Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52–64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs Production (52–64 Weeks of Age) on Hatching Eggs Quality and Growth of a Week of Age of Tegal Duckling) EDJENG SUPRIJATNA dan SRI MURNI ARDININGSASI Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang.
ABSTRACT Experiment were intended to know optimal level of protein ration of breeder duck at phase II of eggs production on hatching egg and duckling quality. A hundred females and 20 males duck of 52 weeks of age were used. Females duck were divided into 5 groups of body weight. Experiment consisted of four treatment of protein levels, there were T1 (17%), T2 (18%), T3 (19%) and T4 (20%). Mating system using “ rolling system “ with sex ratio 1 : 5 (male : female). Experimental design used Randomized Completely Block Design with four treatments of protein levels, each treatment consisted of five groups of six ducks. Data collected were analyzed by ANOVA and tested by Duncan Multiple Range Test. Results of experiment showed that levels protein ration were not significantly affected hatching eggs production, but significantly affected (P<0,05) eggs weight, hatchability, day old duckling weight, and body weight gain of a week of age. Key words: Tegal duck, protein level, hatching eggs, duck growth ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah level protein ransum pada itik pembibit fase produksi II berpengaruh terhadap kualitas telur tetas dan anakan. Digunakan 100 ekor itik betina dan 20 ekor itik jantan umur 52 minggu. Itik betina tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelompok berdasarkan berat badan. Perlakuan terdiri dari 4 taraf protein ransum, yaitu: T1 (17%), T2 (18%), T3 (19%) dan T4 (20%). Ransum disusun iso energi, 2650 kkal/kg EM. Perkawinan menggunakan “ rolling system “ dengan nisbah kelamin 1: 5. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak kelompok terdiri dari 4 perlakuan level protein, masing-masing perlakuan terdiri dari 5 kelompok itik, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor. Data terkumpul dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level protein tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur tetas dan daya tunas, tetapi daya tetas, berat tetas, mortalitas dan pertumbuhan anak sampai umur satu minggu menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05). Kata kunci: Itik Tegal, protein, telur tetas, pertumbuhan
PENDAHULUAN Kriteria keberhasilan produksi pada peternakan unggas sebagai pembibit adalah selain produksi telur tetas yang tinggi juga perlu memperhatikan kualitas anak unggas hasil tetasan. Produksi telur tetas yang tinggi perlu pula dibarengi dengan meningkatnya jumlah anakan yang kualitasnya baik, kondisi tubuh dan kesehatannya baik, daya hidupnya
598
tinggi dan pertumbuhannya cepat (ETCHES,1996). Pada pemeliharaan unggas pembibit kualitas telur sangat menentukan kualitas anakan. Kualitas telur semakin menurun dengan bertambahnya umur induk pembibit. Kerabang telur menjadi semakin tipis dan isi telur semakin encer. Hal ini akan berdampak kepada daya tetas yang menurun dan kualitas anakan yang buruk, mortalitas meningkat dan pertumbuhan yang lambat.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Kualitas telur menurun terutama berlangsung setelah lewat masa puncak produksi atau setelah memasuki fase produksi II, diatas umur 40 minggu (NORTH dan BELL, 1990). Kualitas telur erat kaitannya dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Pada pemeliharaan petelur komersial, sejalan dengan menurunnya produksi telur pada fase produksi II ini sering kandungan protein ransum diturunkan dari standar 17% menjadi 16% dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan ransum (NORTH dan BELL, 1990), tanpa memperhatikan perbaikan kualitas telur. Sementara diketahui pula bahwa penurunan kandungan protein ransum yang lebih rendah dari 17% berdampak kepada menurunnya kualitas isi telur (SUPRIJATNA, 2002). Padahal pada pemeliharaan unggas pembibit pada periode tersebut perlu memperhatikan kualitas telur dalam kaitannya untuk menghasilkan telur tetas guna menghasilkan anak unggas yang baik kualitasnya, yaitu memiliki daya tetas, daya hidup dan pertumbuhan yang tinggi. Pada pembibitan ternak itik, ransum yang digunakan tidak berbeda dengan ransum untuk itik petelur untuk menghasilkan telur konsumsi. Belum banyak informasi mengenai dampak penggunaan ransum tersebut terhadap kualitas telur tetas dan anak itik. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana pengaruh level protein ransum yang meningkat di atas standar kebutuhan untuk itik petelur terhadap kualitas telur tetas dan dampaknya terhadap kualitas anakan pada ternak itik. MATERI DAN METODE Pada penelitian ini digunakan itik Tegal terdiri dari 100 ekor itik betina dan 20 ekor itik jantan umur 52 minggu. Itik tersebut dipelihara pada kandang sistem litter berupa petak berukuran 150 x 100 cm2. Ke dalam tiap petak kandang ditempatkan 6 ekor itik terdiri dari 5 ekor itik betina dan 1 ekor itik jantan. Sistem perkawinan menggunakan sitem “Flock Mating” dengan rolling system. Itik jantan setiap minggu dipindahkan ke petak lain dicampur dengan kelompok betina yang berbeda. Ransum yang digunakan berupa ransum percobaan yang terdiri dari T1, T2, T3, dan T4. Ransum diberikan secara ad libitum.
Pengumpulan telur tetas dilakukan setelah 2 minggu penerapan perlakuan. Telur ditetaskan dikumpulkan setiap satu minggu. Penetasan menggunakan 4 mesin tetas kapasitas 150 butir telur. Penetasan dilakukan selama 5 periode. Anak itik hasil tetasan dipelihara selama satu minggu untuk mengetahui daya hidup dan pertumbuhan anak itik. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok, terdiri dari 4 perlakuan level protein ransum dan 5 kelompok itik berdasarkan berat badan sebagai ulangan. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 6 ekor itik. Perlakuan pada penelitian ini adalah level protein ransum, terdiri dari 4 jenis ransum percobaan yaitu: T1 (17% PK), T2 (18% PK), T3 (19% PK) dan T4 (20% PK). Ransum percobaan disusun iso energi, 2650 kkal/kg EM. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah produksi telur, daya tunas, daya tetas, berat tetas, mortalitas dan pertumbuhan anak itik selama satu minggu serta analisa ekonomi yang meliputi biaya per butir telur tetas dan biaya/ekor anak itik. Data yang terkumpul diolah dengan analisis ragam dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Wilayah Berganda Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan level protein ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah telur, tetapi berpengaruh nyata meningkatkan berat telur (P<0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat SCOTT et al. (1982), bahwa peningkatan level protein ransum pada masa produksi akan meningkatkan berat telur. Pada penelitian ini konsumsi ransum tidak menunjukkan perbedaan sementara level protein ransum berbeda, maka dengan meningkatnya level protein ransum akan mengakibatkan meningkatnya konsumsi protein. Berat telur meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi protein (LEESON dan SUMMERS, 1991; ETCHES, 1996). Sementara itu dapat dijelaskan pula bahwa jumlah butir telur lebih dominan disebabkan faktor genetis bukan faktor nutrisi. Dengan demikian kemungkinan level protein 17% sudah memadai untuk
599
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
pembentukan sebutir telur sesuai kapasitas genetik itik tegal. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian RAHARJO (1988), bahwa produksi telur (butir)/minggu tidak menunjukkan perbedaan antara level protein 17,5–20% pada level energi ransum 2750-3000 kkal. Kualitas telur Hasil penelitian menunjukkan bahwa level protein ransum berpengaruh nyata terhadap
kualitas telur (P<0,05). Peningkatan level protein ransum mengakibatkan meningkatnya persentase berat kuning telur, Haugh Unit dan tebal kerabang. Meningkatnya kualitas telur ini sebagai akibat meningkatnya konsumsi protein. Konsumsi protein selama periode produksi akan berpengaruh terhadap Haugh Unit karena meningkatnya ovomucin (SCOTT et al., 1982). Demikian pula konsumsi protein akan berpengaruh terhadap peningkatan berat kuning telur (NORTH dan BELL, 1990; ETCHES, 1996).
Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum penelitian (berdasarkan analisis proksimat) Nutrien
T1
T2
T3
T4
Protein (%)
16,57
17,64
18,90
20,31
Lemak (%)
8,94
13,63
11,66
11,26
Serat kasar (%)
11,43
11,08
11,66
10,18
Abu (%)
20,53
26,48
23,50
24,77
BETN (%)
35,45
23,82
27,00
26,49
Ca total (%)
5,16
5,29
5,45
5,63
P (%)
1,03
1,01
0,99
0,97
2649,89
2649,63
2649,80
2649,89
Energi Metabolis* (kkal/kg)
*) Energi metabolis dihitung berdasarkan Tabel Komposisi Bahan Pakan.
Tabel 2. Pengaruh level protein terhadap produksi telur, kualitas telur tetas dan kualitas anak itik umur satu minggu Parameter Konsumsi ransum (g/ekor/hari) Produksi telur (butir/minggu)
Perlakuan T1 (17%) 165,71
a
3,08a b
T2 (18%) a
T3 (19%)
T4 (20%)
165,87
166,88
166,09a
3,20 a
3,13a
3,17a
ab
a
ab
62,47a
Berat telur (g/butir)
60,82
Tebal kerabang (mm)
0,740c
0,749b
0,757ab
0.763a
90,99
b
91,21
b
a
91,96a
Persentase berat kuning telur (%)
36,06
b
36,42
b
ab
37,32a
Daya tunas (%)
86,08a
88.21a
88,75a
90,31a
79,18
b
b
a
83,50a
Berat tetas (g)
40,32
b
ab
44,74a
Mortalitas (%)
18,21a
16,74a
15,23a
11,85b
b
b
b
72,67a
Haugh Unit
Daya tetas (%)
Pertambahan berat badan umur 1 minggu (g)
69,43
61,69
78,92 42,28
ab
70,19
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
600
61,98
91,78 36,52
83,33 42,92
70,01
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Daya tunas dan daya tetas Hasil penelitian menunjukkan bahwa level protein pakan tidak berpengaruh nyata terhadap daya tunas, tetapi berpengaruh nyata terhadap meningkatnya daya tetas (P<0,05). Daya tunas lebih dominan ditentukan oleh kualitas pejantan. Pada penelitian ini semua pejantan yang digunakan memperoleh kesempatan yang sama untuk mengawini semua betina karena digunakan sistem perkawinan rolling system, sehingga daya tunas tidak berbeda. Sementara itu, daya tetas lebih dominan dipengaruhi kualitas telur (NORTH dan BELL, 1990; ETCHES, 1996). Pada penelitian ini kualitas telur meningkat dengan meningkatnya level protein ransum (Tebal kerabang, Haugh Unit dan Persentase berat kuning telur). Telur yang besar dan kerabang yang tebal akan mengalami penyusutan isi telur lebih rendah selama penetasan sehingga dapat meningkatkan daya tetas. Kerabang yang tipis dengan isi telur yang encer (Haugh Unit rendah) mengakibatkan daya tetas menurun. Demikian pula kerabang dan kuning telur merupakan sumber bahan bagi perkembangan embrio, sehingga meningkatnya tebal kerabang dan persentase kuning telur akan meningkatkan daya tetas. Kualitas anak itik Hasil penelitian menunjukkan bahwa level protein ransum berpengaruh nyata meningkatkan kualitas anak itik (P<0,05). Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya berat
