Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PROFIL USAHA DAN KONTRIBUSI TERNAK SAPI DALAM SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI LAHAN KERING (STUDI KASUS DI DESA SUMBER MULIA KECAMATAN PELAIHARI TANAH LAUT) (Company Profile and Livestock Contribute of Farming System Good Crop in Upland (Case Study in Sumber Mulia Village, Pelaihari Sub District, Tanah Laut)) ENI SITI ROHAENI dan NOOR AMALI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru
ABSTRACT Upland in South Kalimantan is a potential area for the development of crop plantation and farming. This study was done to understand the farming system profile and the contribution of cattle farming in the farming system of food crop in dry area. The case study was done in Sumber Mulia Village, Pelaihari Sub district, Tanah Laut District of South Kalimantan. Questionnaire was used to collect the data. The respondents are farmers representing citizen of the village and member of farmer group. The results shows that the most of farmers planted corn and rice as their main farming system while cattle was raised as the subsystem. It is concluded that the subsystem farming is reliable because the R/C resulted is bigger than 1. The R/C resulted from first corn planting is 1.49 and second planting is 2.0 while R/C from rice planting is 1.69 and R/C from cattle farming is 1.1. Cattle farming of 4 scales contribute 18.44% to the total income. Key Words: Cattle, Food Crop, Paddy, Corn, Income, R/C, Upland, Tanah Laut, South Kalimantan ABSTRAK Lahan kering di Kalimantan Selatan merupakan daerah pertanian yang berpotensi untuk pengembangan sektor tanaman pangan dan peternakan. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui profil usaha dan kontribusi usaha ternak sapi dalam sistem usahatani tanaman pangan di lahan kering yang merupakan studi kasus di Desa Sumber Mulia, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Studi dilakukan dengan cara survei menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Responden yang diwawancarai adalah petani yang merupakan warga desa dan anggota kelompok tani. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden diketahui usahatani yang dilakukan petani sebagian besar adalah jagung, padi, dan ternak sapi. Hasil studi dapat disimpulkan bahwa usaha pemeliharaan ternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan, usaha utama yang dilakukan petani adalah bertanam jagung, cabang usaha yang dilakukan petani layak untuk diusahakan karena nilai R/C yang dihasilkan lebih besar dari 1. Nilai R/C dari usahatani tanam jagung pertama 1,49 dan tanam jagung kedua 2,00 sedang nilai R/C untuk usahatani padi dan ternak sapi masingmasing 1,69 dan 1,1. Kontribusi pendapatan yang dihasilkan dari usaha pemeliharaan ternak sapi dengan skala 4 ekor sebesar 18,44%. Kata Kunci: Sapi Potong, Tanaman Pangan, Padi, Jagung, Pendapatan, R/C, Lahan Kering, Tanah Laut, Kalimantan Selatan
PENDAHULUAN Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya
220
hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki kondisi agroekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka terhadap erosi) terutama bila pengelolaannya tidak
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
