Kemmis. Model ini menggambarkan sebuah spiral dari beberapa siklus kegiatan. Pada awal tindakan atau siklus dasar pertama, peneliti melakukan kegiatan-kegiatan berupa: mengidentifikasi gagasan umum, melakukan recognaissance, menyusun rencana umum tindakan yang pertama, dan mengembangkan langkah tindakan yang pertama. Setelah semuanya siap, peneliti kemudian melakukan implementasi langkah tindakan pertama. Setelah selesai pada siklus dasar pertama, hasilnya kemudian
dievaluasi
dan
diperbaiki
serta
memodifikasi
dengan
mengembangkannya dalam spiral perencanaan langkah tindakan kedua. Dan apabila
hasil
evaluasi
masih
mengandung
kekurangan,
peneliti
mengembangkannya dalam siklus ketiga dan seterusnya sampai peneliti memperoleh hasil evaluasi yang baik, yaitu peneliti telah memiliki kemampuan mengajar seperti yang dicobakan dalam penelitian ini, atau data penelitian sudah jenuh dan kondisi kelas telah stabil (Wiraatmadja, 2008:6263). Penelitian ini disusun dengan menggunakan tiga siklus, dengan harapan bahwa kondisi kelas telah stabil setelah siklus ketiga selesai dilaksanakan. Kondisi kelas yang stabil ini maksudnya adalah minat, keaktifan dan pemahaman siswa mengenai pelajaran PAI khususnya mengenai perilaiku terpuji telah baik. 2. Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Subjek yang dikenai tindakan adalah siswa dan guru
14
kelas VI. Jumlah siswa yang diteliti adalah 29 orang yang sebagian besar berasal dari keluarga swasta dan buruh. Hal ini sesuai dengan karaktristik penduduk di Desa Klepu Kecamatan Pringapus yang merupakan buruh di pabrik-pabrik atau bekerja di perusahaan swasta. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 2010 sampai dengan 31 Mei 2010. Penulis memerlukan waktu selama 3 minggu untuk melaksanakan ketiga siklus yang telah direncanakan. 3. Langkah-Langkah Penelitian Penelitian terdiri dari 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai perubahan yang dicapai seperti desain faktor-faktor penelitian yang diselidiki. Pada awal kegiatan dilakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang terjadi sebelumnya. Dari refleksi tersebut kemudian mengidentifikasi masalah, mendiskuskan permasalahan dengan teman sejawat, melakukan kajian teori, dan mengkaji strategi pembelajaran yang relevan. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut ditentukan langkah paling tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap perilaku terpuji adalah dengan menggunakan metode bermain peran. Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: a. Menyusun rencana kegiatan: membuat rencana pembelajaran menyiapkan sumber, alat dan media pembelajaran, menyusun, lembar observasi, menyiapkan angket minat dan menyusun alat evaluasi . b. Pelaksanaan perencanaan
tindakan:
Melaksanakan
proses
pembelajaran
sesuai
15
c. Observasi: Pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan lembar observasi yang telah disusun. Observasi ini dilakukan guru sendiri sebagai peneliti dan meminta guru lain untuk ikut serta menjadi observer untuk meminimalkan subyektifitas. d. Angket minat dilaksanakan untuk memperoleh data tentang minat siswa setelah pelaksanaan siklus. e. Refleksi: Data hasil observasi dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan hasil observasi guru melakukan refleksi tentang proses pembelajaran, dengan refleksi akan diketahui kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran untuk diperbaiki pada siklus berikutnya. Satu siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Untuk memantapkan hasil tindakan, tiap siklus dilaksanakan dalam beberapa pertemuan. Peneliti melakukan observasi secara terus menerus terhadap proses yang dilakukan. Di sini peneliti juga berperan sekaligus sebagai pengajar. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : a.
Dokumentasi Instrumen penelitian ini berupa: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) buku daftar kelas, buku daftar nilai, buku daftar hadir siswa dan catatan pembelajaran.
b.
Lembar observasi 1) Lembar observasi bagi guru
16
Observasi terhadap guru mengamati 24 aspek dari perencanaan hingga melaksanakan evaluasi proses pembelajaran. 24 item pengamatan tersebut diberikan skor supaya dapat dikategorikan.
Penskoran
setiap
item
adalah
1-5
dengan
pengkategorian: skor 5 yang berarti amat baik, skor 4 berarti baik, skor 3 berarti cukup baik, skor 2 berarti tidak baik dan skor 1 berarti amat tidak baik. Setelah selesai observasi semua item dijumlahkan dan ditentukan skor rata-rata dengan rumus : ∑ Skor keseluruhan item 24
2) Observasi terhadap siswa Observasi terhadap siswa mengamati 7 aspek yang mencerminkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Setiap item diberikan skor seperti lembar observasi terhadap guru. Akhir proses pembelajaran skor setiap item dijumlahkan dan ditentukan skor rata-rata keaktifan siswa dengan rumus: ∑ Skor seluruh item 7 c. Lembar Angket Lembar angket digunakan untuk mengetahui minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Angket dirancang dalam 10 pertanyaan atau pernyataan yang mencerminkan minat siswa. Setiap
17
item ditentukan skor 1- 4 dengan pengkategorian: 1) skor 4 artinya amat baik, 2) skor 3 berarti baik, 3) skor 2 artinya kurang baik, 4) skor 1 artinya tidak baik, Angket yang telah dijawab dilakukan pengkategorian minat siswa setelah terlebih dahulu ditentukan skor rata-rata minat siswa dengan rumus : ∑ skor seluruh item 10
4. Pengumpulan Data a. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus yang berjumlah 29 siswa, guru agama dan proses pembelajaran perilaku terpuji melalui metode bermain peran. b. Jenis data Jenis data diperoleh berupa: 1) Data kualitatif yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dokumen kesiswaan (daftar kelas, daftar absen, buku daftar nilai) catatan pelaksanaan proses pembelajaran, hasil observasi dari angket. 2) Data kuantitatif berupa hasil pembelajaran perilaku terpuji yang dilaksanakan sebelum penelitian tindakan kelas dan nilai setiap akhir siklus.
18
c. Cara pengambilan data Data diambil melalui observasi, studi dokumenter dan tes. 5. Analisis data Analisis data dilakukan untuk membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis penelitian tindakan a. Diterima atau ditolaknya hipotesis pertama yang menyatakan bahwa metode bermain peran mampu meningkatkan minat belajar siswa dalam proses pembelajaran perilaku terpuji melalui penjelasan dan pemberian contoh bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010 akan dilakukan analisis terhadap minat belajar siswa. b. Diterima atau ditolaknya hipotesis kedua yang menyatakan bahwa metode bermain peran mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran perilaku terpuji bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010 akan dilakukan analisis data yang diperoleh melalui observasi proses pembelajaran. c. Diterima atau ditolaknya hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa metode bermain
peran
mampu
meningkatkan
pemahaman
siswa
dalam
pembelajaran perilaku terpuji bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, akan dilakukan melalui tes sebelum penelitian dan tes selama siklus I, II, III. 5. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian menjelaskan tentang perubahan yang diinginkan
19
dari subyek yang dikenai tindakan yaitu target yang diharapkan. Oleh karena itu dijelaskan bahwa sasaran penelitian ini adalah : a. Faktor siswa Perubahan yang diinginkan adalah meningkatnya minat dan keaktifan belajar siswa yang akan menghasilkan peningkatan, pemahaman siswa tentang perilaku terpuji berdasarkan metode bermain peran. Fokus pengamatannya adalah minat dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Perubahan pada siswa yang tercermin dari tes tertulis serta tes kepribadian. b. Faktor Guru Perubahan yang diinginkan adalah meningkatnya ketrampilan guru dalam mengelola kelas, memberikan penjelasan kepada siswa dengan menggunakan metode yang variatif. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan kemampuannya memberikan teladan kepada siswa. Fokus pengamatannya adalah proses pembelajaran yang dikembangkan guru, interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Indikator keberhasilannya adalah respon positif siswa karena guru mampu membangun suasana pembelajaran yang interaktif
H. Sistematika Penelitian Laporan hasil penelitian tindakan kelas ini disusun dalam bentuk skripsi dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis tindakan, kegunaan penelitian, definisi operasional,
20
metode penelitian dan sistematika penelitian. Bab II Kajian pustaka, berisi mengenai: mata pelajaran agama islam, teori belajar, teori motivasi belajar, prestasi belajar siswa,
berbagai pendekatan
pembelajaran, metode bermain peran. Bab III Pelaksanaan penelitian berisi deskripsi pelaksanaan siklus I, deskripsi pelaksanaan siklus II, deskripsi pelaksanaan siklus III Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan memuat: deskripsi setiap siklus, berupa data hasil proses pembelajaran, hasil observasi dan hasil angket minat, pembahasan hasil penelitian Bab V penutup memuat: kesimpulan mengenai hasil peneltian dan saran yang penulis berikan kepada beberapa pihak yang terkait.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam 1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam adalah nama mata pelajaran yang ada di Sekolah Dasar. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Dasar meliputi: Al-Quran, Aqidah, Tarikh, Akhlak dan Fiqih. Mata pelajaran ini diberikan kepada siswa dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami, menghayati dan mengamalkan akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengamalan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan. Dalam
sebuah
artikel
di
internet
(http://suhatman-
ate.blogspot.com/2009/01/pentingnya-pendidikan-agama-islam.html), penulis menemukan pengertian mengenai Pendidikan Agama Islam yang tertera dalam GBPP PAI sebagai berikut: Di dalam GBPP PAI di Sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Suhatman, 2009:1).
21
22
Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu berikut ini. 1.
Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
2.
Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Agama Islam.
3.
Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan secara sadar terhadap para peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
4.
Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Di dalam khazanah pemikiran Islam, terutama karya-karya Ilmiah berbahasa arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang “Pendidikan Islam” dan sekaligus diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.
23
Menurut pendapat Langgulung yang dikutip oleh Suhatman (2009:1), ditulis bahwa di dalam pendidikan Islam terdapat beberapa pengertian. Pengertian pertama yaitu al-tarbiyah al-diniyah atau pendidikan keagamaan. Pengertian kedua adalah ta’lim al-din atau pengajaran agama. Pengertian ketiga adalah al-ta’lim al-diny atau pengajaran keagamaan. Pengertian keempat adalah al-ta’lim al-Islamy atau pengajaran keIslaman. Pengertian kelima adalah tarbiyah almuslimin atau pendidikan orang-orang Islam.. Pengertian keenam adalah al-tarbiyah fi al-Islam atau pendidikan Islami (http://suhatmanate.blogspot.com/2009/01/pentingnya-pendidikan-agama-islam.html). Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 1 misalnya, dijelaskan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari sini dapat dipahami bahwa dalam kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan terkandung makna pendidikan. Lebih jauh lagi bahwa kegiatan bimbingan yang diharapkan adalah agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual kegamaan, cerdas, berakhlak mulia sekaligus
memiliki
keterampilan
yang
diperlukan.
Penulis
menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan peserta didik yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan sekaligus berakhlak mulia diperlukan
24
pendidikan di bidang keagamaan, khususnya agama Islam, sehingga pendidikan agama islam memiliki posisi strategis dalam mewujudkan cita-cita dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut. Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktifitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupanya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah perstiwa pertemuan antara dua orang atau lebih yang mampu
mengembangkan
pandangan
hidup,
sikap
hidup
atau
keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak. Dalam konteks pendidikan Islam, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. 2.
