Pd
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN (ACCEPTANCE) PETANI TERHADAP PRODUK REXAYASA GENETIKA
GUSPRI DEVI ARTANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belurn diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau d i i t i p dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2009
GUSD Devi ~ ~Artanti NRP.I051060151
ABSTRACT
GUSPRI DEVI ARTANTI. Analysis of Determinant Factors of Farmers Acceptance on Genetically Modified Organisms (GMO) Product. Supervised by HARDINSYAH, DEWA K.S. SWASTIKA, and RETNANINGSIH This cross sectional study was aimed at analyzing determinant factors of farmer's acceptance on GMO Product. For these purpose 300 farmers was selected from Jombang District (East Java) and Deli Serdang District (North Sumatera), 150 farmers each. Data collected include acceptance, knowledge, and perception of farmers on GMO. A logistic regression was applied to analyze the determinant factors of farmer's acceptance on GMO. The result showed the factor determined the farmer's acceptance was farmer's knowledge on GMO which is negatively associated. This negative respond is mainly due to lack of understanding of farmers on GMO. They just know that there is a GMO but they have not yet understood what the GMO is. The knowledge of the farmer's on GMO was different between the two areas. The farmers hope GMO food could be marketed if it can give a high quality of agriculture product, higher productivity and socialization on GMO by the government. In order to increase acceptance of farmer's on GMO, the government should promote scientific evidence on both advantage and disadvantage of growing GMO seeds.
Keyword: Acceptance, Farmer, Genetically Modzped Organisms Product
RINGKASAN GUSPRI DEVI ARTANTI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika. Dibimbing oleh HARDINSYAH, DEWA K.S. SWASTIKA, dan RETNANINGSIH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengadaan dan peredaran Produk Reltayasa Genetika (FRG) di Indonesia, menganalisis penerimaan petani tehadap PRG dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta menganalisis pengetahuan, persepsi, dan harapan petani terhadap PRG. Desain penelitian ini adalah cross sectional studi, Sampel dalam penelitian ini adalah 300 petani yang diambil secara sengaja (purposive sampling) dari Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Kriteria sampel petani adalah orang yang bekerja di lahan pertanian pangan, baik miliknya sendiri maupun bekerja pada lahan pertanian orang lain. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi dokurnenllaporan tentang penggunaan benih, luas tanam, dan peredaran PRG baik berupa pangan maupun nonpangan; dokumen tentang regulasi, kesepakatan, pedoman, dan standar tentang atau yang berkaitan dengan PRG baik nasional maupun intemasional; dan data tentang luas areal dan tingkat produktivitas pertanian di setiap kabupaten yang menjadi lokasi penelitian. Data primer dikumpullcan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan dan pemyataan tentang karakteristik petani, pengetahuan, persepsi, dan penerimaan petani terhadap PRG, terkait manfaat, kerugian, peredaran, penyediaan, pengaturan (regulasi) tentang PRG serta harapan petani terhadap PRG dan pertanian di Indonesia. Analisis faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap PRG dilakukan dengan regresi logistik, untuk menganalisis perbedaan karakteristik petani di dua kabupaten dilakukan dengan mengunakan uji beda (t test), dan untuk menganalisis hubungan tingkat pendidilcan dengan pengetahuan dan persepsi petani tentang PRG dianalisis dengan kolerasi Spearman 's. Status tanaman pangan PRG masih dalam tahap pengujian laboratorium dan lapang, sedangkan tanaman nonpangan PRG yang pemah dilepas di lingkungan adalah kapas NU Cotton 35B (Bolgard) di Sulawesi Selatan pada tahun 2000-2002. Bahan pangan PRG terutama kedelai dan jagung, diyakini telah masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya perlindungan dengan mengeluarltan berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pangan, keamanan hayati, dan lteamanan pangan produk pertanian rekayasa genetika. Nalnun i~nplementasidari undang-undang tersebut belum mendapat perhatian yang n~emadaiserta belum ada perkembangan yang berarti dan sangsi penegakan hukum bagi pelanggar. Hasil analisis penerimaan petani terhadap PRG menunjukkan bahwa 59.7% petani menyatakan menerima PRG. Skor penerimaan terhadap PRG pada petani di Kabupaten Deli Serdang lebih baik bila dibandingkan dengan skor penerimaan petani di Kabupaten Jombang, dan secara statistik menggunakan uji t menunjuklcan perbedaan terhadap penerimaan PRG pada petani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.000). Lebih dari 90% petani setuju bahwa konsumsi produk pangan PRG lebih baik dan lebih aman bila dibandingkan dengan mengkonsumsi produk pangan berformalin, pangan yang
terinfeksi virus flu bumg, pangan yang menimbulkan diare dan pangan yang diberi pewama. Sekitar 49% petani menduga penggunaan pakaian dari kapas PRG lebih nyaman dan 48% petani menduga bahwa penggunaan perabot rumah tanggdmeubel yang terbuat dari lcayu jati PRG lebih awet. Hanya 26.2% petani yang memberilcan pemyataan bahwa untuk menjaga kesehatan, tidak akan mengkonsumsi prod~~k pangan PRG dan 28.2% tidak akan menggunakan produk nonpangan PRG. Hasil uji regresi logistik menunjukkan hanya variabel pengetahuan yang signifikan mempengamhi penerimaan petani terhadap PRG dengan hubungan yang negatif, artinya semakin tahu petani tentang keberadaan PRG maka semakin tidak menerima PRG. Hal ini terutama disebabkan karena ~ tahu tentang keberadaan PRG dan belum punya pemahaman petani b m selcedar tentang apa PRG itu. Oleh karena itu, mereka cenderung menolak. Nilai OR menunjukkan bahwa petani yang tahu tentang keberadaan PRG memiliki peluang untuk menerima PRG sebesar 0.5 kali lebih kecil dibandingkan petani yang belum tahu. Hasil analisis pengetahuan petani terhadap PRG diperoleh sekitar 14.3% petani yang tahu dengan baik tentang PRG. Kurangnya pengetahuan petani terhadap PRG diduga karena rendahnya tingkat pendidikan dari petani serta kurangnya informasi dan sosialisasi tentang PRG pada petani. Skor pengetahuan petani tentang PRG di Kabupaten Deli Serdang lebih baik dari pada petani di Kabupaten Jombang, dan secara statistik dengan menggunakan uji t menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan petani terhadap PRG di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p =0.000). Sebanyak 80.3% petani memiliki persepsi menerima terhadap PRG, dimana mayoritas petani setuju jika di Indonesia telah beredar produk pangan dan nonpangan PRG, sebanyak 68% petani setuju jika pangan PRG mempunyai lcualitas yang baik, sebanyalc 96.3% petani menyatakan setuju bahwa ketika pemerintah alcan melepas PRG, hendaknya ada informasi dan keterbukaan kebijakan. Hasil Uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi tentang PRG antara petani di lcabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p =0.360). Variabel pendidikan mempunyai hubungan yang erat terhadap variabel pengetahuan (p=0.001). Akan tetapi variabel pendidikan tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel persepsi (p=0.879). Sebanyak 50.7% petani yang memberilcan masukan dan harapannya bagi peredaran PRG dan perkembangan pertanian di Indonesia menyatakan, PRG terutama produk pangan bisa diedarkan jilta mampu memberikan ltualitas hasil yang tinggi dengan harga benih yang murah dan mudah diperoleh, PRG dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia, dan diharapkan pemerintah serta instansi terkait dapat mensosialisasilcan PRG pada seluruh masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah untuk menyampailcan infolmasi dan sosialisasi lcepada masyarakat baik dari segi manfaat maupun lcen~gianPRG serta inelakukan pengawasan terhadap peredaran dan pelepasan PRG sebagai usaha perlindungan bagi konsumen dari kemungkinan dampak negatif yang ditimbullcan dan bagi pelaksanaan penelitian yang lebih mendalam untulc pengeinbangan penerapan bioteknologi PRG di Indonesia. Kata ICLIIIC~Penerimaan, Petani, Produk Rekayasa Genetika.
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang I. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya tanpa izin IPB
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENENMAAN (ACCEPTANCE) PETANI TERJUDAP PRODUK REKAYASA GENETIKA
GUSPRI DEW ARTANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Naina NIM
Penerimaan (Acceptarzce) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika : Guspri Devi Artanti : I051060151
Disetujui Komisi Pembimbing
A Prof. Dr. Ir. ardins ah MS
Dr. 11. Dewa K.S. Swastika. MS. APU Anggota
11. Retnaninesih, M. Si Anggota
...
Diketahui
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
!, Dr.Ir. Hadi Riyadi, M.S.
Tanggal Ujian : 08 April 2009
Tanggal Lulus :
2 9 MAY 2@$
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul "Analisis Faltor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika". Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan yang dilakukan atas kerjasama antara Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, melalui ltegiatan Icerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi tahun 2007. Selama mempersiapkan dan melakukan penelitian sampai akhimya dapat menyelesaikan tesis ini, penulis mendapat bimbingan yang tidak temilai dari yang terhormat Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS., Dr. Ir. Dewa K.S. Swastika, MS., APU, dan Ir. Retnaningsih, M.Si. Kebijaksanaan, kesabaran, dan ketelatenan beliau sangat berguna dan dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari masukan, saran, dan koreksi dari Ir. MD Djamaluddin, MS.,
yang bertindak sebagai penguji luar komisi pada saat
ujian tesis. Unglcapan terima lcasih penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya. Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, staf pengajar, dan staf pegawai Fakultas Ekologi Manusia yang telah memberikan ilmu, pelayanan, sarana, dan fasilitas selama penulis menyelesaikan pendidilcan. Rektor Universitas Negeri Jakarta, Dekan Fakultas Telcnik, Ketua Jurusan W
diwawancara dalam proses pengambilan data. Mas Aries, Mbak Aan, Mbak Ira, Mas Wawan dan Pak Anis, atas bantuan selama pengurnpulan data penelitian . Kepada suami tercinta, terima kasih atas doa, cinta kasih, dukungan, dan perhatiannya, unl~dcputri tersayang, mohon maaf atas tersitanya waktu dan perhatian dari bunda. Kepada kedua orang tua yang terkasih, adik-adik (Ian, Ukie, Hary), serta seluruh keluarga besar H.M Thaib Karim, H. TK. Hasan A.R, dan Aas, terima lcasih atas dukungan, semangat, doa, kasih sayang, pengertian dan perhatiannya. Rekan-rekan di Program Studi GMK 2006 (Cica, Bu Asih, Rusman, Ririn,
Nunung, Indah, Fahmi, Mbak Ketut, Riska, Mbak Reni, Bu Neneng, Bu Mimi), rekan- rekan GM 2007, mbak wiwiek, serta rekan-rekan staf pengajar di Program Studi Tata Boga Jurusan IKK, atas segala bantuan, kerjasama, persahabatan, dan doanya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak dapat disebutltan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan pada penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan untuk semuanya. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Mei 2009
Guspri Devi Artanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Agustus 1978 dari pasangan Jordan Thaib dan Mazida Hasan. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Menikah dengan Cucu Cahyana dan telah dikaruniai seorang putri bemama Nafisya Ulya Damayanti. Tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMKK) Negeri 7 Jakarta, dan pada tahun 1997 penulis melanjutkan studi S1 dan lulus pada tahun 2002 di Program Studi Pendidiian Tata Boga Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Tahun 2005 penulis diangkat sebagai Staf Pengajar di Universitas Negeri Jakarta pada Program Studi Tata Boga Jurusan IKK. Tahun 2006 penulis melanjutkan studi di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan beasiswa dari Program Hibah ~ o m ~ e t e nA3 s i Program Studi Tata Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.
DAFTAR IS1 DAFTAR TABEL
Halaman ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
...
...........................................................................
xi11
.......................................................................
xiv
Latar Belakang ......................................................................... 1 Tujuan ......................................................................................... 4 Manfaat ................................................................................. 5 TINJAUAN PUSTAKA Rekayasa Genetika (Transgenik) ............................................... Petani ........................................................................................ Penerimaan Petani terhadap PRG ............................................. Pengetahuan Petani tentang PRG ............................................. Persepsi Petani tentang PRG ................................................... KERANGKA PEMIKIRAN
.............................................................
Desain. Tempat. dan Waktu ...................................................... Teknik Penarikan Sampel ......................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data .............................................. Pengolahan dan Analisis Data .................................................... Definisi Operasional ..................................................................
6 15 18 21 22 26
29 29 30 32 35
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................... Keadaan Umum Petani ....................................................... Pengadaan dan Peredaran PRG di Indonesia ............................... Penerimaan Petani terhadap PRG ........................................... Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PRG ................... Pengetahuan Petani tentang PRG ........................................... Persepsi Petani tentang PRG ....................................................... Hubungan antara Pendidikan. Pengetahuan. dan Persepsi Petani tentang PRG ............................................................................... Harapan Petani terhadap PRG dan Pertanian di Indonesia ....... KESIMPULAN DAN SARAN
.......................................................
................................................................ LAMPIRAN ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
79 81 86
DAFTAR TABEL Halaman 1 Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika di Berbagai Negara Tahun 2007 ........................................
10
2 Variabel yang diukur. Pertanyaan. dan Cara Pengkategorian Variabel ............................................................................................ 33
............
39
4 Evaluasi dan Pengkajian Teknis Keamanan Hayati PRG ...............
50
5 Jenis dan Status Pengujian Tanarnan Transgenik di Indonesia .....
51
6 Sebaran petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Penerimaan terhadap PRG .................................
59
.....
60
8 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor yang Mempengamhi Penerimaan PRG pada Petani ..........................................................
62
9 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Pengetahuan tentang PRG ................................
64
3
Sebaran Petani berdasarkan Status Sosial dan Ekonomi
7 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Penerimaan dan Wilayah
10 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Wilayah 11 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Persepsi dan Wilayah
..... ......
12 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pernyataan Persepsi tentang Peredaran PRG ..........................................
65 67 68
13 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pernyataan Persepsi tentang Manfaat atau Kebolehan PRG ........................ 71 14. Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Persepsi tentang Kerugian atau Kelemahan PRG ........................ 74 15 Hasil Uji Hubungan Pendidikan. Pengetahuan. dan Persepsi Petani terhadap PRG ................................................................................. 76 16 Harapan Petani terhadap Peredaran dan Perkembangan PRG
.......
77
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Peningkatan Luas Areal Tanarnan Biotek .............................
9
.............................................................. 3 Diagram Pengambilan Contoh Penelitian ...................................... 4 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pendidian Formal ...........
28
2 Alur Kerangka Pemikiran
5 Sebaran Petani berdasarkan Sumber Pendapatan Pendukung
......
30
42 44
6 Prosedur Pengkajian Penelitian dan Pengembangan PRG di Indonesia 49
DAPTAR LAMPIRAN Halaman 1 Dokumentasi ICegiatan
................................................................
86
2 Kuesioner Penelitian
................................................................
88
xiv
PENDAHULUAN Latar Belakang Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan proses biologi dari mikroba, tanaman atau hewan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. A p l i i i bioteknologi dapat memperbaiki sifat tanaman dengan lebih efisien dan akurat karena $en dari sifat tertentu yang ingin ditambahkan sudah diarakterisasi secara akurat szrta dapat dilacak. Teknologi ini memberikan peluang bagi pemulia untuk merakit tanaman yang diinginkan dengan waktu lebih cepat (Bahagiawati & Herman 2008). Dengan bioteknologi diarapkan dapat menyelesaikan masalahmasalah di
bidang pertanian yang tidak dapat diselesaikan dengan cara
konvensional. Rekayasa genet&
merupakan salah satu teknik bioteknologi yang
dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya yang dikenal juga dengan istilah transgenik. Perkembangan pemanfaatan teknologi modem rekayasa genetika (genetically modijied organism,
GMO) melalui rekombinasi DNA, telah menghasilkan produk rekayasa genetika (PRG) baik tanaman transgenik yang mempunyai sifat-sifat baru yang diinginkan untuk mengatasi kendala utama dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, maupun menghasiikan produk pangan yang lebii berkwalitas, serta peningkatan daya saing produk di pasar global. Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan komersial, aplikasi bioteknologi PRG di dunia meningkat dengan pesat, temtama untuk produk pangan. Pada tahun 1997 luas tanarn PRG di dunia kurang dari 8 juta ha. Pada tahun 2006 telah menjadi 102 juta ha, meningkat 13 kali lipat. Pada tahun 2007 luas areal penanaman menjadi 114,7 juta ha yang ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri d m 12 negara berkembang, dan peningkatan luas tanarn yang terbesar adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, India, dan China (ISAAA 2007). Dua komoditas utama PRG pangan yang ditanam luas dan tersebar di berbagai negara adalah produk pangan terutama kedelai (soybean) dan
jagung (maize),sedangkan untuk PRG nonpangan adalah kapas (cotton). PRG bempa tomat, pepaya, alfalfa dan beras masih kecil luas tanamnya. Selama rentang waktu sepuluh tahun, luas tanam kedelai PRG di dunia meningkat drastis dari 1,7 juta ha pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta ha pada tahun 2006.
Luas tanaman kedelai PRG yang signifikan adalah di USA,
Argentina, Brazil, Canada, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Afiika Selatan dan Romania. Romania pada tahun 2006 menanam 115 ribu ha kedelai PRG, namun dilarang oleh Uni Eropa (EU) karena negara tersebut baru saja menjadi anggota EU. Luas tanam jagung PRG juga meningkat pesat, meskipun tidak sepesat perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai. Jika pada tahun 1996 luas tanam jagung belum mencapai 2 ha, maka pada tahun 2006 luas tanam jagung PRG adalah 25.2 juta ha yang ditanam oleh petani di 13 negara, antara lain ditanam di Atiika Selatan dan di Philipina (ISAAA 2007). Pengembangan PRG juga dilakukan di beberapa negara Asia lainnya. Malaysia mengembangkan riset PRG untuk tanaman pangan, tanaman industri, tanaman hias, dan kehutanan. Negara Thailand mengembangkan riset PRG dan uji lapang komoditas tomat, jagung, kacang panjang, dan kapas (Sitepoe 2001). Penelitian tentang PRG pangan dan nonpangan juga telah dilakukan di Indonesia.
Untuk tanaman pangan, sejak beberapa tahun terakhir telah
diujicobakan tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, coklat, teby ubi jalar, kentang, dan padi, sedangkan untuk tanaman nonpangan telah dicobakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan menjelang akhir tahun 2000. Namun Oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu tidak disetujui karena dianggap bertentangan dengan Kesepakatan Cartagena. Salah satu kesepakatan Cartagena adalah bahwa diperlukan persetujuan negara importir bila suatu negara mengimpor PRG (Sitepoe 2001). Pada tahun 2003, pemerintah secara resmi menghentikan komersialisasi program kapas transgenik. Beberapa produk PRG impor seperti kedelai dan jagung serta komponenkomponen dari kedelai dan jagung PRG yang diimpor telah beredar di Indonesia. Berbagai komponen kedelai seperti isolat protein dan lecithin diproduksi secara massal dari kedelai PRG, dan gula sirup jagung di produksi dari jagung PRG.
Komponen-komponen ini digunakan untuk bahan tambahan pangan atau
ingredient makananlminuman dalam industri pangan. Demikian pula jagung PRG untuk temak diimpor untuk pakan ternak dan hasil temaknya dimakan penduduk Indonesia. Swastika dan Hardinsyah (2008) mengungkapkan bahwa Indonesia mengimpor tidak kurang dari 300 ribu ton beras, dan masing-masing sekitar satu juta ton jagung dan kedelai tiap tahun. Sebagian besar jagung diimpor dari Argentina dan kedelai dari Amerika serikat, dimana PRG untuk kedua komoditas ini berkembang dengan pesat. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kedelai tersebut merupakan kedelai transgenik. Sampai saat ini konsumen belum dapat membedakan secara langsung antara kedelai transgenik dan non transgenik, karena mempunyai penampakan yang tidak berbeda (Yuliawati 2003). Beberapa kasus yang ditemukan di pasaran bahwa kedelai-kedelai ini sering dicampur oleh pedagang untuk kemudian dijual sehingga semakin sulit untuk dapat mendeteksi keberadaan kedelai transgenik. Belum jelas apakah ada efek yang merugikan bagi kesehatan manusia dari berbagai produk PRG yang beredar di Indonesia.
Regulasi belum jelas
mengatumya dan posisi pemerintah belum tegas (LIP1 2004). Ddam Dokumen Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan disebutkan bahwa "Pemerintah Indonesia bersikap pro (menerima) pengembangan dan pemanfaatan produk transgenik, disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian" (DKP 2001). Namun sampai saat ini belum jelas regulasi dan mekanisme "menerima" dan regulasi tentang "kehatihatian" dalam konteks informasi bagi konsumen dan perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang. Kontroversi pangan rekayasa genetik seringkali mengundang masalah pelik yang merugikan petani (Hardinsyah 2000), kemudian diperkirakan introduksi PRG tersebut menimbulkan ketergantungan pada bibit PRG impor dan kemungkinan gangguan lingkungan bisa jadi malapetaka yang lebih buruk lagi. Dalam jangka panjang, seharusnya pemerintah memfasilitasi riset-riset untuk pengembangan PRG lokal yang aman dan membangun pemahaman dan persepsi yang baik bagi semua stakeholders PRG sedini mungkin.
Studi-studi mengenai produk rekayasa genetika terutama pada pangan sangat perlu dilalculcan karena bersinggungan secara langsung dengan masyarakat. Penelitian lcearah sana hendalcnya lebih sering dilakukan untuk mensosialisasikan produk hasil rekayasa genetika, sehingga masyarakat menjadi lebih faham. Kesalahfahaman bisa terjadi diakibatkan informasi yang tidak seimbang. Sampai saat ini belum pemah ada di Indonesia penelitian skala luas dan komprehensif tentang prod& rekayasa genetika terutama dalam bidang pangan yang melibatkan petani.
Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui pengadaan dan peredaran PRG, menganalisis penerimaan dan faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap PRG, serta menganalisis pengetahuan, persepsi, dan harapan petani tentang PRG. Dari penelitian ini diharapkan aka1 dapat dilcetahui lebih jauh tentang pengadaan dan peredaran PRG di Indonesia.
