Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
TINGKAT PRODUKTIVITAS INDUK KAMBING PERSILANGAN (KAMBING KACANG DAN KAMBING BOER) BERDASARKAN TOTAL BOBOT LAHIR, TOTAL BOBOT SAPIH, LITTER SIZE DAN DAYA HIDUP (Productivity of Goat Crosbred (Kacang X Boer) Pursuant Totally of Birth Weight, Litter Size and Energy Live of Child Until Weaning) FERA MAHMILIA, M. DOLOKSARIBU, SIMON ELIESER dan FITRA AJI PAMUNGKAS Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang Sei Putih, Deli Serdang 20585
ABSTRACT This perception aim to assess cross goat productivity (Kacang goat and Boer goat) : F1 (50% local goat : 50% Boer goat) and F2 (result of marriage of interse mating) between F1 with same blood porporsi, pursuant to totally of birth weight, totally of weaning weight, litter size and energy live child until moment weaned. This perception use 24 tail of F1 mains and 15 tail of F2 mains. Result of perception indicate that productivity storey; level of F1 mains pursuant to totally of birth weight and is totally of weaning weight is better the than F2 mains. Where totalizeing birth weight and weaning weigh from F1 mains is 4,38 + 0,65 kg and 12,45 + 2,14 kg. Further more, F2 mains 3,17 + 0,53 kg and 8,96 + 1,63 kg. But pursuant to litter size and energy live child of F1 mains do not significant (P>0,05) with F2 mains. Key Words: Goat, Productivity, Cross Breed ABSTRAK Pengamatan ini bertujuan menilai produktivitas kambing persilangan (betina Kacang dan pejantan Boer) : F1 (50% darah kambing Kacang: 50% darah kambing Boer) dan F2 (hasil perkawinan interse (interse mating) antar F1 dengan porporsi darah yang sama, berdasarkan total bobot lahir, total bobot sapih, litter size dan daya hidup anak sampai saat disapih. Pengamatan ini menggunakan 24 ekor F1 induk dan 15 ekor F2 induk. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat produktivitas F1 induk berdasarkan total bobot lahir dan total bobot sapih lebih baik dari F2 induk. Dimana total bobot lahir dan total bobot sapih dari F1 induk adalah 4,38 ± 0,65 kg and 12,45 ± 2,14 kg, sedangkan pada F2 induk 3,17 ± 0,53 kg dan 8,96 ± 1,63 kg. Namun berdasarkan litter size dan daya hidup anak dari F1 induk tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan F2 induk. Kata Kunci: Kambing, Produktivitas, Persilangan
PENDAHULUAN Kambing Kacang merupakan kambing lokal asli Indonesia yang mempunyai bentuk hidup kecil dan kuping tegak. Kambing Kacang ini mampu beradaptasi dengan lingkungan setempat dan memiliki tingkat kelahiran anak (litter size) yang cukup tinggi (OBST et al., 1980; SAKUL et al., 1994). Kambing Kacang mempunyai kelebihan, mampu berproduksi pada lingkungan yang kurang baik. Namun kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh relatif kecil dan laju pertumbuhan juga kecil (SETIADI et al., 2001), dengan bobot hidup
680
dewasa yang cukup rendah sekitar 20-25 kg (SETIADI et al., 1997). Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan memasukkan pejantan unggul dari luar, dengan cara kawin silang (INOUNU et al., 2002). Metode ini telah banyak digunakan dan umumnya berhasil cukup baik. Persilangan itu sendiri adalah perkawinan antara ternak kambing jantan dengan kambing betina dari rumpun yang berbeda. Hal ini bukan berarti perkawinan itu asal saja antar rumpun yang berbeda. Namun yang diartikan dengan persilangan adalah penggunaan sumber daya
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
genetik kambing (rumpun kambing) yang sistematik dengan perencanaan sistem perkawinan untuk menghasilkan anak hasil persilangan yang spesifik (SUBANDRIYO, 2004). Balitnak sejak 1999/2000 telah merancang dan melaksanakan penelitian dengan upaya untuk memperbaiki kapasitas potensi genetik kambing Kacang dengan cara mengintroduksi salah satu genotip kambing unggul (Boer). Sampai generasi pertama produktivitas induk persilangan menunjukkan keunggulan 20–35% dibandingkan dengan kambing Kacang. SUMEDIANA et al. (2000) menyatakan bahwa produktivitas induk dapat dilihat melalui total bobot lahir, total bobot sapih dan litter size serta daya hidup anak sampai sapih. Ditambahkan oleh SETIADI et al. (2001), besaran produktivitas induk dapat dihitung dari total bobot hidup anak selama priode prasapih. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan anak selama priode prasapih sangat tergantung pada produksi susu induk. Selain itu juga bisa dinilai dengan melihat total bobot sapih. Ukuran ini cukup objektif karena menggambarkan kemampuan induk dalam membesarkan anaknya. Rataan total bobot lahir dan total bobot sapih anak dari Kaboer F1a induk (paritas I dan II) adalah 3,66 kg dan 13,08 kg, sedangkan anak dari kambing Kacang yang dikawinkan dengan kambing Boer adalah 3,56 kg dan 19,04 kg (SETIADI et al., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produktivitas kambing persilangan generasi pertama (F1 induk) induk dan generasi kedua (F2 induk) induk, hasil perkawinan interse generasi pertama berdasarkan total
bobot lahir, total bobot sapih dan litter size serta daya hidup anak sampai sapih. MATERI DAN METODA Pengamatan ini dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing hasil persilangan (betina Kacang dan pejantan Boer) F1 induk dan F2 induk. FI sebanyak 24 ekor dan F2 sebanyak 15 ekor. F1 (50% darah kambing Kacang dan 50% darah kambing Boer ) dan F2 adalah hasil perkawinan interse mating antar F1. Untuk lebih jelasnya skema perkawinannya Gambar 1. Sistem pemeliharaan kambing dilakukan secara intensif di dalam kandang kelompok. Sebagai sumber makanan pokok bagi kambing adalah hijauan pakan ternak yang diambil dari lapangan dalam bentuk cut dan carry (sekitar 10% dari bobot hidup). Pakan tambahan yang diberikan berupa konsentrat (sekitar 300 g/ekor). Pemberian konsentrat dilakukan pada waktu pagi hari, sedangkan hijauan diberikan siang dan sore hari. Dan air minum disediakan ad libitum. Parameter yang diamati adalah penampilan produksi dan reproduksi dari F1 induk dan F2 induk yang meliputi; jumlah anak sekelahiran, total bobot lahir dan total bobot sapih serta daya hidup anak sampai sapih. Pengamatan ini dilakukan sepanjang tahun 2004. Seluruh parameter pengamatan dianalisis dengan uji rata-rata menggunakan metode linear dari paket SPSS versi 10 (SANTOSO, 2002). ϕ Kacang X δ Boer
ϕ Kacang X δ Boer
F1
X
F1
F2 Gambar 1. Skematis model perkawina
681
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN Litter size Litter Size atau jumlah anak sekelahiran F1 induk dan F2 induk berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan, akan tetapi secara angka terlihat perbedaan, dimana F1 lebih tinggi (1,75) bila dibandingkan dengan F2 (1,53). Tingginya jumlah anak sekelahiran pada F1 ini kemungkinannya ada hubungan dengan paritas dan umur induk. Dimana paritas dan umur F1 lebih tinggi daripada F2. Sesuai dengan pernyataan INOUNU et al. (2002) jumlah anak sekelahiran meningkat mulai dari paritas pertama sampai paritas empat dan kemudian menurun pada paritas lima. Ditambahkan oleh SETIADI et al. (1997) jumlah anak sekelahiran cendrung meningkat dengan meningkatnya umur induk. Hal tersebut disebabkan dengan semakin dewasanya induk akan bertambah sempurnanya mekanisme hormonal (FARID dan FAHMY 1996). Total bobot lahir Tabel 1 menunjukkan bahwa total bobot lahir dipengaruhi (P<0,05) oleh jenis persilangan. Total bobot lahir anak dari F1
induk lebih besar (4,38 ± 0,65 kg) bila dibanding dengan total bobot lahir anak dari F2 induk (3,17 ± 0,51 kg). Sesuai dengan pendapat INOUNU et al., (2002) bahwa rataan total bobot lahir dipengaruhi oleh rumpun bangsa. Pengamatan menunjukkan bahwa total bobot lahir nyata dipengaruhi tipe lahir, dimana induk yang beranak kembar ≥3 (6,45 ± 0,30 kg), 145,7% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kelahiran anak tunggal. Total bobot lahir anak kembar 2 (4,65 ± 0,53 kg) lebih tinggi (77%) dari kelahiran tunggal yang hanya 2,63 ± 0,28 kg. Total bobot lahir dari induk persilangan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan total bobot lahir pada kambing Kacang yaitu 2,22 ± 0,22 kg (kelahiran tunggal) dan 3,48 ± 0,46 kg (kelahiran kembar 2) (SETIADI et al., 2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa jumlah anak yang dilahirkan merefleksikan total bobot lahir anak, dimana bobot lahir anak dari induk dengan jumlah anak tunggal, lebih rendah dibandingkan dengan dari induk dengan kelahiran kembar. Sehingga total bobot lahir anak kelahiran kembar lebih tinggi dibandingkan dengan total bobot lahir anak tunggal, sebab pada kelahiran kembar memiliki jumlah anak dan pertumbuhan kumulatif yang lebih besar dibandingkan dengan anak tunggal.