Urgensi Pendidikan Agama Islam Urgensi pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari kewajiban lembaga pendidikan asing pada tingkat dasar dan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan agama. Hal tersebut disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 65 ayat (2): “Lembaga pendidikan asing pada tingkat
25
pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.” Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa strategi pembangunan pendidikan nasional menerapkan 13 langkah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; 5. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. pelaksanaan wajib belajar; 10. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. pemberdayaan peran masyarakat; 12. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan 13. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. (Penjelasan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003:25).
Penulis melihat bahwa 13 langkah yang coba diterapkan tersebut langkah pertama adalah pelaksanaan pendidikan agama serta
26
akhlak mulia. Hal tersebut menggambarkan bahwa pendidikan agama khususnya agama Islam memiliki posisi utama dalam sistem pendidikan nasional. Begitu pentingnya pendidikan agama Islam mengharuskan semua unsur pendidikan harus mendahulukan pelaksanaan pendidikan agama Islam serta akhlak mulia di sekolah dasar. Dalam konsep Islam, Iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga nenghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi rohani atau iman) seseorang di hadapan Allah SWT. Usaha pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah diharapkan agar mampu membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus kesalehan sosial sehingga pendidikan agama Islam diharapkan jangan sampai: (1) Menumbuhkan semangat fanatisme; (2) Menumbuhkan sikap intoleran di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia; dan (3) Memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional.
27
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang pluralistik, dalam arti masyarakat yang serba plural, baik dalam agama, ras, etnis, budaya dan sebagainya, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas tersebut. Walaupun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi melalui keragaman ini harus dapat dibangun suatu tatanan yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam membangun bangsa Indonesia.
3.
Pengertian Akhlak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, akhlak adalah “budi pekerti; kelakuan” (KBBI Daring, 2009), sedangkan menurut pendapat
dari
Mohammad
Damami
Zein
dalam
artikelnya
(http://melatimuda.multiply.com/journal/item/5/AKHLAK/,
2007:1),
“… muatan istilah “akhlak” pada hakikatnya di selingkar pandangan, sifat, sikap dan tingkah laku yang seharusnya disadari dan dihayati dalam kehidupan nyata sehari-hari ….” Dalam konteks ini, istilah akhlak yang dipakai mengandung pengertian budi pekerti. Dari sumber lain penulis menemukan bahwa istilah “akhlak” tidak dapat dilepaskan dari kata Arab, khalaqa (menciptakan), makhlūqun (yang diciptakan) dan khāliqun (yang menciptakan). Dalam konteks kebahasaan al-Qur'an, kata khalaqa menunjuk pengertian: menciptakan dari tiada ke ada. Karena itu, khāliqun menunjuk kepada
28
zat Yang Serba Kuat, dan sebaliknya, makhlūqun menunjuk kepada konsep segala sesuatu yang serba lemah (dla’īf). Manusia adalah makhluk terbaik ciptaan Allah. Namun demikian, derajat manusia dapat turun menjadi lebih rendah dari hewan jika manusia tidak memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Salah satu sifat kemanusiaan adalah akhlak. Kondisi turunnya derajat manusia tersebut dapat dihindari jika manusia beriman, beramal sholeh, dan berakhlak. Manusia yang paling tinggi derajadnya di sisi Allah adalah manusia yang beriman, beramal sholeh dan berakhlak mulia. Sebagaimana dicontohkan oleh tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw bahwa beliau diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Segala tindakan manusia dilakukan untuk mencapai maksudmaksud dan tujuan tertentu. Tujuan tersebut adalah untuk mencapai kepuasan, kesenangan maupun kebahagiaan, karena secara kodrati setiap manusia ingin mendapatkan kebahagiaan. Karena ingin mencapai kebahagiaan, manusia rela melakukan apa saja yang menurutnya mampu menyebabkan ia memperoleh kebahagiaan tersebut. Dalam Islam, pencapaian kebahagiaan berarti kebahagiaan hidup dan hidup setelah mati (dunia-akhirat). Konsep kebahagiaan menurut Islam adalah kebahagiaan yang dapat melindungi perseorangan dan melindungi umat. Kebahagiaan sejati bukan kebahagiaan yang bersifat khayalan dan angan-angan. Sedangkan kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati menurut Islam adalah “ridho ilahi”, sebab tanpa
29
adanya ridho Allah kebahagiaan sejati tidak dapat diraih. Oleh karena itu, dalam Islam segala perilaku umat Islam diarahkan agar mengarah pada ridho Allah. Urgensi akhlak bagi kaum muslim diketahui dari tujuan nabi Muhammad diutus ke dunia. Nabi bersabda: “bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (Amin, 2003:2). Melalui hadits tersebut, nabi hendak menekankan bahwa sejak awal, Islam telah menyeru pada budi pekerti yang baik. Dengan demikian, orang yang berbudi pekerti buruk adalah orang yang durhaka kepada Allah. Menurut pendapat Moh. Amin dalam bukunya 10 Induk Akhlak terpuji, terdapat sepuluh buah induk akhlak terpuji diantaranya: Ikhlas, syukur, sabar, mahabbah, khauf, taubat, tawakkal, zuhud, ridho atas ketetapan Allah dan dzikru al maut (Amin, 2003:vii). Kesepuluh sumber akhlak mulia tersebut berasal dari agama, sehingga untuk menegakkan akhlak ini satu-satunya jalan adalah dengan melaksanakan ajaran agama. Melalui pendidikan agama pada anak sejak dini, maka kesepuluh induk akhlak terpuji tersebut dapat ditanamkan dalam diri anak. Apabila sifat-sifat tersebut telah dimiliki oleh seorang anak, maka sudah dapat dipastikan ia akan menjadi anak berakhlak mulia. Padahal sebaik-baiknya muslim adalah muslim yang berakhlak mulia, dan “tidak ada pemberian dari orang tua kepada anak yang lebih afdhal
30
(utama) daripada pendidikan yang baik, sebagaimana yang terkandung dalam hadits nabi:
ٍمَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلِدًا أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَن Artinya: Tidak ada pemberian dari orang tua kepada anak yang lebih afdhal (utama) daripada pendidikan yang baik. ( HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)” (al Falih, 2007:121)
Penyakit masyarakat yang harus diwaspadai adalah kerusakan akhlak. Hal ini sejalan dengan pendapat Syekh Musthofa Al-Ghalayini dalam kitabnya “’Idhotu al-Nasyi’in”; Sesuatu umat itu apabila sedang dihanggapi oleh penyakit masyarakat, maka umat itu benar-benar memerlukan akan adanya perbaikan atau penyembuhan dari penyakitnya itu. Penyakit yang sedang menghinggapi masyarakat itu tiada lain adalah penyakit kerusakan akhlak, dekadensi moral, kebejatan budi pekerti serta kemerosotan moral. (al Ghalayini, tt:69) Berdasarkan pendapat al-Ghalayanini, kemerosotan akhlak adalah penyakit masyarakat, untuk menanggulanginya diperlukan usaha keras. Akhlak merupakan cermin dari keadaan jiwa dan sekaligus gerak-gerik, perilaku atau tindakan manusia, karena tidak ada seseorang yang terlepas dari akhlak. Sehingga manusia akan dinilai berakhlak mulia jika jiwa, dan tindakanya menunjukkan hal-hal yang baik dan dipandang mulia. Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling mulia karena dikaruniai akal pikiran. Karena karunia itulah, manusia berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia memiliki dua jalur hubungan, hubungan kepada Allah dan hubungan kepada sesama makhluk.
31
Ada beberapa etika (adab) dan akhlak Islami yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Etika-etika ini akan memberikan hasil yang baik bila ditanam dalam diri seseorang sejak dini. Moh. Amin menyebutkan bahwa terdapat 10 Induk Akhlak Terpuji, diantara etika dan akhlak yang dimaksud adalah (Amin, 2003:12-123) : a. Ikhlas Di dalam buku 10 Induk Akhlak Terpuji karangan Moh. Amin, Ikhlas berarti membersihkan maksud dan tujuan tertaqwa kepada Allah dari berbagai maksud dan niat lain. Dengan kata lain, ikhlas adalah mengabaikan pandangan manusia dengan senantiasa berkonsentrasi pada Allah semata-mata. Ikhlas adalah syarat diterimanya amal saleh yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Berkaitan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW bersabda: “Allah Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal kecuali apabila dilakukan dengan ikhlas demi mencari keridhaan-Nya (HR. Abu Dawud dan Nasa’i) (Amin, 2003:12-13). b. Syukur Syukur adalah perasaan yang terus menerus akan budi yang baik dan penghargaan terhadap kebajikan, yang mendorong hati untuk mencintai dan lisan untuk memuji. Atau dengan pengertian lain ialah memuji pemberi nikmat atas kebajikan yang telah dilakukannya disebutkan di dalam buku 10 Induk Akhlak Terpuji
32
karangan Drs. Moh. Amin (Amin, 2003:27). Pengertian tersebut menegaskan bahwa syukur berkaitan erat dengan hati, lisan dan anggota badan. Syukur menunjukkan bahwa hati menyadari bahwa ia menerima nikmat. Orang yang berakal wajib hukumnya mencari nikmat-nikmat
Allah
SWT
di
sekitarnya
yang
mampu
mengingatkan agar rasa syukur selalu ada. Karena nikmat Allah tidak pernah berhenti diberikan kepada makhlukNya, maka rasa syukur ini harus selalu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Sabar Sabar adalah kekuatan jiwa orang-orang yang beriman yang tenang dan yakin dengan adanya rahmat Allah, percaya pada janji dan keadilan Allah (Amin, 2003:41). Sabar menunjukkan kekuatan jiwa mukmin yang takwa, mengalahkan dan mampu mengusai nafsunya. Mukmin yang sabar mampu menyerahkan segalanya kepada Allah SWT dan rela menerima segala bagian yang diterima dalam hidup disertai dengan rasa syukur pada Allah. Menurut al-Ghajali dalam buku 10 Induk Akhlak Terpuji (Amin, 2003:41), hakikat sabar ialah tahan menderita dari gangguan dan ketidaksenangan orang lain. Apabila ada seseorang yang mengeluh karena diperlakukan buruk oleh orang lain, maka orang tersebut menunjukkan bahwa kelakukannya sendiri buruk.
33
d. Mahabbah Secara umum mahabbah (cinta kepada Allah) adalah sebuah gejala emosi yang tumbuh dan berkembang dalam jiwa dan hati manusia, diikuti oleh keinginan yang keras terhadap Allah SWT (Amin, 2003:52). Mencintai Allah merupakan tingkat tertinggi dari pendakian jiwa. Sedangkan jenjang sebelumnya adalah taubat, sabar, zuhud dan lain sebagainya. Menurut al-Ghazali dalam buku 10 Induk Akhlak Terpuji (Amin, 2003:53-54), ada 11 ciri-ciri orang yang cinta kepada Allah. 1) Selalu ingin berjumpa dengan Allah, 2). Bersedia meninggalkan apa saja demi Allah, 3). Selalu ingat kepada Allah dengan jalan zikir kepadaNya, 4). Selalu bermunajat dengan cara shalat tahajjud, 5). Selalu melakukan introspeksi diri, 6). Merasa nikmat dengan melakukan ketaatan kepada Allah. 7). Memiliki kasih sayang terhadap kaum muslimin, dan keras terhadap kaum yang ingkar kepada Allah, 8). Merasa takut dan rendah di dalam rasa cinta pada Allah, 9). Merahasiakan cintanya kepada Allah karena ta’ziim, memuliakannya dan ghirah atas kerahasiaan-Nya. 10). Ramah dan gembira dalam bergaul dan berdekatan dengan-Nya, 11). Rela dan menerima dengan senang hati segala hal yang datang dari Allah, termasuk yang berupa ujian dan cobaan. Sebelas hal tersebut menjadi indikator untuk mengukur kecintaan seorang hamba kepada Allah SWT.
