Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PEMANFAATAN ENERGI PAKAN TERCERNA DAN TINGKAH LAKU MAKAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI DAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG AMPAS TEH (Digestible Energy Utilization and Feeding Behavior in Ongole Crossbred Cattle Fed with Rice Straw Supplemented with Concentrate Containing Tea Waste) M.F. HARLISTYO, PARYANTO, K.A. NUGROHO, S. DARTOSUKARNO, R. ADIWINARTI, E. PURBOWATI, M. ARIFIN dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang
ABSTRACT This study was conducted to determine digestible energy utilization of rice straw and tea waste at different level on Ongole Crossbred (OC) cattle. Twelve Ongole Crossbred cattle with initial body weight averaged at 226.04 ± 18.05 kg were used in this study. Animals were randomly divided into three groups for three treatments, i.e. first group (T1) were fed on 10% tea waste and 90% rice bran, the second group (T2) were fed on 20% tea waste and 80% rice bran, and the third group (T3) was fed on 30% tea waste and 70% rice bran. Parameters measured were energy intake, digestible energy intake and its conversion to produce body weight gain (BWG). The BWG was measured after the animal being raised for 8 weeks. The result showed the energy intake of cattle in T1, T2, and T3 were not different, being 119.84, 106.70 and 141.70 MJ/day, respectively, digestible energy (46.89, 47.03, and 68.19 MJ/day) and average BWG (0.149 kg, 0.123 kg and 0.102 kg), as well as the conversion energy intake (778.46, 1534.75, and 2003.29 MJ/kgBWG), and digestible energy (328.02, 646.69, and 844.11 MJ/kgBWG). The chewing time for eating in T3 (498.34 minutes) was longer than in T1 (486.67 minutes) and T2 (492.22 minutes) as well as chewing time for rumination T3 (532.08 minutes) was longer than T1 (515.00 minutes) and T2 (514.44 minutes). The conclusion of this study was tea waste had no effect in energy utilization on Ongole Crossbred. Key Words: Ongole Crossbred Cattle, Rice Straw, Tea Waste, Energy Utilization, Feeding Behavior ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pemanfaatan energi tecerna pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi pakan jerami padi dengan suplementasi ampas teh pada tingkat yang berbeda. Dua belas sapi PO dengan bobot awal rata-rata sebesar 226,04 ± 18,05 kg digunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut secara acak dibagi menjadi tiga kelompok untuk tiga perlakuan, yaitu kelompok pertama (T1) diberi pakan ampas teh 10% dan dedak padi 90%, kelompok kedua (T2) diberi pakan ampas teh 20% dan dedak padi 80%, dan kelompok ketiga (T3) diberi ampas teh 30% dan dedak padi 70%. Semua perlakuan diberikan jerami ad libitum. Parameter yang diukur adalah asupan energi, asupan energi tecerna dan konversi untuk menghasilkan pertambahan bobot hidup (PBH). PBH diukur setelah dipelihra selama 8 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan energi ternak di T1, T2, dan T3 tidak berbeda, masing-masing 119,84, 106,70 dan 141,70 MJ/hari, energi dicerna (46,89, 47,03, dan 68,19 MJ/hari) dan PBHH rata-rata masing-masing, 0,149 kg, 0,123 kg dan 0,102 kg, serta konversi asupan energi (778,46, 1.534,75, dan 2.003,29 MJ/kgBWG), dan konversi energi tecerna (328,02, 646,69, dan 844,11 MJ/kgBWG). Waktu mengunyah untuk makan di T3 (498,34 menit) lebih lama daripada di T1 (486,67 menit) dan T2 (492,22 menit) serta waktu mengunyah untuk ruminasi T3 (532,08 menit) lebih lama dibandingkan dengan T1 (515,00 menit) dan T2 (514,44 menit). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ampas teh hingga 30% tidak memiliki pengaruh terhadap pemanfaatan energi pada sapi PO. Kata Kunci: Sapi Peranakan Ongole, Jerami Padi, Ampas Teh, Pemanfaatan Energi, Tingkah Laku Makan
