Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
OPTIMALISASI PAKAN BERSERAT TINGGI MELALUI SISTEM PERENGGANGAN IKATAN LIGNOSELULOSA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA (Optimalization of high fibrous diet trough breaking of lignocellulose bonds in improving the quality of agricultural waste products as ruminant feed) HARFIAH Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan km 10, Makassar
ABSTRACT The purpose of research was to improve nutritive value, palatability, and digestibility of rice straw for ruminant feeding and to improve its availability especially in he dry season through breaking the bonds of lignocellulose to increase the Access of rumen microbes in digesting cellulose as energy source.To attain the aims, 4 periods of experiment have been conducted. The first step was the isolation of lactic acid bacterial (Laktobacillus sp.) and cellulolytic bacterial (Acetobacter liqufacens) from the ruminal liquid of cattle and lignolytic microbes (white rot fungi) was obtained from palm oil waste and proliferated at compos media. The second step was to test the inoculum of microbes lactic acid, cellulolytic, and lignolytic were fermented with alkaline treated rice straw and sulphuric + molasses. The experiment was carried out factorially (3 x 5) according to completely randomised design. Factor A the fermentation time, namely 10, 20, and 30 days. Factor B was the fermentation types, which were A0 = rice straw without any treatment, A = rice straw treated with alkaline, A = A1 + urea, B = A1+ lactic acid bacterial, C = B + cellulolytic bacterial, D = C + white rot fungi, and E = D + sulphuric and molasses. The third period was in vitro evaluation of fermented rice straw. Parameters measured were dry matter and organic matter in vitro digestibility. Fiber fraction of straw was analysed acording to the Van Soest and Goering Procedures. Other nutrients were analyzed using proximate analysis. The fourth period was in vivo study. Analysis of variance indicated that treatment affected (P < 0.05) the contents of crude protein, ether extract, crude fiber, BETN, ADF, NDF, cellulose, hemicellulose, lignin, and silica of rice straw fermented at each period of fermentation time, 10, 20, or 30 days. Further analysis indicated that treatment affected (P < 0.05) dry matter and organic matter In vitro digestibility of fermented rice Straw. In conclusion, rice straw fermented for 10 days and treatment E with gave the best results for improving the nutritive value and digestibility of rice straw. Key Words: Digestibility, Rice Straw, Cellulolytic Microbes, Lignolytic Microbes ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas dan kecernaan limbah pertanian (jerami padi) sebagai pakan ruminansia, dan untuk menjamin ketersediaan pakan secara berkesinambungan (terutama pada musim kemarau). Sistem perenggangan ikatan lignoselulosa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mikroba mencerna selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber energi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka 3 tahap percobaan telah dilaksanakan. Tahap pertama adalah mengisolasi bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) dan bakteri selulolitik (Acetobacter liquefaciens) dari cairan rumen sapi Bali, dan mikroba lignolitik (fungi pelapuk putih/white rot fungi) diisolasi dari limbah kelapa sawit dan dibiakkan pada media kompos. Tahap kedua adalah pengujian inokolum bakteri dalam medegradasi fraksi serat jerami padi. Mikroba asam laktat, selulolitik, dan lignolitik difermentasikan pada jerami padi yang telah diberi perlakuan alkali dan ditambah mineral sulfur dan molases. Rancangan yang digunakan pada