34
e. Khauf Menurut Moh. Amin, “khauf adalah cambuk yang digunakan Allah untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju ilmu dan amal supaya dengan keduanya itu mereka bisa dekat dengan Allah” (Amin, 2003:67). Dalam Islam, khauf merupakan rasa sakit dalam hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti jika menimpa dirinya di masa akan datang. Rasa yang demikian mampu menahan diri agar hamba lebih cenderung melakukan ketaatan daripada maksiat. Lebih lanjut lagi, manusia yang paling takut kepada Allah ialah manusia yang paling tahu tentang dirinya dan Tuhan-Nya. Oleh sebab itu, menurut Prof. Dr. T.M. Hasbi AsShiddiqy dalam buku 10 Induk Akhlak Terpuji (Amin, 2003:71), “yang perlu ditakuti ialah Su’ul Khatimah (menutup hayat dengan keadaan yang buruk).” Su’ul khatimah adalah melepaskan napas yang terakhir dalam keadaan dimurkai Allah karena timbul rasa ingkar kepada-Nya (karena rusak iman dan kepercayaan) dan karena sangat terpengaruh jiwa dengan syahwat dunia. f. Taubat Menurut bahasa, taubat berarti kembali. Sedangkan menurut istilah, taubat berarti kembali kepada kesucian setelah berbuat dosa. Sedangkan menurut imam al-Ghazali, hakekat taubat adalah meninggalkan dosa dengan niat tidak akan kembali melakukannya (Amin, 2003:74).
35
Taubat memiliki tiga syarat jika dosa yang dilakukan menyangkut Allah. Pertama, menyesali dosa yang dilakukan. Kedua,
meninggalkannya.
Ketiga,
berniat
untuk
tidak
mengerjakannya lagi. (Amin, 2003:75). Syarat pertama merupakan syarat mutlak bagi orang yang ingin bertaubat karena orang yang tidak menyesali dosa yang dilakukan berarti berniat melakukan dosa tersebut kembali di waktu yang akan datang. Demikian juga dengan syarat kedua. Karena orang yang bertobat dan tidak meninggalkan perbuatan dosa tersebut
mustahil dilakukan.
Sedangkan jika syarat ketiga dilanggar, maka taubat seseorang dianggap batal. Sedangkan apabila dosa yang dilakukan menyangkut hak manusia, maka ia wajib memperbaiki yang telah dirusaknya, memohon kerelaan orang yang dicelakai. g. Tawakkal Tawakkal adalah benar dan lurusnya hati dalam pasrah dan berpegang teguh pada Allah SWT dalam mencari kebaikan. Mengenai akhlak tawakkal ini pernah disebutkan dalam hadits bahwa pernah datang seorang laki-laki yang hendak meninggalkan unta yang dikehendarainya begitu saja tanpa ditambatkan di depan masjid. Kemudian ia bertanya kepada Nabi, apakah ia ditambatkan dulu kemudian tawakkal atau dilepaskan begitu saja kemudian tawakkal? Rasulullah menjawab bahwa untanya harus ditambatkan
36
lebih dulu kemudian baru tawakkal. Dengan demikian, tawakkal diwujudkan dalam hati seorang hamba setelah adanya usaha yang ia lakukan (Amin, 2003:88).
h. Zuhud Menurut Moh. Amin (2003:97), zuhud adalah berpalingnya kehendak atau keinginan dari sesuatu ke sesuatu yang lebih baik daripadanya. Zuhud dapat lahir karena adanya pengetahuan bahwa obyek keinginan pertama adalah lebih hina dan tiada artinya dibandingkan dengan yang kedua. Oleh sebab itu, orang yang tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu kekal abadi dan bahwa akhirat itu lebih abadi dari dunia maka ia hendaknya ia meninggalkan dunia dan mencari akhirat. Adapun tingkatan zuhud adalah: 1) seseorang
yang
zuhud
terhadap
dunia,
meskipun
dia
menginginkannya dan hatinya condong kepadanya. Inilah yang disebut mutazahhid atau orang yang berusaha zuhud. 2) Orang yang meninggalkan dunia dengan kemauan sendiri tanpa berperang
dengan
perasaan
cinta
dunia
karena
dunia
dianggapnya lebih hina dibandingkan sesuatu yang dia inginkan.
37
3) Orang yang zuhud atau meninggalkan dunia atas kemauannya sendiri dan tidak menganggap telah meninggalkan sesuatu yang berharga. Rasulullah adalah teladan utama dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam zuhud. i. Ridha atas Ketetapan Allah Menurut Amin (2003:106), “Ridha akan ketetapan Allah artinya menerima segala kejadian yang menimpa diri dengan rasa senang, tidak merengut, tidak kesal, tidak sebal, serta dengan tabah dan dada yang lapang.” Dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi, seorang hamba mempunyai dua kemungkinan bersikap. Pertama adalah rela dan kedua adalah sabar. Rela adalah sikap yang utama yang disunnahkan, sedangkan sabar adalah sikap yang wajib bagi seorang mukmin. Perbedaan antara rela dan sabar terletak pada ada tidaknya pengharapan agar rasa sakit yang diterima hilang. Orang yang sabar berarti mampu menahan diri dan mencegahnya dari amarah dan kesal pada saat merasa sakit atau tertimpa musibah sambil mengharap agar sakitnya hilang. Namun orang yang rela mampu berlapang dada, tenang menghadapi ketentuan Tuhan dan menerimanya tanpa penderitaannya.
mengharap
hilangnya rasa sakit
atau
38
j. Zikru al-Maut Zikru al-maut artinya adalah ingat pada kematian. Mati adalah suatu paling ditakuti oleh hampir setiap manusia. Namun ada yang berlebihan sekali dan ada yang tidak takut sama sekali. Menurut Moh. Amin (2003:112), ketakutan orang pada mati dikarenakan dua hal: 1)
karena tidak kurang atau tidak adanya pengetahuan tentang mati, keadaan mati dan keadaan sesudah mati adalah gelap. Setiap orang takut menempuh tempat yang gelap dan tidak diketahui.
2)
Karena dosa dan kesalahan yang telah bertumpuk dan tidak bertaubat. Ketika mendengar kata mati, terbayang azab dan siksa yang akan diperoleh. Walaupun Islam mengajarkan agar kita tidak takut pada
kematian, namun melarang orang ingin lekas mati, agar dapat hidup melakukan kebajikan sebanyak-banyaknya. Rasulullah memberikan beberapa petunjuk mengenai zikru al-maut: 1) memperbanyak ingat akan mati. Rasulullah memerintahkan agar kita mengingat sesuatu yang melenyapkan dan menjadikan kematian. 2) Mengingat mati mampu melebur dosa dan menimbulkan zuhud. 3) Kematian merupakan penasehat pada diri sendiri.
39
4) Orang yang cerdik adalah orang yang mengingat pada kematian
kemudian
memperbanyak
persiapan
menuju
kematian itu. Orang yang demikian akan membawa kemuliaan dunia dan akhirat. Dalam bukunya, Moh. Amin (2003:114) mengambil pendapat dari K.H.M Ali Usman bahwa usaha-usaha untuk selalu mengingat kematian adalah: 1) menyaksikan orang yang sedang sakaratul maut. 2) Mengunjungi orang yang sakit, sebab ujung dari penyakit tidak lain adalah kematian. 3) Melakukan ziarah kubur 4) Merasa diri selalu diawasi Allah SWT 5) Menyadari bahwa perasaan kita sering disaksikan oleh anggota badan kita sendiri. 6) Menyadari bahwa perasaan kita disaksikan, dilihat dan diikuti oleh siang danmalam bumi tempat kita berpijak, langit serta malaikat Raqib dan Atib dan malaikat lainnya.
B.
Teori Belajar Manusia sejak lahir selalu belajar hingga manusia itu mati. Kamampuan manusia inilah yang menyebabkan perkembangan kebudayaan yang amat pesat hingga sekarang. Kemampuan manusia untuk belajar sesuatu hal
baru,
memecahkan masalah berdasarkan pengalaman-
40
pengalamannya, menemukan sesuatu yang baru yang mengarah kepada kemajuan manusia itu sendiri. Hal ini selaras dengan perintah dari Rasulullah SAW, bahwa umat Islam harus selalu menuntut ilmu mulai dari sejak lahir hingga ia mati. Mengenai bagaimana manusia itu belajar, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskannya. Terdapat tiga penggolongan besar teori belajar antara lain: 1. Teori Behaviorisme Menurut Agus Suprijono (2009:16), Teori perilaku berakar pada pemikiran behaviorisme dimana pembelajaran diartikan sebagai proses pembentukan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan balas (respons).
Lebih
lanjut
pembelajaran dikatakan
sebagai
proses
pembiasaan. Sedangkan hasil dari pembelajaran yang diharapkan adalah terciptanya perubahan perilaku berpa kebiasaan. Agus Suprijono (2009:20) menulis bahwa beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, antara lain : a.
Connectionism (S-R Bond) menurut Thorndike. Thorndike
dalam
Suprijono
(2009:20-21)
melakukan
beberapa eksperimen terhadap kucing dan menghasilkan hukumhukum belajar: 1) Hukum Kesiapan atau Law of Readiness. Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
41
2) Hukum latihan atau Law of Exercise. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan, maka asosiasi tersebut semakin kuat. 3) Hukum hasil atau Law of Effect. Hubungan antara rangsangan dan perilaku akan makin kukuh apabila terdapat kepuasan dan akan makin diperlemah apabila tidak terdapat kepuasan.. . Ketiga hukum tersebut pada dasarnya menjelaskan hubungan antara stimulus dengan respon. Apabila stimulus yang diberikan memuaskan, maka respon yang dihasilkan akan memiliki nilai yang memuaskan pula. Adanya latihan juga mempengaruhi kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respon. Hubungan ini disebut koneksionisme yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan formasi subah koneksi antara stimulus dan respons (Smith dkk, 2009:79). b.
Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov (dalam Sudrajat, 2008:2) terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: 1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. 2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teoriteori-belajar/).
42
Kedua
hukum
tersebut
menjelaskan
bahwa
untuk
menghasilkan kondisi yang diharapkan dalam pembelajaran, maka keberadaan stimulus-stimulus yang mengarah pada hasil yang diharapkan harus benar-benar diperhatikan. Hilangnya salah satu stimulus akan memperlemah hasil yang muncul.
c.
Operant Conditioning menurut B.F. Skinner Agus
Suprijono
(2009:21)
menulis
bahwa
Skinner
menganggap reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Reinforcement diartikan sebagai suatu konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner (dalam Sudrajat, 2008:2) terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: 1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. 2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teoriteori-belajar/).
Dari kedua hukum tersebut, penulis menyimpulkan bahwa untuk mempertahankan kekuatan perilaku agar tidak menurun atau bahkan musnah, diperlukan keberadaan stimulus-stimulus yang merupakan penguat. Apabila stimulus penguat tersebut pada suatu
43
saat hilang, maka perilaku yang sebelumnya telah timbul dalam pembelajaran akan melemah bahkan musnah.
d.
Social Learning menurut Albert Bandura Menurut Sudrajat (2008:3), Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Menurut beliau, teori Social Learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura tersebut berbeda dengan penganut behaviorisme lainnya, Albert
Bandura memandang
perilaku
individu tidak
hanya
merupakan refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), tetapi juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan
dengan
skema
kognitif
individu
itu
sendiri.
