Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PERILAKU KOMUNIKASI DAN PERSEPSI PERTENAK TERHADAP PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI TEKNOLOGI TERNAK DOMBA/KAMBING DI KABUPATEN PURWAKARTA DAN MAJALENGKA (Communication Behavior and Farmer’s Perception toward Decision Making of Technology Innovation at Sheep/Goat Rearing in Purwakarta and Majalengka District) MURTIYENI1, D. PRIYANTO1, D. YULISTIANI1, ISBANDI1 dan A. HANAFIAH2 1
Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
2
ABSTRACT Agricultural communication is one of the importance things on the outcome of adoption innovation process. The lack of technology innovation causes users doubt or refuse kind of innovation. The research was designed: (l) to compare communication behavior and farmer’s perception toward innovation technologies at two resaearch location, (2) to explain adoption technologies process which were introduced, and (3) to identify the factors which correlated with adoption of innovation and correlation among the factors. This research was conducted by survey metodology in January 2003 at sheep/goat farmers which were introduced innovation technologies and guided for 6 months. Population sampling was observed using Mann Whiteny methods and Rank Sperman was used to analyze data. The result indicated that: (1) communication behavior (discus information, meeting attandance, social participation) are not significantly different, (2) farmer’s perception toward innovation technologies (profitability, compatability, complexity, triability and observability) at two research location are not significantly different, generally farmers have high score perception, (3) adoption of innovation process (knowledge, persuasion, decision and confirmation) at two research location generally showed high score, exept house technology indicate low adoption, (4) behavior communication factors (cosmopolitant, mass media possesion and social participation) in Majalengka district significantly related with confirmation technologies, while in Purwakarta district, the mass media possesion related significantly with confirmation technologies. Farmer’s perception (compatability and triability) in Purwakarta district related significantly with confirmation level of innovation technologies. Key words: Communication, perception, sheep/goat farmers, technology innovation ABSTRAK Komunikasi pertanian merupakan suatu kegiatan penting dalam proses adopsi inovasi. Kurang jelasnya informasi inovasi menyebabkan pengguna ragu-ragu atau bahkan menolak inovasi teknologi yang diterima. Penelitian dirancang: (1) untuk membandingkan perilaku komunikasi dan persepsi peternak terhadap inovasi teknologi di kedua lokasi penelitian, (2) untuk menerangkan proses adopsi inovasi teknologi yang telah diintroduksikan, dan (3) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan proses adopsi inovasi dan hubungannya diantara faktor-faktor tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode survai pada bulan Januari 2003 terhadap peternak domba/kambing yang telah mendapatkan binaan selama 6 bulan. Pengambilan sample secara populasi yaitu seluruh anggota kelompok peternak Majalengka dan Purwakarta. Analisa data menggunakan Mann Whitney dan Rank Sperman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) perilaku komunikasi (membicarakan informasi, hadir dalam rapat, kekosmopolitan, keterdedahan, pemilikan media massa dan partisipasi social) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, (2) persepsi peternak terhadap inovasi teknologi (profitability, compatability, complexity, triability dan observability) pada kedua lokasi penelitian tidak berbeda nyata, pada umumnya peternak mempunyai nilai persepsi yang tinggi, (3) proses adopsi inovasi (knowledge, persuation, decision dan confirmation) di kedua lokasi penelitian mengindikasikan nilai yang tinggi, hanya teknologi perkandangan menunjukkan nilai yang relatif rendah, (4) faktor perilaku komunikasi (cosmopolite, pemilikan media komunikasi dan partisipasi social) peternak
323
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Majalengka berhubungan nyata dengan confirmasi teknologi/adopsi, sedangkan di Purwakarta pemilikan media massa berhubungan nyata dengan confermasi inovasi. Persepsi responden (compatabitlity dan triability) Purwakarta mempunyai hubungan nyata dengan tingkat konfirmasi inovasi teknologi. Kata kunci: Komunikasi, persepsi, peternak kambing/domba, inovasi teknologi
PENDAHULUAN Pelaku rumah tangga pertanian khususnya bidang peternakan sebagian besar adalah generasi tua ( >40 tahun) berpendidikan rendah (<SD) skala usaha kecil dan dengan cara-cara yang masih tradisional (ANONIMOUS, 2001). Sebagian besar pemuda pedesaan dan kelompok angkatan kerja pedesaan yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama, karena kesempatan kerja pertanian bagi yang berpendidikan formal lebih tinggi cenderung rendah dan pendapatan yang diperoleh relatif kecil serta kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja disektor pertanian mengurangi daya tarik sektor tersebut bagi angkatan kerja muda di pedesaan. Kondisi pelaku rumah tangga peternakan yang demikian memberi dampak yang kurang menguntungkan dalam menghadapi persaingan global. Teknologi hasil penelitian siap pakai seperti teknologi pemuliaan, reproduksi, nutrisi sudah cukup banyak ditemukan peneliti Balai Penelitian Ternak (SETIOKO et al., 1999), tetapi peternak rakyat masih mempraktekkan caracara tradisional, sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas. Upaya pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan peternakan berskala agribisnis yang berkelanjutan, berdaya saing, berkerakyatan dan terdesentralisasi seiring dengan paradigma baru pembangunan peternakan dari pembangunan peternakan yang dihela oleh faktor produksi (factor driven) menjadi agribisnis yang salah satunya dihela oleh inovasi teknologi (innovation driven) (ANONIMOUS, 2001). Alih teknologi hasil penelitian merupakan salah satu upaya yang perlu mendapatkan prioritas agar teknologi tersebut dapat diadopsi peternak. Menurut BATUBARA et al. (2000), bahwa teknologi budidaya domba yang diintroduksikan pada peternak di lahan perkebunan mampu memberikan pendapatan 45% lebih tinggi dibandingkan teknologi petani dan mempunyai dampak serta respon yang baik terhadap