tahap kedua adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 5 dengan 5 kali ulangan. Dimana faktor A merupakan fase fermentasi (10, 20 dan 30 hari), dan faktor B merupakan komposisi perlakuan yaitu: A0 = jerami padi tanpa perlakuan (kontrol), A1 = jerami padi dengan perlakuan alkali (kontrol), A = jerami padi hasil perlakuan alkali (A1) + urea, B = A + bakteri asam laktat, C = B + bakteri selulolitik, D = C + mikroba lignolitik dan E = D + sulfur dan molases. Pada tahap ke tiga dilakukan analisis nilai nutrisi pakan (analisis proksimat dan
123
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Van Soest), dan pengujian daya cerna in vitro untuk melihat kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa interaksi perlakuan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kandungan protein kasar, lemak kasar, serat kasar, BETN, ADF, NDF, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika jerami padi yang di fermentasi pada fase fermentasi 10, 20 dan 30 hari. Demikian pula kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi fermentasi menunjukkan pengaruh nyata (P < 0,05). Interaksi perlakuan dan lama fermentasi di uji dengan Beda Nyata Terkecil. Kesimpulan fermentasi jerami padi perlakuan E dengan fase fermentasi 10 hari memberikan hasil terbaik dalam hal peningkatan nilai nutrisi dan kecernaan jerami padi. Kata Kunci: Kecernaan, Jerami Padi, Fermentasi, Mikroba Selulolitik, Mikroba Lignolitik
PENDAHULUAN Salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan adalah pakan, selain faktor genetik dan managemen peternakan itu sendiri. Pemberian bahan pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya akan berdampak terhadap penampilan produksi ternak sesuai dengan potensi genetiknya. Nilai potensial suatu bahan pakan terhadap penampilan produksi ternak ditentukan oleh komposisi kimia yang terkandung di dalamnya, harga, ketersediaannya serta efek pemberian pakan terhadap penampilan produksi ternak. Ketersediaan bahan pakan konvensional semakin terbatas, hal ini disebabkan pengembangan produksi hijauan yang terbentur pada masalah lahan yang semakin sempit ditambah pula oleh kualitas hijauan daerah tropis yang rendah. Oleh karena itu, perlu dicari sumber daya yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai pengganti hijauan. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki produk samping pertanian yang cukup banyak dan tersedia sepanjang tahun. Namun pemanfaatan produk samping pertanian tersebut untuk bahan pakan ternak ruminansia belum optimal. Penyebabnya adalah kurang disukai ternak dan kualitas gizinya rendah, sementara pakan hijauan lain masih banyak tersedia terutama dari vegetasi alami. Namun demikian pada musim kemarau, ketersediaan vegetasi alami semakin berkurang sehingga perlu diupayakan pemanfaatan sumber pakan lain, seperti produk samping pertanian. Jerami padi merupakan salah satu produk samping pertanian yang ketersediaannya cukup berlimpah. Namun jerami padi tanpa perlakuan tergolong bahan pakan yang berkualitas rendah. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan terus dilakukan untuk
124
meningkatkan kualitas jerami padi agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan secara optimal, terutama untuk ternak ruminansia. Salah satu cara yang cukup menjanjikan dalam usaha peningkatan nilai nutrisi dan daya cerna limbah pertanian adalah meniru lebih jauh kondisi yang terjadi secara holistik di dalam rumen-retikulum dengan memanfaatkan inokulum mikroba selulolitik, lignolitik, dan Lactobacillus sp. (sumber asam), penggunaan larutan basa (kapur), dan penggunaan amoia/NH3 (urea) dalam proses fermentasi. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah peningkatan nilai nutrisi, palatabilitas, dan kecernaan jerami padi sebagai pakan ruminansia. Dengan memberikan perlakuan yang meniru lebih jauh proses pengolahan pakan yang terjadi secara holistik di dalam rumen-retikulum, sehingga dapat meningkatkan kemampuan mikroba rumen dalam mencerna selulosa dan hemiselulosa untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber energi. MATERI DAN METODE Penelitian pengukuran nilai nutrisi jerami padi fermentasi dan daya cerna in vitro dirancang berdasarkan rancangan acak lengkap pola faktorial (GASPERSZ, 1991) dengan 2 faktor, 5 perlakuan dan 5 kali ulangan, pengaruh nyata perlakuan diuji lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menggunakan paket software SPSS (SPSS, 2003). Susunan perlakuan penelitian sebagai berikut: 1. Faktor A lama fermentasi A1 = 10 hari A2 = 20 hari A3 = 30 hari 2. Faktor B komposisi perlakuan A = jerami padi hasil perlakuan alkali (A1) + urea 4%
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
B C D E
= A + bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) 5% = B + bakteri sellulolitik 5% = C + kapang pelapuk putih 1 g/kg jerami = D + mineral (sulfur) 0,4% dan molases 4%
A0: Jerami padi tanpa perlakuan A1: Jerami padi dengan perlakuan alkali; hanya sebagai pembanding (kontrol) Jerami padi (A0) yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dipotong-potong 3-5 cm, kemudian direndam dalam air kapur (40 gram kapur dilarutkan dalam 10 liter air) selama 48 jam (SAADULLAH et al., 1981). Selanjutnya dicuci dengan air 5 liter/kg jerami padi dan dikeringkan di bawah sinar matahari (A1). Dilanjutkan dengan fermentasi sesuai dengan komposisi perlakuan di atas (A, B, C, D, dan E) dan disimpan dalam polybag (suasana anaerob). Kemudian disimpan sesuai dengan lama fermentasi (A1 = 10 hari, A2 = 20 hari, dan A3 = 30 hari). Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan penilaian kualitas jerami padi yang meliputi warna, aroma, pH, tekstur, dan ada atau tidaknya jamur. Selanjutnya dilakukan analisis proksimat (AOAC, 1990), analisis Van Soest (GOERING dan VAN SOEST, 1970) dan pengukuran daya cerna in vitro (MCLEOD dan MINSON, 1978). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proksimat, Van Sost, dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi perlakuan alkali, fermentasi dengan urea, bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri selulolitik (Acetobacter liquefaciens), mikroba lignolitik (jamur pelapuk putih/white rot fungi), serta mineral sulfur dan molases dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap nilai nutrien dan kecernaan. Variasi komposisi zat-zat makanan diantara sampel pakan menyebabkan perbedaan kemampuan mikroba untuk mendegradasi pakan tersebut. Kemampuan degradasi mikroba rumen terhadap ke-5 sampel pakan tersebut
diatas dapat dilihat dari rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro (Tabel 3). Sedangkan laju perubahan nilai nutrien dan kadar fraksi serat jerami padi selama fermentasi terlihat pada Gambar 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa fermentasi jerami padi berdasarkan perlakuan alkali, amoniasi, fermentasi dengan bakteri asam laktat, bakteri selulolitik dan mikroba lignolitik pada fase fermentasi 10 hari dengan perlakuan E mampu menurunkan kandungan serat kasar sedangkan kandungan protein kasar dan BETN pakan jerami padi mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan pendapat TILLMAN (1991) bahwa penurunan serat kasar bahan pakan secara proporsional akan berakibat terhadap peningkatan kadar protein kasar dan BETN. Lebih lanjut dijelaskan bahwa serat kasar juga mempunyai energi total yang besar tetapi lebih lambat dicerna dan lebih sedikit