309
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENDAHULUAN Produktivitas sapi PO yang rendah diantaranya disebabkan karena sapi ini banyak dipelihara oleh peternak lokal dengan manajemen pakan yang kurang baik, secara kualitas dan kuantitas pakan tidak terpenuhi serta ketersediaan pakan masih fluktuatif dipengaruhi oleh musim. Biasanya oleh peternak lokal pemberian pakan dilakukan dengan trial and error, tanpa mengetahui kandungan gizi pakan yang cukup. Sebagai akibat dari manajemen pakan yang kurang baik, maka berpengaruh pada produktivitas berupa pertambahan bobot hidup dan efisiensi pakan. Pakan yang berkualitas tinggi akan memberikan aktivitas makan dan ruminansi yang lebih pendek dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah pada jumlah pemberian yang sama. Selain itu, tingkah laku makan pada sapi dipengaruhi oleh jenis pakan, umur sapi, suhu lingkungan dan keadaan gigi sapi (ENSMINGER et al., 1993). Pakan yang dikonsumsi akan dikunyah beberapa kali, untuk kemudian ditelan dan disimpan sementara dalam rumen dalam bentuk bolus (HAFEZ, 1975). Energi diperlukan oleh ternak untuk melakukan proses-proses tubuh dan fungsi-fungsi produksi (ANGGORODI, 1979). Pakan yang dikonsumsi ternak akan dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh. Energi bruto yang diperoleh dari pakan akan dimanfaatkan oleh tubuh ternak menjadi energi tercerna, sedangkan yang tidak dapat dimanfaatkan (dicerna) akan dikeluarkan dalam bentuk feses. Energi tercerna selanjutnya akan dimanfaatkan oleh tubuh berupa energi metabolis sedangkan yang tidak dimanfaatkan akan keluar sebagai energi methane (gas) dan urin. Energi metabolis ini kemudian sebagian digunakan untuk proses pengolahan pakan dan terhitung sebagai panas (heat increament), sedangkan yang tersisa adalah energi netto yang dimanfaatkan untuk hidup pokok dan produksi (PARAKKASI, 1999). Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk meningkatkan produksi ternak dan menekan biaya pakan, diperlukan bahan pakan alternatif yang relatif mudah didapat, harga terjangkau dan berkualitas baik. Ampas teh merupakan hasil sampingan dari industri minuman teh. Ampas teh dapat dipakai sebagai pakan sumber protein karena mengandung protein kasar sebesar 22%
310
(BEGUM et al., 1996) dan serat kasar sebesar 40,3% (HASIL ANALISIS LABORATORIUM BIOKIMIA MIPA UNDIP, 2009). Ternak ruminansia paling banyak memperoleh energi dari pakan yang mengandung serat kasar tinggi (ARORA, 1995). Dijelaskan lebih lanjut bahwa serat kasar tersebut banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa. Semakin tinggi kandungan zat tersebut dalam pakan menyebabkan semakin rendah daya cernanya (RIANTO dan PURBOWATI, 2009). Selulosa dan hemiselulosa dalam pencernaan ruminansia akan diubah menjadi asam lemak, untuk selanjutnya diubah menjadi energi (FRANDSON, 1992). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji produktivitas, pemanfaatan energi pakan dan tingkah laku makan pada sapi PO yang diberi pakan jerami padi serta ampas teh dan dedak padi dengan level yang berbeda. Dampak positif apabila energi yang dimanfaatkan lebih besar dari energi yang terbuang, maka energi yang tersimpan lebih banyak sehingga deposisi energi yang diubah menjadi semakin besar. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi PO dengan bobot hidup awal rata-rata 226,04 ± 18,05 kg, (CV = 7,99%) umur 1 – 1,5 tahun. Sapi-sapi tersebut dibagi menjadi 3 perlakuan yang berbeda dengan 4 ulangan. Bahan pakan yang digunakan adalah jerami padi, ampas teh dan dedak padi, dengan kandungan nutrisi dapat dilihat pada Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam total koleksi antara lain ember, harness, skop, jerigen dan timbangan. Pengukuran pemanfaatan energi tecerna dilakukan dengan total koleksi menggunakan harness. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdapat 4 ulangan. Ternak diadaptasikan dengan pakan perlakuan selama empat minggu. Pakan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan ternak, hijauan berupa jerami padi diberikan secara ad libitum dan konsentrat yang terdiri dari campuran ampas teh 10% dan dedak padi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan dalam 100% BK Bahan pakan
BK
Abu
LK
PK
SK
BETN
Jerami padi
69,96
21,62
1,82
7,28
52,24
17,05
Campuran AT 10%
78,00
21,52
2,06
8,96
48,55
13,69
Campuran AT 20%
70,65
22,14
2,05
12,51
48,35
19,38
Campuran AT 30%
70,35
21,57
2,10
13,87
45,33
21,91
PK: protein kasar; LK: lemak kasar; SK: serat kasar; BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen
90%; ampas teh 20% dan dedak padi 80%; ampas teh 30% dan 70% diberikan dengan pertimbangan yaitu perhitungan bahan kering 2% bobot hidup diberikan pada pagi hari (pukul 07.00 WIB) dan sore hari (15.00 WIB). Pemberian air minum secara ad libitum. Sanitasi kandang dan ternak dilakukan 2 kali sehari. Pengambilan data tingkah laku dilakukan pada minggu kedua selama 3 x 24 jam. Data diperoleh dengan mengamati tingkah laku makan secara manual dan komputer. Pengamatan secara manual dengan mengisi form tingkah laku makan per lima menit. Aktifitas mengunyah akan dideteksi oleh Tape Switch kemudian diterjemahkan oleh konventer Keyence yang sudah dihubungkan dengan computer dengan program khusus Wave Thermo. Aktifitas mengunyah dideteksi dengan akurasi 1/10 detik (tiap 10 detik sekali dicatat grafik kunyahannya). Data yang diperoleh dari form tingkah laku makan dirata-rata menjadi 24 jam. Data yang diperoleh dari Komputer diolah dengan program Botecnt dan Ketsugo kemudian dimasukkan ke program excel dan digabungkan dengan data manual. Parameter yang diamati adalah pertambahan bobot hidup harian (PBHH) yang diukur selama 10 minggu, konsumsi BK, konsumsi energi bruto, energi dalam feses, energi tercerna, dan konversi energi (terkonsumsi dan tercerna). Parameter tersebut dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Konsumsi BK = ∑ Konsumsi BK pakan × % BK pakan ....(1) Energi terkonsumsi = Konsumsi BK pakan (kg) × energi bruto dalam pakan ……………………………(2) Energi feses = ∑ feses × energi feses (kal/g) ..................(3)
Energi tercerna = Energi bruto terkonsumsi – energi feses (kal/g) ………………………………….(4) Konversi energi terkonsumsi = Energi bruto terkonsumsi (kal) ...............(5) PBHH (kg) Konversi energi tercerna = Energi tercerna .........(6) PBHH (kg) PBHH =Bobot hidup akhir – Bobot hidup awal (kg) Lama pemeliharaan (hari) .................................................................(7)
Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam dan diuji dengan t-test (GASPERSZ, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Sapi nomor 7 pada T1 dan nomor 5 pada T2 tidak dimasukkan dalam perhitungan analisis statistik, karena sapi tersebut sakit. Jumlah sapi yang digunakan untuk analisis statistik 10 ekor, terdiri atas 3 ekor pada T1, 3 ekor pada T2 dan 4 ekor pada T3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas teh antara 10% sampai 20% dalam konsentrat tidak ada perbedaan (P > 0,05) terhadap konsumsi BK, rata-rata konsumsi energi, pengeluaran energi feses, energi tercerna konversi energi, waktu kunyah makan, waktu kunyah ruminasi dan PBHH ditampilkan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa konsumsi BK total (lihat Tabel 2) tidak berbeda nyata (P > 0,05). Tidak adanya perbedaan konsumsi BK total karena konsumsi BK konsentrat dan konsumsi BK jerami padi juga tidak berbeda nyata (P > 0,05). Konsumsi BK konsentrat yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa konsentrat dengan ampas
311
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Rata-rata konsumsi BK, konsumsi energi, pengeluaran energi, energi tercerna, konversi energi, waktu Kunyah makan, waktu kunyah ruminasi dan PBHH Parameter Konsumsi BK total (kg/hari)
T1
T2
T3
Keterangan
7,25
6,94
7,41
tn
Jerami padi
2,78
2,66
2,75
tn
Konsentrat
4,47
4,29
4,66
tn
119,84
106,70
141,70
tn
Konsumsi energi (MJ/hari) Pengeluaran feses (MJ/hari)
72,95
59,67
73,51
tn
Pengeluaran feses (% GE)
61,11
55,92
51,52
tn
Energi tercerna (MJ/hari)
46,89
47,03
68,18
tn
Energi tercerna (% GE)
39,13
44,08
48,12
tn
Kecernaan energi (%)
38,89
44,08
48,48
tn
Konversi energi terkonsumsi (MJ/kg PBHH)
778,46
1534,75
2003,29
tn
Konversi energi tercerna (MJ/ kg PBHH)
328,02
646,69
844,11
tn
Waktu kunyah makan (menit)
486,67
492,22
498,34
tn
Waktu kunyah ruminasi (menit)
515,00
514,44
532,08
tn
PBBH (kg)
0,149
0,126
0,102
tn
tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P > 0,05)
teh 10 – 30% mempunyai palatabilitas yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat (PARRAKASI, 1999), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabitas ternak terhadap pakan yang diberikan. Menurut KONDO et al. (2004), ampas teh mengandung tanin yang menurut SILANOKOVE et al. (1994) dapat menurunkan feed intake, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan ampas teh 10 – 30% dalam konsentrat tidak menurunkan konsumsi pakan sapi PO. Tidak berbeda nyatanya konsumsi jerami padi kemungkinan disebabkan karena kemampuan sapi mengkonsumsi BK yang sama. Jerami padi dikonsumsi oleh sapi untuk memenuhi kekurangan kebutuhan BK setelah sapi mengkonsumsi konsentrat. Rata-rata konsumsi energi tiap pelakuan (T1, T2, dan T3) secara berturut-turut adalah 119,84 MJ/hari, 106,70 MJ/hari dan 141,70 MJ/hari. Konsumsi energi harian dari sapi PO antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Konsumsi energi pada penelitian ini telah memenuhi kebutuhan energi sapi PO, ditunjukkan dengan adanya kenaikan bobot hidup. Kenaikan bobot hidup tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi
312
energi telah memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi sapi PO Konsumsi energi berhubungan dengan jumlah konsumsi pakan. Semakin tinggi jumlah konsumsi pakan, akan semakin tinggi pula konsumsi energinya dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999) bahwa konsumsi energi akan meningkat apabila disertai dengan konsumsi pakan yang meningkat pula. Rata-rata energi tercerna tiap pelakuan (T1, T2, dan T3) secara berturut-turut adalah 46,89 MJ/hari, 47,03 MJ/hari dan 68,19 MJ/hari. Energi tercerna antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Hal ini karena berhubungan dengan tingkat kecernaan pakan sehingga berpengaruh terhadap energi yang dimanfaatkan dan energi yang terbuang bersama feses. Pada penelitian ini pengeluaran energi feses yaitu berturutturut dari T1, T2, dan T3 adalah 60,87; 55,92; dan 51,87%, persentase tersebut adalah normal. Kandungan energi yang keluar bersama feses adalah 20 – 60% (TILLMAN et al., 1991; PARAKKASI, 1999). Persentase energi tercerna terhadap energi bruto berturut-turut dari perlakuan T1,T2, dan T3 adalah 39,13; 44,08; 48,12%. Konversi energi yang terkonsumsi untuk membentuk 1 kg bobot hidup dari