324
peternak sekitarnya. Begitu juga adopsi teknologi budidaya ayam buras di pedesaan berdampak pada penurunan jumlah petani tradisional, peningkatan usaha keluarga dan peningkatan uasaha pokok (PAMUNGKAS et al., 1998). Proses adopsi inovasi teknologi peternakan merupakan suatu kegiatan komunikasi yang melibatkan individu-individu yang berkecimpung dalam kegiatan tersebut. ROGERS dan SOEMAKER (1971) membagi proses adopsi menjadi empat tahap yaitu tahap pengenalan (informasi), persuasi (sikap berminat), keputusan mencoba dan konfirmasi. Faktor individu dan perilaku komomunikasi memegang peranan penting dalam mempengaruhi proses adopsi (ROGERS dan SOEMAKERS, 1971; SOEKARTAWI, 1988 dan MARDIKANTO, 1992). Menurut ROGERS (1983) bahwa penggunaan inovasi teknologi tergantung pada persepsi penerima, tetapi menurut (SUDARYANTO dan SYAFAAT, 1993) kwalitas lingkungan berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi dalam usaha tani padi. Demikian pula suatu perencanaan penyebaran inovasi yang baik diperlukan agar inovasi sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat atau khalayak pengguna. Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan (adopsi inovasi) teknologi yang diintroduksikan, (2) membandingkan faktor-faktor/karakteristik responden dan persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi di kedua lokasi penelitian, (3) mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan proses adopsi inovasi dan hubungannya diantara faktor-faktor responden. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan bulan Januari 2003 pada peternak domba di Desa Pasiripis, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka dan Desa Tegalsari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa kedua lokasi tersebut dapat mewakili masing-masing lokasi sebagai sentra peternak domba pada kondisi geografi yang berbeda dan telah menerima inovasi teknologi dan binaan secara intensif. Binaan dilakukan dengan melakukan pertemuan secara berkala guna menyampaikan inovasi teknologi secara bertahap dan bantuan awal sebagai stimulan seperti pejantan unggul, obat cacing, bibit leguminosa, bibit rumput, serta informasi cara pencegahan penyakit cacing, breeding, perkandangan, dan hijauan pakan. Pengambilan sampel dilakukan terhadap seluruh anggota kelompok ternak (populasi) yaitu 25 responden anggota kelompok ternak domba di Kabupaten Majalengka dan 17 responden anggota kelompok ternak di Kabupaten Purwakarta. Penelitian dirancang dengan metode survai yang bersifat deskriptif korelasinal dengan tujuan untuk melihat hubungan antara variabel dalam populasi. Kwesioner dipersiapkan dengan jawaban secara terbuka dan tertutup. Karakteristik individu, perilaku komunikasi, ciri-ciri inovasi merupakan variabel bebas, sedangkan aspek-aspek dalam tahapan proses keputusan inovasi sebagai variabel terikat. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kwalitatif. Pengujian data menggunakan program SPSS for windows menggunakan statistik non-parametrik. Uji komparatif MannWhitney digunakan untuk hipotesa komparatif dua sample independen yang datanya ordinal (DANIEL, 1989) dengan rumus sebagai berikut: W=S-
N 1 (n 1 + 1) 2
S = adalah total peringkat contoh yang diambil dari populasi I N 1 = adalah ukuran contoh dari populasi 1 Untuk mengetahui hubungan peubah bebas dengan peubah terikat dan hubungan diantara variabel digunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman dengan rumus (SIEGEL, 1988) sebagai berikut.
Rs = 1 -
N 6 ∑ di2 i-1 N3 -N
rs di N
= Koefisien korelasi Rank Spearman = Perbedaan antara ranking = Banyaknya sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik perilaku komunikasi peternak Peubah yang diteliti dalam karakteristik perilaku komunikasi meliputi perilaku membicarakan informasi yang diperoleh, hadir dalam rapat kelompok, kekosmopolitan, keterdedahan, pemilikan media dan partisipasi sosial. Hasil analisa penelitian pada ke dua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1. Hasil uji beda Mann Whitney terhadap karakteristik perilaku komunikasi di dua lokasi penelitian tidak terdapat adanya perbedaan yang nyata pada seluruh peubah tersebut. Uraian secara singkat disampaikan berikut. Membicarakan informasi Membicarakan informasi merupakan salah satu cara untuk melakukan komunikasi antar peternak. Hasil analisa menunjukkan bahwa secara umum mayoritas responden (45%) pada katergori kadang-kadang membicarakan informasi dengan sesama kelompok maupun di luar kelompok. Sedangkan sisanya termasuk dalam kategori sering (40%) dan tidak pernah (15%). Mayoritas responden Majalengka membicarakan informasi yang diperoleh dalam kategori kadang-kadang, namun terdapat (16%) responden tidak pernah melakukan komunikasi dengan aggota peternak lainnya. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan responden Purwakrta meskipun mayoritas responden membicarakan informasi dalam kategori sering, tetapi dalam kategori tidak pernah cukup banyak. Terdapat indikasi bahwa semakin aktif responden membicarakan informasi, akan semakin banyak informasi yang diperoleh dan hal ini dapat meningkatkan pengetahuan mereka dalam bidang cara beternak dan diharapkan mampu merubah kebiasaan mereka dalam memelihara ternak yang selama ini belum tersentuh inovasi. Sehingga proses adopsi inovasi akan relatif lebih cepat. Dengan proses difusi diharapkan para responden tersebut akan menjadi sumber informasi oleh para peternak lain di sekitarnya.