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teoribelajar/). Penulis sepakat dengan pendapat Bandura tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, perilaku seseorang cenderung merupakan hasil perpaduan antara pengetahuan yang telah ia peroleh dengan kondisi lingkungan yang dihadapi. Menurut teori tersebut, seseorang belajar mengenai sosial dan moral melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Sebagai contoh, dalam mempelajari mengenai pentingnya tolong-menolong, pembelajaran dengan contoh perilaku lebih tepat dibandingkan hanya dengan bentuk kata-kata atau nasihat. Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning.
44
Melalui pemberian reward dan punishment. Seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan dengan adanya pemberian penghargaan dan hukuman. Penghargaan atas sopan santun yang diterapkan siswa berupa pujian dari guru mampu menjadi pendorong bagi siswa bersangkutan untuk tetap menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, hukuman atas perilaku siswa yang merugikan siswa yang lain berupa pengucilan mampu menjadi kontrol agar perilaku tersebut tidak diulangi. 2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget Berbeda dengan behaviorisme yang beranggapan bahwa belajar merupakan kegiatan figuratif, menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi, hanya dialog imperatif (bukan interaktif) merupakan proses mekanik dan didominasi kegiatan menghafal dan latihan, maka menurut teori belajar kognitif, belajar merupakan proses mental (Suprijono, 2009:21-22). Menurut pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa keberhasilan belajar siswa banyak ditentukan oleh keberhasilan guru dalam merangsang siswa untuk mau berinteraksi dengan lingkungan dan sering melakukan eksperimen. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran juga dijelaskan dalam artikel milik Sudrajat. Implikasi tersebut adalah :
45
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teoriteori-belajar/).
Penerapan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak akan mampu membantu guru dalam transfer ilmu pengetahuan. Lingkungan memiliki pengaruh besar dalam belajar siswa, kemampuan memahami lingkungan yang baik mampu meningkatkan kemampuan belajar anak. Sedangkan bahan pelajaran yang asing menimbulkan persepsi bahwa pelajaran tersebut “sulit” bagi anak. Kesesuaian belajar dengan tahap perkembangan anak mempermudah anak dalam belajar. Dan yang terakhir, diskusi meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi efektif dengan orang lain. Menurut penulis, beberapa hal yang dikemukakan tersebut adalah kunci dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar di kelas.
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne Menurut
Gagne
(dalam
Sudrajat,
2008:4),
“…dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian
46
diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.” Belajar pada dasarnya berhubungan erat dengan informasi. Dalam belajar, informasi menjadi bahan utama untuk terjadinya perubahan dalam diri seseorang yang belajar. Informasi yang diterima seseorang kemudian diproses dan disesuaikan dengan dirinya. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Masih menurut menurut Gagne (dalam Sudrajat, 2008:4), “tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu: motivasi, pemahaman, pemerolehan, penyimpanan, ingatan kembali, generalisasi, perlakuan dan umpan balik”. Motivasi menjadi fase pertama dalam proses pembelajaran karena umumnya motivasi adalah fase terpenting. Tanpa motivasi, fase-fase selanjutnya akan gagal terwujud dengan sempurna dan pada akhirnya umpan balik yang diperoleh tidak sesai dengan harapan. 4. Teori Belajar Gestalt Gestalt merupakan bahasa Jerman yang berarti “bentuk atau konfigurasi”. Teori belajar Gestalt memandang bahwa obyek atau
47
peristiwa tertentu dipandang sebagai satu kesatuan yang terorganisasi (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/).
Dalam artikel yang ditulisnya, Akhmad Sudrajat (2008:5) mengutip beberapa pendapat dari Gestalt mengenai asumsi-asumsi yang mendasari pandangannya. Pertama, perilaku yang berkaitan dengan lingkungan luar misalnya mengikuti kuliah dan belajar hendaknya lebih banyak dipelajari daripada perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar. Kedua, mempelajari perbedaan antara lingkungan geografis (misalnya gunung penuh dengan hutan lebat) dengan lingkungan behavioral (misalnya dari jauh, gunung tampak indah) merupakan hal penting. Ketiga, organisme beraksi terhadap rangsangan secara keseluruhan, bukan secara lokal. Keempat, pemberian makna terhadap
rangsangan
sensoris
merupakan
proses
yang
dinamis
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/). Menurut Sudrajat (2008:6-7), teori Gestalt dalam proses pembelajaran memiliki beberapa aplikasi penting. Apabila diterapkan dalam proses pembelajaran teori gestalt memiliki aplikasi sebagai berikut: a.
Menumbuhkan pengalaman tilikan (insight) pada diri siswa yaitu mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. Tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
48
b.
Memunculkan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning). Kebermaknaan
unsur-unsur
yang
terkait
akan
menunjang
pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya. c.
Memunculkan perilaku bertujuan (purposive behavior). Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Guru hendaknya menyadari tujuan pengajaran sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.
Memunculkan prinsip ruang hidup (life space). Perilaku seseorang berkaitan dengan lingkungan tempat ia berada, sehingga materi pelajaran harus memiliki keterkaitan dengan kondisi lingkungan tempat siswa tinggal.
e.
Transfer dalam Belajar, yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teoribelajar/).
49
C.
Teori Motivasi Belajar Menurut
Sudrajat
(http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-
teori-motivasi, 2008:1), “…motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari luar individu”. Kekuatan atau energi yang tersebut jika berasal dari diri individu sendiri disebut motivasi intrinsik, jika berasal dari luar individu disebut motivasi ekstrinsik. Mark K Smith mengatakan bahwa motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori pembelajaran. Motivasi sangat dikaitkan dengan dorongan, perhatian, kecemasan dan umpan balik atau penguatan. Seseorang harus cukup dimotivasi untuk dapat memperhatikan saat pelajaran berlangsung. Kecemasan dapat menurunkan motivasi siswa untuk belajar. Sedangkan menerima umpan balik atau imbalan mampu menguatkan kemungkinan adanya pengulangan sebuah kegiatan (Smith, 2009:19-20). Mengenai motivasi belajar, penulis menemukan beberapa teori yang berkaitan dengannya. Teori-teori mengenai motivasi tersebut adalah: 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Akhmad Sudrajat (2008:1) dalam artikelnya menulis bahwa teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
50
a. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex b. kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual c. kebutuhan akan kasih sayang (love needs) d. kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status e. aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. 2.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”) Akhmad Sudrajat (2008:2) menyebut Teori Alderfer dengan nama akronim “ERG” (Existence, Relatedness, dan Growth). Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya
secara
serentak
(http://www.psb-
psma.org/content/blog/teori-teori-motivasi). 3.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor) Menurut Sudrajat (2008:3), teori motivasi Herzberg dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
51
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. 4.
Teori Keadilan Menurut Akhmad Sudrajat (2008:3), teori keadilan memiliki pandangan
bahwa
manusia
terdorong
untuk
menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Bila seseorang berpendapat bahwa imbalan yang diperolehnya tidak sesuai, maka ia akan: a.
berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
b.
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
5.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) Edwin Locke (dalam Sudrajat, 2008:3) mengemukakan bahwa penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni: (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan (http://www.psb-psma.org/content/blog/teori-teori-motivasi).
6.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan) Menurut Sudrajat (2008), Victor H. Vroom mengetengahkan Teori Harapan yang menjelaskan bahwa motivasi merupakan akibat
52
suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. 7.
Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Menurut Ahmad Sudrajat (2008), “…kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku” (http://www.psbpsma.org/content/blog/teori-teori-motivasi). Manusia cenderung untuk mengulangi
perilaku
yang
mempunyai
konsekwensi
yang
menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan. 8.
Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan (Sudrajat, 2008:4).
53
D.
Prestasi Belajar Siswa 1.
Pengertian Prestasi Belajar Prestasi dapat diartikan sebagai “…hasil diperoleh karena adanya
aktivitas
belajar
yang
telah
dilakukan”
(http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasibelajar/, 2008:1). Hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu merupakan prestasi belajar yang kemudian dicatat dalam laporan. Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan (http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/). 2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain: faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.
Menurut
Ridwan
(03/05/2008)
dalam
tulisannya,
http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasibelajar/ faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: a.
Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu
54
kecedersan atau intelegensi, bakat, minat dan motivasi (Ridwan, 2008:1).
Dalam
artikel
yang
ditulis
oleh
Ridwan
(http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaianprestasi-belajar/), kecerdasan merupakan salah satu faktor intern. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuankemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya. (http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaianprestasi-belajar/).
Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidangbidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Menurut Ridwan, minat adalah“...kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu” (Ridwan, 2008:3). Siswa yang berminat terhadap mata pelajaran PAI akan senang belajar materi pelajaran yang ada di dalam PAI. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa
55
untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. b. Faktor Ekstern Ridwan berpendapat bahwa “faktor ekstern adalah faktorfaktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga,
lingkungan
sekitarnya
dan
sebagainya”
(http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaianprestasi-belajar/). Faktor-faktor tersebut sangat besar pengaruhnya bagi siswa dalam mencapai prestasi belajar. Menurut Ridwan, “Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan.” (Ridwan, 2008:4). Ridwan (2008:4) mengutip pendapat dari Hasbullah yang mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, dimana anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Keluarga merupakan peletak dasar kegamaan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian
56
pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. Lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. (http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian -prestasi-belajar/).
E.
Berbagai Pendekatan Pembelajaran Dalam
artikelnya,
Sudrajat
(2008:1)
menjelaskan
bahwa
pendekatan pembelajaran …dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertianpendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-modelpembelajaran/).
57
Ada dua macam pendekatan pembelajaran yang dapat dipakai menurut penulis, yaitu: a. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) Menurut Agus Suprijono seiring dengan perkembangan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan, muncul salah satu pemikiran kritis untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, humanis, organis, dinamis dan konstruktif yang disebut PAIKEM. Kepanjangan dari PAIKEM adalah Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (Suprijono, 2009:ix). Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan yang berpusat pada siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran Invatif berarti merupakan proses pemaknaan realitas kehidupan yang hanya bisa tercapai dengan memfasilitasi kegiatan belajar siswa agar mampu menemukan sesuatu. Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang menumbuhkan pemikiran kritis pada diri siswa agar mampu berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan terbiasa menghasilkan solusi unik atas sebuah masalah. Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang berdaya dan berhasil guna. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif (Suprijono, 2009: x-xi).
58
b. Pendekatan contextual teaching and learning Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) oleh Agus Suprijono (2009:79) diartikan sebagai “…konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong perserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam
kehidupan
mereka….”
Komponen
utama
pembelajaran Contekxtual Teaching and Learning adalah: 1) Konstruktivisme 2) Menemukan (inquiry), 3) Bertanya 4) Masyarakat belajar 5) Pemodelan 6) Refleksi 7) Penilaian Autentik (Suprijono, 2009:85-88) Kelas yang menggunakan metode CTL biasanya memajang hasil kerja siswa di dinding kelas. Kunci dan strategi yang dapat digunakan dalam CTL adalah: 1) relating, yaitu belajar dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, 2) experiencing, belajar ditekankan kepada penggalian, penemuan, dan penciptaan, 3) applying, belajar dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, 4) cooperating, belajar melalui komunikasi inter atau antar personal, 5) transfering,
59
belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi konteks baru (Suprijono, 2009:84).
F.
Metode Bermain Peran 1.
Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Online, metode dapat diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki;
cara
kerja
yang
bersistem
untuk
memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI Daring, 2008:1). Dalam sebuah artikel di internet, penulis menemukan bahwa metode bermain peran adalah salah satu proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Metode pengajaran simulasi menjadi 3 kelompok seperti berikut ini: (a) Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, (b) Bermain peran (role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, dan (c) Bermain peran (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah
yang
berhubungan
dengan
relasi
kemanusiaan.
(http://www.pro-ibid.com/content/view/104/1/). Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode bermain peran
60
adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat dan atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. 2.
Cara Penggunaan Berdasarkan penjelasan tersebut maka dijelaskan bahwa proses pembelajaran perilaku terpuji bagi siswa kelas VI SD Klepu 04 dengan menggunakan metode bermain peran adalah: a. guru menerangkan teknik pelaksanaan pembelajaran bermain peran terlebih dahulu. b. guru menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu. Pengaturan adegan dan kesiapan mental siswa. c. secara sederhana siswa memainkan lakon tersebut di depan kelas d. Setelah dalam puncak klimaks, maka guru dapat menghentikan jalannya drama agar penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai permainan yang dimainkan atau karena menemui jalan buntu e. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya pembelajaran bermain peran untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya Penggunaan metode bermain peran dapat dikembangkan sesuai dengan hasil refleksi setiap siklusnya. Dengan adanya pengembangan tersebut diharapkan guru dan siswa dapat menemukan metode yang tepat dalam pembelajaran.
61
3.
Tujuan penggunaan Metode Bermain Peran Tujuan penggunaan metode bermain peran menurut Hafidz Muthoharroh (2010:2) adalah: a. untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang b. untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab c. Jika mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan d. apabila dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu e. dapat menghilangkan rasa malu pada siswa dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat f. untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa (http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/21/model-bermainperan-dalam-pembelajaran-partisipatif/).
4.
Kelebihan Metode Bermain Peran Kelebihan metode bermain peran menurut Hafidz Muthoharoh (2010:2) adalah: a. berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. b. sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias c. menumbuhkan optimisme, kebersamaan dan kesetiakawanan dalam diri siswa d. dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah
62
e. dapat
meningkatkan
kemampuan
profesional
siswa,
(http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/21/model-bermainperan-dalam-pembelajaran-partisipatif/. 5.
Kelemahan Metode Bermain Peran Kelemahan metode sosiodrama dan bermain peranan ini Menurut Hafidz Muthoharoh (2010:3) terletak pada: a. memerlukan waktu yang relatif panjang atau banyak b. memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid c. siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu d. pelaksanaan bermain peran yang kegagalan, memberi kesan kurang baik, dan tujuan pengajaran tidak tercapai e. tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini f. pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui metode ini (http://alhafizh84.wordpress.com/2009/12/21/modelbermain-peran-dalam-pembelajaran-partisipatif/). Saran-saran yang perlu pendapat perhatian dalam pelaksanaan metode ini: a. merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini b. menjelaskan latar belakang cerita sosiodrama dan bermain peranan tersebut
63
c. menjelaskan proses pelaksanaan bermain peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan atau mainkan d. menetapkan siswa yang pantas memainkan atau melakonkan jalannya suatu cerita e. menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik klimaks. f. diadakan latihan-latihan secara matang, kemudian diadakan uji coba terlebih dahulu, sebelum dipentaskan dalam bentuk yang sebenarnya.
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Subjek Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VI SDN Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010. SDN Klepu 04 berdiri dengan dasar hukum Inpres 10/73 pada tanggal 01 April 1974 di Kemasan. Pada waktu berdirinya memiliki sebuah gedung termasuk satu ruangan kantor dan tiga buah ruang kelas dengan kode bangunan NSB: 83 SD 013111730613204. setahun kemudian, tepatnya tanggal 01 Januari 1975 mendapatkan tambahan sebuah gedung dengan tiga buah ruang kelas dengan kode bangunan NSB: 83 SD 013111740613005. Pada tanggal 01 Maret 1985 mendapatkan paket rumah dinas guru dengan ukuran 9x5x1 m2 yang terdiri dari tiga ruangan. SD ini mendapatkan tambahan ruang kelas lagi pada tanggal 1 April 1986. Tanah tempat SD ini berdiri mula-mula adalah milik perseorangan yaitu milik Bapak Sarkam. Kemudian tanah tersebut ditukar dengan tanah bengkok milik Kepala Desa Klepu. Luas tanah seluruhnya adalah 3050,5 m2. Pada tahun 1998 sebagian tanah milik SDN Klepu 04 diminta oleh Kepala Desa Klepu untuk didirikan sebuah TK yang sekarang bernama TK Mekarsari 02 yang sebelumnya menempati ruang Madrasah Diniah Kemasan.
64
65
Kondisi SDN Klepu 04 saat ini sangat memprihatinkan. Dari 6 ruang kelas yang dimiliki, 3 ruang kelas (IV-VI) telah mendapatkan rehab dari dana Block Grant sebesar Rp. 20.000.000,00 sedangkan 3 ruang yang lain yaitu ruang kelas I-III masih berada dalam keadaan rusak. Satu ruang kelas rusak parah sehingga tidak dapat ditempati. WC murid dan 6 ruang dengan kondisi rusak ringan. Halaman telah dipaving, pagar sekolah beserta gapura dan pintu gerbang berasal dari dana iuran wali atau swadaya masyarakat berkat peran serta komite SDN Klepu 04. 2. Visi dan Misi SDN Klepu 04 Visi SDN Klepu 04 adalah “berusaha unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dapat berpikir kritis dan cerdas, berbudaya dan berbudi pekerti luhur, didasari iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.” Misi dari SDN Klepu 04 adalah: a. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi b. Melatih berpikir kritis, cerdas, dan terampil c. Memiliki budaya dan budi pekerti luhur d. Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 3. Profile SDN Klepu 04 a. Nama Sekolah
: SDN Klepu 04
b. Nomor Statistik
: 101032215018
c. Nomor Telepon
: (024) 6931109
d. Alamat
: Jl. Wisanggeni No. 46 Kemasan
66
e. Desa/Kelurahan
: Klepu
f. Kecamatan
: Pringapus
g. Kabupaten
: Semarang
h. Kode Pos
: 50553
i.
Propinsi
: Jawa Tengah
j.
Tahun Berdiri
: 1974
k. Status Sekolah
: Negeri
4. Lokasi a. Geografi
: Dataran tinggi
b. Potensi Wilayah
: Pertanian dan industri
c. Wilayah
: Pedesaan
5. Jumlah Siswa SDN Klepu 04 Tabel 3.1 Keadaan Siswa SDN Klepu 04 Tahun 2009/2010 KELAS I II III IV V VI JUMLAH Sumber: Data Sekunder
L 24 24 16 9 16 17 106
P 22 14 17 22 10 12 97
JUMLAH 46 38 33 31 26 29 203
67
6. Tenaga Pengajar SDN Klepu 04 Tabel 3.2 Keadaan Guru SDN Klepu 04 Tahun 2009/2010 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
NAMA/NIP SRI WIDADI 19630312 198304 2 004 ACHSON, A.Ma. Pd 19500414 197802 1 001 MAHCFUDHOH, A.Ma 19651104 198304 2 001 SRI WAHYUNI, A.Ma.Pd 196 DWI WIDODO, A.Ma.Pd 19630505 198304 1 001 TUTININGSIH, A.Ma.Pd 19580419 198810 2 001 MUSLIMAH, A.Ma.Pd 19650408 199301 1 001 SLAMET BUDI, A.Ma.Pd 19650501 199203 2 009 NURUL INAYATI, A.Ma.Pd 19870430 200902 2 002 MULYONO 19570116 199003 1 002 SRI PUJIATI, S.Pd SUSANA WIDI ASTUTI SRI PURWANTI LAELA, A.Ma RIVAL OKTA NUGRAHA, A.Ma
PENDIDIKAN S1
JABATAN KEPALA
MENGAJAR
D2
Guru OR
I-VI
D2
Guru PAI
I-VI
D2
Guru Kelas
V
D2
Guru Kelas
IV
D2
Guru Kelas
III
D2
Guru Kelas
I
D2
Guru Kelas
VI
D2
Guru Kelas
II
SMP
PJG
-
S1 D1 SMEA D2 D2
Guru B.Inggris Guru SBK Adm Guru Kelas Guru Komputer
GTT WB PTT WB WB
68
7. Struktur Organisasi SDN Klepu 04 PELINDUNG JOKO PURNOMO
PERPUSTAKAAN LAELA
KEPALA SEKOLAH T. HARI PURNOMO
KURIKULUM SRI WIDADI
KESISWAAN DWI WIDODO
OR & UPACARA ACHSON
LINGKUNGAN MACHFUDHOH
KOMITE ROHMAD
KOPERASI TUTININGSIH
B.INGGRIS, KOMP, TARI SRI WAHYUNI
KEUANGAN MUSLIMAH
PENJAGA MULYONO
GAMBAR 3.1 Struktur Organisasi SD Negeri 04 Klepu
8. Mata Pelajaran Mata pelajaran yang menjadi objek penelitian ini adalah Pendidikan Agama Islam. Sesuai dengan kompetensi dasar atau silabus pada penelitian ini maka pokok bahasan yang diambil adalah perilaku terpuji dengan standar kompetensi Membiasakan Perilaku Terpuji dan kompetensi dasar adalah Meneladani perilaku tolong-menolong kaum Anshar dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan peserta didik. Adapun indikator-indikator yang ada adalah: a. Mendefinisikan sifat tolong-menolong b. Menjelaskan dampak positif tolong-menolong c. Mengaplikasikan sikap tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari
69
9. Karakteristik Siswa Jumlah siswa di kelas VI SD Negeri 04 Klepu Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang yang dijadikan subjek penelitian adalah 29 siswa. Dari jumlah tersebut, 17 siswa adalah laki-laki dan 12 siswa adalah perempuan. Data mengenai siswa dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3.3 Data Karakteristik Siswa Kelas VI SDN 04 Klepu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Siswa Arif Rahman Candra Supriyadi Agus Septianto Ahmad Pendri Dicky Hendra Kusuma Inggrid Arista S Kosiatun Hariyanti Radiyan Istu Pradika Septi Fatma Artika Amelia Rosdianingsih Ari Isnanto Ajik Hidayanto Ayuda Nuansa HA Agung Sedayu Dicky Yusril Alhafidz Danar Aji Fitriyanto Hanif Hidayatullah Isromi Maulana Jenny Rahmadani Komdatun Sholekhah Muh. Jamal Nasir Nurika Candra K Retno Setyawati Ria Agustina Riri Angga Ningrum Tutut Ika Setyowati Wahyudi Z. Zunnata Iffa F Bayu Saputro