jumlahnya dibanding dengan BETN. Perubahan kadar protein kasar, serat kasar, dan BETN jerami padi selama proses fermentasi hingga 30 hari menunjukkan bahwa kadar protein kasar jerami padi fermentasi untuk semua perlakuan, dari awal fermentasi kadar protein kasar lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan selanjutnya mengalami peningkatan pada perlakuan E yang difermentasi selama 10 hari. Demikian pula halnya dengan fase fermentasi 20 hari. Hal ini membuktikan adanya aktifitas mikroba dalam proses fermentasi. Sebagaimana hasil penelitian AKIN dan BENNER (1998) bahwa bakteri Acetobacter liquefaciens berdasarkan uji identifikasi diketahui mampu memfermentasi gula lebih baik dibandingkan dengan isolat bakteri lainnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ternyata isolat Acetobacter liquefaciens juga mampu meningkatkan kandungan protein kasar jerami padi. Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar protein kasar jerami padi fermentasi. Tabel 1 memperlihatkan bahwa perlakuan A, B, C tidak berbeda nyata (P > 0,05), namun ketiga perlakuan ini nyata lebih rendah dari perlakuan D. Perlakuan E nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A, B, C, dan D. Perbedaan kandungan protein kasar ini menunjukkan bahwa penambahan zatzat tersebut pada waktu fermentasi dapat meminimalkan kegagalan proses ensilase dan
125
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
memperbaiki nilai nurisi jerami padi. Hal ini sejalan dengan pendapat BOLSEN et al. (2005) bahwa penambahan zat-zat tertentu dapat menurunkan terjadinya fermentasi sekunder sehingga inhibitor yang merangsang fermentasi oleh mikroorganisme sebagai stimulan dan sebagai sumber nutrisi untuk memperbaiki proses ensilase. Kandungan protein kasar yang optimal diperoleh pada perlakuan E yang merupakan perlakun paling komplit (perlakuan alkali + Urea 4% + bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) 5% + bakteri selulolitik (Acetobacter liquefaciens) 5% + mikroba lignoliti (jamur pelapuk putih) 1 g/kg jerami + Mineral (Sulfur) 0,4% dan molases 4%). Hal ini membuktikan
adanya aktifitas dan kemampuan mikroorganisme dalam memanfaatkan molases sebagai sumber karbohidrat terlarut untuk berkembang biak dan menekan tumbuhnya bakteri yang dapat memecah protein dalam proses proteolisis. Bakteri asam laktat mempunyai peranan penting dalam pengawetan bahan pakan/pangan dan melawan bakteri patogen melalui senyawa peptida antimikroba. Oleh karena itu asam laktat akan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik. Penambahan urea juga dapat meningkatkan total N dalam bahan pakan sehingga turut menunjang kenaikan protein kasar (BALDWIN, 1995).
Tabel 1. Rataan nilai nutrien jerami padi fermentasi Waktu fermentasi 0 hari (kontrol)
Jenis suplemen A0 A1
10 hari
20 hari
30 hari
PK (%)
SK (%)
BETN (%)
NDF (%)
ADF (%)
HemiSelulos a (%)
Selulosa (%)
5,19
38,8
35,53
78,03
60,25
17,78
43,39
5,75
28,69
38,54
75,01
55,82
19,19
33,50
a
b
b
a
a
b
36,31a
A
6,13
B
6,33a
35,10b
55,89b
80,42a
59,52a
20,90b
36,91a
C
5,86a
34,79a
56,49c
80,29b
62,24b
18,05a
39,63c
D
6,91
b
b
a
c
b
c
36,51a
E
7,69c
31,59a
53,67a
82,78b
64,25c
18,53a
38,52b
Rataan
6,38
35,79
55,11
81,57
64,25
20,31
37,58
c
b
a
a
39,07c
a
35,57
36,92
b
55,53
53,99
79,29
85,08
58,55
61,75
20,74
23,33
A
6,49
B
6,70b
38,23c
51,88b
79,85b
59,36a
20,49a
37,36b
C
6,40
a
c
b
b
a
a
36,65b
D
6,13a
36,21b
30,67a
76,95a
63,98b
13,87b
33,55a
E
7,48
c
32,03
a
35,04
a
77,31
a
62,40
b
13,42
b
35,99b
Rataan
6,64
36,48
44,59
78,67
60,89
17,70
36,52
b
a
c
81,35
b
62,61
a
18,74
a
38,19a
80,89
b
61,58
a
19,19
a
39,44a
A
6.66
a
37,78 38,14
36,52
b
52,85 52,53
52,72
b
78,42 80,83
58,60 59,95
19,82 20,88
B
6,42
C
6,14a
38,59b