memperhatikan kaidah konservasi lahan (KEPAS, 1989 dalam FAUZIATI et al., 1999). Luasan lahan kering di Kalimantan Selatan tercatat 1.400.370 ha dan sekitar 471.139 ha berada di Kabupaten Tanah Laut, yang telah dimanfaatkan untuk tanaman pangan sekitar 70.394 ha atau 14,94% (BPS KALIMANTAN SELATAN, 1995). Luasan lahan ini merupakan potensi dan peluang dalam pengembangan usahatani di sektor pertanian. Diversifikasi merupakan salah satu strategi penting dalam pengembangan usahatani di lahan kering. Kombinasi dua atau lebih tanaman pangan, tanaman tahunan dan ternak akan menjamin produktivitas, pendapatan dan berkelanjutan usahatani (NOORGINAYUWATI dan JUMBERI, 1995). Salah satu komponen usahatani yang dapat dikembangkan dalam upaya diversifikasi adalah peternakan karena dapat membantu peningkatan produksi usahatani lainnya melalui penyediaan pupuk, dan tenaga kerja (SUB BALITVET BANJARBARU, 1992). Usaha peternakan yang umum dilakukan adalah ternak sapi, kambing, ayam buras, dan itik dalam skala yang relatif kecil. Usahatani tanaman pangan pada umumnya yaitu padi, jagung, singkong, kacang tanah dan sayuran. Hasil-hasil penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan potensi lahan kering di daerah beriklim basah sebagai penghasil pangan, tetapi dengan hanya mengusahakan tanaman pangan saja ternyata petani belum mampu menjamin kebutuhan hidupnya. Apalagi bagi petani pemilik lahan sempit dengan kendala tanah seperti rendahnya kandungan hara, peka erosi dan sangat cepat mengalami degradasi, sulit untuk meningkatkan pendapatannya melalui usaha tanaman pangan semata (KUSNADI dan PRAWIRADIPUTRA, 1993). Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui profil usaha dan kontribusi usaha ternak sapi dalam sistem usahatani tanaman pangan di lahan kering yang merupakan studi kasus di Desa Sumber Mulia, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. MATERI DAN METODE Studi ini dilakukan di Desa Sumber Mulia, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut,
Kalimantan Selatan. Studi dilakukan dengan cara survei menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Responden yang diwawancarai adalah petani yang merupakan warga desa dan anggota kelompok tani. Data dan informasi yang dikumpulkan berupa karakteristik petani, macam usahatani, teknologi yang ada dan produksi yang dihasilkan. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Studi dilakukan pada bulan Agustus sampai Desember 2003. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik petani Berdasarkan hasil studi terhadap responden yang diwawancarai, pola usahatani yang dilakukan petani sebagian besar adalah jagung − padi − jagung + ternak sapi disusul kemudian jagung − padi − jagung + singkong + ternak. Selain itu tanaman pangan lain yang diusahakan petani yaitu kacang tanah. Keragaan karakteristik petani di Desa Sumber Mulya seperti disajikan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat umur rata-rata petani di Desa Sumber Mulya 37,23 tahun. Tabel 1. Karakteristik petani anggota kelompoktani Suka Maju, Desa Sumber Mulya, Tanah Laut Uraian
Rataan
Rataan umur (tahun)
37,23
Pendidikan (%) Buta huruf
40,91
SD
36,36
SMP
18,18
SMA
4,55
Mata pencaharian (%) Petani
100
Usaha sampingan (%) Beternak
90,91
Lain-lain
9,09
Jumlah tanggungan (orang)
2-3
Luas lahan yang dimiliki (ha) Pekarangan
0,5
Ladang
1,5
Sawah
0,75
221
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Umur tersebut menunjukkan masih pada tingkat umur produktif. Hal ini penting bagi petani karena umur dan pengalaman mempengaruhi sistem pengelolaan usahatani. Petani yang berumur lebih dari 65 tahun sudah kurang produktif lagi dan sulit menerima inovasi baru. Jumlah petani yang berpendidikan sekitar 60 %, jumlah yang cukup mendukung dalam keberhasilan usahatani. Rendahnya tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada daya serap atas inovasi dalam bidang pertanian yang disampaikan oleh penyuluh pertanian lapangan maupun yang disampaikan oleh media massa. Pekerjaan utama adalah bertani dan beternak yang mereka usahakan di lahan sendiri. Ratarata luas kepemilikan lahan berupa ladang kurang lebih 1 ha dan sawah kurang lebih 3/4 ha. Teknologi usahatani jagung di tingkat petani Sekilas tentang usahatani jagung di Desa Sumber Mulya seperti disajikan pada Tabel 2. Rata-rata luasan pertanaman