325
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 1. Karakteristik perilaku komunikasi responden Perilaku
Majalengka %
Rataan
Purwakarta %
Rataan
Total %
Rataan
Nilai p
Membicarakan informasi 0 (tidak pernah)
16
1−4 kali/mgg (kadang2)
48
≥ 5 kali/mgg (sering)
36
7,4
12 41
5,4
15 45
6,4
NS
5,7
NS
1,9
NS
10,8
NS
40
47
Hadir dalam rapat kelompok 0 (tidak pernah)
-
1-4 kali/mgg (kadang2)
8
≥ 5 kali/mgg (sering)
92
5,7
6
5,7
6 93
94
Kekosmopolitan 0 (tidak pernah)
76
1-4 kali/bulan (kadang2)
24
≥ 5 kali/bulan (sering)
1,9
76 23
1,7
24 -
-
-
76
Keterdedahan > 16 jam/mgg (rendah)
36
17-32 jam/mgg (sedang)
60
≥ 32 jam/mgg (tinggi)
4
6
5
0 (tidak memiliki )
44
35
40
Radio saja
28
29
29
TV saja
8
18
12
Radio, TV dan media cetak
20
18
19
Tidak aktif (rendah)
16
35
21
Kurang aktif (sedang)
72
30
55
Aktif (tinggi)
12
35
24
11,0
76 18
8,8
56 39
Pemilikan media massa NS
Partisipasi sosial NS
NS (Non signifikan)
Hadir dalam rapat Baik responden Majalengka maupun Purwakarta hampir seluruh responden sering hadir dalam rapat kelompok dengan rata-rata (5,7) kali dari enam kali pertemuan. Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan tersebut dianggab penting karena kesempatan seperti ini mungkin jarang terjadi sebelumnya. Kegiatan tersebut selain dapat dipergunakan sebagai ajang tranfer teknologi dalam rangka menaikkan produktivitas dan pendapatannya, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan partisipasi peternak melalui
326
pengembangan kelompok atau swadaya masyarakat. Sebagaimana dinyatakan ROGERS (1983) dan MARDIKANTO (1992) bahwa pendekatan pembangunan dengan melakukan komunikasi kelompok lebih efektif. Keterdedahan media massa Keterdedahan terhadap media massa adalah lamanya waktu yang dipergunakan responden dalam kegiatan membaca, melihat dan mendengarkan pesan yang disampaikan dalam berbagai media. Keterdedahan media massa responden Majalengka terbesar pada kategori
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
sedang, sementara itu responden Purwakarta terbesar terdedah pada kategori rendah. Pada umumnya responden terdedah pada media televisi meskipun media televisi hanya dimiliki oleh (8%) responden Majalengka dan (18%) responden Purwakarta. Mereka menonton di tetangga dan masih terbatas pada aspek hiburan. Keadaan ini disebabkan minimnya program tayangan yang disediakan oleh media tersebut selain waktu tayang sering kali tidak sesuai dengan waktu nonton peternak. Hal serupa juga terjadi pada ketersediaan informasi teknologi bagi peternak sapi perah (MURTIYENI, 2002). Keterdedahan media cetak (majalah, brosur, koran dll) sangat kecil hal ini dapat dipahami karena jenis media tersebut sangat jarang tersedia di lokasi, disamping para responden sendiri berpendidikan rendah bahkan buta huruf. Kekosmopolitan Kekosmopolitan adalah keterbukaan seseorang pada informasi dengan melakukan kunjungan ke kota atau desa lainnya untuk mendapatkan berbagai informasi. Kekosmopolitan responden di kedua daerah penelitian secara umum tergolong pada kategori rendah, masing-masing lokasi menunjukkan nilai rata-rata 1,9 kali per bulan untuk Majalengka dan 1,9 kali per bulan untuk Purwakarta. Tingginya alokasi waktu untuk kegiatan sehari-hari disamping jarak tempat tinggal peternak dengan pusat informasi seperti dinas Peternakan dan pasar hewan relatif jauh, hal tersebut diduga sebagai penyebab rendahnya tingkat kosmopolitan di kedua lokasi penelitian. Partisipasi sosial Sebagian besar responden Majalengka mempunyai partisipasi sosial kurang aktif, (72%) sementara yang aktif hanya (12%), sebaliknya di Purwakarta responden yang mempunyai partisipasi sosial aktif lebih besar (35%) sedangkan kurang aktif (30%). Keadaan ini menggambarkan bahwa responden di kedua lokasi penelitian pada umumnya terlibat dalam organisasi sosial hanya sebagai anggota.
Persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi Persepsi adalah pendapat atau pandangan responden tentang ciri-ciri inovasi. Suatu inovasi teknologi dikenalkan kepada masyarakat pengguna dapat diterima atau ditolak (ROGERS dan SOEMAKER, 1971). Demikian pula inovasi teknologi introduksi yang disampaikan kepada peternak yang mencakup inovasi teknologi penyakit cacing, perkembangbiakan (breeding), perkandangan dan hijauan pakan. Penelitian ini digunakan peubah teori ROGERS dan SOEMAKER (1971) yang mencakup keuntungan relatif (profitability), kerumitan (complexity), kemudahan diakses (triability), kesesuaian dengan norma/kebutuhan (compatability) dan tingkat kemudahan untuk di lihat (observability). Secara umum uji beda persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi teknologi disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan uji beda persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi teknologi introduksi secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata diantara kedua lokasi penelitian. Rincian persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi tersebut ditampilkan pada Tabel 3. Profitability/keuntungan Keuntungan relatif adalah sejauh mana inovasi dianggap lebih baik atau lebih buruk dari cara-cara yang biasa dilakukan. Tranfer inovasi teknologi pengendalian penyakit cacing menurut persepsi responden Majalengka dan Purwakarta cenderung menguntungkan dengan rataan skor masing-masing 2,96 dan 2,94. Pemberian obat cacing telah memberikan keuntungan bagi peternak. Menurut responden dampak nyata yang dapat diamati yaitu ternak menjadi sehat, kotorannya tidak lembek (mencret), ternak menjadi gemuk dan nafsu makan baik. Demikian pula inovasi teknologi breeding, rataan skor persepsi responden Majalengka dan Purwakarta masing-masing sebesar 3 (menguntungkan) dan 2,94 (cenderung
327
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 2. Uji beda persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi teknologi ternak domba di lokasi penelitian Rataan skor persepsi responden terhadap introduksi teknologi
Ciri-ciri inovasi
Nilai p
Majalengka
Purwakarta
Profitability/menguntungkan
2,86
2,88
NS
Compatability/kesesuaian
2,70
2,56
NS
Complexity/kerumitan
2,86
2,88
NS
Triability/dapat dicoba
2,84
2,82
NS
Observabiliy/dapat diamati
2,98
2,83
NS
Nilai ciri-ciri inovasi 1 = tidak menguntungkan/tidak sesuai/rumit/sulit dicoba/sulit diamati 2 = kurang menguntungkan/kurang sesuai/cukup rumit/agak mudah dicoba/agak sulit diamati 3 = Menguntungkan/sesuai/tidak rumit/mudah dicoba/mudah di amati NS+ Non significan Tabel 3. Distribusi rataan skor persepsi peternak terhadap ciri-ciri inovasi teknologi domba/kambing Ciri-ciri inovasi
Rataan skor persepsi responden Parasit cacing
Breeding
Perkandangan/pagar
Legum
M
P
M
P
M
P
M
P
Profitability
2,96
2,94
3,00
2,94
3,00
2,94
3,00
3,00
Compatability
2,88
2,82
2,72
2,88
2,56
2,41
3,00
2,88
Complexity
2,92
2,76
2,64
2,94
3,00
2,82
2,80
3,00
Triability
2,88
2,88
2,72
2,82
2,80
2,52
3,00
2,90
Observability
3,00
2,94
2,96
2,94
3,00
2,64
3,00
2,80
M = Majalengka; P = Purwakarta Nilai ciri-ciri inovasi: 1 = Tidak menguntungkan/tidak sesuai/rumit/sulit dicoba/sulit diamati 2 = Kurang menguntungkan/cukup sesuai/cukup rumit/agak mudah dicoba/agak sulit di amati 3 = Menguntungkan/sesuai/tidak rumit/mudah di coba/mudah diamati
menguntungkan). Menurut persepsi responden hasil keturunan pejantan introduksi lebih besar, lebih sehat dan pertumbuhannya lebih cepat bila dibandingkan dengan keturunan pejantan lokal bahkan terdapat responden yang mengatakan bahwa umur 3 minggu anak keturunan pejantan introduksi hampir sama dengan umur 2 bulan anak keturunan jantan lokal. Menurut responden diperkirakan harga jual keturunan pejantan introduksi akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan keturunan pejantan lokal. Rataan skor persepsi responden pada teknologi perkandangan sebesar 3 untuk
328
responden Majalengka dan 2,94 untuk responden Purwakarta. Menurut sebagian besar responden mempunyai kandang sebagaimana yang dianjurkan dapat memberikan kenyamanan ternak, mudah merawat ternak dan mudah membersihkan kandang sehingga lingkungan sehat. Pada teknologi hijauan pakan, responden dikedua lokasi penelitian mempunyai persepsi menguntungkan. Hijauan pakan seperti Kaliandra, Glirisidia, Leucaena dan hijauan pakan lainnya tumbuh subur dan cukup banyak di kedua daerah tersebut. Introduksi hijauan pakan ternak khusus Kaliandra dan Glirisidia