51,89c
78,46a
62,67a
15,79bc
41,54b
D
6,90
b
a
a
a
b
b
39,16ab
E
6,69b
36,55a
31,10a
78,84a
64,41b
14,43b
38,11a
Rataan
6,56
37,17
43,89
79,56
63,33
16,41
39,29
38,10
36,09
47,53
32,19
78,27
65,37
13,91
Rataan dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05); NDF : neutral detergent insoluble fiber ADF : acid detergent insoluble fiber
126
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Rataan daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik (%) jerami padi fermentasi sesuai dengan perlakuan Lama fermentasi (hari) 0 (kontrol)
10 hari
20 hari
Perlakuan
DCBK
DCBO
A0
39,65
38,33
A1
37,28
37,72
A
33,87a
36,57 a
B
34,96b
37,07b
C
34,49
b
38,45b
D
35,50c
38,11b
E
41,27d
41,07c
Rataan
34, 78
37,50
A
35,00
a
40,74b
B
39,48b
39,45b
C
36,42
b
37,04a
D
35,27a
37,85a
E
b
36,07
39,08b
Rataan
36,45
38,83
37,63
b
40,33b
B
36,77
b
36,74a
C
37,01b
39,71b
D
35,16a
38,37a
E
b
36,00
39,06b
Rataan
36,51
37,29
A 30 hari
Rataan dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05); DCBK : daya cerna bahan kering DCBO : daya cerna bahan organik
Keadaan tersebut membuktikan bahwa kandungan protein kasar jerami padi perlakuan E dapat dipertahankan, karena protein kasarnya sama dengan kandungan protein kasar hijauan segar (7,69%). Hal ini didukung oleh adanya sistem kerja dari inokulum mikroba, dimana populasi bakteri asam laktat cukup stabil selama proses fermenasi berlangsung, sehingga bakteri lain yang sifatnya merusak tidak dapat hidup. Kandungan serat kasar untuk masa fermentasi 10 hari memperlihatkan perlakuan A, B, dan D tidak berbeda nyata, perlakuan C dan E nyata (P < 0,05) lebih rendah dibanding perlakuan A, B, dan D. Namun kandungan serat kasar perlakuan alkali (kontrol) lebih rendah dibanding kelima perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena perlakuan alkali
(A1) dapat merombak ikatan lignoselulosa pada dinding sel jerami padi, sehingga memudahkan penetrasi molekul enzim mikroba dalam mendegradasi komponen dinding sel jerami padi. Sebagaimana pendapat Komar (1984) bahwa pengolahan pakan secara alkali dengan prinsip kerja memutuskan ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin dan silika, akan memudahkan penetrasi molekul enzim mikroba dalam mendegradasi dinding sel jerami padi. Sedangkan perubahan kadar BETN jerami padi fermentasi untuk semua perlakuan, dari awal fermentasi (perlakuan A) kadar BETN lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan selanjutnya mengalami peningkatan pada perlakuan A, B, dan C yang difermentasi selama 10 hari.
127
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Selanjutnya mengalami penurunan pada perlakuan D dan E pada seluruh fase fermentasi (10, 20 dan 30 hari) lebih rendah dari kadar BETN awal fermentasi. Masa fermentasi 10 hari memperlihatkan kandungan BETN perlakuan D dan E tidak berbeda nyata, perlakuan A dan B nyata (P < 0,05) lebih tinggi dari perlakuan D dan E. Perlakuan C nyata (P < 0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A, B, D dan E. Terjadinya penurunan kandungan BETN pada perlakuan D dan E sebagai akibat dari proses fermentasi, dimana mikroba cenderung memanfaatkan BETN sebagai sumber energi untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroba selama proses fermentasi, meskipun pada perlakuan E mengandung molses dan sulfur. Hal ini sesuai pendapat WIDYOBROTO et al. (1995) bahwa mikroorgansme membutuhkan nutrien untuk dapat bertahan hidup. Sumber nutrien untuk mikroorganisme rumen diklasifikasikan sebagai berikut: energi yang didapatkan dari karbohidrat pakan, nitrogen untuk membentuk protein tubuhnya yang didapatkan dari nitrogen makanan atau NPN (urea), dan nutrien yang berhubungan dengan sistem enzim dan sintesa