Tujuau Umum Secara umum t~ljuanpenelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap produk rekayasa genetika. Tujuan Khusus 1. Mengetal~uipengadaan d m peredaran PRG pangan dan nonpangan di
Indonesia. 2. Menganalisis penerimaan petani tentang PRG dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
3. Menganalisis pengetahuan petani tentang PRG 4. Menganalisis persepsi petani tentang peredaran, dampak positif, dan
dampalc negatif PRG
5. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan dan persepsi petani tentang PRG
6. Mengetahui harapan petani tentang PRG
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia pada masyarakat, khususnya petani, serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi para peneliti lainnya yang tertarik pada PRG di masa yang akan datang. Bagi pemerintah, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan implikasi kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia melalui rekayasa genetika dan dapat menentukan arah penelitian tentang produksi, pengadaan benih, dan pemasaran PRG, serta dasar bagi pengembangan penerapan bioteknologi PRG di Indonesia. Selain itu diharapkan dapat menjadi acuan dalam menyusun peraturan dan undang-undang bagi perlindungan dan keamanan konsumen terkait dengan pelepasan dan peredaran PRG.
TINJAUAN PUSTAKA Rekayasa Genetika (Transgenik) Secara tradisional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Salah satu contohnya adalah tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat dan lebih tahan terhadap penyakit (Anonim 2007). Pemuliaan tradisional telah banyak membantu meningkatkan produktivitas pertanian. Namun karena jumlah penduduk masih jauh lebii besar dibandingkan dengan produksi pangan, peningkatan hasil pangan melalui proses pemuliaan ini masih tens dikembangkan. Untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertarnbah diperlukan lahan pertanian yang luas, sementara ifu ketersediaan lahan untuk pertanian makin lama makin berkurang karena peruntukkannya banyak yang diubah ienjadi lahan perumahan dan industri. Oleh karena itu diperlukan terobosan-terobosan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian per unit lahan (Anonim 2007). Survei sekilas dari literatur majalah ilmiah mengenai tanaman transgenik menunjukkan bahwa tanaman transgenik dibuat untuk beberapa tujuan yaitu : pengembangan teknik transformasi baru, studi dasar mengenai peranan atau fungsi suatu gen, dan perbaikan tanaman untuk tujuan khusus. Dengan rekayasa genetika dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanaman kedelai yang tahan terhadap herbisida, dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi.
Tanaman transgenik mempunyai potensi manfaat yang besar, karena
ditengarai dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki gizi, memperbaiki kesehatan dengan mengintrodusi vaksin ke dalam tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida (Bahagiawati dan Herman 2008).
Saat ini
tanaman kedelai dapat dibuat mengandung lebih banyak protein dan zat besi untuk mengatasi anemia. Bahkan ilmuwan Eropa sudah berhasil memasukan vitamin A pada padi.
Hasil kajian terhadap penggunaan pestisida memberikan gambaran bahwa kegiatan usahatani untuk lcapas bollgard telah menurunkan ketergantungan terhadap jumlah dan takaran pestisida yang digunakan dalam pengendalian hama tanaman. Menurut Bahagiawati & Herman (2008), sejak tanaman produk bioteknologi mulai ditanam pada tahun 1996 telah terjadi penurunan penggunaan pestisida di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Australia, Brazil, Afrika Selatan, Cina, dan Filipina. Pada tahun 2003 Bayer melaporkan bahwa penjualan pestisidanya menurun sekitar 60 persen sebagai akibat peninglcatan luas areal tanaman produk bioteknologi (Anonim 2007). Teknologi Rekayasa Genetika Dalam
hasil
keputusan
bersama
998.1iKpts/OT.210/9/99; 790.aKpts-W1999;
empat
menteri
Nomor.
145A/MENKES/SKB/W1999;
015An\imenegPHOR/09/1999,tentang lteamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika, dijelaskan bahwa teknologi rekayasa genetika adalah upaya untulc mengadakan perubahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, inengurangi, danlatau mengubah susunan asli genom dengan menggunakan telinik DNA rekombian, yaitu suatu lcombinasi DNA yang terbentuk secara in vitro dari fragmen-fragmen DNA dari dua spesies organisme. Organisme transgenik atau didunia lebih dikenal sebagai Genetically
Modified Organism (GMO) merupakan organisme yang sudah mengalami pemuliaan secara genetika dengan mendapatlcan sisipan gen baru dengan teknologi rekombinasi genetika. Pada umumnya prinsip dasarnya adalah dengan mengisolasi DNA organisme kemudian dimumikan dan ditransfonnasikan kedalam velctor. Setelah itu ditransfer ke organisme target. Organisme target ini bisa dari jenis yang sarna bisa juga dari spesies yang berbeda. DNA sisipan yang dimasukkx tadi akan memunculkan sifat baru di dalam organisme tersebut sehingga digolonglcan sebagai organisme transgenik (Santosa 2002). Salah satu jenis dari organisme hasil rekayasa genetika ini adalah tanaman transgenik. Tanaman transgenik inempakan tanainan yang mempunyai gel1 asing yang terintegrasi dalam genom dan bisa terelcspresi. Usaha yang dilalcultan untulc
merakit ataupun merancang tanaman transgenik ini melibatkan organisme lain seperti bakteri, tanaman, dan hewan. Integrasi dari gen asing ini pada tanaman diharapkan akan membawa sifat yang diinginkan pada tanaman target dan dapat dilakukan melalui rekayasa genetika. Beberapa tanaman komersial yang mengandung gen ketahanan terhadap serangan hama yang berasal dari Bacillus thuringiensis (Bt)adalah kedelai, kentang, jagung, kanola dan kapas. Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman makhluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Perbedaan rekayasa genetika dengan pemuliaan tradisional adalah kemampuan rekayasa genetika dalam memanfaatkan gen-gen yang tidak dapat dipergunakan secara maksimal pada pemuliaan tradisional karena banyak gen yang terhalang saat penyerbukan. Beberapa varietas tanaman yang telah dihasilkan melalui rekayasa genetika antara lain jagung Bt, kapas Bt, padi pro vitamin A, jagung tahan herbisida, gandum, kedelai tahan virus, dan beberapa tanaman pangan lainnya (Suwanto 2000). Perkembangan Produk Rekayasa Genetika Tanaman produk bioteknologi hasil rekayasa genetika (transgenik) telah dimanfaatkan oleh petani di banyak negara. Peredaran benih transgenik sekarang ini terutama sekali adalah tanaman yang tahan terhadap serangga dan tahan herbisida. Kemampuan ini memberikan keuntungan pada petani karena petani lebih mudah mengendalikan gulma. Menurut penelitian organisasi ISAAA tahun 2006, penanaman produk rekayasa genetika merupakan satu-satunya teknologi pertanian yang digunakan secara luas oleh petani sehingga mengalami peningkatan yang pesat setiap tahunnya. Dengan tanaman hasil rekayasa genetika, petani menjadi lebih puas terhadap produk pertanian, karena produk ini telah memberikan berbagai keuntungan bagi petani seperti memberikan hasil yang meningkat, memudahkan
budidaya pertanian, serta lebih ramah lingkungan karena berkurangnya penggunaan bahan-bahan pestisida kimiawi. Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan kornersialisasi, telah terjadi peningkatan luas areal penanaman produk bioteknologiPRG secara global, yaitu dari 1.7 juta ha menjadi 114.7 juta ha pada tahun 2007. Produk bioteknologi ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri dan 12 negara berkembang (Bahagiawati & Herman 2008). AREA GLOBAL D A i l TANAMAN BIOTEK
luta Hckra- (1996.2007)
!!Uejara Fen$h;sil ~narran Biolei
Gambar 1. Peningkatan Luas Areal Tanaman Biotek (1996-2007) Luas tanam PRG paling tinggi di dunia adalah di Amerika Serikat (lebih dari 50 %), disusul Argentina dan Brazil. Tanaman produk bioteknologi yang ditanam dalam skala luas adalah kedelai, jagung, kapas dan kanola. Kedelai transgenik menempati urutan pertama sebagai produk bioteknologi hasil rekayasa genetika yang paling banyak ditanam. Luas tanam dan jenis tanaman PRG diberbagai negara secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika (PRG) di berbagai Negara Tahun 2007 No Negara Luas Tanam Jenis Tanaman (Juta ha) 1 AS* 57.7 Kedelai, jagung, kapas, kanola, labu, pepaya, alfalfa 2 Argentina* 19.1 Kedelai, jagung, kapas 15.0 Kedelai, kapas 3 Brazil* 7.0 Kanolajagung, kedelai 4 Kanada* 6.2 Kapas 5 India* 3.8 Kapas, tomat, pepaya 6 Cina* 2.6 Kedelai 7 Paraguay* 8 Afrika Selatan* 1.8 Jagung, kedelai, kapas 0.5 Kedelai, jagung 9 Uruguay* 0.3 Jagung 10 Philippina* 11 Australia* 0.1 Kapas 0.1 Jagung 12 Spanyol* 0.1 Kapas, Kedelai 13 Mexico*
Meskipun Indonesia tidak tercatat sebagai produsen tanaman transgenik, kenyataannya beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Menurut Hartiko (2005), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang. Uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Bahkan, pihak penelitian dan pengembangan Departemen Pertanian mengakui, saat ini ada sekitar 20 lokasi uji coba tanaman transgenik tersebar di Indonesia. Ada kapas Bt, jagung Bt, kapas, jagung, dan kedelai tahan herbisida.
Sejauh ini pengujian tanaman
transgenik oleh Departemen Pertanian masih terbatas pada pengamatan secara fisik. Kontroversi PRG di Masyarakat
Tujuan pengembangan bioteknologi PRG adalah untuk menjawab tantangan dan kesulitan meningkatkan produktifitas dan kualitas produk pangan dan pertanian bagi penduduk (Pardey 2001).
Menurut Bouis et al. (2003)
pengembangan PRG dimaksudkan untuk: 1) meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian, 2) meningkatkan jumlah zat gizi atau bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 3) meningkatkan kuaiitas penampakan dan citarasa (organoleptik) produk pangan, dan 4) Meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan pemasaran produk pangan dan nonpangan. Namun tujuan yang luhur tersebut menjadi persepsi yang kurang baik karena proses menghasilkan produk PRG tersebut (penyisipan gen) yang kadangkala dianggap kurang ethik. Sebab gen yang disisipkan diambil dari binatang tertentu. Ada kekhawatiran bahwa sesuatu yang berasal dari gen baru tersebut akan mengganggu kesehatan tubuh manusia dalam jangka panjang, bahkan tidak ethik untuk dilaksanakan. Penelitian klinik tentang kemungkinan dampak buruk bagi kesehatan manusia dari produk PRG sulit dilakukan d m memerlukan waktu yang panjang. Meski penelitian pada binatang percobaan dilakukan tetapi hasilnya tidak selalu langsung bisa diterapkan secara kedokteran bagi manusia (Hardinsyah et al. 2007).
Wacana mengenai Produk Rekayasa Genetika memang masih santer diperdebatkan di level praktisi dan akademisi, perdebatan ini memunculkan dua kubu yang bersebrangan yaitu kubu yang pro PRG dan kubu yang kontra PRG. Kelompok yang pro PRG melihat potensi manfaat yang besar dari penerapan teknologi ini, diantaranya adalah dengan diterapkannya teknologi ini oleh para ahli yang dapat mengubah "gen" suatu tanaman sehingga dapat lebih tinggi produktifitas dan kualitasnya,
selain itu transgenik juga
menawarkan
kemungkinan pengurangan penggunaan pestisida kimia Namun kelompok yang kontra PRG melihat teknologi ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Makna transgenik diiawatirkan mengandung senyawa-senyawa yang membahayakan kesehatan manusia misalnya senyawa Allergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Di pihak lain para pemerhati lingkungan beranggapan bahwa ada kemungkinan penyisipan gen baru tidak kompatibel dengan lingkungan sehingga memungkinkan gangguan biodiversity. Dalam banyak hal pengujian ini relatif lebih mudah d i b d m g pengujian
klinis pada manusia (Hardiisyah et al. 2007). Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan PP No. 21 tentang keamanan hayati PRG.
PP ini lebih fokus pada PRG, mulai dari jenis, persyaratan,
penelitian dan pengembangan, pemasukan dari luar negeri (impor), pengkajian, pelepasan dan peredaran, pemanfaatan, sampai kelembagaan yang menangani PRG (Swastika dan Hardinsyah 2008). Tujuan dikeluarkannya PP ini adalah untuk meningkatkan hasil dan daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan kepastian dalam melakukan usaha. Hardinsyah et al. (2007) melaporkan bahwa Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang sejak awal sangat gencar menentang PRG. Untuk pertama kali di dunia dilakukan penelitian tentang persepsi masyarakat (lebih fokus pada konsumen) terhadap produk pangan hasil PRG di Inggris pada tahun 1996. Hasilnya menunjukkan bahwa 90% responden di Inggris menolak menggunakan pangan hasil PRG. Alasannya adalah masyarakat khawatir pangan hasil PRG mengganggu kesehatan dalam jangka panjang, karena belum ada bukti penelitian klinik pada manusia yang sudah dilakukan. Alasan lainnya adalah bertentangan
dengan ajaran agarna dan tidak etis. Hasil survei ini menjadi umpan balik bagi pemerintah Inggris untuk mengatur atau membuat regulasi dan program advokasi serta sosialisiasi pangan rekayasa genetika di Inggris. Menurut Hardinsyah (2001), sisi negatif dari penolakan ini adalah tidak berkembangnya perdagangan dan pasar pangan produk PRG. Bagi Inggris yang mempakan negara maju dan masih memungkinkan untuk memproduksi dan membeli pangan non PRG, tidak menimbulkan masalah food insecurity di negaranya. Tetapi bila hal tersebut terjadi di negara-negara yang padat penduduk dan produksi pangannya tidak memadai (tergantung sebagian pada impor pangan) seperti Indonesia, bisa jadi menimbulkan masalah ketidaktahananpangan. Meskipun sebenamya definisi ketahanan pangan bukan berarti setiap negara hams marnpu memproduksi untuk kebutuhan sendii. Bagi Pemerintah di negara sedang berkembang seperti Indonesia, akan menghadapi dilema dengan masalah tersebut. Karena pangan yang tidak cukup, sementara hams mengedepankan peran petani lokal, dan pemerintah sebagai regulator serta hams memberikan perlindungan konsumen dan produsen kepada rakyatnya. Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, pada umumnya melakukan penelitian uji coba adaptasi dan lapang dari benih produk-produk PRG yang diimpor (Hardinsyah 2000).
Oleh karena itu sambil melakukan
penelitian-penelitian pengembangan biotek PRG, uji adaptasi dan uji lapang dari PRG impor, sebaiknya juga dilakukan penelitian
PRG dari dimensi sosial
ekonomi, yang akan menjadi dasar yang kokoh dalam melakukan rekayasa sosial seperti sosialisasi, advokasi, serta perumusan regulasi dan pedoman PRG di masa yang akan datang.
Keamanan Produk Rekayasa Genetika Peredaran pangan di Indonesia hams melalui uji keamanan terlebih dahulu. Aturan ini jelas tercantum pada Undang Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan pada PP nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam UU lU nomor 7 tentang Pangan dijelaskan dan diatur bagaimana produksil penggunaan bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam kegiatanlproduksi pangan yang dihasilkan dari proses
rekayasa genetika wajib untuk terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia. Beberapa bahan pangan dari tanaman transgenik telah Indonesia, terutama kedelai dan jagung.
masuk ke
Hingga saat ini Pemerintah belum
melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung, dan bahan pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia (Santosa 2002). Ketidakmampuan menetapkan jenis bahan pangan transgenik yang boleh masuk berisiko bagi pengusaha makanan yang berorientasi ekspor. Bila bahan transgenik itu dilarang di negara tujuan ekspor, maka produknya akan ditolak. Kemampuan Pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan transgenik juga berperan penting. Hingga saat ini tidak diketahui kemana bahan tersebut beredar serta digunakan untuk apa Boleh jadi bahan tersebut yang seharusnya untuk pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian ditanam dan dikonsumsi. Peraturan mengenai keamanan hayati PRG di Indonesia, selain didasarkan pada UU Pangan No. 7 tahun 1996 @asal 6 dan pasal 13), juga diatur dalam SK Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika basal 43) serta yang terakhir diatur dalam PP RI No. 21 tahun 2005. Negara yang melakukan penanaman komersial produk transgenik seharusnya melakukan analisis keamanannya, termasuk konsekuensi langsung dan tidak langsung. Konsekuensi langsung, misalnya, kajian apakah tejadi perubahan nutrisi, munculnya efek alergi, atau toksisitas akibat rekayasa genetika. Beberapa negara menetapkan standar dan melakukan sendiri analisis keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik impor.
Penjelasan
mengenai pengaturan keamanan pangan PRG untuk negara Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, dan Malaysia adalah sebagai berikut (Hardinsyah et al. 2007) : 1. Amerika Serikat.
Keamanan pangan termasuk produk rekayasa genetika
ditangani oleh suatu badan Food and Drug Adminishation (FDA) yang menyusun pedoman keamanan pangan dengan dibantu dua institusi Center of
Food Safety and Applied Nutrient (CFSAN) dan Center for Veterinary
Medicare (CVM). Pedoman lceamanan pangan bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produlc ban1 (termasuk yang berasal dari rekayasa genetika) sebel~undilcomersiallcan, arnan untuk dikonsumsi, dan masalah keamanan pangan dapat dikendalikan dengan baik. 2. Australia. ICeamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetika ditangani ole11 suatu komite "Genetic Manipulation Advisory Committee (GMAC), yang membawahi beberapa komite: Institutional Biosafety Committee, Large Scale Sub Committee, dan Planned Release Sub Committee. 3. Jepang.
Penilaian keamanan pangan dilaksanakan oleh Food Sanitation
Council (FSC) dan Food Safety Investigation Council (FISC), yang merupakan penasehat Ministry of Health and Welfare (MHWJ Kedua lembaga ini nmmbuat tiga pedoman yaitu (1) Pedoman penilaian kearnaan pangan dan aditif pangan; (2) Pedoman manufaktur untuk produk pangan; dan (3) pedoman penilaian produk pangan. 4. Kanada.
Badan Inspelcsi Malcanan Kanada (Canadian Food Inspection
Agency) merupakan badan yang melakukan pemeriksaan dan membuatkan izin kepada produk rekayasa genetika yang akan diimpor atau dikomersialkan sebagai bahan makanan. 5. Malaysia. ICeamanan pangan produlc rekayasa genetika ditangani oleh suatu
komite "Jawatan ICuasa Penasehat Pengubahsuaian Genetilc atau seperti GMAC (Genetic Modzj?cation Advisory Committee) yang berada di bawah kementerian Sains, Teknologi dan Alam sekitar. GMAC telah membuat pedoman yang disebut "Garis Panduan Kebangsaan bagi Pelepasan Organisme Diubahsuai secara Genetilc (GMO)".
Petani Petani adalah orang yang mengelola/membudidayakan tanaman pangan dan atat1 yang menanan1 tanaman perlcebunan. Dalam lcarnus Bahasa Indonesia, petani didefinisilcan sebagai orang yang mata pencahariannya bercocok tanam. Menurut Mosher (1965) diacu
aSofivanto (2006),petani adalah orang yang
mengubah tanaman dan hewan serta sifat-sifat tubuh tanah supaya Iebih berguna
baginya dan manusia lainnya. Petani lebih dari hanya seorang juru tani dan manager, tetapi ia adalah seorang manusia dan menjadi anggota dari dua kelompok manusia, yaitu sebagai anggota suatu keluarga dan anggota suatu masyarakat setempat. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian.
Karakteristik petani terdiri dari faktor internal yaitu umur, besar
(jumlah anggota) keluarga, pendidikan,
pengalaman berusaha tani dan
pendapatan. Umdusia secara biologis menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya yang berada dalam keadaan hidup. Menurut Padmowihardjo (1994),
umur bukan mempakan faktor psikologis, namun dapat mempengaruhi faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang dipengaruhi oleh umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentukbentuk proses belajar yang lain. Jumlah
Anggota
keluarga
adalah
banyaknya
individu
yang
tinggallmenetap bersama dalam satu rumahkeluarga dan hidup dari pengahasilan yang sarna. Banyaknya jumlah anggota keluarga berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tarnbahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Menurut Hemanto (1993), besarnya jumlah anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sediit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kecerdasan, dan menurunnya kemampuan berinvestasi. Pendidikan mempakan suatu proses pembahan tingkah laku menuju kepada perilaku yang lebih baik. Slamet (2003),
menyatakan pendidikan
mempakan suatu usaha untuk menghasilkan pembahan-pembahan pada perilaku manusia. Seseorang dapat menarnbah pengetahuannya melalui pendidikan yang dilaluinya, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan keadaan sosio ekonomi makin baik dan kemandirian yang semakin mantap. Pendidikan mentpakan fenomena dan usaha manusiawi yang selalu terselenggara dimanapun manusia berada. Pendidikan memegang
peran sentral dalam perkembangan kebudayaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Menurut Soekanto (2002), pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana b e r f i i secara ilmiah. Pendidiian mempunyai dua aspek, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang baik. Padmowihardjo (1994) mengemukakan, bahwa pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan dalam proses belajar. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. Dalam mengelola usahatani, umumnya petani mas& banyak mempergunakan pengalaman sendii atau pengalaman orang lain dan perasaan. Pendapatan petani adalah penghasilan yang diperoleh dari upah kelugrga dan keuntungan usaha. Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan merupakan cermin kehidupan petani. Pendapatan petani yang rendah men~pakan ciri petani kecil dan masuk dalam golongan petani miskin. Faktor ekstemal yang menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian adalah interaksi dengan akses terhadap sumber informasi. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. Golongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidiian, lembaga penelitian, diias terkait, media massa, tokoh masyarakat, sesama petani, maupun dari lembaga-lembaga komersial (pedagang). Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari media massa (Sofwanto 2006).