jagung seluas 50 borong atau sekitar 1,5 ha (1 ha = 35 borong) dan jenis jagung yang ditanam adalah jagung hibrida BISI 2. Pengolahan tanah umumnya menggunakan luku yang ditarik oleh sapi dan sebagian kecil dengan menggunakan traktor. Penanaman jagung pada umumnya dilaksanakan 2 kali per tahun. Tanam pertama dilakukan pada bulan Oktober atau Nopember (musim hujan) dan panen pada sekitar bulan Januari atau Februari. Tanam kedua dilakukan pada bulan Maret sampai Mei. Persiapan lahan untuk tanam pertama dilakukan pada bulan Agustus atau September sedang tanam kedua pada bulan Februari atau Maret. Pengolahan tanah sebagian besar menggunakan bajak/luku, dan sebagian kecil menggunakan traktor. Petani yang menggunakan traktor dengan cara menyewa dengan harga sewa antara Rp. 200.000− 250.000/ha. Pengolahan lahan dengan dibajak dilakukan 2 kali, kemudian diratakan. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kotoran ayam (pupuk dasar) dan pupuk anorganik. Dosis pupuk dasar yang digunakan untuk pupuk kandang (kotoran ayam) sebesar 50−70 zak per ha (setara dengan 2−3 ton/ha). Pupuk anorganik yang digunakan yaitu urea (300
222
kg/ha), KCl (100 kg/ha) dan SP 36 (75 kg/ha). Pupuk dasar ditabur saat tanam. Pupuk urea diberikan 1/3 bagian saat tanam dan 2/3 bagian saat tanaman umur 30 hari. Pupuk SP-36 dan KCl seluruhnya diberikan saat tanam. Produksi jagung yang dihasilkan pada tanam pertama yaitu Oktober/Nopember berkisar antara 5-8 ton/ha dengan rataan 6,6 ton/ha, dan pada musim tanam kedua produksi yang dihasilkan antara 2−6 ton/ha dengan rataan 4,0 ton/ha. Tabel 2. Usahatani jagung pada anggota kelompok tani Uraian
Nilai
Luas pertanaman jagung (ha) Varietas BISI 2 (%)
1,50 100,00
Pengolahan tanah (%) Larik/luku
86,36
Traktor
13,64
Teknologi budidaya padi Penanaman padi yang dilakukan petani pada umumnya padi sawah dengan luasan antara 0,5−1,5 ha dengan rataan 0,75 ha. Varietas padi yang ditanam sebagian besar yaitu IR64, Ciherang dan Cisokan. Padi ditanam hanya 1 kali per tahun yaitu pada bulan Desember atau Januari. Persiapan lahan yaitu tanah diolah sempurna dengan cara dibajak 2 kali kemudian digaru dan adapula lahan yang disiapkan tanpa olah tanah (TOT) menggunakan herbisida. Jarak tanam 20 x 20 cm, pupuk yang digunakan urea, SP-36 dan KCl. Dosis pupuk urea 100 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha. Pemupukan pertama pada tanaman umur 15 hari dan pemupukan kedua umur 45 hari. Penyiangan dilakukan pada tanaman umur 3 minggu. Produksi padi yang dihasilkan antara 250−280 blek/ha (± 2.750−3.080 kg). Teknologi budidaya pemeliharaan sapi potong Jenis sapi yang dipelihara adalah sapi Bali, sapi PO dan sebagian kecil sapi Madura. Pada umumnya setiap petani rata-rata memiliki sapi sejumlah 7−8 ekor. Pemeliharaan ternak dari
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
segi kebersihan ternak, kebersihan kandang, pencegahan penyakit, vaksinasi dan perbaikan kandang sebagian besar petani tidak secara rutin melaksanakannya. Tatalaksana pemeliharaan sapi potong secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tata laksana pemeliharaan sapi potong Uraian Pemeliharaan sapi semi intensif (%) Pemilikan ternak sapi (ekor) Bangsa sapi (%) Bali PO Lainnya Kebersihan ternak (%) Rutin dibersihkan Kadang-kadang Tidak pernah Kebersihan kandang (%) Rutin Kadang-kadang Tidak pernah Pencegahan penyakit (%) Rutin Kadang-kadang Tidak pernah Vaksinasi (%) Rutin Kadang-kadang Tidak pernah Perbaikan kandang (%) Rutin Kadang
Rataan 100 7−8 59,09 22,73 18,18 4,76 90,48 4,76