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
perlakuan T1, T2, dan T3 masing-masing sebesar 778,46, 1534,75, dan 2003,29 MJ/kg PBHH. Konversi energi yang tercerna pada sapi yang diberi konsentrat roti dan dedak padi masing-masing adalah 328,02, 646,69, dan 844,11 MJ/kg PBHH. Waktu kunyah ruminasi lebih lama daripada waktu kunyah makan pada Tabel 2. Hal ini dikarenakan waktu kunyah ruminasi berkaitan dengan aktivitas berdiri dan berbaring sedangkan waktu kunyah makan berkaitan dengan aktivitas berdiri. Ternak lebih banyak melakukan aktivitas ruminasi dalam keadaan berbaring karena waktu ruminasi pada malam hari lebih panjang dibandingkan pada siang hari. Hal ini sesuai pendapat HAFEZ (1975) yang menyatakan bahwa ternak lebih suka melakukan aktivitas ruminasi dalam keadaan berbaring (65 – 80%) dari total waktu ruminasi. Rata-rata PBHH tiap perlakuan (T1, T2 dan T3) berturut-turut yaitu 0,149, 0,126 dan 0,102 kg Rata-rata PBHH dari seluruh perlakuan ini adalah 0,126 ± 0,023 kg. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BK, konsumsi energi, energi tercerna, dan energi termetabolis juga tidak berbeda nyata. Pertambahan bobot hidup tersebut lebih rendah dari pendapat TILLMAN et al. (1991) yang menyatakan bahwa PBBH sapi PO umur 1 – 2 tahun adalah 0,21 kg. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa semua parameter yang diamati yaitu konsumsi BK, konsumsi energi, pengeluaran energi, energi tercerna, waktu kunyah ruminasi, waktu kunyah makan dan konversi energi tidak ada pengaruh antar perlakuan. Hal ini menunjukkan pengaruh dari perlakuan pakan jerami padi serta ampas teh dan dedak padi dengan level yang berbeda tidak memberikan pengaruh pada pemanfaatan energi pakan sapi PO.
DAFTAR PUSTAKA ANGGORODI. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh: MUWARNI, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. BEGUM, J., M.R. ISLAM. A. REZA, M.M. RAHMAN and M.S. ZAMAN. 1996. Effect of Sumplementation of different Levels of Tea Waste on the Perfomance of Growing Calves. Bangladesh Livestock Research Institute, Savar, Dhaka, Bangladesh. ENSMINGER. 1993. Dairy Cattle Science. 3rd Ed., Interstate Publishers, Inc, Danville. FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HAFEZ, E.S.E. 1975. The Behaviour of Domestic Animals. 3rd Ed. The Williams and Wilkinds Company, Baltimore. KONDO, M., K. KITA and H. YOKOTA. 2004. Effect of tea leaf waste of green tea, oolong tea and black tea addition on sudangrass silage quality and in vitro gas production. J. Sci. Food Agric. 84: 721 – 727. NATIONAL RESEARCH COUNCIL. 1984. Nutrient Requirment of Beef Cattle (8th Ed.). National Academy Press, Washington D.C. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. RIANTO, E. dan E. PURBOWATI. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. SILANIKOVE, N., Z. NITSAN and A. PEREVOLOTSKY. 1994. Effect of daily supplementation of polyethylen glycol on intake and digestion of tanin-containing leaves (Cernatonia siliqua) by sheep. J. Agric. Food Chem. 42: 2844 – 2847. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
313