Penerimaan Petani tehadap PRG Penerimaan (Acceptance) menyangkut penilaian seseorang akan sifat suatu benda yang menyebabkan orang menyenangi bendalobjek tersebut. Pembentukan penerimaan akan suatu produk didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi serta berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Alur pembentukan sikap penerimaan terhadap sesuatu dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu, sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini (Sumanvan 2003). Hasil akhirnya adalah terbentuknya penerimaan dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Dalam ilmu perilaku konsumen disebutkan bahwa konsumen akan mengalami serangkaian tahap mental dan perilaku yang rumit untuk sampai pada keputusan pembelian. Tahap-tahap ini,berkisar dari kesadaran (terpapar terhadap informasi), evaluasi (pilihan dan pembentukan sikap), perilaku (pembelian), sampai ke evaluasi akhir (adopsi atau penolakan). Rangkaian tahap-tahap ini sering disebut sebagai proses penerimaan konsumen. Sumanvan (2003), mengungkapkan bahwa penerimaan merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan informasi pada diri konsurnen. Pengolahan informasi yang dimaksud adalah bagaiman proses yang terjadi pada d i i konsumen ketika salah satu panca indera menerima input dalam bentuk stimulus. Setelah melihat stimulus, memperhatikan, dan memahami stimulus tersebut maka sampailah kepada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau objek tersebut. Dari tahapan tersebut, timbullah penerimaan pada din konsumen terhadap suatu objek. Lebih lanjut Sumanvan (2003), mengatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku (tindakan) seseorang dimulai dari domain kognitif yaitu subjek mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Hal ini kemudian menimbulkan pengetahun baru pada subjek tersebut dan selanjutnya memunculkan respon dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Akhimya rangsangan tersebut menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa
suatu tindakan atau perilaku sehubungan dengan stimulus yang telah dialaminya tersebut. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek. Inovasi diartilcan sebagai sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktelc baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakad diterapkaddilaksanalcan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu tenvujudnya perbaikan-perbailcan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat bersangkutan (Departemen Kehutanan 1996). Adopsi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, bailc yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-motoric) pada din seseorang setelah menenma inovasi. Penenmaan tersebut tidak hanya sampai sekedar tahu, tetapi sampai benar-benar dapat melalcsanakan atau meneraplcannya dengan benar serta menghayatinya dalarn kehidupan. Penerimaan inovasi tersebut, dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetah~lan,dan atau lceterampilannya. Menurut ICotler dan Armstrong (2004), konsumen umumnya akan melalui lima tahap proses pengadopsian sebelum menerimalmenerapkan suatu inovasi (produk baru). Tahapan adopsi itu adalah : 1. Kesadaran (awareness), lconsumen tahu akan produk baru tetapi
kekurangan informasi tentangnya. 2. I<etertarilcan (interest), konsumen mencari informasi tentang produk baru tersebut.
3. Pengevaluasian (evaluation), konsumen mempertimbangkan apakah mencoba prod~~lc ban1 adalah masulc alcal. Pada tahap ini konsumen memberilcan penilaian terhadap baild bumk atau manfaat produk yang telah dilcetahui informasinya secara lebih lengkap.
4. percobaan (trial), lconsumen mencoba produk dalam skala yang kecil nntuk meninglcatlcannperlciraan besarnya nilai produk tersebut. Dalam ha1
ini percobaan slcala lcecil dilalculcan untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk slcala yang lebih luas lagi. 5. Pengadopsian (adoption), Iconsumen menetukan apakah akan menjadi
pengguna atau tidalc dari produk ban1 tersebut. Pada tahap ini konsumen alcan meberilcan lceputusan alcan menerima atau menerapkan produk baru (inovasi) berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukanl diamatinya sendiri. Departeinen ICehutanan (1996) mengemulcakan beberapa faktor yang mempengan&i kecepatan seseorang (petani) untuk mengadopsi inovasi, meliputi : a. Luas usahatani.
Semakin luas usahatani biasanya semakin cepat
mengadopsi, lcarena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. b. Tinglcut pendapatan. Petani dengan tinglcat pendapatan semakin tinggi biasanya alcan semakin cepat mengadopsi inovasi. c. Keberanian mengambil resilo, sebab, pada tahap awal biasanya tidak berhasil seperti yang diharapkan. ICema itu,individu yang memiliki keberanian menghadapi resilco biasnya lebih inovatif. d. Umur.
Semalcin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban
mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yuang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. e. Tinglcnt partisipasinya clalam Icelompoldorganisasi diluar lingkungannnya sendiri. Warga masyarakat yang s ~ k abergabung dengan orang-orang diluar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melalculcan lcontak pribadi dengan warga masyarakat setempat. f. Aktivitas mencari informasi dun ide-ide baru. Golongan masyarakat yang alctif mencari informasi dan ide-ide baru biasanya lebih inovatif dibandinglcan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. g. Sumber informasi yang clinzanfaatlcan. Golongan yang inovatif biasnya banyak memanfaatlcan beragam sumber informasi, seperti
lembaga
pendidilcan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas terkait, media masa, tolcoh masyaralcat (petani) setemapat maupun dari luar lembaga-
lambaga komersial. Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh @etani) setempat dan relatif sedikit memanfaatkan informasi dari media masa. Penerimaan petani terhadap PRG terbentuk karena adanya informasi baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan, dan dari persepsi yang dibentuk oleh pengetahuan akan PRG.
Pengetahuan Petani tentang PRG Pengetahuan merupakan hasil usaha manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam diri individu. Aziz (1995) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi dan kebijaksanaan dari dunia sekitar yang disertai dengan pemahaman pada informasi yang diterima pada sesuatu obyek, karena tanpa adanya unsur pemahaman, belumlah dapat seseortang dikatakan telah berpengetahuan. Pengetahuan atau knowledge adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengungkapkan atau mengingat kembali pengalaman, konsep, prinsipprinsip materi, dan kejadian pada hal-ha1 yang urnum maupun khusus. Pendapat lain mengatakan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diietahui seseorang dari hasil belajar atau pengalaman tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar sebagai aktifitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, serta diperoleh melalui pengalaman. Menurut Notoatmojo (1995), pengetahuan adalah hasil dari proses belajar dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Para ahli psikologi kognitif membagi pengetahuan kedalam pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan prosedur (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif adalah fakta atau subjektif yang diketahui seseorang, sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan (Sumarwan 2003).
Secara sederhana pengetahuan pada dasarnya keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pemyataan-pemyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejalal peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun keorangan (Gie 1991). Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dengan pengetahuan manusia mempunyai wawasan dan gambaran dari objekobjek yang ditelitinya. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan, manusia perlu mengetahui sesuatu hal tentang apa yang ingin diketahui dari hasil pengamatan secara berulang-ulang sampai dengan mendapatkan kesirnpulan. Pengetahuan petani tentang PRG adalah segala sesuatu yang diietahui petani berkenaan dengan peredaran, manfaat, dan kerugian PRG. Petani, yang dalam hal ini sebagai produsen dan konsumen, dapat memperoleh pengetahuan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, bertanya pada orang lain atau pada anggota kelompok taninya dan pada penyuluh pertanian, mengalami sendiri dan mendengarkan cerita orang lain maupun dari pendidiian formal dan non formal yang dijalaninya. Sumarwan (2003) mengungkapkan, bahwa pengetahuan yang baik mengenai suatu produk dapat mendorong konsumen untuk menyukai produk tersebut. Dengan demikian, sikap positif terhadap suatu produk dapat mencerminkan pengetahuan konsumen mengenai produk tersebut. Pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti suatu pesan, membantu mengganti logika yang salah, dan menghiidarkannya dari persepsi yang tidak tepat. Persepsi Petani tedtang PRG
Kata persepsi berasal dari Bahasa Latin yaitu perseptio yang berarti mengambil, mengerti atau menangkap dan dalam bahasa Inggris yaituperception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari persepsi diartikan sebagai mengerti, memahami atau menyadari. Rakhmat (1992) mengatakan,
persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan atau juga proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pada urnumnya pengertian persepsi berkisar diantara penginderaan dan pemikiran. Namun demikian persepsi bukan hanya sekedar hasil penginderaan, ada unsur penafsiran (interpretation) terlebih dahulu terhadap stimulus yang diterima. Persepsi merupakan proses penginterpretasian yang merupakan pemaknaan hasil pengamatan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, secara singkat dapat dipahami bahwa persepsi adalah proses memberikan makna pada stimuli inderawi yang menghasikan pengalaman (Rakhrnat 1992). Dalam proses pembentukan persepsi terjadi pemusatan perhatian, yang merupakan langkah awal dalam proses persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Perhatian menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh alat sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses didiam otak atau pusat kesadaran, itu yang dinamakan proses psikologis.
Sehingga dengan begitu
individu dapat menyadai tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor itu. Persepsi tentang sesuatu merupakan interpretasi atau respon kesadaran sesorang terhadap lingkungan fisik atau stimulasi yang diperolehnya (Hardinsyah dan Yunita 1997). Persepsi juga dinyatakan sebagai proses seseorang mengungkapkan pendapat atau opini dari berbagai stimulus yang diterimanya. Apa yang didengar, dibaca, dilihat, dan dirasakan oleh seseorang akibat faktor lingkungannya yang akan memberi respon persepsi dari seseorang. Menurut Sarwono (1989) hasil persepsi individu terhadap objek persepsi berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Persepsi bersifat individual, ada faktor-faktor yang mempengamhi perbedaan persepsi tersebut, yaitu karakteristik objek yang dipersepsi, karakteristik individu yang mempersepsi, dan karakteristik lingkungan dimana persepsi itu dibentuk. Dalam mempersepsikan sesuatu setiap orang tidaklah sama. Karena persepsi merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan garnbaran keseluruhan yang bermakna. Disamping itu
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan perhatian, keyakinan dan kebutuhan, pengalaman, serta harapan pada diri masing-masing. Lebih lanjut Sarwono (1989) mengatakan, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan persepsi seseorang adalah (1) Perhatian, yaitu rangsangan yang ada disekitar individu tidak seluruhnya dapat ditangkap, tetapi akan difokuskan perhatiannya terhadap objek tertentu saja, perbedaan fokus akan mengakibatkan perbedaan persepsi; (2) Set, yaitu harapan-harapan seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul ;(3) Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dimasyarakat juga mempengaruhi bagairnana seseorang memberikan persepsi terhadap suatu objek. Seseorang akan cenderung menyesuaikan persepsinya dengan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat pada saat itu; (4) Ciri kepribadian, yaitu ciri kepribadian seperti terbuka, tertutup, pemarah, dan sebagainya. Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen (Sumarwan 2003). Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belied dan perilaku (behavior). Sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan pada apa yang dilakukan. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif, sebaliknya sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif. Menurut tricomponent attitude model, sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif.
Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi
konsumen, yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari berbagai sumber. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen, yaitu menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek, konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang (Schiffman dan kanuk 1994; Engel, Blackwell, dan Miniard 1993 diacu dalam Sumarwan 2003). Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar, atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengamhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu, termasuk PRG. Dikarenakan persepsi bertautan dengan
cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalarn teori perilaku konsumen, persepsi dan pengetahuan seseorang
merupakan dua ha1 yang penting diperhatikan bahkan dijadikan
sasaran
perubahan untuk tujuan pemasaran. Demikian pula dalam psikologi untuk tujuan terapi (Belch & Belch 1995).
KERANGKA PEMIKIRAN
Teknologi rekayasa genetika adalah upaya untuk mengadakan perubahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, mengurangi, danlatau mengubah susunan asli gen dari dua spesies organisme. Pangan rekayasa genetika merupakan produk pangan hasil penyilangan dari satu gen ke gen yang lain, yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk memenuhi kecukupan pangan masyarakat dari waktu ke waktu. Pengembangan PRG dimaksudkan untuk meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian, meningkatkan meningkatkan mum zat gizi dan bio aktif bermanfaat yang dikandung pangan, meningkatkan kualitas penampakan dan citarasa (organoleptik) produk pangan, serta meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan pemasaran produk pangan dan nonpangan. Di Indonesia, riset atau percobaan bioteknologi PRG juga sudah mulai diiembangkan sejak beberapa tahun terakhir, namun sejauh ini pengujian tanaman transgenik masih terbatas pada pengamatan secara fisik. Bagi masyarakat Indonesia terutama petani keberadaan produk pangan rekayasa genetika masih asing bahkan belurn diketahui secara luas. Akan tetapi diluar negeri, dengan pesatnya kemajuan dibidang ilmu dan teknologi, pangan rekayasa genetika merupakan sesuatu hal yang sudah tidak langka lagi. Faktor yang menyebabkan pangan rekayasa genetika kurang dikenal masyarakat Indonesia antara lain karena kurangnya sosialisasi dari departemen atau lembaga yang terkait pada masyarakat luas khususnya petani, tentang pengadaan dan manfaat PRG serta dampakkerugian yang ditimbulkan oleh PRG. Pengetahuan yang d i i l i k i seseorang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya kesadaran dalam bertindak. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dengan pengetahuan manusia mempunyai wawasan dan gambaran dari objek-objek yang ditelitinya. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan, manusia perlu mengetahui sesuatu ha1 tentang apa yang ingin diketahui dari hasil pengamatan secara berulang-ulang sampai dengan mendapatkan kesimpulan.
Pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti suatu pesan, membantu mengganti logika yang salah, dan menghindarkannya dari persepsi yang tidak tepat. Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu, termasuk PRG. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dari pengetahuan yang dimilii, seseorang mampu untuk mempersepsikan produk rekayasa genetika sehingga akan rnembentuk suatu penerimaan terhadap pangan rekayasa genetika dalam bentuk perilaku berupa tindakan. Berdasarkan hal-hal tersebut akan terbentuklah suatu harapant keinginan positif dalam diri seseorang. Dalam hal ini dengan adanya pengetahuan dan persepsi yang baik tentang PRG pada petani, &an menimbulkan penerimaan yang baik pula berupa tindakan atau perilaku dalam penggunaan benih dan produk hasil rekayasa gentika, selanjutnya &an
terbentuk pula harapan-harapan positif bagi
perkembangan pertanian di Indonesia. Sehingga dengan berbekal harapan tersebut, petani &an lebih giat dalam mengelola lahan pertaniannya guna peningkatan produktivitas pertanian. Meningkatnya produktivitas pertanian akan mempengaruhi karakteristik petani berupa meningkatnya pendapatan petani sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarga dan rumah tangganya. Se!ain itu dengan peningkatan produktivitas pertanian diiarapkan luas lahan pertanian dapat bertambah dan jenis tanaman yang diusahakan petani dapat lebih bervariasi guna menunjang kebutuhan pangan rumah tangganya. Disamping itu diharapkan petani dapat lebii aktif dalam kegiatan perkumpulan kelompok tani. Berdasarkan uraian di atas maka kerangkapemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
-
Karakteristik Petani, sumber : - Pendidikan - Besar Keluarga - Sumber dan Besar Pendapatan - Jenis Tanaman yang Diusahakan - Keanggotaan dalam Kelompok Tani
T
Informasi tentang Rekayasa Geuetika : - Penyuluh Pertanian - MediaMassa - Televisi - Radio - Teman
I Pengetahuan Petani tentang PRG - Istilah PRG - Peredaran dan Penanaman PRG - Pengaruh Buruk dan Manfaat PRG
-
Persepsi Petani tentang PRG - Peredaran PRG - Manfaat PRG - KemgianPRG
Penerimaan Petani terhadap PRG Konsumsi F'roduk Pangan PRG Penggunaan F'roduk Nonpangan PRG
Penanaman dan Peredaran PRG
I
- - - - - - - - - - - - - - - - -C- - - - - - - - - - - - - Peninglcatan Produktivitss Pertanian
Keterangan : = diteliti
--------------
:
= tidak diteliti
!.-------------I
Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran
Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Tempat penelitian dilakukan di masing-masing satu kabupaten dari provinsi terpilih yaitu Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Lokasi-lokasi tersebut dipilih karena merupakan kabupaten sentra
pertanian tanaman pangan serta terdekat dari ibu kota provinsi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2007. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan atas kerjasama antara Depaxtemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, melalui kegiatan Kejasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tmggi. Teknik Penarikan Sampel Sampel penelitian ini diambil secara sengaja @urposive sampling) dari dua kabupaten tempat penelitian.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana peneliti secara sengaja memilii subyek-subyek yang menjadi anggota kelompok tertentu (Wahyuni dan Mulyono 2007). Kriteria sampel petani adalah orang yang bekeja di lahan pertanian, baik lahan pertanian miliknya sendiri maupun menggarap lahan pertanian orang lain. Jumlah sampel sebanyak 300 responden (selanjutnya, dikatakan petani) yang mewakili dua kabupaten di dua provinsi. Lokasi kabupaten dipilih dari setiap provinsi dengan mempertimbangkan: a) merupakan sentra produksi pangan d m produk pertanian, dan b) memiliki kepadatan populasi yang tinggi dengan jumlah penduduk yang bekeja sebagai petani cukup banyak sehingga memudahkan dalam mencari sasaranlresponden. Dengan memperhbangkan kemungkinan petani tersebar pada semua desa di kabupaten, maka dipilih lima desa dari setiap kabupaten dengan menggunakan dua kriteria tersebut di atas.
Selanjutnya dari setiap desa,
ditetapkan 30 orang petani yang dipilih dengan cara berkonsultasi kepada petugas lapang pertanian danlatau kepala desa. Petani sebagai responden dalam penelitian ini adalah orang yang mengelola atau membudidayakan tanaman pangan. Teknik pengambilan contoh secara rinci, disajikan pada Gambar 3.
Indonesia
I
I 1
I
Propinsi Sumatera Utara
Propinsi Jawa Timur
I
L
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Jombang
I D Kecamatan Beringin
Kecamatan Bareng
I
Dcsa
Dcra
Mojo Tn%l
Bnjar A m
30 Petani
30 Petani
I
Dcsa Brng
Dcsa Tebel
30 Petmi
Petani
Dsa Mundu Sew
Sido Urip
Dadi
Fl&Flm
30 Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
I
rt I
Q 150 Petani
150 Petani
I
L
300 Petani
Gambar 3. Diagram Pengambilan Contoh Penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi dokumen/laporan tentang penggunaan benih, luas tanam, d m peredaran produk rekayasa genetika (PRG) baik berupa pangan maupun nonpangan.
Dokumen tentang regulasi, kesepakatan, pedoman, dan standar
tentang atau yang berkaitan dengan PRG baik nasional maupun intemasional.
Dalam lcaitannya dengan penarikan contoh/sampling, di setiap lokasi penelitian diperlukan data selct~ndertentang luas areal dan tingkat produktivitas pertanian di setiap kabupaten yang menjadi lokasi penelitian. Secara umum data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden yang mencalcup usia, pendidilcan, besar keluarga, sumber dan besar pendapatan, lceilcutsertaan responden dalam keanggotaan kelompok tani, dan luas lahan yang dimililu. Data tentang pengetahuan responden tentang PRG meliputi pengetahuan responden tentang istilah PRG, sumber informasi tentang PRG, peredaran dan penanaman PRG, manfaat dan pengamh buruk PRG.
Pada
pertanyaan tentang pengetahuan, petani lebih dahulu diberikan pertanyaan terkait tentang istilah PRG, jilta petani menjawab benar pertanyaan tersebut maka akan dilanjutkan ke pertanyaan berikutnya, nanlun jika petani memberikan jawaban yang salah, inalca entunerator alcan memberikan penjelasan tentang rekayasa genetilca terlebih dahulu sebelum dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya. Data untuk persepsi responden tentang PRG meliputi persepsi responden tentang peredaran PRG, penanaman PRG, dan keberadaan PRG dalam kehidupan sehari-hari baik pangan maupun nonpangan. Data untuk penerimaan responden terhadap PRG meliputi penerimaan responden tentang manfaat dan kerugian ekonomi dan lingkct~ngannyaserta tindalcan responden terhadap Produk Rekayasa Genetilca (PRG) bagi dirinya dan bagi orang di sekitarnya.
Data harapan
responden terhadap PRG terkait produksi, penyediaan, pengaturan (regulasi), dan informasi tentang PRG. Data primer tersebut dilcumpulkan melalui wawancara terstruktur menggunalcan lcuesioner yang dipersiapkan dan telah diuji coba sebelumnya. Wawancara iili dilak~kanoleh peneliti dan enumerator di masing-masing daerah. Guna meminimallcan kesalal~andan menciptakan lcesamaan persepsi tentang PRG dan instiwnen serta pedoman wawancara oleh pewawancara maka pada tahap persiapan dilakulcan pelatihanlcoaching bagi semua anggota tim (peneliti dan enumerator). Enumerator minimal berpendidiltan D3 pada bidang yang terltait (Pertanian, Pangan, Gizi dan ICesehatan) yang direlcnlt dan Perguruan Tinggi setempat ( W A R dan USU).
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data diawali dengan analisis statistik deskriptif (nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi). Entry data primer dari responden penelitian dilakukan menggunakan program Excel. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan progran SPSS (Statistics Product & Service Solution) Versi 15. Data karakteristik yang berupa umur, pendidikan, sumber pendapatan, besar pengeluaran pangan dan nonpangan, keanggotaan dan status keanggotaan dalam kelompok tani diberi kriteria untuk kategori, disajikan dalam bentuk tabel dan di analisis secara desluiptif. Pengukuran variabel pengetahuan tentang PRG dilakukan dengan memberikan skor 1 (satu) untuk jawaban benar yang diberikan petani dan skor 0 (nol) untuk jawaban salah. Pengukuran variabel penerimaan dan persepsi tentang PRG dilakukan dengan memberikan skor untuk setiap jawaban. Skor 1 (satu) diberikan apabila petani memberikan jawaban Setuju (S) atau menerima PRG dan 0 (nol) bila petani memberikan jawaban Tidak Setuju (TS) atau Tidak Menerima PRG, terhadap pernyataan yang diajukan, tergantung dari sifat pemyataan apakah positif atau negatif. Pada Tabel 2 dapat dilihat variabel yang diukur, jumlah pemyataan dan pengkategorian tiap variabel. Pengukuran variabel harapan responden tentang peredaran dan penanaman PRG di Indonesia dilakukan dengan mengkategorikan jawaban yang diberikan responden, selanjutnya kategori jawaban tersebut dipersentasikan, dianalisis secara deskriptif, dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis perbedaan karakteristik responden di dua kabupaten dengan pengetahuan, persepsi, penerimaan, dan harapan terhadap PRG dilakukan dengan menggunakan uji t (t test). Analisis hubungan antara tingkat pendidikan petani dengan pengetahuan, persepsi, dan penerimaan petani terhadap PRG digunakan korelasi Spearman's.
Tabel 2 Variabel yang Diukur, Pemyataan, dan Cara Pengkategorian Variabel Variabel Pengetahuan
Penerimaan
Persepsi
.
Komponen Pernyataan
Istilah PRG Peredaran dan penanaman PRG Pengaruh buruk dan manfaat PRG
Penggunaan PRG pangan dan nonpangan terkait dengan manfaat dan kemgiannya * Peredaran PRG 0 Manfaat PRG Kemgian PRG
Jumlah Per nyataan 9
Pengkategorian
Skala 1 = Benar
0 = Salah
1. BaiW tahu keberadaan PRG = skor 2 60 % dari jawaban yang benar.
2.