L/P L L L L L P P L P P L L P L L L L L P P L P P P P P L P L
TTL SMG, 30/10/1995 SMG, 19/6/1996 SMG, 05/9/1996 SMG, 08/04/1996 SMG, 19/12/1996 SMG, 20/12/1996 SMG, 17/2/1996 SMG, 20/12/1997 SMG, 3/3/1996 SMG, 22/9/1998 SMG, 27/4/1997 SMG, 22/12/1998 SMG, 13/8/1998 SMG, 31/12/1996 SMG, 4/6/1998 SMG, 9/2/1997 SMG, 31/3/1998 SMG, 24/9/1998 SMG, 16/1/1998 SMG, 13/8/1997 SMG, 2/7/1998 SMG, 15/11/1997 SMG, 6/11/1998 SMG, 4/8/1998 SMG, 10/11/1997 SMG, 7/4/1998 SMG, 27/9/1997 SMG, 25/1/1996 SMG, 26/6/1997
Pendidikan Orang Tua SD SD SMP SD SMP SD SMP SMP SD SD SD SMA STM SD SMA SMP SMP SD SD SD SMA SMP SMP SMP SD SD SD SMA SD
Pekerjaan Orang Tua Dagang Swasta Swasta Swasta Swasta Buruh Dagang Swasta Swasta Swasta Buruh PNS Swasta Buruh Swasta Buruh Buruh Buruh Buruh Buruh Wiraswasta Swasta Swasta Swasta Swasta Buruh Buruh Swasta Buruh
70
B. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus yang masing-masing meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. 1. Siklus I Siklus pertama penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2010 dengan standar kompetensi menceritakan kisah kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Kompetensi dasar menceritakan perjuangan kaum Ansar dan indikator: menyebutkan perjuangan kaum Ansar, meringkas kisah perjuangan kaum Ansar, dan menceritakan kisah perjuangan kaum Ansar. Tahapan lengkap yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Perencanaan Dalam tahap ini, tercakup kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti menentukan permasalahan dan pengkajian evaluasi terhadap pembelajaran PAI yang selama ini dilakukan dengan menggunakan metode ceramah sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran dan pada akhir
pembelajaran tidak
dilaksanakan evaluasi 2) Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pokok bahasan dan instrumen pengumpulan data selama penelitian berlangsung 3) Peneliti menyiapkan perangkat dan sarana media pembelajaran
71
b. Pelaksanaan Siklus I dilaksanakan pada 10 Mei 2010 jam pelajaran 1-2 dimulai pukul 07.00 s.d pukul 08.10 selama 70 menit. Materi pembelajaran adalah “Menceritakan kisah kaum Muhajirin dan kaum Ansar”. Jalannya proses pembelajaran adalah: a. Melakukan pre tes tentang minat siswa mengenai materi pelajaran PAI. Adapun soal pre tes sebagaimana terlampir. b. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP. 1) Kegiatan Pendahuluan Membuka pembelajaran dengan: a) Memberi salam dan memulai pelajaran dengan membaca al Fatihah dan membaca doa b) Menjelaskan diharapkan
materi dan
pelajaran
pemberian
dan
kompetensi
motivasi
akan
yang
manfaat
mempelajari bahan pelajaran. 2) Kegiatan Inti: a) Guru bercerita tentang kedatangan Nabi di Madinah b) Membagi siswa dalam 6 kelompok masing-masing 5 siswa c) Masing-masing kelompok memperoleh 1 naskah bermain peran: d) Siswa membaca referensi tentang perjuangan kaum Ansar
72
e) Guru memberikan waktu kepada seorang wakil kelompok untuk
membacakan deskripsi
naskah,
kelompok
lain
mendengarkan dan menganggapi f) Guru memberikan pengarahan pada siswa tentang jalannya metode bermain peran yang akan dilakukan g) Guru memberikan waktu kepada siswa untuk memahami naskah dan bertanya hal-hal yang belum dipahami h) Kelompok I mementaskan naskah i) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai materi pelajaran PAI
c. Observasi Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan pemahaman perilaku terpuji siswa kelas VI SDN Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010 dengan menggunakan metode bermain peran, pada akhir pembelajaran diadakan evaluasi guna mengetahui hasil pembelajaran maka observasi terhadap situasi kelas pada saat pembelajaran dilakukan oleh peneliti. Dalam obervasi, peneliti menggunakan lembar pengamatan sebagai berikut:
73
Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Situasi Kelas No 1 2 3 4 5 6 7
Aspek yang Diamati
Kemunculan Ya Tidak Antusias siswa dalam mengikuti KBM Kelancaran siswa dalam bermain peran Keaktifan siswa dalam kelompok Kemampuan siswa dalam bermain peran Keaktifan siswa dalam bertanya Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan Prestasi siswa
Komentar
d. Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti berdasarkan dua hasil penelitian, yaitu hasil pengamatan situasi kelas atau pembelajaran, dan hasil perbandingan atau peningkatan nilai post test dibanding nilai pre tes. Berdasarkan hasil pengamatan situasi pembelajaran pada siklus pertama ini, peneliti dapat menemukan kelemahan pembelajaran sebagai berikut: a. Masih ditemukan 14 orang siswa (48,27%) yang belum berminat mengikuti pembelajaran akhlak terpuji b. Terdapat 22 orang siswa (75,8%) yang kurang aktif dalam bertanya dan cenderung diam. c. Baru 12 orang siswa (41,3%) yang aktif menjawab pertanyaanpertanyaan dari guru maupun sesama teman dalam diskusi. d. Baru sebagian siswa, sekitar 5 orang siswa (17,24%) yang aktif menjalankan kegiatan bermain peran
74
e. Dominasi beberapa anak yang tergolong cerdas tampak di dalam kelas, sehingga kondisi pembelajaran kurang seimbang. f. Guru belum mampu maksimal dalam mengatur waktu g. Guru belum mampu mengaktifkan seluruh kelompok h. Guru masih kesulitan dalam menguasai kelas Meski
demikian,
pembelajaran
ini
telah
menunjukkan
perubahan/peningkatan, yaitu dalam hal-hal: 1) Telah ada 15 siswa (51,72%) yang mulai berminat mengikuti pelajaran akhlak terpuji. Hal ini berarti telah mengalami peningkatan dari angka sebelumnya yang hanya 8 siswa (27,8%). 2) Proses pembelajaran siklus I berlangsung baik. Siswa telah mulai aktif menyelesaikan tugas kelompok, aktif dalam bermain peran di kelas dan berani menyatakan pendapat. 3) Siswa mulai berminat menjelaskan akhlak terpuji melalui metode yang penulis gunakan, tampak dalam antusiasme dalam kegiatan bermain peran. 4) Hasil evaluasi formatif (post test) meningkat dibandingkan kondisi awal (pre test) Selanjutnya perbandingan nilai hasil post test terhadap nilai pre test menunjukkan adanya peningkatan. Berdasarkan dua hal di atas, maka hal-hal yang akan peneliti perhatikan dan perbaiki pada siklus kedua adalah:
75
1) Mencari masalah yang menyebabkan adanya 14 siswa (48,27%) yang tidak berminat mengikuti pembelajaran akhlak terpuji. Masalah ini dipecahkan dengan mencoba variasi naskah yang lebih menarik dengan melibatkan guru ke dalam peran utama sehingga metode ini berkembang menjadi metode bermain peran yang tidak menakutkan 2) Memotivasi mereka dengan kata-kata positif “baik”, “bagus” dan lain sebagainya. 3) Menerapkan pemberian hadiah bagi siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dari guru 4) Melakukan pembatasan waktu diskusi agar mereka terpacu dan lebih bersemangat. 5) Guru memperhatikan masing-masing kelompok dan membuat kriteria yang jelas mengenai rambu-rambu bermain peran 6) Guru berusaha lebih mampu menguasai keadaan kelas dengan menarik perhatian siswa, menggunakan intonasi yang menarik dan bahasa tubuh yang baik. 2. Siklus II a. Perencanaan Siklus kedua penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2010 dengan pokok bahasan “Menjelaskan perilaku terpuji”. Tahapan lengkap yang dilakukan oleh peneliti adalah: Dalam tahap ini, tercakup kegiatan sebagai berikut:
76
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) perbaikan dari siklus sebelmnya 2) Menyusun alat Evaluasi 3) Menyiapkan bahan pembelajaran 4) Menyiapkan alat Observasi b. Pelaksanaan Siklus II dilaksanakan pada 17 Mei 2010 jam pelajaran 1-2 dimulai pukul 07.00 s.d pukul 08.10 selama 70 menit. Materi pembelajaran adalah “Menjelaskan perilaku terpuji”. Jalannya proses pembelajaran adalah: 1) Melakukan pre tes tentang minat siswa mengenai materi pelajaran PAI. Adapun soal pre tes sebagaimana terlampir. 2) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan strategi dalam RPP a) Kegiatan Pendahuluan Membuka pembelajaran dengan: (1)
Memberi salam
dan memulai
pelajaran dengan
membaca al Fatihah dan membaca doa (2)
Melakukan presensi siswa
(3)
Memberikan informasi kepada siswa tentang kegiatan proses pembelajaran adalah bermain peran dengan metode yang telah diperbaharui
(4)
Memberikan motivasi kepada siswa tentang manfaat hasil belajar perilaku terpuji
77
b) Kegiatan Inti: (1)
Menginformasikan pada kelas bahwa guru akan memainkan peran utama dalam bermain peran ini. Peserta didik bertugas membantu guru berhubungan dengan situasi.
(2)
Membagi siswa dalam 6 kelompok masing-masing 5 siswa
(3)
Setiap kelompok
memperoleh 1
naskah situasi,
kemudian berdasarkan gambar tersebut, mereka diminta untuk mendiskusikannya lalu memainkan peran sesuai naskah (4)
Guru meminta salah satu kelompok untuk sukarela memerankan sebuah peran bersama guru.
(5)
Masing-masing kelompok melakukan diskusi dan berunding mengenai peran yang akan ditampilkan.
(6)
Salah satu kelompok melakukan kegiatan bermain peran, kelompok lain mendata sikap-sikap terpuji yang ditampilkan oleh kelompok pemain
(7)
Saat bermain peran, guru memberikan seorang siswa dari kelompok catatan pembukaan untuk dibaca sebagai pembukaan dan membawa masuk pada peran.
78
(8)
Berhenti pada interval yang sering untuk meminta kelas memberi
feedback
seperti
bagaimana
kemajuan
skenarionya (9)
Meminta peserta didik agar memberikan garis khusus bagi guru untuk dilaksanakan seperti menanyakan “Apa yang harus saya katakan berikutnya?”
(10) Mendengarkan
saran-saran
dari
audien
dan
mempraktekkannya. (11) Meneruskan bermain peran sampai siswa secara meningkat melatih guru bagaimana berperilaku terpuji. Hal ini memberi mereka latihan keterampilan ketika guru melakukan peran yang sebenarnya untuk mereka. (12) Melakukan diskusi kelas. Dalam diskusi ini membaca catatan sikap-sikap terpuji yang diperankan kelompok lain. (13) Guru
membacakan
kesimpulan.