vitamin (mikroba rumen). Perubahan kadar hemiselulosa, selulosa NDF, ADF, lignin dan silika dipengaruhi oleh komposisi pelakuan. Peningkatan kadar hemiselulosa dan selulosa tidak bermasalah bagi ternak ruminansia karena ternak ruminansia dapat memanfaatkan hemiselulosa dan selulosa sebagai sumber energi, asalkan tidak dalam bentuk kristalisasi selulosa. Polisakarida dinding sel sebenarnya merupakan sumber energi potensial. Namun karena dinding sel tidak terdegradasi selama melewati saluran pencernaan ruminansia, maka energi yang ada di dalamnya tidak dapat termanfaatkan dengan baik yang dapat mengakibatkan rendahnya penampilan ternak. Hal ini dapat terjadi karena adanya kandungan lignin dan silika yang berikatan dengan polisakarida komponen dinding sel tanaman, sehingga mengakibatkan struktur dinding sel menjadi sangat kuat. Adanya lignin dan silika ini menyebabkan kecernaan menjadi rendah. Menurunnya kadar NDF, ADF, selulosa, dan lignin setelah dilakukan perlakuan alkali (perlakuan A1) menunjukkan telah terjadinya perenggangan ikatan lignoselulosa. Sehingga
128
memudahkan penetrasi enzim selulase mencerna selulosa demikian pula halnya dengan hemiselulosa, menjadi sumber energi bagi mikroorganisme. Hal ini terbukti pada hasil kecernaan in vitro bahan kering yang optimal terjadi pada perlakuan E pada masa fermentasi 10 hari. Sebagaimana hasil penelitian AKMAL (1994) bahwa menurunnya kandungan NDF dan ADF disebabkan karena selama berlangsungnya fermentasi terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan aktivitas mikroba yang berkembang, serta dipertahankannya kondisi anaerob. Tingginya nilai kecernaan bahan kering dan rendahnya kandungan lignin pada perlakuan E dibandingkan dengan perlakuan lainnya, karena adanya aktivitas jamur pelapuk putih mendegradasi lignin sehingga kadar lignin mengalami penurunan diikuti oleh penurunan kadar silika. Hal ini sejalan dengan pendapat VAN SOEST (2006) hanya jamur pelapuk putih yang mampu mendegradasi lignin secara efektif. Lebih lanjut HATAKA (2001) menjelaskan bahwa substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme ini adalah selulosa dan hemiselulosa dan degradasi lignin terjadi pada akhir pertumbuhan primer melalui metabolisme sekunder dalam kondisi defisiensi nutrien seperti nitrogen, karbon atau sulfur. Perlakuan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap persentase kecernaan in vitro bahan kering, bahan organik, jerami padi hasil fermentasi. Hal ini dipengaruhi oleh aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam mencerna bahan kering, bahan organik, NDF, dan ADF jerami padi yang telah mengalami proses perenggangan ikatan lignoselulosa sebelum difermentasi, dengan perlakuan alkali (larutan kapur). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian LAMID (2008) bahwa enzim selulase dapat digunakan sebagai bahan biokatalis untuk mendegradasi pakan berserat kaya hemiselulosa dan selulosa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa enzim selulase ini dapat dimanfaatkan pada pakan ternak ruminansia untuk mengantisipasi global warming. Kecernaan jerami padi fermentasi 10 hari pada perlakuan B dan C tidak berbeda nyata, tetapi nyata lebih tinggi (P < 0,05) dari perlakuan A. Perlakuan D nyata lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan A, B, dan C. Perlakuan E nyata lebih tinggi (P < 0,05) dari perlakuan A, B, C, dan D.