8
I
= Setuju
0 = Tidak Setuju
22
1 = Setuju = Tidak Setuju
Kurang/Betum tahu tentang PRG = skor < 60 % dari jawaban yang benar 1. Menerima = skor 2 60 % dari jawaban yang benar.
2. Tidak menerima = skor < 60 % dari jawaban yang benar 1. Menerima = skor 2 60 % dari jawaban yang benar.
2. Tidak menerima = skor < 60 % dari jawaban yang benar
Analisis faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada penenmaan petani terhadap PRG digunakan regresi logistik Dalam analisis ini setiap variabel dikategorikan menjadi dua berdasarkan hasil skor petani pada aspek penenmaan, pengetahuan, dan persepsi petani terhadap PRG serta variabel pendidikan, keanggotaan dalam kelompok tani, dan penghasilan petani. Pengkategorian pada aspek penerimaan, pengetahuan dan persepsi petani terhadap PRG dilakukan dengan mengacu pada teknik pengukuran pengetahurn gizi (Khomsan 2000), dimana cara pengkategorian dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-offpoint dari skor yang telah d i j a d i i persen, yaitu : Baik
skor >SO%
Sedang
skor 60-80%
Kurang
skor <60%
Namun, dikarenakan dalam analisis data dengan regresi logistik data bertipe kategori dengan dua pilihan, maka kategori sedang termasuk kedalam kaategori baik, sehingga cut-off point di buat sbb:
Baild Menerima PRG
skor L60%
ICurang Tidak Menerima PRG
skor <60%
Pada variabel lceanggotaan dalam kelompolc tani, pengkategorian dilakukan dengan cara memberilcan angka 1 (satu) untuk keikutsertaan dalam aanggota tani dan 0 (nol) untulc lcetidalcikutsertaan dalam anggota kelompok tani. Pada variabel pendidikan petani, kategori 1 (satu) diberikan untuk petani dengan pendidkan rendall, yaitu petani yang tidak sekolah sampai dengan Sekolah Dasar, dan kategori 0 (nol) untuk petani yang berpendidikan menengah, yaitu petani dengan pendidilcan SMP dan SMA. Sedangkan pada variabel pendapatan petani kategori rendah diberilcan bila pendapatan
Rp. 1.000.000,-/bl. Pengkategorian ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran pangan dan non pangan petani dalam satu bulan, selanjutnya di tentulcan cut-offpoint nya berdasarkan nilai tengah dari penggeluaran tersebut. Hasil penglcategorian selanjutnya diuji menggunakan analisis regresi logistik untulc melihat faktor-falctor mana dari variabel tersebut diatas yang memberikan pengaruh pada penerimaan PRG pada petani. Analisis selanjumya dilakukan dengan model persamaan logistik sebagai berikut
dimana F(z) e
-z
= Nilai Var. Dependen = Exponensial = Nilai peluang/kecende~~~ngan suatu lcejadian
Definisi Operasional Teknologi Rekayasa Genetika adalah upaya untuk mengadakan pembahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, mengurangi,
danlatau mengubah susunan
asli
genom
dengan
menggunakan teknik DNA rekombian, yaitu suatu kombinasi DNA yang terbentuk secara in vitro dari fiagmen-fiagmen DNA dari dua spesies organisme. Produk Rekayasa Genetika (PRG) adalah produk yang secara genetik telah mengalami modifikasi (disisipi gen tertentu) melalui teknologi penggabungan DNA, untuk mendapatkan produk b a r - yg lebii unggul, baik pangan maupun nonpangan Penerimaan (Acceptance) adalah pendapat dari petani tentang kesediaan mengkonsumsi dan menggunakan PRG bagi dirinya dan keluarga. Pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui petani berkenaan dengan PRG, yang meliputi tentang istilah PRG, sumber informasi terhadap istilah PRG tersebut, peredaran dan penanaman PRG, serta pengaruh buruk dan manfaat dari PRG. Persepsi adalah respon petani terhadap PRG, meliputi tentang peredaran produk PRG, keamanan PRG, kemgian dan manfaat PRG terhadap pangan, pakan, lingkungan, kesehatan, serta produktivitas tanaman PRG bila dibandingkan dengan tanaman lokal sejenis. Harapan adalah keinginan dari petani agar menjadi kenyataan, terhadap peningkatan produktivitas pertanian, serta penanaman dan peredaran PRG di Indonesia. Petani adalah orang yang mengelola/membudidayakan tanaman pangan. Pendidikan jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh petani, dalam ha1 ini dikelompokkan menjadi :I). Tidak Sekolah, 2). SD, 3). SLTP, 4). SLTA, 5). Perguruan Tinggi (Diploma dan Sarjana).
Jumlah Anggota keluarga adalah semua individu yang tinggallmenetap bersama dalam satu mmahkeluarga dan hidup dari penghasilan yang sama.
Pendapatan petani adalah penghasilan yang diperoleh petani, yang dikategorikan menjadi :Rendah, bila pendapatan Rp. 1.000.000,-hulan Kelompok tani adalah wadah perkumpulan bagi petani untuk belajar dan berprestasi, memperkuat kerjasama diantara sesama petani di dalam kelompok maupun antar kelompok tani dan dengan pihak lain, serta mendapatkan arahan dan informasi yang berkaitan dengan
bidang
pertanian dari diias pertanian setempat. Pertanian adalah kegiatan memproduksi bahan pangan, benih, dan bahan lain melalui budidaya tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Jombang Kabupaten Jombang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km2, dengan jumlah penduduk 1.165.720 jiwa. Kabupaten Jombang terdiri atas 21 kecamatan, yang mencakup 302 (desa) dan empat kelurahan, dengan pusat pemerintahan daerah adalah Kecamatan Jombang. Sedikitnya 42 persen lahan di Jombang digunakan sebagai area persawahan. Lokasi ini ditanami tanaman padi serta palawija seperti jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijay dan ubi kayu. Komoditas andalan tanaman pangan Kabupaten Jombang di tingkat propinsi adalah padi, jagung, kacang kedelai, dan ubi kayu. Besarnya produksi padi telah menempatkan Jombang sebagai daerah swasembada beras di provinsi Jawa ~ i m u r .Rata-rata produksi/produktivitas padi di Kabupaten Jombang pada tahun 2005 sebanyak 58,23 kwiha dengan luas panen bersih 59,66 ha dan produksi 347.350 ton. Kecamatan penyumbang produksi padi terbesar adalah Kecamatan Bareng dengan total produksi 34.230 ton clan luas panen bersih sebesar 5,976 ha (Bapeda Jombang, 2006). Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 4.397,94
km2 atau 6,21 persen dari luas
Provinsi Surnatera Utara. Dari luas wilayahnya,
84,34 persen adalah areal
pertanian dan perkebunan, 8,15 persen kawasan hutan dan 4,12 persen merupakan pemukiman dan penggunaan lainnya. Wilayah Adminishasi Pemerintahaan terdii dari 33 kecamatan, 617 desa dan 20 kelurahaan. Pusat pemerintahan daerah Kabupaten Deli Serdang adalah Lubuk Pakam, yang terletak lebih kurang 30 km dari kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara. Ditinjau dari sudut etnis penduduk terdiri dari berbagai suku yaitu Jawa, Batak, Banjar, Melayu, Simalungun, dan Karo serta berbagai suku lainnya,
sehingga Kabupaten Deli Serdang sering disebut "Indonesia Mini" apabila melihat banyak suku yang ada. Pada sub sektor pertanian tanaman pangan, Kabupaten Deli Serdang mempakan daerah swasembada beras di Propinsi Sumatra Utara. Produksi beras pada tahun 2000 mencapai 503.206 ton sehingga berhasil memperoleh surplus beras sebesar 198.144 ton, bila dibandingkan dengan kebutuhan sebesar 305.602 ton dan mentpakan kontribusi bagi pelestarian swasembada beras baik di tingkat propinsi ataupun nasional. Pada tahun 2001 produksi beras mencapai 491.642 ton dengan surplus beras yang juga dapat terus dipertahankan yaitu sebesar 179.100 ton.
Keadaan Umum Petani Jenis Keiamin Mayoritas jenis kelamin petani pada penelitian ini adalah laki-laki (88.7%) dan sisanya perempuan sebanyak 11.3% (Tabel 3). Lebih besamya komposisi petani laki-laki m e ~ p a k a nha1 yang umum terjadi. Di Indonesia mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani adalah laki-laki, sedangkan perempuan lebih banyak berperan sebagai ibu rumah tangga. Selain karena laki-laki harus berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga, pekerjaan di bidang pertanian bukanlah pekerjaan yang ringan sehingga membutuhkan fisik yang kuat dari mulai proses pengolahan lahan sampai dengan pemanenan. Perempuan biasanya hanya betugas sebagai tenaga pembantu dalam proses pertanian dan bukan sebagai tenaga utama Pekerjaan yang umumnya dikerjakan oleh petani perempuan adalah menanam, memelihara sampai memanen, tidak termasuk membajak. Tabel 3 menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja sebagai petani lebih banyak terdapat di Kabupaten Jombang (15.3%) dibandingkan dengan petani perempuan di Kabupaten Deli Serdang (7.3%), dan hasil ini secara statistik berbeda nyata (p=0.029). Terjunnya petani perempuan ke sawah bukanlah sebuah persoalan tuntutan profesi
dalam rangka mengembangkan kompetensi, tetapi
lebih pada keadaan tidak adanya variasi pilihan dalarn dunia kerja bagi perempuan di daerah. Terjunnya perempuan sebagai petani antara lain disebabkan oleh
pendapatan. Pendapatan petani yang tidak besar dan peningkatan harga kebutuhan menyebabkan peran perempuan menjadi rangkap, selain menjadi ibu rumah tangga juga bekerja untuk membantu pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya. Tabel 3 Sebaran Petani berdasarkan Status Sosial dan Ekonomi No
Karakteristik Petani
1
Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 2. Perempuan Umur (thn) 1. 20-39 2. 40-59 3. 60-78 4. >so Jumlah Anggota Keluarga (org) 1. 4 2. 5-6 3. > 7 Pendidikan Formal 1. Pendidikan Rendah 2. Pendidikan Tinggi
Jombang n
2
3
4
5 6
Sumber pendapatan utama 1. Pertanian Pangan 2. Pertanian non - Pangan Sumber pendapatan Lain I. Iasa 4. Lainnya
Besar rata-rata pengeluaran pangan (RpkeVbl) 1. < Rp. 500.000,2. Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000,3. Ro. 1.000.000-RD. 2.000.000.4. >kp.2.000.000 ' Besar rata-rata pengeluam nonpangan 8 (R~keybl) .. I. < kP. 500.000,2. Rp. 500.000-Rp. 1.000.000,3. Rp. 1.000.000- Rp. 2.000.000,4. > Rp. 2.000.000 Terdaffar dalam perkumpulad kelompok 9 tani 1. Ya 2. Tidak 10 Lama menjadi anggota kelompok tani (th) I. Tidak menjadi anggota 2. 1-10 3. 10-20 4. >20 11 Status keanggotaan dalam kelompok tani 1. Tidak menjadi anggota 2. Ketua kelompok 3. Anppota 4. ~ a i & ~ a * nyata pada taraf 5%
%
Deli Serdang n %
Total n
%
t test P
0.029 127 23
84.7 15.3
139 11
92.7 7.3
266 34
16 86 48
10.7 57.3 32.0
25 92 30 3
16.7 61.3 20.0 2.0
41 15.7 178 59.3 78 26.0 3 1.0
25 16.7 113 75.3 12 8.0
21 114 15
14.0 76.0 10.0
46 227 27
15.3 75.4 9.0
106 70.7 44 29.3
100 50
66.7 33.3
206 94
68.7 31.3
150 0
100 0
147 3
98.0 2.0
297 3
99.0 1.0
30
20.0
6
4.0
36
12.0
39
26.0
82
54.6
*
88.7 11.3 0.060
0.410
0.457
0.082 0.000
*
121 40.3 0.207
7
40 26.7 110 73.3 0 0 0 0
56 90 3 1
37.3 60.0 2.0 0.7
96 32.0 200 66.7 3 1.0 1 0.3
104 46 0
88 60 2
58.7 40.0 1.3
192 64.0 106 35.3 2 0.7
69.3 30.7 0
0.036 *
0.000 105 45
70.0 30.0
54 96
36.0 64.0
159 53.0 141 47.0
45 56 41 8
30.0 37.4 27.3 5.3
96 33 19 2
64.0 22.0 12.7 1.3
141 47.0 89 29.7 60 20.0 10 3.3
45 7 92 6
30.0 6.7 87.6 5.7
96 4 50 0
64.0 2.7 33.3 0
141 47.0 11 3.7 142 47.3 6 2.0
*
0.000 *
0.000 *
Umur Secara biologis umur menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahimya yang berada dalam keadaan hidup. Menurut Hurlock (1980) rentang usia antara 40 - 60 tahun termasuk dalam kelompok usia dewasa madya atau setengah baya.
Pada kelompok usia ini sudah terdapat kornitmen
yang lebih besar
terhadap pekejaan, dimana akan tejadi kecenderungan untuk bekeja dengan lebii serius dan lebih banyak mencurahkan diri pada pekerjaan dibandingkan dengan usia sebelumnya. Pada kelompok usia sebelumnya, cenderung masih mengadakan percobaan dengan pekerjaan yang dilakukan dan mencari jeNs pekejaan yang tepat (Santrock 1995). Sedangkan pada kelompok usia diatas 60 tahun atau biasa disebut usia lanjut, d i i a pada usia iN tejadi berbagai perubahan fisik dan penurunan fimgsi organ tubuh, sehingga berlanjut pada penurunan tingkat produktifitas dalam bekerja. Umur petani dalam penelitian ini berkisar antara 20 tahun sebagai umur petani yang termuda sampai dengan usia 88 tahun, untuk petani yang tertua. Karakteristik petani berdasarkan tingkatan umur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p=0.060), dimana proporsi umur pe* 40
-
terbanyak berkisar antara umur
59 tahun sebesar 59.3% (Tabel 3). Pada umumnya umur petani tergolong
pada kategori usia produktif, sehingga secara fisik akan sangat membantu dan potensial untuk melakukan berbagai aktivitas usahatani yang dikelolanya.
Jumlah Anggota Keluarga Keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi, serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami, istri, ayah, ibu, an&, saudara laki-laki, dan saudara perempuan serta mempakan pemelihara kebudayaan bersama. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya individu yang menetapl tinggal bersama dalam satu keluargal rumah. Jumlah anggota keluarga atau rumah tangga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang atau jasa (Sumarwan 2003). Besar kecilnya jumlah anggota rumah tangga dapat memberi
andil terhadap motivasi petani berusahatanj, karena faktor pendorong internal ini menyangkut kebutuhan keluarga. Kategori jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga kelompok mengacu pada standarlaturan yang ditetapkan BKKBN, yaitu keluarga kecil dengan anggota keluarga kurang dari empat orang, keluarga sedang yang anggota keluarga terdiri dari lima sampai dengan enam orang dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga besar dari tujuh orang. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa petani di dua wilayah berada pada kelompok keluarga sedang. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada jumlah anggota keluarga antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p=0.410), dimana persentase petani dengan jumlah anggota keluarga sedang adalah tertinggi (75.4%). Persentase terendah terdapat pada petani dengan jumlah anggota keluarga besar (9.0%).
Pendidikan Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku menuju kepada perilaku yang lebih baik dan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas surnber daya manusia. Tingkat pendidikan, khususnya pendidikan sekolah, merupakan salah satu faktor yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap pengetahuan, keterampilan, dan produktifitas kej a seseorang. Menurut Sumarwan (2003), pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting. Pada umurnnya seseorang dengan tingkat pendidikan yang makin tinggi cendemng memiliki wawasan serta pengetahuan yang lebih luas, karena lebih mampu menyerap serta mengolah berbagai informasi yang diterimanya, serta akan menyebabkannya menjadi lebih respon terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sebaliknya, rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan menjadikannya cenderung kurang peka terhadap berbagai perubahan yang terjadi (Ridwan 1997). Dari segi pendidikan formal yang diselesaikan, tingkat pendidikan petani yang terbanyak adalah SD, yaitu sebanyak 70.0% di Kabupaten Jombang dan 57.3% di Kabupaten Deli Serdang, dan tidak ada tingkat pendidikan petani yang rnencapai perguruan tinggi (Gambar 4).
Jombang
Deli Serdang
Gambar 4 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Kategori tingkat pendidikan petani dalam penelitian ini di bagi menjadi dua kategori yaitu pendidikan rendah dan pendidikan menengah. Hasil e n Q data dengan program excel menunjukkan tidak ada petani yang berpendidikan sampai perguruan tinggi, sehingga pengkategorian tingkat pendidikan petani adalah petani yang tidak bersekolah sampai dengan Sekolah Dasar (SD) termasuk dalam kategori pendidikan rendah, sedangkan petani yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMF') sampai dengm Sekolah Menengah Atas (SMA) dikategorikan berpendidikan menengah. Mayoritas petani dalam penelitian ini berpendidikan rendah, yaitu tidak bersekolah sampai dengan Sekolah Dasar. Hal ini juga diungkapkan oleh Sastraatmadja (2008), bahwa masyarakat berpendidikan rendah lebih bmyak yang menjadi petani, sedangkan banyak lulusan perguruan tinggi dengan kajian ilmu pertanian lebih memilih bekerja di berbagai instansi, tidak terjun langsung ke lapangan menerapkan ilmunya di desa-desa. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan antara petani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.457). Namun tidak ada petani yang tidak bersekolah di Kabupaten Jombang, sedangkan di Kabupaten Deli Serdang terdapat sebanyak 9.3% petani yang tidak bersekolah dan 57,3% petani dengan
tingkat pendidikan SD (Gambar 4). Hal ini juga terlihat pada data dari BPS privinsi Sumut (2003) yang menyatakan bahwa sektor pertanian umurnnya di dorninasi oleh pekerja dengan pendidikan rendah, dimana sebagian besar masyarakat menggeluti sektor pertanian sebagai pekerjaan utama adalah yang tid*
sekolabl belum tamat SD hingga tamat SD. Dengan kondisi sumber daya
petani yang mempunyai pendidiian formal relatif rendah diduga dapat berpengaruh terhadap keputusan adopsi teknologi pada usahatani yang diielolanya.
Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga Tabel 3 menunjukkan bahwa sumber pendapatan utama petani di Kabupaten Jombang adalah dari pertanian pangan, sedangkan sumber pendapatan utama petani di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 99% dari pertanian pangan dan sebanyak 1% dari pertanian nonpangan. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan antara petani di dua wilayah (p=0.082). Hasil analisis menunjukkan sumber pendapatan pendukung yang dilakukan oleh petani untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya antara lain adalah bekerja sebagai buruh tani, bekej a di sektor industri, sektor jasa dengan menjadi pedagang, tukang ojek maupun pemilik kilang padi serta dalam bidang lain, seperti pensiunan, pembuat batu bata atau sebagai mandor (Gambar 5). Persentase tertinggi pekerjaan sebagai sumber pendapatan laid penunjang pada petani di Kabupaten Jombang adalah buruh (47.3%), dan persentase terendah adalah bekerja dalam bidang industri (6.7%).
Persentase tertinggi pekerjaan
sebagai sumber pendapatan laidpenunjang pada petani di Kabupaten Deli Serdang adalah bidang lain, seperti pembuat batu bata, pensiunan, petemak atau sebagai mandor (54.6%), dan persentase terendah adalah bekerja dalam bidang industri (0.7%). Hal ini ditunjukkan pula oleh hasil uji t, dimana menunjukkan adanya perbedaan sumber pendapatan lain antara petani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.000). Besar rata-rata biaya pengeluaran pangan hampir sama
diantara dua
wilayah, dimana sebanyak 73.3% petani di Kabupaten Jombang dan 60.0% petani di Kabupaten Deli Serdang mengeluarkan biaya keperluan pangan untuk setiap
bulannya berkisar antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- kelhl. Hal ini ditunjang pula oleh hasil uji t yang menunjukan tidak ada perbedaan besar pengeluaran pangan keluarga petani di Kabupaten Jombang dan di Kabupaten Deli Serdang (p=0.207).
r-l I B ! Jombang
H Deli Serdang
Jasa
Buruh
Industri
Lainnya
Gambar 5 Sebaran Petani berdasarkan Sumber Pendapatan Pendukung Besar rata-rata biaya pengeluaran nonpangan di dua wilayah penelitian adalah kurang dari Rp. 500.000,-ikelhl. Hasil uji t menunjukkan perbedaan pada besar pengeluaran nonpangan petani di dua wilayah (p=0.036). dimana persentase pengeluaran nonpangan kurang dari Rp. 500.000,-keluargalbulan yang tertinggi adalah di
Kabupaten Jombang, yaitu sebanyak 69.3% petani, sedangkan di
Kabupaten Deli Serdang sebanyak 58.7% petani. Untuk besar pengeluaran nonpangan yang berkisar antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- di kabupaten Jombang sebanyak 30,7% petani dan di Kabupaten Deli Serdang sebanyak 60% petani. Sebanyak 1,3% petani di Kabupaten Deli Serdang mengeluarkan biaya pengeluaran nonpangan Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,-/kel/bl, namun tidak ada petani di Kabupaten Jombang yang mengeluarltan biaya pengeluaran nonpangan diatas Rp. 1.000.00,- .