rumput tersebut di halaman belakang rumah atau galengan. Rumput Gajah ditanam dengan luasan antara 2−5 borong (1 ha = 35 borong). Petani yang tidak menanam HMT unggul mencari rumput masih di wilayah desa, namun jika musim kemarau tiba maka rumput akan dicari ke luar desa baik secara sendiri-sendiri atau kolektif. Pada umumnya petani merasa kesulitan mencari rumput pada musim kemarau (63,64%). Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pengolahan limbah pertanian agar dapat digunakan pada musim kemarau atau dengan penanaman HMT unggul di lahan-lahan yang tidak produktif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan cara penimbangan diketahui pertambahan bobot hidup harian (PBHH) sekitar 0,219 kg/ekor/hari selama pengamatan 101 hari. Analisis biaya dan pendapatan usahatani
38,09 52,28 9,63 4,76 90,48 4,76 4,76 90,48 4,76 4,76 95,24
Pemeliharaan ternak sapi di Desa Sumber Mulia dilakukan secara semi intensif yaitu ternak sapi mulai dikandangkan pada sore sampai pagi hari, pada siang hari ternak dilepas di padang penggembalaaan/tanah lapang dengan mengikatkan ternak menggunakan tali pada batang pohon. Hijauan diberikan pada sore hari. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pakan/HMT yang diberikan sebagian besar hijauan lokal (75%) selebihnya memberikan kombinasi antara hijauan lokal dan HMT unggul yaitu rumput Gajah. Petani yang memberikan HMT unggul menanam
Berdasarkan hasil survei dan wawancara diketahui bahwa pola usahatani dominan yang dilakukan petani yaitu jagung – jagung – padi dan ternak sapi. Pola usaha ini yang akan ditampilkan analisis biaya dan pendapatan yang diperoleh petani. Pada Tabel 4 diketahui bahwa usahatani jagung yang dilakukan petani layak untuk diusahakan dan merupakan usaha utama. Pada tanam pertama nilai R/C yang dihasilkan lebih kecil (1,49) dibanding nilai R/C (2,00) pada tanam kedua, hal ini disebabkan karena harga jagung pada musim tanam kedua lebih mahal. Kisaran harga jual jagung pada tanam pertama antara Rp. 900-1.100/kg sedang pada tanaman kedua harga jagung berkisar antara Rp. 1.3001.800/kg. Namun resiko yang dihadapi petani jagung pada tanam kedua lebih besar yaitu kekeringan yang dapat mengancam tanaman jagung tidak dapat panen atau puso. Hasil panen jagung yang diperoleh pada tanam pertama lebih tinggi dibanding tanam kedua. Hal ini disebabkan karena tanam jagung kedua dilakukan pada akhir musim hujan sehingga peluang tanaman kekurangan air pada masa pertumbuhan sangat besar, selain itu pada musim ini serangan akar tanaman oleh hama kuret/ulat cukup besar. Hasil penelitian yang dilaporkan ROSITA (1992) nilai R/C yang
223
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dihasilkan dari usahatani jagung dengan penggunaan pupuk kandang 5 ton/ha berkisar antara 1,5–1,98.
sebesar 1,7 dan kontribusi pendapatan petani dari padi sebesar 30%. Tabel 5. Analisis biaya dan pendapatan usaha padi
Tabel 4. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung/ha pada tanam pertama dan kedua Uraian Input Saprodi Benih 15 kg x Rp. 25.000 Urea 6 zak x Rp 53.000 KCl 2 zak x Rp 90.000 SP36 2 zak x Rp 75.000 Pupuk kotoran ayam 70 zak x Rp 7.500 Herbisida 3 botol x Rp 16.000 Jumlah Upah Olah tanah Melarik Pemupukan kandang Tanam Pupuk I Menyiang Pupuk II Panen Pengarungan Angkut Pemipilan Pengeringan Jumlah Total Input Output 6,6 ton x Rp 900 4,0 ton x Rp 1.300 Pendapatan R/C
Tanam I
Tanam II
375.000
375.000
318.000
318.000
180.000
180.000
150.000
150.000
525.000
525.000
48.000
48.000
1.596.000
1.596.000
250.000 100.000 105.000 105.000 40.000 40.000 40.000 450.000 200.000 160.000 231.000 660.000 2.381.000 3.977.000
100.000 105.000 105.000 40.000 40.000 40.000 150.000 75.000 50.000 75.000 220.000 1.000.000 2.596.000
5.940.000 1.963.000 1,49
5.200.000 2.604.000 2,00
Selanjutnya pada Tabel 5, diketahui bahwa usaha tanam padi yang dilakukan petani menguntungkan dan layak dusahakan karena nilai R/C lebih besar dari 1. Nilai R/C pada studi ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh RISMARINI dan SUMANTO (2003). Hasil pengkajian yang dilaporkan oleh RISMARINI dan SUMANTO (2003), usahatani padi di lahan kering memberikan nilai R/C