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Kecernaan jerami padi fermentasi (Tabel 2) perlakuan E adalah yang terbaik karena perlakuan E merupakan perlakuan yang paling komplit (alkali/lautan kapur + urea/sumber NPN + bakteri asam laktat + bakteri selulolitik + mikroba lignolitik + sulfur + molases) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap kinerja bakteri asam laktat, selulolitik, serta degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih dan senyawa alkali, sehingga memudahkan penetrasi enzim mikroorganisme dalam mencerna dinding sel jerami padi selama proses fermentasi berlangsung. Sebagaimana hasil penelitian HIDANAH (2008) bahwa isolat bakteri selulolitik Acetobacter liquefaciens dapat digunakan sebagai inokulum untuk meningkatkan kualitas jerami padi, serta dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas ternak domba. Lebih lanjut dijelaskan oleh MOSIER at al. (2005) bahwa degradasi lignin membutuhkan enzim ekstraseluler yang tidak spesifik karena lignin mempunyai struktur acak dengan berat molekul yang tinggi. Lignin biasanya terakumulasi selama proses degradasi lignoselulosa. Lignin selain dapat didegradasi oleh sekelompok mikroorganisme, dalam kondisi lingkungan tertentu dapat juga didegradasi oleh faktor abiotik seperti senyawa alkali (HEDJAZIA et al., 2009) atau radiasi ultra violet (VÄHÄTALO et al., 1999). Jerami padi fermentasi (Tabel 2) perlakuan A mempunyai angka kecernaan terendah (P < 0,05) diantara ke-4 pakan lainnya, oleh karena kandungan protein jerami padi hasil perlakuan alkali (A) sangat rendah yaitu 6,13% sedangkan kandungan serat kasarnya relatif tinggi (35,57%), NDF 79,29%, ADF 58,55%, hemiselulosa 20,74%, selulosa 36,31%, dan lignin 11,68% (Tabel 1) menghasilkan nilai kecernaan 33,87% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan degradasi protein oleh mikroba menguntungkan dengan rendahnya kualitas protein pakan tersebut. Sebab mikroba rumen mendegradasi protein dalam ransum menjadi asam amino selanjutnya sebagian asam amino berubah menjadi NH3. Asam amino hasil degradasi protein tersebut digunakan oleh mikroba mensintesis protein tubuhnya. Urea sebagai sumber NH3 juga sangat dibutuhkan oleh mikroba rumen sebagai sumber N untuk mensintesis protein, akan
tetapi harus diberikan bersama sumber energi mudah terpakai (molases) terutama dalam bentuk karbohidrat yang mudah dicerna (RAC). Level NH3 optimum dalam rumen untuk memaksimalkan sintesis protein oleh mikroba rumen adalah 50 – 80 mg NH3-N/dl cairan rumen (VAN SOEST et al. 1985). Apabila ransum cukup mengandung protein maka sebagian besar N yang digunakan oleh bakteri rumen diambil dari asam amino atau peptida dan bukan dari amonia. Amonia dalam rumen berasal dari tiga sumber yaitu: degradasi protein dan NPN ransum, hidrolisis urea yang didaur ulang ke rumen, dan degradasi protein mikroba. Selain digunakan oleh mikroba rumen untuk mensintesis asam amino, amonia rumen juga dapat hilang dari rumen melalui jalur lain yaitu diserap melalui dinding rumen dan diteruskan ke hati serta terdorong ke omasum (RUSSELL dan RYCHLIK, 2001). KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengolahan pakan berserat kasar tinggi (jerami padi) dengan meniru lebih jauh proses pengolahan pakan yang terjadi secara holistik di dalam rumen-retikulum dengan perlakuan alkali, amoniasi fermentasi dengan mikroba asam laktat, selulolitik, dan lignolitik mampu meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaan jerami padi sabagai pakan ternak ruminansia. 2. Fase fermentasi 10 hari dengan perlakuan E memberikan hasil terbaik dalam hal peningkatan nilai nutrien dan kecernaan jerami padi. 3. Disarankan penelitian lebih lanjut mengenai teknologi pakan komplit dalam bentuk wafer jerami fermentasi dan dicobakan langsung pada ternak sapi, kambing, dan domba, serta ternak lainnya. DAFTAR PUSTAKA AKIN, D.E. and R. BENNER. 1998. Degradation of polysaccharides and lignin by ruminant bacteria and fungi. Appl. Environ. Microbiol. 54(5): 1117 – 1125.