Kelompok Tani ICelompolc tani adalah wadah perkumpulan bagi petani untuk belajar dan berprestasi, mnemperln~atkerjasana diantara sesama petani di dalam kelompok maupun antar lcelompok tani dan dengan pihak lain, serta mendapatkan arahan dan inforrnasi yang berlcaitan dengan bidang pertanian dari dinas pertanian setempat. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/kpts/ot.160/4/2007, Tanggal: 13 April 2007 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompolc Tali d m Gabungan Kelompok Tani, disebutkan bahwa fungsi kelompok tani yaitu 1) merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya lcemandirian dalam berusaha tani sehingga produktifitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera; 2) merupakan tempat untulc memperkuat lcerjasama diantara sesama petani dalam lcelompok tani dan antar lcelompok tani serta dengan pihak lain. Sebanyalc 53,0% petani terdafia- dalam kelompok tani yang ada di masingmasing wilayall. Persentase terbesar petani yang terlibat dalam keanggotaan kelompolc tani adalah di ICabupaten Jombang. Tabel 3 menunjukkan petani Kabupaten Jombang yang terdaftar pada keanggotaan kelompok tani adalah sebanyalc 70.0%, sedanglcan persentase petani di Kabupaten Deli Serdang yang terdafiar pada lceanggotaan lcelompolc tani adalah sebanyak 36.0%. Hal ini didukung pula oleh hasil uji t yang menunjukkan adanya perbedaan dalam keanggotaan petani dalam kegiatan kelompok tani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.000). Berdasarlcan jawaban petani yang terdaftar pada perkumpulan kelompolc tani, tentang lananya menjadi anggota perkumpulan kelompok tani diperoleh hasil bahwa sebanyak 29.7% petani telah terlibat dalarn perkumpulan ini berkisar antara 1-10 t a h ~ u ~dan , 20.0% petani telah terlibat dalam perlcumpulan tani berkisar antara 10 - 20 t a h ~ ~ n . Persentase janglca walctu/lamanya terlibat dalam lceanggotaan kelompok tani di Kabupaten Jomnbang adalah 1-10 tahun (37.4%), 10-20 tahun (27.3%) dan lebih dari 20 tahun (5.3%), sedangkan di Kabupaten Deli Serdang persentase jangka walctu lcete~libatanpetani dalam perkumpulan ini adalah 1-10 tahun
(22.0%), 10-20 tahun (12.7%) dan lebih dari 20 tahun (3.3%). Adanya perbedaan
dalam persentase lama inenjadi anggota kelompok tani di Icabupaten Jombang dan kabupaten Deli Serdang di dukung pula oleh hasil uji t @=0.000). Status lceanggotaan petani di ICabupaten Jombang dalam kelompok tani yaitu sebagai lcetna lcelompok (6.7%), anggota (87.6) dan Iainnya (5.7%) dalam ha1 ini petani inenjadi wdcil lcetua kelompok, sekretaris, ataupun bendahara. Status keanggotaan petani di ICabupaten Deli Serdang dalam kelompok tani adalah sebanyak 2.7% sebagai ketua kelompok dan 33.3% sebagai anggota kelompok tani. Hasil uji t menunjukkan adanya perbedaan terhadap status keanggotaan petani dalam kegiatan kelompok tani pada petani di Kabupaten Jombang dan ICabupaten Deli Serdang (p=0.000). Pengadaan dan Peredaran PRG di Indonesia Biotelcnologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Dengan bioteknologi diharapkan dapat inenyelesaikan masalah-masalah di bidang pertanian yang tidak dapat diselesaikan dengan cara lconvensional. Rekayasa genetika merupakan salah satu bentulc biotelcnologi yang belakangan ini berlcembang dengan pesat dan menjadi perhatian d~mia.Rekayasa genetika dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu mdchluk hidup Ice makhlulc hidup lainnya, yang dikenal juga dengan istilah transgenik. Relcayasa genetika mempunyai peran yang sangat besar dalam memperbaiki lcualitas inaupun laantitas pangan, relcayasa genetika juga memilki peran nyata dalam menjaga lcelestarian pangan. Walaupun begitu, hingga kini masih beltu~lada lcesepakatan untuk menggunakan tanaman transgenik hasil rekayasa tersebut. Masih banyak ilmuwan dan tokoh masyarakat yang menyangsilcail alcibat penggunaan telcnologi transgenik. Dislcusi lnasyarakat dunia sekarang juga mulai ramai, karena tanaman transgenilc sudah inulai dikomersiallcan. Banyak orang khawatir tanaman transgenilc bisa menjadi gulina baiu atau bahkan bisa dinlungkinkan pangan hasil transgenilc dapat inenjadi racun atau alergen bagi manusia. Akan tetapi ada juga pihalc-pihalc lain y a ~ glnendorong agar relcayasa genetilca dilcembangkan dengan
alasan, tanaman transgenik sangat menjanjikan karena bisa memberi makanan dunia dengal pola tananan ramah lingkungan dan harganya murah. Pemerintah Indonesia telah mengambil sikap pro dengan penuh kehatihatian dalam pengeinbangan tananan transgenilc di Indonesia. Pro dan ltontra keberadaan PRG di dalam negeri hanya terjadi pada tingkatan pengambil kebijalcan dan Lembaga Swadaya Masyaralcat (LSM/NGO), tidak terjadi pada peldcu agribisnis. Icondisi ini memerlukan pencematan tingkat petani selalc~~ yang mendalam, mengingat peluang yang mungkin dihasilkan atau dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya PRG ini membawa konsekuensi langsung terhadap petani.
Tanaman transgenik yang akan dilepas di Indonesia
hendaknya telah secara teruji melalui penelitian dan pengembangan yang baik, terencana, dan berkelanjutan. Pengambilan keputusan untuk mengembangkan tanaman transgenilc di berbagai daerab perlu dilakukan melalui proses penelitian dan pengembangan yang terpadu antara peinerintah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, LSM, swasta, dan masyaraltat. Pada tanggal 29 September 1999, pemerintah mengeluarkan Surat Iceputusan Bersana (SIB) Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri ICesehatan, d m Menteri Negara Pangan dan Hoitikultura, Nomor.
998.1/I(pts/OT,210/9/99;790.a/Kpts-W1999;1145A/MENKES/SKB/W1999;
015A/NmenegPHOR/09/1999, tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PPHRG). Dalam SKB ini disebutkan bahwa pengkajian lceamanan hayati dan lceamanan pangan tanaman transgenilc, bagian-bagiamya, dan hasil olahannya harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Mencantumkan nama genus, spesies, dan kultivar tetuanya, b. Mencantuinlcan inetode modifilcasi genetik yang digunakan dalam merelcayasa tanaman transgenik, c. Vektor yang digunaltan bbuan inerupalcan organisme patogen, baik terl~adap manusia maupun organisme lain, jika modifikasi genetik menggundcan vektor, d. Mencanturnlcan lceterangan lengltap sumber gen yang digunakan dan metode pemusnal~ansisa velctor, e. Meucanhunlcan sistem reprodulcsi tetuanya,
f. Mencantumkan sifat barn yang dipindahkan ke tanaman transgenik, g. Mencantumkan keterangan keberadaan kerabat liar tetua tanaman transgenik, h. Mencantumkan cara pemusnahannya apabila terjadi penyimpangan. Disamping memenuhi syarat di atas, tanarnan transgenik yang digunakan untuk bahan pangan dan pakan juga harus disertai keterangan tentang hal-ha1 berikut: a. Stabilitas gen sisipan dan efikasi gen, b. Kualitas gizi, c. Kandungan senyawa beracun, antigizi, dan penyebab alergi yg bersifat alarni atau hasil modifkasi d. Dipenuhi persyaratan kesepadanan substansial, e. Secara urnum aman untuk diionsumsi, f. Kemungkiman menyerbuki kerabat liar, g. Kemungkinan terjadinya ketahanan pada tanaman yang diserbuki terhadap organisme pengganggu tumbuhan, maupun herbisida, h. Penampilan fungsi dan pengaruh dari modifikasi genetik. Selain semua persyaratan di atas, SKB ini juga mengatur tentang Tata Cara Pengkajian Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan PPHRG. Setiap orang atau badan hukum yang akan memanfaatkan PPHRG harus mengajukan permohonan pengkajian keamanan hayati dan keamanan pangan secara tertulis, dengan formulir yang telah disiapkan kepada keempat menteri, melalui direktoratdirektorat jenderal yang ditunjuk di keempat departemen, serta pusat karantina, dan komisi pestisida. Sikap kehati-hatian pemerintah terhadap kemungkiian dampak negatif dari PPHRG nampak jelas dan tetap dipertahankan. Hal ini terlihat dari pemerintah mengeluarkan lagi PP RI No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Peraturan Pemerintah ini lebih fokus pada PPHRG, mulai dari jenis, persyaratan, penelitian dan pengembangan (Litbang), pemasukan dari luar negeri, pengkajian, pelepasan dan peredaran, pemanfaatan, sampai kelembagaan yang menangani PPHRG.
Berdasarkan PP RT No.
21
Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati
Produk Rekayasa Genetik, PRG yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan sebelum diusulkan untuk dilepas danlatau diedarkan hams diuji efikasi dan memenuhi persyaratan keamanan hayati. Alur prosedur pengkajian penelitian dan pengembangan PRG disajikan pada Gambar 6 .
Sumber: http//www.indonesiabch.org. Gambar 6 Prosedur Pengkajian Penelitian dan Pengembangan PRG di Indonesia
Pengkajian, penelitian dan pengambangan PRG dilaksanakan berdasarkan permohonan tertulis yang diajukan oleh pemohon kepada menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang benvenang. Dalam rangka pemberian rekomendasi keamanan hayati PRG, menteri atau Kepala LPND yang benvenang menugaskan Komisi Keamanan Hayati O(KH) PRG untuk melakukan pengkajian. Selanjutnya KKH menugaskan Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) PRG untuk melakukan pengkajian dokumen teknis dan uji lanjutan. Hasil evaluasi dan kajian teknis kearnanan hayati PRG yang dilakukan oleh TTKH disampaikan kepada KKH sebagai bahan penyusunan usul rekomendasi keamanan hayati PRG.
Tabel 4 Evaluasi dan Penglcajian Teknis Iceamanan Hayati PRG No. Produlr Rekomendasi KKH Dinyatakan "aman terhadap 1. K a ~ a Transeenik s Roundup Ready lingkungan dan Varietas DP 5690 RR keanekaragaman hayati" oleh (alias 1220 RRA 680221 Komisi Keamanan Hayati & DP 90 RR (alias 90 pada 17 Mei 1999. RE 60012)(Event
Keputusan Deptan Pelepasan secara terbatas berdasarkan Kepntusan Menteri Pertanian No.l07/Kpts/KB.430/2/2001, Kepucusan Menteri Pertanian N0.03/KDts/KB.430/1/2002, dan Keputusan Menteri Pertanian No.l02/K~tslKB.430/2/2003.
2. Kapas Transgenik Bt Varietas Bt DP 90 B (alias 90 BE 60023)& PM 1560 B (alias 1560 BE 72022) (Event 5311 3. Kedelai Transeenik
Dinyatakan "aman terhadap lu~gkungandan keanekaragaman hayati" oleh Komisi Iceamanan Hayati pada 17 Mei 1999. Dinyatakan "aman terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati" oleh Komisi Keamanan Hayati pada 17 Mei 1999.
Surat Hasil Evaluasi Tanaman Transpenik oleh Kepala B a d a a e t u a Komisi Keamanan
Dinyatakan "aman terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati" ole11 Komisi Keamanan Hayati pada 17 Mei 1999. Jarme Transeenik Bt Dinyatakan "aman terhadap Varietas Bt Mon 810-1 lingkungan dan & Bt Mon 810-2(Event keanelcaragaman hayati" oleh Mon 8 10) Komisi Keamanan Hayati pada 17 Mei 1999.
Surat Hasil Evaluasi Tanaman Transeenik oleh Kepala BadanKetua Komisi Keamanan
Round up Ready Varietas Cristdina RR & Jatoba R R (Event GTS 40-3-2)
4.
5.
6.
Jaeung Transeenik Round up Ready Varietas RR-I & RR-2 (Event GA 211
&y&
Surat Hasil Evaluasi Tanaman Transeenik oleh Kepafa B a d a a e t u a Komisi Keamanan
Havati Surat Hasil Evaluasi Tanaman Transeenik oleh Ke~ala BadanlKetua Komisi Keamanan
Havati
Ronozytne-P (probiotik Dillyataka11 "aman terhadap pakan) lingkungan dan keanekaragaman hayati" oleh Komisi Keanlanan Hayati ftahun 2001\.
7. Finase-P dan Finase-L
Dinyatakan "aman terhadap Rekomendasi aman havati ~ r o d u k lingkungan dan Finase-P dan Finase-L. Badan lceanekaragaman hayati" ole11 Penelitian danpeneembanean Pertanian. Departemen Pertanian Komisi Keamanan Hayati (tahun 2001). Sumber : Balai Kli~ingIceamanan Hayati Indonesia, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI, 2007 (probiotik pakan)
Terhadap hasil evaluasi dan kajian telcnis yang disampaikan, maka Balai Kliring Icea~nananHayati (BI(KH) PRG, selaku perangkat 1033 mengumumkan penerimaan pe~mlohonan,proses dan ringltasan hasil pengltajian di tempat yang dapat dialtses ole11 masyaraltat untuk membeiikan kesempatan kepada masyarakat
menyampaikan tanggapan. Apabila masyarakat tidak memberikan tanggapan, maka masyarakat dianggap tidak berkeberatan atas usul rekomendasi dari KKH, dan selanjutnya KKH menyampaikan rekomendasi
keamanan lingkungan,
keamanan pangan, dadatau keamanan pakan kepada Menteri atau Kepala LPND yang berwenang. Kemudian Menteri atau Kepala LPND yang berwenang menggunakan sertifikat dan rekomendasi sebagai dasar pertimbangan untuk penerbitan Keputusan Pelepasan dadatau Peredaran PRG sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (tabel 4). Data dari Departemen Pertanian menyatakan bahwa status tanaman PRG terutama tanaman pangan masih dalam tahap penelitian dan pengembangan di tingkat institusi dan belum ada tanaman PRG yang telah dilepas untuk ditanam di areal produsen Indonesia. Satu-satunya produk PRG yang telah dilepas dilingkungan adalah kapas NU Cotton 35B (Bolgard) di Sulawesi Selatan pada tahun 2000 sampai dengan 2002 (Mulya 2003). Data Jenis tanaman yang sedang diteliti di Indonesia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan Status Pengujian Tanaman Transgenik di Indonesia Tanamam
Sifat
Status
Agen
Jagung Bt
Tahan hama
Monsanto dan Pioneer
Uji lapangan
J a y n g Pin 11
Tahan bama
Balitbio
Sedang dikembanaan
Jagung RR
Tahan herbisida
Monsanto
Uji lapangan
Kapas Bt
Tahan hama
Monsanto
Uji lapangan
Kapas RR
Tahan herbisida
Monsanto
Uji lapangan
Kacang tanah
Tahan virus
Balitbiogen & ACIAR
Uji lapangan
Kedelai
Tahan herbisida
Monsanto
Uji lapangan
Kentang Bt
Tahan hama
Balitsa/MSU
Uji lapangan
Padi Bt &GNA
Tahan hama
LIP1
Sedang dikernbangkan
Kedelai Pin I1
Balitbiogen
Uji laboratonurn
Balitbiogen
Uji laboratonurn
Pepaya
Tahan hama & pin I1 Tahan penggerek Buah Tahan virus & CP
Tebu
Tahan penggerek
Balitbiogen, Balitbun P3GI
Ketela pohon
Tahan virus
Blitbiogen
Uji laboratoriurn
Cabe rawit
Tahan virus &CP
1PB
Uji laboratorium
Kopi
Tahan karat
Balitbun
Uji laboratonurn
lndah kiat
Uji laboratoriurn
Kakao Bt
Tahan hama Pohon Penghi,jauan Sumber : Yayasan IDEP, 2008
Balitsa,
Uji laboratoriurn Uji laboratonurn
Sebel~un dilepas atau diedarkan, PRG terlebih dahulu harus melalui tahapan pengujian persyaratan lceamanan bagi lingkungan, pangan dan pakan, sebagaimana tercant~lmdalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005, bahwa PRG bailc yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang akan dikaji atau diuji untuk dilepas danlatau diedarkan di Indonesia harus disertai informasi dasar sebagai petunjulc bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan linghmgan, keamanan pangan danlatau keamanan pakan. Pengadaan dan Peredaran PRG Pangan di Indonesia Penyediaan pangan pada waktu yang tepat dalam jumlah yang cukup, sehat, bergizi, anlan, dan terjanglcau oleh sebagian besar masyarakat, inasih merupakan masalah utama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara dapat menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut. Meslcip~m berbagai upaya keras telah dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan, namun pencapaian peningkatan produksi belum mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan, baik karena laju pertumbuhan pendudulc, peninglcatan lconsumsi per~capita,maupun pesatnya perkembangan industri palcan dan pangan olahan (Swastika et al. 2007). Akibatnya, sampai saat ini Indonesia masill tergantung pada impor pangan (beras, jagung, dan kedelai). Jika tidak dilakukan terobosan yang berarti, maka di masa mendatang ketergantungan pada impor akan makin berat, baik dari sisi pengeluaran devisa maupun dari sisi nlalcin tipisnya pasolcan lcomoditas pangan dipasar dunia. Oleh karena itu perlu dilalallcan percepatan penemuan dan inovasi teknologi serta pembahanlan yang berlcaitan dengan produksi pertanian. Biotelrnologi dipandang sebagai salah satu terobosan teknologi dalam pemuliaan tananla11 atau hewan, dengan memanfaatlcan sumberdaya genetik untuk menciptalcan spesiesivarietas berbagai komoditas pertanian dengan produktifitas tinggi dan toleran terhadap celcaman linglcungan. Salah satu bentuk biotelcnologi yang belalcangan ini berlcembang dengan pesat dan menjadi perhatian dunia
adalah teknologi pemindahan sifat genetik antar-makhluk hidup yang hasilnya dikenal dengan istilah Produk Rekayasa Genetika (F'RG) atau transgenik. Menurut Swastika dan Hardinsyah (2008), tujuan dari pengembangan bioteknologi PRG adalah untuk menjawab tantangan kesulitan me~ngkatkan produktifitas dan kualitas panga~bagi penduduk. Dalam teknologi iN diharapkan dapat dihasilkan spesies baru yang merupakan perpaduan dari sifat-sifat positif (unggul) dari makhluk hidup yang sudah ada. Dengan demikian, produktifitas spesies dan kualitas hasil yang diperoleh dari teknologi transgenik akan lebii tinggi. Lebih lanjut Swastika dan Hardinsyah (2008) mengungkapkan bahwa Indonesia mengimpor tidak h a n g dari 300 ribu ton beras, dan masing-masing sekitar 1 juta ton jagung dan kedelai tiap tahun. Sebagian besar (71%) jagung diimpor dari Argentina dan (83%) kedelai dari Amerika serikat, dimana PRG untuk kedua komoditas ini berkembang dengan pesat. Tidak tertutup kemungkinan bahwa semua jagung dan kedelai yang diimpor adalah produk transgenik. Indonesia berada pada posisi yang sulit untuk menghindari masuknya PRG. Di satu sisi jumlah penduduk yang padat menghendaki penyediaan pangan yang selalu melampaui kemampuan produksinya, di sisi lain sulit memperoleh pasokan jagung dan kedelai dari negara yang tidak mengembangkan teknologi transgenik dalam proses produksi kedua komoditas ini. Santosa (2002) menyebutkan bahwa bahan pangan dari tanaman transgenik telah masuk ke Indonesia, terutama kedelai dan jagung, sedangkan pemerintah sendiri belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung dan bahan pangan transgenik apa saja yang boleh masuk ke Indonesia. Hasil penelitian YLKI selama tahun 2002 sampai tahuan 2005 menyatakan bahwa telah ditemukan kandungan transgenik pada 10 produk pangan yang beredar di Indonesia. Produk-produk tersebut diantaranya adalah produk tahu, tempe, dan susu kedelai. Selain itu, berdasarkan laporan USDA yang berjudul Agricultural Biotechnology Report diketahui bahwa sejumlah produk pertanian (berupa jagung
Bt, kedelai tahan herbisida serta bunglulnya) yang diimpor Indonesia dari Amerika mempakan pangan transgenik atau PRG (Anonirn 2006b).
Secara legal formal, Indonesia telah melakukan upaya perlindungan dengan mengeluarkan berbagai undang-undang dan peratwan pemerintah tentang pangan, keamanan hayati, dan keamanan pangan produk pertanian rekayasa genetik.
Hal ini mencerminkan kepedulian pemerintah secara formal untuk
melindungi masyarakat dari kemungkiinan pengaruh negatif pangan PRG. H a i l kegiatan rekayasa genetika yang diharapkan sesuai dengan undang-undang adalah jenis, spesies, atau varietas baru yang mempunyai keunggulan dalam hal produktifitas dan kualitas hasil. Ini berarti bahwa PRG diharapkan dapat menyumbang produksi pangan bermutu melalui peningkatan produktifitas dan mutu hasil. Dalam Undang-Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan PP nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan telah dijelaskan bahwa peredaran pangan di Indonesia harus melalui uji keamanan terlebih dahulu. Demikian pula dengan pelabelan bahan pangan, ketentuan dan penjelasan tentang label pangan pun tercantum pada UU tersebut. Pelabelan pangan diiaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada pihak lain terutama konsumen mengenai jenis pangan, kandungan gizi dan jenis bahan tambahan yang digunakan dalam kegiatanfproduksi pangan tersebut. Bermawie et al. (2003) mengatakan bahwa, pelabelan merupakan sumber informasi penting bagi konsumen, sebagai dasar untuk
memutuskan
pilihannya,
meskipun
berdampak
kepada
sedikit
bertambahnya nilai jual ditingkat konsumen. Dalam peraturan Pemerintah nomor
69 tahun 1999 tentang Label dan Wan Pangan, pada pasal 35 menyatakan bahwa untuk tanaman produk rekayasa genetika hams diberi label sebagai tanaman rekayasa genetika. Narnun demikian, implementasi dari undang-undang tersebut belum mendapat perhatian yang memadai. Belurn pemah terdengar bahwa jagung dan kedelai impor diuji kemanannya sebelum dipasarkan. Bahkan label tentang asalusul kedua komoditas tersebut di Indonesia belum ada. Sebaliknya, juga belum pemah ada laporan tentang adanya gangguan kesehatan masyarakat akibat mengkonsumsi kedelai dan jagung asal impor. Fenomena ini menyebabkan pelabelan dan uji keamanan pangan untuk jagung dan kedelai impor tidak dipandang penting.
Tantangan lain yang dihadapi adalah implementasi dari peraturan pemerintah ini di tingkat pelaksana lapangan. Sejak keluarnya Undang-Undang
RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, belum ada perkembangan berarti pelaksanaan undang-undang maupun peraturan pemerintah yang ditetapkan (Andang 2007). Nampaknya belum ada penegakan hukum yang berarti, selama tidak ada sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaksana yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik serta bagi importir dan distributor PRG, maka selama itu peraturan pemerintah tidak akan efektif. Produk pertanian hasil rekayasa genetika akan tetap dengan bebas mas& ke dalam negeri tanpa melalui uji keamanan panganJaminan keamanan dan keselamatan bagi konsumen juga tertulis dalam Undang-Undang Perlindungan Konsurnen No.8 Tahun 1999 yang dinyatakan dalam Bab 111 Bagian Pertama dan Pasal4. Konsumen berhak untuk memperoleh keamanan dari berbagai produk dan jasa yang dionsumsinya Makanan hams sesuai dengan keyakinan konsumen dan
aman dikonsumsi bagi kesehatan.