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
mendapatkan respon yang baik, saat ini peternak telah memanfaatkan sebagai pakan ternak dan hal ini akan mengurangi kebutuhan rumput di samping menambah diversifikasi pakan. Compatability/sesuai dengan norma Suatu inovasi akan lebih cepat diadopsi apabila mempunyai kecocokan atau kesesuaian nilai atau norma dalam lingkungan masyarakat. Persepsi responden terhadap kesesuaian teknologi pengendalian parasit cacing dengan norma dikedua lokasi penelitian cenderung sesuai. Pemberian obat non tradisional untuk manusia dalam bentuk tablet, powder maupun cairan sering dilakukan responden untuk pengobatan penyakit pada ternak seperti kembung, mencret, tidak mau makan, luka dan lain-lain. Obat cacing dalam bentuk cairan yang diberikan secara oral (cekok) enderung sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat. Pada inovasi teknologi breeding, pendapat responden terhadap kesesuaian teknologi breeding pada responden Majalengka dan Purwakarta cenderung sesuai dengan norma. Pejantan Composit breed hasil penelitian Balitnak telah digunkan sebagai pemacek bagi sebagian besar ternak responden. Hasil keturunan diterima dengan baik, tetapi terdapat 16% responden Majalengka dan 12% responden Purwakarta kurang dapat menerima. Peternak mengharapkan pejantan keturunan bertanduk sedangkan pejantan yang di introduksikan tidak sebagai mana yang di harapkan. Hal tersebut erat hubungannya dengan kebutuhan hari raya qurban dimana jantan bertanduk merupakan salah satu persyaratan. Pada teknologi perkadangan, rataan skor persepsi responden Majalengka 2,56 dan 2,41 untuk responden Purwakarta, atau cenderung kurang sesuai dengan norma. Teknologi perkandangan yang diintroduksikan dalam beberapa hal kurang diinginkan responden terutama dalam hal tempat pakan dan penyekatan kandang. Pemeliharaan domba rakyat dalam skala besar dan cara pemeliharaannya dengan sistem gembala, ternak umumnya tidak disediakan tempat pakan, kecuali ternak yang baru melahirkan. Dengan demikian sistem kandang introduksi
dibutuhkan kandang yang cukup luas dan biaya yang cukup tinggi. Hal ini merupakan salah satu kendala bagi responden. Pendapat responden terhadap compatability hijauan pakan. Persepsi responden Majalengka terhadap hijauan pakan introduksi sesuai dengan norma, sedangkan responden Purwakarta mempunyai persepsi cenderung sesuai dengan norma. Terdapat sebagian kecil responden (8%) Purwakarta yang mengatakan bahwa pemberian hijauan pakan kurang sesuai karena meskipun hijauan pakan intoduksi banyak tumbuh di daerah tersebut, belum biasa digunakan sebagai pakan ternak. Complexity/tingkat kerumitan Complexity adalah tingkat kerumitan atau kesulitan suatu inovasi untuk dipahami dan dipraktekkan. Persepsi responden di kedua lokasi penelitian terhadap tingkat kesulitan pemahaman inovasi teknologi penanggulangan penyakit cacing cenderung kurang rumit. Pemberian obat cacing dengan sistem oral tidak asing lagi bagi peternak, karena cara tersebut sudah biasa dilakukan dalam pengobatan cara tradisional. Demikian pula teknologi Breeding, persepsi responden baik di Majalengka maupun Purwakarta terhadap terknologi breeding cenderung kurang rumit, namun demikian terdapat 12% responden belum pernah mencoba karena jantan introduksi yang ada dikelompoknya cukup galak. Tingkat kerumitan teknologi perkandangan menurut persepsi responden Majalengka dan Purwakarta cenderung tidak rumit. Menurutnya apabila mempunyai modal para responden mampu membuat kandang sebagaimana yang dianjurkan. Begitu pula persepsi responden pada hijauan pakan, bahwa responden Majalengka mempunyai persepsi tidak rumit sedangkan respoden Purwakarta cenderung tidak rumit. Ketersediaan hijauan pakan seperti glirisidia, kaliandra dan hijauan lainnya cukup banyak ditanam di pinggir kebun yang digunakan sebagai pagar hidup. Triability/kemudahan diakses Triability atau tingkat kemudahan diakses yaitu mudah tidaknya inovasi teknologi untuk
329
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