129
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th ed. Association of Official Analytical Chemists, Washington, DC., USA. AKMAL. 1994. Pemanfaatan Wastelage Jerami Padi sebagai Bahan Pakan sapi FH Jantan. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. BALDWIN, R.L. 1995. Modelling Ruminant Digestion and Metabolism. Chapman & Hall. Baldwin, London. BOLSEN, K.K., G. ASHBELL and S.M. WILKINSON. 2005. Silage Additives. In: Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. WALLACE, R.J. and A. CHEESON (Eds.). VCH. Weinheim. GASPERZ, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Teknik dan Biologi. CV Armico, Bandung. GOERING, H.K. and P.J. VAN SOEST. 1970. Forage Fiber Analysis (Apparatus, reagents, procedures, and some application). Agric. handbook 379, ARS., USDA., Washington DC, USA. HATAKKA A. 2001. Biodegradation of lignin. In: Steinbüchel A. [ed] Biopolimers. Vol 1: Lignin, Humic Substances and Coal Germany: Wiley VCH. pp. 129 – 180. HEDJAZIA, S., O. KORDSACHIAB, R. PATT, A.J. LATIBARID and U. TSCHIRNERE. 2009 Alkaline sulfite–anthraquinone (AS/AQ) pulping of wheat straw and totally chlorine free (TCF) bleaching of pulps. J. Idustrial Crops and products 29: 27 – 36. HIDANAH, S. 2008. Isolat Bakteri dan Jamur Selulolitik Feses Jerapah sebagai Inokulum untuk Meningkatkan Kualitas Jerami Padi dan Produktivitas domba. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Air Langga, Surabaya. KOMAR, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Padi sebagai Bahan Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Jakarta. LAMID, M. 2008. Optimalisasi Potensi Enzim Xilanase Produksi Mikroba Rumen dalam Biodegradasi Hemiselulosa pada Jerami padi sebagai Strategi Pemberian Pakan Ruminansia. Disertasi. Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.
130
MCLEOD, M.N. and D.J. MINSON. 1978. The Accuracy of the Pepsin Cellulose Technique for Estimating Digestibility the Dry Matter Digestibility In Vivo of Grass and Legume. Anim. Sci. Tech. pp MOSIER, N., C.E. WYMAN, B.E. DALE, R.T. ELANDER, Y.Y. LEE, M. HOLTZAPPLE and M.R. LADISCH. 2005. Features of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomass. Bioresource Technol. 96: 673 – 686. RUSSELL, J.B. and J.L. RYCHLIK. 2001. Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292: 1119 – 1122. SPSS. 2003. SPSS for Windows. SPSS Inc. SAADULLAH, M. HAQUE and F. DOLBERQ. 1981. Treatment of Rice Straw With Lime. Departement of General Animal Science, Bangladesh Agricultural Universiy, Mymrnsingh, Bangladesh. VÄHÄTALO A.V., K. SALONEN, M. SALKINOJAand A. HATAKKA. 1999. SALONEN Photochemical mineralization of synthetic lignin in lake water indicates rapid turnover of aromatic organic matter under solar radiation. Biodegradation 10: 415 – 420. VAN SOEST, P.J. and J.B. ROBERTSON. 1985. Analysis of forages and fibrous food. A Laboratory Manual for Animal Science, vol. 613. Cornell University, Ithaca, New York. p. 202. VAN SOEST, P.J. 2006. Rice straw, the role of silica and treatments to improve quality. Anim. Feed Sci. Tech. 130: 137 – 171. WIDYOBROTO, B.P., R. PADMOWIJOTO dan R. UTOMO. 1995. Degradasi Bahan Organik dan Protein Secara In Sacco Lima Rumput Tropik. Bull. Peternakan Vol. 19.