224
Uraian
Nilai (Rp)
Input Bibit 7 blek @ Rp 13.000 Urea 2 zak @ Rp 53.000 SP-36 1,5 zak @ Rp 75.000 KCl 1 zak @ Rp 90.000 Desis (herbisida) 2 botol @ Rp 55.000 Kleret 1 kaleng @ Rp 10.000 Olah tanah Membuat galengan Mencabut Menanam Menyemprot 2 kali Pemupukan Menyiang Panen Angkut Jumlah Input Output 280 blek @ Rp 13.000 Pendapatan R/C
91.000 106.000 112.500 90.000 110.000 10.000 400.000 80.000 80.000 300.000 120.000 30.000 200.000 280.000 150.000 2.159.500
1.480.000 1.480.500 1,69
Usahatani lain yang dilakukan petani yaitu pemeliharaan ternak sapi. Pada Tabel 6 diketahui bahwa jumlah ternak yang dipelihara pada awal tahun sebanyak 4 ekor, setelah 1 tahun pemeliharaan dihasilkan 1 ekor anak yang dihargai Rp. 1.000.000. Bertambahnya sapi karena kelahiran sangat menguntungkan petani karena nilai atau modal yang dimiliki bertambah yang dihitung sebagai pemasukan. Tabel 6. Nilai ternak sapi pada awal tahun dan akhir tahun (1 tahun pemeliharaan) Uraian
Awal (Rp)
Akhir (Rp)
Nilai induk 1
3.000.000
3.500.000
Nilai induk 2
3.250.000
3.500.000
Bakalan 2 ekor
4.000.000
6.000.000
-
1.000.000
10.250.000
14.000.000
Anak Jumlah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pada Tabel 7, diketahui bahwa dalam pemeliharaan ternak sapi modal yang paling besar adalah untuk pembelian bibit sehingga penambahan ternak dengan cara kelahiran sangat diharapkan dan menguntungkan petani. Biaya lainnya yang termasuk besar adalah tenaga kerja dan pakan. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sapi dilakukan secara tradisional. Nilai R/C yang dihasilkan yaitu 1,1, nilai ini lebih besar dari 1 berarti usaha ini layak untuk dilakukan. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan SUNANDAR et al. (1999) usahatani pemeliharaan penggemukan sapi PO menghasilkan nilai R/C 1,13 dengan lama pengamatan 90 hari. Pada Tabel 8, diketahui bahwa usahatani jagung yang dilakukan memberikan kontribusi pendapatan yang besar, bila dijumlahkan antara tanam I dan II sebesar 61,59%. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung merupakan usaha utama. Kontribusi yang dihasilkan pada laporan ini berbeda yaitu lebih kecil dengan yang dilaporkan RISMARINI dan ROHAENI (1999). Hasil yang dilaporkan RISMARINI dan ROHAENI (1999) kontribusi pendapatan usahatani jagung-jagung di lahan kering sebesar 74,03%. Hasil studi ini menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan yang dihasilkan dari usaha pemeliharaan ternak sapi sebesar 18,44%% per tahun dengan skala pemeliharaan 4 ekor. Berdasarkan hasil pengkajian diketahui bahwa usaha pemeliharaan sapi potong oleh petani di lahan kering memungkinkan dan layak untuk dikembangkan. Usaha ternak tersebut merupakan usaha yang bersifat tabungan bagi petani terutama bila memerlukan dana dalam jumlah yang besar misalnya untuk pendidikan,
membangun rumah atau perhelatan/hajatan. Keterbatasan permodalan merupakan kendala dalam pengembangan usaha tersebut (AKHADIARTO, 1999). Tabel 7. Analisis biaya dan pendapatan usaha pemeliharaan ternak sapi dengan skala 4 ekor selama 1 tahun Uraian
Nilai (Rp)
%
10.250.000
77,31
Input Sapi
1.095.000
8,26
Obat-obatan
48.000
0,36
Kandang
40.000
0,30
Pakan
1.825.000
13,77
13.258.000
100,00
14.000.000
95,73
625.000
4,27
Jumlah
14.625.000
100,00
Pendapatan
1.367.000
Tenaga Kerja Jumlah Output Sapi Kotoran
R/C
1,1
KESIMPULAN Cabang usaha yang dilakukan petani layak untuk diusahakan karena nilai R/C yang dihasilkan lebih besar dari 1. Usaha pemeliharaan ternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan dan kontribusi pendapatan yang dihasilkan dari usaha pemeliharaan ternak sapi dengan skala 4 ekor sebesar 18,44%.