Makanan yang aman berarti tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh manusia Makanan yang aman adalah makanan yang tidak terkontaminasi oleh bakteri atau zat-zat kimia yang secara potensial membahayakan manusia dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Sumarwan 2003). Sampai saat ini memang belum ada laporan tentang dampak negatif pangan asal impor terhadap kesehatan manusia maupun temak. Narnun demikian, kekhawatiran sebagian masyarakat akan dampak negatif tersebut hams diantisipasi dengan melaksanakan peraturan dan undang-undang tentang PRG. Manfaat yang didapat dari pelaksanaan peraturan tersebut antara lain adatah: (1) dapat mencegah peredaran PRG yang berdasarkan hasil uji mengandung bahan yang dapat mengganggu lingkungan atau kesehatan manusia; (2) masyarakat lebih tahu tentang produk yang dikonsumsi (transparansi melalui label), sehinga bisa mernilih untuk mengkonsumsi PRG atau tidak, (3) tidak ada penyesalan di kemudian hari, jika kekhawatiran sebagian masyarakat akan akumulasi dampak negatif PRG terbukti. Dengan demikian, masyarakat terlindungi, dan pemerintah tidak dipersalahkan.
Pengadaan dan Peredaran PRG Nonpangan di Indonesia Di Indonesia tanaman transgenik masuk pada tahun 1997. Tanaman kapas transgenik tahan serangga (Bt) merupakan tanaman transgenik yang pertama kali dilepas ke lapangan untuk skala uji coba, di Sulawesi Selatan. Lokasi ini dipilii karena Propinsi Sulawesi Selatan termasuk salah satu provinsi penghasil kapas terbesar di Indonesia. Pertanian kapas terdapat hampir di seluruh Kabupaten di propinsi ini dan melibatkan ribuan petani. Sementara itu, komersialisasi kapas transgenik, berupa izin pengembangan kapas transgenik di Sulawesi Selatan dikeluarkan pemerintah melalui Departemen Pertanian pada tahun 2001. Mardiana (2007) menyatakan bahwa alur proses pelepasan kapas transgenik didahului dengan pengajuan permohonan pengujian Produk Bioteknologi Pertanian Hail Rekayasa Genetik (PBPHRG) oleh PT. Monagro Kimia (nama Monsanto di Indonesia) kepada Menteri Pertanian c.q. Ditjen Bina Produksi Perkebunan yang kemudian diteruskan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan untuk selanjutnya dimintakan rekomendasi dari Ketua Komisi Keamanan Hayati terhadap dua jenis produk tanaman kapas transgenik, yakni : a.
Tanaman kapas transgenik Roundup Ready, dengan varietas DP 5690 RR (identik dengan 1220 RRA 68022) dan DP 90 RR (identik dengan 90 RE 60012).
b.
Tanaman kapas transgenik Bt, dengan varietas Bt DP 90B (identik dengan 90 BE 60023) dan PM 1560B (identik dengan 1560 BE 72022). Selanjutnya dilakukan pengujian skala laboratorium dalam rumah kaca di
Fasilitas Uji Terbatas (FUT) oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi (Balitbio) Deptan. Setelah melewati pengujian di FUT, dilakukan pengujian skala lapangan di fasilitas Lapangan Uji Terbatas (LUT) guna melakukan uji keamanan hayati. Pengujian keamanan hayati kapas transgenik dilaksanakan pada tiga lokasi di Sulawesi Selatan, yaitu kabupaten Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng. Pada tahun 1999 dikeluarkan surat hasil evaluasi tanaman kapas transgenik oleh Ketua Komisi Keamanan Hayati, yang menyatakan bahwa
kapas
transgenik
aman terhadap
lingkungan
dan
keanekaragaman hayati. Namun demikian, pengujian yang dilakukan belum mencakup aspek keamanan pangan dan pelepasan varietas. Pada tahun 1999 itu pula dilakukan pengujian observasi lapangan secara lebih luas sebanyak 10 hektar setiap unit pada kabupaten Bantaeng, Bulukurnba, dan Bone.
Tahun 2000
dilaksanakan uji multilokasi sekaligus uji azaptasi (daya hasil) terhadap varietas kapas NuCOTN 35B dengan kapas varietas Kanesia 7 sebagai pembandiig, di Sulawesi Selatan pada 20 lokasi percobaan. Izin pengembangan kapas transgenik di tujuh Kabupaten di Sulawesi Selatan terbit pada 7 Februari 2001. Perbandingan benih transgenik dengan benih lokal menunjukkan bahwa hasil produksi benih transgenik lebih unggul, sebagaimana dinyatakan oleh Gubernur Sulawesi Selatan (2001) bahwa: (1) produktifitas kapas Bt lebii tinggi, (2) biaya produksi rendah karena biaya pengendalian hama target dapat ditekan secara drastis, (3) meningkatkan keuntungan petani, dan (4) mengurangi penggunaan insektisida dan risiko keanekaragaman hayati serta keracunan terhadap petanilmasyarakat. Hasil penelitian Lokollo et al. (2001) & Bermawie et al. (2003) menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap kapas Bollgard adalah bahwa produksi lebih tinggi dari pada kapas nontransgenik, penggunaan benih jauh lebih sedikit walaupun harganya mahal, penggunaan pestisida lebii sedikit dan penysahaannya memerlukan tenaga kerja relatif lebih kecil dibanding kapas nontransgenik. Hal ini tentu membawa liarapan baru bagi kehidupan petani. Sosialisasi keuntungan menanam benih transgenik ditekankan pada pertimbangan ekonomis.
Namun, pada akhir November 2003 pemerintah secara resmi menghentikan komersialisasi program kapas transgenik dan petani kembali menanam kapas lokal jenis kanesia (kapas Indonesia), yang tadinya ditinggalkan sebagian besar petani. Hal ini dikarenakan Monsanto gaga1 menyediakan benih kapas transgenik, sehingga mernicu meledaknya konflik antara Gubemur Sulawesi Selatan yang baru dengan Monsanto (Dokumentasi www.beritabumi.or.id).
Penerimaan Petani terhadap PRG Penerimaan petani terhadap Produk Rekayasa Genetika (PRG) meliputi manfaat dan kemgian ekonomi dan lingkungannya serta tindakan petani terhadap PRG bagi dirinya dan bagi orang di sekitarnya. Hasil analisa untuk perbandingan dalam konsumsi pangan PRG dengan beberapa pangan yang diduga dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh, diperoleh hasil bahwa sebagian petani setuju bila mengkonsumsi pangan PRG aman bagi tubuh dan kesehatan (Tabel 6). Hal ini dapat dilihat dari jawaban petani tentang dampak konsumsi pangan, petani dapat membedakan antara pangan yang dapat menimbulkan resiko bagi tubuh dan kesehatan dengan pangan yang aman untuk dikonsumsi. Hasil jawaban yang diberikan petani mengindikasii bahwa kesadaran penduduk secara umum terhadap kesehatan pangan cukup baik. Petani pun sependapat bahwa mengkonsumsi pangan PRG tidak membahayakan dan sama amannya dengan mengkonsumsi pangan sehari-hari, mengkonsumsi pangan PRG bukanlah sesuatu yang
hams di takuti. Hal ini dimungkinkan karena belum ada isu yang
berkembang tentang dampak yang di timbulkan oleh pangan PRG. Hasil analisis penerimaan petani untuk pernyataan manfaat PRG dari aspek nonpangan, sebagian besar petani menjawab tidak setuju bahwa produkproduk hasil tanaman PRG lebih baik dari tanaman lokal. Hal ini dapat dilihat dari persentase jawaban yang diberikan oleh petani terhadap pemyataan yang diberikan. Sebanyak 49% petani setuju jika menggunakan pakaian yang terbuat dari kapas PRG lebih nyaman bila dibandingkan dengan menggunakan produk pakaian dari kapas bukan PRG, dan 48% petani setuju bahwa perabot rumah tangga yang terbuat dari kayu jati PRG lebih awet dibandingkan dengan perabot dari kayu jati bukan PRG. Jawaban setuju ini di duga hanya bersifat dugaan saja bahwa produk-produk hasil rekayasa genetika lebih baik, karena petani sendii belum memakai dan menggunakan produk dari kapas dan jati PRG. Untuk jawaban dari pemyataan tentang penerimaanlpraktek penggunaan produk PRG, sebanyak 39.3% petani (Tabel 6 ) menyatakan bahwa untuk menjaga kesehatan, (saya) petani dan keluarga tidak akan mengkonsumsi produk pangan PRG. Bila dilihat, jawaban yang diberikan petani tidak sesuai dengan jawaban yang telah diberikan pada aspek persepsi tentang manfaat ataupun kerugian.
Dalam hal ini diduga, banyak petani yang masih merasa ragu untuk mengkonsumsi pangan PRG dikarenakan sosialisi tentang produk PRG belum berkembang di masyarakat. Hal ini merupakan hal yang logis, dimana seseorang akan sulit mengambil sikap dengan segala keterbatasan informasi yang ada sekarang ini terkait bidang PRG, maka adalah hal yang wajar dan logis jika masyarakat bersikap hati-hati, namun juga tidak bersikap ekstrim. Sebanyak 42.3% petani memberikan jawaban setuju pada pernyataan
untuk menjaga kesehatan, (saya) petani dan keluarga tidak akan menggunakan produk nonpangan PRG.
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa walaupun
mayoritas petani memberikan nilai yang positif terhadap perkembangan dan pemanfaatan produk h a i l rekayasa genetika di Indonesia, namun tidak memberikan jawaban positif untuk pemanfaatan produk PRG untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Tabel 6 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Setujuhfenerima untuk Setiap Pemyataan Penerimaan terhadap PRG No 1
2
3
4
5
6
7
8
Variabel Pernyatann Men~onsnmsi~ r o d u k~ a n g a n berfimalin lebih berbhaia dibandimgkan mengkonsumsi pangan PRG Mengonsumsi daging ayam yang terinfeksi virus flu b u n g lebih berbahaya dibandingkan dengan mengkonsumsi pangan PRG Mengonsumsi pangan yang menimbulkan diare lebii berbahaya dibandimgkan dengan mengonsumsi pangan PRG Mengonsumsi produk pangan yang diberi pewama yang dilarang lebii berbahaya dibandingkan dengan mengonsumsi pangan PRG Menggunakan pakaian yang terbuat dari kapas PRG lebih nyaman dibandingkan dengan menggunakan produk pakaian dari kapas bukan PRG Menggunakan perabot rumah tangga yang terbuat dari kayu jati PRG lebih awet dibandingkan dengan perabot dari kayu jati bukan PRG Untuk menjaga kesehatan, saya dan keluarga tidak akan mengonsumsi produk pangan PRG Untuk menjaga kesehatan, saya dan keluarga tidak menggunakan produk nonpangan PRG
Jombang n %
Deli Serdang % n
n
Total %
148 98.7
138
92.0
286
95.3
149 99.3
149
99.3
298
99.3
145
96.7
126
84.0
271
90.3
144 38.7
129
86.0
273
91.0
57
38.0
90
60.0
147
49.0
58
38.7
88
58.7
146
48.0
0
0.0
118
78.7
118
39.3
0
0.0
127
84.7
127
42.3
Mayoritas petani memberikan jawaban tidak akan mengkonsumsi produk pangan PRG dan menggunakan produk nonpangan PRG untuk alasan kesehatan. Hal ini merupakan hal yang wajar, dimana seseorang akan bersikap hati-hati dalam menerima dan mengambil keputusan untuk menggunakan produk teknologi yang baru dengan segala keterbatasan informasi yang dimiliki. Dalam ha1 ini peran pihak pemerintah sangat diperlukan dalam pemberian informasi pada masyarakat. Hasil analisis penerimaan petani terhadap PRG dihitung berdasarkan skor total yang diperoleh dengan menjumlahkan beberapa pertanyaan terkait dengan penerimaan petani terhadap PRG. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 59.7 % petani menyatakan menerima PRG dan 40.3% petani tidak menerima PRG. Dengan tingkat pengetahuan yang kurang memadai dan keterbatasan informasi yang ada mengenai PRG, petani akan sulit mengambil sikap untuk menerima atau
Ini merupakan hal yang wajar dan logis jika petani
tidak menerima PRG.
bersikap hati-hati, namun juga tidak bersikap ekstrim untuk menolak. Skor penerimaan terhadap PRG pada petani di Kabupaten Deli Serdang lebih baik (rata-rata 80.56
* 20.91) bila dibandingkan dengan skor penerimaan
petani di Kabupaten Jombang (58.45
* 11.99). Hal ini berarti pet&
di Kabupaten
Deli Serdang lebih terbuka untuk menerima dan menggunakan PRG baik pangan maupun nonpangan. Hasil analisis penerimaan tersebut, didukung oleh h a i l uji t (t test) yang dilakukan untuk melihat perbedaan penerimaan antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (Tabel 7). Hasil pengujian menunjukkan bahwa penerimaan petani terhadap PRG berbeda antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p=0.000). Tabel 7 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Penerimaan dan Wilayah Kategori
Menerima Tidak Menerima Total
Jombang
Deli Serdang
56 94
37.3 62.7
122 27
82 18
179 121
150
100.0
150
100.0
300
Rata-rata * SD 58.45 1 11.99 * = nyata pada tamf 5 %
80.56 1 20.91
Total
69.50
59.7 40.3 100.0
* 20.30
t Test -1 1.24 0.000*
Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PRG Uji regresi logistik dilakukan untuk melihat faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerimaan petani terhadap PRG. Variabel dependen pada analisis ini adalah penerimaan petani dan variabel independennya adalah faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerimaan petani terhadap PRG, yaitu pendidikan petani, pengetahuan tentang PRG, persepsi tentang PRG, pendapatan petani, dan keanggotaan dalam perkumpulan kelompok tani. Pada uji regresi logistik ini variabel penerimaan, pengetahuan dan persepsi petani di bagi menjadi dua kategori. Nilai 1 bila petani menerima dan pengetahuan
akan PRG baik, nilai 0 bila petani tidak menerima dan pengetahuan akan PRG kurang. Kategori tingkat pendidikan petani dalam penelitian ini di bagi menjadi 2 kategori yaitu 0 untuk pendidikan rendah dan 1 untuk pendidikan menengah. Pendidikan rendah yaitu petani yang tidak sekolah dan petani yang pendidikan sampai SD, sedangkan pendidikan menengah adalah petani yang pendidikan SLTP dan SLTA. Keanggotaan dalam kelompok tani dibagi menjadi 2 kategori, 1 bila terdaftar sebagai anggota kelompok tani dan 0 bila tidak terdaftar sebagai anggota kelompok tani. Kategori untuk pendapatan didasarkan pada 1 bila pendapatan tinggi, dan 0 bila pendapatan rendah. Data pendapatan diperoleh dari jumlah pengelauaran pangan dan nonpangan keluarga selama satu bulan. Kategori tinggi bila pendapatan keluarga besar dari I juta rupiah setiap bdan dan kategori rendah bila pendapatan keluarga kurang dari 1juta rupiah setiap bulannya. Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap PRG menggunakan analisis regresi logistik dapat diliat pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya variabel pengetahuan yang nyata mempengaruhi penerimaan petani terhadap PRG, dengan nilai signifkansi sebesar 0.04, dimana nilai tersebut <0.05. Namun, nilai Beta
(P)
dari komponen
pengetahuan menunjukkan hubungan negatif (-0.79) sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tabu petani tentang PRG maka semakin tidak akan rnenerirna PRG atau semakin tahu responden tentang keberadaan PRG, penerimaannya terhadap PRG semakin kurang. Dalam hal ini petani diduga hanya sekedar tahu akan ada
atau tidaknya PRG, dan belum memahami dengan baik akan manfaat maupun kerugiannya. Pengetahuan tentang PRG diperoleh petani dari berbagai sumber seperti televisi, anggota kelompok tanilteman, dan dari penyuluh pertanian. Diduga petani belum secara detail mendapatkan informasi tentang PRG terutama tentang manfaat dan kebaikan PRG. Petani baru sekedar tahu bahwa ada PRG, narnun belum punya pemahaman yang lebih rinci tentang apa itu PRG dan apa yang dihasilkan, serta belum melihat secara nyata hasil pertanian atau produk pangan melalui rekayasa genetika secara langsung, sehingga petani bersikap waspada dan penuh kehati-hatian. Tabel 8 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PRG Pada Petani
Variabel Pengetahuan (1) Persepsi (1) Pendidikan (1) Kelompok tani (1) Pendapatan (1) Constant
Sig.
P -0.79 -0.33 0.10 0.39 0.01 0.89
OR
0.04* 0.27 0.70 0.1 1 0.96 0.02
0.50 0.72 1.11 1.49 1.01 2.43
= Nyata pada taraf 5%
Selain kurangnya informasi dan sosialisasi tentang PRG dimungkinkan karena usia rata-rata responden yang berada pada rentang 40-60 tahun (Tabel 3), diiana pada usia ini cenderung sulit untuk menerima sesuatu yang baru dan perlu waktu untuk menerima teknologilinovasi baru yang sama sekali belum pemah dilakukan. Dalam ha1 ini teknologi PRG dianggap sesuatu yang baru dan belum tampak secara nyata hasil dan dampaknya bagi sistem pertanian bila dibandingkan dengan sistem pertanian yang selama ini dilakukan, sebab PRG belum berkembang secara luas. Nilai Odd Ratio (OR) menunjukkan bahwa petani yang tahu tentang keberadaan PRG berpeluang untuk menerima PRG sebesar 0.5 kali lebih kecil dibandingkan petani yang belum tahu.
Analisis dilanjutkan dengan melihat kecenderungan petani untuk menerima PRG berdasarkan tingkat pengetahuan dengan menggunakan model persamaan logistik. Bila nilai Beta (P) dari komponen pengetahuan dimasukkan kedalam kategori 1 (tahu tentang PRG) di dapatkan hasil sebagai berikut :
F (z) = 0,312
= 31,2 %
Kecendemgan petani yang tahu tentang PRG untuk menerima PRG adalah 31,2%. Sedangkan bila nilai Beta (P) dari komponen pengetahuan dimasukkan kedalam kategori 0 (belum tahu PRG) di dapatkan hasil sebagai berikut :
F (z) = 0,5
= 50 %
Kecenderungan petani yang belum tahu PRG untuk menerima PRG adalah 50%. Berdasarkan hasil analisis menngunakan model persarnaan logistik dapat disimpulkan bahwa kecenderungan petani yang belum tahu PRG untuk menerima PRG lebih banyak dibandingkan dengan petani yang tahu tentang PRG. Melalui perkurnpulan kelompok tani pemerintah dan instansi terkait dapat memberikan pemahaman yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang PRG disertai dengan fakta-fakta dilapangan baik dari segi manfaat maupun kemgian PRG sehingga tingkat pengetahuan, persepsi dan penenmaan masyarakat terhadap PRG menjadi lebih baik.
Pengetahuan Petani tentang PRG Wacana mengenai Produk Rekayasa Genetika memang masih santer diperdebatkan di level praktisi dan akademisi. Perdebatan ini memunculkan dua kubu yang berseberangan yaitu kubu yang pro PRG dan kubu yang kontra PRG. Kelompok yang pro PRG melihat potensi manfaat yang besar dari penerapan teknologi ini,diantaranya adalah dengan diterapkannya teknologi ini oleh para ahli yang dapat mengubah "gen" suatu tanaman sehingga produktifitas dan kualitasnya lebih tinggi. Selain itu, transgenik juga menawarkan kemungkinan pengurangan penggunaan pestisida kimia. Namun kelompok yang kontra PRG melihat teknologi ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Makna transgenik dikhawatirkan mengandung senyawa-senyawa yang membahayakan kesehatan manusia misalnya senyawa
Allergen yaitu zat yang dapat menirnbulkan alergi. Tabel 9 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pernyataan Pengetahuan tentang PRG No Variabel Pertanyaan Jombang Deli Serdang Total n % n % n % 1 Tahu Tentang istilah PRG 14 9.3 58 38.7 72 24.0 2 Tahu tentangdefmisi PRG dengan benar 3 Tahu tentang peredaran PRG di lingkungan tempat tinggal 4 Tahu tentang praktek penanaman PRG di lingkungan tempat tinggal 5 Pengetahuan tentang pengaruh buruk PRG 6 Pengetahuan tentang manfaat PRG 7 Pengetahuan petani terhadap manfaat PRG 8 Pengetahuan tentang adanya pakaian yang berasal dari kapas PRG 9 Pengetahuan tentang adanya meubel yang berasal dari jati PRG Perdebatan ini hanya sampai pada kalangan elit saja, sedangkan di tataran masyarakat awam terutama petani, perdebatan ini tidak terlalu dipahami. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan terhadap pengaruh buruk dari PRG,
sebanyak 87.3% petani menjawab tahu bahwa tidak ada pengaruh burukfkerugian dari PRG. Sedangkan dari aspek pengetahuan petani terhadap manfaat PRG, 96.7% petani menjawab tahu akan manfaat PRG. Jawaban ini merupakan dugaan saja dari petani, berdasarkan asumsi petani setelah diberikan sedikit penjelasan tentang PRG oleh enumerator (Tabel 9). PRG nonpangan masih sangat asing ditelinga masyarakat, indikasi ini terlihat dari 26.7% petani yang menjawab "tahu" mengenai adanya pakaian yang berasal dari kapas PRG. Dernikian pula halnya untuk perabot rumah tangga, hanya sekitar 17% petani yang mengetahui akan adanya perabot rumah tangga dari kayu jati PRG (Tabel 9). Berdasarkan hasil analisis aspek pengetahuan tentang PRG, diketahui bahwa sekitar 14.3% petani yang tahu tentang PRG. Pengetahuan petani masih terbatas pada tahu tentang keberadaan PRG, namun belum secara detail dan mendalam tahu seperti apa PRG tersebut, baik produk hasil,
manfaat, dan
dampak dari adanya PRG. Skor pengetahuan petani di Kabupaten Deli Serdang lebih baik (rata-rata 46.67
&
17.82) bila dibandingkan dengan skor pengetahuan
petani di Kabupaten Jombang (rata-rata 39.85
&
12.22). Kurangnya tingkat
a tingkat pendidikan pengetahuan petani terhadap PRG diduga k a r ~ rendahnya dari petani serta kurangnya informasi dan sosialisasi tentang PRG pada petani. Tabel 10 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Wilayah Kategori
Jombang n
Baik
%
Deli Serdang n
%
n
'YO
t -3.861
(260%)
10
6.6
33
21.4
43
14.3
Kurang (<60%)
140
93.4
117
78.6
257
85.7
100.0
150
100.0
300
100.0
Total
150
t Test
Total
P O.OOO*
* = nyata pada taraf 5 % Pengetahuan petani tentang transgenik di kedua Kabupaten secara umum masih rendah, ha1 ini dapat dimengerti karena ilmu pengetahuan
tentang
transgenik di Indonesia tergolong masih b m , terutama bagi petani. Pemahaman akan PRG mayoritas dimengerti oleh kalangan ilmuwan dan mahasiswa yang
biasa bersumber dari buku-buku, publikasi ilmiah dan majalah (Bermawie, et al. 2003). Dari hasil uji t yang dilakukan diperoleh nilai p =0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petani terhadap PRG berbeda antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang
Persepsi tentang PRG Peneiitian mengenai persepsi petani terhadap Produk Rekayasa Genetika (PRG) ini di bagi dalam beberapa aspek, yaitu persepsi tentang peredaran PRG, persepsi tentang manfaat PRG dan persepsi tentang kerugian PRG. Persepsi petani tentang PRG dihitung berdasarkan skor total yang diperoleh dengan menjumlahkan beberapa pertanyaan terkait dengan persepsi petani tentang PRG. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa 80.3% petani memiliki persepsi menerima terhadap PRG. Meskipun tingkat pemahaman petani secara umum masih sangat terbatas, narnun petani bersedia memberikan persepsinya tentang PRG, baik dari peredaran, manfaat dan kerugian dari PRG. Mayoritas petani setuju jika di Indonesia telah beredar produk pangan dan nonpangan PRG. Sebanyak 68% petani setuju jika pangan PRG mempunyai kualitas yang baik, 96.3% petani menyatakan setuju bahwa ketika pemerintah akan melepas PRG, hendaknya ada informasi dan keterbukaan kebijakan. Selain itu sebanyak 66% petani menyatakan bahwa PRG yang diperuntukkan bagi manusia dan temak hams melalui uji keamanan sebelum diedarkan dan 65.8% menyatakan bahwa pangan PRG hams mencantumkan label pada kemasannya. Pada Tabel 11, terlihat bahwa skor menerima untuk persepsi petani tentang PRG di Kabupaten Jombang sedikit lebih baik (rata-rata 74.29
* 15.39) bila
dibandingkan dengan skor persepsi petani di Kabupaten Deli Serdang (rata-rata 70.50
* 16.89). Hasil Uji t menunjuWian bahwa persepsi tentang PRG tidak
berbeda antara petani di Kabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p=0.360). Persentase petani yang menyatakan menerima PRG hampir sama banyaknya pada kedua wilayahkabupaten.