dicoba peternak. Introduksi paket teknologi inovasi pencegahan penyakit cacing dilakukan pada awal penelitian, kemudian kelompok diberi modal awal berupa obat cacing yang harus dikelola untuk pemenuhan kebutuhan selanjutnya. Besar biaya per ekor ternak dimusyawarahkan dalam kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan skor persepsi responden Majalengka dan Purwakarta menunjukkan nilai yang sama (2,88) atau mudah diterapkan. Pemberian stimuli atau rangsangan dengan pembinaan secara rutin dalam kurun waktu tertentu adalah salah satu metode persuasi dalam inovasi teknologi. Dengan demikian inovasi teknologi tersebut mudah untuk diikuti responden. Rataan skor persepsi responden terhadap triability teknologi breeding (2,72) untuk responden Majalengka dan (2,82) untuk responden Purwakarta, atau responden di kedua lokasi tersebut mempunyai persepsi bahwa teknologi tersebut cenderung mudah di coba. Inovasi teknologi breeding diberikan untuk perbaikan jenetik ternak setempat. Pejantan Composite breed hasil penelitian Balitnak diintroduksikan pada kedua lokasi penelitian masing-masing 2 ekor untuk lokasi Majalengka dan 3 ekor untuk lokasi Purwakarta. Penggunaan pejantan dilakukan secara bergiliran, namun demikian terdapat 12% responden Majalengka yang menyatakan agak sulit untuk mendapatkan giliran. Hal ini disebabkan kurangnya jumlah pejantan introduksi bila dibandingkan dengan skala usaha responden. Teknologi perkandangan di kedua lokasi penelitian masing-masing menunjukkan rataan skor (2,80) untuk Majalengka dan (2,52) untuk responden Purwakarta atau cenderung mudah diakses untuk dicoba. Beberapa persyaratan untuk membangun kandang yang baik dan sehat antara lain mecakup tata letak, model, bahan, kontruksi dan lainya. Secara teoritis kandang yang demikian dapat dikerjakan peternak. Tetapi dalam prakteknya masih cukup banyak peternak Majalengka yang belum merenofasi kandang sebagaimana yang diintroduksikan. Faktor biaya dan lokasi merupakan kendala yang dominan dihadapi responden. Rataan skor persepsi responden terhadap hijauan pakan sebesar 3 untuk responden Majalengka dan 2,9 untuk responden
330
Purwakarta. Hijauan pakan yang diintroduksikan sebagian sudah terdapat di kedua lokasi penelitian seperti lamtoro dan glirisidia tetapi responden selama ini belum memanfaatkan hijauan tersebut secara optimal. Penanaman jenis hijauan pakan serta rumput yang belum terdapat dilokasi penelitian telah dilakukan di tanah milik desa dan difungsikan sebagai demplot. Observability/mudah diamati atau diakses Observabilitas yaitu tingkat kemudahan suatu inovasi teknologi untuk diamati atau diakses. Hasil penelitian tranfer inovasi teknologi parasit cacing memperlihatkan bahwa rataan skor responden Majalengka dan responden Purwakarta hampir sama yaitu mudah diamati. Obat parasit cacing introduksi dalam bentuk cair dikemas dalam tempat khusus sehingga dapat dilihat dengan mudah, begitu pula cara pemberian obat cacing dapat diamati dengan mudah. Rataan skor responden terhadap teknologi breeding pada kedua lokasi penelitian hampir tidak berbeda dan keduanya cenderung pada persepsi tidak rumit. Sitem perkawinan dengan pejantan introduksi dilakukan secara alami. Pejantan tersebut mempunyai exteriur yang cukup besar namun demikian perkawinan dapat dilakukan di padang penggembalaan, dan hal ini merupakan kebiasaan peternak untuk melakukan perkawinan, namun demikan terdapat 8% yang menyatakan kesulitan cara mengawinkan karena terdapat pejantan introduksi yang relatif galak. Tingkat manfaat yang nyata terhadap teknologi breeding memeprlihatkan bahwa, peternak di kedua lokasi tersebut mempunyai persepsi cenderung mudah diamati. Hasil keturunan pejantan composit rata-rata responden menyatakan lebih besar dibandingkan hasil keturunan pejantan lokal. Rataan persepsi responden Majalengka dan Purwakarta terhadap observability perkandangan mempunyai persepsi yang sama yaitu mudah diamati. Proses pengambilan keputusan Tahapan proses pengambilan keputusan Inovasi teknologi mencakup adanya
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
adopsi inovasi. Berbeda dengan tahap konfermasi, hanya pada teknologi breeding pada responden Purwakarta yang menunjukkan (100%) responden mengadopsi, namun demikian baik responden Majalengka dan Purwakarta menunjukkan nilai yang cukup tinggi pada teknologi inovasi parasit cacing dan hijauan pakan, tetapi pada teknologi perkandangan menunjukkan nilai yang paling rendah diantara teknologi tersebut.