Tabel 8. Kontribusi pendapatan dari beberapa macam usaha yang dilakukan petani per tahun Uraian
Input
Output
Pendapatan
R/C
%
Usaha jagung I
3.977.000
5.940.000
1.963.000
1,49
26,47
Usaha jagung II
2.596.000
5.200.000
2.604.000
2,00
35,12 19,97
Usahatani padi
2.159.500
3.640.000
1.480.500
1,69
Usahatani sapi
13.258.000
14.625.000
1.367.000
1,1
Jumlah
21.990.500
29.405.000
7.414.500
18,44 100,00
225
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
DAFTAR PUSTAKA AKHADIARTO, S. 1999. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 1-2 Desember 1998. hlm. 577-589. BIRO PUSAT STATISTIK KALIMANTAN SELATAN. 1995. Kalimantan Selatan dalam Angka. Banjarmasin. FAUZIATI, N., R.S. SIMATUPANG dan HAIRUNSYAH. 1999. Peningkatan produktivitas jagung di lahan kering melalui penggunaan bahan organic. 1999. Paket Informasi Spesifik Lokasi: Usahatani Lahan Kering Jagung dan Kedelai. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Jakarta. KUSNADI, U. dan B.R. PRAWIRADIPUTRA. 1993. Produktivitas ternak domba dalam sistem usahatani konservasi lahan kering di DAS Citanduy. Risalah Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Konservasi di DAS Citanduy. Linggarjati, 9–11 Agustus. 1988. hlm. 205–293. NOORGINAYUWATI, A. JUMBERI dan M. NOOR. 1998. Peluang dan masalah pengembangan usahatani jagung di lahan kering beriklim basah Kasus di Kalimantan Selatan). Pros. Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. Banjarbaru, 2–3 Desember 1997. hlm. 474–483.
226
NOORGINAYUWATI dan A. JUMBERI. 1995. Aspek sosial ekonomi pengembangan sistem usahatani lahan kering beriklim basah di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar Teknologi sistem Usahatani lahan Rawa dan Lahan Kering. Amuntai, 22–23 September 1995. hlm. 515–528. SUB BALAI PENELITIAN VETERINER BANJARBARU. 1992. sistem Usahatani Ternak Terpadu di Daerah Transmigrasi Lahan Kering Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian. Sub Balitvet Banjarbaru. SUNANDAR, N., E. SUJITNO dan W.S. DIMYATI. 1999. Keragaan usaha penggemukan sapi Peranakan Ongole (PO) jantan di pondok Pesantren Darunnajah Desa Argapura Kecamatan Cigudeg Kabupaten Dati II Bogor. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor, 1–2 Desember 1998. hlm. 627–630. RISMARINI, Z. dan SUMANTO. 2003. Kontribusi pendapatan usahatani kacang tanah dalam mendukung diversifikasi tanaman pangan di lahan kering (studi kasus di desa Marga Mulya Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan). Pros. Penerapan Teknologi Tepat Guna dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta 24 September 2003. hlm. 333–339. ROSITA, G. 1992. Kajian Kendala Adopsi Teknologi Produksi Jagung dalam Aspek Sosial Ekonomi. Usahatani Lahan Marginal di Kalimantan. Balittra Banjarbaru.