Siswa
mencatat
kesimpulan yang dibacakan guru c) Kegiatan penutup (1) Guru
membacakan
refleksi
berupa
situasional (2) Melaksanakan tes formatif siklus II
sebuah
cerita
79
c. Observasi Sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran akidah akhlak, maka observasi difokuskan pada minat, keaktifan dan pemahaman akhlak terpuji. Dalam observasi/pengamatan, peneliti menggunakan lembar pengamatan sebagai berikut: Tabel 3.5 Lembar Observasi Siklus II No
Aspek yang diamati
1
Minat siswa mengikuti pembelajaran akhlak terpuji
2
Keaktifan dalam memainkan peran
3
Keaktifan dalam bertanya dan menjawab pertanyaan
4 5
Keaktifan dalam diskusi Pemahaman siswa pada materi pelajaran (tes formatif)
Kemunculan Sebagia Tida Semua n k ada
Koreksi/catatan pengamat 5 orang yang kurang berminat 12 orang yang kurang aktif menjalankan peran 15 orang yang kurang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan Seluruhnya aktif Telah 60% siswa paham
Data yang dikumpulkan pada pelaksanaan siklus II adalah: a. Hasil observasi proses pembelajaran 1) Minat siswa meningkat dari siklus I (15 siswa atau 51,72% menjadi 25 siswa atau 86,2% ) 2) Dari 22 siswa yang awalnya tidak aktif, tinggal 15 siswa (51,72%) yang kurang aktif bermain peran 3) Secara umum keaktifan siswa meningkat
80
b. Hasil evaluasi formatif siklus II meningkat .dari hanya 8 siswa (27,8%) yang mendapatkan nilai baik menjadi 18 siswa (62,06%). c. Dokumen berupa RPP, alat evaluasi, daftar nilai, daftar absensi, dan catatan pelaksanaan proses pembelajaran. d. Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti berdasarkan dua hasil penelitian, yaitu
hasil
pengamatan
situasi
kelas/pembelajaran,
dan
hasil
perbandingan atau peningkatan nilai post test dibanding nilai pre tes. Berdasarkan hasil pengamatan situasi pembelajaran pada siklus kedua ini, peneliti dapat menemukan kelemahan pembelajaran sebagai berikut: a. Masih ditemukan 15 siswa atau 51,72% siswa yang belum berminat mengikuti pembelajaran akhlak terpuji b. Terdapat 15 51,72% orang siswa yang kurang aktif dalam bertanya dan cenderung diam. c. Ada 12 orang siswa (41,37%) yang kurang aktif dalam bermain peran. d. Pemahaman siswa baru mencapai 60%. e. Guru telah mampu mengelola waktu, namun masih belum maksimal dalam membimbing siswa dalam bermain peran Meski
demikian,
pembelajaran
perubahan/peningkatan, yaitu dalam hal-hal:
ini
telah
menunjukkan
81
a. Siswa yang mulai berminat mengikuti pelajaran akhlak terpuji telah mencapai nilai 86,2%, hal ini berarti lebih dari hasil yang diperoleh siklus I b. Proses pembelajaran siklus II berlangsung baik. Dominasi anak berhasil diminalkan dengan kegiatan bermain peran. Dan ketakutan anak dihilangkan dengan guru berperan sebagai pemain utama c. Diskusi kelas sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan d. Keaktifan siswa meningkat dan merata karena masing-masing siswa harus bermain peran. e. Hasil evaluasi formatif (post test) meningkat dibandingkan kondisi awal (pre test), walaupun baru mencapai 60% Selanjutnya perbandingan nilai hasil post test terhadap nilai pre test menunjukkan adanya peningkatan. Berdasarkan dua hal di atas, maka hal-hal yang akan peneliti perhatikan dan perbaiki pada siklus ketiga adalah: a. Berusaha meningkatkan minat siswa hingga mencapai 100% dengan metode bermain peran yang lebih disempurnakan b. Menerapkan pemberian hadiah bagi siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dari guru c. Guru mempelajari teknik-teknik dalam bermain peran agar lebih mampu menguasai kondisi kelas.
82
3. Siklus III Siklus ketiga penelitian ini dilaksanakan pada minggu keempat tanggal 24 Mei 2010 dimulai pukul 07.00 s.d pukul 08.10 selama 70 menit dengan pokok bahasan “Membiasakan perilaku terpuji”. Tahapan lengkap yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Perencanaan Dalam tahap ini, tercakup kegiatan sebagai berikut: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) perbaikan 2) Menyusun alat Evaluasi 3) Menyiapkan bahan pembelajaran 4) Menyiapkan alat Observasi b. Pelaksanaan Dalam
pelaksanaan
peneliti
menerapkan
strategi
pembelajaran sesuai dengan RPP, yaitu menggunakan metode bermain peran, dengan beberapa perbaikan berdasarkan pada refleksi siklus kedua. Pokok pembahasan yang diajarkan adalah terbiasa berperilaku terpuji. Langkah-langkah pelaksanaan ini meliputi: 1) Melakukan pre tes tentang minat siswa mengenai materi pelajaran PAI. Adapun soal pre tes sebagaimana terlampir. 2) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan strategi dalam RPP, dimulai dengan:
83
a) Kegiatan Pendahuluan Membuka pembelajaran dengan: (1) Mengucap salam, doa bersama dan presensi siswa (2) apersepsi tentang kegiatan proses pembelajaran. (3) Motivasi siswa dengan menjelaskan pada siswa bahwa perilaku terpuji adalah inti dari ajaran Islam, bahwa Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak. b) Kegiatan Inti: (1) Dengan bermain peran, guru menjelaskan contoh-contoh perilaku terpuji yang dilakukan oleh kaum Anshar (2) Memberi
kesempatan
siswa
untuk
memerankan
pengalaman kaum Anshar tersebut bersama guru dan melaksanakan langkah-langkah bermain peran seperti sebelumnya (3) Meminta beberapa siswa untuk menyimpulkan kandungan kisah tersebut (4) Memberikan
waktu
pada
siswa
yang
lain
untuk
memberikan tanggapan mereka terhadap kesimpulan tersebut
84
c)
Penutup Melaksanakan post test tentang minat dan kemampuan
siswa dalam pembelajaran akhlak terpuji. Dalam post test ini digunakan soal yang sama dengan pre test. c. Observasi Dalam observasi/pengamatan, peneliti menggunakan lembar pengamatan sebagai berikut: Tabel 3.6 Lembar Observasi Siklus III
No 1 2 3 4 5
Aspek yang diamati Minat siswa memainkan peran Keaktifan bertanya jika mengalami kesulitan Keaktifan dalam menjawab pertanyaan Keaktifan dalam mengikuti mata pelajaran Pemahaman siswa pada materi pelajaran
Kemunculan Sebagia Tida Semua n k ada
Koreksi/catata n pengamat
Semua berminat 3 orang belum aktif semua
semua
90% paham
telah
d. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan situasi pembelajaran pada siklus
ketiga
ini,
peneliti
dapat
menemukan
kelemahan
pembelajaran sebagai berikut: 1) Siswa
membutuhkan banyak
bantuan dari guru untuk
memainkan peran 2) Guru telah mampu menguasai kondisi kelas, walaupun masih belum maksimal.
85
Meski demikian, pembelajaran ini telah menunjukkan perubahan/peningkatan, yaitu dalam hal-hal: 1) Dengan metode bermain peran, seluruh siswa telah tertarik untuk mempelajari perilaku terpuji. 2) Siswa tidak lagi mengalami kebosanan dalam belajar 3) Guru
maupun
siswa
sama-sama
aktif
dalam
proses
pembelajaran 4) Prestasi siswa meningkat, terlihat pada hasil rekapitulasi nilai tes siswa di akhir siklus ketiga yang mendekati sempurna sebagaimana terlihat pada tabel 3.7 Selanjutnya perbandingan nilai hasil post test terhadap nilai pre test menunjukkan adanya peningkatan dari 18 siswa (60%) menjadi 25 siswa (85%). Adapun rekapitulasi peningkatan setiap siklus adalah sebagai berikut: Tabel 3.7 Rekap Peningkatan Setiap Siklus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Siswa Arif Rahman Candra Supriyadi Agus Septianto Ahmad Pendri Dicky Hendra Kusuma Inggrid Arista S Kosiatun Hariyanti Radiyan Istu Pradika Septi Fatma Artika Amelia Rosdianingsih Ari Isnanto Ajik Hidayanto Ayuda Nuansa HA Agung Sedayu Dicky Yusril Alhafidz Danar Aji Fitriyanto
L/P L L L L L P P L P P L L P L L L
Siklus I 70 65 45 82 50 85 50 40 55 45 46 45 40 50 50 77
Siklus II 86 78 50 83 77 90 48 45 50 78 70 50 50 72 75 83
Siklus III 88 90 50 82 80 98 70 68 50 80 82 78 50 89 80 89
86
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Hanif Hidayatullah Isromi Maulana Jenny Rahmadani Komdatun Sholekhah Muh. Jamal Nasir Nurika Candra K Retno Setyawati Ria Agustina Riri Angga Ningrum Tutut Ika Setyowati Wahyudi Z. Zunnata Iffa F Bayu Saputro Nilai tertinggi Nilai terendah Rata-rata
L L P P L P P P P P L P L
56 55 50 50 45 78 50 50 55 55 55 56 57 85 40 55,4
70 65 78 78 55 80 50 50 55 82 55 90 55 90 45 67,2
79 75 78 78 77 89 50 79 79 80 81 82 82 98 50 77,0
Keterangan: Standar minimal nilai adalah 60.
Dari tabel 3.7 di atas penulis mengetahui bahwa metode bermain peran yang penulis terapkan dapat
meningkatkan
pemahaman perilaku terpuji dalam mata pelajaran PAI pada siswa kelas VI SD Klepu 04. Hal tersebut karena pada siklus I, II dan III terdapat peningkatan pemahaman siswa. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa meningkat dari siklus I, II, dan III berturut-turut dari 85, 90, 98, dan nilai terendah meningkat dari 40, 45 dan 50. Nilai rata-rata kelas juga meningkat dari 55,4 pada siklus I, menjadi 67,2 pada siklus II dan akhirnya 77,0 pada siklus III. Pada setiap siklus, jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas nilai 60 juga mengalami peningkatan. Pada siklus I berjumlah 6 siswa (20,7%), pada siklus II berjumlah 17 siswa (58,6%) dan pada siklus III berjumlah 25 siswa (86,2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode bermain peran, pemahaman
87
siswa dapat ditingkatkan. Pada akhir pembelajaran si siklus III masih ada 4 siswa yang memperoleh nilai di bawah standar minimal (60). Setelah dilakukan pengamatan mendalam diketahui bahwa keempat siswa tersebut sangat lemah dalam mata pelajaran PAI. Salah satu siswa sedang mengalami permasalahan keluarga sehingga tidak belajar. Dari data-data tersebut penulis menyimpulkan bahwa keempat siswa tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari guru, khsususnya siswa yang mengalami permasalahan keluarga perlu didukung dan dibantu dalam belajar.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini disusun sesuai urutan tujuan pada penelitian, yaitu (1) meningkatkan minat belajar siswa dalam proses pembelajaran akhlak terpuji bagi siswa, (2) meningkatkan keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran akhlak
terpuji bagi siswa, (3) meningkatkan pemahaman siswa pada akhlak terpuji dalam proses pembelajaran akhlak terpuji bagi siswa. Ketiga tujuan tersebut dicapai dengan menggunakan metode bermain peran. A. Minat Siswa Selama Penelitian Tindakan Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk menumbuhkan minat siswa dalam mata pelajaran akhlak terpuji. Strategi yang penulis tempuh adalah dengan menggunakan metode bermain peran untuk merangsang minat siswa. Naskah-naskah bermain peran yang penulis buat berkaitan dengan materi yang penulis ajarkan, yaitu penguasaan akhlak terpuji, dikolaborasikan dengan naskah-naskah zaman sahabat Muhajirin dan Ansar dalam cerita sahabat yang dibuat berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Untuk mengumpulkan data mengenai hal ini, peneliti menggunakan lembar observasi. Hasil pengamatan pada tiap-tiap siklus disajikan dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
88
89
Tabel 4.1 Kemunculan Respons Minat Siswa dalam Pembelajaran Akhlak terpuji
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama Siswa Arif Rahman Candra Supriyadi Agus Septianto Ahmad Pendri Dicky Hendra Kusuma Inggrid Arista S Kosiatun Hariyanti Radiyan Istu Pradika Septi Fatma Artika Amelia Rosdianingsih Ari Isnanto Ajik Hidayanto Ayuda Nuansa HA Agung Sedayu Dicky Yusril Alhafidz Danar Aji Fitriyanto Hanif Hidayatullah Isromi Maulana Jenny Rahmadani Komdatun Sholekhah Muh. Jamal Nasir Nurika Candra K Retno Setyawati Ria Agustina Riri Angga Ningrum Tutut Ika Setyowati Wahyudi Z. Zunnata Iffa F Bayu Saputro
Kemunculan Respons pada Siklus I -
Kemunculan Respons pada Siklus II
Kemunculan Respons pada Siklus III
Dari tabel di atas, apabila dibuat presentase siswa merespons pertanyaan selama pembelajaran akan menunjukkan peningkatan siklus pertama sampai siklus ketiga. Hal ini disajikan dalam tabel 4.2. Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minat Siswa dalam Pembelajaran Akhlak terpuji No 1 2 3
Siklus Pertama Kedua Ketiga
Frekuensi 15 25 29
Kemunculan Respons Persentase 51,72% 86,2% 100,00%
90
Berdasarkan tabel di atas, maka penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan minat belajar siswa dalam proses pembelajaran akhlak terpuji. Terjadinya peningkatan minat siswa dari siklus pertama hingga siklus ketiga, tidak lepas dari hasil refleksi guru terhadap kelemahan metode bermain peran, bentuk-bentuk dan cara pengajuan pertanyaan yang diterapkan. Adanya minat siswa ini disebabkan oleh motivasi mereka belajar akhlak terpuji yang meningkat. Agar minat siswa dapat lebih ditingkatkan lagi, maka guru harus mencoba meningkatkan motivasi siswa dalam pelajaran akhlak terpuji, yang salah satunya dengan menggunakan metode bermain peran. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif
dengan
alasan
mengapa
ia
menekuni
pelajaran.