tetas, meningkatnya pertambahan berat badan dan menurunnya mortalitas selama minggu pertama pembesaran anak itik. Hal ini sebagai akibat meningkatnya kualitas telur tetas, yaitu berat telur, tebal kerabang, Haugh Unit dan berat kuning telur. Faktor yang menentukan berat tetas adalah berat telur (NORTH dan BELL, 1990; ETCHES, 1996), sementara tebal kerabang berperan dalam pembentukan kerangka anak itik dan kuning telur berperan sebagai penyediaan sumber makanan selama perkembangan embrio dan awal kehidupan anak itik. Anak itik yang memiliki berat badan awal lebih tinggi dengan kerangka tubuh yang kuat dan kondisi tubuh yang baik maka akan tumbuh lebih cepat dan memiliki daya hidup yang lebih tinggi yang ditandai dengan rendahnya mortalitas (AUSTIN dan NESHEIM, 1990; ETCHES, 1996). Analisis ekonomi Hasil analisa ekonomi didasarkan kepada konsumsi ransum dan biaya ransum (Tabel 3). Berdasarkan penelitian ini tampak bahwa biaya produksi/butir telur meningkat sejalan dengan meningkatnya level protein ransum dari 1720% (Rp. 579,43-Rp. 635,44), tetapi biaya produksi/ekor anak itik menurun (Rp 850,10Rp 842,64). Dengan demikian penggunaan level protein yang lebih tinggi dari 17% walaupun berdampak positif terhadap kualitas telur dan anakan, untuk penerapan secara praktis masih perlu kajian lebih mendalam mengingat secara ekonomis keuntungannya relatif kecil.
Tabel 3. Analisa ekonomi pengaruh level protein ransum terhadap produksi telur tetas dan anak itik (berdasarkan biaya ransum) * Parameter
T1 (17%)
T2 (18%)
T3 (19%)
T4 (20%)
Harga ransum (Rp/kg)
1.538,54.
1.594,63
1.658,80
1.732,57
Konsumsi ransum per butir telur tetas (g/butir)
376,61
362,84
373,21
366,76
Konsumsi ransum per ekor anakan (g/ekor)
552,54
521,25
506,66
486,35
Biaya per butir telur tetas (Rp/butir)
579,43
578,59
619,08
635,44
Biaya per ekor anakan (Rp/ekor)
850,10
831,20
840,45
842,64
*) Parameter biaya tidak dianalisis secara statistik
601
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
KESIMPULAN 1.
Peningkatan level protein ransum dari 17% menjadi 20% pada pembibitan itik pada umur di atas 50 minggu walaupun tidak meningkatkan produksi telur tetas, tetapi berpengaruh meningkatkan kualitas telur tetas. 2. Peningkatan level protein ransum dari 17% menjadi 20% pada pembibitan itik berdampak kepada meningkatnya kualitas anak itik, pertumbuhannya lebih cepat dan daya hidupnya lebih baik. 3. Peningkatan level protein ransum dari 17% menjadi 20% secara ekonomis perlu dikaji lebih lanjut mengingat keuntungannya relatif kecil. DAFTAR PUSTAKA AUSTIC, R. E. and M. C. NESHEIM. 1990. Poultry Production. 13th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
602
ETCHES, R.J. 1996. Reproduction in Poultry. Cab International. The University Press. Cambridge. LEESON, S. and J.D. SUMMERS. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books. Guelph, Ontario. NORTH, M.O. and D.D. BELL. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed.Van Nostrand Reinhold. New York. RAHARJO, Y.C. 1988. Pengaruh berbagai tingkat protein dan energi terhadap produksi dan kualitas telur itik Tegal. Proceedings Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Penelitian Ternak. Departemen Pertanian. SCOTT, M.L., M.C. NESHEIM and R.J. YOUNG. 1982. Nutrition of the Chicken. M.L. Scott and Associate. Ithaca. New York. SUPRIJATNA, E. 2002. Manifestasi Taraf Protein Ransum Periode Pertumbuhan Terhadap Pertumbuhan Organ reproduksi dan dampaknya pada Performan Produksi telur Ayam Ras Petelur Tipe Medium. Universitas Padjadjaran. Disertasi.