pengetahuan atau informasi, sikap berminat, keputusan untuk mencoba dan konfirmasi untuk mengadopsi. Hasil penelitian terhadap proses tersebut disampaikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa seluruh responden telah mendapatkan informasi atau pengetahuan inovasi teknologi pencegahan penyakit cacing, breeding, perkandangan dan hijauan pakan. Tingginya nilai pada tahap tersebut pada masing masing lokasi di pengaruhi oleh kegiatan transfer teknologi yang telah dilakukan selama enam bulan sebelum penelitian ini dilakukan. Begitu pula pada sikap berminat, hampir seluruh responden menyatakan berminat terhadap teknologi yang diintroduksikan. Pada tahap keputusan mencoba pada teknologi penyakit cacing seluruh responden telah mencoba inovasi tersebut, karena responden telah dibantu dalam pengadaan obat cacing yang dikelola kelompok. Pada inovasi teknologi breeding, seluruh responden Purwakarta telah mencoba, namun terdapat sebagian kecil responden Majalengka yang kawatir akan keselamatan ternak pejantan. Berbeda dengan teknologi perkandangan, masih terdapat cukup banyak responden yang belum mencoba merenovasi kandangnya belum mencoba dikarenakan terbatasnya penjantan disamping terdapat responden yang dikarenakan terbatasnya dana. Pada intoduksi hijauan pakan, seluruh responden telah mencoba memberikan hijauan pakan introduksi. Ketersediaan pakan introduksi di daerah tersebut sangat membantu dalam keputusan responden dalam tahap mencoba, sehingga hal ini akan memperlancar proses
Hubungan antara karakteristik responden dengan proses pengambilan keputusan inovasi teknologi pada tingkat konfermasi inovasi teknologi Faktor perilaku komunikasi meliputi membicarakan informasi, hadir dalam rapat, kekosmopolitan, keterdedahan, pemilikan media dan partisipasi sosial. Proses pengambilan keputusan yang diuji hanya pada tingkat konfermasi dengan tujuan untuk mengetahui apakah responden melanjutkan mengadopsi atau tidak setelah pemberian. Hubungan antara faktor perilaku komunikasi dengan tingkat konfermasi Hubungan antara faktor perilaku komunikasi yang meliputi membicarakan informasi, hadir dalam rapat, kosmopolitan, pemilikan media informasi dan partisipasi sosial pada dua lokasi penelitian disampaikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Distribusi responden terhadap proses pengambilan keputusan inovasi teknologi Proses pengam bilan keputusan Informasi inovasi
Inovasi teknologi Parasit cacing
Breeding
Perkandangan
Hijauan pakan
M (%)
P (%)
M (%)
P (%)
M (%)
P (%)
M (%)
P (%)
100
100
100
100
100
100
100
100
Sikap berminat
96
94
92
100
96
82
96
100
Keputusan mencoba
100
100
88
100
64
64
100
100
Konfermasi adopsi
88
88
80
100
44
52
96
88
M = Majalengka P = Purwakarta
331
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Dari hasil analisa menunjukkan bahwa pada lokasi Majalengka, perilaku komunikasi pada indikator kosmopolitan, pemilikan media informasi dan partisipasi sosial masing-masing cenderung mempunyai hubungan signifikan positif dan nyata pada taraf α 0,15 (tingkat kepercayaan 85) terhadap tingkat konfermasi teknologi yang diterima. Artinya bahwa semakin sering responden mencari informasi
keluar lingkungan, semakin banyak memiliki media informasi dan semakin tinggi partisipasi sosial maka akan semakin tinggi tingkat konfermasi (adopsi) teknologi yang disampaikan. Pada lokasi Purwakarta hanya pada indikator pemelikan media informasi terjadi hubungan signifikan positif dan nyata pada
Tabel 5. Nilai koefisien korelasi rank sperman (rs) dan probabilitas (p) antara perilaku responden dengan tingkat konfermasi teknologi Tingkat konfermasi teknologi
Perilaku Komunikasi
Majalengka
Purwakarta
Membicarakan informasi
rs
-.084
0.000
p
.818
1.000
Hadir dalam rapat
rs
.012
.339
p
.955
.184
rs
.352
.119
p
.084*
.648
rs
.301
.327
p
.144
.200
Pemilikan media informasi
rs
.310
.407
p
.131*
.105*
Partisipasi sosial
rs
.225
.327
p
.131*
.200
Kosmopolitan Keterdedahan
* = ada hubungan nyata pada α 0,15
Tabel 6. Nilai koefisien korelasi rank sperman (rs) dan probabilitas (p) antara persepsi responden dengan tingkat konfermasi/adopsi teknologi Tingkat konfirmasi teknologi
Persepsi responden Profitability/menguntungkan Compotability/kesesuaian
Majalengka
Purwakarta
rs
--.196
.339
p
.347
.184
rs
.000
.493
p
1.000
.044**
rs
.012
.019
p
.955
.943
Triability/dapat dicoba
rs
-.108
.494
p
.605
.044**
Observabiliy/dapat diamati
rs
-.196
.339
p
.347
.184
Complexity/kerumitan
** = ada hubungan nyata pada α 0,05
332
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