Tabel 11 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Persepsi dan Wilayah Kategori
Jombang n
Menerima
n
84
115
76.7
241
24
16
35
23.3
59
150
100.0
150
100.0
300
* 15.39
70.50
* 16.89
74.29
t Test
Total
126
Tidak Menerima Total Rata-rata * SD
%
Deli Serdang n %
72.39
%
t
80.3 2.030
P 0.360
19.7 100.0
* 16.24
Persepsi Petani tentang Peredaran PRG
Salah satu hal yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah mengenai persepsi petani terhadap peredaran PRG, baik yang m e ~ p & a nproduk pangan maupun nonpangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 65.3% petani menyatakan setuju bahwa saat ini di Indonesia telah beredar produk pangan PRG karena saat ini banyak informasi dari berbagai media (baik cetak maupun elektronik) yang menyatakan ha1 tersebut. Sebagai contoh adalah informasi tentang hasil penelitian YLKI selama tahun 2002 sampai tahun 2005 yang menyatakan bahwa telah ditemukan kandungan transgenik pada 10 produk pangan yang beredar di Indonesia. Produk-produk tersebut diantaranya adalah produk tahu, tempe, susu kedelai, dan sebagainya (Anonim 2006a). Sebagian petani lain yang menyatakan tidak setuju bahwa di Indonesia telah beredar produk pangan PRG, hal ini di duga karena akses mereka terhadap sumber infomasi tentang PRG masih kurang (Tabel 12). Mayoritas petani juga menyatakan setuju bahwa di Indonesia telah beredar produk nonpangan PRG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani yang menyatakan setuju sebanyak 61.7%.
Secara resmi di Indonesia telah beredar
benih kapas transgenik yang didatangkan oleh PT Monsanto dari Mexico, dan menurut laporan Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan tahun 2001 menyebutkan bahwa benih kapas tersebut sebelumnya telah mengalami uji multi lokasi (Dewan Ketahanan Pmgan 2001). Informasi mengenai hal-ha1 tersebut kemungkinan menjadi dasar bagi mayoritas petani sehingga mereka menyatakan setuju bahwa saat ini di Indonesia telah beredar produk nonpmgan PRG, atau
jawaban yang diberikan hanya berupa dugaan d m perkiraan saja, setelah mendapatkan penjelasan dari petugas enumerator. Persepsi petani terhadap peredaran produk pertanian impor (kedelai, beras, jagung, dan tomat) sangat beragam. Ada yang menyatakan setuju bahwa produkproduk tersebut ada yang mempakan pangan PRG tetapi ada pula yang menyatakan tidak setuju. Menurut Sitepoe (2001), Indonesia telah mengimpor berbagai komoditi dari negara-negara yang menggunakan teknologi rekayasa genetika sehingga dapat dipastikan Indonesia telah menggunakan dan mengkonsumsi PRG. Mayoritas petani setuju bahwa kedelai dan jagung impor merupakan pangan PRG. Petani yang menyatakan setuju terhadap pemyataan bahwa kedelai impor mempakan pangan PRG sebanyak 62.7%, dan petani yang menyatakan setuju terhadap pemyataan bahwa jagung impor mempakan pangan PRG sebanyak 61.3% (Tabel 12). Persepsi petani bahwa kedelai dan jagung impor merupakan pangan PRG sangat beralasan, Santosa (2002) menyebutkan bahwa bahan pangan dari tanaman transgenik masuk ke Indonesia, terutama kedelai dan jagung sedangkan pemerintah sendiri belurn melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung dan bahan pangan transgenik apa saja yang boleh masuk ke Indonesia. Tabel 12 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Persepsi tentang Peredaran PRG No Variabel Pernyatann Jombang Deli Total Serdang n % n % n % 1 Saat ini di Indonesiddi daerah 129 86.0 67 44.7 196 653 saya telah beredar produk pangan PRG 2 Saat ini di Indonesiddi daerah 127 84.7 58 38.7 185 61.7 sava telah beredar ~roduk ninpangan PRG 3 Sebagian besar kedelai yang 149 99.3 39 26.0 188 62.7 diirnior me~pakanp a " g & P ~ ~ 4 Sebagian besar beras yang 149 99.3 43 28.7 192 64.0 diimpor merupakan pangan PRG 5 Sebagian besarjagung yang 95 63.3 89 59.3 184 61.3 diimpor mempakan pangan PRG 6 Sebagian besar tomat yang 85 56.7 79 52.7 164 54.7 diimpor merupakan pangan PRG
-
Sebagian besar petani di Kabupaten Jombang menyatakan produk rekayasa genetika, baik pangan maupun nonpangan telah beredar di Indonesia. Produk pangan PRG yang beredar pada umumnya adalah produk kedelai impor, jagung impor dan tomat impor, sedangkan produk nonpangan PRG yang telah beredar adalah kapas impor. Narnun, sebagian petani di Kabupaten Deli Serdang menyatakan tidak setuju bahwa PRG baik yang berupa produk pangan maupun nonpangan telah beredar di Indonesia. Perbedaan ini dapat dimengerti karena tingkat pengetahuan hemahaman mengenai PRG) petani yang beragam. Merujuk pada penelitian tentang PRG sebelumnya yang dilakukan oleh Barmawie et al. (2003), dietahui bahwa responden yang betul-betul memahami tentang PRG
jumlahnya hanya kurang dari 35%, dimana responden dalam penelitian tersebut berasal dari kelompok pengusahalpedagang, aparat pemerintah, mahasiswa, ihnuwan dan ibu nunah tangga dengan proporsi menjawab terbesar berasal dari kelompok mahasiswa dan ihnuwan. Jadi bukan hal yang mengejutkan jika ada petani yang belum mengetahui tentang peredaran PRG di Indonesia dan akhirnya mempunyai persepsi yang salah. Selain itu, kemungkinan akses terhadap informasi yang terkait PRG bagi sebagian petani juga terbatas sehingga sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai peredaran PRG di Indonesia. Persepsi tentang Manfaat PRG Selain mempunyai peran sangat besar dalam memperbaiki kualitas maupun kuantitas pangan, rekayasa genetika juga memiliki peran nyata dalam menjaga kelestarian pangan. Walau begitu, hingga kini masih belum ada kesepakatan untuk menggunakan tanaman transgenik hasil rekayasa tersebut. Masih banyak ilmuwan dan tokoh masyarakat, yang menyangsikan akibat penggunaan teknologi transgenik. Diskusi masyarakat dunia sekarang juga mulai ramai, karena tanaman transgenik itu sudah mulai dikomersialkan. Banyak orang khawatir tanaman transgenik bisa menjadi gulma baru, atau bahkan bisa dimungkinkan pangan hasil transgenik dapat menjadi racun atau alergen bagi manusia. Akan tetapi ada juga pihak-pihak lain mendorong agar rekayasa genetika dikembangkan dengan alasan, tanaman transgenik sangat menjanjikan karena bisa
memberi makanan dunia dengan pola tanaman ramah lingkungan, dan harganya murah. Menurut Prakash (2002), diacu dalam Winarno (2002) teknologi rekayasa genetika dapat membantu menangani masalah dunia yang mendesak yaitu kekurangan pangan dan kelaparan. Teknologi tersebut mampu meningkatkan produktifitas tanaman, menawarkan varitas tanaman baru yang tahan terhadap hama dan penyakit, serta membantu melapangkan jalan, bagaimana caranya menumbuhkan tanaman pangan pada lahan-lahan kritis yang bila dibiarkan begitu saja tak akan dapat mendukung pertanian. Pada lahan kritis yang kering dan yang kurus haranya atau lahan yang kondisinya kekurangan aluminium dan besi, teknologi baru itu ternyata menjanjikan dalam menjawab tantangan tersebut.
Dalam penelitian ini skor tentang manfaat atau kebolehan PRG dinilai dari persepsi para petani tentang kualitas pangan Produk Rekayasa Genetika (I'RG), nilai gizi pangan PRG, daya simpan pangan PRG, manfaat pangan PRG bagi kesehatan, produktifitas dan keuntungan tanaman PRG, perbanding& efek hasil konsumsi pangan produk PRG dengan pangan yang menimbulkan penyakit, perbandingan kebaikan menggunakan pakaian dan meubel yang berasal dari PRG dengan yang berasal bukan dari PRG. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa 68.0% petani setuju bahwa pangan PRG mempunyai kualitas yang meliputi rasa, aroma, warna dan tekstur lebih baik (Tabel 13). Hasil Jawaban ini mengindikasikan bahwa petani berpendapat produk pangan PRG lebih baik dari pada tanaman lokal, kemungkinan jawaban dapat berasal dari pengetahuannya akan pangan PRG, telah mengkonsumsinya atau karena dugaan saja. Dari hasil analisis untuk aspek manfaat kesehatan, sebanyak 73.0% petani setuju bahwa pangan PRG mempunyai manfaat bagi kesehatan. Menurut Sitepoe (2001), selain reaksi alergis (yang dalam ha1 ini gen dan produknya pun telah ditarik dari peredaran) di Indonesia sampai saat ini belum ada lagi laporan ilmiah yang telah di buktikan menyatakan bahwa konsumsi pangan transgenik menyebabkan gangguan pada kesehatan. Sehingga dapat dikatakan pada saat ini pangan transgenik belum berbahaya bagi kesehatan. Bahagiawati dan Herman (2008) mengatakan, bahwa produk bioteknologi merupakan suatu produk yang
paling hati-hati di kaji keamanannya terhadap lingkungan, manusia, dan hewan sebelum dilepas ke lapang. Selanjutnya dikatakan, bahwa saat ini perakitan produk bioteknologi tidak dibenarkan menggunakan gen yang berasal dari organisme yang menyebabkan alergi pada sekelompok orang. Tabel 13 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Setuju untuk Seriap Pernyataan Persepsi tentang Manfaat atau Kebolehan PRG. No Variabel Pernyatann Jombang Deli Serdane: Total n % n % n % 1 PaneanPRGmem~unvaikualitas 105 9.1 99 66.0 204 68.0 (rasa, aroma, wama tekstur) lebih baik Pangan PRG mempunyai nilai gizi lebih baik Pangan PRG mempunyai daya simpan yang lebih baik Pangan PRG mempunyai manfaat bagi kesehatan Ketika pemerintah akan melepas PRG, hendaknya ada informasi dan keterbukaan kebijakan Produktifitastanaman PRG lebih tinggi biia dibandingkan dengan tanaman lokal sejenis Tanaman PRG tahan terhadap serangan hama. Tanaman transgenik memiliki biaya produksi rendah dan keuntungan tinggi. Jumlah pemakaian pestisida pada tanaman PRG lebih hemat dibandingkan dengan tanaman lokal sejenis
-
. -
Berdasarkan hasil analisis juga dietahui bahwa mayoritas petani setuju jika tanaman PRG mempunyai produktifitas yang tinggi, biaya produktifitas yang rendah dengan jumlah pemakaian pestisida yang lebih hernat dan akan menghasilkan keuntungan yang tinggi bila dibandingkan dengan tanaman lokal sejenis. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase jawaban petani dari masingmasing aspek pada Tabel 13.
Persepsi tentang Kerugian atau Kelemahan PRG
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika, dijelaskan
bahwa teknologi rekayasa genetika adalah segala upaya untuk mengadakan pembahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, mengurangi danfatau mengubah susunan asli genom dengan menggunakan teknik DNA rekombian, yaitu suatu kombinasi DNA yang terbentuk secara in vifro dari fragrnen-fragmen DNA dari dua spesies organisme. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Republik lndonesia tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika disebutkan bahwa Rekayasa Genetika adalah organisme hidup, bagian-bagiannya danlatau hasil olahnya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modem. Penggunaan satu organisme dengan menyisipkan pada organismelgen lain diduga tidak etis untuk dilakukan. Lebih lanjut, dalam SKB empat menteri tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika, dijelaskan bahwa tanaman transgenik adalah tumbuhan yang dibudidayakan yang meliputi tanaman semusirn dan tanaman tahunan dan bagian-bagiannya hasil rekayasa genetika. Karena pemanfaatan PRG dalam bidang pertanian, pangan dan kesehatan masih baru, muncul berbagai kekhawatiran atas pemanfaatan PRG, seperti keamanan pangan dan kesehatan manusia, pengaruh terhadap lingkungan dan kekhawatiran secara etis. Dalam bagian ini akan di lihat tingkat kesetujuan petani terhadap pertanyaan yang menyangkut tentang kerugiankelemahan PRG dan dampak yang ditimbulkan PRG baik dari PRG yang mungkin telah beredar atau PRG yang akan segera dikembangkan dan diedarkan di wilayah Indonesia. Analisis persepsi petani tentang kerugian dan kelemahan PRG diperoleh dari hasil jawaban petani berdasarkan pertanyaan yang diajukan, yang terdiri dari kesesuaian teknologi PRG dengan ajaran agama dan nilai budaya di masyarakat, bahayaikemgian dari tanaman PRG bagi kesehatan manusia dan keragaman hayati, uji keamanan produk PRG sebelum diedarkan, pelabelan produk PRG, dan konsurnsi produk pangan dan nonpangan PRG. Pada tabel 14, terlihat hasil analisa persepsi petani tentang pernyataan teknologi rekayasa genetika (PRG) bertentangan dengan ajaran agama dan tidak ethis untuk diterapkan, diperoleh persentase jawaban tidak setuju dari petani sebanyak 33,3%. Hal ini berarti petani setuju bahwa dalam penerapan teknologi
rekayasa genetika telah melalui pengujian dari berbagai pihak sehingga dapat dikatakan aman dari segi agama (kehalalan produk). Demikian pula bila dilihat dari jawaban petani pada pemyataan tanaman PRG akan mengganggu, merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, 45.3% petani memberikan jawaban tidak setuju, hasil jawaban ini diduga karena petani belum mendengar terjadinya wabah penyakit yang diakibatkan oleh pangan PRG.
Sebanyak 43.6% petani pun
menjawab tidak setuju untuk pemyataan tanaman PRG akan mengganggu, merugikan atau membahayakan bagi lingkungan (keragaman hayati). Bila dilihat hasil persentase jawaban petani dari dua pemyataan tentang apakah tanaman PRG akan mengganggu, m e ~ g i k a natau membahayakan bagi kesehatan manusia dan
lingkungan, nampak jelas bahwa mayoritas petani
menerima teknologi penyisipan gen ini dengan baik sepanjang hasil dari teknologi tersebut tidak mengganggu dan membahayakan makhluk hidup lain dan keragaman hayatilekosistem. Hasil penelitian lapang terbatas di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa pertanaman kapas Bt tidak berpengaruh terhadap organisme bukan sasaran, sehingga aman terhadap organisme berguna yang berada di air dan tanah (Bahagiawati & Herman 2008). Hal ini karena produk bioteknologi merupakan suatu produk yang paling hati-hati dikaji keamanannya terhadap lingkungan, manusia, dan hewan sebelum dilepas ke lapang. Peredaran pangan di Indonesia harus melalui uji keamanan terlebih dahulu, aturan ini jelas tercantum pada Undang Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan pada PP nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan. Demikian pula halnya dengan pangan PRG, peredarannya haruslah melalui uji keamanan terlebii dahulu. Dalam UU RI nomor 7 tentang Pangan pun telah dijelaskan dan diatur bagaimana produksilpenggunaan bahan baku pangan dan bahan tarnbahan pangan yang digunakan dalam kegiatantproduksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib untuk terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia. Jika ditinjau hasil jawaban yang diberikan oleh petani tentang uji keamanan pangan dan pakan, pada dasamya semua petani mengharapkan tanaman PRG yang akan diedarkan harus melalui tahap pengujian keamanan terlebih dahulu. Dari hasil analisa persepsi petani untuk pernyataan PRG yang
diperuntukkan bagi manusia, harus melalui uji keamanan sebelum dikonsumsi, sebanyak 66.4 % petani menjawab setuju, begitu pula hasil analisa persepsi petani
untuk pemyataan PRG yang diperuntukkan bagi temak @&an), harus melalui uji keamanan sebelum diedarkan, sebanyak 66.2% petani petani menjawab setuju (Tabel 14). Demikian pula halnya dengan pelabelan bahan pangan, ketentuan dan penjelasan tentang label pangan pun tercantum pada UU No.7 tentang pangan. Pelabelan pangan dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada pihak lain temtama konsumen mengenai jenis pangan, kandungan gizi dan jenis bahan tambahan yang digunakan dalam kegiatanlproduksi pangan tersebut. Pelabelan mempakan informasi penting bagi konsumen, sebagai dasar untuk memutuskan pilihannya, meskipun berdarnpak kepada sedikit bertambahnya nilai jual di tingkat konsumen (Bermawie et al. 2003). Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pasal35 menyatakan bahwa untuk tanaman produk rekayasa genetika harus diberi label sebagai tanaman rekayasa genetika. Hasil analisis pada kategori pelabelan pangan, sebagian besar petani memberikan jawaban sangat setuju (65.8 %). Tabel 14 Sebaran Petani berdasark~Jawaban Setuju untuk Setiap Pemyataan Persepsi tentang Kemgian atau Kelemahan PRG. No 1
2
3 4
5
6 7
Variabel Pernyatann Teknologi rekayasa genetika (PRG) berteutangan dengan ajaran agama dan tidak ethis untuk diterapkan Tanaman PRG akan menggangu, merugikan atau membahayakan bagi kesehatan manusia Tanaman PRG akan menggangu, memgikan atau membahayakan bagi lingkungan (kemgaman hayati) PRG yang diperuntukkan bagi manusia, h m s melalui uji keamanan sebelum diedarkan untuk dikonsumsi PRG yangdipemtukkanbagi temak (pakan), h m s melalui uji keamanan sebelum diedarkan. Pangan yang mempakan PRG h m s mencantumkan label pada kemasannya PRG tidak aman dikonsumsi karenamenggunakan gen dari makhluk hidup lain
Jombang n % 51 34.0
Deli Serdang n %
Total
99
66.0
100
% 33.3
82
54.7
122
81.3
136
45.3
72
48.0
124
82.7
131
43.6
149
99.3
150
100.0
199
66.4
150
100.0
148
98.7
199
66.2
148
98.7
148
98.7
197
65.8
13
8.7
86
57.3
66
22.0
n
Kebijakan pemerintah dalam peredaran, pelepasan d m pemanfaatan produk PRG hams di sebar luaskan pada segenap lapisan masyarakat, tidak hanya tertulis dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah saja. Pemerintah hendaknya bersikap tegas dalam menentukan apakah akan bersikap mendukung (pro) terhadap teknologi rekayasa genetika atau sebaliknya (kontra). Mardiana, (2007) mengungkapkan perlunya tindak lanjut komitmen Indonesia setelah menandatangani protokol Cartagena. Dimana salah satu hal penting yang diatur didalam Protokol Cartagena yaitu transparansi dan keterbukaan dalam memberikan informasi pada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dan dapat menentukan pilihan untuk menggunakan atau tidak Produk Rekayasa Genetika Masih adanya pendapat yang pro dan kontra terhadap permasalahan tanaman transgenik, terutarna antar kalangan ilmuwan dan masyarakat luas, diarapkan bisa diselesaikan dengan memberi pengetahuan yang seluas-luasnya kepada masyarakat sehingga mereka memiliki pengetahuan yang cukup untuk bersikap (Bermawie et al. 2003). Hubungan antara Pendidikan dengan Pengetahuan dan Persepsi Petani tentang PRG Pendidikan mempakan suatu proses perubahan tingkah laku menuju kepada perilaku yang lebih baik. Seseorang dapat menambah pengetahuannya melalui pendidikan yang dilaluinya. Pengetahuan akan suatu objek baru akan membentuk suatu persepsi terhadap objek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek. Disamping itu, pendidikan yang lebih tinggi diarapkan dapat membentuk persepsi yang positif terhadap berbagai perubahan. Tingkat pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal akan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan seseorang, karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai sesuatu hal. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Menurut Sumarwan (2003), tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah.
Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan korelasi Spearman's, menunjukkan bahwa variabel pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan variabel pengetahuan dengan nilai p=0.001. Diduga latar belakang pendidikan petani mempengaruhi cara pandang dan pemahamannya akan PRG, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan atau pemahamannya tentang PRG atau semakin mudah dalam menerima informasi tentang PRG. Akan tetapi variabel
pendidikan tidak
mempunyai hubungan yang erat dengan variabel persepsi (p=0.879).
Persepsi
petani tentang PRG tidak dipengaruhi tingkat pendidikannya yang rendah atau tinggi. Diduga persepsi petani terhadap PRG didasarkan pada asumsi bahwa dengan teknologi baru dianggap akan meningkatkan produktifitas pertanian dan layak untuk diterima Tabel 15. Hasil Uji Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Persepsi Petani I
Pendidikan
I Koefisien Korelasi
I
I
1.000
I
1
Sig N
Pengetahuan Koefisien Korelasi Sig N
Persepsi
*
Koefisien Korelasi Sig
N
= Kolemsi signifikanpada taraf
300 0.195* 0.001 300 0.009 0.879 300
1.000 300 0.083 0.153 300
1.000 300
0.05
Harapan Petani terhadap PRG dan Pertanian di Indonesia Penyediaan pangan pada waktu yang tepat dalam jumlah yang cukup, sehat, bergizi, aman, dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, masih merupakan masalah utama bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara dapat menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa kelangkaan pangan, terutarna beras, yang menyebabkan melonjaknya harga-harga pada tahun 1966 dan 1998 sangat berpengaruh terhadap terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik, dan berujung pada jatuhnya rezim pemerintahan saat itu (Suryana 2002).
Wajarlah jika sejak awal kemerdekaan Indonesia selalu berupaya keras untuk meningkatkan produksi pangan, terutama beras. Sampai saat ini, baik secara psikologis maupun politik kebijakan peningkatan produksi pangan di Indonesia masih merupakan isu yang sangat penting dan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan (Amang & Sapuan 2000). Meskipun berbagai upaya keras telah dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan, namun pencapaian peningkatan produksi belum marnpu mengimbangi peningkatan kebutuhan pangan, baik karena laju pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi per kapita, maupun pesatnya perkembangan industri pakan dan pangan olahan (Swastika et al. 2007). Akibatnya, sampai saat
ini Indonesia masih sangat tergantung pada impor pangan (beras, jagung, dan kedelai). Jika tidak dilakukan terobosan yang berarti, maka di masa mendatang ketergantungan pada impor akan makin berat, baik dari sisi pengeluaran devisa maupun dari sisi makin tipisnya pasokan komoditas pangan di pasar dunia. Oleh karena itu, terobosan untuk meningkatkan produksi secara signifikan harus terus diupayakan. Tabel 16 . Harapan petani terhadap Peredaran dan Perkembangan PRG
I No. I
Pcrnyataan
Jumlah
I
Kabupaten
75
100.0
I
Kabupaten Deli
77
100.0
)
Total
152
100.0
Hasil analisis menunjukkan, sebanyak 30.3% menyatakan PRG terutarna produk pangan bisa diedarkan jika mampu memberikan kualitas hasil yang tinggi, harga benih yang murah dan mudah diperoleh. Selanjutnya, sebanyak 18.4% petani berharap dengan adanya PRG dapat meningkatkan produktifitas pertanian di Indonesia. Harapan yang diberikan oleh petani di duga karena selama ini petani selalu berada dalam posisi yang semakin lemah dan kurang mendapatkan keuntungan. Biaya produksi pertanian yang semakin tinggi tidak disertai dengan peningkatan pendapatan petani karena harga jual gabah dari petani pun semakin kecil, sedangkan petani hanya bergantung dari sektor pertanian.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Status produksi tanaman PRG di Indonesia terutama tanaman pangan masih
dalam tahap penelitian dan pengembangan di tingkat lembaga penelitian dan belurn ada tanaman PRG yang telah dilepas untuk ditanam secara luas di Indonesia. Beberapa produk PRG impor seperti kedelai dan jagung serta komponen-komponemya telah beredar di Indonesia. Indonesia telah melakukan upaya perlindungan dengan mengeluarkan berbagai undangundang dan peraturan pemerintah tentang pangan, keamanan hayati, dan keamanan pangan produk pertanian rekayasa genetika. Namun, implementasi dari undang-undang tersebut belum mendapat perhatian yang memadai serta belum ada perkembangan yang berarti dan sangsi penegakan hukum. 2. Hasil anaiisis penerimaan petani terhadap PRG diperoleh skor penerimaan
terhadap PRG pada petani di kabupaten Deli Serdang lebii baik dibandiigkan di Kabupaten Jombang, secara statistik dengan uji t diperoleh hasil terdapat perbedaan terhadap penerimaan PRG pada petani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.000).
3. Hasil uji regresi 'logistik menunju!!an
hanya variabel pengetahuan yang
mempengamhi penerimaan petani terhadap PRG dengan hubungan yang negatif, artinya semakin tahu petani tentang PRG maka semakin tidak menerima PRG.
Variabel persepsi,
pendidikan, keanggotaan dalam
perkumpuian kelompok tani, dan pendapatan tidak mempengaruhi penerimaan petani terhadap PRG
4. Hasil analisis pengetahuan petani terhadap PRG diperoleh skor pengetahuan petani tentang PRG di kabupaten Deli Serdang lebih baik, dan h a i l uji t menunjukkan perbedaan pada tingkat pengetahuan petani terhadap PRG di dua Kabupaten tersebut (p =0.000). 5. Mayoritas petani memiliki persepsi menerima terhadap PRG, dimana tingkat
persepsi petani tentang PRG di kabupaten Jombang sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan skor persepsi petani di Kabupaten Deli Serdang. Hasil Uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan untuk persepsi petani tentang PRG di dua wilayah tersebut (p=0.360).
6 . Variabel pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan variabel pengetahuan (p=0.001). Akan tetapi variabel pendidikan tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel persepsi (p=0.879). 7. Harapan petani bagi peredaran PRG dan perkembangan pertanian di Indonesia
yaitu, PRG terutama produk pangan bisa diedarkan jika mampu memberikan kualitas hasil yang tinggi
dengan harga benih yang murah dan mudah
diperoleh dan PRG dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia. Saran
1. Masih perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terkait dengan produksi, pengadaan benih dan pemasaran produk yang mengandung PRG, serta pengembangan penerapan bioteknologi PRG bagi pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia. 2. Pemerintah perlu mengawasi peredaran dan pelepasan PRG dengan
melakukan pengujian keamanan hayati serta pemberian label pada kemasan PRG untuk melindungi konsumen dari kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan. 3. Kebijakan pemerintah dalam peredaran, pelepasan dan pemanfaatan produk
PRG harus di sebarluaskan pada segenap lapisan masyarakat, tidak hanya temdis dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah saja, disertai sangsi yang tegas bagi pelanggar Undang- Undang. 4. Sehubungan dengan hasil negatif antara pengetahuan dengan penerimaan PRG
oleh petani yang mengindiikan bahwa pada umumnya petani lebih mengetahui dimensilaspek negatif dari PRO, oleh karena itu disarankan agar pemerintah mensosialisasikan sisi positif dan negatif PRG secara seimbang.
'
DAFTAR PUSTAKA Amang B, Sapuan N. 2000. Can Indonesia feed itself? Arifin and Dillon (Eds). Asian Agriculture Facing The 21'' Century. Proceeding The Second Conference of Asian Society of Agricultural Economists (ASAE). Jakarta. Andang I.S. 2007. Keamanan pangan rekayasa genetik. http://www2.kompas.comflcompas-cetak/O7O9/1O/ilueng/3828060.htm. [September 20071 [Anonim]. 2007. Bioteknologi. http://www.shantvbio.transdi~it.com/[19September 20071.
. 2006a. Produk pangan transgenik meresahkan masyarakat. htto:// www.conectique.com/cetaWindex.uh~?articeid=3926 [17 Oktober 20071.
. 2006b. Produk transgenik masuk Indonesia. http:llwww.kom~as.cornl komoas-cetak/0607/17/ekonomi/2811934.htm [17 Oktober 20071. .2001. Rekayasa genetika mampu http://www.komuas.com/. [6 maret 20071.
lestarikan
pangan.
Aziz N. 1995. Hubungan karakteristik petani dan aktivitas komunikasi dengan tingkat pengetahuan mereka tentang dampak perladangan dan pola pertanian menetap di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.. Bahagiawati, Herman M. 2008. Isu dun Fakta Tanaman Produk Bioteknologi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. [BKKHI] Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia. 2008. Prosedur penelitian dan pengembangan bioteknologi di Indonesia. h~://www.indonesiabch.orp/beritadetail.~ho?id=l6, [2 Desember 20081 Bermawie N, Bahagiawati A.H, Mulya K, Santoso D, Sugiarto B, Juliantini E, Syahyuti, Erizal, Hasnam, Herman M, & Trisyono Y.A. 2003. Perkembangan dan dampak pelepasan Produk Rekayasa Genetika (PRG) dan produk komersialnya (kasus kapas .bollgad dan kedelai impor). Departemen Pertanian, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian, Proyek National Biosafety Framework GEF-W E P , Kementerian Lingkungan Hidup. [Bappeda Jombang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang. 2007. Kabupaten Jombang Dalam Angka 2005/2006. Jombang: Bappeda Belch G.E.,Belch M.A. 1995. Introduction to Advertising and Promotion. Irwin. Chicago.
Bouis H, Chassy B.M, Ochadana JO. 2003. Genetically modified food crops and their contribution to human nutrition and food quality. Trend in Food Science and Technology 14:191-209. [Dephut] Departemen Kehutanan. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Jakarta : Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan RI bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta. [DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2001. Posisi pemerintah mengenai pengembangan dan pemanfaatan pangan transgenik. Jakarta : Dewan Ketahanan Pangan. Engel J.F., Blackwell R.D., Miniard P.W. 1993. Consumer Behavior. 7" Edition. Orlando, Florida : The Dryden Press. Gie L. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty. Hardinsyah. 2001. Pembangunan pangan di era ekonomi daerah. Di dalam : Ketahanan Pangan di Era Ekonomi. Prosiding Dialog dan Loka Karya Kebijakan dan Program Pangan. Bogor : Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi IPB.
. 2000. Potensi Kekuatan dan Kelemahan Produk Pangan Hasil Rekayasa Genetika. Makalah pada Seminar Pangan Rekayasa Genetika. Bogor dan Yunita. 1997. Persepsi konsurnen tentang minuman suplemen. Prosiding I Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar : PATPI. (ISBN 979-95240-03)
,Saliem H.P., Swastika D.K.S., Marhamah, Artanti G.D., Tadj0edinN.R. 2007. Pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang Produk Rekayasa Genetika dan implikasinya terhadap kebijakan ketahanan pangan dan pertanian. Laporan Penelitian. Kerjasama Fak. Ekologi Manusia IPB dengan Badan Litbang Pertanian. Hartiko H. 2005. Dampak teknologi rekayasa genetik pada sumber daya alam. Berita [19 September Bumi. htt~://www.beritabumi.or.id/artikel3.~h~?idartikel=158 20071. Hemanto F. 1993. Ilmu Usaha Tani. Jakarta :Penebar Swadaya. Hurlock E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Sijabat, R.M. (Editor). Jakarta: Penerbit Erlangga [ISAAA] International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications. 2007. Brief37-2007: Executive Summary, Global Status of Commercialized BiotecWGM Crops. htt~:l/www.isaaa.org [2 Januari 20081. [ISAAA] International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications. 2006. In http://www.gmo-compass.orp/enp/apribiotechnology/gmo plantingl257. global em planting 2006.html. [6 maret 20071.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahzian Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kotler P, Armstrong G. 2004. Dasar-Dasar Pemasaran. Sindoro A, penerjemah; Sarwiji B., Molan B., editor. New Jersey : Prentice Hall, inc. Terjemahan dari : Principles of Marketing. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2004. Rumusan Widyakalyn Nasional Pangan dun Gizi. Jakarta : LIPI. Mardiana R. 2007. Ekologi Politik Kapas Transgenik. Di dalam : Soeryo Adiwibowo, editor. Ekologi Manusia. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Mulya K. 2003. Status pengaturan dan keamanan pemanfaatan Produk Rekayasa Genetika di Indonesia. Departemen Pertanian, Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika, proyek National Biosafety Framework GEFUNEP, Kementrian Lingkungan Hidup. Nelson G.C. (ed). 2001. Genetically ModiJied Organism in Agriculture: Economics and Politics. San Diego : Academic Press. Notoatmodjo S. 1995. Pengantar Pendidikan Kesehatan dun Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Ofset. Padmowihardjo, S. 1994. Psikologi Belalar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka. Pardey P.G. 2001. The Future of the Food: Biotechnology Markets and Policies in an Intemational Setting. Washington : Intemational Food Policy Research Institute. Peratwan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999. tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 28 Tahun 2004, tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21 Tahun 2005, tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Peraturan Menteri Pertanian No.273/kpts/ot.l60/4/2007, tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan kelompok Tani. Rakhmat J. 1992. Psikologi Komunikasi. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Ridwan. 1997. Persepsi ibu rumah tangga peserta Program Usaha Peningkatan Pendapatan keluarga Sejahtera (UPPKS) mengenai peranan isteri dalam kehidupan keluarga pada dua kecamatan di Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Santosa D.A. 2002. Pangan transgenik. http://\vww.gizi.net/cgi-binherita/fullnews. cgi? newsid1013491543.8738S. [17 Oktober 20071. Santrock J.W., Chusairi A, Damanik J. 1995. Life-Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Ed ke-1 . Jakarta : Erlangga. Sarwono SW. 1989. Pengantar Umum Psikologi . Jakarta : PT Bintang Terang. Sastraatmadja, E. 2008. Jeritan Petani. Bandung : Masyarakat Geografi Indonesia. Schiffman L.G., Kanuk L.L. 1994. Consumer Behavior. 5" Ed. New Jersey :Prentice Hall Sitepoe M. 2001. Rehqvasa Genetika. Jakarta : PT. Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia. Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Pembangunan. Disunting oleh Adjat Sudrajat, Ida Yustina. Bogor : IPB Press. Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :Raja Grafiido Persada. ~oekart'awi, Soeharjo, Dillon J.L., Hardaker J.B. 1986. R~nu Usahatani dun Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta :UI Press. Sofwanto A. 2006. Persepsi petani terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis sayuran. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Surnarwan U. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dun Penerapannya Dalam Pemasaran. Jakarta : Ghalia Indonesia. Surat Ke~utusanBersama Menteri Pertanian. Menteri Kehutanan dan Perkebunan. ~ e n t e r iKesehatan dan Menteri ~ e & a Pangan dan Hortikultura, ~ o m o ; 998.1/KptslOT.210/9/99; 790.aKpts-W1999; I~~A/I&NKESISKB/WI999; 015 ~ h e n e ~ ~ ~ 0 ~ / 0 9 / 1 9tentang 99, Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PPHRG) Suryana A. 2004. Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan produk Rekayasa Genetik. Jakarta. Suwanto A. 2000. Tanaman Transgenik : Bagaimana Kita Menyikapinya. (Ulasan) Hqati 7 : 26-30
Swastika D.K.S., Hardinsyah. 2008. Kebijakan produksi dan peredaran produk pertanian hasil rekayasa genetika di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Swastika D.K.S., J. Wargiono, B. Sayaka, A. Agustian, V. Darwis. 2007. Kinerja dan Masa Depan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan. Di dalam : Suradisastq editor. Prosiding Kinerja dan Prospek Pembangunan Pertanian Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Undang Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1996, tentang Pangan. Undang Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konswnen Wahyuni E.S, Mulyono P. 2007. Metode PeneIitian Sosial. Bogor : Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA IPB. Winarno F.G. 2002. Pangan transgenik, manfaat dan kontroversi. mailto:nasionalm@,polarhome.com [6 maret 20073. Yuliawati N. 2003. Deteksi gen kedelai transgenik pada beberapa pangan hasil olahan kedelai. [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 2 Kusioner Penelitian
PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PETANI TENTANG PRODUK REKAYASA GENETIKA I.
Identitas Responden Nama Lengkap Jenis Kelamin Kelnsahan/Desa Kecamatan Kabnpaten Propinsi Karakteristik Responden Usia (Tahun) Pendidikan 1. SD 2. SMPISLTP 3. SMAlSLTA 4. Akademi 5. Sarjana Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Apakah anda terlibat dalan~kelornpok tani 2. Tidak terlibat 1. Ya, terlibat Status Dalam Kelompok Tani 1. Ketua Kelompok 2. anggota 3. Lainnya Lama Menjadi Anggota ICelompok Tani (Tahun) Berapa Luas Lahan Pertanian Yang dimiliki (ha) Sumber pendapatan utama : 2. Pertanian (Non Pangan) 1. Pertanian (Pangan) Sumber pendapatan lainnya : 1. Pertanian (l'angan) 2. Pertanian (Non Pangan) 3. Perikanan 4. Lainnya Jumlah pengeluaran pangau rata-rata per bulan : 1. 1.000.000,Jumlah pengeluaran selain pangan rata-xata per bulan : 1. < Rp. 500.000,2. 500.000-1.000.000 3. > 1.000.000,-
II. Pengetahuan 1. Apakah BapakKbu tahu istilah tentang produk rekayasa genetikalttansgenik ? 1. Ya 2. Tidak 2. Bila ya, dari mana BapakIIbu nlengetal~uiistila11 tersebut 1. Penyuluh pertanian 2. Anggota kelompok tani 3. Koran/majalah 4. Radio 5. Televisi
6. ... 3. Bila ya (pertalryaail no I), jelaskan pengetalltian Bapak tentang produk rekayasa genetika ?
4. Bila ya (pertanyaau no l), apakah nlenumt Bapak produk tersebut (transgenik) telah beredarl diperjual belikan di daerah iui 5. Bila ya (pertanyaan no I), apalcah menurut Bapak produk tersebut ada yang ditanaman di daerah ini
6. Bila ya (pertanyaan no 1) Bagaimana manfaatnya menurut anda 1. Tidak bermanfaat 2. Bemanfaat meningkatkan mutu (warna, bentuk, rasa, aroma, tekstur) 3. Bei-manfaatnleningkatkan produktivitas (jumlah) 4. Bermanfaat menghernat biaya produksi (pestisida dan pupuk) 5. Bermanfaat ~neiliilgkatkannilai gizilmanfaat kesehatan 7. Bila ya bertanyaan no I), apakah ada pengamh burukkerugian yang dirasakan 1. Tidak tahu 2. Tidak ada pengaul~bwddkemgian 3. Biaya benih lebih mahal . 4. ... 5. ...
IV. Praktek 1.Apakah Bapak menanam bibit produk transgenik
2.Bila ya (point 111pertanyaan no 6), sebutkan jenis bibit yang ditanam 1. ... 2. .... 3. .... 4. .... 3.Dari mana mendapatkan bibit tanaman rekayasa genetika : 1. Penyuluh pertanian 2.Anggota kelonlpok tani 3. Tenlpat penjualan bibit peitanian 4. ..... 4.Bagaimana perbandingan hasil panel1 bibithenih tanaman rekayasa genetika dengan tanaman yang bukan hasil rekayasa geiletika ? 1. Hasil panen lebih banyak 2. Hasil panen sedikit 5. Pemahkah Bapak mengkonsumsi produk hasil rekayasa genetika ?
6.Bila ya, sebutkan jenis pangan yang di konsumsi 1. ...
2. 3.
4.
.... .... ....
V. Persepsi
Jawablah pelxyataan-perllyataan dibawah ini dengall memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban disampingnya. Saugat Setuju
No.
Pernyataau
1
Saat ini telah beredar produk pangan hasil rekayasa genetika Saat ini telah beredar produlc non pangan hasil relcayasa genetika Sebagian besar lcedelai yang di import memiakan produk pangan hasil rekayasa genetika Sebagian besar beras yang di import merupakan produk pangan hasil rekayasa
2 3
I I
4
( 5
I 6
I Tanaman
merugikan
14
I
16
17
I
PRG atau
I mengganggu, I
I I
I
1
I
I
I
1
1
1
1
1
I
I
I
I
I
I
I
akan membahayakan bagi
Teknologi rekayasa genetika (ttansgenik) hertentangan dengan ajarau agama dan tidak ethis untuk dilakukan Produk tra~sgeniktidak layak diionsumsi karena menggunakau gen dari makhluk I hidup lain. I Sebelum dipasarkan untuk dikonsumsi, produk hasil rekayasa genetika hams 1010s pengujian terhadap pangan I Sebelum dipasarkan untnk dikonsumsi, produk hasil rekayasa genetika h a ~ 1010s s pengujian terhadap pakan 1 Sebelum diuasarkan untuk dilconst~msi,1 produk hasiirelcayasa genetika hams 1010s pengujian teAadap lingkungan Pangall yang mei~~paltanhasil produk rekayasa genetilca hams mencantumka~l label/ lceterangan "pangan rekayasa genetika" pada kemasannya
I
15
I I
Sebagian besar jagung yang di import mempakan produk pangan - . hasil rekayasa genetika Sebagian besar tomat yang di import mempakan produk pangan hasil rekayasa
I kesehatan manusia 11
I I
Saugat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Setuju
1
VI. Penerimaan No. 1 2
3 4
5
6
7 8
Pernyatsan Mengonsumsi produk pangan berfoimalin lebih berbahaya dibandingkan mengkoi~sun~si pangan PRG Mengonsumsi daging ayam yang terinfeksi vims flu burung lebih berbahaya dibandigkan dengan mengkonsumsi pangan PRG Mengonsumsi pangan yang rnenimbulkan diare lebih berbahaya dibandingkan dengan mengonsumsi pangan PRG Mengonsuinsi produk pangan yang diberi pewarna yailg dilarang lebih berbahaya hibai~diu~kan-deng& mengoi~sun~si pangan PRG Menggunakan pakaian yang terbuat dari kapas PRG lebih nyaman dibandingkan dengan menggunakan produk pakaian dari kapas bukan PRG Menggunakan perabot rurnah tangga yang terbuat dari kayu jati PRG lebih awet dibandingkan dengan perabot d a i ltayu jati bukan PRG Untuk menjaga kesehatan, saya dan lteluarga akan mengonsumsi produk pangan PRG Untuk menjaga kesehatan, saya dan keluarga tidak menggunakan produk non pangan PRG
VII. Saran dan Harapan
Setuju
Sangat Setuiu
I
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
I
I