Tabel 1. Rataan total bobot lahir dan total bobot sapih anak kambing persilangan Peubah
n
Total bobot lahir (kg)
n
Total bobot sapih (kg)
F1
42
4,38 ± 0,65a
33
12,45 ± 2,14a
F2
23
3,17 ± 0,51b
19
8,96 ± 1,63b
16
2,63 ± 0,28a
15
8,23 ± 1,27a
7
9,54 + 3,44ab
26
14,94 + 2,52c
4
13,85 + 1,50bc
Jenis persilangan
Tipe lahir-sapih (F1 dan F2) 11 21 22
42
4,65 ± 0,53b
≥ 32 ≥ 33
7
6,45 ± 0,30 c
Superskrip yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) 11 = jumlah anak sekelahiran tunggal hidup1 21 = jumlah anak sekelahiran kembar 2 hidup1 22 = jumlah anak sekelahiran kembar 2 hidup2 ≥32 = jumlah anak sekelahiran kembar ≥3 hidup2 ≥33 = jumlah anak sekelahiran kembar ≥ 3 hidup3
682
-
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Total bobot sapih Total bobot sapih nyata dipengaruhi oleh jenis persilangan. Total bobot sapih dari F1 induk adalah 12,45 ± 2,14 kg, lebih tinggi dari F2 induk yang hanya 8,96 ± 1,63 kg. Hal ini disebabkan total bobot lahir dari F1induk juga lebih tinggi, sehingga total bobot sapih yang dihasilkan juga akan lebih tinggi. Menurut SETIADI et al. (2002), pandangan antara bobot hidup anak per individu dengan total bobot anak per induk agak berbeda, dimana anak dengan tipe kelahiran tunggal laju pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan anak tipe kelahiran kembar, tetapi bila dijumlahkan akan lebih tinggi pada anak tipe kelahiran kembar. Peningkatan total bobot sapih anak tidak selalu berkorelasi positif dengan meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan, karena kenyataannya total bobot sapih dipengaruhi (P<0,05) oleh tipe lahir-sapih. Kemungkinan lain penyebab tingginya total bobot sapih dari F1 induk adalah umur F1 induk lebih tinggi dari F2. Menurut SUBANDRIYO et al. (2000), dengan bertambahnya umur induk, maka total bobot lahir anak, total bobot umur 4 minggu, 8 minggu dan total bobot umur 90 hari (sapihan)
cendrung meningkat secara linier. Disamping itu produksi susu maksimal tercapai pada umur 4–5 tahun dan kemudian menurun secara perlahan (DEVENDRA dan BURNS, 1994), sehingga total bobot sapih dari F1 induk lebih baik dari F2 induk. Pada hasil di atas, tipe lahir-sapih ≥32 memberikan total bobot sapih yang lebih kecil dari 22, karena anak kembar yang dilahirkan mengalami kematian sehingga bobot hidupnya dihitung sama dengan nol. SETIADI et al. (2002), mendapatkan total bobot sapih kambing Kacang untuk kelahiran tunggal dan kembar 2 adalah 4,89 ± 3,02 kg dan 10,98 ± 4,41 kg. Secara keseluruhan induk dengan anak kembar memberikan total bobot sapih yang lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang beranak tunggal. Hal ini menunjukkan bahwa lebih menguntungkan memelihara induk dengan jumlah anak yang dilahirkan kembar 2. Sesuai dengan SETIADI et al. (2001) bahwa asumsi umum menunjukkan bahwa puting kambing sebanyak 2 buah. Dan apabila anak yang dilahirkan lebih dari 2, maka terjadi kompetisi diantara anak, dimana anak yang lemah (bobot lahir rendah) akan kalah sehingga daya untuk hidup berkurang.