Untuk
membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif Semua hal tersebut di atas, penulis terapkan dalam proses penelitian. Oleh karena itu, hasil yang penulis peroleh cukup memuaskan, yaitu di akhir siklus ketiga, semua siswa telah memiliki minat yang tinggi pada pembelajaran akhlak terpuji.
91
B. Penggunaan Metode bermain peran untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Tujuan kedua penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akhlak terpuji. Hasil observasi peneiltian mengenai keaktifan siswa ini dilakukan dengan menilai kondisi siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Apakah siswa aktif bertanya dan menjawab pertanyaan. Tabel 4.3. berikut menunjukkan tingkat keaktifan siswa: Tabel 4.3. Keaktifan Siswa dalam Pelajaran Akhlak terpuji
No.
Nama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Arif Rahman Candra Supriyadi Agus Septianto Ahmad Pendri Dicky Hendra K Inggrid Arista S Kosiatun Hariyanti Radiyan Istu P Septi Fatma Artika Amelia R Ari Isnanto Ajik Hidayanto Ayuda Nuansa HA Agung Sedayu Dicky Yusril A Danar Aji Fitriyanto Hanif Hidayatullah Isromi Maulana Jenny Rahmadani Komdatun S Muh. Jamal Nasir Nurika Candra K Retno Setyawati
Keaktifan Siswa pada Siklus I
Keaktifan Siswa pada Siklus II
Bertanya
Menjawab
Diskusi
Bertanya
Menjawab
Diskusi
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keaktifan Siswa pada Siklus III MengBerMenikuti tanya jawab pel.
92
24 25 26 27 28 29
Ria Agustina Riri Angga N Tutut Ika Setyowati Wahyudi Z. Zunnata Iffa F Bayu Saputro
-
-
Dari tabel di atas, apabila dibuat presentase siswa merespons pertanyaan selama pembelajaran akan menunjukkan peningkatan siklus pertama sampai siklus ketiga. Hal ini disajikan dalam tabel 4.2. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Akhlak terpuji
1
Pertama
Bertanya Frekuensi Persentase 7 24,14%
2
Kedua
15
51,72%
15
51,72%
24
82,76%
3
Ketiga
25
86,21%
26
89,66%
29
100,00%
No
Siklus
Menjawab Frekuensi Persentase 12 41,38%
Bermain peran Frekuensi Persentase 5 17,24%
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran akhlak terpuji.
C. Penggunaan Metode bermain peran untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tujuan ketiga penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan siswa dalam pemahaman siswa pada akhlak terpuji dalam proses pembelajaran. Hasil observasi peneiltian mengenai pemahaman ini dilakukan dengan menilai kebenaran jawaban siswa terhadap post test yang dilakukan
93
guru secara lisan pada setiap akhir pembahasan. Tabel 4.5. berikut, menunjukkan tingkat pemahaman siswa. Tabel 4.5 Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pelajaran Setelah Digunakan Alat Peraga
No.
Nama Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Arif Rahman Candra Supriyadi Agus Septianto Ahmad Pendri Dicky Hendra Kusuma Inggrid Arista S Kosiatun Hariyanti Radiyan Istu Pradika Septi Fatma Artika Amelia Rosdianingsih Ari Isnanto Ajik Hidayanto Ayuda Nuansa HA Agung Sedayu Dicky Yusril Alhafidz Danar Aji Fitriyanto Hanif Hidayatullah Isromi Maulana Jenny Rahmadani Komdatun Sholekhah Muh. Jamal Nasir Nurika Candra K Retno Setyawati Ria Agustina Riri Angga Ningrum Tutut Ika Setyowati Wahyudi Z. Zunnata Iffa F Bayu Saputro
Jawaban Post-test pada Siklus I Partisi Kebenaran -pan Jawaban -
Jawaban Post-test pada Siklus II Partisi Kebenaran -pan Jawaban
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jawaban Post-test pada Siklus III Partisi Kebenaran -pan jawaban
94
Dari tabel tersebut, apabila dibuat presentase peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diukur dengan kebenaran jawaban terhadap post-test peningkatan dari siklus pertama sampai siklus ketiga. Hal ini disajikan pada tabel 4.6. berikut. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pelajaran Akhlak terpuji No 1 2 3
Siklus Pertama Kedua Ketiga
Kemunculan Jawaban Benar Frekuensi Persentase 8 27,59% 18 62,07% 25 86,21%
Berdasarkan tabel di atas maka penerapan alat peraga bermain peran dapat meningkatkan pemahaman siswa pada akhlak terpuji dalam proses pembelajaran akhlak terpuji Menurut penelitian penulis, peningkatan pemahaman akhlak terpuji pada anak tersebut disebabkan karena meningkatnya minat anak untuk belajar pelajaran akhlak terpuji. Dengan minat yang lebih tinggi, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran yang guru sampaikan. Berbeda jika anak tidak memiliki minat sama sekali atau memiliki minat rendah dalam mata pelajaran yang bersangkutan, maka hasil yang dicapai oleh mereka pun rendah. Meningkatnya minat siswa ini, tak lain adalah karena penggunaan alat peraga bermain peran yang digunakan oleh guru. Sebagaimana guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. Bertolak dari pandangan tersebut, maka guru haruslah
95
pandai dalam mengelola sarana yang tepat untuk menyampaikan proses komunikasi dari dirinya kepada para siswa. Karena di dalam proses komunikasi tersebut sering terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efisien, maka diperlukan adanya media yang dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru. Di samping itu, penggunaan metode bermain peran juga dapat meningkatkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar. Sehingga anak akan memperoleh wawasan, pengetahuan, dan ilmu lebih dalam yang mengarahkan mereka pada suatu pemahaman.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksananan dari tanggal 10 Mei 2010 hingga 31 Mei 2010 dan pembahasan pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Metode bermain peran dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar mengenai perilaku terpuji pada mata pelajaran PAI. Kesimpulan ini berdasarkan dari peningkatan minat siswa dari siklus I hingga III yang berturut-turut adalah 15 siswa (51,72%), 25 siswa (86,2%), dan mencapai 29 siswa atau 100% pada akhir siklus III. Hal ini menunjukkan bahwa metode bermain peran yang penulis gunakan mampu meningkatkan minat siswa dalam mata pelajaran PAI, khususnya pokok bahasan perilaku terpuji. 2. Metode bermain peran dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010. Kesimpulan ini didukung oleh data dari ketiga siklus penelitian yang dilakukan. Pada siklus pertama, diketahui bahwa hanya 5 siswa (17,24%) yang aktif mengikuti pelajaran. Sedangkan pada siklus kedua, meningkat menjadi 24 siswa (82,76%) dan pada siklus ketiga menjadi 29 siswa (100,00%). Hal ini menunjukkan bahwa metode yang penulis gunakan mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.
96
97
3. Metode bermain peran dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas VI SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang tahun 2010 mengenai pelajaran perilaku terpuji. Kesimpulan ini didasarkan pada data dari hasil post test yang dilakukan penulis di setiap akhir siklus. Diketahui bahwa pada siklus I, baru 8 siswa (27,59%) yang menjawab benar, hasil ini meningkat pada siklus II menjadi 18 siswa (62,07%) dan menjadi 25 siswa (86,21%) di akhir siklus III.
B. Saran 1.
Bagi lembaga, diharapkan SD Klepu 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang menyediakan dana khusus untuk pengembangan alat peraga pendidikan.
2.
Bagi guru, diharapkan terus melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk memperoleh hasil maksimal dalam kegiatan belajar mengajar.
3.
Bermain peran sangat cocok digunakan untuk materi pelajaran perilaku terpuji, metode ini dapat terus digunakan dengan disesuaikan kondisi anak pada lingkungan sekolah terkait.
4.
Peningkatan motivasi siswa adalah kunci keberhasilan pendidikan, oleh sebab itu guru hendaklah selalu mengembangkan profesionalitasnya dengan memakai berbagai macam alat peraga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA.
Al-Falih, Abdullah Ibnu Sa’ad. 2003. Langkah Praktis Mendidik Anak Sesuai Tahapan Usia. Terjemahan oleh Kamran As’at Irsyady, LC. 2007. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Al-Ghalayini, Syekh Mushthafa. tanpa tahun. Bimbinan Menuju ke Akhlak yang Luhur. Terjemahan oleh Moh. Abdai Rathomy. Tanpa tahun. Semarang: CV. Toha Putra Amin, Moh. 2003. 10 Induk Akhlak Terpuji Kiat Membina dan Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kalam Mulia Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Smith, Mark K., dkk. 2009. Teori Pembelajaan & Pengajaran: Mengukur Kesuksesan Anda dalam Proses Belajar dan MengajarBersama Psikolog Pendidikan Dunia. Terjemah Abdul Qodir Saleh. 2009. Jogjakarta: Mirza Media Pustaka. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Susilo, Herawati, Husnul Chotimah, & Yuyun Dwita Sari. 2009. Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan Calon Guru. Malang: Bayumedia Publishing. KBBI Daring. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan. Pusat Bahasa: Departemen pendidikan Nasional Indonesia, (Online) (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php , diakses 6/5/2010) http://www.pro-ibid.com/content/view/104/1/: Model Bermain Peran www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional http://suhatman-ate.blogspot.com/2009/01/pentingnya-pendidikan-agamaislam.html: Pentingnya Pendidikan Agama Islam
Zein, Mohammad Damami. 2007. Akhlak, (Online), (http://melatimuda.multiply.com/journal/item/5/AKHLAK, diakses 15/05/2010 Sudrajat, Ahmad. 2008. Teori-Teori Belajar, (Online), http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/, diakses 15/05/2010 Sudrajat, Ahmad. 2008. Teori-Teori Motivasi, (Online), http://www.psbpsma.org/content/blog/teori-teori-motivasi, diakses 15/05/2010 http://ridwan202.wordpress.com/2008/05/03/ketercapaian-prestasi-belajar/ : Ketercapaian Prestasi Belajar http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/: Aktivitas dan Prestasi Belajar