taraf α 0,15 (tingkat kepercayaan 85%). Hal ini mengindikasikan bahwa media massa (televisi dan radio) mempunyai peranan yang penting sebagai sumber informasi teknologi peternakan. Hubungan antara persepsi responden dngan tingkat konfermasi Hubungan antara perilaku komunikasi responden dengan faktor individu reseponden dikedua lokasi penelitian dsampaikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat disampaikan bahwa persepsi responden (compatability dan triability) mempunyai hubungan nyata positif pada responden Purwakarta. Artinya inovasi teknologi yang semakin sesuai dan semakin mudah dicoba. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Terdapat perbedaan nyata pada faktor/karakteristik responden peternak kambing/domba di dua lokasi penelitian (umur, pengalaman, dan skala usaha), sedangkan (pendidikan formal, pendidikan non formal dan motivasi ikut kelompok) faktor perilaku komunikasi tidak ada perbedaan yang nyata. Proses adopsi inovasi (informasi, minat, mencoba dan konfirmasi) di kedua lokasi penelitian pada umumnya menunjukkan nilai yang tinggi, hanya pada teknologi kandang memperlihatkan tingkat konfermasi (adopsi) yang rendah. Persepsi responden terhadap ciri-ciri inovasi teknologi (profitability, triability, observability dan compatability) di kedua lokasi penelitian tidak terdapat adanya perbedaan yang nyata, umumnya responden mempunyai nilai persepsi yang tinggi. Faktor perilaku komunikasi (kosmopolitan, pemilikan media informasi dan partisipasi sosial) di lokasi Majalengka mempunyai hubungan nyata dengan tingkat konfermasi, sedangkan di lokasi Purwakarta hanya pada indikator pemilikan media informasi mempunyai hubungan nyata dengan tingkat konfermasi. Faktor perilaku komunikasi
(membicarakan informasi) mempunyai hubungan signifikan positif pada faktor individu (populasi dan motivasi) di kedua lokasi penelitian, sedangkan hadir dalam rapat dan keterdedahan terjadi hubungan signifikan negatif hanya pada faktor individu (umur) pada responden Purwakarta. Partisipasi sosial terjadi hubungan signifikan positif hanya pada faktor individu (populasi) di lokasi Purwakarta. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. BATUBARA. L.P, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, L. HALOBO, S. GINTING J. SIARAH dan E. SIBITE. 2000. Teknologi Budidaya Domba pada Lahan Perkebunan di Sumatera Utara. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 3(1): 29−37. DENIEL, W.W. 1989. Gramedia, Jakarta.
Statistik
Terapan.
PT
HAVELOCK, RG. 1971. Innovation Through Dissemination and Utilization of Knowledge. Michigan LIONBERGER, HF. 1968. Adoption of New Ideas and Practice. USA. The Lowa State Univ. Press. MARDIKANTO, T. 1992. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret Universitas Press. Surakarta. MURTIYENI. 2002. Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Sumber Informasi Teknologi Peternakan. Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. PAMUNGKAS S.D, GUNAWAN, L. AFFANDI dan D.E. WAHYONO. 1998. Adopsi Teknologi Budidaya ayam Buras di Pedesaan: Suatu Kajian di Lokasi Pilot Project Pengembangan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT) Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 1−2 Desember 1998. ROGERS, EM and F. SOEMAKER. 1971. Communication of Innovation Across Cultural Approach. Second Edition. New York. The Free Press. ROGERS, EM. 1983. Difusion of Innovation. Third Edition, New York: The Free Press. A Division of Macmilan Publising Co, Inc.
333
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
SIEGEL, S. 1988. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Alih Bahasa oleh SUYATI, Z. dan L. SIMATUPANG. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
SUDARYANTO. T dan M. SYAFAAT. 1993. Pengaruh Teknologi dan Lingkungan Produksi Terhadap Kesenjangan Pendapatan antar Agrobisnis Team. Forum Penelitian Repro Ekonomi. FAE 10(2) dan 11 (1), juni 1993.
SETIOKO, A.R., P. P. KETAREN dan SUPRIYATI. 1999. Tekhnologi Peternakan Hasil Penelitian Balai Penelitian Ternak yang Siap Dipakai Peternak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
SUPENDY, R. 2000. Analisis Berbagai Faktor yang Berpengaruh Terhadap Adopsi Inovasi Teknologi Produksi Kakao. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 3(2): Desember 2000. hlm. 6−14.
SOEKARTAWI. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
SURYANA A dan R. NURMALA, 1989. Pemuda Pedesaan di Sektor Pertanian. Forum Statistik K 7(4); 14−15. TUBB dan MASS. 1983. Human Comunication. Fourth Edition. New York.
DISKUSI Pertanyaan: Apa kelebihan dan kekurangan suatu konsep pembangunan peternakan berdasarkan produksi driven dan innovation driven ? Jawab: 1.
Pembangunan peternakan berdasarkan produksi driven adalah kegiatan ekonomi dalam sektor peternakan yang berorientasi pada peningkatan produksi. Jadi produksi merupakan motor penggerak. Kelebihannya adalah populasi dan penambahan berat hidup ternak dapat ditingkatkan dengan baik. Sedangkan kekurangannya adalah bila populasi tinggi sedangkan permintaan turun, harga akan jatuh, sehingga meskipun terjadi peningkatan produksi belum tentu dapat menjamin adanya peningkatan pendapatan atau kesejahteraan.
2.
Pembangunan peternakan berdasarkan innovation driven yaitu kegiatan ekonomi dalam sektor peternakan yang berorientasi pada pasar atau permintaan sehingga innovasi teknologi atau industri pengolahan merupakan motor penggerak. Kelebihannya adalah adanya industri pengolahan hasil peternakan primer, sehingga tumbuh adanya perdagangan baik di pasar domestik maupun internasional. Terciptanya berbagai produk olahan seperti cornet, sosis, bakso, abon, dendeng dan lain-lain sehingga produk tahan lama. Disampinmg itu terbukanya lapangan kerja. Kekurangannya adalah membutuhkan perencanaan yang matang dan investasi serta penciptaan inovasi teknologi.
334