Tabel 2. Daya hidup lahir dan sapih anak kambing persilangan Peubah
n
Daya hidup lahir (%)
N
Daya hidup sapih (%)
F1
42
100,00 ± 0,00a
34
81,95 ± 11,51a
1
9
100,00 ± 0,00
8
88,88 ± 22,22
Jenis persilangan
2
26
100,00 ± 0,00
21
80,7 ± 14,04
3
7
100,00 ± 0,00
4
58,77 ± 16,70
F2
23
100,00 ± 0,00a
19
90,00 ± 10,68a
1
7
100,00 ± 0,00
7
100,00 ± 0,00
2
16
100,00 ± 0,00
12
81,25 ± 18,28
1
16
100,00 ± 0,00a
16
93,75 ± 12,50a
2
42
100,00 ± 0,00a
33
80,95 ± 10,86ab
4
58,34 ± 16,68b
Tipe lahir-sapih (F1 dan F2)
≥3
7
100,00 ± 0,00
a
Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) 1, 2, 3 = tipe kelahiran anak 1, 2, ≥3
683
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Daya hidup lahir dan daya hidup sapih Persentase daya hidup lahir sampai sapih pada pengamatan ini baik pada F1 induk maupun F2 induk relatif sama (P>0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena pemeliharaan dan manajemennya juga sama. Sehingga persentase daya hidup lahir anak pada kedua induk persilangan tersebut sama. Kenyataan menunjukan bahwa persentase daya hidup anak cendrung menurun dengan meningkatnya jumlah anak. Persentase daya hidup sapih anak berdasarkan tipe kelahiran berbeda (P<0,05) dimana tipe kelahiran tunggal (93,75 ± 12,50) relatif sama dengan tipe kelahiran kembar 2 (80,95 ± 10,86). Dan persentase daya hidup tipe kelahiran tunggal berbeda dengan tipe kelahiran kembar ≥3 (58,34 ± 16,68). Hal ini disebabkan karena anak yang terlahir tunggal akan memperoleh perhatian dan susu yang lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang terlahir kembar. Sehingga daya hidupnya jadi meningkat. Menurut SETIADI et al. (2001) daya hidup prasapih tergantung pada litter size, produksi susu serta kemampuan induk merawat anaknya selama priode menyusui. KESIMPULAN Tingkat produktivitas F1 induk berdasarkan total bobot lahir dan total bobot sapih lebih baik dari F2 induk. Tingkat produktivitas F1 induk berdasarkan jumlah anak sekelahiran dan daya hidup anak sampai disapih tidak berbeda dengan F2 induk. DAFTAR PUSTAKA DEVENDRA dan BURNS. 1994. Produksi kambing di daerah Tropis. Penerbit ITB. Bandung. FARID, A.H. and M.H. FAHMY. 1996. The East Friesian and other European breeds. In: Prolific sheep. FAHMY, M.H. (Ed). CAB. International. INOUNU, I., N. HIDAYATI, A. PRIYANTI dan B. TIESNAMURTI. 2002. Peningkatan Produktivitas domba melalui pembentukan rumpun komposit. T.A. 2001. Buku I. Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
684
OBST, J.M., T. BOYER and T. CHANIAGO. 1980. Reproductive Performance of Indonesian Sheep and Goats. Proc. Aust. Society of Anim. Prod. 13: 321–324. SANTOSO, S. 2002. SPSS versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Edisi ketiga. Gramedia, Jakarta SAKUL. H., G.E. BRADFORD and SUBANDRIYO. 1994. Prospect for Genetic Improvement of Small Ruminant in Asia. Proc. Symposium: Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and Pasific. SR-CRSP Univ. Calif. Davis SETIADI, B., I-K. SUTAMA dan I-G.M. BUDIARSA. 1997. Efisiensi Reproduksi dan Produksi kambing PE pada berbagai tatalaksana perkawinaan. JITV 2(4): 233–236. SETIADI, B., SUBANDRIYO, M. MARTAWIDJAYA, DWI PRIYANTO, D. YULISTIANI, T. SARTIKA, B. TIESNAMURTI, K. DWIYANTO dan L. PRAHARANI. 2001. Evaluasi Peningkatan Produktivitas Kambing Persilangan. Kumpulan Hasil Penelitian Peternakan. APBN Anggaran 99/2000. Buku I Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak, Bogor. SETIADI, B., SUBANDRIYO, M. MARTAWIDAJAJA, I-K. SUTAMA, U. ADIATI, D. YULISTIANI dan DWI PRIYANTO. 2002. Evaluasi keunggulan produktivitas dan pemantapan kambing persilangan. Kumpulan Hasil Penelitian APBN T.A. 2001. Buku I. Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Bogor. SUBANDRIYO, B. SETIADI, E. HANDIWIRAWAN dan A. SUPARYANTO. 2000. Performa Domba komposit hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Rambut pada kondisis dikandangkan. JITV 5 (2): 73–83. SUBANDRIYO, 2004. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor, 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor hlm. 39–50. SUMEDIANA, I., S. WUWUH dan B. SUTIYONO. 2000. Produktivitas induk domba ekor gemuk dan domba ekor tipis berdasarkan total bobot lahir, total bobot sapih, litter size dan daya hidup anak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor.