Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG PENGEMBANGAN USAHA TERNAK RUMINANSIA DI MALUKU UTARA: KASUS PADA USAHATERNAK DI KECAMATAN WASILE HALMAHERA TIMUR (Analysis of Influence Factor for Livestock Development Prospect: Case of Livestock in Wasile District East Halmahera) RACHMAT HENDAYANA Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 10, Bogor
ABSTRACT Development of livestock is depending on environmental factors. This paper aims to analyze factors influencing opportunity of ruminant livestock development in dry and wet agro-ecosystem. The research executed at District of Wasile, East Halmahera in North Molucas, FY 2005. Data collecting through interview of 64 farmers respondent, and uses of logistics function approach with 8 independent variables namely agroecosystems condition, age (wife and husband), livelihood (wife and husband), level of education (wife and husband), and wide of farm. Result of analysis shows: (a) Logistics model is shows a good model (α = 0,004); (b) There are 3 highly significant independent variables, that are agro-ecosystems condition (α = 0,013), living (α = 0,099), wide of farm (α = 0,089) and one less significant is wife level education (α = 0,161); (c) Agro-ecosystem condition is strongly correlated with livelihood. The study implication becomes input for local government policy that agro-ecosystem condition, livelihood and wide of farm variables have to consider of ruminant livestock development. To support of livestock development are needed resource optimization, consolidation of vertical and horizontal diversification and improvement of infrastructure especially transportation. Despitefully, more intensive counseling of livestock technology for farmer is needed. Key Words: Livestock, Ruminant, Opportunity, Development, Wasile, East Halmahera ABSTRAK Pengembangan usaha ternak di setiap wilayah tergantung pada faktor-faktor lingkungannya. Makalah ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak khususnya ternak ruminansia di agroekosistem lahan kering dan lahan sawah. Penelitian dilaksanakan dengan metode survai di Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, 2005 melibatkan 64 orang petani/peternak yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Data yang terkumpul di analisis secara statistik kuantitatif menggunakan pendekatan fungsi logistik, dengan memasukkan 8 peubah bebas yaitu agroekosistem, umur, mata pencaharian dan tingkat pendidikan suami – istri, serta penguasaan lahan. Hasil analisis menunjukkan: (a) model logistik yang digunakan menunjukkan model yang baik (α = 0,004); (b) dari 8 peubah bebas dalam model, terdapat 3 peubah yang berpengaruh sangat nyata yaitu kondisi agroekosistem (α = 0,013), mata pencaharian (α = 0,099), luas lahan garapan (α = 0,089) dan satu peubah berpengaruh kurang nyata yaitu tingkat pendidikan istri (α = 0,161); (c) Dari sisi hubungan antara peubah bebas, diketahui bahwa kondisi agroekosistem berhubungan erat dengan mata pencaharian. Hasil studi ini menjadi masukan bagi aparat pemerintah setempat bahwa kebijakan pengembangan usaha ternak ruminansia harus mempertimbangkan kondisi agroekosistem, mata pencaharian penduduk dan luas lahan garapannya. Untuk mendukung pengembangan usaha ternak di wilayah ini diperlukan langkah-langkah operasional selain mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia, melakukan konsolidasi usaha dan diversifikasi usaha (horizontal maupun vertikal), juga diperlukan peningkatan dukungan faktor teknis antara lain perbaikan/peningkatan sarana transportasi dan bimbingan yang lebih intensif kepada para peternak. Kata Kunci: Usaha Ternak, Ruminansia, Peluang, Pengembangan, Wasile, Halmahera Timur
284
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Telah diketahui umum bahwa Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 395 buah pulau besar dan kecil, meskipun tidak semua pulau tersebut berpenghuni. Pulau yang dihuni hanya sebagian kecil saja yakni sekitar 64 pulau, sedangkan sisanya (331 pulau) tidak dihuni. Sebagai daerah kepulauan, wilayah Maluku Utara tidak hanya kaya dengan sumberdaya kelautan, akan tetapi juga memiliki sumberdaya lahan yang relatif luas yaitu sekitar 2,2 juta hektar yang sebagian besar (81,8%) merupakan lahan kering dan sisanya sawah. Namun demikian, jika dilihat dari pemanfaatannya, sumberdaya lahan yang efektif masih di bawah 30% dari seluruh potensinya. Areal persawahan baru termanfaatkan sekitar 26,7% dan lahan kering 3,55% (BPS, 2002). Dari sisi kondisi lingkungan agroklimatnya, lahan di wilayah Maluku Utara cocok untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian baik usaha tanaman pangan maupun tanaman perkebunan. Jenis tanaman pangan dan hortikultura yang teridentifikasi tumbuh dan berkembang di wilayah ini lebih dari 12 jenis, diantaranya padi, jagung, ubi kayu, kacangkacangan, sayuran dan buah-buahan. Sedangkan komoditas perkebunan yang banyak diusahakan petani antara lain terdiri dari kelapa, cengkeh, kakao, kopi, pala, dan lain-lain. Tingginya potensi perkembangan pertanian di wilayah ini, telah mendorong Pemda setempat menerapkan kebijakan pengembangan wilayah yang mengarah pada upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah melalui restrukturisasi dan reposisi ke arah optimalisasi keberadaan sejumlah kawasan seperti: Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET ), Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kawasan Andalan (KADAL), Pengembangan Kawasan Tertinggal (PKT), Sentra Produksi Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) dan Sentra Industri Kecil, serta Sentra Kawasan Andalan lainnya yang tersebar di kabupaten/kota (ANONIMUS, 2005). Salah satu subsektor yang potensial untuk mendukung pengembangan kawasan produksi di daerah ini adalah peternakan. Di dalam Renstra Maluku Utara (2003 – 2007),
dikemukakan bahwa sub sektor peternakan dijadikan andalan untuk mendukung pengembangan agribisnis. Sebagai implementasinya di lapang adalah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dalam usaha peternakan yang produktif, dan mengembangkan kemitraan usaha. Dalam skala rumah tangga, usaha ternak selain dapat memberikan nilai tambah juga dapat memenuhi kebutuhan pangan dan berfungsi sebagai tabungan (investasi) masa depan. Disamping itu usaha ternak juga dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja dalam usahatani sehingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi penduduk setempat. Kelebihan dari usaha ternak adalah dapat berkembang dengan berbasis pada sumberdaya lokal, sehingga relatif tidak tersentuh oleh gejolak ekonomi nasional. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika terjadi gejolak perekonomian nasional akibat krisis ekonomi di tahun 1997/1998, usaha ternak mampu bertahan dan bahkan dapat menjadi penyangga ekonomi rumah tangga. Dengan demikian pengembangan usaha ternak diperkirakan akan mampu menjamin kemandirian dalam pemecahan masalah akibat krisis ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun usaha ternak memiliki peran strategis, secara empiris petani yang mengusahakan ternak di Maluku Utara khususnya di Kecamatan Wasile Halmahera Timur masih dilakukan oleh sejumlah kecil penduduk. Kondisi tersebut mendorong munculnya pertanyaan: (a) bagaimanakah peluang pengembangan usaha ternak di Provinsi Maluku Utara, dan (b) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peluang petani mengembangkan ternaknya? Atas dasar permasalahan tersebut, maka makalah ini membahas unjuk kerja usaha ternak dan peluang pengembangannya oleh petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak khususnya ruminansia. Diharapkan hasil studi ini akan bermanfaat sebagai masukan bagi aparat pemerintah daerah setempat dalam menyusun kebijakan pembangunan ekonomi yang terkait dengan pengembangan usaha ternak rakyat.
285
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Dalam hal ini:
MATERI DAN METODE Pi
Data dan sumber data Makalah dikembangkan dari hasil studi Sistem dan Usaha Agribisnis di Kec. Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, pada Tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan melalui survai terhadap 64 orang petani/ peternak yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana. Pembahasan selain didasarkan pada data primer dari petani responden, juga dilengkapi informasi dari data sekunder untuk memperkaya bahasan. Data primer yang dikumpulkan meliputi keragaan anggota rumah tangga (umur, pendidikan, mata pencaharian), penguasaan lahan dan ternak, struktur pendapatan rumah tangga, pengalokasian waktu kerja serta partisipasi anggota rumah tangga dalam kegiatan usaha tani/ternak. Data sekunder diperoleh dari berbagai institusi terkait yang relevan, di antaranya dari Satuan Kerja (Satker) Pengkajian Teknologi Pertanian (PTP) Maluku Utara, Dinas Peternakan, Kantor Pemda Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui penelusuran dokumentasi, pelaporan dan lainlain. Analisis data Data yang terkumpul di analisis secara statistik kuantitatif menggunakan pendekatan fungsi logistik (logit). Secara terinci penggunaan fungsi logit ini telah diuraikan dan dibahas oleh SIMATUPANG (1991), PAKPAHAN et al. (1991) dan HENDAYANA (2004). Formula model fungsi logit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (PYNDICK dan RUBINFIELD, 1981; GUJARATI, 1988): Pi
=
1 ───────── 1 + Exp (-Z)
+
ei .....(1)
Dalam bentuk logaritma persamaan itu dapat ditulis sebagai berikut: Pi ln ──── (1 - Pi)
286
n
m
= α + Σ βj Xji + Σ γk Dki + (2) j=1
k=1
1 - Pi Xj Dk α, βj,dan γk ei
= Peluang petani mengembangkan usaha ternak. (Pi = 1, jika petani memiliki ternak ruminansia lebih dari 3 ekor dan Pi = 0 jika petani memiliki ternak ruminansia kurang dari 3 ekor = Peluang petani memiliki ternak ruminansia kurang dari 3 ekor = vektor peubah bebas (j = 1, 2, ... , n) = vektor peubah dummy (k = 1, 2, ... , m) = parameter-parameter dugaan fungsi logistik = galat acak
Ke dalam model tersebut dimasukkan 8 peubah bebas yaitu (1) agroekosistem (AEZ), (2) umur suami (HUSAGE), (3) umur istri (WIFEAGE), (4) mata pencaharian suami (HUSLIVE), (5) mata pencaharian istri (WIFELIVE), (6) tingkat pendidikan suami (HUSEDUC), (7) tingkat pendidikan istri (WIFEEDUC), dan (8) penguasaan lahan usaha (LAND). Pendugaan fungsi logit dilakukan dengan metoda penduga Maximum Likelihood, menggunakan Program SPSS versi 13 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi wilayah studi Wasile, yang menjadi lokasi studi adalah salah satu dari 4 Kecamatan di Kab. Halmahera Timur, Maluku Utara. Letaknya berbatasan dengan kecamatan Morotai dan Wasile Selatan di sebelah Utara dan Selatan sedangkan di bagian Barat dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Kao dan Maba. Luas wilayah Kecamatan Wasile hampir 130.000 hektar, dan secara administratif terbagi habis ke dalam 13 wilayah desa. Letaknya tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Provinsi Maluku Utara (Ternate), namun untuk menuju Wasile dari Ternate harus ditempuh melalui jalan laut dan darat, karena Wasile ada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
di Pulau Halmahera. Pintu masuk Wasile adalah Desa Subaim yang sekaligus berperan sebagai ibu kota Kecamatan Wasile. Wilayah Wasile dapat dikatakan merefleksikan kondisi wilayah provinsi Maluku Utara, karena dominasi agroekosistemnya sama yakni lahan kering. Yang menarik adalah meskipun dominasi lahan kering, namun Wasile dikenal sebagai produsen beras paling tinggi di Halmahera Timur. Kondisi tersebut mengindikasikan usaha di lahan sawah relatif lebih intensif dari pada di lahan kering. Padi sawah dapat dipanen dua kali dalam setahun bahkan beberapa petani ada yang mencoba untuk tanam padi tiga kali, karena irigasinya kondusif. Salah satu kendala yang dihadapi di lokasi adalah masih minimnya dukungan infrastruktur transportasi sehingga belum memadai dalam mendukung kegiatan ekonomi. Sebenarnya pemerintah telah memulai menyediakan sarana jalan dengan membuka jalan darat hampir sepanjang 247 km yang menghubungkan antar wilayah. Namun jalan tersebut belum efektif karena sebagian besar masih berupa jalan tanah yang diperkeras. Jalan yang sudah diaspal tidak lebih dari 17% dari keseluruhan panjang jalan tersebut. Sehubungan dengan kondisi tersebut, jalan laut menjadi alternatif yang banyak dipilih penduduk. Salah satu dampak negatif dari kondisi tersebut, distribusi hasil usahatani lebih banyak yang keluar daerah ketimbang beredar di dalam wilayah sendiri. Petani lebih banyak menjual hasil usahataninya ke Tobelo meski harus menyeberang Teluk Kau dari pada ke Maba yang menjadi ibu kota kabupaten, karena jalan ke Maba harus melalui jalan darat yang belum layak dilalui. Karakteristik rumah tangga peternak Karakteristik rumah tangga yang diduga terkait dengan pengembangan usaha ternak adalah keragaan umur, tingkat pendidikan formal, dan mata pencaharian. Hasil identifikasi di lapangan diketahui bahwa mayoritas responden (81,2%) dan istrinya (84,37%) berada dalam kelompok umur produktif antara 18 – 55 tahun (Tabel 1). Kondisi demikian menjadi modal dasar sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan akan dapat dimotivasi
untuk mengembangkan wilayah ini.
usaha
ternak
di
Tabel 1. Umur suami dan istri responden di lokasi studi Kelompok umur (tahun)
Suami (%)
Istri (%)
0
1,56
21 – 29
6,3
17,19
30 – 39
15,6
28,13
40 – 49
35,9
39,06
50 – 55
23,4
12,50
56 – 65
18,8
15,63
Total
100
100
18 – 20
Dari sisi pendidikan (Tabel 2), terlihat bahwa pihak suami maupun istri keragaannya relatif baik. Meskipun mayoritas hanya berpendidikan sampai 6 tahun (setingkat sekolah dasar), namun beberapa diantaranya mampu sampai 12 tahun atau setara dengan tingkat SLTA. Latar pendidikan ini membawa implikasi pada kemampuan mereka dalam pengambilan keputusan usaha ternak. Tabel 2. Pendidikan suami dan istri responden di lokasi studi Lama pendidikan formal (tahun)
Suami (%)
Istri (%)
2
3,1
6,3
3
1,6
7,8
4
4,7
3,1
5
4,7
3,1
6
46,9
53,0
9
23,4
17,2
11
3,1
1,6
12
12,5
7,9
Total
100
100
Di dalam kehidupannya, petani selain memiliki usaha pokok berupa usahatani tanaman pangan dan atau tanaman perkebunan, sebagian penduduk juga berusaha lain sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. Dalam hal ini usaha ternak merupakan salah satu usaha sampingan penduduk (Tabel 3).
287
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Mata pencaharian utama dan sampingan petani di wilayah studi AEZ Sawah (%)
Uraian
AEZ L.Kering (%)
Suami
Istri
Suami
Istri
92,9
21,8
6,3
0
0
0
6,3
6,6
Usaha peternakan
0
4,3
0
0
Usaha perkebunan
7,1
0
84,4
6,7
0
0
3,1
6,7
Pekerjaan utama Usaha pertanian tanaman pangan Hortikultura
Jasa Ibu rumah tangga
0
73,9
0
80,0
100
100
100
100
Usaha pertanian tanaman pangan
0
40,0
0
0
Hortikultura
0
0
5,7
0
Total Pekerjaan sampingan
Perkebunan
0
0
2,9
8,6
17,2
20,0
5,7
2,9
0
0
2,9
0
Perdagangan
6,9
20,0
5,7
2,9
Jasa
6,9
0
11,6
0
Tidak ada
69,0
20,0
85,6
Total
100
100
100
Usaha peternakan Buruh tani
Penguasaan lahan Pemilikan lahan oleh responden berkisar antara < 0,25 – 6,7 ha/kk, dengan mayoritas (78,12%) kurang dari dua hektar, terdiri dari lahan kering dan lahan sawah (Tabel 4). Tabel 4. Penguasaan lahan oleh responden di lokasi studi Luas lahan (ha)
Kondisi pemilikan lahan oleh penduduk di wilayah ini tidak terlepas dari statusnya sebagai transmigran, yang masing-masing menerima jatah lahan total 2 hektar terdiri dari lahan pekarangan (0,25 ha), lahan usaha (LU) I dan LU II masing-masing seluas 0,75 ha dan 1 ha. Kalaupun saat ini diidentifikasi ada penduduk yang memiliki lahan kurang atau lebih dari 2 hektar, hal itu terjadi karena telah terjadi proses jual beli lahan.
Frekuensi (%)
Kumulatif (%)
< 0,25
20,31
20,31
Unjuk kerja usaha ternak
0,25 − < 0,50
6,25
26,56
0,50 − < 1,00
28,13
54,69
1,00 − < 2,00
23,44
78,12
2,00 − < 3,00
14,06
92,19
3,00 − < 4,00
3,13
95,31
4,00 −
4,69
100
Jenis ternak utama yang banyak dipelihara penduduk adalah kambing dan sapi, disamping ayam. Hasil identifikasi di lapangan diketahui terdapat sekitar 37,5% responden memiliki sapi, antara 1 – 8 ekor, sementara itu pemilikkan kambing antara 1 – 17 ekor per KK oleh sekitar 48,4% responden (Tabel 5). Adapun terhadap ternak ayam, hampir seluruh responden memeliharanya, sekitar 2 – 30 ekor/KK.
Jumlah
288
6,66
100
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 5. Pemilikan ternak oleh responden di lokasi studi Jumlah ternak (ekor)
Pemilik kambing (%)
Pemilik sapi (%)
0
51,6
62,5
1
10,9
7,8
2
14,1
12,5
3
6,3
6,3
4
12,5
3,1
5
1,6
1,6
6
1,6
4,7
7
1,6
1,6
Total
100
100
Pemeliharaan ternak umumnya masih dilakukan secara konvensional, tidak dikandangkan tetapi di biarkan merumput di lapangan terbuka. Dengan pola pemeliharaan seperti itu, praktis ternak di wilayah studi tidak pernah diberi pakan tambahan seperti konsentrat apalagi vitamin. Bahkan pemeliharaan kesehatan ternakpun tidak pernah dilakukan. Ternak berkembang secara alamiah. Dari diskusi dengan petani diketahui bahwa pertimbangan memelihara ternak seperti itu
terkait dengan keterbatasan tenaga kerja keluarga di satu sisi dan di sisi lainnya sumberdaya pakan di lapangan melimpah, dan yang penting tidak pernah ada pencurian. Usaha ternak, meski dilakukan secara konvensional dan berkembang secara alamiah, tetapi masih mampu memberikan sumbangan ekonomi terhadap pendapatan rumah tangga. Andil ekonomi dari usaha ternak terhadap pendapatan rumah tangga, beragam menurut agroekosistem. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, diketahui sumbangan pendapatan usaha ternak di agroekosistem lahan sawah secara relatif lebih rendah dari pada di agroekosistem lahan kering, yaitu sekitar 8% berbanding 16%, atau satu berbanding 2. Namun jika dilihat nilai sumbangannya secara absolut, ternyata sumbangan usaha ternak di agroekosistem lahan sawah masih lebih besar dari pada di lahan kering, yakni Rp. 519.870 berbanding Rp. 475.470. Relatif kecilnya persentase sumbangan pendapatan peternakan di agroekosistem lahan sawah tersebut terjadi karena total pendapatan petani di agroekosistem lahan sawah lebih besar dari pendapatan petani di agroekosistem lahan kering (Tabel 6).
Tabel 6. Pendapatan rumah tangga petani di wilayah studi (per tahun) Uraian Pertanian Usahatani Tanaman pangan Hortikultura Peternakan Perikanan Perkebunan Luar usahatani Buruh pertanian Sewa aset Lainnya Bukan pertanian Perdagangan Angkutan Jasa Buruh non pertanian Total
AEZ lahan sawah
AEZ lahan kering
Nilai (Rp.)
Proporsi (%)
Nilai (Rp.)
Proporsi (%)
5.413.970,00 4.788.970,00 3.969.100,00 519.870,00 300.000,00 100.000,00 625.000,00 587.500,00 7.500,00 30.000,00 1.097.931,30 100.000,00 210.000,00 137.931,30 750.000,00 6.511.901,30
83,14 73,54 60,95
2.399.469,80 2.238.969,80 726.365,80 150.844,00 475.470,00 0 886.290,00 160.500,00 69.500,00 75.000,00 16.000,00 613.333,00 253.333,00 0 0 360.000,00 3.012.802,80
79,64 74,32 24,11 5,01 15,78 0 29,42 5,33 2,31 2,49 0,53 20,36 8,41 0 0 11,95 100
7,98 4,61 1,54 9,60 9,02 0,12 0,46 16,86 1,54 3,22 2,12 11,52 100,00
289
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Dugaan faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak Pendugaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak di lakukan melalui penerapan fungsi logit. Dalam fungsi logit tersebut peluang pengembangan usaha dikaji hubungannya dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya yakni (a) Agroekosistem (AEZ), (b) Luas Lahan (LAND), (c) Umur Suami (HUSAGE), (d) Umur Istri (WIFEAGE), (e) Pendidikan (HUSEDUC), (f) Pendidikan Istri (WIFEEDUC), (g) Mata Pencaharian (HUSLIV), dan (h) Mata Pencaharian Istri (WIFELIV). Hasil pendugaan fungsi logit terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak ruminansia diperlihatkan pada Tabel 7. Model logistik yang digunakan menunjukkan model yang baik, ditunjukkan nilai α = 0,004 artinya tingkat kepercayaan model tersebut mencapai 99,6%. Dari 8 peubah bebas dalam model, terdapat 3 peubah yang berpengaruh sangat nyata yaitu kondisi agroekosistem (α = 0,013), mata pencaharian (α = 0,099), luas lahan garapan (α = 0,089) dan satu peubah berpengaruh kurang nyata yaitu tingkat pendidikan istri (α = 0,161). Dari sisi hubungan antara peubah bebas, diketahui bahwa kondisi agroekosistem berhubungan erat dengan mata pencaharian. Dari hasil analisis tersebut dapat diinterpretasikan bahwa peluang keberhasilan usaha ternak di Kecamatan Wasile akan sangat tergantung pada kondisi
agroekosistem, mata pencaharian dan pemilikan luas lahan garapan. KESIMPULAN DAN SARAN Usaha ternak, meski memiliki peran strategis dalam memberikan sumbangan terhadap pendapatan rumah tangga, namun belum banyak dilakukan oleh penduduk ke Kecamatan Wasile, Maluku Utara. Sumbangan usaha ternak terhadap pendapatan rumah tangga secara relatif mencapai 8% dan 16% terhadap total pendapatan rumah tangga di agroekosistem lahan sawah dan lahan kering. Peluang pengembangan usaha ternak di Kecamatan Wasile Maluku Utara dipengaruhi secara nyata oleh kondisi agroekosistem, mata pencaharian, dan pemilikan luas lahan garapan. Tingkat pendidikan istri meski memiliki keterkaitan dengan pengembangan usaha ternak, tetapi pengaruhnya tidak nyata. Pengembangan usaha ternak di wilayah beragro-ekosistem lahan sawah dan lahan kering (khususnya di Wasile) memiliki peluang untuk ditingkatkan, mengingat dukungan potensi sumberdaya dan institusi lokal yang positip. Untuk mendukung pengembangan usaha ternak di wilayah Wasile diperlukan optimalisasi sumberdaya, konsolidasi dan diversifikasi usaha (horizontal maupun vertikal), serta dukungan faktor teknis berupa perbaikan/peningkatan sarana transfortasi dan bimbingan yang lebih intensif kepada para peternak.
Tabel 7. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pengembangan usaha ternak β
S.E.
Wald
Sig.
-3,174
1,239
6,563
,010
HUSAGE
,009
,074
,016
,899
HUSEDUC
,001
,155
,000
,995
HUSLIV
-,442
,266
2,767
,096
LAND
,520
,303
2,938
,087
WIFEAGE
,030
,071
,182
,670
WIFEEDUC
,189
,137
1,908
,167
WIFELIV
,088
,074
1,415
,234
-2,166
2,640
,673
,412
Peubah AEZ
CONSTANT
290
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2005. Arah Kebijakan Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Utara. _________, 2005. Rencana Strategis (RENSTRA) Maluku Utara Tahun 2003 – 2007. BPS. 2002. Maluku Utara Dalam Angka 2002. GUNAWAN, M. 1988. Adoption and Bias of New Agricultural Innovation in Jawa Barat, Indonesia. Ph.D. Thesis. University of Minnesota, USA. GUJARATI. 1998. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. HENDAYANA, R. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opsi Kelembagaan Tataniaga Petani Kakao. Pros. Seminar Nasional Teknologi Pertanian, BPTP Papua. Jayapura, 5 – 6 Oktober 2004. Puslitbangsosek Pertanian.
PAKPAHAN, A. dan S. NIZWAR. 1991. Hubungan Konservasi Tanah dan Air dengan Komoditi yang diusahakan, Struktur Pendapatan serta Karakteristik Rumah Tangga (Kasus DAS Cimanuk dan Citanduy). JAE 10(1; 2). PINDYCK, R.S. and D.I. RUBINFELD. 1981. Econometric Models and Economic Forcast. 3rd Edition. Mc Graw-Hill International Editions. Singapore. SIMATUPANG, P. 1991. Regresi Peubah Tak Bebas Kualitatif: Teori Prosedur Pendugaan. Paper Disampaikan pada Latihan Metoda Penelitian Agro Ekonomi Angkatan VIII. Cisarua – Bogor, 14 Juni – 2 Maret. SYAFAAT, N. dan F. SUPENA. 1995. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Konservasi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. J. Ekonomi dan Pembangunan III(1). PEP. LIPI.
HUTABARAT, B., ACHMAD DJAUHARI, SAHAT M. PASARIBU dan TRI PRANADJI. 1990. Determinan Pengeringan Padi oleh petani di Jawa Barat dan Jawa Timur. JAE 9(1).
291